Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

10

Click here to load reader

Transcript of Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Page 1: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER

PRASEJARAH INDONESIA

BETSY EDITH CHRISTIE

0906521713

UNIVERSITAS INDONESIA

2010

Page 2: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Johnson (1999) mengungkapkan bahwa Julian Steward adalah seorang

antropolog yang melahirkan teori yang disebut Cultural Ecology yang sangat

berpengaruh pada awal New Archaeology. Cultural Ecology didasari oleh ide

mengenai adaptasi dan seleksi. Cultural Ecology sendiri adalah teori yang

menyatakan bahwa kumpulan masyarakat akan beradaptasi dengan materi yang

ada di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, karakteristik kumpulan masyarakat

tersebut dapat diidentifikasi lewat adaptasi yang dilakukan.

Karakteristik masyarakat tersebut pada akhirnya diklasifikasikan oleh

Steward dalam lima tingkat perkembangan budaya:

1. Tingkat berburu (hunting gathering stage)

2. Tingkat bercocok tanam sederhana (stage of incipient agriculture)

3. Tingkat formatif (formative stage)

4. Tingkat perkembangan negara lokal

5. Tingkat negara militer (stage of cyclical conquest)

Dengan penjelasan yang telah diuraikan diatas, berdasarkan Johnson dan materi

kuliah Prasejarah Indonesia, maka dapat diketahui bahwa untuk mengetahui suatu

kumpulan masyarakat termasuk kepada tingkat yang mana, maka dapat dilakukan

analisis dengan melihat adaptasi yang dilakukan masyarakat kala itu terhadap

lingkungan yang didasari pada teori Cultural Ecology.

Sesuai dengan pertanyaan yang diajukan mengenai masa bercocok tanam

menurut Steward, maka dapat diketahui bahwa Steward mengambil kesimpulan

suatu masyarakat tergolong kepada tingkat bercocok tanam sederhana berdasarkan

bentuk adaptasi terhadap lingkungan pada masyarakat kala itu. Adaptasi yang

dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan bercocok tanam sederhana untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan bercocok tanam dilakukan dengan

menyesuaikan tanaman yang akan ditanam dengan musim yang sedang

berlangsung. Adaptasi tersebut dilakukan agar memperoleh hasil maksimal saat

panen dan hasil tersebut dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan, menurut Patrick Kirch, suatu kumpulan masyarakat termasuk

ke dalam tingkat masa bercocok tanam atas dasar analisis yang dilakukan terhadap

adaptasi yang dilakukan baik dengan adaptasi konteks sistem ataupun arkeologi.

Page 3: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Berdasarkan materi kuliah Prasejarah Indonesia, adaptasi dalam konteks sistem

dapat dilihat sebagai proses interaksi yang dinamis antara manusia dengan

lingkungan serta strategi adaptif atau cara-cara penyesuaian yang diterapkan

dengan dilandasi oleh pengetahuan dan keahlian sebagai faktor yang membentuk,

mengarahkan, dan mentransmisikan informasi adaptasi. Sedangkan adaptasi

dalam konteks arkeologi dapat dilihat ketika hubungan yang dinamis itu

disederhanakan ke dalam bentuk benda-benda materi yang merefleksikan keadaan

lingkungan demografi serta perilaku manusia masa lalu.

Melalui kedua pendapat ini terlihat persamaan diantara keduanya yaitu

melihat kumpulan masyarakat masuk kepada suatu tingkat dalam hal ini bercocok

tanam dengan melihat adaptasi yang dilakukan terhadap lingkungan. Berdasarkan

Johnson dan materi kuliah Prasejarah Indonesia, dapat diketahui bahwa Steward

memandang suatu bentuk adaptasi yang dilakukan pada masa bercocok tanam

lewat kondisi lingkungan secara menyeluruh. Sedangkan, Kirch melakukan

analisis lebih mendalam lewat adaptasi konteks sistem dan arkeologi. Kirch

melakukan analisis terhadap kondisi lingkungan kala itu dan juga terhadap barang

peninggalannya.

Page 4: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Teknik Pembuatan Alat Batu Pada Masa Paleolitik

Menurut Akbar, pada masa Paleolitik, teknik pembuatan alat batu berupa

teknik pukul dan teknik tekan. Teknik pukul terdapat dua macam yaitu langsung

(direct percussion) dan tidak langsung (indirect percussion). Akbar yang mengacu

pada Crabtree, Oakley, dan Howell, mengungkapkan bahwa teknik pukul

langsung dilakukan dengan cara batu atau palu yang terbuat dari tulang atau kayu

keras dipukulkan pada permukaan bahan baku yang ingin dibentuk. Pemangkasan

dilakukan untuk melepaskan serpihan dari bahan baku. Sedangkan, teknik pukul

tidak langsung (indirect percussion) menggunakan semacam pahat yang terbuat

dari kayu atau tulang yang keras. Semacam pahat ini yang nantinya digunakan

untuk dipukulkan ke batu pukul. Lain hal dengan teknik serpih tekan (pressure

flaking) yaitu melakukan kegiatan menekan dengan benda runcing seperti tulang

atau tanduk yang keras pada calon alat batu, sehingga diperoleh serpihan kecil.

Sedangkan menurut Poesponegoro, teknik pembuatan alat batu di Asia

Tenggara dan Timur pada umumnya monofasial yaitu pemangkasan yang

dilakukan pada salah satu permukaan saja. Bahan batuan yang digunakan untuk

membuat perkakas batu adalah dari batuan tufa kersikan, kapur kersikan, kuarsa,

dan beberapa jenis batuan lainnya. Di Indonesia sendiri menurut Poesponegoro,

pada masa Paleolitik dikenal dua teknik perkakas batu yang disebut tradisi kapak

perimbas dan serpih. Kapak perimbas adalah sejenis kapak yang digenggam dan

berbentuk masif. Teknik pembuatannya cenderung masih kasar. Kapak perimbas

sendiri ditemukan di lembah Sungai Fingnoi di dekat Bhan-kao, Pakistan

(Punjab), Pulau Luzon di Filipina, selatan Hanoi di Vietnam Utara, Myanmar

(Lembah Irrawadi), Malaysia (Kota Tampan), Cina (Chou-kou-tien, Lembah

Yangtze, Guangxi), dan Indonesia (Pacitan).

Poesponegoro yang mengacu pada Movius menggolongkan kapak ke

dalam beberapa jenis yaitu kapak perimbas (chopper) yang bentuknya kecil

disebut serut genggam (scraper), kapak penetak (chopping-tool), pahat genggam

(hand-adze), dan kapak genggam awal (proto hand-axe). Beberapa jenis kapak ini

dibuat dengan teknik pemangkasan secara sederhana secara langsung dari batu-

Page 5: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

batu kerakal atau dari teknik pembenturan batu besar yang menghasilkan pecahan

batu yang lebih kecil. Teknik pembenturan ini dapat dijumpai di Pacitan. Pada

budaya Pacitan ini, korteks ditemukan masih menempel di bagian- bagian yang

digunakan untuk pegangan pada perkakas batu.

Pada tradisi serpih digunakan teknik dengan membentuk secara teratur

sehingga menghasilkan bentuk lonjong ataupun bundar. Bahan batuan yang

digunakan untuk membuat alat serpih antara lain beberapa jenis batuan tufa dan

gamping kersikan, dan batuan endap. Alat serpih ditemukan di Punung, Sangiran,

dan Ngandong di Jawa; Cabbenge di Sulawesi Selatan; Mengeruda di Flores, serta

Gassi Liu dan Sagadat di Timor, Lahat di Sumatera Selatan, Gombong di Jawa

Tengah, dan beberapa tempat di Timor. Alat serpih terbagi menjadi beberapa jenis

yaitu bentuk serut (serut ujung, serut cekung, serut gigir) dan lancipan (lengkung.

oval).

Teknik Pembuatan Alat Batu Pada Masa Mesolitik

Menurut Akbar, teknik pembuatan alat batu pada masa Mesolitik

melanjutkan teknik pembuatan alat batu pada masa Paleolitik yaitu teknik tekan.

Teknik tekan yaitu teknik pembuatan alat batu dengan melakukan kegiatan

menekan menggunakan benda runcing seperti tulang atau tanduk yang keras pada

calon alat batu, sehingga diperoleh serpihan kecil. Poesponegoro mengungkapkan

bahwa terdapat dua tradisi alat batu pada masa Mesolitik yaitu tradisi serpih-bilah

dan kapak genggam Sumatra. Tradisi serpih-bilah sendiri menggunakan teknik

pemangkasan sekunder yaitu melakukan pemangkasan setelah melepaskannya

dari batu inti. Sedangkan, kapak genggam Sumatra banyak digunakan oleh

kebudayaan Hoabinh.

Bahan batuan yang digunakan adalah kalsedon, batu gamping, dan andesit.

Tradisi ini digunakan di gua-gua Sulawesi Selatan, pulau-pulau Nusa Tenggara

Timur, dan Jawa. Pada masa Mesolitik digunakan teknik pukul tidak langsung

(indirect percussion). Akbar mengungkapkan bahwa teknik pukul tidak langsung

Page 6: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

menggunakan kayu atau tulang yang keras sebagai semacam pahat, batu pukul

dipukulkan ke kayu atau tulang yang diarahkan untuk memangkas calon alat batu.

Teknik Pembuatan Alat Batu Pada Masa Neolitik

Akbar mengungkapkan bahwa pada masa Neolitik digunakan teknik yang

berbeda dari masa Paleolitik dan Mesolitik yaitu teknik asah dan upam. Akbar

yang mengacu pada Callenfels mengungkapkan bahwa teknik asah (abrading)

adalah teknik dengan melakukan pengikisan permukaan calon alat batu pada batu

lainnya yang lebih lunak. Menurut Poesponegoro, teknik asah dilakukan hingga

menghasilkan tajaman. Sedangkan teknik upam (polishing) adalah teknik

pengusapan calon alat batu yang telah dihaluskan permukaannya dengan kulit

bambu atau kulit hewan sehingga dihasilkan permukaan yang mengkilat.

Poesponegoro mengatakan bahwa alat batu yang dihasilkan pada masa

Neolitik adalah beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian, dan mata

panah. Beliung persegi ditemukan di kepulauan Indonesia bagian barat, Malaysia,

Thailand, Vietnam, Khmer, Cina, Jepang, Taiwan, Filipina, dan Polinesia. Kapak

lonjong ditemukan di Gua Niah di Serawak, Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores,

Maluku, Leti, Tanimbar, dan Papua. Kapak lonjong pun ditemukan di luar

Indonesia yaitu di Myanmar, Cina, Manchuria, Taiwan, Jepang, Filipina, dan

India. Alat-alat obsidian ditemukan di Jambi, dekat Danau Kerinci, di sekitar

bekas Danau Bandung, Leles dekat Garut, Leuwiliang (Bogor), sekitar Danau

Tondano (Minahasa), dan Camplong (Timor Barat). Sedangkan, mata panah

ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Page 7: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali. Eksperimen Pembuatan Beliung Persegi, makalah dipresentasikan di

Seminar Hasil Penelitian Arkeologi. Depok: FIB, 2008.

Johnson, Matthew. Archaeological Theory: An Introduction. Oxford-

Massachusetts: Blackwell, 1999.

Poesponegoro, dkk. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di

Indonesia. Ed. Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Page 8: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

LAMPIRAN

Foto 1. Teknik Pembenturan

Foto: Materi Kuliah Praktikum Arkeologi: Laboratorium Analisis Litik

Program Studi Arkeologi, FIB UI, 2010

Foto 2. Teknik Tekan

Foto: Materi Kuliah Praktikum Arkeologi: Laboratorium Analisis Litik

Program Studi Arkeologi, FIB UI, 2010

Foto 3. Teknik Langsung (Direct Percussion)

Foto: Materi Kuliah Praktikum Arkeologi: Laboratorium Analisis Litik

Program Studi Arkeologi, FIB UI, 2010

Page 9: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Foto 4. Teknik Tidak Langsung (Indirect Percussion)

Foto: Materi Kuliah Praktikum Arkeologi: Laboratorium Analisis Litik

Program Studi Arkeologi, FIB UI, 2010

Foto 5. Kapak Perimbas dari Butik, Pulau Lombok, NTB

Foto: Sejarah Nasional Indonesia I

Foto 6. Alat Serpih dan Alat Bilah dari Pacitan, Jawa Timur

Foto: Sejarah Nasional Indonesia I

Page 10: Teknik Pembuatan Alat Batu pada Masa Prasejarah

Foto 7. Beliung Persegi

Foto: Ali Akbar

Foto 8. Kapak Lonjong dari Sentani, Jayapura, Papua

Foto: Sejarah Nasional Indonesia I

Foto 9. Anak Panah dari Desa Nampol, Kecamatan Punung,

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur

Foto: Sejarah Nasional Indonesia I