Teknik Irigasi

35
Materi Kuliah Irigasi 1 Bab 1 SALURAN PEMBAWA 1.1 DEFINISI IRIGASI Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2007, Pasal 1 ayat 3 Irigasi adalah usaha penyediaan pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi adalah prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. 1.2 SALURAN TANAH Untuk pengaliran air irigasi, saluran yang berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum. Biayanya paling murah, pelaksanaan mudah dan cepat, begitu juga pemeliharaannya sangat sederhana tanpa teknologi tinggi. Erosi dan sedimentasi disetiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang tahun, artinya ruas-ruas saluran harus mantap. Sedimen yang memasuki jaringan biasanya hanya mengandung partikel-partikel lempung dan lanau (sedimen melayang) saja dengan diameter d < 0,06 mm. partikel- pertikel yang besar akan tertangkap dan mengendap di kantong lumpur pada bangunan utama. Dalam hal ini sedimen akan diterangkan pada bab tersendiri. 1.3 PENAMPANG SALURAN Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran tanah yang tanpa lapisan penguat adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. 1.3.1 Definisi serta formula dasar dan kriteria hidrolis a) Definisi - Kedalaman aliran / depth flow ( h ) : jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas. - Lebar puncak / top soil (T) : lebar penampang saluran pada permukaan bebas. - Keliling basah / wetted parameter (P) : pangjang garis perpotongan pada permukaan basah saluran dengan penampang melintang yang tegak lurus arah aliran. - Jari-jari hidrolik /hydraulic radius : rasio luas basah dengan keliling basah. - Luas basah / water area (A) : luas phaenampang melintang aliran yang tegak lurus arah aliran. - Kedalaman hidrolik / hydraulic depth (D) : rasio luas basah dengan lebar puncak. - Faktor penampang / section factor (Z) : kali luas basah dan akar kedalaman hidrolik. Dalam hal ini faktor penampang sangat penting untuk dasar perhitungan aliran kritis, juga untuk perhitungan aliran seragam. Untuk selengkapnya, perhatikan gambar dan penjelasan dibawah ini. b) Rumus dan Kriteria Hidrolis Rumus Aliran Untuk merencanakan suatu ruas saluran, dalam hal ini dianggap sebagai aliran tetap sehingga diterapkan rumus Strickler V = k R 2/3 I 1/2

description

teknik sipil hidro

Transcript of Teknik Irigasi

Page 1: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 1

Bab 1 SALURAN PEMBAWA

1.1 DEFINISI IRIGASI

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 30/PRT/M/2007, Pasal 1 ayat 3 Irigasi adalah usaha penyediaan pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

Sistem irigasi adalah prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia.

1.2 SALURAN TANAH

Untuk pengaliran air irigasi, saluran yang berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum. Biayanya paling murah, pelaksanaan mudah dan cepat, begitu juga pemeliharaannya sangat sederhana tanpa teknologi tinggi.

Erosi dan sedimentasi disetiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang tahun, artinya ruas-ruas saluran harus mantap.

Sedimen yang memasuki jaringan biasanya hanya mengandung partikel-partikel lempung dan lanau (sedimen melayang) saja dengan diameter d < 0,06 mm. partikel-pertikel yang besar akan tertangkap dan mengendap di kantong lumpur pada bangunan utama. Dalam hal ini sedimen akan diterangkan pada bab tersendiri.

1.3 PENAMPANG SALURAN

Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran tanah yang tanpa lapisan penguat adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan.

1.3.1 Definisi serta formula dasar dan kriteria hidrolis

a) Definisi

- Kedalaman aliran / depth flow ( h ) : jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas.

- Lebar puncak / top soil (T) : lebar penampang saluran pada permukaan bebas. - Keliling basah / wetted parameter (P) : pangjang garis perpotongan pada

permukaan basah saluran dengan penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.

- Jari-jari hidrolik /hydraulic radius : rasio luas basah dengan keliling basah. - Luas basah / water area (A) : luas phaenampang melintang aliran yang tegak

lurus arah aliran. - Kedalaman hidrolik / hydraulic depth (D) : rasio luas basah dengan lebar

puncak. - Faktor penampang / section factor (Z) : kali luas basah dan akar kedalaman

hidrolik. Dalam hal ini faktor penampang sangat penting untuk dasar perhitungan aliran kritis, juga untuk perhitungan aliran seragam. Untuk selengkapnya, perhatikan gambar dan penjelasan dibawah ini.

b) Rumus dan Kriteria Hidrolis

Rumus Aliran Untuk merencanakan suatu ruas saluran, dalam hal ini dianggap sebagai aliran tetap sehingga diterapkan rumus Strickler

V = k R2/3 I1/2

Page 2: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 2

A = (b + m h) h Q = V A R = A/P

P = b + 2 h 12 m

Dimana, V =kecepatan rata-rata (m/dt) R =jari-jari Hidrolis (m) I =Kemiringan Dasar Saluran A =Luas potongan m2) P =Keliling basah (m) B =Lebar dasar (m) m =Kemiringan talud ( 1 vert : m hori 2 ) h =Tinggi air (m) Q =Debit saluran (m3) Gambar 1.1 Penampang Saluran

P = AB + BC + CD TC = Lebar Puncak Parameter Potongan Melintang Rumus aliran tersebut juga dikenal sebagai rumus Manning, dengan koefisien kekasaran Manning (n) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k.

1.3.2 Koefisien kekasaran

Koefisien kekasaran tergantung pada fakta-fakta berikut ini: - Kekasaran permukaan saluran - Ketidakteraturan permukaan lereng saluran - Trase - Vegetasi (Tetumbuhan) yang tumbuh di saluran - Sedimen - Dsb. Kekasaran dan bergelombangnya, yang terjadi di permukaan saluran yang mendadak akan memperbesar koefisien kekasaran. Perubahan-perubahan ini dapat disebabkan oleh; sewaktu penyelesaian konstruksi saluran yang tidak sempurna, atau karena erosi pada talud saluran.

h

T

b

m

1

A

B C

D

Page 3: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 3

N

49,1

Tabel 1.1 Harga-harga kekasaran koefisien Strickler (k) untuk saluran irigasi tanah

Debit Rencana K m/ dt

Q > 10 Q > 5 Q > 10 Q > 1 Q > 5 Q > 1

Q Pada tersier

45 42,5 42,5 40,0 40,0 35,0 35,0

1.3.3 Faktor hambatan dari suatu penampang saluran

Secara umum debt aliran seragam di suatu saluran dapat dinyatakan: Q = V A = C A R X I Y Q = K I Y K = C A R X

Besaran K dikenal sabagai hantaran (Conveyance) dari penampang saluran, yang merupakan ukuran kemampuan penghantar dari penampang saluran tersebut, karena berbanding lurus dengan debit Q. Menurut rumus Chezy atau Manning maka:

Q = K I2/1

Dan hantaran menjadi : K = Persamaan ini dapat dipakai untuk menghitung hantaran bila debit dan kemiringan saluran telah diketahui. Rumus Chezy K = C A R ½........................................................... Chezy

Rumus Manning K = n

49,1AR 2/3..................................Manning

Kedua rumus/ persamaan diatas dipakai untuk hantaran bilamana Luas basah dan faktor koefisien kekasaran telah diketahui. Karena rumus Manning banyak dipakai, maka persamaan rumus Manning secara umum sering dipergunakan sebagai dasar pemecahan soal.

1.3.4 Menentukan dimensi ukuran penampang

a. Rumus aliran Telah disebut diatas bahwa suku A R disebut faktor penampang untuk perhitungan aliran seragam (Uniform-Flow), yaitu : A R 2/3 = A R 2/3 =

Q = A R 2/3 (inchi)

I

Q

49,1

nk

I

nQ

49,1

I

Page 4: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 4

Persamaan ini sangat berguna untuk menghitung dan menganalisa bila diketahui : Debit Q Kemiringan I Kekasaran n Maka persamaan tersebut menghasilkan faktor penampang, Faktor penampang An Rn

2/3 Kedalaman normal hn

Sebaliknya, bila harga n, I, dan kedalaman hn tahun, maka faktor penampang An Rn

2/3 dapat diketahui dan debit Qn dapat dihitung dengan persamaan:

Q = n

49,1A R 2/3 I

Seperti yang diterangkan dalam Rumus Manning, diatas; dengan unit dimensi Inggris. Feet.

b) Ukuran penampang

Penentuan ukuran penampang untuk saluran tahan erosi, meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1). Kumpulkan semua keterangan (data) Taksir harga N atau (k) / koefisien kekasaran, pilih harga S (kemiringan saluran). 2). Hitung faktor penampang, yaitu:

A R 2/3 (faktor penampang)

Rumus: AR 2/3 =S

nQ

49,1

Untuk saluran penampang Trapezium A = (b + m h) h lihat gambar

R =212

)(

mhB

hmhb

= A / P

- Harga R dan A masukkan dalam persamaan faktor penampang. - Kemudian hitung kedalaman, dengan menentukkan lebar b dan kemiringan talud m

(pada penampang trapesium). - Dengan menafsir beberapa nilai-nilai yang tidak diketahui maka dapat diperoleh

beberapa kombinasi ukuran penampang. - Ukuran terakhir ditetapkan berdasarkan efisiensi hidrolik dan segi praktisnya.

Gambar 1.2 Penampang Saluran Trapesium

h

b1

b2

m

1

Page 5: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 5

Contoh Soal 1: Menentukkan ukuran penampang Saluran trapesium mempunyai debit rencana Q = 400, kemiringan S = 0,0016, koefisien kekasaran n = 0,025. Tentukan ukuran penampang, stabilitas dasar saluran; harap di check dan dicari ! Penyelesaian:

AR2/3 = S

nQ

49,1

= 0016,049,1

400025,0 = 167,7

A = (b + m h) h Substitusikan ke AR2/3

R = 212(

)(

myb

hmhb

Kita menganggap lebar saluran b = 20; m = 2

167,7=2

3/5

21220(

))220((

h

hh

7,680 + 1,720 h = [ h (10 + h) ] 2 ½

h = 3,36 (m) Contoh Soal 2: Saluran trapezium dengan b = 20 ; m = 2 kemiringan saluran I (S) = 0,0016, kekasaran n = 0,025, debit Q = 400 Hitung kedalaman h = ......? Hitung kecepatan v = ......? Penyelesaian: Dengan pendekatan analisis

R = 510

)10(

h

hh

dan A = h ( 20 + 2 h )

Kecepatan adalah:

V = A

Q=

)220(

400

hh

Kedua perhitungan diatas, dimasukkan Rumus Manning dalam satuan Inggris feet. Pemecahannya dengan cara Aljabar: Q = V X A

n

49,1 AR 2/3 I ½ = V X A

n

49,1 R

3/2 I = V (Rumus Manning)

n

49,1

3/2

10

)10(

Ih

hh x 0016,0 =

)220(

400

hh

}

Page 6: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 6

025,0

49,1

3/2

510

)10(

h

hh x

2/10016,0 =)220(

400

hh

1,720 h + 7,680 = 5,2)10( hh (Trial dan Error)

Penyelesaian persamaan tersebut untuk harga h dengan cara coba-coba. Tabel 2. Daftar cara coba-coba perhitungan harga h

No. h A R R 2/3 A R 2/3 Keterangan

1. 2.

3,00 3,36

78,0 89,8

2,34 2,56

1,762 1,87

137,4 168,0

H terlalu jauh H paling mendekati

1.4 Saluran Pasangan 1.4.1 Pengertian

Saluran ini di buat apabila talud mudah longsor, tanahnya porous dan mengandung zat-zat yang dapat merusak tanaman, sehingga gebalan rumputpun tak tumbuh. Bentuk Hidrolis dan Kriterianya : - Penampang saluran dapat berbentuk

1) Persegi empat tegak atau, 2) Trapezium

- Badan saluran terbuat dari pasangan batu dengan campuran spesi 1:4 atau 1:3 - Kecepatan yang diperbolehkan ~ Pada pasangan batu V= 2,0 m/dt Maximum ~ Beton V= 3,0 m/dt Maximum - Kemiringan talud bisa tegak atau trapezium.

1.4.2 Perhitungan Hidrolis Sama seperti pada saluran tanah, akan tetapi kekasarannya seperti daftar dibawah ini. Tabel 3. Nilai Koefisien Kekasaran (N)

Type Saluran Minimum Normal Maximum

Beton dipoles dengan sendok kayu Pasangan batu pecah di semen Pasangan batu kosong Pasangan batu teratur Saluran tanah dengan kerikil dan rumput Saluran berbatu

0,011 0,017 0,023 0,013 0,025 0,035

0,013 0,025 0,032 0,015 0,040 0,040

0,015 0,030 0,035 0,017 0,050 0,050

1.4.3 Stabilitas Bangunan tersebut harus dihitung perihal kestabilannya, yaitu: Aman terhadap Geser :

SF =

H

Vf

Dimana, SF = Faktor Keamanan 2,0~1,50

V = Jumlah gaya vertikal

H = Jumlah gaya horizotal

f = Koefisien gesekan antara konstruksi dengan pondasi Aman terhadap Guling :

SF=g

t

M

M

Page 7: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 7

Dimana, SF = 1,2-2,0 Mt = Moment tahan Mg = moment guling Tabel 4. Daftar Koefisien Kekasaran (f)

No. Material f Keterangan

1. 2. 3. 4. 5.

Batuan kompak, tak beraturan Batuan sedikit lapuk Pasir kasar dan koral Pasir seragam Lempung dan tanah gambut

0,80 0,70 0,40 0,30

-

Perlu investigasi

Page 8: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 8

Bab 2 SEDIMEN

2.1. Umum Masalah sedimen dalam saluran (baik di sungai maupun di irigasi) adalah persoalannya yang paling umum dijumpai dalam pemeliharaan saluran tersebut di Indonesia. Maka, perencanaan ”saluran” sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan sedimen. Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai persolan hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk merencanakan ”saluran” yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing-masing ruas saluran sebelah hilir setidak-tidaknya konstan. Dengan mengacu pada rumus angkutan sedimen Hansen, kriteria ini mengacu pada :

I H yang konstan

Bilamana saluran di sungai yang relatif lebar maka rumus I H dianjurkan bertambah

besar di hilir untuk mengkompensasikan pengaruh yang ditumbulkan oleh kemiringan talud saluran. Hal ini menghasilkan kriteria bahwa :

I H adalah konstan atau makin besar ke arah hilir

2.2. Saluran Kantong Lumpur

Bilamana diikuti kriteria I H konstan, sedimentasi terutama akan terjadi di ruas hulu

jaringan saluran. Oleh karena itu, saluran irigasi akan direncanakan dengan kantong lumpur di dekat pengambilan dekat bangunan intake.

Dalam merencanakan saluran yang stabil diutamakan bahwa semua sedimen (bed load) yang masuk kedalam saluran harus seluruhnya sudah terangkat di kantong lumpur tanpa terjadinya penggerusan / erosi dan pengendapan / sedimentasi di saluran irigasi.

Oleh karena itu, kapasitas angkutan relatif T/Q harus konstan sepanjang ruas saluran, dimana T = angkutan sedimen dan Q = debit.

“Jika kapasitas angkutnya mengecil, akan terjadi pengendapan / sedimentasi dan jika kapasitas angkutnya membesar, saluran akan tergerus”.

Untuk mencegah agar sedimen tidak mengendap di seluruh saluran irigasi, maka bagian awal dari saluran primer di dekat pintu pengambilan direncanakan saluran kantong lumpur yang berfungsi sebagai tempat pengendapan sedimen.

2.3. Faktor-faktor Dalam Pemilihan Dimensi Kantong Lumpur Faktor-faktor yang menentukan dalam pemilihan dimensi kantong lumpur adalah:

- Kecepatan aliran harus cukup rendah, sehingga partikel-partikel yang mengendap tidak terurai berhamburan naik lagi.

- Harus tidak ada aliran turbulensi. - Aliran steady flow dan kecepatan aliran hendaknya merata di semua permukaan. - Kecepatan aliran sebaiknya sedemikian rupa supaya rumput/tanaman air lainnya tidak

tumbuh (dimana v aliran ≥ 0,30 m/dt). - Peralihan (transisi) dari kantong lumpur ke saluran primer harus mulus, tidak menimbulkan

turbulensi. Letak kantong lumpur adalah seperti pada gabar di bawah ini.

Page 9: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 9

Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur

2.3.1. Rumus Sederhana

Jadi W

H =

V

L dengan V =

HB

Q

dimana, H = kedalaman aliran di saluran (m) W = kecepatan endap partikel sedimen (m/dt) L = panjang kantong lumpur (m) V = kecepatan aliran air (m/dt) Q = debit air (m3/dt) B = lebar kantong lumpur (m) Ini menghasilkan :

Dimensi kantong lumpur (sand trap) sebaiknya sesuai dengan kaidah L / B > 8, untuk mencegah agar aliran tidak meander di dalam kantong. Faktor-faktor lain yang akan dipertimbangkan dalam pemilihan dimensi kantong lumpur adalah:

1. Kecepatan aliran, cukup rendah sehingga partikel-partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi.

2. Aliran harus dihindari turbulensinya. 3. Kecepatan tersebut secara merata dan sama cepat di seluruh potongan

melintang. 4. Dijaga transisi saluran dari atau ke kantong lumpur di saluran utama harus mulus

alirannya.

Kantong Lumpur Sal. Pembilas

Sal. Primer

Tampungan Sedimen Pintu Pembilas

Pintu Sal. Primer

L B = W

Q

Page 10: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 10

2.3.2. Pembilasan/ Penggelontoran Sewaktu membilas kantong lumpur, maka debit pembilas:

Q = 50 % dari debit saluran V = 2 m/dt Gambar 2.2 Proses pembilasan pada kantong lumpur

Partikel A yang masuk kolam, dengan kecepatan endap partikel W dan kecepatan air V harus mencapai dasar akhir kolam, titik C. Artinya, partikel A tadi selama waktu H/ W (tarikan gravitasi) akan berjalan juga secara horizontal sepanjang garis L dalam waktu L/ W.

Jadi: W

H=

V

L ; dengan rumus V=

HB

Qmaka:

W

H=

Q

LHB

L B = W

Q

Dimana, H = Kedalaman air W = Kecepatan endap partikel sedimen L = Panjang kantong lumpur V = Kecepatan aliran Q = Debit saluran B = Lebar kantong Karena sangat sederhananya, maka rumus ini dipakai dalam rencana awal dalam menentukan dimensi kantong. Pada waktu detail desain, maka perencanaan yang lebih detail diperlukan, dengan dilengkapi data:

- Jenis endapan - Concentration endapan sungai - Kecepatan dalam saluran tersebut - Dll.

Dimensi kantong tersebut sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L / B > 8, untuk mencegah agar aliran tidak ”meander” di dalam kantong lumpur. Apabila medan topografi tidak memungkinkan memenuhi syarat tersebut, maka kantong harus di bagi-bagi kearah memanjang dengan dinding-dinding pemisah, untuk mencapai perbandingan antara L dan B tersebut. Dalam rumus tersebut, penentuan kecepatan endap amat penting, karena sangat berpengaruh terhadap dimensi kantong lumpur. Untuk menentukan kecepatan tersebut ada 2 (dua) cara, yaitu:

1. Pengukuran di tempat 2. Dengan teori (grafik) dan rumus-rumus

W

V

W

V H

W

A

C

L

Page 11: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 11

Pengukuran kecepatan endap dapat diadakan pengambilan contoh di sungai oleh tenaga yang sudah berpengalaman. Setelah itu, contoh tersebut harus dianalisa dengan Tabung Pengendap (Setting Tube). Metode ini di jelaskan dalam: ”Konstruksi cara-cara untuk mengurangi angkutan sedimen yang akan masuk ke Intake dan Saluran Irigasi” (DPMA, 1981) 2.3.3 Volume Kantong Lumpur

Volume tampungan tergantung banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun sedimen layang) yang akan diendapkan sampai pada waktunya/ tiba saatnya pembilasan. Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk, dapat ditentukan dari:

- Pengukuran langsung di lapangan - Rumus angkutan sedimen yang cocok. (Einstein, Brown, Meyer-Peter Mueller) - Bilamana tidak ada data, maka dapat mengamati kantong lumpur yang sejenis di

lokasi lain; sebagai perkiraan kasar harus di check ketepatannya. Jumlah sedimen yang masuk akan diendapkan adalah 0,5 %.

Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (dalam ds = 1.00 m) bilamana debit

irigasi sekitar

100 m3/ dt. Bilamana saluran besar (debit

100 m3/ dt) maka

kedalaman dapat mencapai 2,50 m.

2.3.4 Pembersihan Kantong Lumpur Pembersihan dikantong lumpur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

- Pembilasan secara hidrolis (diglontor) - Pembilasan secara manual (seterusnya dibantu diglontor) - Pembilasan secara mekanis

Karena pembilasan secara hidrolis tersebut sangat murah, maka dalam rencana kantong lumpur sedapat mungkin direncanakan dengan O & P pembilasan hidrolis. Untuk kedua metode pembilas yang lain, dilaksanakan bilamana pembilasan hidrolis tidak dimungkinkan. Jarak waktu pembilasan tergantung pada beberapa hal, sebagai berikut:

- Sistim Eksploitasi O & P jaringan irigasi. - Banyaknya sedimen di sungai (concentration sedimen) - Tersediannya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan.

Dalam merencanakan, biasanya diambil jarak waktu satu atau dua minggu. b). Pembilasan secara hidrolis Pembilasan secara hidrolis membutuhkan hal-hal sebagai berikut:

- Beda tinggi muka air (Elevasi Head) cukup besar. - Debit air sungai yang memadai, agar dapat mengerus, dan menggelontorkan

sedimen lumpur tersebut kembali ke sungai. Pembilasan tergantung pada: - Banyaknya sedimen yang terkumpul di kantong. - Sifat sedimen tersebut, Cohesive Soil atau Non Cohesive Soil. - Tegangan geser yang terpakai oleh air. - Ukuran butiran sedimen yang dominan.

Dalam praktek dan dalam perhitungan praktis, maka kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat dipakai sebagai berikut: 1,0 m/dt untuk pasir halus 1,5 m/dt untuk pasir kasar 2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar

Page 12: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 12

b). Pembersihan secara manual Dalam pelaksanaan manual maka saluran kantong lumpur tersebut relatif kecil. Dapat dilaksanakan dengan dana swakelola oleh para pengamat pintu beserta crewnya (regu O & M dan P). C). Pembersihan secara mekanis Pembersihan kantong lumpur dapat juga dilakukan dengan peralatan mekanis, seperti:

- Dengan alat Excavator/ Back-hoe - Pompa lumpur yang berjalan dengan rel - Drag Line - Dan mesin-mesin sejenis lain

Kadang-kadang bersama-sama dengan sistem hidrolis dan dibantu dengan manual, sehingga sedimen tersebut menjadi longgar, ikatan antara partikel-partikel tanah telah dilepas karena pembersihan secara manual, sehingga air pembilasan langsung dapat mengontrol lumpur sedimen tersebut. 2.3.5 Tata Letak Kantong Lumpur Tata letak terbaik untuk kantong lumpur, saluran pembilas dan saluran primer, adalah sebagai berikut:

Saluran pembilas merupakan kelanjutan dari kantong lumpur (satu as saluran). Saluran primer mulai dari samping saluran kantong (Lateral Intake). Ambang pengambilan saluran primer sebaiknya elevasinya diatas tinggi

maksimum sedimen yang terkumpul, agar sedimen tidak masuk ke saluran primer.

Page 13: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 13

Bab 3 BANGUNAN PEMBAWA

3.1. GORONG-GORONG Gambar 3.1 Gorong-gorong di atas jalan desa

Gorong-gorong adalah bangunan perlintasan yang dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di bawah bangunan prasarana lainnya, seperti :

Jalan raya / jalan desa

Jalan rel kereta api

Saluran induk lainnya Apabila saluran pembuang lewat di bawah saluran aliran di dalam gorong-gorong umumnya aliran bebas

Kriterianya :

Pengalirannya merupakan pengaliran pada saluran terbuka Bangunannya dibuat dari pasangan batu dan ditutup dengan plat beton Berupa saluran lingkaran (gorong bulat) Diusahakan kehilangan tenaga yang sekecil mungkin Ada juga penampang gorong dengan bentuk persegi (Box Culvert) tapi Loss tenaganya

relatif besar dibandingkan dengan penampang bulat

Kecepatan rata-rata di dalam gorong-gorong ; V = (1,5 2,0) m/dt

Tebal tanah urugan di atas gorong, bilamana tidak ada beban berat maka minimum 0,60 m tebalnya

Page 14: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 14

Ukuran dimensinya : Penampang tergantung pada perhitungan hidrolis, tapi disarankan minimum 0,70 m

Ukuran tebal plat beton tergantung pada beban diatasnya (kendaraan, dsb) minimum

15 – 20 cm Tembok tegak harus dihitung kestabilannya, antara lain stabil terhadap geser, guling dan

seterusnya Lantai dasar diambil minimum 1,30 m

Perhitungan Hidrolis

Kehilangan tekanan (Head Loss)

D

Lff

g

VZ 1

2

12

1 (gorong-gorong bulat)

Dimana :

11

21

f dimana μ = 0,80085

Df

0005078,001989,0150

Diketahui : S = Keliling basah F = Luas penampang basah D = Diameter gorong-gorong L = Panjang gorong-gorong V = Kecepatan R = Jari-jari hidrolis

3.2 TALANG (AQUADUCT) Gambar 3.2 Contoh Talang

Page 15: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 15

Bangunan ini dibuat untuk perlintasan saluran irigasi (sudetan sungai) dengan sungai alam. Bahan yang dipergunakan :

1. Dapat dari beton cor 2. Dapat dari baja / besi 3. Dapat dari kayu

Kecepatan yang diizinkan : Pada kayu V = 1,50 s/d 2,00 m/dt Pada beton V = 2,50 s/d 3,00 m/dt Pada besi V = 2,50 s/d 3,00 m/dt

Persyaratan tinggi elevasi dasar talang : harus cukup tinggi dari muka air banjir maximum pada sungai, lebih-lebih sungai tersebut membawa pokok-pokok kayu

3.2.1 Perhitungan Hidrolis

g

vZghbQ

22

2

3/22/1 RIKV

Dimana : b = Lebar talang h = Tinggi air di talang μ = Kehilangan tenaga V = Kecepatan K = Koefisien kekasaran R = Jari-jari hidrolik I = Kemiringan saluran talang

Keterangan kekasaran

Kayu k = 60 Beton k = 70 Kayu k = 80

3.2.2 Pondasi Talang

Abutment : Dihitung seperti bangunan penahan tanah, dan syarat-syarat kestabilan terhadap guling, geser dan di resultant di daerah kern atau 1/3 lebar pondasi bagian dalam, dan pondasi harus di tanah “keras”

Tembok sayap : Berdasarkan kestabilan seperti revetment sungai geser Pilar : Di hitung berdarkan kekuatan bahan dan kekuatan konstruksi

Page 16: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 16

3.3 SIPHON Gambar 3.3 Gambar contoh siphon

Siphon adalah suatu bangunan pembawa air irigasi yang direncanakan untuk melewati suatu konstruksi bangunan lain (umpama : jalan raya, jalan kereta api) atau melewati lembah dan sungai Dikarenakan elevasi muka air irigasi tersebut hamper sama atau lebis sedikit tinggi dari elevasi konstruksi bangunan lain tersebut, maka saluran irigasi ini dilewatkan ke bawah konstruksi jalan raya, dan saluran irigasi tersebut sebaiknya dibuat konstruksi dengan berpenampang pipa besar. Bentuk Hidrolis dan Kriteria :

Pengalirannya bersifat aliran penuh (Full Flow / Pressure Flow) Trase dari siphon tersebut sedapat mungkin tegak lurus dengan konstruksi yang dilewati,

agar panjang trase seekonomis mungkin Siphon sedapat mungkin di konstruksi bulat atau seperti pipa agar lebih ekonomis

Kecepatan di dalam pipa berkisar antara 1,50 2,000 m/dt

Bilamana kecepatannya relative kecil maka dikuatirkan sedimen layang akan mengendap di dasar siphon sehingga menyulitkan pemeliharaannya

Sebaiknya dalam saluran siphon dibuatkan Man-hole sehingga orang dapat masuk untuk inspeksi dan E & P

Bagian pemasukan dibuatkan atau diperlengkapi dengan Spooning dan saringan (Screen) untuk menahan sampah-sampah (kayu) agar tidak masuk ke pipa siphon

Page 17: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 17

Bab 4 KOLAM OLAK (STILLING BASIN)

4.1 Umum

Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung pada besarnya energi air yang masuk, yang dinyatakan dalam bilangan Froude, dan bahan pada konstruksi kolam olak. Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam: 1) Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah bagian hilir harus

dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak memerlukan lindingan khusus. Tipe ini termasuk kolam olak USBR tipe I yang dilengkapi dengan blok halang dan End Sill.

2) Bila 1,7 < Fr ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung (blok end sill) mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Δz < 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak. Tipe ini termasuk kolam olak USBR tipe II yang dilengkapi dengan blok halang dan End Sill

3) Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan memasang blok depan kolam berukuran besar (USBR tipe IV). Tetapi sebaiknya geometrinya diubah untuk memperbesar/memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari tipe lainnya.

4) Kalau Fr ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis karena kolam ini pendek. Tipe ini termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilingkapi dengan blok depan dan blok halang.

Kebanyakan kolam olak yang direncanakan tersebut, di perlengkapi dengan bangunan pelengkap yang khusus, antara lain : balok chute (Chute Block), balok sill (balok penghalang) dan balok-balok di lantai. Dibawah ini kami sajikan secara umum kegunaan dari balok-balok penghalang Sebelum kita mendesain kolam olak, perlu pertimbangan dan pengertian pada balok-balok penghalang yang ada dalam kolam olak

Blok Muka : Berguna untuk menyebarkan arus aliran yang akan masuk ke Stilling basin atau ke kolam olak. Berguna juga untuk memecah arus aliran menjadi serabut atau lajur-lajur dan mengangkat riak-riak aliran ke atas menuju permukaan air. Blok ini juga berfungsi untuk menstabilkan lompatan dan akhirnya memperbaiki penampilan loncatan.

Blok Halang : Berguna untuk menyebarkan energy loncatan tersebut dan dapat mengurangi kecepatan aliran jet tersebut, yang akan menuju kebagian akhir dari Stilling Basin tersebut

Blok End Sill : Berguna untuk menyebarkan dan mengurangi energi loncatan yang mungkin energy tersebut masih dapat menghempas dan menggerus (Scoring) di daerah hilir ambang ujung.

Page 18: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 18

4.2 Kolam Olak USBR Tipe IV Pendekatan yang dinjurkan dalam merencanakan kolam olak besaran Froude 2,5 < Fr ≤ 4,5 adalah dengan menambah atau mengurangi (lebih baik menambah) bilangan Froude hingga melebihi besarnya besaran tersebut.

Fr = 3gy

q

gy

v

Caranya dengan menambah kecepatan, v, dan mengurangi kedalaman air, y. keduanya dihubungkan dengan debit per satuan lebar, q, yang bisa ditambah dengan cara mengurangi lebar bangunan (q = Q/B). Bila pendekatan ini tidak memungkinkan, maka ada 2 tipe kolam olak yang dapat dipakai, yaitu:

1. Kolam olak USBR tipe IV, dilengkapi dengan blok muka yang besar yang membantu memperkuat pusaran air, seperti pada Gambar 4.1. panjang kolam, L, dapat diketemukan dari:

L = 2 yu ( 1812 uFr )

Gambar 4.1 Dimensi Kolam Olak Tipe IV (USBR, 1973)

2. Kolam olak tipe blok halang (baffle block type basin, Donnelly and Blaisdell,

1954), yang ukurannya ditunjukkan pada Gambar 4.2. kelemahan besar kolam ini adalah semua benda yang mengapung dan melayang dapat tersangkut. Hal ini menyebabkan meluapnya kolam dan rusaknya blok-blok halang yang menggunakan konstruksi beton tulangan.

Gambar 4.3 Dimensi Kolam Olak Tipe Blok Halang

Page 19: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 19

4.3 Kolam Olak USBR Tipe III

Untuk bilangan Froude di atas 4,5 loncatan airnya bisa mantap dan peredaman energi dapat dicapai dengan baik, seperti yang tampak pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 Karekteristik Kolam Olak USBR tipe III (Bradley dan Peterka, 1957)

Page 20: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 20

4.4. Contoh Soal Diketahui : Debit Q = 75000 cfs ELV dasar sungai = 880 ELV desain discharge = 1000 Lebar Spillway = 250 ft Ditanyakan: 1. ELV Crest Spillway 2. Tentukan / desain dari kolam olak tersebut Jawab : Kita prediksi bahwa kecepatan awal V boleh dikatakan diabaikan kerena terlalu

lambat, jadi C = 4,03

Q = C L He1,5

75000 = 4,04 x 2,50 He

1,5

4,7425003,4

750005,1

eH

ftH e 8,17

Kecepatan awal (approaching velocity Va)

sec/5,2250120

75000ft

A

QVa

Ha (Velocity Head) = V2 / 2g

ftg

H a 1,02

252

(Jadi,desain head Hd dapat dihitung)

Hd = He – Ha = 17,8 – 0,1 = 17,7 ft Jadi tinggi dari bendungan tersebut adalah H = (ELV 1000 – ELV 880) – Hd = 120 – 17,7

= 102,3 ft Jadi ELV Crest (puncak) ialah ELV 1000 - Hd

= 982,3

El. 880

El. 1000

He Va

1

0,6

y2 = 23

85,1x

El. 920

y1

Page 21: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 21

Mengikuti rumus parabola, yaitu : Kemiringan bendung bagian hilir, yaitu : Xn = K . Hd

n-1 . y Dimana, K = Parameter tergantung pada kemiringan

Kemiringan bendung bagian hulu, dibawah ini kami cantumkan :

Kemiringan Hulu Harga K N

Vertikal (lurus) 3 vertikal : 1 horisontal 3 vertikal : 2 horisontal 3 vertikal : 3 horisontal

2,00

1,936 1,939 1,873

1,850 1,836 1,810 1,776

Setelah ditinjau dengan kestabilan dan eksperimen, maka menurut standar WES (U.S Army Eng. Waterway Exp. Stan) kemiringan hilir atau bawah bagian kaki 0,6 horisontal : 1 vertikal Bilamana Tail water (kedalaman hilir setelah loncatan)

ELV = 920 Dengan grafik (hubungan antara kecepatan (V) Fig. 14-15, lampiran S dengan jarak jatuh air terjun tersebut, maka dengan Hd= 17,7 ft didapatkan bahwa kecepatan V1 (Approach Velocity sebelum loncatan) V1 = 79 ft/sec, jadi kedalaman y1 dapat dicari yaitu :

ftA

QY 8,3

79250

750001

, maka harga Freude Number :

13,78,3

791

ggD

VF

Dengan angka 7,13 lihat grafik hubungan antara F1 dengan minimum Tail water depth (TW / D1) menghasilkan TW / D1 = 9,2 Dalam grafik tersebut, menunjukkan bahwa Tail water Crisis ialah:

TWc = 9,2 x 3,6 = 35,0 ft

Untuk Safety Factor 8 % lagi, maka kedalaman Tail water depth sebagai berikut : SF TWD = 35 x 1,08 = 37,8 ft atau 38 ft atau 1,024 D2

Jadi, lantai olak harus di gali s/d ELV (ELV 920 – 38) ELV = 882

Page 22: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 22

Bab 5 BANGUNAN PENGATUR

MUKA AIR

Bangunan-bangunan pengatur muka air berfungsi sebagai pengontrol elevasi muka air di jaringan irigasi utama, agar dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier. Bangunan tersebut mempunyai potongan (ruas) pengontrol aliran yang dapat di setel / diatur atau tetap (tak dapat diatur) Bangunan – Bangunan pengatur yang dapat di setel, dianjurkan menggunakan pintu penggerak yaitu :

Pintu sorong (Sluice Gate) Pintu radial Dan pintu-pintu lainnya

Bangunan-bangunan pengatur, diperlukan ditempat-tempat dimana medan trase saluran terlalu curam umpamanya, maka tinggi muka air di saluran dipengaruhi oleh bangunan-bangunan sebagai berikut :

Bangunan terjunan (Drop Structure) Got miring (Chute) Terjunan bertangga (di daerah persawahan berbukit)

5.1. Bangunan Terjun Bilamana kemiringan di lapangan lebih besar dari pada kemiringan desain saluran irigasi yang telah ditentukan, maka saluran harus di bagi ke beberapa ruas yang satu dengan yang lain, yaitu dihubungkan dengan bangunan terjun. Bangunan ini memiliki empat bagian fungsional, dengan sifat perencanaan yang khas (lihat Gambar 5.1). 1. bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi superkritis. 2. bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah. 3. bagian tepat disebelah hilir potongan U, tempat dimana energi diredam. 4. bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi.

a. Bangunan Terjun Tegak

Bangunan terjun tegak menjadi lebih besa apabila ketinggiannya ditambah. Bangunan terjun tegak sebaiknya tidak dipakai apabila perubahan tinggi energi diatas bangunan melebihi 1,50 m. Perncanaan hidrolis bangunan dipengaruhi oleh besaran-besarana sebagai berikut :

H1 = tinggi energi di muka ambang, m ΔH = perubahan tinggi energi pada bangunan, m Hd = tinggi energi hilir pada kolam olak,m q = debit per satuan lebar ambang, m2/dt g = percepatan gravitasi, m2/dt (≈ 9,8) n = tinggi ambang pada ujung kolam, m

besaran-besaran ini dapat digabung untuk membuat perkiraan awal tinggi bangunan terjun: ΔZ = (Δ H + Hd) – H1 Untuk perkiraan awal Hd, boleh diandaikan bahwa : Hd = 1,67 H1

Page 23: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 23

Percepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan :

vu = Zg2

dan selanjutnya :

yu = uv

q

aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya dengan bilangan Froude tak berdimensi:

Fru =

u

u

gy

v

Gambar 5.1 Contoh bangunan terjun tegak.

b. Bangunan Terjun Miring

Page 24: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 24

Gambar 5.2 Contoh bangunan terjun miring

Permukaan miring yang menghantar air ke dasar kolam olak, adalah praktek perencanaan yang umum, khususnya jika tinggi jatuh melebihi 1,5 m. pada bangunan terjun permukaan dibuat securam mungkin dan relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing dipakai diantara permukaan pengontrol dan permukaan belakang (hilir), disarankan untuk memakai kemiringan yang tidak lebih curam dari 1:2.

Perhitungan hidrolisnya :

Tinggi H1 di atas mercu, dapat dihitung Q = H1 x B x Va

3/2171,1 Bm

QH

ZHgV 1

1 2/12

dimana, m = Koefisien, harga m = 1,2

g = Gravitasi Z = Tinggi jatuh B = Lebar saluran / mercu

Daya, mempergunakan rumus :

1812/1 2

1

1

2 FRy

y

dimana, y1 = Kedalaman air di awal loncatan y2 = Kedalaman air di hilir

R = Freude Number V1 = Kecepatan awal loncatan g = Gravitasi

Dimana angka Freude dapat dihitung ssebagai sebagai berikut :

1

1

9 y

VFR

Kedalaman air hilir (Tail Water) untuk setiap debit satuan q, dapat ditemukan dan diplot Agar loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan diatas lantai,serta tidak bergerak ke hilir, maka lantai harus diturunkan sedemikian rupa hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman konjugasi.

5.2. Bangunan Bagi dan Sadap Bangunan bagi terletak di saluran primer, sekunder pada suatu titik cabang dan

berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih Bangunan sadap tersier, mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke

saluran tersier penerima Box-box di saluran tersier, membagi aliran untuk dua atau lebih Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan

5.2.1 Bangunan Bagi Bangunan bagi adalah bangunan yang membagi saluran dari saluran primer ke saluran sekunder. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengaur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu bagina dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai sebagai pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya mengukur debit (lihat Gambar 5.3) 5.2.2 Bangunan Pengatur Bangunan pengatur akan mengatur muka air di saluran di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bagi. Pada saluran yang angkutan sedimennya tinggi, penggunaan bangunan dengan mercu tidak disarankan karena bangunan ini akan menangkap sedimen.

Page 25: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 25

Guna mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai kurang lebih 1,5 m/dt. 5.2.3 Bangunan Sadap

a. Bangunan sadap sekunder Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini lebih dari sekitar 0,250 m3/dt.

b. Bangunan sadap tersier Bangunan sadap tersier akan memberi air ke petak-petak tersier dan berkisar antara 50 lt/dt – 250 lt/dt.

Gambar 5.3 Bangunan Primer dengan bangunan pengatur dan sadap ke saluran sekunder

Page 26: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 26

5.2.4 Perhitungan stabilitas Aliran dalam saluran akan diukur, di hulu saluran primer, dicabang saluran

jaringan utama, dan bangunan sadap sekunder maupun tersier Peralatan ukur tersebut dapat dibedakan menjadi alat ukur aliran atas bebas

(Free-over flow) dan alat ukur aliran bawah (Under flow). Beberapa alat ukur, dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air

Tabel 5.2 Jenis Alat Ukur

No Tipe Mengatur dengan

Mengatur aliran air

1 2 3 4 5 6 7

Alat ukur ambang lebar Alat ukur Par shall Alat ukur Cipoletti Alat ukur Romijn Alat ukur Crump-de Grouter Bangunan Sadap Pipa Sederhana Constant Head Orifice (CHO)

Aliran atas Aliran atas Aliran atas Aliran atas

Aliran bawah Aliran bawah Aliran bawah

Tidak Tidak Tidak

Ya Ya Ya Ya

Untuk menyederhanakan eksploitasi dari pemeliharaan peralatan ukur yang

dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya di batasi sampai 2 (dua) macam alat ukur maximum 3 (tiga) tipe saja.

5.2.5. Peralatan ukur yang dianjurkan pemakaiannya

a) Di hulu saluran primer Untuk aliran besar, alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu sorong atau pintu radial untuk mengaturnya

Q = C L h

dimana, C = Koefisien debit b) Di bangunan bagi atau bangunan sadap sekunder Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan

mengatur aliran. Bilamana debit Q besar, maka alat ukur ambang lebar dengan Pintu sorong atau Radial gate bisa dipakai seperti untuk saluran primer

c) Di bangunan sadap tersier Untuk mengatur dan mengukur di pakai alat ukur pintu Romijn. Apabila

fluktuasi debit di saluran besar dapat dipakai alat ukur pintu (Crump de Gruyter). Di petak-petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan box tersier pintu sorong sederhana.

5.3. Saluran Got Miring Aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan

berangsur agar tidak terjadi gelombang. Bilamana Trase saluran pembawa, mengikuti kondisi lapangan dengan kemiringan relative curam dan panjang maka sebaiknya di desain saluran Flume miring, untuk hal ini untuk menghindari :

Galian yang besar, bilamana di buat drop struktur

Drop struktur yang bertingkat-tingkat Pada desain saluran miring ini sebelum masuk ke saluran got miring tersebut, maka di buat bangunan sebagai berikut :

Bagian Inlet (pamasukan)

Bagian peralihan

Bagian saluran miring itu sendiri

Bagian “ kolam olak” itu sendiri Pada saluran got miring, maka loncatan yang terjadi tidak menimbulkan Hidrolik Jump yang besar. Jadi, biasanya loncatan lemah, sehingga air di hilir ketinggiannya (Tail water depth) tidak terlalu extreme naiknya.

Page 27: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 27

Kondisi dari aliran kritis ke aliran sub kritis tidak melalui loncatan yang extreme, disebut

loncatan bergelombang (Underwater Jump) dengan harga Freude Number sekitar 1,0

s/d 1,7 Perhitungan Hidrolis Pertama-tama kita data elemen Geometrik dari saluran-saluran persegi panjang

1. Luas (Area) : A = b h 2. Watted parameter / penampnag basah (P) :

P = b + 2 h

3. Hidrolik radius / jari-jari Hidrolis (R) :

hb

hb

P

AR

2

Top Width : T = b 4. Kedalaman Hidrolik / Hydraulic Depth (D) :

D = h

5. Faktor penampang / Section Factor (Z) : Z = b h 1,5 Disini panjang loncatan relative pendek, oleh karena itu pengaruh gaya berat air factor gesekan, kemiringan lantai sudut sangat kecil dapat diabaikan, Jadi dengan formula :

1812/1 2

1

2

1 Fy

y

Tinggi air diatas mercu, ialah :

Ha = 3/2

71,1 Bm

Q dimana, Q telah diketahui

Ha = Tinggi air awal diatas mercu, saluran

M = Angka koefisien debit (harga, m = 1,2)

B = Lebar mercu / saluran

ZHagV 2/121

6. dimana, Ha = Tinggi energy diatas mercu

Z = Tinggi jatuh (tinggi kemiringan) g = Gaya gravitasi

7. Angka Freude Number dicari :

1

1

yg

VFR

Sehingga Freude Number diketahui.

Page 28: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 28

Gambar 5.4 Tipe-tipe got miring segi empat (dari USBR, 1978)

5.4 Pintu Pengatur Muka Air Skot Balk ialah, balok-balok kayu yang terlepas satu sama lain, yang disusun vertical,

memotong arah aliran. Banyaknya balok sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pelaksana pengoperasiannya sukar, karena harus diambil satu persatu dan memakan waktu lama serta berat. Kelemahan lainnya ialah, balok-balok tersebut sering hilang dan tidak berumur panjang

Pemasangan Skot balk sekarang, hanya di pasang bilamana pintu berikutnya ada perbaikan atau sedang diganti daun pintu atau dalam waktu pengoperasiannya.

Jadi, pemasangan Skot balk, disiapkan untuk pelaksanaan O & P, baru dipasang dan balok tersebut disimpan dalam Kantor Pengamat Pengairan

Sebagai penggantinya, sekarang di pasang pintu biasa. Daun pintu materialnya dapat dari kayu dengan perkuatan baja U dan besi penguat, diperlengkapi dengan stang untuk mengangkut ke atas.

5.5 Pintu Kayu Atau Besi Dengan Stang Pengangkat Pintu tersebut dapat dibuat dari kayu, dapat juga dibuat dari besi dan debit air mengalir

lewat lubang pintu bagian bawah. Bilamana lebar pintu kurang 1,00 m

b 1,0, bisa di buat dari besi

b 1,0, lebih baik di buat dari kayu dengan perkuatan besi

Karena di daerah local banyak kayu maka, sebaiknya daun pintu di buat dari kayu dan diperkuat dengan besi profil L atau profil U. Perhitungan Hidrolisnya Di dalam saluran selalu ada pintu control (Control Gate) dan melepaskan aliran dari bawah daun pintu (Underflow Gates). Jadi aliran tersebut lewat bawah bangunan pintu, berperilaku sebagai aliran “Orifice”. Disini perlu dipikirkan hal-hal sebagai berikut :

1. Distribusi tekanan hidrostatis terhadap daun pintu 2. Karena tekanan hidrostatis tersebut, kadang daun pintu bergetar dan membuat

sulit dalam operasinya dan hal ini harus dihindari 3. Hubungan antara energy Head dengan debit pengeluaran

Page 29: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 29

4. Waktu mengoperasikan pintu (bilamana daun pintu besar, karena cukup berat, disebabkan tekanan hidrostatis tersebut)

Dengan mempergunakan Persamaan Energi melalui bawah (Orifice) pintu, ialah :

g

VyghLCQ

22

2

11

dimana, C = Koefisien debit L = Lebar pintu h = Tinggi bukaan pintu y1 = Kedalaman di dalam saluran (Upstream) Dalam praktek, maka :

Velocity head

g

V

2

2

1 dapat diabaikan

Jadi, rumus debit menjadi :

12 yghLCQ

dimana, C = Koefisien, tergantung dari kondisi bentuk dari pintu dan hubungan kedalaman hulu serta kedalaman hilir Pada waktu pembukaan pintu, maka arus air yang mengalir sangat deras, dengan kecepatan tinggi (High Velocity Jet) dan mampu menggerus di daerah dasar lantai. Bilamana hal tersebut diperlukan dapat diperlukan dengan mempergunakan peredam energy Stilling Basin.

Page 30: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 30

Bab 6 BANGUNAN PENGUKUR

DEBIT

Pengendalian aliran dalam saluran terbuka (pengendalian aliran) dilakukan pada Penampang Tertentu dari suatu saluran. Penampang ini merupakan penampang pengendali (Control Section) Berhubung penampang pengendali ini memiliki hubungan yang telah jelas mengenai taraf muka air dengan debitnya berarti selalu merupakan tempat yang cocok untuk pos pengukur dan untuk menggambarkan lengkung debit (Discharge Rating Curve) ; yaitu lengkung yang menggambarkan hubungan antara :

- Kedalaman dengan - Debit pada pos pengukur tersebut.

Z = g

Q Dalam persamaan ini memperlihatkan bahwa hubungan bahwa

hubungan taraf muka air dengan debit secara teoritis tidak tergantung pada kekasaran saluran dan keadaan-keadaan lain yang diluar dugaaan. Sebab itu, penampang aliran keras kritis merupakan suatu penampang pengendali (alat ukur debir air). Di Indonesia telah digunakan berbagai tipe alat ukur, syarat-syarat yang dituntut alat ukur debit :

Dapat digunakan bahan setempat yang mudah Pembuatannya sedapat mungkin mudah. Ketelitian pengukuran cukup baik. Mudah dioperasikan oleh petugas biasa. Tinggi tekanan yang tersedia. Dalam satu sistim jaringan irigasi sedapat mungkin dipergunakan alat ukur satu tipe Biaya pemeliharaan murah.

Salah satu alat ukur yang terkenal ialah : Alat Ukur Parshal Flumes Alat ukur ini dapat dipakai pada bangunan bagi dan bangunan sadap. Keuntungan alat ini ialah : - Dapat mengukur pada tinggi tekanan yang kecil. - Dapat membersihkan sendiri, terhadap endapan-endapan yang terjadi di depan alat ukur. - Tidak dapat dibuat mainan / dirubah oleh orang – orang yang tak bertanggung jawab.

Kerugian lainnya :

- Pembangunannya memerlukan ketelitian dan biayanya mahal dibandingkan dengan alat ukur lainnya. - Memerlukan pekerja yang ahli dalam pembuatannya.

Bentuk Hidrolis : Biasanya selalu dalam keadaan aliran bebas dan mempunyai kedalaman kritis di daerah lehernya dan setelah itu dihilirnya terjadi loncatan dihilirnya. Pada kondisi tertentu, kemungkinan terjadi loncatan tenggelam (The Jump Maybe Merged).

Page 31: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 31

Gambar 6.1 Perbandingan antara bangunan-bangunan pengukur debit yang umum dipakai 6.1 Alat Ukur Ambang Lebar bangunan ukur ambang lebar lebih dianjurkan karena bangunan ini kokoh dan mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.

6.1.1 Tipe Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi energi

hulu lebih kecil dari panjang mercu. Gambar 6.2 dan 6.3 memberikan contoh alat ukur ambang lebar.

Page 32: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 32

Gambar 6.2 alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan

Gambar 6.3 Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan peralihan penyempitan

6.1.2 Perencanaan Hidrolis persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat adalah :

Q = Cd Cy 2/3 g3/2 bc h1 1,50

Dimana : Q = debit, m3/dt Cd = koefisien debit

= 0,93 + 0,10 L

H1 , untuk 0,1 < L

H1 < 1,0

H1 = tinggi energi di hulu, m L = panjang mercu, m CV = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi, m/dt3 (≈ 9,8) bc = lebar mercu, m h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m. Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar 6.4, yang memberikan harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.

Page 33: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 33

Gambar 6.4 Cv sebagai fungsi perbandingan Cd A* / A1

Persamaan debit alat ukur ambang lebar untuk bentuk trapesium adalah : Q = Cd {bc yc + mc

2} {2g (H1 – yc)0,5

Dimana : bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m Yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m M = kemiringan samping pada bagian pengontrol, 1:m Simbol-simbol lain seperti pada persamaan sebelumnya. 6.2 Alat Ukur Pintu Romijn

Gambar 6.2 Sketsa isometris alat ukur Romijn

Page 34: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 34

Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan irigasi. Agar dapat berderak mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang diatas pintu sorong. Pintu ini dihubungkan denga alat pengangkat. Alat ukur ini banyak dikembangkan di saluran Irigasi peninggalan desain Pemerintah Belanda dan oleh Direktorat Irigasi dibuat standar demi keseragaman dan kemudahan E & P serta pemesannya. Alat ukur ini dipasang pada bangunan bagi, bangunan sadap, maupun bangunan bagi dan sadap.

Pembagian dari saluran induk dengan saluran sekunder atau dari saluran sekunder ke saluran sekunder cabang ataupun dari saluran sekunder tersier, atau langsung ke saluran quarter, dan seterusnya.

6.1.1 Stuktur bangunan

Ialah dua plat baja (di bagian atas dan bawah) di tempat dalam Spooning. Kedua plat ini sebagai batasan gerakan ke atas dan ke bawah lihat gambar.

Plat bagian atas sekaligus sebagai mercu ambang lebar, dapat digerakkan ke atas dan bawah dan dihubungkan dengan stang pengangkat.

Plat bagian bawah diikatkan di bawah dalam kedudukan dimana sisi plat atas merupakan batas paling rendah dari gerakan plat ambang.

Alat ini dipasang tegak lurus dengan arah aliran dan sisi plat ambang atas dibulatkan.

6.1.2 Kapasitas dan karakteristik

Kapasitas maximum untuk satu alat ukur ialah : 450 I/det dengan lebar pintu

tersebut b = 1,30 m , dan panjang ambang 0,60 m. Pada debit Q ≤ 900 I/det maka dipasang 2 pintu Romeyn. Ketinggian hulu dari ambang H maximum ialah : 0,35 m Bilamana ketinggian H = 0,05 m pintu Roymen ini mampu mengukur ketelitian

dengan baik yaitu ketelitiannya dapat mencapai 90 %.

6.1.3 Perhitungan hidrolis

Debitnya ialah : Q = C b H 2/3 C disini adalah koefisien debit Dalam praktek biasanya dipakai rumus : Q = 1,71 b H 3/2

Q = Cd . Cv.(2/3 g3/2 ) bc.hi1/5

dimana, Cd = koefisien debit Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi, m/dt2 (=9,8) bc = lebar meja hi = tinggi energi di hulu di atas meja 6.3 Alat Ukur Crump de Gruyter

Alat ukur Crump de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher panjang yang dipasangi pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Bangunan ini dapat dipakai untuk mengukur maupun mengatur debit (lihat Gambar 6.3). Alat ini ditempatkan pada :

Bangunan bagi, primer dengan sekunder Bangunan bagi, sekunder dengan sekunder lainnya Bangunan sadap, sekunder dengan tersier Diperuntukkan debit pengukuran Q > 900 l/det

Page 35: Teknik Irigasi

Materi Kuliah Irigasi 35

6.3.1 Perencanaan Hidrolis Rumus debit untuk alat ukur ini adalah

Q = Cd b w )(2 1 whg

Dimana : Q = debit, m3/dt Cd = koefisien debit (= 0,94) b = lebar bukaan, m w = tinggi bukaan pintu g = percepatan gravitasi, m/dt2 (= 9,8) h1 = tinggi air di ambang, m

Gambar 6.3 Gambar perencanaan alat ukur Crump de Gruyter 6.3.2 Konstruksi

Air mengalir lewat lubang persegi empat, dengan kedua sisi kanan dan kiri dibatasi

oleh dinding tegak. Di lantai bawah (bagian bawah) marupakan suatu ambang lebar (Broathed Crest

Weir) dengan ambang pendek, sedangkan bagian atasnya ialah daun yang dapat diturunkan dan dinaikan.

6.3.3 Kapasitas dan karakteristik

Bilamana debit Q lebih besar dari Q > 900 l/dt alat ukur ini dipasang. Kapasitas pengukuran ini maximum (Q max) sama dengan kapasitas saluran.

Ketelitian pengukuran ( γ ) yaitu : min

max

Q

Q diambil antara 1 ~ 10

Jadi, didalamnya air minimum (Y minimum) di bawahnya pintu ditentukan oleh ketelitian alat ukur dengan ketentuan γ min = 0,02 m.

Disini dibuat daftar variasi tinggi bukaan pintu ( Y )

γ K γ K

1 2 3 4 5

0,620 0,386 0,495 0,575 0,620

0,167 0,386 0,495 0,575 0,620

6 7 8 9

10

0,065 0,055 0,040 0,044 0,40

0,665 0,690 0,715 0,735 0,750