Teknik Lalu Lintas - human characteristic
-
Upload
kosha-jagadhita -
Category
Documents
-
view
217 -
download
2
Transcript of Teknik Lalu Lintas - human characteristic
Dampak Faktor Karakteristik Manusia
Terhadap Tingkat Kecelakaan di Kota Bandung Tahun 2009-2012
Oleh
Eric (2010410007)
Faisal Nuradi (2010410019)
Irfan Kusumoharimurti (2012410039)
Rista Ghonyvia (2012410041)
Trinadi G. Kusumawiangga (2012410119)
Kosha Jagadhita (2012410134)
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Katolik Parahyangan
Bandung
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Kami dapat menyusun karaya ilmiah ini tepat pada
waktunya. Karya tulis ilmiah ini membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor di kota Bandung.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul Dampak Faktor Karakteristik Manusia
Terhadap Tingkat Kecelakaan di Kota Bandung Tahun 2009-2012 diuraikan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan kendaraan bermotor di kota Bandung.
Dalam pengambilan data primer untuk karya tulis ilmiah ini kami banyak mendapat
tantangan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, semoga bantuannya mendapat balasan
yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan karya tulis ilmiah selanjutnya. Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Bandung, Februari 2014
Tim Penulis
ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
I. I LATAR BELAKANG MASALAH............................................................................1
I. II MASALAH PENELITIAN.........................................................................................2
I. III TUJUAN PENELITIAN..........................................................................................3
I. IV PEMBATASAN MASALAH..................................................................................3
I. V SISTEMATIKA PENULISAN...................................................................................3
I. VI SUMBER DATA.....................................................................................................4
I. VI. I DATA PRIMER...................................................................................................5
I. VI. II DATA SEKUNDER.........................................................................................5
I. VII METODE DAN TEKNIK PENELITIAN...............................................................5
I. VII. I METODE PENELITIAN.................................................................................6
I. VII. II TEKNIK PENELITIAN...................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................................7
II. I PENGERTIAN KECELAKAAN LALU LINTAS.....................................................7
II. II KLASIFIKASI KECELAKAAN LALU LINTAS..................................................8
II. II. I PENGGOLONGAN KECELAKAAN LALU LINTAS.....................................8
II. II. II JENIS KECELAKAAN LALU LINTAS........................................................8
II. II. III DAMPAK KECELAKAAN LALU LINTAS..................................................9
II. III PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN LALU LINTAS.................10
II. III. I PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN BERLALU
LINTAS 10
II. IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LALU LINTAS.............................................13
II. IV. I FAKTOR MANUSIA....................................................................................14
II. IV. II FAKTOR KENDARAAN..............................................................................17
iii
II. IV. III FAKTOR LINGKUNGAN FISIK..............................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................................21
III. I JENIS PENELITIAN.............................................................................................21
III. II LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN...............................................................21
III. II. I LOKASI PENELITIAN.................................................................................21
III. II. II WAKTU PENELITIAN.................................................................................21
III. III POPULASI............................................................................................................21
III. IV METODE PENGUMPULAN DATA...................................................................21
III. V DEFINISI OPERASIONAL..................................................................................22
BAB IV HASIL PENELITIAN...........................................................................................23
IV. I Karakteristik Pengendara Kendaraan bermotor.....................................................25
IV. II Analisis Data..........................................................................................................32
IV. II. I Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas........................................32
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...................................................................................36
V. I SIMPULAN...............................................................................................................36
V. II SARAN..................................................................................................................36
Daftar Pustaka..........................................................................................................................37
iv
BAB I PENDAHULUAN
I. I LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini banyak terjadi permasalahan dalam hal lalulintas. Lalulintas didefinisikan
sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu -lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan
ruang lalulintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan,
orang, atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.
Ada tiga komponen terjadinya lalulintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan
jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan
kelayakan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas. Manusia sebagai pengguna
dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalamkeadaan normal mempunyai
kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll).
Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psikologi,
umurserta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan
dan tata ruang. Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang
berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang
membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa bersaing dalam lalu lintas.
Permasalahan yang dihadapi oleh kota besar maupun kota yang sedang berkembang saat
ini antar lain permasalahan sosial, lingkungan yang semakin buruk kualitasnya dan juga
berbagai masalah transportasi seperti kemacetan, kurangnya prasarana transportasi,
ketidakteraturan lalu lintas, dan penurunan tingkat keselamatan lalu lintas.
Karakteristik manusia nya sendiri menjadi faktor yang memengaruhi kecelakaan lalu
lintas. Berbedanya karakteristik manusia di negara berkembang dan negara maju menjadi
latar belakang masalah sosial , ekonomi dan budaya di negara tersebut. Salah satu faktor yang
memengaruhi karakteristik manusia itu sendiri antara lain umur. Dapat dilihat dari kasus
kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di jalan raya yang diakibatkan karena masih
tidak kompetennya pengemudi kendaraan bermotor tersebut.
Di era modern saat ini, bidang transportasi berperan penting dalam kesejahteraan
masyarakat sehingga mendukung pertumbuhan di berbagai bidang. Peningkatan di bidang
1
transportasi tersebut dapat dilihat semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor.
Namun, pertambahan penduduk dan kemakmuran menjadi salah satu penyebab meningkatnya
kecelakaan lalu lintas di jalan karena semakin banyaknya orang yang berpergian dan sifat
acuh dari individu atau masyarakat terhadap pengekangan emosional dan fisik agar tercipta
lingkungan hidup yang aman dan tertib yaitu berupa peraturan lalu lintas. Hal itulah yang
menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, terkadang kecelakaan lalu lintas di jalan
tersebut dapat mengakibatkan luka-luka atau kerugian materi bahkan sampai menghilangkan
nyawa manusia.
Di seluruh dunia, kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,2 juta jiwa dan
menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2011). Data BPS
yang bersumber dari Kepolisian RI, kecelakaan lalu lintas di Indonesia mulai tahun 2009
sampai 2013 berjumlah 356.093 Kasus (BPS, 2012). Data tersebut mengalami peningkatan
dan puncaknya pada tahun 2012 yang mencapai 117.949 kasus kecelakaan di jalan raya.
Akan tetapi pada tahun 2012 di Indonesia, menurut data Kepolisian RI tercatat sebanyak
117.949 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi di Indonesia. Banyaknya korban meninggal dunia
yang ditimbulkan pada tahun tersebut mencapai 29.544 orang, korban luka berat mencapai
angka 39.704 orang, dan korban luka ringan sebanyak 128.312 orang (BPS, 2012).
Menurut data Mabes Polri tahun 2009, kelompok usia korban kecelakaan lalu lintas
tertinggi adalah kelompok usia 16-25 tahun (25%). Berdasarkan tingkat pendidikan,
pendidikan SMU adalah pelaku kecelakaan tertinggi (45-47%). Sedangkan berdasarkan jenis
kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas tahun 2008-2009 terbanyak adalah
kendaraan bermotor (67-68%) yang telah menelan korban jiwa sampai 18 ribu nyawa
(Kemenkes RI, 2011). Rata-rata sebanyak 84 orang meninggal setiap harinya atau antara tiga
hingga empat orang setiap jamnya. Dari jumlah tersebut 67% korban berada pada usia
produktif yaitu usia 22-50 tahun.
I. II MASALAH PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasikan dan dikemukakan di atas, berikut
ini akan dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas, diuji, diselidiki, dan
dijawab dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
Faktor-faktor apa saja dari karakteristik manusia yang menyebabkan kecelakaan lalulintas?
2
I. III TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan yang telah dirumuskan yang ditegaskan dalam permasalahan di
atas, berikut ini akan dideskripsikan dan diuraikan garis-garis besar hasil pokok yang ingin
dicapai dan diperoleh setelah permasalahan di jawab dan dipecahkan, yaitu sebagai berikut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas dari karakteristik manusia. Setelah diketahui faktor apa saja yang
memengaruhi jumlah kecelakaan, diharapkan dapat mengurangi jumlah kecelkaan lalu lintas.
I. IV PEMBATASAN MASALAH
Pembahasan yang dibatasi pada karya tulis ilmiah ini antara lain umur, jenis kelamin,
ruang lingkup penelitian yang bertempat di seluruh ruas jalan kota Bandung, dan jenis
kendaraan yang digunakan.
I. V SISTEMATIKA PENULISAN
Sebuah laporan penelitian akademis memiliki bagian prakata pendahuluan, isi, penutup,
dan daftar pustaka. Walaupun laporan penelitian disajikan dengan berbagai metode dan
sistematika penulisan di dalam suatu laporan penelitian, metode sistematika yang dipilih
diterapkan secara taat asas. Salah satu indicator dalam sistematika penelitian harus disusun
secara sistematis artinya baik penulisan/penyajian maupun pembahasan dalam karangan
ilmiah disajikan secara runtun, terurut, kronologis, sesuai dengan prosedur dan sistem yang
berlaku, terurut, dan tertib.
Dalam Bab I yaitu Bab Pendahuluan disajikan bagian pelengkap awal karya ilmiah yang
meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
ruang lingkup kajian, sumber data penelitian, metode dan teknik penelitian, dan sistematika
penulisan.
Dalam Bab II yaitu Landasan Teori dipaparkan dan dikomentari prinsip-prinsip teori yang
digunakan untuk membahas masalah yaitu teori dari pengetahuan tentang faktor penyebab
tingginya kecelakaan lalulintas.
3
Dalam bab III yaitu Bab Metodologi Penelitian akan dideskripsikan cara kerja yang
ditempuh untuk membahas masalah dan alat kerja yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Dalam bagian ini akan diungkapkan metode-metode penelitian yang akan diigunakan
dan alasan pemilihannya, teknik penelitian yang dijadikan alat kerja dilengkapi dengan
kriteria pemilihannya, dan deskripsi objek penelitian atau data yang digunakan dan disertai
dengan kuantitas, kualitas, dan alasan penggunaan dari data tersebut.
Dalam Bab IV yaitu Bab Pembahasan akan dideskripsikan dan dirincikan penggunaan dan
manfaat bagi masyarakat khususnya bagi proses transportasi.
Dalam Bab V yaitu Bab Simpulan dan Saran akan dikemukakan temuan ilmiah dan hasil
penelitian yang ditegaskan dalam simpulan serta saran yang harus dilaksanakan dan
dikerjakan khususnya oleh pengguna penelitian. Yang dikemukakan dalam simpulan ialah
pernyataan-pernyataan simpulan analisis atau pembahasan yang dilakukan di dalam bab-bab
isi. Simpulan merupakan jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan.
Simpulan bukan rangkuman atau ikhtisar. Pernyataan simpulan dapat berupa uraian (esai)
atau berupa butir-butir yang bernomor. Pada bagian akhir penutup ini dapat dikemukakan
saran yang dirasakan perlu disampaikan kepada pembaca berkenaan dengan pembahasan
masalah di dalam laporan penelitian ini.
I. VI SUMBER DATA
Pada hakikatnya setiap penelitian bersifat empiritikal, artinya mengacu kepada fakta yang
terjadi dilapangan.Oleh karena itu, setiap penelitian memerlukan data primer sebagai data
utama. Data primer ialah gejala fenomena, fakta, dan cuplikan data yang diperoleh di
lapangan bersifat faktual, konkret, objektif, dan apa adanya.
Disamping itu, setiap penelitian wajib memiliki teori sebagai data sekunder atau data
penunjang.Laporan penelitian wajib memiliki teori yang dijadikan sebagai landasan berpikir
atau kerangka pemikiran atau acuan dalam pembahasan masalah. Adapun fungsi teori ialah :
(a)tolak ukur pembahasan dan penjawaban persoalan, (b) dijadikan data sekunder atau data
penunjang, (c) digunakan untuk menjelaskan, menerangkan, mengekspos, dan
mendeskripsikan suatu gejala, (d) digunakan untuk mendukung dan memperkuat pendapat
penulis.
4
Berdasarkan informasi dan data yang dikumpulkan dapat dibedakan jenis-jenis data, yaitu
sebagai berikut.
I. VI. I DATA PRIMER
Data primer ialah data yang berupa gejala informasi, kejadian, objek, fenomena, atau bukti
yang diperoleh di lapangan yang dengan sengaja diusahakan, dicari, direkam, dicatat, dan
ditemukan untuk pertama kali oleh peneliti sebagai pihak pertama penerima data melalui
penelitian di lapangan atau pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Jadi, data
primer senantiasa bersiftat factual, konkret, objektif, apa adanya, dan tidak diinterpensi oleh
pendapat pribadi yang subjektif. Kedudukan penulis sekaligus peneliti ialah sebagai orang
pertama karena secara orisinal dan otentik penelitilah yang menemukan data tersebut di
lapangan.
Dalam penelitian ini , digunakan data primer berupa hasil observasi terhadap lahan yang
semakin terbatas di kota Bandung. Banyak lahan yang belum digunakan secara efisiensi dan
maksimal saat ini. Sehingga memungkinkan penggunaan lahan yang kurang sempurna.
Dalam penelitian ini, digunakan pula data primer yang berasal dari hasil eksperimen atau
ujicoba. Hasil eksperimen atau ujicoba berupa merancang dan mendesain bangunan-
bangunan serba guna yang bisa dibangun secara vertikal tetapi mempunyai manfaat yang bisa
dirasakan seluruh elemen masyarakat.
I. VI. IIDATA SEKUNDER
Data sekunder adalah data atau informasi yang tidak diusahakan sendiri oleh peneliti,
melainkan oleh pihak lain yang telah mengusahakannya, merekamnya, dan menyediakannya
sehingga dapat dimanfaatkan dan dikutip oleh pihak lain yang memerlukannya. Dalam
penelitian ini digunakan data sekunder yang berupa teori, konsep, dan rumus yang
dikemukakan oleh para ahli dan badan yang berwenang.
I. VII METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Dalam setiap penelitian menggunakan cara kerja yang disebut metode penelitian dan alat
kerja yang disebut teknik penelitian. Metode penelitian ialah cara yang ditempuh untuk
menganalisis permasalahan dalam penelitian, sedangkan teknik penelitian adalah alat yang
digunakan untuk mengumpulkan data baik data primer maupun sekunder
5
I. VII. I METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang diaplikasikan untuk mencapai dan menjawab permasalahan
merupakan kompilasi beberapa metode sesuai dengan berbeda tujuan penelitian yang ingin
dicapai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Metode analisis deskriptif, yaitu cara kerja dalam penelitian yang digunakan jika
permasalahan diuji dan diselidiki dengan mengacu pada gambaran, potret, atau fakta
yang diperoleh di lapangan melalui persepsi indrawi dan pencitraan. Oleh karena pada
hakikatnya, setiap penelitian bersifat empiritikal, artinya mengacu pada fakta.
b) Metode eksplanasi, ialah metode yang digunakan jika permasalahan dikaji dan
dipecakan dengan cara menjelaskan mengekspos, menjabarkan, menguraikan, atau
menerangkan satu gejala atau fenomena. Pada penelitian ini, peneiti mencoba untuk
menganilisis permasalahan yang sedang terjadi di lapangan dengan memberikan
argumen dan penjabaran yang signifikan dilengkapi dengan bukti yang memadai
(gambar, tabel, dan bagan).
I. VII. II TEKNIK PENELITIAN
Untuk memperoleh data primer, ditempuh teknik pengumpulan data berupa pengamatan di
lapangan atau observasi. Dalam observasi tersebut, peneliti memposisikan diri sebagai
observer.
Untuk mengumpulkan data sekunder, langkah atau teknik yang dilakukan yaitu studi
kepustakaan dan survey literature yang dilakukan di perpustakaan dan website-website yang
tersedia di internet. Dalam teknik studi pustaka dan survey literature bahan informasi tertulis
atau bahan bacaan dibaca secara kritis yaitu semua informasi dalam kepustakaan dinilai,
dianalisis, dikaji, ditimbang, dikomentari, atau bahkan juga disanggah atau ditolak.
6
BAB II LANDASAN TEORI
II. I PENGERTIAN KECELAKAAN LALU LINTAS
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus dianalisis dan ditemukan, agar tindakan korektif
kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan
dapat dicegah. Kecelakaan merupakan tindakan tidak direncanakan dan tidak terkendali,
ketika aksi dan reaksi objek, bahan, atau radiasi menyebabkan cedera atau kemungkinan
cedera (Heinrich, 1980).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain
yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas
adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang
menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984).
Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus
kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan
dan banyaknya pergerakan dari kendaraan.
Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu
lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak diduga dan tidak diinginkan
yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan
dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan,
kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban).
7
II. II KLASIFIKASI KECELAKAAN LALU LINTAS
II. II. I PENGGOLONGAN KECELAKAAN LALU LINTAS
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan
Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan
dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban
meninggal dunia atau luka berat.
Berdasarkan Dephub Perhubungan Darat (2006), karakteristik kecelakaan menurut jumlah
kendaraan yang terlibat digolongkan menjadi 2 (dua) :
1) Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu kendaraan
bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain, contohnya seperti menabrak
pohon, keadaan tergelincir, dan terguling akibat ban pecah.
2) Kecelakaan ganda, yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kendaraan atau
kendaraan dengan pejalan.
II. II. II JENIS KECELAKAAN LALU LINTAS
Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut Dephub RI (2006) dapat dibagi menjadi
beberapa jenis tabrakan, yaitu:
1) Angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun
bukan dari arah berlawanan.
1) Rear-End (Re), kendaran menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak
searah.
2) Sideswape (Ss), kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping
ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan.
3) Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada arah yang berlawanan (tidak
sideswape).
4) Backing, tabrakan secara mundur.
8
II. II. III DAMPAK KECELAKAAN LALU LINTAS
Setiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi akan menimbulkan kerugian walau sekecil
apapun kejadiannya bahkan termasuk nyaris kecelakaan. Kerugian akibat kecelakaan lalu
lintas yaitu: penderitaan fisik (meninggal dunia, luka berat/cacat dan luka ringan) dan
kerugian material (kendaraan rusak, barang angkutan rusak).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana Jalan Raya
dan Lalu Lintas, dampak kecelakaan lalu lintas dapat diklasifikasi berdasarkan kondisi
korban menjadi tiga, yaitu:
1) Meninggal dunia adalah korban kecelakaan yang dipastikan meninggal dunia sebagai
akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah
kecelakaan tersebut.
2) Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap
atau harus dirawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu lebih dari 30 hari sejak
terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan sebagai cacat tetap jika sesuatu
anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh
atau pulih untuk selama-lamanya.
3) Luka ringan adalah korban kecelakaan yang mengalami luka-luka yang tidak
memerlukan rawat inap atau harus dirawat inap di rumah sakit dari 30 hari.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) yang dimaksud dengan :
1) Korban meninggal adalah seorang korban yang meninggal di tempat kejadian karena
kealpaan atau disengaja oleh terdakwa (Pasal 359 KUHP).
2) Korban luka berat adalah korban yang mengalami jatuh sakit/mendapat luka yang
tidak memberi harapan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut,
tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan,
pencarian, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir
selama empat minggu lebih, gugur atau meninggalnya kandungan seorang perempuan
(Pasal 90 KUHP).
3) Korban luka ringan tidak dijelaskan dalam KUHP. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud luka ringan adalah yang tidak termasuk dalam Pasal 90 KUHP.
9
II. III PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN LALU LINTAS
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya
merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang mengatur aspek-aspek mengenai
lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan
dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang
Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang sudah sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan
undang-undang yang baru. Setelah undang-undang mengenai lalu lintas dan angkutan jalan
yang lama diterbitkan kemudian diterbitkan 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP), yaitu: PP
No. 41/1993 tentang Transportasi Jalan Raya, PP No. 42/1993 tentang Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor, PP No. 43/1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, PP No.
44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
Lalu dibuatlah pedoman teknis untuk mendukung penerapan Peraturan Pemerintah (PP)
diatas yang diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri (KepMen). Beberapa contohnya
KepMen tersebut, yaitu: KepMen No. 60/1993 tentang Marka Jalan, KepMen No. 61/1993
tentang Rambu-rambu Jalan, KepMen No. 62/1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
KepMen No. 65/1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Kemenhub RI, 2011)
II. III. I PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN
BERLALU LINTAS
Beberapa peraturan dan perundang-undangan keselamatan berlalu lintas di Indonesia yaitu :
1) Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
2) Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Transportasi Jalan Raya,
3) Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor,
4) Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu
Lintas,
5) Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,
6) Keputusan Menteri No. 60 tahun 1993 tentang Marka Jalan,
7) Keputusan Menteri No. 65 tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan,
10
8) Keputusan Menteri 72 tahun 1993 tentang Perlengkapan Kendaraan Bermotor,
9) Keputusan Menteri No. 85 tahun 2002 tentang Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi
dan Menggunakan Sabuk Keselamatan,
10) Keputusan Menteri No. 63 tahun 2004 tentang Rambu-rambu Jalan,
11) Keputusan Dirjen No. SK 43/AJ.007/DRJD/97 tentang Perekayasaan Fasilitas Pejalan
kaki di Wilayah Kota
12) Peraturan Dirjen No. SK 1210/AJ.403/DRJD/2007 tentang Sosialisasi Keselamatan
Lalu Lintas (Ditjen Perhubungan Darat, 2010).
Menurut UU RI No. 22 tahun 2009 bagian keempat perlengkapan kendaraan bermotor
pasal 57 ayat (1) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi
dengan perlengkapan kendaraan bermotor. Perlengkapan kendaraan bermotor beroda empat
atau lebih sekurang-kurangnya terdiri atas (UU RI No. 22 tahun 2009):
1) Sabuk keselamatan;
2) Ban cadangan;
3) Segitiga pengaman;
4) Dongkrak;
5) Pembuka roda;
6) Helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor beroda empat
atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan
7) Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.
Departemen Perhubungan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
menyatakan beberapa alat pelindung diri bagi pengemudi kendaraan bermotor :
1) Helm merupakan alat pelindung diri paling terpenting bagi pengemudi kendaraan
bermotor. Dalam UU RI No. 22 tahun 2009 pasal 106, pengemudi kendaraan
bermotor dan penumpang kendaraan bermotor wajib mengenakan helm yang
memenuhi standar nasional Indonesia (SNI 1811 tahun 2007). Kaca helm sebaiknya
tidak tergores agar tidak menggangu pandangan mata.
2) Sarung tangan berfungsi sebagai pelindung tangan dan jari saat udara dingin, hujan
dan cuaca panas, juga sebagai peredam risiko cedera saat terjadi kecelakaan karena
telapak tangan merupakan organ tubuh yang menahan tubuh ketika terjatuh.
3) Jaket dikenakan untuk meredam benturan sehingga cedera dapat dicegah atau
dikurangi saat terjadi kecelakaan. Sebaiknya jaket yang digunakan terbuat dari bahan
11
yang kuat serta ringan, seperti nylon, gore-tex, dan cordura yang tahan gesekan dan
air, serta tidak tembus angin. Warna jaket sebaiknya warna cerah agar mudah terlihat
oleh pengemudi lain.
4) Sepatu yang nyaman, tertutup rapat dan memiliki tinggi di atas mata kaki sangat
dianjurkan untuk melindungi pergelangan kaki agar mengurangi dampak cedera jika
terjatuh atau terlindas kendaraan motor. Selain itu yang paling terpenting, sepatu
harus lunak di bagian sendi engkel bagian depan agar kaki akan langsung
menyalurkan tenaga dengan baik dan tidak tertahan oleh sepatu yang keras jika
pengereman mendadak.
Dalam UU RI No. 22 tahun 2009 bab VIII pengemudi bagian kesatu surat izin mengemudi
paragraf 1, persyaratan pengemudi dalam pasal 77 setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
kendaraan bermotor yang dikemudikan. Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon
pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari
pemerintah atau belajar sendiri, usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A,
Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D, usia 20 (dua puluh) tahun untuk
Surat Izin Mengemudi B I; dan usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B
II, sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter, sehat rohani dengan surat lulus tes
psikologis, dan lulus ujian teori, ujian praktik dan/atau ujian keterampilan melalui simulator.
Pada bagian ketiga waktu kerja pengemudi pasal 90 dalam UU RI No. 22 tahun 2009
pengaturan waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 (delapan)
jam sehari. Dimana setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut
wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Dalamhal tertentu pengemudi dapat
dipekerjakan paling lama 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu)
jam.
Tata cara berlalu lintas diatur dalam UU RI No. 22 tahun 2009 bagian keempat paragraf 1
ketertiban dan keselamatan pasal 106, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi dan wajib
mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Dan pada paragraf 3 jalur atau lajur
lalu lintas pasal 108, dalam berlalu lintas pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan
sebelah kiri. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan
12
kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului. Kendaraan
bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor
berada pada lajur kiri jalan.
II. IV FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LALU LINTAS
Pencatatan data kecelakaan di Indonesia belum cukup lengkap untuk dianalisis guna
menemukan penyebab kecelakaan lalu lintas, hingga upaya penanggulangan kecelakaan dapat
dilakukan dengan tepat. Kecelakaan lalu lintas menurut UU RI No. 22 Tahun 2009 dapat
disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan serta ketidaklayakan kendaraan, ketidaklayakan
jalan dan lingkungan (UU RI No. 22 Tahun 2009).
Penerapan permodelan kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi tiga fase waktu, yaitu
sebelum kecelakaan (pre-crash), saat kecelakaan (crash), dan setelah kecelakaan (post-
crash). Konsep ini digunakan untuk menilai cedera dan mengidentifikasi metode pencegahan.
Setiap bagian dari manusia, kendaraan, lingkungan fisik dan sosial selalu berada pada dua
keadaaan, yaitu keadaan umum (global state) dan keadaan pada saat kejadian (actual states).
Antara actual states dan
global state terdapat hubungan yang saling ketergantungan, yakni keadaan pengemudi
tergantung pada global state dari kendaraan dan lingkungan serta situasi dimana pengemudi
harus bereaksi. Jika reaksi pengemudi tidak sesuai dengan actual state yang dihadapi saat itu,
misalnya terlambat menginjak rem, maka akan timbul gangguan keseimbangan pada empat
faktor tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dengan dampak yang
tidak diinginkan.
Kecelakaan adalah suatu kejadian sebagai akibat dari interaksi antara 3 komponen, yaitu:
agent (penyebab), host (penerima), dan environment (lingkungan). Host adalah orang yang
mengalami cedera atau kematian pada suatu kecelakaan. Pada kecelakaan lalu lintas, terdapat
sejumlah faktor penyebab kecelakaan (multipel). Pada kecelakaan lalu lintas, penyebabnya
(agent) dapat terletak pada kondisi tidak aman keadaan kendaraan dan tindakan tidak aman.
Dalam faktor environment, selain termasuk kondisi tidak aman faktor keadaan fisik
(keadaan cuaca, penerangan, keadaan jalan dan marka/rambu lalu lintas), ada juga yang
memasukkan faktor lingkungan sosial merujuk pada norma-norma sosial, budaya serta
hukum yang berlaku di masyarakat yang mendukung terciptanya keselamatan berlalu lintas.
13
Secara garis besar ada 5 faktor yang berkaitan dengan peristiwa kecelakaan lalu lintas,
yaitu faktor-faktor pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan.
Ditemukan kontribusi masing-masing faktor: 75% manusia, 5% faktor kendaraan, 5% kondisi
jalan, 1% kondisi lingkungan, dan faktor lainnya.
II. IV. I FAKTOR MANUSIA
II. IV. I. I FAKTOR PENGEMUDI
Adapun faktor yang mempengaruhi karakteristik pengemudi, yaitu :
1) Usia pengemudi. Orang-orang yang berusia 30 tahun atau lebih cenderung memiliki
sikap hati-hati dan menyadari adanya bahaya dibandingkan dengan yang berusia
muda. Hal ini dikarenakan pada usia dewasa muda (18-24 tahun) terdapat sikap
tergesa-gesa dan kecerobohan dan pada umur tersebut masih pengemudi pemula
dengan tingkat emosi yang belum stabil.
2) Jenis kelamin. Angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada pria lebih tinggi
dari pada wanita (Ditjen Perhubungan Darat, 2006).
3) Pendidikan mengemudi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap program
peningkatan pengetahuan secara langsung dan secara tidak langsung terhadap
tindakan. Pada umumnya pekerja yang berpendidikan rendah mempunyai ciri sulit
untuk diajak bekerja sama dan kurang terbuka terhadap pembaharuan. Hal ini
disebabkan masih adanya nilai-nilai lama yang mereka anut selama ini (Ditjen
Perhubungan Darat, 2006).
4) Kemampuan mengemudi. Kemampuan seseorang dalam mengemudi dengan aman
ditentukan oleh faktor yang saling berkaitan, yaitu keterampilan mengemudi untuk
mengendalikan arah kendaraan meliputi cara membelok atau merubah arah, cara
mundur, cara mendahului kendaraan lain, cara mengikuti kendaraan lain serta
mengendalikan kecepatan kendaraan yang dikemudikan melalui sistem gas, rem, dan
perseneling (Ditjen Perhubungan Darat, 2006).
5) Pengalaman mengemudi. Pengemudi yang berusia muda mempunyai keterampilan
yang baik dalam mengemudi akan tetapi juga paling sering terlibat dalam kecelakaan
lalu lintas karena lebih dari 70% pengemudi tersebut adalah pemula.
6) Tindakan. Faktor tindakan pengemudi yang kurang baik memegang peranan penting
dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas. Karena kecelakaan dapat terjadi setiap saat
dan sangat peka maka faktor kehati-hatian pengemudi sangatlah diperlukan.
Gambaran kehati-hatian pengemudi menyangkut hal-hal seperti :
14
7) Melihat ke belakang sebelum keluar dari kendaraan atau memutar kendaraan
8) Melihat ke belakang sebelum membelok ke kiri.
9) Berhenti di jalan keluar atau perempatan sebelum memasuki jalan besar.
10) Memarkir kendaraan pada tempat yang tepat dan secara benar.
11) Kepemilikan SIM. SIM adalah bentuk penyerahan hak negara kepada pengemudi
guna menjalankan kendaraan dan menggunakan jalan atau disebut berlalu lintas
secara benar.
Menurut faktor-faktor pada pengemudi yang seringkali menjadi penyebab kecelakaan lalu
lintas adalah:
1) Lengah adalah melakukan kegiatan lain sambil mengemudi yang dapat
mengakibatkan terganggunya konsentrasi pengemudi, contohnya melihat ke samping,
menyalakan rokok, mengambil sesuatu atau berbincang-bincang di handphone saat
mengemudikan kendaraan. Lengah dapat menyebabkan pengemudi menjadi kurang
antisipasi dalam menghadapi situasi lalu lintas, dalam situasi ini pengemudi tidak
mampu memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi sehubungan dengan kondisi
kendaraan dan lingkungan lalu lintas.
2) Kelelahan akan mengurangi kemampuan pengemudi untuk dapat mengambil
keputusan dengan cepat dan kesulitan berkonsentrasi. Kelelahan juga dapat
mempengaruhi keseimbangan dan pandangan seseorang dalam berkendara. Kondisi
lelah dapat menimbulkan risiko kecelakaan. Kelelahan menyebabkan pengemudi
menjadi kurang waspada terhadap hal yang terjadi di jalan serta kurang mampu
bereaksi dengan cepat dan aman pada saat situasi genting terjadi. Kelelahan
pengemudi menyumbang lebih dari 25% kecelakaan. Kecepatan reaksi manusia
berkisar antara 0,4 detik sampai 0,8 detik, namun kecepatan dapat berubah menjadi
lambat apabila pengemudi lelah .
3) Mengantuk. Pengemudi yang mengantuk adalah pengemudi yang kehilangan daya
reaksi dan konsentrasi akibat kurang istirahat dan atau sudah mengemudikan
kendaraan lebih dari 5 jam tanpa ist irahat(WHO, 2009).
4) Mabuk. Pengemudi dalam keadaan mabuk dapat kehilangan kesadaran antara lain
karena pengaruh obat-obatan, alkohol, dan narkoba. Pengemudi yang mengkonsumsi
alkohol merasa mampu mengendarai kendaraan tetapi tidak dapat memperhatikan hal
penting lainnya seperti traffic light, mobil dari samping atau pejalan kaki yang sedang
15
menyebrang. Sedangkan pengemudi yang menggunakan obat-obatan dan narkoba
merasa lemah, pusing dan mengantuk.
5) Jika pengemudi menggunakan ganja, salah satu dari narkoba, akan mempengaruhi
perhatian seseorang dan mengurangi kemampuan dalam memproses informasi yang
diterima. Mengkombinasikan obat-obatan dengan alkohol akan mempengaruhi
performa seseorang dalam berkendara dan berisiko tinggi menyebabkan kecelakaan
dengan dampak yang cukup parah (Ditjen Perhubungan Darat, 2006).
6) Tidak terampil. Pengemudi pemula memiliki peluang tiga kali lebih besar terlibat
dalam kecelakaan dari pada pengemudi yang telah mahir. Lebih dari 27,4%
kecelakaan pada tahun 2004 melibatkan anak muda dan pengemudi pemula berusia
16-25 tahun (Ditjen Perhubungan Darat, 2006).
7) Tidak Tertib. Menurut data dari kepolisian faktor pelanggaran yang dilakukan oleh
pengemudi yang kurang tertib berlalu lintas ini mencapai lebih dari 80% dari
penyebab kecelakaan lalu lintas.
II. IV. I. II FAKTOR PENUMPANG
Tidak jarang akibat jumlah muatan, baik penumpang maupun barang yang berlebihan,
terjadi kecelakaan lalu lintas. Secara psikologis, ada juga kemungkinan penumpang
mengganggu pengemudi.
II. IV. I. III FAKTOR PEMAKAI JALAN
Semakin banyak ragam pemakai jalan, tidak menutup kemungkinan semakin banyaknya
masalah lalu lintas yang dijumpai di jalan. Bukan hanya kendaraan saja yang berlalu lalang di
jalanan tetapi juga dijumpai pejalan kaki, pedagang kaki lima, peminta-minta dan jalan raya
yang juga dipakai sebagai sarana perparkiran. Kesalahan yang paling sering dilakukan oleh
pemakai jalan adalah lengah, kecepatan yang berlebihan saat menyebrang, salah anggapan,
dan sikap panik (DepKes RI, 2004).
Selain itu, penyebab adanya korban pejalan kaki karena rendahnya disiplin di dalam
berlalu lintas, seperti : menyebrang tanpa memperhatikan kendaraan sekitarnya dan tidak
menggunakan fasilitas yang diperuntukkan bagi pejalan kaki misalnya trotoar, zebra cross
dan jembatan penyebrangan.
Berdasarkan analisis kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh direktorat lalu lintas Polri,
faktor penyebab kecelakaan lalu lintas menurut faktor manusia meliputi : tingkah laku
pengemudi seperti tidak memperhatikan sinyal, pelanggaran kecepatan, pelanggaran rambu-
16
rambu lalu lintas, mendahului pada waktu belum aman, mabuk, mengantuk, dan letih.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh (Dit jen Perhubungan Darat, 2006) :
1) Faktor individu, meliput i kepribadian, kemampuan melihat, kemampuan menilai
situasi, antisipasi, waktu reaksi, tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin.
2) Pola berlalu lintas, meliputi kebiasaan mengemudi seperti kurang konsentrasi,
ceroboh, agresif, kebiasaan dalam mengambil jarak atau posisi dan cara menangani
instrumen kendaraan.
3) Keterampilan mengemudi, meliputi hal yang merupakan aplikasi dari semua
pengetahuan teknis dan pengetahuan berlalu lintas.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dalam rangka meminimalisasi kasus atau
kejadian kecelakaan, seorang pengemudi dituntut memiliki persyaratan tertentu, diantaranya :
1) Daya antisipasi, sangat tergantung kepada faktor karakteristik penglihatan (visual)
yang meliputi bidang penglihatan, gerakan kepala dan mata, iluminasi, dan kendala
visual.
2) Daya reaksi, respon pengemudi yang baik didapat melalui familiarisasi dan kebiasaan.
Daya reaksi seseorang dipengaruhi oleh tingkat pengalaman, keterampilan, ketelitian,
motivasi, kebiasaan mengambil risiko dan pengaruh alkohol.
3) Aptitude atau sikap dasar, sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengalaman dan
ekspektasi yang selanjutnya akan berpengaruh kepada kemampuan antisipasi dan
perencanaan ke depan.
4) Daya konsentrasi, mempunyai dua tingkat memori (memori sesaat dan memori laten).
Memori sesaat dalam 30 detik akan hilang apabila tidak diingatkan sedangkan
memori laten dapat timbul kembali setelah peristiwa. Terdapat interelasi antara
persepsi dengan memori sesaat.
II. IV. II FAKTOR KENDARAAN
Desain kendaraan merupakan faktor engineering pada kendaraan yang dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan (crash avoidance) dan faktor yang dapat mengurangi cedera yang
dialami jika terjadi kecelakaan (crash worthiness). Adapun faktor kendaraan yang berisiko
menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengemudi kendaraan bermotor, adalah :
1) Rem blong adalah suatu keadaan dimana pada waktu pedal dipijak, pedal rem
menyentuh lantai kendaraan, meskipun telah diusahakan memompa pedal rem tetapi
keadaan tersebut tidak berubah dan rem tidak bekerja.
17
2) Kerusakan ban ada dua jenis, yaitu ban kempes dan pecah. Ban kempes adalah suatu
keadaan dimana meskipun ban sudah dipompa sesuai dengan tekanan yang
semestinya, ban tetap kempes dan harus sering dipompa, biasanya keadaan ini
disebabkan oleh pentil yang rusak atau longgar. Sedangkan ban pecah adalah suatu
keadaan dimana terdapat lubang pada ban yang disebabkan oleh paku, batu tajam, dan
lain sebagainya.
3) Ban selip adalah lepasnya kontak antara permukaan jalan dengan roda kendaraan atau
saat melakukan pengereman roda, kendaraan memblokir sehingga pengemudi tidak
dapat mengendalikan kendaraan.
4) Lampu kendaraan diperlukan untuk jalan pada malam hari sebagai penerangan
melihat jalan bagi pengemudi, sebagai tanda adanya kendaraan dan pemberi isyarat
untuk belok atau berhenti. Lampu-lampu dan pemantul cahaya meliputi (PP No. 44
Tahun 1993):
a) Lampu utama berfungsi sebagai alat penerangan jalan dan juga sebagai penanda
keberadaan kendaraan pada saat berkendara.
b) Lampu indikator/penunjuk arah secara berpasangan di bagian depan dan bagian
belakang kendaraan bermotor. Lampu ini digunakan untuk memberitahu arah
tujuan kita saat berada di persimpangan kepada pengguna jalan lain di belakang
kita. Lampu ini juga dapat dipergunakan ketika akan berpindah jalur.
c) Lampu rem yang berguna agar pengguna jalan di belakang kita dapat melihat
bahwa kita sedang melakukan pengereman.
II. IV. III FAKTOR LINGKUNGAN FISIK
Kondisi jalan sangat berpengaruh sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas. Lingkungan
jalan mempengaruhi pengemudi dalam mengatur kecepatan (mempercepat, memperlambat,
berhenti) jika menghadapi situasi tertentu. Faktor lingkungan fisik yang berpengaruh
terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas meliputi:
1) Volume Lalu Lintas, berdasarkan pengamatan diketahui bahwa makin padat lalu
lintas jalan, makin banyak pula kecelakaan yang terjadi, akan tetapi kerusakan tidak
fatal, makin sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan kecelakaan akan tetapi
fatalitas akan sangat tinggi. Banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada waktu
tersebut dimungkinkan karena dinamika pengguna jalan didalam berbagai kegiatan,
seperti pergi atau pulang sekolah, urusan pekerjaan, urusan keluarga, dan lain
18
sebagainya yang berkaitan dengan ketidakdisplinan dari pengguna jalan di dalam
berlalu lintas.
2) Jalan berlubang merupakan kondisi ketika terdapat cekungan ke dalam pada
permukaan jalan yang mulus, dimana cekungan tersebut memiliki diameter dan
kedalaman yang berbeda dengan kondisi jalan di sekitarnya.
3) Jalan rusak adalah jalan dengan kondisi permukaan jalannya tidak rata, bisa jadi jalan
yang belum diaspal, atau jalan aspal yang sudah mengalami peretakan. Pada
umumnya jalan rusak tidak terdapat di jalan arteri, namun terdapat pada jalan-jalan
lokal.
4) Jalan licin dapat disebabkan karena jalan yang basah akibat hujan atau oli yang
tumpah; lumpur, salju dan es; marka jalan yang menggunakan cat; serta permukaan
dari besi atau rel kereta. Kondisi seperti ini menyebabkan tergelincir dan jatuh atau
menabrak jika kendaraan tidak melaju perlahan-lahan. Pengereman secara mendadak
akan mengakibatkan ban selip.
5) Jalan menikung adalah jalan yang memiliki kemiringan sudut belokan kurang dari
atau lebih dari 180º. Tikungan yang tajam menghalangi pandangan pengemudi
sehingga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Jika kendaraan akan membelok
sebaiknya mengurangi laju kendaraan agar dapat berhati-hati.
6) Jalan gelap berisiko tinggi menimbulkan kecelakaan, hal ini karena pengguna jalan
tidak dapat melihat secara jelas pengguna jalan lain maupun kondisi lingkungan saat
berkendara, sehingga keberadaan lampu penerangan jalan sangatlah penting.
Penerangan jalan adalah lampu penerangan yang disediakan bagi pengguna jalan.
Pada fasilitas ini harus memenuhi persyaratan ditempatkan di tepi sebelah kiri jalur
lalu lintas menurut arah lalu lintas, jarak tiang penerangan jalan sekurang-kurangnya
0,60 meter dari tepi jalur lalu lintas, serta tinggi bagian yang paling bawah dari lampu
penerangan jalan sekurang-kurangnya 5 meter dari permukaan jalan. Jalan tanpa alat
penerangan jalan akan sangat membahayakan dan berpotensi tinggi menimbulkan
kecelakaan. Pada tahun 1997, 25% dari kendaraan bermotor mengalami kecelakaan
antara jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Pada malam hari pengemudi mengalami
kesulitan melihat atau dilihat (oleh pengemudi lain) dengan jelas. Bahkan dengan
bantuan lampu depan sekalipun, pengemudi mengalami kesulitan untuk mengetahui
kondisi jalan ataupun sesuatu yang ada di jalan. Pengemudi lainnya mungkin juga
mengalami kesulitan melihat lampu depan dan lampu belakang karena terhalang oleh
kendaraan lainnya.
19
7) Kabut membuat jarak pandang pemakai jalan menjadi lebih pendek, sehingga berisiko
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
8) Pohon tumbang di sekitar jalan yang dilalui kendaraan berisiko bagi pengemudi.
Pohon tumbang dapat dikarenakan umur pohon yang sudah terlalu tua atau faktor
angin yang kencang sehingga akar pohon tidak sanggup lagi menahan beban.
9) Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh,
jalan menjadi lebih licin, dan jarak pandang menjadi lebih pendek karena lebatnya
hujan.
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III. I JENIS PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif bermaksud untuk
mendapatkan gambaran mengenai kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan
bermotor serta memperoleh hubungan antara beberapa variabel yang menyebabkan kejadian
meninggal dunia berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polrestabes Bandung tahun 2009
sampai 2012.
III. II LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
III. II. I LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di Unit Laka Lantas Satlantas Polrestabes Bandung.
Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah bahwa data lengkap
mengenai kecelakaan lalu lintas di kota Bandung terhimpun di lokasi ini
III. II. II WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2014 sampai bulan April 2014.
III. III POPULASI
Populasi dari penelitian ini merupakan kejadian kecelakaan lalu lintas pada pengendara
kendaraan bermotor di wilayah kota Bandung yang tercatat oleh Unit Laka Lantas Sat Lantas
Polrestabes Bandung pada tahun 2009-2012, yaitu sebanyak 3.676 kecelakaan. Populasi ini
didapat dari data kejadian kecelakaan.
III. IV METODE PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan
dari laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas pada
pengendara kendaraan bermotor di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polrestabes Bandung selama
bulan Januari 2009 sampai Desember 2012.
21
III. V DEFINISI OPERASIONAL
1) Faktor manusia adalah segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan manusia
sebagai pengendara kendaraan bermotor dan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Meliputi umur.
2) 2. Faktor kendaraan adalah segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan
kendaraan kendaraan bermotor dan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas. Faktor ini meliputi rem blong, lampu kendaraan, dan selip.
3) 3. Faktor lingkungan fisik adalah kondisi jalan dan cuaca tertentu yang dapat menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, seperti jalan tanpa lampu, jalan rusak,
jalan berlubang, jalan licin, tanpa marka/rambu, tikungan tajam, kabut/mendung, dan
hujan.
4) 4. Akibat kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa pada lalu lintas jalansedikitnya
melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
mengakibatkan cedera/luka atau meninggal dunia.
5) 5. Jenis kecelakan adalah penggolongan kecelakaan lalu lintas berdasarkan jumlah
kendaraan yang terlibat. Terdiri dari kecelakaan tunggal jika hanya melibatkan satu
kendaraan dan kecelakaan ganda apabila melibatkan dua atau lebih kendaraan.
6) 6. Kondisi lalu lintas adalah kondisi padat/tidaknya jalan ketika terjadi kecelakaan
lalu lintas. Terdiri dari kondisi lalu lintas padat, sedang, dan sepi.
7) 7. Jenis Tabrakan adalah karakteristik kecelakaan lalu lintas berdasarkan arah
tabrakan kendaraan motor. Meliputi tabrak depan, depan samping, samping, dan
belakang.
8) 8. Bulan adalah bulan saat terjadinya kecelakaan yaitu Januari, Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, Desember.
9) 9. Hari adalah hari saat terjadinya kecelakaan yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis,
Jumat, Sabtu, dan Minggu.
22
BAB IV HASIL PENELITIAN
Kota Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini merupakan kota
terbesar di Pulau Jawa. Kota Bandung memiliki luas 167,30 km² atau 0,49% dari keseluruhan
wilayah Jawa Barat. Secara geografis kota Bandung terletak pada 6°54′53,08″ LU
107°36′35,32″BT ..
Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya
bagaikan sebuah mangkok raksasa,secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi
Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik
tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan
sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan
laut.
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum
beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di
Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap
masalah banjir terutama pada musim hujan.
Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada
zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban
Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol begitu juga pada
kawasan dibagian tengah dan barat, sedangkan kawasan dibagian selatan serta timur terdiri
atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat.
Semetara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk,
dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata
21.3 hari per bulan.
Sebagai lembaga yang dikedepankan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan perkembangan
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Khususnya
Kepolisian Resort Kota Bandung, sebagai pedoman ke depan telah dirumuskan visi dan misi
sebagai berikut:
23
a) Visi Polresta Bandung
Terwujudnya stabilitas keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polresta Bandung
dengan melaksanakan kemitraan dan kerjasama dengan instansi terkait dan masyarakat.
b) Misi Polresta Bandung Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, tanggap
dan tidak diskriminatif demi mewujudkan rasa aman melalui kerjasama dengan
seluruh elemen masyarakat kota Bandung.
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat sepanjang waktu di seluruh
wilayah hukum Polresta Bandung serta mengefektifkan fungsi perpolisian
masyarakat dalam memelihara Kamtibmas di lingkungan masing-masing.
Memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polresta Bandung untuk
menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran arus orang dan
barang.
Meningkatkan kerjasama internal Polri dan kerjasama dengan aparat penegak
hukum pada instansi terkait serta komponen masyarakat.
Mengembangkan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di wilayah hukum Polresta
Bandung yang berbasis kepada masyarakat patuh hukum (Law Abiding Citizen).
Menegakkan hukum di wilayah hukum Polresta Bandung secara professional,
objektif, proporsional, transparan, dan akuntabel untuk menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan.
Mengolah sumber daya Polresta Bandung.
Kasat Lantas adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Bandung yang bertugas
memberikan bimbingan teknis atas pelaksanaan fungsi lalu lintas di lingkungan Polresta
Bandung serta menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi tersebut yang bersifat terpusat
pada tingkat wilayah/antar Polsek dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional
pada tingkat Polresta Bandung. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Lantas menyelenggarakan
fungsi :
1) Melaksanakan perintah-perintah pelaksanaan operasi khusus dibidang lalu lintas
baik secara terpadu maupun mandiri.
2) Melaksanakan dan memperhatikan bimbingan teknis dari pembina fungsi,
termasuk melaksanakan Kamtibcar Lantas di wilayahnya sesuai dengan tugasnya
3) Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan
24
kemampuan dan daya gunanya.
4) Menyelenggarakan administrasi, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor
dan pengemudi.
IV. I Karakteristik Pengendara Kendaraan bermotor
Berdasarkan bahasan kelompok kami yang membahas karakteristik umur pengendara
kendaraan bermotor, kami memperoleh gambaran karakteristik umur pengendara kendaraan
bermotor yang mengalami kecelakaan lalu lintas di wilayah kepolisian kota Bandung dari
dari Unit Laka Lantas Satlantas Polresta Bandung, sebagai berikut:
25
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
DAERAH JAWA BARAT
WILAYAH KOTA BESAR BANDUNG
JL. Merdeka No. 18 – 20 Bandung
MODEL : L 412. E
DAFTAR : JUMLAH PELAKU KECELAKAAN LALU LINTAS DITINJAU DARI SEGI GOLONGAN USIA. SELAMA TAHUN : 2009
NO. KESATUAN
P E L A K U
K E T
05-15
Th
16-21
Th
22-30
Th
31-40
Th
41-50
Th
51-60
Th
61
Th…
1.
2.
3.
POLWILTABES
BANDUNG
POLRESTA
BDG BARAT
POLRESTA
BDG TENGAH
3
10
12
36
69
28
93
94
29
27
48
19
14
40
10
3
21
4
2
6
7
44 TL
26
4. POLRESTA
BDG TIMUR
4 34 46 14 14 6 2 -
J U M L A H 19 167 262 104 78 34 11 44 TL
Bandung, Januari 2010
a.n. KEPALA SATUAN LALU LINTAS
KANIT LAKA
ASEP SAEPUDIN,SPd. MH
AKP NRP 70030186
27
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA BARAT L 412 E
RESOR KOTA BESAR BANDaUNG
PELAKU LAKA LANTAS BERDASARKAN USIATAHUN 2010
PELAKU KETNO KESATUAN 010 - 15 16 - 30 31 - 40 41 – 50 51 KEATAS (TL)
1 POLRESTABES BANDUNG 27 414 166 137 65 85
JUMLAH 27 414 166 137 65 85
28
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA BARATRESOR KOTA BESAR BANDUNG
PENYEBAB LAKA LANTAS FAKTOR PENGEMUDI TAHUN 2010
29
Bandung, April 2011KANIT LAKA
HENDRA GUNAWAN, SIKAKP NRP 80061174
L 412 O
NO KESATUAN JUMLAH FAKTOR PENGEMUDIKET
KEJADIAN LENGAH LELAH MENGANTUK SAKIT TIDAK TERTIB
TKNAN PSIKO
PENGARUH OBAT
PENG ALKOHOL
BTS KCPTAN
1 POLRESTABES BANDUNG 940 259 18 18 1 489 - - 25 148
JUMLAH 940 259 18 18 1 489 - - 25 148
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
30
Bandung, April 2011KANIT LAKA
HENDRA GUNAWAN, SIKAKP NRP 80061174
DAERAH JAWA BARAT L 412 ERESOR KOTA BESAR BANDUNG
PELAKU LAKA LANTAS BERDASARKAN USIATAHUN 2012
PELAKU KETNO KESATUAN 010 - 15 16 - 30 31 - 40 41 – 50 51 KEATAS (TL)
1 POLRESTABES BANDUNG 16 396 140 83 79 231
JUMLAH
31
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIADAERAH JAWA BARAT
RESOR KOTA BESAR BANDUNG
PENYEBAB LAKA LANTAS FAKTOR PENGEMUDI TAHUN 2012
NO KESATUAN JUMLAH FAKTOR PENGEMUDIKET
KEJADIAN LENGAH LELAH MENGANTUK SAKIT TIDAK TERTIB
TKNAN PSIKO
PENGARUH OBAT
PENG ALKOHOL
BTS KCPTAN
1 POLRESTABES BANDUNG 900 49 1 36 1 572 - 1 12 226
2
JUMLAH
32
L 412 O
33
IV. II Analisis Data
IV. II. IAnalisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran faktor penyebab kecelakaan lalu
lintas pada pengendara kendaraan bermotor serta faktor penyebab yang berhubungan dengan
kejadian meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.
1) Faktor Manusia
Faktor manusia merupakan faktor tertinggi yang berkontribusi menyebabkan kecelakaan
lalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor. Faktor penyebab kecelakaan yang berasal
dari faktor manusia yaitu pengendara lengah, mengantuk, mabuk, tidak tertib, tidak terampil,
dan kecepatan tinggi yang kami sangkut pautkan dengan faktor umur yang merupakan
karakteristik pengendara kendaraan bermotor. Berikut pembahasan mengenai faktor manusia
tersebut:
a) Lengah
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara kendaraan bermotor yang lengah dalam
berkendara ada sebanyak 308 kejadian (16,73%). Proporsi faktor lengah merupakan faktor
tertinggi kedua pada tahun 2010 dan ketiga pada 2012 yang menyebabkan kecelakaan lalu
lintas pada pengendara kendaraan bermotor. Faktor lengah merupakan faktor yang berasal
dari manusia dikarenakan pengendara melakukan hal atau kegiatan lain ketika berkendara,
sehingga perhatiannya tidak fokus ketika berkendara atau tidak memperhatikan lingkungan
sekitar yang dapat berubah mendadak. Keadaan ini tidak bisa kami sangkut pautkan dengan
faktor umur karena dapat terjadi pada segala usia, cukup rumit untuk diamati. Berdasarkan
kasus di BAP, contoh yang sering terjadi di lapangan adalah ketika pengendara kendaraan
bermotor sedang mengendarai kendaraannya di sisi sebelah kiri jalan, sedangkan pengendara
lainnya berada di sisi kanan jalan dan di belakang pengendara tersebut. Lalu pengendara yang
berada di sisi kiri jalan tersebut merubah arah ke kanan, karena tidak memperhatikan situasi
lalu lintas dan kurang hati-hati dalam berkendara sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu
lintas dan tidak jarang menyebabkan korban jiwa.
b) Mengantuk
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara kendaraan bermotor yang mengantuk
dalam berkendara hanya terdapat 54 kejadian (2,9%). Meskipun faktor pengendara
mengantuk merupakan faktor penyebab terkecil yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas,
34
namun dari data tersebut dapat diketahui bahwa masih ada pengendara yang tetap
mengendarai kendaraannya walaupun dalam kondisi mengantuk. Mengantuk adalah suatu
keadaan dimana pengemudi kehilangan daya reaksi dan konsentrasi akibat kurang istirahat
dan/atau sudah berkendara selama 5 jam tanpa berhenti (Warpani, 2002). Ciri-ciri pengendara
yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi,
berhalusinasi, dan pandangan kosong. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara
pengendara mengantuk dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat bermakna
atau memiliki hubungan. Dan apabila dilihat berdasarkan nilai OR diperoleh bahwa
pengendara yang mengantuk dalam berkendara berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian
meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor penyebab kecelakaan lainnya. Hal ini
berarti pengendara mengantuk memiliki hubungan dalam menyebabkan meninggal dunia atau
luka/cedera ketika terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor dan
memiliki risiko 4,485 kali menimbulkan korban meninggal dunia atau luka/cedera
dibandingkan faktor penyebab lainnya. Berdasarkan Asian Develoment Bank (1998) yang
mengutip hasil penelitian Kartika (2008), menyatakan bahwa risiko kecelakaan tertinggi
terjadi pada pengemudi yang mengantuk.
c) Mabuk
Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan
pengendara mabuk atau dalam pengaruh alkohol adalah sebanyak 7 kejadian (0,8%).
Pengendara mabuk mungkin saja mampu mengendarai kendaraan bermotor tetapi tidak dapat
memperhatikan hal penting lainnya ketika berkendara seperti lampu lalu lintas dan situasi lalu
lintas sekitarnya.
Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara mabuk dan akibat kecelakaan lalu lintas
menunjukkan 14,3% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara mabuk menyebabkan
meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara mabuk dan akibat
kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat tidak cukup bermakna. Berdasarkan nilai OR
didapatkan bahwa pengendara mabuk tidak berisiko menyebabkan meninggal dunia atau
luka/cedera pada kejadian lalu lintas. Artinya, pengendara mabuk merupakan faktor yang
berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun hanya secara kebetulan menyebabkan
kejadian meninggal dunia atau luka/cedera. Kejadian meninggal dunia atau luka/cedra bisa
jadi dipengaruhi faktor lain di luar faktor pengendara mabuk.
35
d) Tidak Tertib
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara kendaraan bermotor yang tidak tertib
dalam berkendara ada sebanyak 541 kejadian (63,6%). Proporsi faktor tidak tertib merupakan
faktor tertinggi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan
bermotor. Faktor pengendara tidak tertib merupakan faktor pengendara yang melanggar
peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka atau rambu lalu lintas,
mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat Kartika
(2008) menyebutkan kurangnya public safety awareness yang dimiliki masyarakat sehingga
menyebabkan masyarakat tidak mengutamakan keselamatan dan lebih banyak mengutamakan
kecepatan dan faktor ekonomi dalam berlalu lintas.
Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara tidak tertib dan akibat kecelakaan lalu
lintas menunjukkan 15,5% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara tidak tertib
menyebabkan meninggal dunia, sedangkan 84,5% dari kecelakaan fatal menyebabkan
luka/cedera. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara tidak tertib dan akibat
kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat bermakna. Hal ini mencerminkan bahwa
pengendara tidak tertib berperan dalammenyebabkan cedera serius, bahkan kematian.
Sedangkan bila dilihat berdasarkan nilai OR, diperoleh bahwa pengendara yang tidak tertib
dalam berkendara tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera
akibat kecelakaan lalu lintas. Artinya, bahwa pengendara tidak tertib memiliki hubungan
menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas, tetapi
lebih berisiko bila di dukung faktor lainnya diluar faktor tidak tertib.
e) Tidak Terampil
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara kendaraan bermotor yang tidak terampil
dalam berkendara ada sebanyak 246 kejadian (28,9%). Faktor pengendara tidak terampil
merupakan pengendara yang tidak mampu mengendalikan kendaraannya sehingga
menimbulkan kecelakaan, seperti tidak berjalan sesuai jalurnya atau terlalu ke kanan, tidak
menjaga jarak aman. Oleh karena itu, dalam berkendara diperlukan latihan dan pengalaman
dalam berkendara sehingga memiliki keterampilan alamiah menghadap bermacam-macam
situasi lalu lintas.
Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara tidak terampil dan akibat kecelakaan
lalu lintas menunjukkan 30,5% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara tidak
terampil menyebabkan meninggal dunia. Artinya, 3 dari 10 kejadian kecelakaan yang
36
disebabkan faktor lengah dalam berkendara, menimbulkan 3 korban meninggal dunia. Faktor
ini merupakan proporsi terbesar dalam menyebabkan meninggal dunia pada kecelakaan lalu
lintas. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara tidak terampil dan akibat
kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat memiliki hubungan. Dan apabila dilihat
berdasarkan nilai OR, diperoleh bahwa pengendara yang tidak terampil dalam berkendara
berisiko 2,215 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat
kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya. Data ini mencerminkan bahwa
pengendara tidak terampil merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas dan
timbulnya korban meninggal dunia atau luka/cedera. Hal ini berarti pengendara tidak terampil
memiliki hubungan dalam menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera ketika terjadinya
kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor dan memiliki risiko 2,215 kali
menimbulkan korban meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor lainnya.
f) Kecepatan Tinggi
Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan
pengendara kecepatan tinggi adalah sebanyak 294 kejadian (34,5%). Pengendara yang
berkendara dalam kecepatan tinggi merupakan faktor tertinggi ketiga yang menyebabkan
kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor. Yang dimaksud dengan
pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara yang mengendarai kendaraannya dengan
kecepatan tinggi atau diatas kecepatan normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pendapat Perez, dkk (2007) yang mengutip
hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan kecepatan tinggi akan meningkatkan
peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.
Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara kecepatan tinggi dan akibat kecelakaan
lalu lintas menunjukkan 23,1% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara kecepatan
tinggi menyebabkan meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara
pengendara kecepatan tinggi dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat tidak
cukup bermakna. Berdasarkan nilai OR juga didapatkan bahwa pengendara kecepatan tinggi
tidak berisiko menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera pada kejadian lalu lintas.
Artinya, pengendara kecepatan tinggi merupakan faktor yang berisiko menyebabkan
kecelakaan lalu lintas, namun hanya secara kebetulan menyebabkan kejadian meninggal
dunia atau luka/cedera. Kejadian meninggal dunia atau luka/cedera bisa jadi dipengaruhi
faktor lain di luar faktor pengendara kecepatan tinggi.
37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V. I SIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah dibahas dibagian pembahasan (Bab IV) dapat disimpulkan
beberapa hal penting. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kendaraan
bermotor. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan kendaraan bermotor diantaranya
dimulai dari faktor manusia, faktor kendaraan, dan faktor lingkungan. Akan tetapi bila
melihat data yang diperoleh menunjukan hasil bahwa faktor manusia-lah yang menjadi
dominan seluruh penyebab kecelakaan kendaraan bermotor, 1061 dari 1840 kejadian
disebabkan oleh tidak tertibnya pengemudi, tidak terbib biasanya terjadi karena tidak paham
akan peraturan yang ada, tidak peduli dengan lingkungan, dan kurangnya informasi mengenai
peraturan. Untuk faktor kendaraan di Bandung biasanya terjadi karena ban selip yang
disebabkan pengemudi yang melakukan pengereman mendadak dan ban kendaraan yang
tidak memiliki daya cengkram yang cukup untuk menahan dari terjadinya slip ban, adapula
faktor lain seperti rem blong, untuk itu maintenance berkala harus dilakukan. Untuk faktor
lingkungan meliputi kondisi jalan raya yang dilewati, setelah diamati masih banyak kondisi
jalan yang kurang layak. Faktor umur juga sangat memengaruhi kondisi mental dan pola pikir
individu dalam mengendarai kendaraan bermotor.
V. II SARAN
Dari karya ilmiah yang telah dipaparkan dari awal Bab I hingga Bab V ini, seluruh
pengguna jalan harus lebih terampil,berhati-hati, dan juga dalam keadaan sadar dalam
menggunakan kendaraan bermotor karena dengan begitu dapat mengurangi tingkat
kecelakaan kendaraan bermotor dan untuk departemen yang menangani kendaraan bermotor
khususnya kepolisian harus tegas dalam menilai kecakapan pengendara saat permohonan
pembuatan SIM karena dengan begitu diharapkan pengendara yang ada dijalan adalah
pengendara yang sudah terseleksi dengan baik. Untuk perancangan dan pembuatan jalan raya
haruslah sesuai standar yang telah ditetapkan agar kondisi jalan raya dalam kondisi ideal. Dan
disarankan agar merealisasikan isi dari karya ilmiah ini tentang faktor-faktor penyebab
kecelakaan kendaraan bermotor, sehingga karya ilmiah ini tidak hanya sebatas tulisan namun
diwujudkan dalam bentuk konkret kehidupan masyarakat modern.
Untuk kalangan akademisi, terutama kelompok dosen dan pengajar, kami menyarankan
agar pihak-pihak akdemisi berkenan untuk mengembangkan penelitian ini tentang faktor-
faktor penyebab kecelakaan kendaraan bermotor.
38
Daftar Pustaka
Khisty C. , Lall B. 2005 , “Dasar-dasar Rekayasa Transportasi/Edisi ke-3/Jilid 1”
Bhaswata, N., 2009. “Gambaran Tingkat Pengetahuan Keselamatan Transportasi Bus Kuning UI Pada Mahasiswa Sarjana Regular Angkatan Tahun 2005 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia”. Skripsi. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta.
Chan, 2011. “Kecelakaan Lalu Lintas Tempati Urutan Tiga Penyebab Kematian”. http://www.dephub.go.id.
Hirwansyah, 2014. “Dishub-Polisi Beda Data Lakalantas.” http://www.waspada.co.id.
Kartika, M., 2009. “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Depok Tahun 2008. “Skripsi. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta.
Republik Indonesia, 1992. “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.”
Republik Indonesia, 1993. “Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas.”
Republik Indonesia, 1993. “Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang
Transportasi Jalan Raya.”
Republik Indonesia, 1993. “Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor.”
Republik Indonesia, 1993. “Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang
Kendaraan dan Pengemudi.”
Republik Indonesia, 1998. “Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1998 tentang Penangguhan Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi dan Menggunakan Sabuk Keselamatan.”
Republik Indonesia, 2009. “Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.”
dishub.jabarprov.go.id
“Jumlah Kecelakaan, Korban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2012”, www.bps.go.id
39