Tebu

22
BAB 10. TEBU PENGENALAN TANAMAN Tebu diduga pertama kali ditemukan di New Guinea pada 6000 SM. Namun, budidaya tanaman ini baru dilakukan pada 1400-1000 SM di India. Dalam bahasa latin, tebu dikenal dengan sebutan 'saccharum', yang berasal dari kata 'karkara' dalam bahasa Sanskrit atau 'sakkara' dalam bahasa Prakrit. Setelah mengalami persilangan dengan spesies- spesies liar dari India dan Cina, sejak 1000 SM tanaman ini menyebar secara berangsur-angsur ke berbagai belahan dunia, khususnya wilayah tropis, seperti : Hawaii, Mediterania, Karibia, Amerika, akhirnya sampai ke kepulauan Melayu. Saat ini, budidaya tebu telah dilakukan di lebih dari 70 negara di dunia, antara lain : India, Cuba, Brasil, Mexico, Pakistan, Cina, Filipina, Thailand, Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini (www.ikisan.com , 2000; Kuntohartono dan Thijsse, 2007). Morfologi tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 2. Tebu merupakan sejenis rumput-rumputan yang memiliki ketinggian sekitar 2-4 meter. Secara garis besar, tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu : - Akar : berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih 1

Transcript of Tebu

Page 1: Tebu

BAB 10. TEBU

PENGENALAN TANAMAN

Tebu diduga pertama kali ditemukan di New Guinea pada 6000 SM. Namun,

budidaya tanaman ini baru dilakukan pada 1400-1000 SM di India. Dalam bahasa

latin, tebu dikenal dengan sebutan 'saccharum', yang berasal dari kata 'karkara'

dalam bahasa Sanskrit atau 'sakkara' dalam bahasa Prakrit.

Setelah mengalami persilangan dengan spesies-spesies liar dari India dan

Cina, sejak 1000 SM tanaman ini menyebar secara berangsur-angsur ke berbagai

belahan dunia, khususnya wilayah tropis, seperti : Hawaii, Mediterania, Karibia,

Amerika, akhirnya sampai ke kepulauan Melayu. Saat ini, budidaya tebu telah

dilakukan di lebih dari 70 negara di dunia, antara lain : India, Cuba, Brasil,

Mexico, Pakistan, Cina, Filipina, Thailand, Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini

(www.ikisan.com, 2000; Kuntohartono dan Thijsse, 2007).

Morfologi tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 2. Tebu merupakan

sejenis rumput-rumputan yang memiliki ketinggian sekitar 2-4 meter. Secara garis

besar, tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu :

- Akar : berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih

- Batang : berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, penampang

melintang agak pipih, berwarna hijau kekuningan

- Daun : berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8 cm, permukaan kasar

dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua

- Bunga : berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm.

1

Page 2: Tebu

Gambar 1 : Tanaman Tebu

Sumber Foto : Website Direktorat Budidaya Tanaman Semusim-Deptan

Gambar 2 : Morfologi Tanaman Tebu

Budidaya tebu merupakan upaya manusia untuk mengoptimalkan kondisi

tanaman tebu agar memperoleh sumberdaya alam yang dibutuhkannya, sehingga

diperoleh hasil panen yang maksimal, baik dilihat dari sisi produktivitas maupun

2

Page 3: Tebu

dari sisi kualitas. Tanaman tebu yang banyak dibudidayakan di Indonesia

umumnya berasal dari spesies saccharum officinarum (www.ikisan.com, 2000),

dengan berbagai varietas, antara lain POY 3016, PS 30, PS 41, PS 38, PS 36, PS

8, BZ 132, BZ 62.

Secara umum, keberhasilan budidaya tebu sangat ditentukan oleh kondisi

agroklimat (iklim, topografi dan kesuburan tanah). Tanaman tebu akan tumbuh

optimal di wilayah tropis yang lembab, yaitu : berada di antara 350 LS - 390 LS,

ketinggian tanah 0 - 1.500 mdpl, suhu udara 28 - 340C, kelembaban minimal 70%,

sinar matahari 7 - 9 jam/hari, dan curah hujan 200 mm/bulan.

Pertumbuhan tebu juga didukung oleh sifat-sifat fisik dan kimia dari tanah,

seperti : drainase/permeabilitas, tingkat kemasaman, tekstur, serta kandungan

organik dan hara tanah. Meskipun tanaman tebu dapat tumbuh pada hampir semua

jenis tanah, namun pertumbuhannya akan optimal apabila ditanam pada tanah

yang subur, memiliki drainase yang baik (cukup air tetapi tidak tergenang) dan

tingkat kemasaman (pH) sekitar 6-7. Sementara tekstur tanah yang sesuai bagi

pertumbuhan tebu adalah sedang sampai berat atau menurut klasifikasi tekstur

tanah (Buckman and Brady, 1960) adalah lempung, lempung berpasir, lempung

berdebu, liat berpasir, liat berlempung, liat berdebu dan liat atau yang tergolong

bertekstur agak kasar sampai halus. Ketersediaan unsur hara minimal yang

dibutuhkan oleh tanaman tebu, antara lain adalah : kadar N total 1,5 ppm; kadar

P2O5 75 ppm; dan kadar K2O 150 ppm (data P3GI).sumber bukunya atau laporan

Pertumbuhan tanaman tebu umumnya berlangsung selama kurang lebih 12

bulan, terhitung mulai ditanam hingga dipanen. Tanaman tebu mengalami 4

(empat) fase pertumbuhan, yaitu :

1. Fase perkecambahan (germination phase), yaitu dimulai sejak penanaman

hingga pembentukan kecambah pada bud (mata), berlangsung selama 30-45

hari, dengan faktor-faktor berpengaruh antara lain : kadar air, suhu dan aereasi

tanah, kadar air, kadar gula tereduksi, status nutrien akar.

2. Fase pertunasan (tillering phase), yaitu fase pembentukan tunas yang akan

menentukan populasi tanaman, berlangsung kurang lebih 75 hari, dengan

faktor-faktor berpengaruh : sinar matahari, varietas, suhu, kadar air, pupuk.

3

Page 4: Tebu

3. Fase pemanjangan batang (grand growth phase), yaitu fase perpanjangan

batang tebu, berlangsung sekitar 120-150 hari. Dalam kondisi yang optimal,

dimana kebutuhan air, pupuk, suhu udara dan sinar matahari terpenuhi,

kecepatan perpanjangan batang dapat mencapai 4-5 ruas per bulan.

4. Fase pematangan (maturity and ripening phase), yaitu fase pembentukan dan

penyimpanan gula, berlangsung sekitar 90 hari. Air dan makanan yang diserap

oleh akar diangkut menuju daun. Dengan bantuan sinar matahari, bahan-bahan

tersebut akan bereaksi dengan karbondioksida di udara untuk membentuk gula

(sukrosa). Gula yang terbentuk disimpan di dalam batang, dimulai dari bagian

bawah dan berangsur-angsur naik ke bagian atas batang.

Pada pola monokultur, penanaman tebu umumnya dilakukan : (1) pada

bulan Juni - Agustus untuk tanah berpengairan, atau (2) pada akhir musim hujan

untuk tanah tegalan atau sawah tadah hujan. Penanaman tebu meliputi berbagai

kegiatan, yaitu : Persiapan bibit, berupa bibit pucuk, bibit batang muda, bibit

rayungan atau bibit siwilan, dengan kebutuhan sekitar 20.000 bibit per hektar,

Persiapan tanah, meliputi kegiatan pembuatan parit dan lubang tanam,

Penanaman, dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (1) bibit diletakkan di sepanjang

aluran, ditutup tanah setebal 2-3 cm, dan disiram; (2) bibit diletakkan melintang di

sepanjang selokan, dengan jarak tanam 30-40 cm.

Pemeliharaan tanaman tebu dilakukan secara bertahap, yaitu :

1. Penyulaman tanaman yang tidak tumbuh dengan baik

2. Penyiangan gulma di sekitar tanaman

3. Pembubunan tanah, meliputi pembersihan rumput-rumputan, pembalikan

guludan, penghancuran dan penambahan tanah

4. Perempalan atau pengeletekan, untuk melepaskan daun-daun kering pada

ruas-ruas tebu, umumnya dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu : sebelum gulud

akhir, umur 7 bulan dan 4 minggu sebelum tebang

5. Pemupukan, umumnya dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu : Pada saat tanam

hingga 7 hari setelah tanam, dengan dosis anjuran: 7 gram urea, 8 gram TSP

dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl per

hektar) dan 30 hari setelah pemupukan pertama, dengan dosis anjuran: 10

gram urea per tanaman (200 kg urea per hektar)

4

Page 5: Tebu

6. Pengairan dan penyiraman, minimal dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu : pada

saat penanaman, fase pertumbuhan vegetatif dan fase pematangan

7. Pengendalian hama (penggerek, tikus) dan penyakit (fusarium pokkahbung,

dongkelan, noda kuning, penyakit nanas, noda cincin, busuk bibit, blendok,

virus mozaik) secara rutin.

Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat tebu mencapai masak, yaitu

kondisi dimana kandungan gula di sepanjang batang seragam, kecuali pada

beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Pada umumnya, kemasakan

tebu akan terjadi pada usia tanaman sekitar 12 bulan, dan kriteria yang umumnya

digunakan untuk menilai kematangan tebu adalah kandungan sukrosa. Analisa

kemasakan tebu pada saat menjelang panen sangat diperlukan untuk mengetahui

waktu panen yang paling tepat agar diperoleh rendemen yang optimal.

POLA PENYEBARAN TANAMAN TEBU DI INDONESIA DAN POTENSI

Budidaya tanaman tebu dapat dijumpai di berbagai wilayah Indonesia,

khususnya Jawa dan Sumatera, dengan pola penyebaran sebagai berikut (Gambar

3.)

Gambar 3 : Peta Penyebaran Tanaman Tebu di Indonesia

5

Page 6: Tebu

Secara keseluruhan, lahan perkebunan tebu di Indonesia saat ini mencapai

kurang lebih 400.000 hektar (Tabel 1.), dimana sebagian besar (lebih dari 95%) di

antaranya berada di Jawa dan Sumatera, dan sisanya berada di Sulawesi.

Tabel 1. Lahan Perkebunan Tebu

Nama Provinsi Luas Kebun (ha) Persentase (%)

Sumatera Utara 13.140 3,30

Sumatera Selatan 12.479 3,13

Lampung 105.915 26,59

Jawa Barat 21.956 5,51

Jawa Tengah 50.958 12,80

DI Yoyakarta 3.282 0,82

Jawa Timur 171.915 43,17

Sulawesi Selatan 9.398 2,36

Gorontalo 9.217 2,31

TOTAL 398.260 100,00

Sumber : BKPM, 2008.

Secara rinci di bawah ini diuraikan potensi tanaman tebu masing-masing

daerah,yaitu :

a. Jawa Timur

Dengan total lahan tebu seluas 171.915 hektar, saat ini wilayah Jawa Timur

merupakan sentra gula terbesar di Indonesia. Departemen Perindustrian

melaporkan bahwa pada tahun 2008 Indonesia memiliki 58 pabrik gula (PG),

dimana 31 PG tersebut beroperasi di wilayah Jawa Timur dengan kapasitas giling

total mencapai 86.278 TCD (ton cannes per day). Di wilayah ini, perkebunan tebu

sangat didominasi oleh perkebunan rakyat, sementara pengelolaan pabrik gula

dilakukan oleh BUMN, yaitu PTPN X mengelola 11 PG berkapasitas 34.300

TCD, PTPN XI mengelola 16 PG berkapasitas 36.278 TCD, dan PT.RNI I

mengelola 4 PG berkapasitas 15.700 TCD.

b. Lampung

Sentra gula terbesar kedua di Indonesia adalah Lampung. Di wilayah ini,

terdapat PG Bungamayang yang dikelola PTPN VII dengan kapasitas giling 6.250

TCD, dan 4 buah PG berskala besar yang dikelola perusahaan swasta, yaitu PT

6

Page 7: Tebu

Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan

PT Gunung Madu Plantation, dengan kapasitas produksi total sebesar 650.000

ton/tahun. Saat ini, telah beroperasi sebuah pabrik etanol berskala besar yaitu PT

Indo Lampung Distillery, dengan kapasitas produksi sebesar 50 juta liter/tahun.

c. Jawa Barat

Budidaya tebu terkonsentrasi di wilayah Pantura (Cirebon, Majalengka,

Subang dan Kuningan), dan didominasi oleh lahan tegalan tanpa irigasi. Saat ini,

wilayah Jawa Barat memiliki 5 PG dengan kapasitas giling total 13.400 TCD.

d. Jawa Tengah

Perkebunan tebu di wilayah Jawa Tengah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :

(1) wilayah Pantura Barat (Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes), pengelolaan

kebun oleh PG pada tanaman pertama, kemudian keprasannya dilanjutkan oleh

petani, serta (2) wilayah Pantura Selatan dan Timur (Sragen, Tasikmadu, Klaten,

Rembang, Pati, Kudus), pengelolaan kebun oleh rakyat. Saat ini, wilayah Jawa

Tengah memiliki 8 PG dengan kapasitas giling total 18.985 TCD.

e. Wilayah Lainnya

Wilayah lain yang telah melakukan budidaya tebu adalah Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Gorontalo, namun dalam

jumlah yang masih sangat terbatas. Pabrik gula yang beroperasi di wilayah

tersebut berjumlah 8 PG, dengan rincian : 2 PG di Sumatera Utara (8.000 TCD), 1

PG di Sumatera Selatan (5.000 TCD), 1 PG di Yogyakarta (3.250 TCD), 3 PG di

Sulawesi Selatan (8.000 TCD) dan 1 PG di Gorontalo.

Secara ringkas, kinerja perkebunan tebu dan pabrik gula Indonesia selama 5

tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 : Data Statistik Tebu dan Gula Indonesia (2004 – 2008)

7

Page 8: Tebu

Tahun Luas Lahan (hektar)

Produksi Tebu (ton)

Produksi Gula (ton)

Produktivitas (ton tebu/ha)

Rendemen (%)

2004 344.800 26.754.000 2.052.000 77,59 7,67

2005 381.800 31.139.000 2.242.000 81,56 7,20

2006 384.000 29.101.000 2.267.000 75,78 7,79

2007 400.500 33.292.000 2.660.000 83,13 7,99

2008* 405.600 34.707.000 2.780.000 85,57 8,01

Sumber : Ditjenbun 2009 dan P3GI 2008 (diolah)

Pada periode 2004-2009, perkebunan tebu Indonesia telah mengalami

perluasan lahan dari 344.800 hektar menjadi 405.600 hektar, atau rata-rata per

tahun sebesar 15.200 hektar; serta peningkatan produksi tebu dari 26.754.000 ton

menjadi 34.707.000 ton, atau rata-rata per tahun sebesar 2.000 ton. Di sisi lain,

pada periode yang sama produksi gula nasional meningkat dari 2.052.000 ton

menjadi 2.780.000 ton, atau rata-rata per tahun sebesar 182.000 ton.

Kinerja kebun dapat dilihat dari produktivitas lahan yaitu berat tebu yang

dihasilkan per hektar, sementara kinerja pabrik dapat dilihat dari rendemen yaitu

persentase berat gula terhadap berat tebu. Pada tahun 2008, produktivitas lahan

yang dicapai oleh perkebunan tebu di Indonesia rata-rata adalah 85,57 ton per

hektar, dan rendemen yang dicapai oleh pabrik gula rata-rata adalah 8,01%.

PEMANFAATAN SAAT INI

Tebu dapat diolah menjadi berbagai macam produk, baik untuk keperluan

pangan maupun untuk keperluan non pangan, secara umum pohon industri tebu

dapat dilihat pada Gambar 4.

8

Page 9: Tebu

Gula Pasir

Gula Padat

Asam Glutamat MSG

Asam Organik Asam Asetat

Bahan Kimia Lain Etanol

Makanan Ternak Bahan Bakar

Protein Sel Tunggal Ragi Roti

Semen

Bahan Cat

Pupuk

Bahan Bakar

Particle Board Furniture Kertas Koran

Makanan Ternak Kertas Tulis Cetak

Pulp Selulosa Kertas Security Paper

Furfural

Polimer

Pelarut

Furfural Alkohol Bahan Penolong

Industri Logam

Falyor

Pucuk Daun Makanan Ternak

Gula Bahan Makanan

Tebu Nira

Ampas

Makanan dan Minuman

Molasse

Blotong

Gambar 4 : Pohon Industri Tebu (Sumber : Departemen Perindustrian, 2009)

Pengolahan tebu menjadi gula melibatkan serangkaian proses/perlakuan

kimia dan fisika yang saling berkaitan satu sama lain, yang secara skematik dapat

dilihat pada Gambar 5.

9

Page 10: Tebu

Tebu

Air ImbibisiEkstraksi

(St Penggilingan)Ampas (bagasse)

Bahan KimiaKlarifikasi

(St Pemurnian)Blotong

(press cake)

Uap Evaporasi

(St Penguapan)Air kondensat

UapKristalisasi

(St Masakan)Air kondensat

Sentrifugasi (St Puteran)

Tetes (molasse)

Gula

Nira Mentah

Nira Encer

Nira Kental

Masse Cuite

Gambar 5 : Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula

Proses pembuatan gula berbahan baku tebu akan menghasilkan produk

utama berupa gula, serta produk samping berupa tetes (molasse), blotong (mud),

ampas tebu (bagasse).

a. Gula (sucrose)

Sebagai produk utama dari pengolahan tebu, pemanfaatan gula di Indonesia

masih difokuskan untuk keperluan pangan, baik dikonsumsi secara langsung

maupun diolah lebih lanjut menjadi gula rafinasi. Saat ini, nilai rendemen yang

dicapai oleh pabrik gula sangat bervariasi, yaitu sekitar 7-9% untuk pabrik gula

yang dikelola BUMN, dan sekitar 9-11% untuk pabrik gula yang dikelola swasta.

b. Tetes (molasses)

Tetes merupakan produk samping dari proses pemisahan sirup low grade

dan massecuite (masakan). Tetes tidak layak untuk dikonsumsi langsung karena di

dalam tetes terdapat banyak kotoran-kotoran non gula yang dapat membahayakan

kesehatan.

10

Page 11: Tebu

Produksi tetes Indonesia sebesar 1,4 juta ton pada tahun 2007, dengan

rincian : 0,6 juta ton untuk bahan baku etanol, 0,6 juta ton untuk bahan baku MSG

dan pakan ternak, dan sisanya 0,2 juta ton diekspor (Aprobi, 2008).

c. Ampas (bagasse)

Ampas merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu, dengan

komposisi : 46-52% air, 43-52% sabut dan 2-6% padatan terlarut. Departemen

Pertanian melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta

ton/tahun (Dirjenbun, 2008). Dengan asumsi bahwa persentase ampas dalam tebu

sekitar 30-34%, maka pabrik gula yang ada di Indonesia berpotensi menghasilkan

ampas tebu rata-rata sekitar 9,90-11,22 juta ton/tahun.

Saat ini, pemanfaatan ampas yang paling utama adalah bahan bakar boiler di

pabrik gula, di samping sebagai bahan baku partikel board, pulp, dan bahan-bahan

kimia seperti furfural, xylitol, dan plastik.

d. Blotong (filter mud)

Blotong merupakan hasil samping dari proses pemurnian nira, berupa

padatan yang mengandung sekitar 2-3% gula. Sampai saat ini, pemanfaatan

blotong masih terbatas sebagai pupuk.

e. Pucuk Tebu (top cane)

Pucuk tebu merupakan sisa hasil panen banyak digunakan sebagai pakan

ternak baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk awetan (silase).

11

Page 12: Tebu

PROSPEK PEMANFAATAN SEBAGAI BAHAN BAKU BIOENERGI

Bioetanol merupakan jenis bahan bakar nabati yang digunakan sebagai

substitusi bensin. Senyawa bioetanol terbuat dari tumbuh-tumbuhan, baik berupa

bahan bergula, bahan berpati atau bahan berselulosa. Sebagai substitusi bensin,

senyawa etanol dipersyaratkan berupa fuel grade ethanol (FGE) dengan kadar

etanol minimal 99,5%-volume.

Pada umumnya, campuran bahan bakar bensin dan bioetanol dinyatakan

dengan E-X, dimana X menunjukkan persentase bioetanol dalam bahan bakar.

Sebagai contoh, E-10 menunjukkan bahwa bahan bakar tersebut terdiri dari 10%

FGE dan 90% bensin.

Ketersediaan Bahan Baku

Produk samping dari proses pengolahan gula yang sangat potensial untuk

dijadikan bahan baku etanol adalah tetes (molasse), dikarenakan kandungan gula

yang masih sangat tinggi, yaitu sekitar 30-35%. Di samping tetes, produk

samping lain yang dapat dikonversi menjadi etanol adalah ampas (bagasse),

dikarenakan mengandung 37,65% selulosa dan 27,97% hemiselulosa. Namun,

saat ini produksi ampas umumnya terserap habis untuk keperluan bahan bakar

boiler, sehingga ketersediaan ampas untuk keperluan lainnya sangat terbatas.

Sebagaimana telah disampaikan bahwa pada tahun 2008 produksi tebu

nasional sebesar 34,707 juta ton, luas lahan tebu nasional sebesar 405.600 hektar

dan produktivitas lahan rata-rata sebesar 85,57 ton tebu per hektar. Dengan

asumsi bahwa kandungan tetes dalam tebu sebesar 4,5%, maka setiap hektar

kebun tebu berpotensi menghasilkan tetes sekitar 3,85 ton, atau secara nasional

produksi tetes diperkirakan mencapai sekitar 1,56 juta ton pada tahun 2008.

Dengan asumsi bahwa faktor konversi tetes menjadi etanol adalah 1 : 4,

yaitu untuk menghasilkan 1 liter etanol diperlukan bahan baku sebanyak 4 kg

tetes (Aprobi, 2008), maka produksi tetes nasional sebanyak 1,56 juta ton tetes

dapat dikonversi menjadi 0,39 juta kliter etanol (FGE). Berdasarkan perhitungan-

perhitungan di atas, diperoleh bahwa setiap hektar kebun tebu dapat

menghasilkan sekitar 0,96 kliter etanol (FGE). Namun, sekitar 0,6 juta ton tetes

dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri MSG dan pakan ternak (Aprobi,

12

Page 13: Tebu

2008), sehingga tetes yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar hanya sekitar

0,96 juta ton tetes, atau setara dengan 0,24 juta kliter etanol (FGE).

Saat ini, terdapat sebanyak 10 pabrik etanol berbahan baku tebu yang

beroperasi di Indonesia, dengan produksi total sebesar 183,2 juta liter per tahun,

dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3 : Produksi Bioetanol Indonesia (2004 – 2008)

No

NamaPerusahaan

Kapasitas (juta

liter/tahun)

Lokasi

1Molindo Raya Ind 50  

Lawang, Jawa Tengah

2 PTPN XI 7  Jatiroto, Jawa Tengah

3Indo Acidatama 45   Solo, Jawa Tengah

4 Madu Baru 7   Yogyakarta

5PSA Palimanan 7  

Cirebon, Jawa Barat

6 Nabati Saran 3,6  Cirebon, Jawa Barat

7Indo Lampung Dist 50   Lampung

8 Permata Sakti 5   Medan, Sumut9 Molasindo 3,6   Medan, Sumut10 Basis Indah 5   Makassar

Total 183,2    Sumber : SBRC-IPB. 2009

Di sisi lain, kebutuhan bensin dalam negeri saat ini sekitar 20,44 juta kliter

(BPH Migas, 2009). Dalam kondisi saat ini, dimana secara nasional produksi

etanol maksimal hanya sebesar 0,24 juta kliter, maka pencapaian target substitusi

E-5 memerlukan tambahan produksi etanol sebesar 0,76 juta kliter. Penambahan

produksi etanol dapat diperoleh melalui perluasan lahan perkebunan tebu kurang

lebih 800.000 hektar.

Negara lain yang menggunakan bahan baku tebu sebagai bioetanol adalah

Brazil. Negara tersebut merupakan produsen bioetanol terbesar di dunia, dengan

pangsa produksi melampaui 70% dari produksi etanol dunia. Brazil menggunakan

bahan baku berupa tebu (campuran nira dan tetes). Dengan lahan perkebunan tebu

seluas 3,6 juta hektar pada tahun 2006, Brazil telah memproduksi etanol sebanyak

13

Page 14: Tebu

16,3 milyar liter, sehingga produktivitas yang dicapai oleh Brazil pada tahun 2006

sekitar 4.500 liter etanol per hektar, sementara produktivitas yang dicapai oleh

USA sekitar 3.000 liter etanol per hektar.

14

Page 15: Tebu

Daftar Pustakabanyak daftar pustaka tidak ada dalam test

Anonymous. 2007. Flora Kita. Yayasan KEHATI dan Perhimpunan Prosea. Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php

_________. 2008. Informasi Spesies Tebu. Plantamor Situs Dunia Tumbuhan. Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://www.plantamor.com/index.php?plant=1100

_________. 2009. Pohon Industri Tebu. Diakses tanggal 13 Maret 2009. www.google.com/search/pohon_industri.pdf

BKPM. 2008. Komoditi Investasi. Diakses tanggal 9 April 2009. http://regionalinvestment.com/sipid/id/commodity.php?ic=5 .

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia menurut Pengusahaan. Diakses tanggal 9 April 2009. www.google.com/search/tebu.xls

Kuntohartono, T. dan Thijsse, JP. 2007. Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia. Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=698

Kurniawan, Y, Susmiadi, A. dan Toharisman, A. 2005. Potensi Pengembangan Industri Gula sebagai Penghasil Energi di Indonesia. Pengembangan Bioetanol. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2008/12/bioenergi.pdf

Kuswurj, R. 2009. Pemanfaatan Produk Hasil Samping Pabrik Gula. Sugar Technology and Resarch. Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://www.risvank.com/pemanfaatan-produk-hasil-samping-pabrik-gula.html

Sugiyarta, E. 2008. Perkembangan Penataan Terkini Varietas Tebu di Indonesia. Direktorat Pembenihan dan Sarana Produksi. Forum Komunikasi PBT. Diakses tanggal 5 Mei 2009. http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com/2008/12/perkembangan-terkini-penataan-varietas.html

P3GI, Aprobi, DPH Migas, Buckman ????

15