Teknik_Sarana_ASDP.docx

22
TUGAS TEKNIK SARANA ASDP OLEH : AHMAD BIRBIK ANWARI (12.01.030) KELAS 3B DOSEN PENGAMPU : Arief Muljanto, ST, MT JURUSAN DIV TRANSPORTASI DARAT SEKOLAH TINGGI TRANSPORTASI DARAT OKTOBER 2014

Transcript of Teknik_Sarana_ASDP.docx

TUGAS TEKNIK SARANA ASDP

OLEH :AHMAD BIRBIK ANWARI(12.01.030)

KELAS 3B

DOSEN PENGAMPU :Arief Muljanto, ST, MT

JURUSAN DIV TRANSPORTASI DARATSEKOLAH TINGGI TRANSPORTASI DARATOKTOBER 2014

1. a. Angkutan Penyebrangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya (KepMenHub 32 Tahun 2001)b. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang dielenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau (KepMenHub 73 Tahun 2004)

2. a. KM 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, BAB I KETENTUAN UMUMBerisi pasal 1 yang membahas tentang pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penyelenggaraan angkutan penyeberangan.BAB II ANGKUTANTerdapat beberapa bagian antara lain :1. Lintas Penyeberangan, terdiri dari pasal 2 pasal 5 menerangkan tentang beberapa fungsi serta penjelasan dari lintas penyeberangan, pasal 6 menjelaskan rencana penetapan lalu lintas, pasal 7 kriteria lintasan penyeberangan, pasal 8 hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan lalu lintas serta persyaratan yang harus dipenuhi.2. Pelayanan Operasional, terdiri dari pasal 9 pasal 11 persyaratan wajib dalam pelayanan angkutan penyeberangan baik dari segi operasional maupun sarana serta awak kapal yang bertugas.3. Tarif, terdiri dari pasal 12 pasal 18 yakni tentang persyaratan serta hal-hal yang berkaitan dengan penetapan tarif.4. Pelayanan Angkutan Perintis, terdiri dari pasal 19 tentang penyediaan angkutan penyeberangan perintis oleh perusahaan angkutan penyeberangan, pasal 20 kriteria angkutan penyeberangan perintis, pasal 21 pemberian subsidi, pasal 22 penugasan dalam keadaan tertentu.5. Penempatan Kapal, pasal 23 harus memenuhi spesifikasi teknis lintas dan fasilitas, pasal 24 dan pasal 25 frekuensi sarana yang dibutuhkan, pasal 26 pengembangan serta pengisian lintas penyeberangan, pasal 27 evaluasi dalam pelayanan angkutan penyeberangan, pasal 28 sanksi yang ditetapkan baik administratif maupun operasional, pasal 29 dan pasal 30 penilaian kinerja, pasal 31 sanksi administratif.BAB III PERIZINAN ANGKUTANPasal 32 - pasal 36 izin usaha serta persyaratan, pasal 37 pasal 40 persetujuan pengoperasian kapal serta permohonannya.BAB IV KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN PENYEBERANGANPasal 42 kewajiban perusahaan angkutan penyeberangan setelah memperoleh persetujuan pengoperasian, pasal 43 keharusan awak kapal, pasal 44 karcis, pasal 45 pelayanan angkutan umum secara tertulis, pasal 46 penugasan terhadap hal yang mendesak, pasal 47 kewajiban setelah mendapat izin usaha, pasal 48 persyaratan pengembangan usaha, pasal 49 dan pasal 50 laporan terhadap pihak yang berwajib, pasal 51 pasal 53 pencabutan izin usaha dan sanksi.BAB V SISTEM INFORMASIPasal 54 pasal 56 sistem informasi serta laporannya.BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 dan pasal 58BAB VII PENUTUPPasal 59 dan pasal 60 pengesahan terhadap keputusan.b. KM 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, memiliki 10 bab dan 67 pasal yang terbagi sebagai berikut :BAB I KETENTUAN UMUMBerisi 1 pasal yang membahas tentang beberapa pengertian yang berkaitan dengan angkutan sungai dan danau.BAB II ANGKUTANTerdiri dari beberapa bagian antara lain :1. Wilayah Operasi, terdiri dari pasal 2 tentang penetapan trayek sebagai suatu sistatranas serta wilayah operasi dan pasal 3 tentang penyelenggaraan harus menggunakan kapal berbendera Indonesia.2. Persyaratan Operasional, yang harus dipenuhi suatu kapal untuk melakukan pelayaran yang dijelaskan pada pasal 4 tentang persyaratan yang wajib di penuhi setiap kapal, pasal 5-8 tentang kapal wajib memiliki surat ukur mengenai kelaikan kapal serta pihak berwajib yang berhak mengeluarkan surat dan melakukan pengawasan, pasal 9 dan 10 mengenai surat izin berlayar, pasal 11 mengenai kewajiban awak kapal.3. Trayek Tetap dan Teratur, berisi pasal 12 yang membahas tentang penetapan jaringan trayek.4. Ciri-Ciri Pelayanan, berisi pasal 13 yakni pelayanan angkutan dalam trayek dan trayek cabang.5. Tata Cara Pengangkutan yang termuat dalam pasal 14.6. Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur, yang termuat dalam pasal 15 dan 16.7. Ciri-ciri Pelayanan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur yang termuat dalam pasal 17.BAB III PENYELENGGARAAN ANGKUTAN BARANG DAN/ATAU HEWANTerdiri dari beberapa bagian yakni :1. Umum, yang terdapat dalam pasal 18, 19 dan 20 membahas tentang pengangkutan barang dan/atau hewan.2. Pengangkutan Barang Umum dan Hewan, terdapat pasal 21-26 yang memuat tentang berbagai prosedur yang harus dilakukan dalam proses bongkar muat barang umum dan hewan.3. Pengangkutan Barang Khusus, terdapat pasal 27-30 yang memuat berbagai prosedur yang harus dilakukan dalam pengangkutan barang khusus.4. Pengangkutan Bahan Berbahaya, terdapat pasal 31-36 yang memuat berbagai prosedur yang harus dilakukan dalam pengangkutan bahan berbahaya.5. Angkutan Khusus Sungai dan Danau, terdapat dalam pasal 37 yang membahas angkutan usaha.BAB IV PERIZINAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAUTerdiri dari beberapa bagian yakni :1. Izin Usaha Angkutan, yang dibahas dalam pasal 38 pasal 42.2. Persetujuan Pengoperasian Kapal, yang dibahas dalam pasal 43 - pasal 46 serta pihak yang memberikan persetujuan kapal.3. Persetujuan Pengoperasian Kapal Angkutan Khusus Sungai dan Danau, yang dibahas dalam pasal 47 pasal 50 berisi tentang berbagai persyaratan yang wajib dipenuhi untuk pengoperasian kapal.BAB V KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAANTerdapat beberapa pasal yang membahas tentang kewajiban yang harus dipenuhi seperti yang tertera dalam pasal 51 pasal 57, serta tanggung jawab perusahaan yang dapat dilakukan seperti yang tertera dalam pasal 57 pasal 60.BAB VI TARIF ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAUPasal 61 menjelaskan bahwa pihak-pihak yang berhak menentukan tarif angkutan sungai dan danau.BAB VII PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKITPasal 62 menjelaskan kewajiban pengusaha untuk memberikan fasilitas serta prioritas bagi penderita cacat dan orang sakit.BAB VIII SISTEM INFORMASIPasal 64 menjelaskan tentang kewajiban pengusaha serta pejabat pemberi izin untuk membuat sistem informasi guna memudahkan penumpang dalam menggunakan moda.BAB IX KETENTUAN PERALIHAN DAN LAIN-LAINTerdiri dari pasal 65 dan pasal 66 tentang pelaksanaan keputusan setelah ditetapkan.BAB X KETENTUAN PENUTUPPasal 67, menghapus Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 1988 tentang Usaha Angkutan Perairan Daratan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.3. Peraturan Menteri no 52 tahun 2012 tentang Alur Pelayaran Sungai Dan DanauPeraturan menteri perhunungan no 52 tahun 2012 ditetapkan pada tanggal 30 oktober 2014 terdiri dari 10 bab yang terdiri dari : BAB I KETENTUAN UMUMTerdiri dari 2 pasal yang pada dasarnya merupakan pendahuluan atau dasar dari alur penyeberangan yang berhubungan dengan alur penyeberangan. (pasal 1 2)BAB II PENYELENGGARAAN ALUR PELAYARAN SUNGAI DAN DANAUBab ini terdiri dari 6 bagian yaitu :1. Umum Terdiri dari 2 pasal (pasal 3 dan pasal 4)2. Alur Pelayaran Terdiri dari 19 pasal (pasal 5 pasal 23)3. Izin Penyelenggaraan Alur Pelayaran Sungai Ke Terminal KhususTerdiri dari 7 pasal (pasal 24 pasal 30)4. Sistem RuteTerdiri dari 14 pasal (pasal 31 pasal 43)5. Tatacara Berlalu Lintas (pasal 44 pasal 77) Terdiri dari 5 paragraf yaitu paragraf 1 tentang umum (1 pasal), paragraf 2 tentang kelaikan kapal sungai dan danau (1 pasal), paragraf 3 tentang pengaturan berlalu lintas (10 pasal), paragraf 4 tentang penggunaan lampu penerangan / navigasi (15 pasal), dan paragraf 5 tentang alat pemberi isyarat (7 pasal)6. Daerah Labuh Kapal Sungai Dan Danau Sesuai Dengan KepentinganyaTerdiri dari 6 pasal (pasal 78 pasal 86 )BAB III FASILITAS ALUR PELAYARAN SUNGAI DAN DANAUTerdiri dari 20 pasal (yaitu pasal 87 pasal 107)BAB IV BANGUNAN ATAU INSTALASI DI ALUR PELAYARAN SUNGAI DAN DANAUPada bab ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu :1. Persyaratan Bangunan Atau InstalasiTerdiri dari 1 pasal (pasal 108)2. PerizinanTerdiri dari 8 pasal (pasal 109 - pasal 116)BAB V PENGERUKANTerdiri dari 6 pasal (pasal 117 pasal 123)BAB VI KERANGKA KAPAL SUNGAI DAN DANAU DAN PEJERJAAN BAWAH AIRTerdiri dari 2 bagian,yaitu :1. Kerangka Kapal Sungai dan DanauTerdiri dari 4 pasal (pasal 124 pasal 127)2. Pekerjaan Bawah AirTerdiri dari 2 pasal (pasal 128 dan pasal 129)BAB VII SISTEM INFORMASI ALUR PELAYARAN DAN LALU LINTAS SUNGAI DAN DANAUTerdiri dari 8 pasal (pasal 130 pasal 133)BAB VIII PENGAWASANTerdiri dari 5 pasal (pasal 134 - pasal 138)BAB IX KETENTUAN PERALIHANTerdiri dari 1 pasal (pasal 139)BAB X KETENTUAN PENUTUPTerdiri dari 1 pasal (pasal 140)

4. KAPAL NON KONVENSI BERBENDERA INDONESIAPasal 1 Definisi Standar kapal non konvensi berbendera Indonesia adalah standar yang berlaku untuk kapal kapal domestik yang berlayar di perairan Indonesia. Dalam pasal 1 ini dijelaskan berbagai macam definisi yang berkaitan dengan petunjuk teknis pelayanan kapal non konvensi berbendera Indonesia.Pasal 2 Penerapan1. Kecuali secara tegas ditentukan lain dalam Peraturan ini, semua kapal penumpang dan semua kapal barang dengan GT lebih besar dan sama dengan 500 berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran Internasional harus memenuhi ketentuan Konvensi SOLAS 1974 beserta Protokol dan amandemen-amandemennya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. 2. Kapal-kapal penumpang yang diatur dalam aturan ini adalah kapal penumpang yang hanya berlayar dalam daerah pelayaran kawasan Indonesia (near coastal voyage), lokal, terbatas, pelabuhan dan perairan daratan yang hanya berada dalam wilayah perairan Indonesia saja. 3. Peraturan tentang Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia diterapkan pada kapal-kapal yang tidak diatur dalam konvensi Internasional meliputi :a. Seluruh kapal niaga yang tidak berlayar ke luar negeri; b. Kapal-kapal barang berukuran GT dibawah 500 yang berlayar ke luar negeri; c. Kapal-kapal yang tidak digerakan dengan tenaga mekanis (tongkang, pontoon dan kapal layar); d. Kapal-kapal kayu (KLM) dan kapal kayu dengan mesin penggerak; e. Kapal-kapal penangkap ikan; f. Kapal-kapal pesiar; g. Kapal-kapal dengan rancang bangun baru dan tidak biasa (novel); h. Kapal-kapal negara yang difungsikan untuk niaga; dan i. Semua kapal yang ada, yang mengalami perubahan fungsi 4. Peraturan ini berlaku bagi kapal laut dan kapal perairan daratan yang terdaftar di Indonesia dan tidak diatur dalam peraturan konvensi-konvensi Internasional.Pasal 3 Daerah Pelayaran dan Daerah Operasi Kapal1. Daerah Operasi Kapal sesuai yang tercantum dalam dokumen Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia Bab I Pendahuluan Bagian C Seksi 4 serta amandemennya. 2. Daerah Pelayaran Kapal terdiri dari :a. Daerah Pelayaran Semua Lautan yang meliputi semua laut di dunia; b. Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia (Near Coastal Voyage) yang meliputi daerah Utara di Pantai Barat Malaysia, sepanjang Pantai Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam Selatan di Tanjung Tiwan dan garis-garis yang ditarik antara Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di Philipina, sepanjang Pantai Selatan Philipina sampai Tanjung San Augustin. c. Daerah Pelayaran Lokal yang meliputi jarak dengan radius 500 mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu; d. Daerah Pelayaran Terbatas yang meliputi jarak dengan radius 100 mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu; e. Daerah Pelayaran Pelabuhan yang meliputi perairan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; dan f. Daerah Pelayaran Perairan Daratan adalah perairan sungai, danau, waduk dan kanal atau terusan. Pasal 4 Survei dan Pemeriksaan Kapal1. Survei dan pemeriksaan kapal berdasarkan waktu pelaksanaan terdiri dari: a. Survei dan Pemeriksaan Pertama; b. Survei dan Pemeriksaan Tahunan; c. Survei dan Pemeriksaan Pembaharuan; d. Survei dan Pemeriksaan Antara; e. Survei dan Pemeriksaan Kerusakan dan Perbaikan; dan f. Survei dan Pemeriksaan Diluar Jadwal. 2. Survei kapal: a. Survei terkait dengan kekuatan konstruksi lambung dan permesinan dapat dilaksanakan oleh pemerintah, badan klasifikasi atau otoritas survei yang diakui oleh pemerintah. b. Hasil survei kapal dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penerbitan sertifikat keselamatan kapal. c. Hasil survei dan salinan sertifikat konstruksi lambung dan permesinan yang masih berlaku dilampirkan pada permohonan sertifikat keselamatan kapal. d. Hasil survei kapal dilaporkan kepada pemerintah dengan format standar sesuai ketentuan yang berlaku secara berkala dengan jangka waktu setiap 6 (enam) bulan. 3. Pemeriksaan harus dilaksanakan sebagai berikut: a. Pemeriksaan Pertama dilaksanakan sebelum kapal dioperasikan, meliputi pemeriksaan lengkap atas bangunan, permesinan dan perlengkapannya, termasuk sisi luar kulit dasar kapal. Pemeriksaan harus sedemikian untuk memperoleh kepastian bahwa tata susunan, bahan dan kekuatan bangunan, bejana tekan serta kelengkapannya, permesinan induk dan permesinan bantu, baling-baling dan poros baling-baling, instalasi radio dan elektronika kapal, termasuk yang digunakan untuk sarana penyelamatan diri, perlengkapan pemadam kebakaran, peralatan navigasi, publikasi nautika, tangga pandu, dan peralatan lainnya memenuhi persyaratan peraturan ini. Pemeriksaan harus dilaksanakan sedemikian rupa hingga dapat diperoleh kepastian bahwa konstruksi kapal dan perlengkapannya memenuhi persyaratan, dan kapal harus dilengkapi dengan lampu-lampu, sosok benda, sarana yang menghasilkan isyarat bunyi dan isyarat bahaya untuk pencegahan tubrukan di laut. b. Pemeriksaan Tahunan dilaksanakan setiap dua belas bulan, meliputi pemeriksaan bangunan, permesinan dan perlengkapannya, termasuk sisi luar kulit dasar kapal (khusus untuk kapal penumpang). Pemeriksaan harus sedemikian untuk memperoleh kepastian bahwa bangunan kapal, serta perlengkapannya, permesinan induk dan permesinan bantu, instalasi listrik, instalasi radio dan elektronika kapal, perlengkapan penyelamat, perlindungan terhadap kebakaran, detektor kebakaran dan perlengkapan pemadam kebakaran, peralatan navigasi, tangga pandu dan peralatan lain dalam keadaan baik dan memuaskan. Lampu-lampu, sosok benda dan sarana yang menghasilkan isyarat bunyi dan isyarat bahaya harus juga diperiksa untuk diperoleh kepastian bahwa lampu-lampu dan sosok benda memenuhi persyaratan peraturan ini. c. Pemeriksaan Pembaharuan atau Pemeriksaan Besar dilaksanakan pada setiap periode tertentu tidak melebihi 5 (lima) tahun, meliputi pemeriksaan untuk memperoleh kepastian bahwa sisi luar kulit dasar kapal, tata susunan, kekuatan bangunan, bejana tekan serta kelengkapannya, tenaga penggerak utama, baling-baling dan poros baling-baling, perangkat mesin kemudi, permesinan-permesinan bantu dalam kondisi memuaskan dan memenuhi persyaratan peraturan ini. d. Pemeriksaan Antara dilaksanakan setiap antara Pemeriksaan Berkala ke dua dan Pemeriksaan Berkala ke tiga, yang meliputi pemeriksaan bangunan, permesinan dan perlengkapannya, termasuk sisi luar kulit dasar kapal. Pemeriksaan harus sedemikian untuk memperoleh kepastian bahwa bangunan kapal serta perlengkapannya, permesinan induk dan permesinan bantu, instalasi listrik, instalasi radio dan elektronika kapal, perlengkapan penyelamat, perlindungan terhadap kebakaran, detektor kebakaran dan perlengkapan pemadam kebakaran, peralatan navigasi, tangga pandu dan peralatan lain dalam keadaan baik dan memuaskan. Lampu-lampu, sosok benda dan sarana yang menghasilkan isyarat bunyi dan isyarat bahaya harus juga diperiksa untuk diperoleh kepastian bahwa lampu-lampu dan sosok benda memenuhi persyaratan peraturan ini. Khusus untuk kapal tangki minyak harus juga diperiksa kamar pompa, sistem pipa muatan dan pipa ventilasi. e. Pemeriksaan kerusakan dan perbaikan dilaksanakan pada setiap kali terjadi kecelakaan atau ditemukan adanya suatu kerusakan yang mempengaruhi keselamatan kapal atau fungsi dan kelengkapan pesawat penyelamat serta perlengkapannya. Pemeriksaan itu harus sedemikian untuk memperoleh kepastian bahwa bahan dan penyelesaian perbaikan-perbaikan dalam keadaan memuaskan dan memenuhi persyaratan peraturan ini. f. Pemeriksaan diluar jadwal dilaksanakan selain dari pemeriksaan dilaksanakan apabila diperlukan yang berkaitan dengan persyaratan keselamatan kapal.4. Untuk pemenuhan keselamatan kapal, pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Penilik Keselamatan Kapal (Marine Inspector) dan dibuktikan dengan adanya hasil laporan pemeriksaan dengan format standar sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 5 Pengujian1. Setiap bahan konstruksi bangunan, permesinan dan listrik, stabilitas, perangkat komunikasi radio dan elektronika, perlengkapan penolong, perangkat detektor dan pemadam kebakaran, peralatan navigasi dan meteorologi serta peralatan pencegahan pencemaran dari kapal harus lulus uji coba sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2. Pengujian terkait keselamatan dilakukan oleh Penilik Keselamatan Kapal (Marine Inspector) dengan memperhatikan standar mutu pabrik pembuat.3. Bahan, peralatan dan perlengkapan dianggap telah lulus uji mutu yang dibuktikan dengan sertifikat pabrik pembuat.Pasal 6 Sertifikasi Keselamatan1. Sertifikat Keselamatan Kapal diterbitkan setelah hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan ini.2. Kekurangan dan ketidaklengkapan yang ditemukan pada saat pemeriksaan dalam rangka sertifikasi Keselamatan Kapal harus dapat dipenuhi sebelum penerbitan sertifikat tersebut.3. Kekurangan dan ketidaklengkapan yang merupakan catatan rekomendasi hasil pemeriksaan dan pengujian oleh Penilik Keselamatan Kapal wajib ditindak lanjuti dan diketahui pada pemeriksaan selanjutnya sebagai kekurangan yang harus dipenuhi dan harus terdokumentasi di atas kapal. 4. Pemberian tenggang waktu untuk pemenuhan kekurangan dan ketidaklengkapan persyaratan setelah penerbitan sertifikat hanya dapat dilakukan dengan kondisi-kondisi seperti: a. Kapal baru dibangun dan belum beroperasi; b. Kekurangan dan ketidaklengkapan persyaratan tersebut bukan merupakan hal-hal yang mendasar yang mengancam keselamatan jiwa; c. Daerah/tempat yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya pemenuhan kekurangan dan ketidaklengkapan persyaratan tersebut. 5. Sertifikat Keselamatan Kapal diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang memuat keterangan penting tentang identitas kapal dan bentuk sertifikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Sertifikat Keselamatan Kapal yang diterbitkan berdasarkan peraturan ini harus disimpan di tempat yang aman di atas kapal untuk diperlihatkan bilamana diperlukan, kepada petugas syahbandar. 7. Sertifikat sementara hanya diberikan pada kapal-kapal yang belum memiliki sertifikat sertifikat/dokumen penunjang lainnya, dengan masa berlaku maksimal 3 (tiga) bulan dan hanya dapat diperpanjang paling lama 1 x 3 bulan. Pasal 7 Penyetaraan dan Pembebasan1. Dalam keadaan tertentu Menteri dapat memberikan penyetaraan dan pembebasan sebagian persyaratan yang ditetapkan dengan tetap memperhatikan keselamatan kapal. 2. Dalam keadaan luar biasa dan atas permohonan perusahaan, Direktur Jenderal Perhubungan Laut dapat memberikan pengecualian dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan dan pengujian oleh Penilik Keselamatan Kapal (Marine Inspector). 3. Penyertaraan dan Pembebasan yang tidak diatur dalam ayat ayat diatas, merujuk pada Bab Pengecualian dan Kesetaraan dokumen Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

5. Bagian Kapal :1. Lifting Gear (alat angkat) : Alat angkat adalah peralatan yang mencakup seluruh peralatan yang digunakan untuk menangani kargo baik yang tetap maupun yang bergerak, termasuk ramp yang dioperasikan dengan tenaga listrik dari darat, yang digunakan di darat atau di atas kapal untuk menahan, mengangkat atau menurunkan muatan atau memindahkan muatan dari satu posisi ke posisi lain ketika tergantung atau tertahan2. Bangunan Atas / Superstructure :Adalah bangunan atas suatu kapal termasuk struktur geladak (termasuk geladak terpenggal yang ditinggikan) diatas geladak lambung timbul yang membentang dari sisi ke sisi kapal tersebut atau dari sisi pelat samping bangunan tersebut terletak kearah dalam pelat kulit sepanjang tidak melebihi 4 persen lebar kapal. Jika geladak yang lebih rendah ditetapkan sebagai geladak lambung timbul suatu kapal, semua bagian.3. Bangunan atas tertutup / Enclosed superstructure :Adalah bangunan atas yang mencakup sekat yang dibangun secara efisien, jalan masuk, jika ada, pada sekat yang dilengkapi dengan pintu sesuai persyaratan; dan semua bukaan lain pada sisi-sisi atau ujung-ujung bangunan atas yang dilengkapi dengan penutup kedap cuaca yang efisien. Suatu anjungan atau kimbul tidak dapat dianggap sebagai suatu bangunan atas tertutup untuk pengertian sub bagian ini, kecuali tersedia jalan masuk bagi awak kapal untuk mencapai ruang mesin atau ruang kerja lain di dalam anjungan atau kimbul dari geladak paling atas yang terbuka seluruhnya atau dari geladak yang lebih atas, dengan jalan masuk yang tersedia setiap saat jika jalan masuk didalam sekat yang melingkupi anjungan atau kimbul tertutup.4. Bukaan / Openings :Adalah lubang palka, jalan masuk, ventilator atau bukaan lain pada suatu kapal.5. Geladak bangunan atas / Superstructure deck : Adalah geladak yang membentuk bagian atas dari bangunan atas.