Teknologi Aeroponik Di Banjarnegara
description
Transcript of Teknologi Aeroponik Di Banjarnegara
TEKNOLOGI AEROPONIK PEMBIBITAN KENTANG DI DESA GROGOL
KECAMATAN PEJAWARAN KLASTER KENTANGBANJARNEGARA
Oleh Ratna Sari Dewi, S.TP
Jawa Tengah merupakan koridor industri dan jasa dalam Master Plan Percepatan
Pembangunan Indonesia (MP3EI). Jawa Tengah memiliki klaster industri kentang dan
olahannya yang dikenal dengan sebutan Klaster Kentang Dieng Banjarnegara (KKDB).
KKDB merupakan inisiasi Balitbang Provinsi Jateng bekerjasama dengan Bappeda Kab.
Banjarnegarayang dibentuk pada tahun 2010. Klaster Kentang Banjarnegara mengalami
permasalahan pasokan benih kentang. Kebutuhan benih kentang nasional tahun 2010 sebesar
103.478 ton, tetapi yang dapat terpenuhi dari dalam negeri hanya sekitar 14.702 ton. Jika
dihitung rupiah dengan harga bibit Rp 7500/kg, kebutuhan bibit kentang mencapai 801
miliar. Kebutuhan bibit kentang di Jawa Tengah mencapai 12.000 ton per tahunnya, namun
baru dapat dipenuhi sebanyak 300 ton, sehingga terjadi kekurangan bibit unggul sebanyak
11.700 ton.
Produktivitas kentang di Banjarnegara rata-rata turun sebesar 4,12% per tahun.
Penurunan produktivitas kentang di Banjarnegara menjadi suatu permasalahan penting,
karena Banjarnegara merupakan sentra produksi kentang terluas di Jawa Tengah, yaitu 8.434
ha dari luas panen kentang di Jawa Tengah yaitu 16.585 ha (BPS, 2010). Jawa Tengahsendiri
memiliki sentra kentang terluas di Indonesia dengan luas panen kentang di Indonesia sebesar
54.819 ha.Rendahnya produksi kentang disebabkan oleh penggunaan bibit yang kurang
bermutu, teknik bercocok tanam yang kurang baik serta kurang tepatnya pengendalian hama
dan penyakit. Penggunaan benih kentang yang diperbanyak secara terus menerus juga
merupakan penyebab kemerosotan produksi kentang di Jawa Tengah. Hal ini diakibatkan
adanya penyakit yang terakumulasi pada setiap generasi dan terus terbawa pada generasi
benih.
Masalah utama dalam produksi kentang ialah mahalnya harga bibit, karena sulitnya
mendapatkan lahan bersih dari penyakit tular tanah untuk produksi benih padahal perkiraan
biaya penggunaan bibit kentang di beberapa negara berkembang mencapai 55% dari total
biaya produksi usaha tani kentang. Oleh karena itu peningkatan mutu benih lokal sangat
diperlukan untuk menghindari ketergantungan akan impor benih. Salah satu alternatif solusi
peningkatan mutu benih kentang tersebut adalah menggunakan teknologi aeroponik.
Teknologi aeroponik merupakan terobosan produksi benih kentang. Keunggulan
teknologi aeroponik yaitu: (1) dapat menghasilkan umbi kentang yang banyak (10 kali lipat
dibandingkan cara konvensionalyang hanya sekitar 3-5 knol/tanaman), (2) mengurangi
penggunaan pestisida, umbi sehat dan bersih, (3) mudah dipanen dan diatur sesuai ukuran
yang diinginkan, (4) hemat tenaga kerja, (5) bebas patogen dan (6) nutrisi dapat diatur sesuai
perkembangan tanaman.Teknik aeroponik yang diterapkan di Klaster Kentang Dieng
Banjarnegara, khususnya di Desa Grogol Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara saat
ini telah mampu menghasilkan benih sebanyak lebih dari 100 knol/tanaman.
Sistem produksi benih kentang dengan aeroponik mulai dicoba oleh Balitbang
Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 dengan tenaga ahli dari Fakultas Pertanian Unsoed yang
dimotori oleh Dr.Ir. Saparso, MP yaitu pengaruh formula larutan nutrisi dan jarak tanam
terhadap pertumbuhan dan hasil pembibitan kentang dalam sistem aeroponik. Hasil yang
diperoleh adalah jumlah umbi per rumpun mencapai rata-rata 44 buah. Penelitian sistem
aeroponik untuk produksi benih dengan penerapan tiga macam nozel dalam pemberian
larutan nutrisi telah dilakukan melalui Riset Unggulan Daerah (RUD) Balitbang Provinsi
Jateng tahun 2012 dengan tenaga ahli tim Fakultas Pertanian Unsoed: Eni Sumarni, S.TP,
Msi; G.H Sumartono, SP, MS, Msi dan Dr. Ardiansyah, S.TP, MSi. Hasilnya diperoleh nozel
dengan spesifikasi curah (flowrate) 0,83 l/menit - 1 l/menit cukup baik dalam pemberian
larutan nutrisi, tetapi masih memerlukan penyempurnaan pada tekanan kabut, nutrisi untuk
memperoleh keseragaman benih dan hasil tinggi serta perlunya pencegahan terhadap
serangan layu bakteri.
Titik utama aplikasi aeroponik di lapang adalah tekanan (pressure) yang dihasilkan
oleh pompa harus tinggi dan kesesuaian desain instalasi. Tekanan tinggi pada selang saluran
akan menghasilkan butiran air berbentuk kabut. Permasalahan dilapang untuk teknik
aeroponik pada umumnya adalah tekanan yang dihasilkan pompa kurang tinggi sehingga
terkreasi butiran air kasar bukan kabut sehingga densitas oksigen butiran air menurun.
Semakin kecil butiran air maka permukaan butiran air semakin luas. Semakin luas permukaan
butiran air maka persinggungan dengan udara semakin banyak. Semakin banyak
persinggungan dengan udara maka kemungkinan penambatan oksigen oleh butiran air
semakin besar. Oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara yang sampai ke akar
merupakan kunci keunggulan aeroponik. Selama perjalanan dari lubang sprinkler hingga
sampai ke akar, butiran akan menambat oksigen dari udara sehingga densitas oksigen dalam
butiran meningkat dan baik untuk perkembangan tanaman.
Penelitian teknik budidaya kentang dengan aeroponik telah dilakukan untuk produksi
umbi kentang mini konvensional. Teknik budidaya dengan aeroponik dapat memperoleh laba
33%/m2 sampai 67%/m2. Usaha pembibitan tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi. Oleh karena itu untuk mendorong percepatan innovation driven economy, pada 2012
hingga 2013Balitbang Provinsi Jateng bekersama dengan Unsoed dan fasilitasi
pendampingan dari Dinas Pertanian (Ir. Suhari) dan Intermediator Teknologi Kemenristek
(Ratna Sari Dewi, S.TP) berusaha mendorong breeder lokal untuk mengembangkan
pembibitan kentang mutu unggul (bersertifikat).
Rumah aeroponik bantuan teknologi dari Balitbang berukuran 4 x 8 m2dengan
kapasitas 21 m2terletak di Desa Grogol Kecamatan Pejawaran Kabupaten
Banjarnegara.Rumah konstruksi aeroponik dapat dibangun sesuai kebutuhan dan ketersediaan
dana. Rumah tanaman dengan biaya konstruksi rendah memilki ciri antara lain strukturnya
sederhana dengan konstruksi dari bahan lokal yang tersedia di kawasan yang beriklim
setempat. Bambu dan kayu adalah bahan yang banyak digunakan di Indonesia, karena biaya
relatif murah. Untuk jangka waktu pemakaian lebih dari 10 tahun sebaiknya rumah tanaman
dibangun dengan rangka besi. Untuk pemakaian kurang dari 5 tahun sebaiknya digunakan
rangka bambu.
Ventilasi alamiah sebaiknya dimanfaatkan secara maksimum sehingga tidak
diperlukan peralatan khusus untuk mengendalikan kondisi lingkungan dalam rumah tanaman.
Untuk kawasan beriklim tropika orientasi rumah tanaman sebaiknya memanjang ke timur dan
barat, sehingga atap rumah tanaman menghadap ke utara dan Selatan. Hal ini memungkinkan
cahaya matahari dapat mengenai tanaman secara lebih merata sepanjang hari. Laju ventilasi
alamiah sangat bergantung dengan kecepatan udara di luar rumah tanaman, sehingga rumah
tanaman dapat dibuat lebih optimum dengan informasi kondisi iklim setempat. Informasi
lebih lanjut mengenai teknologi aeroponik dapat menghubungi: H.Giri Santoso dari KKDB
(081327453000), Bidang Bangrap Iptek Balitbang Provinsi Jateng (024 3540025) atau Eni
Sumarni Fakultas Pertanian Unsoed (081391396079).
Gambar 1. Umbi kentang pembibitan metode aeroponik
Gambar 2. Sistem Aeroponik
Gambar 3. Tim Balitbang (gambar kiri), tanaman kentang (gambar tengah) & H.Giri Santoso
menunjukan hasil umbi tanaman kentang (gambar kanan).