Tek. Hidrogen n Fuel Cell
Transcript of Tek. Hidrogen n Fuel Cell
A. PENDAHULUAN
Gasifikasi ialah proses konversi biomasa menjadi sebuah bahan bakar
gas dengan pemanasan dalam sebuah media gasifikasi, misalnya udara,
oksigen, atau uap air. Berbeda dengan proses pembakaran di mana hanya
terjadi satu kali reaksi oksidasi, proses gasifikasi terdiri dari dua kali reaksi
oksidasi. Proses gasifikasi meliputi proses biokimia dan termokimia, namun
gasifikasi pada umumnya menggunakan proses termokimia (Kendry, 2001).
Metode gasifikasi terdiri dari pirolisa, oksidasi parsial, dan
hidrogenasi. Pirolisa biasanya diterapkan untuk menghasilkan “gas kota”
(20000-23000 kJ/m3) untuk keperluan penerangan dan pengolahan makanan.
Oksidasi parsial biasa digunakan untuk menghasilkan “gas produser”
(komponen utama: CO dan H2), bahan bakar yang digunakan bisa berupa
padat, cair, atau gas. Sedangkan hidrogenasi biasanya dilakukan untuk
memperoleh CH4 langsung dari bahan bakar padat (Higman and Burgt, 2003).
B. REAKSI
Reaksi yang mungkin terjadi di dalam gaisifier dapat dinyatakan
sebagai berikut:
C + ½O2 CO −111MJ/kmol
CO + ½ O2 CO2 −283MJ/kmol
C + O2 CO2 −394MJ/kmol
Reaksi di atas menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan 28% panas
pembakaran sempurna karbon murni pada konversi karbon padat menjadi CO,
sedangkan 72% panas pembakaran yang masih tersisa dapat dikonversi
menjadi gas (CO2).
Pada praktiknya, bahan bakar tidak hanya mengandung karbon tapi
juga hidrogen, sehingga persentase panas pembakarannya dapat menjadi 75
sampai 88%. Produk gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi biasanya
berupa CO dan H2, di mana gas tersebut mempunyai peranan penting dalam
industri kimia. Reaksi yang terjadi:
C + H2O CO + H⇄ 2 +131 MJ/kmol (water gas shift)
CO + H2O H⇄ 2 + CO2 - 41 MJ/kmol (CO shift)
Gas CO dan H2 dari proses gasifikasi dapat diaplikasikan dalam industri
kimia, antara lain:
o Bahan baku pembuatan amoniak dan methanol
o Bahan baku FT process untuk produksi bahan bakar cair
o Bahan baku peembuatan asam asetat anhydride.
(Higman and Burgt, 2003)
C. APLIKASI GASIFIKASI
C.1 GASIFIKASI BATUBARA
C.1.1 JENIS DAN SIFAT BATUBARA
Tabel C-1 Jenis dan Sifat-Sifat Batubara
Jenis Sifat Fisik & Kimia
Lignit
(Brown Coal)
- Kandungan air, abu, dan zat volatil tinggi
- Nilai kalornya rendah
- Kandungan sulfurnya rendah
- Mudah terbakar secara spontan
Sub-bituminus - Kandungan air, abu, dan zat volatil cukup tinggi
- Nilai kalornya relatif cukup tinggi
- Kandungan sulfurnya tinggi
- Mudah terbakar secara spontan
Bituminus - Kandungan air, abu, dan zat volatil tergolong sedikit
- Kandungan sulfurnya tinggi
- Nilai kalornya tinggi
- Temparatur nyala tinggi
Antrasit -Kandungan air, abu, dan zat terbang sangat sedikit
- Kandungan sulfur dan karbonnya cukup tinggi
- Nilai kalornya sangat tinggi
- Keras, tidak rapuh, sangat getas dan homogen
Tabel C-2 Persentasi Oksigen, Air, dan Abu pada Berbagai Jenis Batubara
Jenis Oksigen (kering,
bebas abu)
Uap / moisture
(bebas abu)
Abu
(kering)
Lignit 25% 30% >5%
Bituminous 5% 5% >5%
Antrasit 2% 4% >5%
(Tricahyandaru dan Priambodo, 2008)
Tabel C-3 Kandungan dari Berbagai Jenis Batubara
C.1.2 PROSES GASIFIKASI
Proses gasifikasi dengan bahan baku batubara dapat dilakukan
menggunakan gasifier tipe moving-bed. Proses pada moving-bed gasifier ini
merupakan proses tertua dalam dunia gasifikasi. Dalam moving-bed
gasifier dengan bahan baku batubara, terdapat dua proses gasifikasi, yakni
Lurgi Dry Ash Proses dan British Gas/Lurgi (BGL) Slagging Gasifier.
(Higman and Burgt, 2003)
1. The Lurgi Dry Ash Process
Inti dari proses Lurgi adalah reaktor, di mana hembusan dan aliran
syngas mengalir ke atas secara counter current untuk bahan baku batubara
(Gambar C-1).
Batu bara dipasok dari sebuah bunker overhead ke dalam lock
hopper yang diisolasi dari reaktor selama pemuatan, lalu ditutup, ditekan
dengan syngas, dan dialirkan menuju reaktor. Reaktor dengan demikian
diberi muatan secara siklik.
Bejana reaktor itu sendiri berupa bejana tekan berdinding ganda di
mana ruang annular antara dua dinding diisi dengan air mendidih. Ini
memberikan pendinginan dinding intensif bagi area reaksi sekaligus
menghasilkan steam dari panas yang hilang melalui dinding reaktor. Steam
dihasilkan pada tekanan serupa dengan tekanan gasifikasi, sehingga
memungkinkan sebuah dinding bagian tipis yang meningkatkan efek
pendinginan.
Batubara dari lock hopper didistribusikan menuju reaktor dengan
perangkat distribusi mekanis, dan kemudian bergerak perlahan-lahan turun
melalui bed dengan menjalani proses pengeringan, gasifikasi
devolatilization, dan pembakaran. Abu dari pembakaran ungasified char
dibuang dari ruang reaktor melalui perapian berputar menuju ash lock
hopper. Di zona perapian abu mengalami proses precool, dengan
menggunakan embusan masuk (oksigen dan uap), menjadi sekitar 300-
400oC.
Embusan itu masuk ke dalam reaktor melalui bagian bawah dan
didistribusikan di bed oleh perapian. Dengan mengalir ke atas, embusan
tersebut dipanaskan oleh abu sebelum mencapai zona pembakaran dimana
oksigen bereaksi dengan char untuk CO2. Pada titik ini suhu dalam reaktor
mencapai tingkat tertinggi (Gambar C-3). CO2 dan uap kemudian bereaksi
dengan batubara di zona gasifikasi untuk membentuk karbon monoksida,
hidrogen, dan metana. Komposisi gas di outlet dari zona gasifikasi
tergantung pada tiga reaksi gasifikasi heterogen: water gas, Boudouard, dan
methanation.
Meskipun gambaran proses dalam bentuk empat zona, harus
ditekankan bahwa transisi dari satu zona ke zona berikutnya adalah
bertahap. Hal ini terutama pada transisi dari zona pembakaran ke zona
gasifikasi. Reaksi gasifikasi endotermik sudah dimulai sebelum semua
oksigen habis dalam pembakaran. Dengan demikian temperatur puncak
aktual lebih kecil dari hitungan dengan asumsi model zonal murni (Gambar
C-3). Gas meninggalkan zona gasifikasi, kemudian memasuki zona atas
reaktor dimana panas dari gas digunakan untuk proses dovlatize, panaskan,
dan pengeringan batubara yang masuk. Dalam proses ini gas didinginkan
dari sekitar 800oC di outlet gasifikasi menjadi sekitar 550oC di outlet
reaktor.
Hasil dari aliran counter-current ini adalah metana yang relatif
tinggi dari gas outlet. Di sisi lain, bagian dari produk devolatilization yang
terkandung tidak bereaksi dalam gas sintesis, khususnya ter, fenol dan
amonia, juga tersebar luas spesies hidrokarbon lainnya. Pembuangan
sebagian besar bahan ini terjadi di outlet reaktor dengan pendingin di mana
sebagian besar hidrokarbon bertitik didih tinggi dan debu dibawa dari
reaktor yang terkondensasi dan / atau dicuci dengan gas liquor dari bagian
kondensor.
Gambar C-1 Lurgi Dry Ash Gasifier
Gambar C-2 Diagram Alir Proses Lurgi Dry Ash Gasifier
Gambar C-3 Profil Temperatur dan Komposisi Gas pada Lurgi Dry Ash
Gasifier
2. British Gas/Lurgi (BGL) Slagging Process
Bagian atas dari gasifier tipe BGL sama seperti gasifier tipe Lurgi
Dry Ash, meski untuk beberapa aplikasi mungkin refraktori berbaris,
distributor dan pengaduk dihilangkan. Walau bagaimanapun, bagian bawah
sepenuhnya ialah desain ulang, seperti dapat dilihat pada Gambar 5-5.
Berbeda dengan gasifier tipe Lurgi Dry Ash, BGL tiada punya
perapian. Perapian pada Lurgi Dry Ash Gasifier mempunyai dua tujuan,
yakni distribusi campuran oksigen-uap dan pemisahan abu. Dalam gasifier
BGL fungsi tersebut dilakukan oleh sistem tuyères (air-cooled tabung) yang
terletak tepat di atas bak abu-cair (molten-ash bath). Tuyères juga mampu
memasukkan bahan bakar lain ke dalam reaktor. Ini termasuk pula produk
mentah pirolisis dari gas, serta batubara halus yang tidak dapat dimasukan
dari bagian atas reaktor karena risiko penyumbatan.
Bagian bawah reaktor menyertakan sebuah bak abu-cair (molten
slag bath). Abu cair dikeringkan melalui tap terak ke dalam ruang
pendinginan terak, di mana selajutnya dipadamkan dengan air dan
dipadatkan. Abu padat dibuang melalui slag lock.
Gambar C-4 British Gas/Lurgi (BGL) Slagging Gasifier
(Higman and Burgt, 2003)
C.1.3 HASIL GAS PRODUK GASIFIKASI
Tabel C-4 Perbandingan Performansi Berbagai Jenis Moving-Bed Gasifier
(Supp 1990; Lohmann and Langhoff 1982)
C.2 GASIFIKASI BIOMASSA
C.2.1 KARAKTERISTIK BIOMASSA
Istilah biomassa mencakup berbagai bahan yang
memiliki kegunaan, baik sebagai bahan bakar atau bahan
baku, yang berasal dari makhluk hidup. Definisi ini jelas
tidak termasuk bahan bakar fosil tradisional, karena
meskipun biomassa juga berasal dari tanaman (batubara)
atau hewani (minyak dan gas) hidup, yang telah
membutuhkan jutaan tahun untuk terkonversi ke bentuk
mereka saat ini.
Biomassa terdiri dari limbah pertanian, kehutanan,
dan peternakan. Biomassa ini bukan merupakan bahan
bakar industri utama, namun bisa memasok 15-20% dari
penggunaan total bahan bakar di dunia. Ini digunakan
terutama di negara nonindustrial untuk pemanasan dan
dapur domestik. Di negara-negara industri, penggunaan
biomassa sebagai bahan bakar sebagian besar terbatas
pada penggunaan by-product dari sektor kehutanan dan
industri kertas juga gula. Meskipun demikian,
penggunaannya didorong pula dengan alasan strategi untuk
pengurangan CO2 (Higman and Burgt, 2003).
Tabel C-5 Perbandingan Komponen Berbagai Jenis Biomassa
(Arbon 2002; Quaak, et.al. 1999)
C.2.2 PROSES GASIFIKASI
Twin Fluid-Bed Steam Gasification
The SilvaGas Process
Proses gasifikasi atmosferis dua tahap ini dikembangkan oleh
Battelle, dan unit percontohan komersial pertama dilakukan dengan
kapasitas umpan 200 ton/hari dibangun di Burlington, Vermont.
Komersialisasi proses telah diambil alih oleh Future Energy Resources
(FERCO), yang memasarkannya dengan nama SilvaGas. Gas pada unit
percontohan dikeluarkan ke dalam boiler biomassa dan kemudian digunakan
dalam turbin pembakaran.
Prinsip proses SilvaGas (Gambar C-5) serupa dengan catalytic
cracker dalam sebuah kilang minyak atau dengan proses Flexicoker Exxon.
Dua fluid-bed reaktor digunakan pada proses tersebut. Pada salah satu,
proses endoterm terjadi dalam proses SilvaGas untuk gasifikasi biomassa.
Panas yang diperlukan untuk reaksi diberikan oleh benda padat panas (pasir,
katalis, atau coke), yang dipanaskan oleh reaksi eksotermik dalam reaktor
kedua.
Seperti proses gasifikasi biomassa pada umumnya, tahap persiapan
feedstock penting, di mana ukuran biomassa diperkecil menjadi 30-70 mm
(menyerupai chip) dan ukuran yang terlalu besar atau material asing, seperti
logam, dipisahkan. Biomassa diumpankan ke gasifier lalu dicampur dengan
pasir panas (sekitar 980oC) dan uap. Selama reaksi cracking endotermik
berikutnya, gas hidrokarbon ringan terbentuk bersama hidrogen dan karbon
monoksida. Setelah pemisahan pembawa panas (heat carrier) dan gas di
siklon, pembawa panas yang sudah relatif dingin dan char sisa yang tidak
bereaksi yang dibuang ke ruang bakar atau regenerator. Pasir dipanaskan
kembali dalam ruang bakar melalui pembakaran arang dengan udara. Pasir
yang sudah dipanaskan akan dipindahkan dari gas buang oleh pemisah
siklon dan kembali ke gasifier.
Syngas dari gasifier biasanya masih mengandung
sekitar 16 g/m3 tars. Pada penggunaan untuk tujuan tertentu
(misalnya, untuk bahan bakar turbin gas), tars ini harus
dihilangkan. Cracking catalysts, seperti yang digunakan
dalam industri perminyakan, digunakan untuk memecah
hidrokarbon berat. Proses yang kontinu menghasilkan biaya
katalis yang lebih rendah untuk aplikasi ini. Syngas
dibersihkan dengan scrubber untuk menghilangkan alkali
dan partikulat. Gas buang merupakan sumber panas yang
penting. Menggunakan gas ini untuk pengeringan awal feed
biomassa membantu meningkatkan efisiensi proses, tapi
alternatif penggunaan seperti produksi uap juga dapat
diterapkan jika kondisi spesifik lokasi mendukung.
Gambar C-5 Twin Fluid-Bed Steam Gasifier
(Paisley and Overend, 2002)
C.1.3 HASIL GAS PRODUK GASIFIKASI
Tabel C-6 Komposisi Gas Proses SilvaGas dari Unit
Demonstrasi Burlington
Biomass gasification
Kapasitas: 200 ton/hari
Ukuran partikel: 30–70 mm
T pasir = 980 oC
(Paisley and Overend, 2002)
D. KESIMPULAN
Dari proses gasifikasi dengan bahan baku batubara dan biomassa
dengan tipe gasifier yang berbeda, diperoleh komposisi produk gas dengan
persentase yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada tabel D-1.
Tabel D-1 Komposisi Produk Gas dari Batubara dan Biomassa
dengan Berbagai Macam Tipe Gasifier
Jenis
Gas
Produk
Batubara Biomassa
Dry Ash
Gasifier
Slagging
Gasifier
Twin Fluid-Bed
Gasifier
H2, mol% 42.15 31.54 22.0
CO, mol
%15.18 54.96 44.4
CO2, mol
%30.89 3,46 12.2
CH4, mol
%8.64 4.54 15.6
CnHm,mol
%0.79 0.48 5.8
DAFTAR PUSTAKA
Arbon, I. M., 2002, Worldwide Use of Biomass in Power Generation and
Combined Heat and Power Schemes.
Higman, C., and Burgt, M.vd., 2003, Gasification, USA: Elsevier Science.
Lohmann, C., and Langhoff, J, 1982, The Development Project ‘Ruhr 100’—an
Advanced Lurgi
Gasifier, Lausanne: Paper presented at 15th World Gas Conference.
McKendry, P., 2001, Energy Production from Biomass: Gasification
Technologies, UK: Applied Environmental Research Centre Ltd.
Paisley, M. A., and Overend, R. P., 2002, Verification of the Performance of
Future Energy Resources SilverGas Biomass Gasifier – Operating
Experience in the Vermont Gasifier, Pittsburgh: Paper presented at 19th
International Pittsburgh Coal Conference.
Quaak, P., et. al., 1999, Energy from Biomass: A Review of Combustion and
Gasification Technologies. Washington, DC: World Bank.
Supp, E., 1990, How to Produce Methanol from Coal, Berlin:Springer.
Tricahyandaru, F., dan Priambodo, Y. D., 2008, Pengembangan dan Studi
Karakteristik Gasifikasi Batubara Sub-Bituminus Menggunakan Reaktor
Jenis Fix Bed Downdraft Gasifier, Jakarta: UI Press.
Tugas Mata Kuliah Teknologi Hidrogen dan Fuel Cell (TK6092)
PRODUKSI HIDROGEN DENGAN
PROSES GASIFIKASIDosen Pengampu : Inayati, Ph.D
Disusun Oleh :
Muhammad Rio Johan I 0508056
Chekly Permatasari I 0508084
Intan Kelud Pertiwi I 0508095
Muhammad Arif Maulana I 0508107
Surya Haditya I 0508117
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012