Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

12
Trauma Kranio Serebral (Kuliah dr.Amsar AT, SpDS) PENDAHULUAN Dinamai cedera kranioserebral, karena cedera ini melukai baik bagian kranium (tengkorak) maupun serebral (otak). Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorok, robekan selaput, kerusakan pembuluh darah baik intra maupun ekstra serebral dan kerusakan jaringan otaknya sendiri. Cedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak ) baik pejalan kaki maupun pengendara motor atau mobil. Selain itu, dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru), dan lainnya. Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah saat perawatan bila penatalaksaan nya tidak akurat maka dapat terjadi kematian maupun kecacatan. Penatalaksaan cedera kranio-serebral secara garis besar, dapat dibagi dua yaitu non operatif dan terapi operatif. Terapi non operatif pada pasien cedera kronio-serebral ditujukan untuk : 1. mengontrol fisiologi dan mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intra kranial. 2. mencegah dan mengobati brain swelling (golongan hiperosmolar, diuretik, barbiturat). 3. minimalisasi kerusakan sekunder ( golongan steroid, masih kontroversial). 4. mengobati simptom akibat trauma (gololongan sedatif dan stimulans ). 5. mencegah dan mengobati komplikasi, misal kejang, infeksi (golongan antikonvulsan dan antibiotik). Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus-kasus : 1. Cedera kranio serebral tertutup dengan : a. fraktur impresi (depressed fracture) b. perdarahan epidural (epidural hematom) c. perdarahan subdural (subdural hematom) d. perdarahan intraserebral e. operasi dekompresi misalnya pada kontusio berat dan edema serebri 2. Cedera kranio serebral terbuka dengan : a. Luka pada kulit b. Fraktur multipel c. Dura yang robek disertai laserasi otak d. Liquorhoea e. Pneumoencephali f. Corpus alienum g. Luka tembak DEFINISI 1

Transcript of Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

Page 1: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

Trauma Kranio Serebral(Kuliah dr.Amsar AT, SpDS)

PENDAHULUAN Dinamai cedera kranioserebral, karena cedera ini melukai baik bagian kranium

(tengkorak) maupun serebral (otak). Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorok, robekan selaput, kerusakan pembuluh darah baik intra maupun ekstra serebral dan kerusakan jaringan otaknya sendiri.

Cedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (yang terbanyak ) baik pejalan kaki maupun pengendara motor atau mobil. Selain itu, dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru), dan lainnya.

Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah saat perawatan bila penatalaksaan nya tidak akurat maka dapat terjadi kematian maupun kecacatan. Penatalaksaan cedera kranio-serebral secara garis besar, dapat dibagi dua yaitu non operatif dan terapi operatif. Terapi non operatif pada pasien cedera kronio-serebral ditujukan untuk :

1. mengontrol fisiologi dan mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intra kranial.2. mencegah dan mengobati brain swelling (golongan hiperosmolar, diuretik, barbiturat).3. minimalisasi kerusakan sekunder ( golongan steroid, masih kontroversial).4. mengobati simptom akibat trauma (gololongan sedatif dan stimulans ).5. mencegah dan mengobati komplikasi, misal kejang, infeksi (golongan antikonvulsan dan

antibiotik).Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus-kasus :

1. Cedera kranio serebral tertutup dengan :a. fraktur impresi (depressed fracture)b. perdarahan epidural (epidural hematom)c. perdarahan subdural (subdural hematom)d. perdarahan intraserebral e. operasi dekompresi misalnya pada kontusio berat dan edema serebri

2. Cedera kranio serebral terbuka dengan :a. Luka pada kulitb. Fraktur multipelc. Dura yang robek disertai laserasi otak d. Liquorhoeae. Pneumoencephali f. Corpus alienum g. Luka tembak

DEFINISI Cedera kranio serebral merupakan cabang ilmu neurotraumatologi yang mempelajari/

meneliti pengaruh trauma terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dengan segala akibatnya. Akibat trauma dapat terjadi pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan sekunder), maka penatalaksanaan segera harus dilakukan untuk mencegah/ mengurangi kematian maupun kecacatan.

KLASIFIKASI Klasifikasi cedera kranio serebral berdasarkan :1. Patologi:

1.1. Komosio serebri 1.2. Kontusio serebri 1.3. Laserasi serebri

2. Lokasi lesi :2.1. Lesi difus jaringan otak 2.2. Lesi kerusakan vaskular otak 2.3. Lesi fokal :

Kontusio dan Laserasi otak Hematoma intrakranial :

1

Page 2: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

a. Hematoma epidural (EDH) b. Hematoma Subdural (SDH) c. Hematoma intradural

1. Hematoma subaraknoid (SAH) 2. Hematoma Intraserebral (ICH) 3. Hematoma Intrasereberal 4. Hematoma Intraventrikular

3. Derajat kesadaran – Skala Koma Glasgow ( dipergunakan di klinik ) :

Kategori SKG Gambaran Klinik Scanning Otak

C.K Ringan 13 – 15Pingsan ≤ 10 menit, defisit Neurologik (-)

Normal

C.K. Sedang 9 – 12Pingsan > 10 menit s/d ≤ 6 Jam, defisit neurologi (+)

Abnormal

C.K. Berat 3 – 8Pingsan > 6 jam , defisit Neurologik (+)

Abnormal

Catatan : Pada pasien cedera kranioserebral dengan SKG 13 – 15, pingsan ≤ 10 menit, tanpa defisit neurologi, tetapi pada hasil skening otaknya terlihat perdarahan, maka diagnosis bukan lagi cedera kranioserebral ringan (CKR)/komosio tetapi menjadi cedera kranioserebral sedang (CKS) / kontusio.

Dari ketiga klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan derajat kesadaran ini yang banyak dipakai oleh karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu :

1. Penilaian SKG (Skala Koma Glassgow) dengan komponen E(ye) M(otorik) dan V(erbal) mempunyai nilai pasti dengan tampakan klinik yang mudah dinilai oleh medis maupun paramedis.

2. Kategori dan prognosis pasien cedera kranioserebral dapat diperkirakan melihat nilai SKG tersebut.

Penilaian Glassgow Coma Scale (GCS)

Tampakan Skala Nilai

E (YE) opening

SpontanDipanggilRangsang nyeriTidak ada respon

4321

V(ERBAL) response

Orientasi baik Jawaban kacau Kata-kata tak patutBunyi tak berarti Tidak bersuara

54321

M (OTOR) response

Sesuai perintahLokalisasi nyeri Reaksi pada nyeri Fleksi (dekortikasi)Ekstensi (deserebrasi)Tidak ada respons (diam)

654321

Penilaian GCS pada bayi berbeda terutama pada verbal, yaitu untuk nilai 5 adalah tersenyum, bergumam ; untuk nilai 4 adalah menangis, gelisah; untuk nilai 3 menjerit; nilai 2 merintih dan 1 tidak ada reaksi.

Penyebab terjadinya :Hematoma epidural (EDH) :

2

Page 3: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

Sebagian besar kasus akibat robeknya arteri meningea media. Hematoma subdural ( SDH) :

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater atau robeknya araknoidea.

Edema Serebri Traumatik : Cedera akan mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus dinding pembuluh darah nenurun, sehingga cairan lebih mudah menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih permiabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema .

Cedera Otak Difus :Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkhim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya parah.

Higroma (Hidroma) Subdural :Ialah penimbunan cairan di antara duramater dan araknoidea.

Hematoma Subaraknoid (SAH):Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera kranio serebral. Sebagian besar terjadi didaerah permukaan oksipital dan parietal, sehingga tanda-tanda perangsangan meningen sering tidak dijumpai. Terdapatnya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan spasme arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai dengan vasospasme maka akan timbul gangguan aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik setelah perawatan beberapa hari. Penguncupan pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke 3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih.

MANAJEMENA. Pasien dalam keadaan sadar (SKG = 15 )

1. Simple Head Injury Cedera kranio-serebral tanpa defisit neurologi. Dilakukan perawatan luka bila ada. Pemeriksaan radiologik atas indikasi. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila kesadaran menurun, pasien segera dibawa kembali ke rumah sakit.

2. Kesadaran terganggu sesaat. Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranio-serebral, dan pada waktu diperiksa sudah sadar. Dibuat foto kepala. Dilakukan perawatan luka. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila kesadaran menurun, pasien dibawa kembali kerumah sakit .

B. Pasien dengan kesadaran menurun 1. Cedera kranio-serebral ringan (SKG = 13 – 15 )

Pasien mengalami perubahan orientasi, tanpa disertai defisit neurologi fokal. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap, disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intakranial misalnya adanya lusid interval, sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, gejala-gejala lateralisasi ( pupil anisokor, refleks patologis positif). Jika dicurigai adanya hematoma, dibuat skening otak. Pasien tidak perlu dirawat jika : a. Orientasi (waktu dan tempat ) baikb. Tidak ada gejala fokal neurologik c. Tidak ada muntah atau sakit kepala d. Tidak ada fraktur tulang kepala e. Tempat tinggal dalam kota f. Ada yang bisa mengawasi kesadaran di rumah

2. Cedera kronio–serebral sedang (SKG = 9-12)Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner. Urutan tindakan sebagai berikut :a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas (Airway), nafas (Breathing), dan Sirkulasi

3

Page 4: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

(Circulation).b. Pemeriksaan kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Cari

kemungkinan fraktur ditempat lain ; klavikula, extremitas, leher dsb.c. Foto kepala, atau foto bagian tubuh lainya bila perlu d. Scaning otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial .e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainya.

3. Cedera kranio–serebral berat (SKG = 3-8)Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher. Bila ada luka terbuka hentikan perdarahan. Disamping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien dengan cedera kranio-serebral berat sering mengalami hipoksi, hipotensi, dan hiperkapne akibat gangguan kardiopulmoner.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut :1. Resusitasi jantung paru dengan A (Airways), B (Breathing) dan C (Circulation).

a. Jalan nafas (Airways)Jalan nafas dibebaskan, posisi kepala ekstensi. Kalau perlu pasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Bila pasien muntah, baringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.

b. Pernafasan (Breathing)Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernafasan yang ditandai dengan pola pernafasan cheyne stokes, hiperventilasi neurogenik sentral atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan karena : aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru atau infeksi. Tindakan tata laksana :

1. Berikan oksigen dosis tinggi, 10 – 15 liter/menit, intermiten 2. Cari dan atasi faktor penyebab3. Kalau perlu pakai ventilator

c. Sirkulasi ( Circulation)Dapat terjadi hipotensi. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik < 90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja, sudah dapat meningkatkan kematian dan kecacatan. Hipotensi ini kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemi karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung / pneumotorak atau akibat syok septik. Tindakan tata laksana untuk mengatasinya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, transfusi, atau sementara waktu merestorasi volume darah yang hilang dengan cairan isotonik seperti NaCI 0,9 % atau Ringer Laktat.

2. Pemeriksaan fisik Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola dan frekwensi respirasi, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial . Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan dari salah satu komponen, dicari penyebabnya dan segera diatasi.

3. Pemeriksaan radiologi Dibuat foto kepala dan leher. Bila perlu pasang collar. Foto anggota gerak, dada dan abdomen dibuat atas indikasi. Skening otak dibuat bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila klinis diduga ada hematoma intrakranial

4. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah : Hb dan Leukosit

Penelitian di RSCM mendapatkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indicator untuk membedakan kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit > 17.000 merujuk kepada skening otak abnormal (Emril RD,2003). Sedangkan Indra S, Soertidewi L, 2000, mendapatkan angka leukositosis > 14.000 ternyata adalah kontusio

4

Page 5: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

meskipun secara klinis kearah CKR/komosio. Pemeriksaan laboratorium sederhana ini dapat digunakan dimana saja terutama didaerah yang tidak punya alat skening.

b. Diferensiasi sel c. Gula darah sewaktu (GDS)

Handisurya I, 1996, mendapatkan adanya hiperglikemia reaktif yang dapat merupakan faktor risiko bermakna untuk terjadinya kematian.

d. Ureum, Kreatinin Pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan oleh karena pemberian manitol (cairan hiperosmolar), berdampak pada fungsi ginjal. Oleh karena itu adanya gangguan fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak boleh diberikan.

e. Astrup ( Analisa gas darah )Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun. PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan memberikan keluaran yang baik..

f. Elektrolit Na, K dan CIUntuk mengetahui keseimbangan elektrolit, karena elektrolit yang rendah dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

g. Albumin serum (hari 1)Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7 – 3,4 g/dl) mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar albumin normal ( Dewati E, Soertidewi L, 1999).

h. Trombosit, PT, PTT, Fibrinogen Dilakukan pemeriksaan, bila dicurigai ada kelainan hematologis. Diagnosis ditegakkan bila trombosit < 40000/mm3, kadar fibrinogen < 40 ug/ml, PT > 16 detik dan PTT > 50 detik.

5. Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi Peniggian tekanan intra kranial terjadi akibat edema serebri atau hematoma intra kranial. Bila ada fasilitas, sebaiknya dipasang minitor TIK. TIK normal adalah 0 – 15 mm Hg. Diatas 20 mm Hg sudah harus diturunkan dengan cara :

a. Hiperventilasi b. Terapi diuretik :

1. Diuretik osmotik ( Manitol 20% )Dosis : 0,5 – 1 g/kgBB diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah rebound diberikan ulangan manitol setelah 6 jam dengan dosis 0,25 – 0,5 g/kg BB dalam waktu 30 menit. Monitor : osmolariti tidak melebihi 310 mOsm.

2. Loop diuretik (Furosemid)Pemberianya bersama Manitol, karena mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol. Dosis : 40 mg /hari i.v.

c. Posisi tidur. Bagian kepala ditinggikan 20 – 300

6. Keseimbangan cairan elektrolit Pada saat awal (hari ke 1 – 2 ), pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500 – 2000 ml/hari. Yang dipakai NaCI 0,9% atau Ringer Laktat. Setelah 3 – 4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik.

7 Nutrisi Pada cedera kranio–serebral berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2 – 2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Kebutuhan energi pada cedera kranio-serebral berat meningkat rata-rata 40%. Total kalori yang dibutuhkan 25-30 kcl/kgBB/hari. Kebutuhan protein 1,5–2 gr/kgBB/hari, minimum karbohidrat 75–100 gr/hari dengan kecepatan infus maksimum 5 mg/kgBB /menit atau sekitar 7,2 gr/kg BB/hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari, dan rekomendasi tambahan mineral adalah sebagai berikut : zinc 10-30 mg/hari, selenium 50-80 mikrogram, chronium 50-150 mikrogram dan mangan 25-50 mg. Beberapa vitamin juga direkomendasikan di berikan antara lain vitamin A, E, C dan riboflavin serta vit. K yang diberikan berdasarkan indikasi. Pada pasien dengan kesadaran menurun, pipa nasogastrik dipasang setelah terdengar bising usus. Mula-mula isi perut

5

Page 6: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

dihisap keluar, untuk mencegah regurgitasi sekaligus untuk melihat apakah ada perdarahan lambung atau tidak

Selain infus, nutrisi diberikan : Hari ke -1 : berikan glukosa 10% sebanyak 100ml/2jam.Hari ke- 2 : berikan susu dengan dosis seperti glukosa. Hari ke- 3 dst : makanan cair 2000–3000 kal disesuaikan dengan keseimbangan

elektrolit. Bila pemberian nutrisi per oral sudah dan cukup, maka infus dapat dilepas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya phlebitis.

8. Neuroproteksi Adanya tenggang waktu antara terjadinya cedera otak primer (primary insult) dengan timbulnya kerusakan sekunder (secondary effect), memberi waktu bagi kita untuk memberikan neuroprotektan. Manfaat obat-obat tersebut masih terus diteliti. Obat-obat tersebut antara lain golongan antagonis kalsium (antara lain nimodipine) yang terutama diberikan pada perdarahan subaraknoid (SAH). Sitikolin atau piracetam dianggap berperan sebagai neuroproteksi.

9. Pemberian streoidKortikosteroid diberikan selektif, terutama pada kasus cedera kranio-serebral berat. Pemberian kortikosteroid untuk cedera kranioserebral ini masih kontroversial. Ada yang mengatakan tidak ada gunanya dan ada yang mengatakan boleh saja diberikan. Tetapi efek yang jelas memang terlihat pada cedera spinal. Dari penelitian binatang percobaan (kucing) didapatkan hasil adanya pengurangan edema otak dengan pemberian deksametason, sedang pada tikus didapatkan hasil perbaikan motorik dengan pemberian methylprenisolone.Pemberian deksametason dengan rangkaian jangka pendek (5 hari) atau panjang (7 hari) sebagai berikut :

Hari pertama saat pasien datang diberikan secara bolus 10mg i.v, Kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/3 jam i.v Hari kedua diberikan 5 mg/4 jam i.v Hari ketiga diberikan 5 mg/6 jam i,v Hari keempat diberikan 5 mg/8jam i.v atau i.v Hari kelima diberikan 5 mg/12 jam i.m Hari keenam diberikan 5 mg/12 jam i.m Hari ketujuh diberikan 5 mg/24 jam i.mDosis methylprednisolone : 3 x 250 mg.iv selama 5 hari

9. Neurorestorasi / rehabilitasiPosisi baring dirubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks dan ekstremitas digerakkan secara pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia orthostatic.

KOMPLIKASIa. Epilepsi/kejang

Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsy,dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilepsy lebih sering timbul pada anak-anak. Pada orang dewasa jarang terjadi, kecuali jika ada fraktur impresi, hematoma intrakranial, atau pada pasien dengan amnesia pasca traumatik yang panjang.Pengobatan :1. Kejang pertama :

Saat kejang, diberikan diazepam 10 mg.iv, dilanjutkan dengan fenitoin (dilantin) 200 mg per oral, dan seterusnya diberikan 3 – 4 x 100 mg/hari.

2. Status epileptikus : Diazepam 10 mg i.v dapat diulang dalam 15 menit. Bila cenderung berulang diberikan 50 mg/500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan ≤ 40mg/jam. Setiap 5–10 menit kolf cairan berisi diazepam di bolak-balik supaya selalu tercampur karena pelarut dengan diazepam akan membentuk propilen glikol yang bersifat cepat mengendap. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila telah diberikan diazepam sampai 100 mg dan tidak berhasil, ganti obat lain, misalnya dengan fenitoin. Cara pemberian fenitoin

6

Page 7: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

(dilantin) : bolus 18 mg/kg BB iv pelan-pelan, paling cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200–500 mg/hari iv atau oral.

3. Profilaksis : diberikan pada pasien cedera kranio-serebral berat dengan risiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematoma intrakranial dan pasien dengan amnesia pasca traumatik panjang. Diberikan fenitoin (dilantin) dengan dosis 3-4 x 100 mg/hari selama 7 hari.

Catatan : Pemberian fenitoin (dilantin) lebih baik daripada pemberian diazepam drip. Diazepam drip masih bisa dipakai, meskipun di negara-negara maju sudah tidak dipergunakan lagi.

b. InfeksiProfilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti pada fraktur terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. Antibiotik yang diberikan bisa ampisilin dengan dosis 3 x 1 gram/hari intravena selama 10 hari. Bila ada kecurigaan infeksi pada meningen, diberikan antibiotika dengan dosis meningitis, yaitu ampisilin 4 x 3 gram iv dan kloramfenikol 4 x 1 gram iv selama 10 hari.

c. DemamSetiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya. Selain itu dilakukan tindakan menurunkan suhu dengan kompres dingin pada kepala, ketiak dan lipat paha, atau tanpa memakai baju dan perawatan dilakukan dalam ruangan dengan pendingin. Boleh diberikan tambahan antipiretik dengan dosis sesuai berat badan.

d. GastrointestinalPada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10–4% diantaranya akan berdarah. Kelainan tukak stres ini merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna bagian atas karena berbagai kelainan patologik atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera kranio-serebral. Umumnya tukak stres terjadi karena hiperasiditas atau akibat hiperfungsi kelenjar korteks adrenal yang ditandai oleh hiperkolesterolemia. Keadaan ini dicegah oleh pemberian antasida 3 x 1 tablet peroral atau famotidin dengan dosis 3 x 1 ampul i.v selama 5 hari.

e. Kelainan HematologisKelainan hematologis bisa berupa anemia, trombositopenia, hipo-hiperagregasi trombosit, hiperkoagulolabilitas atau disseminated intravascula coagulopathy (DIC). Kelainan-kelainan tersebut meskipun sifatnya sementara tapi perlu cepat dicari dan ditanggulangi segera agar tidak memperburuk kondisi.

f. GelisahKegelisahan dapat disebabkan oleh kandung kencing atau usus-usus yang penuh, patah tulang yang nyeri, tekanan intra kranial yang meningkat dan dapat pula terjadi pada emboli paru. Bila ada retensi urin, lakukan pengosongan kandung kemih dengan pemasangan kateter. Untuk terapi medikamentosa, bila perlu dapat diberikan penenang dengan observasi kesadaran lebih ketat. Obat yang dipilih adalah obat per oral dan tidak menimbulkan depresi pernapasan.

g. Sesak napas akutSesak napas akut dapat terjadi akibat aspirasi, edema pulmonum, tromboemboli atau emboli lemak ke dalam arteria pulmonalis.Tromboemboli pulmonal berasal dari trombosis vena-vena dalam tungkai atau lainnya. Sedangkan emboli lemak umumnya terjadi karena patah tulang. Gejala-gejalanya ialah dispnea, hipoksia, hipotensi dan syok. Bila didapati kondisi ini, pemberian antikoagulan (heparin/LMWH) perlu dipertimbangkan.

h. AspirasiAspirasi dicegah dengan cara posisi kepala dimiringkan dan sedikit ekstensi agar jalan napas mudah dibersihkan dengan cara dihisap. Selain itu juga diberikan oksigen.

i. Tromboemboli, emboli lemakPada keadaan ini dapat terjadi daerah-daerah infark, alveoli paru tertutup, edema dan perdarahan di dalam jaringan paru. Dalam hal ini mungkin perlu dilakukan operasi untuk memasang saringan di dalam vena kava atau menutupnya sama sekali. Bila emboli besar dapat dipertimbanhkan embolektomi kemudian diberikan terapi antikoagulasi.

j. Edema pulmonumEdema pulmonum dapat terjadi pada gangguan fungsi hipotalamus yang mengakibatkan penguncupan vena-vena paru. Semua tindakan untuk menghambat menghebatnya edema dapat dilakukan termasuk pemberian infus dengan hiperosmotika dan pemberian diuretika.

7

Page 8: Tbi ; Trauma Kapitis-kuliah Dr. Amsar

Oksigen (O2) diberikan, bila perlu dengan teknik tekanan ekspirasio akhir positif. Tindakan yang juga harus dilakukan ialah mengurangi tekanan intrakranial yang tinggi.

TERAPI OPERASI1. Epidural Hematoma (EDH)

Operasi dilakukan bila terdapat : Volume hematoma > 30 ml (kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk Pendorongan garis tengah >3 mm

2. Intraserebral HematomaOperasi dilakukan bila hematoma besar dan menyebabkan terjadinya progresivitas kelainan neurology atau herniasi.Perawatan konservatif dilakukan bila :

Kontusio / hematoma kecil Hematoma dalam terletak dimasa putih atau basal ganglia

3. Subdural Hematoma (SDH)Operasi dilakukan bila terdapat :

Pendorongan garis tengah > 3 mm atau Kompresi / obliterasi sisterna basalis

PROTEKSI SEREBRALManajemen yang perlu perhatian adalah PROTEKSI SEREBRAL

Dari beberapa percobaan penting, terungkap bahwa zat/bahan neuroproteksi yang diberikan setelah cedera otak, dapat menekan kematin dan menambah perbaikan fungsi otak. Dahulu pemberian neuroproteksi ini masih diragukan kegunaannya. Yang harus diketahui adalah sejak awal manajemen sudah harus dideteksi dan dilakukan pencegahan terhadap efek sekunder dengan cara memperhatikan kemungkinan terjadinya komplikasi sekunder dan kemungkinan adanya perbaikan dengan terapi intervensi non farmasi (terapi gizi).

Hal yang perlu dipantau dari awal untuk proteksi serebral adalah kemungkinan terjadinya hipoksia, hipotensi, maupun demam yang dapat memperburuk kondisi serebral iskemia.

PREDIKSI KELUARANPrediksi keluaran pasien cedera kranioserebral berdasarkan banyak faktor antara lain

umur, beratnya cedera berdasarkan klasifikasi GCS dan skening otak, komorbiditas, hipotensi dan atau iskemia serta defisit neurologik.

Juga pemberian nutrisi yang tidak adekuat dapat memperburuk keluaran. Yang perlu juga diperhatikan adalah adanya amnesia pasca cedera yang tetap ada lebih dari 1 jam, fraktur tulang tengkorak, simptom neuropsikologi (salah satu cara dengan pemeriksaan MMSE) atau defisit neurologi saat keluar dari rumah sakit akan memberikan problem gejala sisa lebih sering dibandingkan mereka yang keluar tanpa adanya gejala tersebut diatas.

---oooOOOooo---

8