Tax Evasion - Kup

10

Click here to load reader

description

hukum pajak

Transcript of Tax Evasion - Kup

Page 1: Tax Evasion - Kup

MARSYA DIAH IZDIHAR1530200093111-KDIII PAJAK

TAX PLANNING : TAX EVASION DAN TAX AVOIDANCE

Perekonomian suatu negara khususnya negara berkembang tidak dapat dilepaskan dari berbagai kebijakan ekonomi makro yang dilakukan oleh negara. Suatu negara membutuhkan dana untuk membiayai segala kegiatan yang dilakukannya baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan dalam menjalankan roda pemerintahan. Salah satu pemasukan terbesar adalah dari sektor pajak. Pajak dari waktu ke waktu semakin menjadi andalan utama penerimaan pajak di Indonesia. Sunarto (2003) menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib bagi seseorang untuk mengeluarkan biaya bagi kepentingan umum tanpa adanya manfaat khusus bagi orang tersebut akibat perbuatannya. Hal yang hampir senada diungkapkan oleh Soemitro (1992) dalam Suminarsasi (2012) yang mengatakan pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang berlaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpaadanya imbalan jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara.

Semua pendapatan negara yang berasal dari pajak akan digunakan untuk membiayai semua pengeluaran umum, yang hal tersebut berarti digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak banyak rakyat yang dapat merasakan apa yang telah mereka keluarkan. Kemanakah uang rakyat yang telah disetorkan selama ini? Pertanyaan tersebut sering kali muncul di benak masyarakat. Selain itu, dikatakan penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya, tetapi bentuk dari pengeluaran Negara tersebut masih belum jelas dirasakan oleh masyarakat. Apabila hal tersebut terus menerus berlanjut, dikhawatirkan akan mengakibatkan keengganan rakyat untuk membayar pajak bahkan akan cenderung menggelapkan pajak.

Orang-orang telah menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak (Adams, 1993). Mereka melakukan hal tesebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya.

Tax Evasion atau penggelapan pajak dan tax avoidence atau penghindaran pajak dan merupakan bagian dari perencanaan Pajak (tax planning) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak.

1

Page 2: Tax Evasion - Kup

Karakteristik penghindaran pajak dan penggelapan pajak sangatlah berbeda walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama. Penerapan tax avoidance cukup menyulitkan karena wajib pajak harus memiliki pemahaman peraturan perpajakan yang memadai. Tax avoidance adalah upaya efisiensi beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak (Nur, 2010). Pengertian tax avoidance atau penghindaran pajak yang lain adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang yang ada (Mardiasmo, 2003 dalam Budiman dan Setiyono, 2012).

Dalam menentukan penghindaran perpajakan, komite urusan fiskal OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menyebutkan ada tiga karakter tax avoidance, yaitu:

1. Adanya unsur artifisial, dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.

2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes undang-undang untuk menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.

3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk skema ini, dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan tax avoidance dengan syarat wajib pajak menjaga kerahasiaan.

Tax avoidance telah membuat negara kehilangan potensi pendapatan pajak yang seharusnya dapat digunakan untuk mengurangi beban anggaran negara (Budiman dan Setiyono, 2012). Dalam konteks perusahaan, tax avoidance sengaja dilakukan oleh perusahaan guna memperkecil besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan dan sekaligus meningkatkan cash flow perusahaan.

Sulitnya penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak. Menurut Mardiasmo (2011) wajib pajak yang berusaha meminimalkan beban pajak dengan cara melanggar dan menentang peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion atau penggelapan pajak. Penggelapan pajak menurut Rahayu (2010) adalah usaha aktif wajib pajak dalam hal mengurangi, menghapuskan, memanipulasi secara ilegal terhadap hutang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-undangan. wajib pajak yang melakukan penggelapan pajak akan mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar.

Dalam konteks internasional, tax avoidance dilakukan perusahaan dengan cara ; transfer pricing, thin capitalization, controlled foreign corporation. Tax evasion biasa dilakukan perusahaan dengan cara membuat faktur palsu, tidak mencatat sebagian penjualan, atau laporan keuangan yang dibuat adalah palsu. Tetapi praktek penggelapan pajak seperti diatas sering ketahuan, maka modus penggelapan pajak sekarang berubah. Perusahaan

2

Page 3: Tax Evasion - Kup

biasanya melaporkan pajaknya relative kecil, sehingga akan ada pemeriksaan oleh aparat pajak. Di Indonesia prestasi pegawai pajak ditentukan keberhasilannya dalam mengumpulkan tagihan yang berhasil dikumpulkan, semua pegawai berlomba-lomba untuk dapat mengumpulkan setoran sebanyak-banyaknya. Hasil pemeriksaan biasanya kurang bayar yang sangat besar, perusahaan akan berusaha menyuap pegawai pajaknya agar kurang bayarnya menjadi kecil, hal ini dianggap menguntungkan kedua belah pihak. Jika moral pegawai tidak baik maka kejadian seperti ini akan banyak dijumpai.

Tax evasion akan membawa akibat, menurut McGee (1994) dana pajak yang seharusnya diterima negara untuk membangun fasilitas umum, membiayai kegiatan pemerintahan tidak sampai pada negara, sehingga akan menghambat pembangunan, hak rakyat miskin untuk memperoleh subsidi dari negara tidak bisa wujudkan. Banyak hal yang terhambat karena dana dari pembayaran pajak tidak masuk keuangan negara.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk meneliti mengenai kecenderungan wajib pajak melakukan penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011) di Yogyakarta menjelaskan bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Ardyaksa dan Kiswanto (2014) kepada wajib pajak yang memiliki usaha dan terdaftar di KPP Pati menunjukkan hasil bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap tax evasion dan persepsi mengenai tarif pajak tidak berpengaruh terhadap tax evasion atau penggelapan pajak. Irma Suryani Rahman (2013) melakukan penelitian terhadap wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di 4 KPP di Jakarta dan menghasilkan kesimpulan bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap etika penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari dan Laksito (2013) memberikan kesimpulan yang serupa bahwa teknologi dan informasi perpajakan, keadilan sistem perpajakan, dan ketepatan pengalokasian pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh negatif terhadap praktik penggelapan pajak, baik secara parsial maupun secara simultan. Sedangkan tarif pajak memberikan pengaruh signifikan positif terhadap praktik penggelapan pajak.

International Tax Compact (2010) menjelaskan ada berbagai alasan wajib pajak melakukan tindakan penggelapan dan penghindaran pajak. Alasan-alasan tersebut adalah rendahnya kemauan wajib pajak untuk membayar pajak atau rendahnya moral terhadap pajak, tingginya biaya kepatuhan yang harus ditanggung oleh wajib pajak, rendahnya sistem perpajakan di suatu negara, dan masih rendahnya tingkat terungkapnya tindakan penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus. Semakin besar biaya kepatuhan yang dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib pajak akan cenderung melakukan tindakan ketidakpatuhan terhadap pajak seperti menggelapkan pajak (tax evasion) atau menghindari pajak (tax avoidance) (OECD, 2004).

Penelitian-penelitian mengenai penggelapan pajak (tax evasion) sebagian besar baru mendiskusikan aspek-aspek teknis dari penggelapan pajak, seperti aspek hukum dan teknik penggelapan pajak. Etika penggelapan pajak masih jarang dibahas. Sering kali diskusi dimulai dengan premis bahwa

3

Page 4: Tax Evasion - Kup

apakah yang ilegal itu adalah tidak etis. Akan tetapi dari beberapa literatur yang lain, penggelapan pajak dipandang etis. Beberapa alasan yang paling sering diberikan untuk membenarkan penggelapan pajak atas dasar moral adalah ketidakmampuan untuk membayar, korupsi pemerintah, tarif pajak yang tinggi atau tidak mendapatkan banyak imbalan atas pembayaran pajak (McGee, 2006).

McGee (2006) mengemukakan tiga pandangan mengenai penggelapan pajak. Ketiga pandangan tersebut yang pertama adalah penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak pernah beretika. Alasan-alasan yang mendukung pandangan ini antara lain bahwa setiap masyarakat mempunyai kewajiban kepada negaranya untuk membayar pajak. Cohn (1998) dalam McGee (2009) memeriksa literatur Yahudi dan menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi yang lain. Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk. Pandangan yang kedua adalah penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang selalu beretika, alasannya adalah terdapat kepercayaan luas bahwa tidak ada kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah yang korup. Pandangan ketiga adalah penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang kadang-kadang beretika. Alasan untuk pandangan yang ketiga antara lain dikarenakan pandangan bahwa tidak ada kewajiban moral membayar pajak kepada negara jika pajak tersebut mengakibatkan kenaikan harga barang untuk konsumen, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, alasan yang mendukung pandangan bahwa penggelapan pajak kadang-kadang beretika adalah jika pemerintah tidak mempergunakan pajak yang terkumpul untuk membiayai pengeluaran umum negara seperti penyediaan fasilitas publik.

McGee et al., (2008) melakukan penelitian tentang persepsi etika mengenai penggelapan pajak di Hong Kong dan Amerika Serikat. Dalam penelitian ini, pendapat yang paling kuat adalah menganggap penggelapan pajak itu beretika jika pemerintahnya korup, sistem pajaknya tidak adil dan tarif pajaknya tidak terjangkau. Crowe (1944) dalam McGee (2009) mengungkapkan beberapa alasan yang paling sering diberikan untuk membenarkan penggelapan pajak atas dasar moral adalah ketidakmampuan untuk membayar, korupsi pemerintah, tarif pajak yang tinggi atau tidak mendapatkan banyak imbalan atas pembayaran pajak.

Nickerson et al., (2009) membahas tentang dimensionalitas skala etika tentang penggelapan pajak.Temuannya menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi dari item-item yang diuji, yaitu (1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, (2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tingkat tarif pajak dan kegunaan negatif atas uang, dan (3) diskriminasi, yang terkait dengan penghindaran dalam kondisi tertentu. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dianggap sebagai yang paling dibenarkan dalam kasus dimana sistem pajak dilihat tidak adil, dana pajak yang terkumpul terbuang sia-sia dan di mana pemerintah mendiskriminasikan

4

Page 5: Tax Evasion - Kup

beberapa segmen penduduk. Budaya yang berbeda, perspektif sejarah dan agama semua memiliki pengaruh terhadap pandangan etis terhadap penggelapan pajak.

Di Indonesia sendiri tax evasion dianggap sebaagi bentuk pelanggaran Undang-Undang Perpajakan. Karena tax evasion adalah tindakan yang melanggar undang-undang, maka penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Wajib pajak akan mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar. Beberapa upaya penggelapan pajak menurut M.Zain (2008) adalah (1) tidak memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan tepat waktu; (2) tidak memenuhi pelaporan penghasilan dan pengurangannya secara lengkap dan benar; (3) tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat waktu; (4) tidak memenuhi kewajiban memelihara pembukuan; (5) tidak memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan yang dipotong dan dipungut; (6) tidak memenuhi kewajiban membayar taksiran pajak terutang; (7) tidak memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga; dan (8) melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.

Di Indonesia, jenis-jenis tindak pidana pajak mencakup: (a) tidak mendaftarkan diri sebagai WP atau PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan penyalahgunaan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; (b) kesengajaan tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan tetapi tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar; (c) kealfaan tidak menyampaikan SPT, atau atau menyampaikan tetapi tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar, kecuali untuk yang pertama kali; (d) menolak/menghambat proses pemeriksaan; (e) Pemalsuan dokumen perpajakan; (f) tidak menyelenggarakan pembukuan; (g) penggelapan pajak; (h) penyertaan dan percobaan tindak pidana pajak. Semua perbuatan tersebut harus memenuhi unsur menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Sementara itu, perbuatan pidana yang dilakukan oleh fiskus dapat berupa pembocoran rahasia WP dan korupsi pajak.

Mekanisme kerja anti-avoidance rules (peraturan-peraturan yang dibuat untuk mengantisipasi skema-skema penghindaran pajak (tax avoidance)) di Indonesia, khususnya yang terdapat dalam UU PPh pasca amandemen ke-IV. Peraturan-peraturan tersebut berlaku bagi WP Badan dan/atau WP Orang Pribadi. Tinjauan historis terhadap aturan-aturan tersebut juga akan dilakukan untuk mengetahui saat mulai berlakunya dan latar belakang pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut serta perubahan-perubahannya. Perlu diketahui bahwa UU PPh tidak mengenal general anti-avoidance rules. Anti-avoidance rules yang terdapat dalam Pasal 18 UU PPh mengatur jenis-jenis penghindaran pajak yang spesifik dan tertuju pada Wajib Pajak tertentu yang melakukan penghindaran pajak tersebut. Dengan kata lain, pengaturannya tidak bersifat sebagai pasal-pasal pengaman (safeguard articles) dalam mengantisipasi abuse of law saja. 

5

Page 6: Tax Evasion - Kup

Suatu sistem hukum pajak yang koheren akan membebankan biaya pada satu pihak (pihak yang membayarkan penghasilan) dan pada saat bersamaan memungut pajak atas penghasilan yang diperoleh penerima penghasilan tersebut. Jika para pihak berada di jurisdiksi yang berbeda, maka akan terjadi dislokasi antara penghasilan dan biaya. Pengurangan biaya yang eksesif di satu jurisdiksi akan menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak yang eksesif pula di jurisdiksi yang lain. Hal ini disebut juga dengan base erosion. Pengaturan anti- avoidance rules dilakukan untuk mencegah terjadinya dislokasi antara penghasilan dan biaya, sehingga mencegah pula terjadinya base erosion. Keberadaan anti-avoidance rules yang lebih baik dan lebih ketat dari pengaturan yang sekarang diperlukan oleh Indonesia, karena walaupun telah mengalami penurunan di tahun 2009, tarif PPh Badan di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini dapat memicu munculnya skema-skema penghindaran pajak baru yang dilakukan oleh WP.

Untuk itu dibuatlah beberapa aturan yang memberikan ruang untuk pihak yang berwenang dalam menentukan kewajaran sesuatu transaksi. Ketentuan khusus anti penghindaran pajak antara lain:

1 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan (debt to equity ratio/ DER rule).

2 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek (controlled foreign corporation/ CFC rule).

3 Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (transfer pricing rule) serta menentukan utang sebagai modal (hybrid loan recharacterization rule) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak (Advance Pricing Agreement/ APA) dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Membayar pajak ternyata tidak hanya memenuhi kewajiban undang-undang, tapi juga berkaitan dengan rasa jiwa kebangsaan. Artinya, wajib pajak yang sudah melaksanakan kewajibannya, di dalam jiwanya tertanam jiwa kebangsaan yang kuat dalam mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penggelapan pajak atau tax evasion adalah salah satu tindakan tidak terpuji dan melanggar hukum yang dapat merugikan bangsa dan Negara dan merupakan tindakan tidak etis dan bermoral sebagai seorang warga Negara dan/atau penduduk.

6

Page 7: Tax Evasion - Kup

DAFTAR PUSTAKA

Ardyaksa, Theo Kusuma dan Kiswanto. 2014. Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan Pengalokasian, Kecurangan, Teknologi Dan Informasi Perpajakan Terhadap Tax Evasion. Accounting Analysis Journal 3 (4).

Hanum, Ayu Noviani. 2004. Permasalahan Pajak Indonesia. Value Added 1 (2).

Kurniawaty, Meiliana dan Agus Arianto Toly. 2014. Analisis Keadilan Pajak, Biaya Kepatuhan, Dan Tarif Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak Di Surabaya Barat. Tax & Accounting Review 4 (2).

Nugroho, Andri Dwi. 2009. Anti-Avoidance Rules Di Indonesia Pasca Amandemen Uu Pajak Penghasilan. Mimbar Hukum 20 (1).

Masri, Indah dan Dwi Martani. TT. Pengaruh Tax Avoidance Terhadap Cost Of Debt. Departemen Akuntansi : Universitas Indonesia.

Suminarsasi, Wahyu dan Supriyadi. 2014. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Universitas Gadjah Mada.

Wahyuni, Made Arie. TT. Tax Evasion : Dampak dari Self Assesment. Universitas Pendidikan Ganesha : Bali.

7