“TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM...

82
1 TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID Oleh: ANWAR SODIK NIM: 101033121733 JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008

Transcript of “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM...

Page 1: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

1

TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

Oleh: ANWAR SODIK

NIM: 101033121733

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2008

Page 2: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

2

MENYIBAK DIMENSI HUMANISME KONSEP TAUHID NURCHOLISH MADJID

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana

Oleh : ANWAR SODIK

NIM: 101033121733

Di Bawah Bimbingan :

Dr. Zainun Kamal, M.A

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 3: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

3

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “TAUHID DAN NILAI-NILAI

KEMANUSIAAN DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID”, telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Maret 2008. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program

Strata I (S1) pada Jurusan Aqidah Filsafat.

Jakarta, 31 Maret 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dra. Hj. Hermawati, M.A. Drs. Ramlan A. Gani, M. Ag. NIP. 150227408 NIP. 150254185

Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, M.A. Drs. Agus Darmaji, M. Fils. NIP. 150209685 NIP. 15021902447

Pembimbing,

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, M.A. NIP. 150228884

Page 4: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

4

KATA PENGANTAR

al-Hamdulillah, Puji syukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang

Merajai jagad raya ini dan dengan inayah-Nya pula di kesempatan kali ini setelah

melalui aral yang tidak kecil dan tidak sedikit, akhirnya penulisan skripsi ini telah

terselesaikan dengan baik, kendati kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini

masih menghinggapi. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada

‘Panglima Padang Pasir’, yakni baginda Nabi besar Muhammad SAW, para

keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman kelak.

Tentunya, penulis menyadari betul bahwa banyak pihak yang telah terlibat

dalam penulisan skripsi yang cukup sederhana ini. Untuk itu, sudah seyogyanya

penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang

telah terlibat baik secara langsung maupun tak langsung, terutama:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, DR. M. Amin Nurdin, MA.,

beserta Pembantu Dekan, DR. Hamid Nasuhi, MA.

2. Bapak Drs. Agus Darmaji, M. Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat,

dan bapak Drs. Ramlan A. Gani, M. Ag., selaku Sekretaris Jurusan, dan

seluruh Dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu, melalui perantara bapak-bapak dan ibu-ibulah,

penulis lebih mengerti banyak hal, terutama sekali yang berkaitan dengan

keushuluddinan dan kefilsafatan.

3. Kedua orang tua penulis, ayahanda H. Mardawis dan ibunda Hj. Arhati,

yang tanpa lelah dan pretensi balas budi telah mengasuh, membantu,

mendukung dan memberi semangat dalam keseharian dan terutama

Page 5: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

5

pendidikan penulis, sehingga penulis bisa menjadi manusia seperti

sekarang ini. Dan yang lebih berjasa sekali di balik perjalanan pendidikan

penulis adalah Ka Eluk, Ka Embad dan Ka Syarif, karena dengan materi

beliau-beliaulah penulis bisa melanjutkan pendidikan hingga saat ini. Tak

lupa, penulis menyampaikan salam hangat dan terima kasih kepada adik-

adik tercinta, Nunung dan Uul.

4. Teman-teman Af tercinta; Sahal, Ivan, Daus, Cepy, Faruk, Opik dan

lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.

5. Teman-teman sepak bola Cobarco Fc (Legoso, Mabar), PsKs Fc (Ps.

Kemis Tangerang). Dan karyawan sepatu Reebok Tangerang (Bupping).

6. Teman-teman ngopi di Musholla Al-Mizan, Legoso; Bhote, Gebro, Bang

Fitri, Malik, Buluk, Aray, Jelunk, anak-anak Ketos dan lainnya yang tidak

bisa disebutkan semuanya.

7. Guru-guru beserta murid TPA Al-Mizan; Ka Hamdi, Ka Jazuli, Ka Darto,

dan Ust. Agus Suryana S. ag. Juga teman spesial penulis Lia Aprilia.

Akhirnya, sekali lagi dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang

ada, penulis menyadari betul bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu, sumbangsih berupa saran, kritik dan pikiran sangat penulis harapkan.

Terima kasih.

Tangerang, 02 Maret, 2008

Penulis,

Anwar Sodik

Page 6: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

6

PEDOMAN TRANSLITERASI Tidak dilambangkan = ا

b = ب

t = ت

ts = ث

j = ج

h = ح

kh = خ

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sy = ش

sh = ص

dh = ض

th = ط

zh = ظ

‘ = ع

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

w = و

h = ه

tidak dilambangkan di awal) = ء

kata)

y = ي

-t (dalam posisi di-mudhaf = ة

kan)

h (dalam posisi tidak

di-mudhaf-kan)

ket;

Mad, Fathatayn, Nisbah, Hâ Dhamir

Mudzakkar Gha’ib, dan Al:

a panjang = â

i panjang = î

u panjang = û

― = an

― = tidak dilambangkan

aw = أو

ay = أي

lahủ dan minhu = منه dan له

Yâ nisbah = î (mudzakkar)

Îyah(mu’annats)

Page 7: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah....................................... 6

C. Kajian Pustaka................................................................. 7

D. Metodologi Penelitian ..................................................... 9

E. Sistematika Penulisan ..................................................... 10

BAB II SKETSA-BIOGRAFIS NURCHOLISH MADJID.......... 11

A. Riwayat Hidup ................................................................ 11

B. Corak Pemikiran dan Konteks Sosio-Kultural Indonesia 17

C. Beberapa Karya Utama ................................................... 23

BAB III HUMANISME: SEBUAH DESKRIPSI UMUM ............. 28

A...................................................................................Humanis

me: Asal-Usul dan Pengertian......................................... 28

B...................................................................................Perkemb

angan Makna Humanisme............................................... 31

Page 8: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

8

C...................................................................................Tauhid

dan Humanisme dalam Perspektif Islam......................... 36

BAB IV DIMENSI HUMANISME KONSEP TAUHID

NURCHOLISH MADJID .................................................. 40

A. Hakikat Tauhid................................................................ 40

B. Tauhid dan Kemanusiaan................................................ 44

1. .............................................................................Emansip

asi Harkat dan Martabat Manusia ............................. 44

2. .............................................................................Inklusivi

sme Keagamaan ........................................................ 50

3. .............................................................................Meneguh

kan Keadilan ............................................................. 53

C. Tauhid dan Prinsip Dasar Politik (Negara ...................... 56

1. .............................................................................Relasi

Agama dan Negara.................................................... 56

2. .............................................................................Islam

dan Musyawarah ....................................................... 60

3. .............................................................................Islam

dan Partisipasi Politik................................................ 63

D. Evaluasi-Kritis Konsep Tauhid-Humanis Nurcholish

Madjid ............................................................................. 65

Page 9: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

9

BAB V PENUTUP............................................................................ 68

A. Kesimpulan ..................................................................... 68

B. Saran-saran...................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 70

Page 10: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tauhid adalah salah satu ajaran pokok Islam yang diwahyukan Tuhan

kepada Nabi Muhammad saw.1Bahkan, umum dikatakan bahwa ajaran tauhid

merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, serta merupakan akar tunggang dari

ajaran Islam.2

Secara historis, paham ketauhidan pada dasarnya sudah ada semenjak

diturunkannya Nabi Adam as ke muka bumi ini. Namun demikian, seiring

berjalannya proses dialektika sejarah kehidupan manusia, konsep tauhid ini pun

secara berangsur-angsur mengalami sebuah distorsi pemahaman―yang tentunya

bertentangan dengan apa yang telah diajarkan dan dimaksudkan oleh Nabi Adam

as.3Oleh karena itu, hadirnya Nabi Muhammad ke muka bumi ini sebagai utusan

Tuhan yang terakhir berupaya menyempurnakan konsep tauhid tersebut

berdasarkan nilai-nilai ajaran yang telah diwahyukan Tuhan kepada-Nya―yang

belakangan terdokumentasikan dalam sebuah “kitab suci” atau al-Qurân.4

Secara sosio-teologis, konsep tauhid yang ditawarkan oleh Nabi

Muhammad adalah tauhid yang tidak hanya terbatas pada persoalan

kemurniannya, tapi juga sensitif serta erat sekali kaitannya dengan suatu

1 Lihat misalnya, ( QS. 39: 38). 2 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar Sebuah Telaah atas Pemikiran

Hamka dalam Teologi Islam (Jakarta: Paramadina, 1990), h. 4. 3 Taib Tahir Abd Mu’in, Ilmu Kalâm ( Jakarta: Penerbit Widjaya, 1975), Cet. , Ke-3, h.

15. 4 Taib Tahir, Ilmu Kalâm, h. 16.

Page 11: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

11

humanisme dan rasa keadilan, baik ekonomi maupun sosial.5Hal itu dikarenakan

Islam sebagai agama datang untuk mengubah masyarakat menuju kualitas hidup

yang lebih baik, seperti dicerminkan dengan tingkat ketaatan yang tinggi kepada

Allah, pengetahuan tentang syari’at, dan terlepasnya umat dari beban kemiskinan,

kebodohan dan sebagainya, serta berbagai macam belenggu yang memasung

kebebasan mereka.6

Terkait dengan asumsi tersebut, Rasulullah saw telah membuktikannya

secara kongkrit selama kehidupannya, baik kapasitasnya sebagai nabi maupun

sebagai pemimpin politik, khususnya di kota Madinah. Bahkan Michael H. Hart

dalam bukunya Sejarah Seratus Tokoh berpendapat bahwa beliaulah nabi satu-

satunya manusia dalam sejarah yang meraih kesuksesan luar biasa, baik ditilik

dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi yang paling berpengaruh di

dunia.7 Lebih jauh Michael Hart menambahkan bahwa Nabi Muhammad

memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang

peranan Nabi Isa terhadap agama Nasrani. Ia tidak hanya bertanggung jawab

terhadap teologi Islam, tapi sekaligus juga pokok-pokok etika dan moralnya.8

Berdasarkan fakta sejarah, apa yang dinyatakan Michael Hart di atas

sungguhlah benar adanya. Beberapa bukti sejarah pun dapat disebutkan sebagai

berikut:

5 Fazlur Rahman, Islam, terjemahan: Ahsin Mohammad, Islam, (Bandung: Penerbit

Pustaka, 2000), Cet. , Ke-4, h. 3. 6 Jalaluddin Rakhmata, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 2004), Cet. , Ke-12, h. 43-44. 7 Michael H. Hart, The 100, Ranking of The Most Influential Persons in History,

terjemahan: Mahbub Djunaidi, Sejarah Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, (Jakarta: PT. Dinia Pustaka Jaya, 1986), Cet. , Ke-8, h. 27.

8 Michael Hart, Sejarah Seratus Tokoh, h. 32.

Page 12: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

12

Pertama, Nabi Muhammad telah mampu mendobrak sistem oligarkis

perdagangan ekonomi Bangsa Arab kala itu―yang menganggap bahwa kekuatan

hanya terletak pada kekayaan, tipu daya, kelicikan, dusta dan egoisme dan bukan

pada kebenaran, keadilan sosial, cinta kasih, ketulusan serta kerendahan hati

sebagaimana Islam mengajarkannya.

Kedua, Nabi Muhammad adalah nabi pertama yang berani melakukan

penghapusan perbudakan; menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan berbagai

macam bentuk penindasan.

Ketiga, Beliau pun telah mampu menciptakan dan menegakkan sebuah

komunitas atau masyarakat manusia yang berdasarkan pada kesetaraan sosial,

cinta kasih, keadilan, persaudaran dan juga sikap toleran terhadap kalangan non-

Muslim9 dan lain sebagainya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa Islam melalui

konsep tauhidnya betul-betul merupakan agama kemanusiaan dan keadilan.

Kenyataan ini dikarenakan beberapa diktum al-Quran itu sendiri menopang dan

memerintahkannya.10

Sungguhpun demikian, pada masa belakangan yaitu pasca timbulnya

aliran-aliran teologi dalam Islam yang berawal dari pertikaian politik dalam

rangka memperebutkan kursi kepemimpinan politik (khilafah) di masa kekuasaan

Ali ibn Abi Thalib,11 pada akhirnya konsep tauhid ini pun mulai berubah menjadi

9 Ziaul Haque, Reveletion & Revolution in Islam, terjemahan: E. Setiawati al-Khatab,

Wahyu dan Revolusi (Yogyakarta: LKiS, 2000), Cet. , Ke-1. h. 213-244. 10 Lihat misalnya, (Q.S. 2:164), (Q.S. 5: 16), (Q. S. 16: 64-65), (Q.S. 53: 1-18) dan (Q. S.

6: 159-163). 11 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press,

1986), Cet., ke-5, h. 1-11.

Page 13: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

13

sebuah “diskursus ilmiah” yang cenderung melihat konsep tauhid tersebut secara

rasional dan spekulatif-filosofis, sebagaimana dalam wacana teologis aliran-aliran

kalam klasik. Akibatnya, tauhid yang pada awalnya memiliki spirit dan ruh

kemanusiaan; penggugah semangat dan motivasi bagi kehidupan manusia secara

berangsur-angsur memudar dari konsep awalnya. Hal ini, dikarenakan tauhid lebih

didekati secara rasional. Dan, sebagaimana kita mafhum bahwa proses

rasionalisasi mengandaikan adanya obyektivikasi. Dan setiap obyektifikasi akan

lebih menekankan pada aspek fenomenanya tinimbang nomenanya.

Oleh karenanya, terkait dengan hal itu dan dalam konteks itu pula, kiranya

figur mendiang Nurcholish Madjid sebagai salah satu Intelektual―Muslim

Indonesia garda depan ini, tidak bisa diabaikan begitu saja terkait dengan konsep

tauhid yang digagasnya. Nurcholish Madjid―yang juga akrab disapa Cak Nur ini,

menaruh apresiasi tersendiri terhadap konsep tauhid―yang juga cukup khas dan

genuine dalam mengartikulasikan otentisitas ajaran Islam tersebut. Menurut

Madjid, tauhid adalah kalimat syahadat atau persaksian. Di mana yang pertama itu

mengandung apa yang populer dikenal dengan rumusan al-nafy wa al-itsbât

(peniadaan dan peneguhan, negasi dan konfirmasi). Dengan negasi itu, demikian

Madjid berpendapat, kita membebaskan diri dari setiap keyakinan mitologis

(banalitas) yang palsu dan membelenggu serta merenggut martabat kemanusiaan

kita sebagai makhluk Allah swt yang paling tinggi. Dan dengan konfirmasi itu

kita tetap menyatakan percaya kepada Wujud Maha Tinggi yang

Page 14: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

14

sebenarnya.12Dengan demikian, berangkat dari argumentasi logis Madjid,

menghendaki manusia―yang telah dibekali kemampuan yang

mendasar―mengarungi kehidupannya dengan penuh kebebasan untuk memilih

jalan hidupnya, setelah kita menanamkan keyakinan kepada Zat yang memberikan

kehidupan kepada makhluk yang mengisi jagat raya ini. Dan masih menurut

Madjid, bahwa beriman bukan hanya terbatas pada kepercayaan kepada Tuhan,

tapi lebih dari pada itu, beriman juga berarti mempunyai orientasi ketuhanan

dalam hidupnya, dengan menjadikan perkenan Tuhan sebagai pusat berpijak

segala aktivitasnya di dunia ini.13 Lebih lanjut Madjid berargumen bahwasannya

menjadikan ridha Tuhan dan penyerahan diri kepada−Nya secara total, maka

dengan sendirinya sebagai hamba Tuhan yang beriman akan selalu mengikuti

perintah-Nya yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti, tidak bersikap

sombong, tidak secara berlebihan ataupun berkekurangan dalam menggunakan

hartanya―yang kesemua itu menurut Madjid adalah jenis rasa kemanusiaan dan

tangung jawab sosial yang tinggi.14

Dengan demikian, adalah hal yang urgen bagi penulis untuk

mengelaborasi dan melakukan penelitian lebih lanjut tentang gagasan tauhid

Nurcholish Madjid ini. Dalam pada itu, sesungguhnya konsep tauhid yang

ditawarkan Nurcholish Madjid ini sangatlah relevan bila dikaitkan dalam konteks

keindonesiaan masa kini, mengingat di satu sisi mayoritas penduduk Indonesia

adalah Muslim, namun di sisi lain ketimpangan sosial maupun ekonomi dengan

12 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), Cet. ,

Ke-3, h. Ii. 13 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Iiv. 14 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999), Cet. , Ke-

5, h. 32-33.

Page 15: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

15

sangat mudah sekali dapat ditemukan baik secara kasat mata ataupun melalui

media massa, baik elektronik maupun cetak yang ada di sekitar kita. Fenomena ini

seolah merefleksikan bahwa Islam sebagai agama sangatlah tidak sensitif dan

peka pada persoalan realitas kehidupan umat.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis tidak berpretensi mengkaji seluruh aspek

pemikiran Nurcholish Madjid, namun hanya dibatasi seputar konsep

tauhidnya―yang menurut dugaan kuat sementara penulis sarat dengan dimensi

nilai-nilai humanisme. Adapun rumusan masalah yang diajukan sebagai berikut:

Sejauh manakah dimensi humanisme konsep tauhid Nurcholish Madjid ?

Demikianlah batasan dan rumusan masalah yang penulis ajukan dalam

penelitian ini. Adapun judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini, berdasarkan

latar belakang masalah yang telah diuraikan di muka adalah

Menyibak Dimensi Humanisme Konsep Tauhid Nurcholish Madjid.

Menyibak di sini maksudnya adalah mengungkap secara lebih dalam dan

teliti. Sedangkan dimensi humanisme adalah aspek dari sisi humanismenya itu

sendiri. Dan untuk pengertian humanisme di sini adalah humanisme dalam

konteks keagamaan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai hak atau

kapasitas untuk mengambil inisiatif dalam kehidupannya di dunia ini

berlandaskan prinsip dasar ajaran agama yakni Surga (Tuhan) sebagai norma ideal

bagi kehidupan peradaban manusia, di mana pada saat yang bersamaan ia harus

memiliki komitmen untuk merealisasikan norma-norma ideal tersebut dalam

Page 16: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

16

praktik kehidupan nyatanya di atas muka bumi ini.15Adapun yang dimaksudkan

dengan konsep tauhid Nurcholish Madjid adalah gagasan Nurcholish Madjid itu

sendiri tentang ide tauhidnya.

Demikianlah beberapa penjabaran yang penulis lukiskan terkait dengan

maksud judul yang digunakan dalam penelitian ini.

C. Kajian Pustaka

sepanjang pengetahuan dan kajian pustaka yang penulis lakukan, terdapat

beberapa karya tulis, baik berbentuk skripsi, tesis maupun karya buku utuh yang

telah mengkaji lebih dahulu terkait dengan pemikiran Nurcholish Madjid. Namun

demikian, berdasarkan analisis penulis, dari seluruh kajian ilmiah tersebut, belum

ada satu pun penelitian yang mengangkat sisi humanisme dari konsep tauhidnya

Nurcholish Madjid. Untuk menunjukkan asumsi tersebut, maka di sini penulis

akan menguraikannya satu persatu, namun hanya sebagian saja―yang penulis

anggap sudah cukup mewakili beberapa karya lainnya. Pertama, adalah buku

dalam bunga rampai yang ditulis oleh Sukidi dengan judul Teologi Inklusif Cak

Nur (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2001).dalam buku tersebut, Sukidi

menguraikan tentang bagaimana pemikiran teologi Cak Nur berdasarkan

perspektif filsafat perennial, yang kemudian Sukidi mengistilahkan dengan

“Teologi Inklusif Cak Nur”. Menurut analisis Sukidi, bangunan epistemologi

teologi inklusif Cak Nur berangkat dari asumsi bahwa al-Islam adalah sebagai

sikap pasrah ke kehadirat Tuhan, di mana sikap pasrah inilah menjadi

karakteristik pokok semua agama yang benar. Di sini terlihat jelas sekali bahwa

15 The Encyclopedia of Philoshopy, (ed.) Paul Edwards (London: Macmillan Publishing

& The Free Press, 1967), Vol. 3 & 4, p. 71.

Page 17: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

17

Sukidi hanya melihat tauhid Nurcholish Madjid dari sisi inklusivitasnya saja

terhadap agama-agama lain. Kedua, tulisan Mahmud Afifi, Teologi Islam Agama-

Agama: Analisa Kritis Pemikiran Nurcholish Madjid (tesis, UIN Jakarta, 2003).

Dalam pembahasan tesis itupun, Afifi tak jauh berbeda dengan apa yang dikaji

Sukidi. Bahkan, fokus penelitiannya pun hanya ingin melihat sejauh mana

keabsahan pandangan teologi Nurcholish Madjid tentang agama-agama, dilihat

dari kacamata doktrin Islam (Alquran) serta relevansi dalam konteks saat ini.

Terakhir, adalah Sutisna dengan judul Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish

Madjid (Skripsi, UIN Jakarta, 2004). Tak jauh berbeda dari pembahasan

sebelumnya, penelitian inipun masih berkutat pada pandangan teologi Pluralisme

Nurcholish Madjid, yang tidak ada bedanya dengan beberapa penelitian-penelitian

sebelumnya.

Berdasarkan data-data tersebut, apa yang ingin dikaji penulis dalam

penelitian ini tentunya sangatlah berbeda. Perbedaan itu dikarenakan penelitian ini

lebih memfokuskan pada kajian konsep tauhidnya Nurcholish Madjid―yang

menurut dugaan kuat sementara penulis sarat sekali dengan nilai-nilai humanisme,

bahkan dapat dikatakan antara tauhid di satu sisi, dengan nilai-nilai humanisme di

sisi lain merupakan satu kesatuan yang intrinsik dalam konsep tauhidnya

Nurcholish Madjid. Oleh karenanya, adalah sebuah keharusan ilmiah dan

intelektual melakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji kebenaran hipotesis

tersebut. Dan dalam konteks itu pula, masih terbuka lebar bagi penulis untuk

melakukan penelitian (skripsi) ini, di samping juga belum ada yang meneliti

sebelumnya sebagaimana telah penulis tunjukkan di muka.

Page 18: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

18

D. Metode Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metodologi penelitian

kepustakaan (Library Research) dengan mengacu kepada beberapa karya primer

Nurcholish Madjid dan beberapa karya skunder yang ada relevansinya dengan

penelitian ini. Sebagian karya Nurcholish Madjid yang menjadi rujukan utama

dalam penelitian ini adalah Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan

Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995) dan Islam Doktrin dan

Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995) sebagai karya magnum-opusnya dan

beberapa karya lain yang ditulis olehnya. Di samping itu pula, penulis juga

menggunakan beberapa karya pendukung lainnya, yang memiliki kaitan dan

relevansi yang cukup signifikan dalam penyempurnaan penelitian skripsi ini.

Adapun pendekatan metodologi penelitian ini bersifat deskriptif dan

analitis kritis. Pendekatan deskriptif ini mengandaikan sebuah uraian yang cermat

dan objektif berdasarkan beberapa sumber yang digunakan. Artinya, penelitian ini

ingin mengungkapkan pemikiran tauhid yang memiliki dimensi kemanusiaan apa

adanya. Sedangkan pendekatan analitis kritis adalah menganalisa serta menilai

secara kritis keseluruhan data yang telah diperoleh melalui pendekatan deskriptif

tersebut, sehingga dapat terungkap akan kekuatan dan begitu juga kelemahan dari

konsep tauhid Nurcholish Madjid.

Mengenai teknik penulisan, di sini penulis mengacu kepada buku

Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Tahun 2004-2005 UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 19: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

19

E. Sistematika Penulisan

Bab I, menjelaskan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,

studi kepustakaan, metodologi pembahasan dan terakhir sistematika pembahasan

tentang penelitian ini.

Bab II, menguraikan tentang sosok biografis intelektual Nurcholish

Madjid beserta iklim intelektual sekitar yang mempengaruhinya, termasuk

beberapa karyanya yang merefleksikan perkembangan pemikirannya.

Bab III, menguraikan asal-usul dan perkembangan makna humanisme

tersebut secara histories, dilengkapi penjelasan tentang tauhid dan humanisme

dalam konteks Islam.

Bab IV, merupakan kajian inti dimensi humanisme konsep tauhid

Nurcholish Madjid dengan uraian tentang hakikat tauhid dan kaitannya dengan

kemanusiaan serta prinsip dasar politik dalam kehidupan bermasyarakat disertai

evaluasi-kritis terhadapnya.

Bab V, merupakan kesimpulan akhir sebagai jawaban dari rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini dan diakhiri saran-saran.

Page 20: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

1 11

BAB II

SKETSA BIOGRAFIS NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Hidup

Nurcholish Madjid adalah seorang Intelektual Muslim garda depan, dan

juga seorang guru bangsa yang mampu mengemas Islam dalam denyut

humanisme serta humanitas,16 sehingga benih-benih pemikirannya banyak

dijadikan solusi oleh sebagian masyarakat Indonesia atas masalah-masalah

kemanusiaan maupun keagamaan.

Nurcholish Madjid dilahirkan di sudut kampung kecil Desa Mojoanyar,

Jombang, Jawa Timur. Tepatnya pada tanggal 17 Maret 1939 M (26 Muharram

1358 H).17 Cak Nur―biasa disapa―genap pada usia 66 tahun kembali ke

pangkuan Ilahi, Senin 29 Agustus 2005, bertepatan dengan tanggal 24 Rajab 1426

H, pukul 14. 05 WIB.18 Sebelumnya Cak Nur menjalani operasi lever di Cina dan

dilanjutkan ke Rumah Sakit Singapura, sampai ia kembali menjalani perawatan

intensif di Rumah Sakit Pondok Indah hingga akhirnya beliau menghembuskan

nafas terakhirnya.19

Sebagaimana anak-anak pada umumnya (kala itu), Nurcholish oleh

ayahanda tercinta Abdul Madjid dan ibundanya Nyai Fathonah disekolahkan di

Sekolah Rakyat (SR) yang dilaksanakan pada pagi hari dan sore harinya Cak Nur

belajar di Madrasah al-Wathoniyyah yang didirikan oleh ayahnya sendiri,

16 Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi

Guru Bangsa, (Jakarta: Paramadina, 2005), cet. I, h. X. 17 http://id.wikipedia.org/wiki:/Nurcholish Madjid. 18 Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual: Mengiringi

Guru Bangsa,,h. 1. 19 http://www.tokohIndonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/indexs.shtml

Page 21: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

12

bertempat di kediamannya di Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur.20 Sejak di

Madrasah itulah Abdul Madjid (salah seorang murid kesayangan KH. Hasyim

Asyari) mengetahui kecerdasan otak anaknya dari beberapa prestasi pelajaran

yang sering mendapat nilai tertinggi di sekolahnya, tentunya ini sangat membuat

bahagia hati sang ayah atas prestasi anaknya dalam menjalankan tugas sebagai

seorang pelajar.

Setelah tamat dari sekolah dasarnya pada usia 14 tahun lebih kurang, atau

sekitar tahun 1955 sang ayah menganjurkan untuk melanjutkan pendidikannya di

Daar al-Ulum Rejoso Jombang, Cak Nur pun yang memiliki cita-cita menjadi

seorang Masinis kereta api itu mematuhi apa yang dianjurkan ayahnya. Tapi

selang dua tahun kemudian, Nurcholish merasa tidak kerasan di Pesantren yang

tidak begitu jauh dari tempat kediamannya itu. Konon tidak betahnya Nurcholish

dikarenakan sering ia mendapat ejekan dari teman-temannya, sebagian guru-

gurunya dan juga sebagian orang di Desanya; “masa anak tokoh Masyumi

mondok di Pesantren (NU) sih..! yang santrinya dan juga guru-gurunya pakai

sarung?”. demikian ungkapan yang sering terlontar padanya. Cak Nur pun merasa

tidak nyaman dengan adanya kata-kata ejekan itu, akhirnya ia dipindahkan ke

KMI (kulliyyatul Mu’allimin al-Islamiyyah) Pesantren Daar as-Salam Gontor

Ponorogo,21 sebuah institusi pendidikan yang menghargai pluralitas madzhab dan

juga sistem pendidikan satu-satunya di Pulau Jawa yang telah menerapkan

pendidikan sistem modern yang seirama dengan perkembangan zaman, karena

20 Marwan Saridjo, Cak Nur: Di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap Berjilbab

(Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005), cet. I. hal. 2-3. 21 Marwan Saridjo, Cak Nur: Di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap Berjilbab,

h. 4.

Page 22: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

13

pesantren Daar as-Salam mengajarkan dua bahasa bertarap Internasional, yakni

bahasa Inggris dan bahasa Arab. Dan tidak lagi kegiatan belajar mengajarnya

menggunakan sistem tradisional seperti sorogan.

Kemudian Cak Nur melanjutkan pendidikannya ke salah satu perguruan

tinggi di Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta (dulu IAIN) setelah mengakhiri pendidikan pesantrennya, yang selesai

pada tahun 1961. Ia masuk pada Fakultas Sastra dan Peradaban Islam, Jurusan

Sastra Arab. Hingga pada tahun 1968 ia menyandang gelar Sarjana Muda dengan

predikat terbaik tentunya setelah melalui kerja keras dan sungguh-sungguh serta

keuletannya dalam belajar sebagai seorang pelajar yang sadar akan statusnya itu.

Semenjak menjadi mahasiswa, Nurcholish Madjid seorang mahasiswa

yang aktif dalam gerakan kemahasiswaan dan ia―secara langsung maupun tidak

langsung―mampu menunjukkan kemampuan akademisnya itu pada dirinya,

keluarganya, juga teman-teman sepejuangannya. Beberapa gerakan

kemahasiswaan yang ia geluti adalah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) cabang

Ciputat, sampai akhirnya ia terpilih menjadi ketua umum PB HMI selama dua

periode langsung, yakni tahun 1966-1969 dan 1969-1971. selain di HMI, ia juga

aktif di Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (PEMIAT), kiprahnya di

persatuan itu menjabat sebagai presiden pertama tahun 1967-1969, ia menjabat di

persatuan ini sampai ia selesai kuliahnya (1968). Keaktifannya dalam sebuah

organisasi terus ia geluti, karena baginya sebuah organisasi merupakan medium

pencerdasan generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga

Page 23: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

14

baginya peran sebuah organisasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri

dan sarang latihan menjadi seorang pemimpin.22

Julukan Intelektual Muda telah melekat dalam diri Cak Nur, dikarenakan

gagasan-gagasannya yang brilian tentang keagamaan banyak yang dianggap

sebagai alternatif pencerahan intelektual dan yang selalu menjadi cubitan kecil

dalam pemahaman tokoh keagamaan. Cak Nur punya keinginan melanjutkan

studinya untuk menambah khazanah keilmuannya, Cak Nur pun menemukan jalan

licin ketika tahun 1973 dua orang intelektual sekaliber internasional berkunjung

ke Indonesia dalam rangka mencari peserta seminar dan loka karya,23dengan tema

“Islam dan Tantangan Peradaban ke Depan”, yang bertempat di University of

Chicago, yang dipromotori oleh Ford Fondation. Nama kedua intelektual itu

adalah Fazlur Rahman dan Leonard Binder. Sebelumnya kedua intelektual itu

telah memilih HM. Rasjidi (tokoh Masyumi) sebagai peserta loka karya dan

seminar itu, namun karena umurnya yang tidak lagi muda maka pilihan pun

beralih pada aktivis HMI itu, yakni Nurcholish Madjid. Pilihan kedua intelektual

itu tidak serta merta beralih begitu saja, tentunya Nurcholish menjadi alternatif

dari pilihan itu berkat pemikiran-pemikirannya yang selalu dalam konteks

kebangsaan dan kenegaraan, juga gagasan keagamaannya (keislaman) yang

membuat namanya dikenal banyak orang khususnya kaum akademisi.

22 Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 223. 23 Greg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2000), cet. I,

h. 84.

Page 24: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

15

Untuk menjadi peserta seminar dan loka karya di Negeri Paman Sam itu

Nurcholish harus terlebih dulu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)24 sebagai

persyaratan menjadi peserta. Setelah persyaratan itu terpenuhi dan keadaan fisik

pun memadai akhirnya berangkatlah anak bangsa yang berprestasi itu ke Luar

Negeri untuk menambah khazanah keilmuan dan pengalamannya.

Program seminar dan loka karya telah usai, timbullah keinginan Cak Nur

untuk tinggal lebih lama di Chicago untuk menimba ilmu di sana, Cak Nur pun

memohon pada Leonard binder (salah satu intelektual panitia loka karya dan

seminar) untuk melanjutkan studinya di Pascasarjana University of Chicago.

Leonard Binder akhirnya mengabulkan permohonan Cak Nur untuk belajar ke

Universitas itu. Awalnya Nurcholish dalam kajian politiknya di bawah bimbingan

Leonard, namun Fazlur Rahman membujuknya terlebih dulu untuk mengambil

kajian keislaman di bawah bimbingannya. Dengan sebab itulah banyak

pemikirannya dipengaruhi dari pemikiran Fazlur Rahman sendiri, yaitu tentang

konsep Neo-Modernisme yang diintrodusir oleh intelektual muslim asal Pakistan

itu.

Nurcholish Madjid mengakhiri studi doktoralnya (Ph. D) di Universitas

Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada tahun 1984 dengan disertasi tentang

Filsafat dan Kalam Ibnu Taymiyyah (‘Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah: A

Problem of Reason and Revelation in Islam) predikat Summa Cum Laude pun

diraihnya.

24 Sutisna, “Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish Madjid”, (Jakarta: Perpustakaan

Utama UIN, 2004. h. 26.

Page 25: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

16

Layaknya seorang muslim pulang dari tanah suci, kembalinya Nurcholish

dari Chicago pada tahun 1984, lebih dari seratus orang menyambutnya di Bandar

Udara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Menyambut kedatangan

seorang intelektual yang telah melakukan pendalaman keilmuan di Negeri yang

konon sekuler itu, para tokoh Indonesia pun tidak mau ketinggalan, diantaranya:

Fahmi Idris, Soegeng Sarjadi, AM Fatwa, dan para tokoh lainnya.25

Kembalinya Nurcholish ke tanah air, tanpa berlama-lama santai setelah

menjalani proses penggemblengan yang luar biasa dalam perjalanan

pendidikannya, ia pun langsung berbenah diri menatap dan berusaha memberikan

yang terbaik untuk bangsanya dengan kontribusi pemikirannya terhadap

permasalahan-permasalahan kemasyarakatan, kenegaraan dan keagamaan yang

tidak menentu. Langkah-langkah yang ia lakoni untuk bangsa ini, diantaranya;

menjadi staf ahli IPSK-LIPI (1984-2005), mendirikan Yayasan Wakaf

Paramadina (1985-2005), menjadi anggota Komnas HAM RI (1993-2005),

pengajar Pascasarjana IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (1985-2005),

anggota Dewan Pers Nasional (1990-1998), wakil ketua dewan penasehat ICMI

(1990-1995), Fellow, Eisenhower Fellowship, Piladelphia, Ameika Serikat

(1990), anggota MPR-RI (1987-1992 dan 1992-1997), serta pernah menjadi

Profesor Tamu, McGill University, Montreal, Kanada, tahun 1991-1992.

Nurcholish Madjid sebagai tokoh pembaharu dan cendikiawan muslim

Indonesia sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita (meninggal dunia) dan

kepergiannya merupakan suatu kehilangan besar bagi bangsa Indonesia khususnya

25 http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/index.shtml.

Page 26: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

17

dan umumnya bagi anak bangsa dari berbagai Agama, berbagai suku, merasa

kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya, demikian sahabatnya Amin Rais

mengungkapkan.26 Pemikiran-pemikiran Cak Nur terasa masih menggema di

kalangan akademisi maupun kalangan ilmuwan, karena banyak dari pemikirannya

masih tetap dan terus diperbincangkan, dikritisi dan diaktualisasikan dalam

kehidupan selanjutnya, entah itu dalam kancah perpolitikan maupun sosial

keagamaan.

B. Corak Pemikiran dan Konteks Sosio-Kultural Indonesia

Telah banyak orang tahu, bahwa prestasi Nurcholish lebih banyak terukir

di pentas pemikiran. Terutama pemikirannya tentang Demokrasi, Pluralisme,

Humanisme dan Modernisme. Keyakinannya dalam memandang modernisasi atau

modernisme bukan sebagai Barat, modernisme bukan Westernisme. Bagi Cak

Nur, modernisme adalah sama halnya dengan demokrasi (rasionalisasi) sebagai

gejala Global. Gagasan Nurcholish tentang Pluralisme telah menempatkannya

sebagai intelektual muslim garda depan, pluralisme dalam bingkai Civil Society

dan peradaban, terlebih di saat kondisi Indonesia sedang terjerumus dalam

berbagai kemerosotan dan juga ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur pun pernah

menyatakan, “jika bangsa Indonesia ingin membangun peradaban, pluralisme

adalah inti dari nilai keadaan itu, termasuk di dalamnya, penegakan hukum yang

adil dan pelaksanaan hak azasi manusia,” dengan kata lain bahwa membangun

26 Muhammad Wahyuni Nafis dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual, h. 79.

Page 27: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

18

sebuah peradaban dalam bangsa yang majemuk tidak akan terlaksana tanpa

memperioritaskan paham pluralisme dalam masyrakat dan sistem kenegaraan.27

Corak pemikiran Nurcholish selalu dalam konteks keindonesiaan, kendati

ia pernah nyantri di Chicago namun tetap saja tema besar yang ia bawa tak pernah

lepas dari pandangan dan pemikiran-pemikirannya selalu dalam lingkaran konteks

keindonesiaan. Juga wawasannya dalam keagamaan, teori sosial, filsafat dan

politik masih berada dalam bayangan keindonesiaan.

Sepak terjang pemikiran Cak Nur dimulai ketika ia aktif di HMI dan

menjadi imam HMI selama dua periode, sebab itulah kesediaan Cak Nur untuk

menjadi imam HMI yang kedua kalinya membuat geram dan kecewa para tokoh

senior HMI lainnya, salah satunya adalah Ahmad Wahib dan Djohan Effendi.

Sehingga keduanya menjadi oposan dan memutuskan untuk keluar dari HMI.

Perjalanan pemikirannya berlanjut ketika HMI gabungan dan PII juga

GPII mengadakan halal bi halal. Pada acara itu, Nurcholish Madjid mendapat

kesempatan ceramah di hadapan para aktivis dan ilmuwan. Merupakan

kebanggaan tersendiri bagi Cak Nur bisa mendapat kesempatan itu yang

sebelumnya penceramah Dr. Alfian, peneliti LIPI dan kalangan dari PII (Pemuda

Islam Indonesia) berhalangan hadir hingga akhirnya terpilih Cak Nur untuk

menggantikannya. Di saat ceramah itulah dari dua bibir Cak Nur keluar kata-kata

yang sangat menggegerkan dan controversial, yakni slogan “Islam Yes, Partai

Islam No.” Ungkapan itu mengisyaratkan penolakannya terhadap apa yang

kemudian dikenal sebagai Islam Politik.

27 Marwan Saridjo, Cak Nur diantara Sarung dan Dasi, h. 18.

Page 28: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

19

Pada tahun 1972, Nurcholish diminta memberikan pidato Kebudayaan di

Taman Ismail Marzuki dalam sebuah forum Intelektual dan Kebudayaan yang

sangat bergengsi dan prestisius itu. Dalam pidato itu, Cak Nur mempresentasikan

posisi ide liberalnya, oleh sebab itulah HM. Rasjidi tergerak untuk menulis buku

kritikan terhadap Cak Nur yang baginya pemikiran-pemikirannya telah banyak

dipengaruhi oleh pemikiran Barat.

Hakikatnya pemikiran-pemikiran Nurcholish penekanannya lebih kepada

konteks Islam keindonesiaan,28 yakni mengemas doktrin Islam yang menghormati

kemajemukan dan beragamnya visi dan misi dalam pemikiran individu maupun

statement yang sudah menjadi konsensus dalam tiap-tiap komunitas.

Nurcholish menghendaki kepada seluruh umat muslim Indonesia agar

menyikapi keragaman Etnis, Budaya dan yang paling utama perbedaan keyakinan

untuk lebih arif dan bijaksana serta proporsional. Sebagai seorang muslim

tentunya kenal dan sudah paham terhadap fungsi ajaran umat Islam yang

terkandung dalam rangkaian huruf ayat-ayat Alquran, hanya saja kaum muslimin

tinggal berupaya mengaktualisasikan pesan Tuhan yang terdapat dalam kitab suci

Alquran di kehidupan nyata. Baginya agama hanya akan dipandang benar bila

memiliki komitmen emansipatoris dan solidaritas kemanusiaan,29 dalam

pemahaman lain bisa diuraikan bahwa agama memiliki kemampuan

membebaskan manusia dari kungkungan zamannya, seperti penindasan,

kebodohan, keterbelakangan dan yang senada dengan itu.

28 Islam keindonesiaan yang berkembang pada saat Nurcholish hidup di tengah-tengah

masyarakat Indonesia, dan upaya merefleksikan ajaran Islam dalam konteks kekinian dan keindonesiaan.

29 Nurcholish Madjid, Islamic Roots of Modern Pluralism: Indonesia Experience, Studia Islamika vol. I, UIN Jakarta, 1984.

Page 29: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

20

Menurut Nurcholish, modernisasi adalah sesuatu yang bersifat rasional,

ilmiyah dan sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku di alam. Baginya

modernisasi adalah suatu keniscayaan karena itu bagian dari perintah Tuhan Yang

Maha Esa, Cak Nur menjelaskan bahwa modernitas atau sikap modern

mengandung arti yang lebih mendalam lagi, yakni pendekatan kepada kebenaran

Mutlak, jadi modernitas berada dalam suatu proses yaitu proses penemuan

kebenaran-kebenaran yang relatif menuju penemuan kebenaran yang Mutlak

yakni Allah SWT.

Untuk dapat melihat Neo-Modernisme yang di gulirkan Nurcholish

Madjid, kita dapat melihatnya dengan hasil pemikirannya tentang peradaban Islam

dan Modernisme Islam. Ia juga sangat intens terhadap persoalan keimanan

(tauhid), akhlak, fiqih dan tasawuf yang kesemuanya bagian dari kajian

keislaman. Menurutnya, tantangan yang paling berat bagi orang yang beragama

adalah syirik atau politeisme bukannya ateisme, karena syirik memberikan

peluang penyerahan kepada selain Tuhan Yang Maha Esa.

Nurcholish mengingatkan bahwa manusia mempunyai hawa al nafs yang

kerap kali membuat kita angkuh atau arogan, sehingga menuhankan diri kita

sendiri. Agar kita dapat menghindarinya dari itu semua manusia harus melakukan

pembebasan diri, karena pembebasan ini akan membawa kepada kerendahan hati

sehingga akan menjadi orang yang selalu dalam ketakwaan, taat kepada Allah

SWT ataupun kepada sesame makhluk.

Melihat pada konteks keindonesiaan, amatlah tidak mungkin bagi

masyarakat Indonesia untuk mengelak dari masuknya kultur luar yang semakin

Page 30: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

21

gencar. Unsur-unsur keindonesiaan tidak bisa dipisahkan dengan keislaman

ataupun sebaliknya, karena unsur-unsur keindonesiaan dan kemodernan ada dalam

Islam.

Tentunya keterkaitan antara keindonesiaan dan kemodernan dengan

keislaman telah terlihat jelas dari beberapa jelas dari beberapa keterangan

Nurcholish dalam corak pemikirannya yang terdapat pada sebagian karyanya.30

Nurcholish mengungkapkan bahwa ide tentang pertumbuhan dan

perkembangan dengan sendirinya mengandung makna proses (dinamis), tahapan-

tahapan untuk selalu mencari sesuai dengan masanya. Baginya, dalam islam tidak

ada penyelesaian satu kali untuk selamanya (final), melainkan selalu berubah dan

berbeda pada seiap ruang dan waktu. Bangsa Indonesia harus mampu

menyelesaikan masalahnya dengan terlebih dulu menyesuaikan dengan budayanya

masing-masing.31

Cak Nur ingin memulai islam dalam konteks keindonesiaan dengan

rekonstruksi dan reinterpretasi terhadap hukum klasik serta disesuaikan dengan

kebutuhan pada masa kini. Menurutnya, untuk konteks Indonesia sangat mungkin

adanya akulturasi islam dengan budaya lokal, sebagaimana yang terdapat dalam

rumusan kaidah Ushul Fiqh bahwa adat atau kebiasaan masyarakat tertentu bisa

dijadikan landasan hukum (al ‘adatu muhakkamatun), tentunya tidak

bersebrangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

Corak keislaman dengan keindonesiaan memiliki kesinambungan pada

ideologi Pancasila, Cak Nur berasumsi bahwa Pancasila sejalan dengan ajaran

30 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixviii. 31 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. IxxI.

Page 31: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

22

Islam. Dari keterangan itu terlihat konsistensi Cak Nur dalam mengedepankan

semangat Pluralisme.

Selain dalam corak pemikiran Nurcholish yang keindonesiaan juga terletak

dalam pemikirannya yang kekinian atau kemodernan, Nurcholish mencoba

membawa pemahaman Islam dengan semangat kemodernan. Bahkan menurutnya,

Islam pada dirinya sendiri secara inheren adalah agama yang selalu modern, kalau

dilihat dalam perspektif sejarah modernisasi adalah aktifitas dan kreatifitas

manusia dalam mengatasi persoalan-persoalan dan kesulitan untuk memberi

kemudahan dalam hidup.

Nurcholish mengungkapkan betapapun kreatifnya suatu bangsa yang

modern, namun bila dilihat ke belakang modernnya mereka hanyalah sebatas

kealnjutan dari berbagai kreatifitas manusia sebelumnya. Modernitas merupakan

suatu perjalanan sejarah yang cukup logis dan tak mungkin terhindarkan,

perjalanan modernitas bagi Cak Nur adalah sesuatu yang cukup logis, sehingga

harapan besar akan terjadinya modernitas juga diharapkan pada umat Islam.

Berdasar pada pemahaman Nurcholish tentang Islam keindonesiaan dan

kemodernan seperti yang telah dipaparkan sekelumit corak pemikirannya di atas,

terlihat bahwa Islam yang fleksibel, mendasar dan lebih menghormati pada nilai-

nilai kemanusiaan masih bisa dijadikan pijakan dasar untuk merekonstruksi

paham keagamaan (keislaman) yang berbasis pada budaya lokal dan nasional

Indonesia.

Page 32: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

23

C. Beberapa Karya Utama

Nurcholish Madjid tidak bedanya dengan pemikir-pemikir lainnya, bahwa

setiap buah pemikirannya tertuang dalam goresan tinta. Buku adalah sarana untuk

mengenalkan dan menyampaikan ide dan gagasannya kepada manusia-manusia

yang gandrung dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, dan bukulah yang pantas

untuk menggoreskan tinta pemikiran seorang tokoh. Oleh karena itulah,

Nurcholish berusaha mengabadikan pemikirannya di setiap lembaran-lembaran

dalam buku.

Adapun buku-buku yang sudah diterbitkan di Indonesia merupakan

kompilasi dari artikel, makalah bahan kuliah, bahan ceramah dan materi khutbah

yang pernah ditulisnya. Lain halnya dengan buku Khazanah Intelektual Islam,

karena buku itu merupakan suntingan karya-karya pemikir muslim klasik yang

sudah diterjemahkan Nurcholish ke dalam bahasa Indonesia. Dalam pembahasan

ini, karya-karya Nurcholish tidak bisa diungkapkan secara keseluruhan, namun

hanya sebagian saja karyanya yang dianggap sudah cukup mewakili. Adapun

karya-karyanya antara lain:

Khazanah Intelektual Islam, buku terbitan PT. Bulan Bintang, Jakarta

1984 ini adalah langkah awal mengabadikan pemikirannya lewat tulisan disaat

Nurcholish melewati hari-harinya di Chicago University, Amerika Serikat.

Maksud buku suntingan ini adalah untuk memperkenalkan bidang pemikiran yang

merupakan salah satu segi kejayaan Islam bagi para generasi Islam dan para

pembaca lainnya. Selain itu dalam buku ini Nurcholish juga memperkenalkan

kepada para pembaca tentang corak pemikiran para tokoh klasik. Adapun tokoh-

Page 33: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

24

tokoh yang disebut Cak Nur dalam buku ini adalah: al-Kindi (258 H/870 M), al-

Asy’ari (w. 300 H/913 M), al-Farabi (w. 337 H/950 M), Ibn Sina (370 H-428

H/980 M-1037 M), al-Ghazali (w. 505 H/111 M), Ibn Rusyd (w. 594 H/1198 M),

Ibn Taymiyyah (w. 728 H/1328 M), Ibn Khaldun (w. 808 H/1406 M), Jamaluddin

al-Afghani (1255 H-1315 H/1839 M-1897 M), dan Muhammad Abduh (1262 H-

1323 H/1845 M-1905 M). penulis tegaska kemabli tentang buku ini, seperti yang

diungkapkan Nurcholish sendiri bahwa buku ini hanya sekedar pengantar

pemikiran kepada kajian yang lebih luas dan mendalam tentang khazanah

kekayaan pemikiran Islam.

Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, buku ini pertama kali diterbitkan

oleh penerbit Mizan, Bandung 1987. dalam isi buku ini membincangkan tentang

permasalahan-permasalahan dan juga isu-isu yang aktual saat itu, dan di sisi lain

juga kontribusi penulis buku ini dalam mewujudkan beberapa solusi keagamaan

dan keindonesiaan, sekitar tahun 70-an permasalahan-permasalahan menjadi

wacana yang mengegerkan dan penuh dengan pandangan-pandangan yang

controversial. Dengan sebab itulah, buku ini telah mengalami beberapa kali cetak

ulang, yakni sampai mengalami cetak ulang hingga 12 kali.

Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Paramadina adalah

penerbit dari buku ini, Jakarta 1992. Nurcholish Madjid dalam buku ini

menyinggung lembaga pendidikan tradisional pesantren. Kritikan Nurcholish

tertuju pada kurikulum pesantren yang ada di Indonesia. Menurutnya, bahwa

materi keagamaan masih mendominasi di lingkungan pesantren yang disajikan

hanya dan selalu dalam bahasa Arab, seperti Fiqh, ‘Aqa’id, Nahwu-Sharaf.

Page 34: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

25

Padahal menurutnya, ada yang lebih penting pada tataran praktis di saat seorang

muslim berinteraksi dengan sesame, yakni semangat religiusitas dan juga

Tasawuf yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan. Sedangkan di sisi lain,

pengetahuan umum kenyataannya masih dilaksanakan secara setengah-setengah,

akibatnya kemampuan santri sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari

masyarakat dalam ilmu-ilmu eksak. Dalam buku ini tidak hanya tulisan

Nurcholish yang membicarakan lembaga pendidikan tradisional pesantren tapi

juga tulisannya Malik Fadjar serta laporan tim kompas.

Islam, Doktrin dan Peradaban, sebuah telaah kritis tentang masalah

keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan. Diterbitkan oleh penerbit Paramadina

1992. dalam buku ini, Nurcholish Madjid memaparkan tentang bagaimana

manusia mempunyai tujuan hidup yang transendental berdasarkan iman yang

dinyatakan dalam bentuk amal, kebajikan sosial, menciptakan masyarakat egaliter

dan inklusif dalam mencari kebenaran dan keadilan. Sebenarnya, buku ini hanya

kumpulan sebagian makalah dari kelompok kajian agama yang diselenggarakan

oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang diadakan sekali dalam sebulan dengan

beranggotakan 200 orang.

Islam; Agama Peradaban, Membangun Makna dan Relevansi Doktrin

Islam dalam Sejarah. Paramadina 1995. dalam buku ini yang menjadi tema besar

adalah pada reinterpretasi dan rekonstruksi ajaran pokok Islam yang selama ini

telah mengalami pendangkalan dan salah kaprah umat dalam memandang

ajarannya, mengakibatkan umat mengidentikkan dengan hasil penafsiran Ulama

semata. Nurcholish Madjid dalam buku ini menghendaki agar umat Islam

Page 35: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

26

Indonesia khususnya menjadikan Islam bisa kembali menjadi ajaran yang lebih

aspiratif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.

Pintu-Pintu menuju Tuhan. Paramadina 1994. isi buku ini merupakan

kumpulan tulisan Nurcholish Madjid yang tercecer, yang telah dimuat pada

Harian Pelita dan Majalah Tempo. Di sini Nurcholish menjelaskan bahwa umat

Islam jangan hanya melihat satu pintu untuk menuju Tuhan, karena Islam telah

menyediakan banyak pintu untuk menuju dan meraih perkenan Tuhan.

Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam

Indonesia, Jakarta, Paramadina 1995. Kajian pokok dalam buku ini ada pada

pembahasan tentang wajah Islam yang kosmopolit dan Universal, yang

menampilkan nilai humanisme, keadilan, inklusivitas, pluralitas juga egaliter,

tetapi pada saat yang bersamaan menampilkan Islam yang menampung nilai-nilai

dan kultur parsial. Sehingga Islam sebagai ajaran yang universal dan kosmopolit

tetap menjadi ajaran yang relevan di setiap perjalanan zaman.

Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia,

Paramadina 1997. dalam buku ini memuat pikiran-pikiran Nurcholish Madjid

tentang peran Intelektual Indonesia dalam membangun etos keilmuan dan tradisi

intelektual, mengembangkan demokratisasi serta membangun sumber daya

manusia yang siap memasuki era industrialisasi dan era tinggal landas.

Masyarakat Religius, buku terbitan Paramadina 1997 ini mengetengahkan

tentang Islam dan konsep kemasyarakatan, komitmen pribadi dan sosial, dan

konsep pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga. Dalam hal itu,

Page 36: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

27

Nurcholish menerangkannya dengan bahasa yang sederhana dan menarik, tapi

tidak berarti substansi permasalahan diabaikan.

Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, 1999. dalam buku ini Nurcholish

mengetengahkan gagasan politiknya, demokrasi, kebangsaan dan kenegaraan. Ia

menyampaikan persoalan-persoalan tersebut dengan argumentasi yang fresh dan

jernih. Di mana dalam uraiannya mengaitkan dengan persoalan-persoalan

kontemporer yang tengah menghadang bangsa Indonesia, seperti cita-cita politik

bangsa dan persoalan keadilan.

Selain buku-buku di atas yang sudah dipaparkan, masih banyak pula karya

Nurcholish yang sudah beredar di pasaran dan tidak sempat dimuat dalam bab ini.

Buku-buku itu antara lain: Pesan-Pesan Takwa Nurcholish Madjid, Fatsoen

Nurcholish Madjid, Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa

Transisi, Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik

Kontemporer, Perjalanan Religius Umrah dan Haji, Kaki Langit Peradaban

Islam, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Dialog Ramadhan dan Fiqh Lintas

Agama.

Berdasarkan uraian tentang beberapa karya dan buah pikiran Nurcholish

Madjid di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Cak Nur sosok pemikir yang handal

dan julukan pun melekat padanya, yakni seorang teolog, filosof, sejarawan,

konseptor dan pembaharu yang selalu mengedepankan toleransi pada setiap

perbedaan dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang berpijak pada ajaran Islam.

Page 37: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

1 28

BAB III

HUMANISME SEBUAH DESKRIPSI UMUM

A. Humanisme: Asal-usul dan Pengertian

Humanisme merupakan paham kemanusiaan yang menempatkan manusia

sebagai pusat kesadaran. Paham ini diambil dari mitologi Yunani Kuno, yaitu

ketika Bromotheus, dewa yang jatuh hati dan merasa kasihan dengan nasib

manusia, hingga ia mencuri obor kebijakan (pengetahuan) dari para dewa untuk

diberikan kepada umat manusia sebagai suluh, karena itu, tradisi humanisme

hampir selalu bercorak melawan segala sesuatu yang berbau samawi (langit).

Demikian pula awal Renaissance Barat diikuti oleh gerakan humanisme yang

sangat kreatif terhadap dogmatisme agama (Kristen).

Namun, istilah humanisme baru dipakai pada Abad ke 19 oleh aliran

Eksistensialisme di Jerman. Sebelum Abad ke 19 atau sekitar Abad ke 14

humanisme tela menjadi gerakan filsafat yang lahir di Italia dan kemudian

berkembang ke seluruh pelosok Eropa.32

Beberapa yang melatarbelakangi lahirnya humanisme dari adanya rasa

kemanusiaan dan penegasan bahwa manusia adalah makhluk yang diberi

kebebasan memilih serta memandang yang terbaik oleh Tuhan, untuk itu terlihat

kurang jelas bila pengertian tentang humanisme belum dikemukakan.

Adanya banyak pengertian mengenai humanisme membuat penulis merasa

perlu menjabarkan beberapa pengertian yang berbeda. Dalam kamus bahasa

32 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta, Kanisius, 1989) h. 42.

Page 38: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

29

Inggris Humanisme (humanism) memiliki arti perikemanusiaan.33 Sedangkan

dalam kamus Bahasa Indonesia humanisme berarti suatu doktrin yang menekan

kepentingan-kepentingan kemanusiaan dan ideal.34 Humanisme juga memberikan

angggapan bahwa individu yang rasional sebagai nilai yang paling tinggi, sebagai

sumber nilai terakhir, serta memberikan pengabdian kepada pemupukan untuk

perkembangan kratif dan perkembangan moral individu secara rasional, tanpa

mengacu pada konsep-konsep mengenai hal-hal yang di luar kacamata inderawi.35

Adapun dalam Encyclopedia of Britanica, bahwa humanisme berarti

adanya pemujaan terhadap kemanusiaan. Ini terlihat pada budaya kesusastraan

dan penghidupan kembali sastra klasik yang menekankan terhadap individu dan

semangat kritis serta menitikberatkan pada karakteristik dari Renaissance yang

sekuler. Bisa juga berarti paham kemanusiaan, atau sebuah doktrin, tingkah laku,

atau jalan hidup yang memusatkan diri pada nilai-nilai dan manusia. Pengertian

ini dapat dilacak pada paham filsafat yang menampik supernaturalisme dan

menekankan pada kebebasan seseorang yang bernilai dalam kapasitas untuk

meralisasikan diri dengan akal sehat.36

Pengertian humanisme berlanjut pada perjalanan sejarah yang sedikit

memiliki peran dalam memunculkan pengertian tentang humanisme. Sebut saja

aliran Eksistensialisme, lokomotif dan imam dalam aliran ini ada pada Jean-Paul

Sartre. Ia ‘melicinkan jalan’ dalam pengertian humanisme ini melalui beberapa

33 John M. Echols dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta, Gramedia,

2003) cet. Xxv, h. 306. 34 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmuah Populer, (Surabaya, Arkola,

1994), h. 234. 35 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, Gramedia, 2002), cet. III, h. 295. 36 Encyclopedia of Britanica 2003 Ultimate Reference Suite CD-Rom, (Inggris, 2003),

dictionary 2, h. 1.

Page 39: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

30

diskusi yang dia ikuti, kendatipun tak langsung terfokus pada masalah humanisme

sebagai pembahasan karena ia lebih dikenal sebagai eksistensialis, namun

pembahasan tentang humanisme tak terhindarkan sebagai bahasan kedirian

manusia. Diskursus ini kemudian disusul oleh aliran Strukturalisme, dan

seterusnya.37

Melihat dari beberapa keterangan tentang pengertian humanisme, sedikit

punya pemahaman bahwa pengertian tentang humanisme sangatlah beragam, dan

yang pasti tempat bersemainya wacana humanisme ada dalam filsafat, pengertian

humanisme dimaknai secara beragam disebabkan karena tak terdapat pemaknaan

yang tunggal terhadap kata ini.

K. Bertens dalam bukunya menuliskan pengertian tentang humanisme

yang sebelumnya A. Lalande telah memaknai itu. Bertens mengatakan bahwa

humanisme sebagai gerakan para “humanis” pada zaman Renaissance; teori

pengenalan filsuf Inggris F. Schiller; pandangan etis yang melihat perspektif

manusia saja; dan pendapat yang menyoroti manusia menurut aspek yang lebih

tinggi.38 Dengan demikian terlihat bahwa manusia makhluk yang bisa menentukan

masa depannya sendiri tanpa harus bergantung pada sesuatu di luar dirinya, inilah

salah satu paham yang melahirkan humanisme dengan melewati proses dialektika

politik, budaya, agama, sosial dan lainnya.

Berbagai pengertian dan pemahaman tentang humanisme berada dalam

pemaknaan yang beragam sesuai dengan konteks dan perjalanan pemahaman

hidup manusia, mungkin terlihat dari beberapa pemahaman tentang humanisme di

37 K. Bertens, Panorama Filsafat Barat, (Jakarta, Gramedia Pustaka, 1987), h. 32-36. 38 K. Bertens, Panorama Filsafat Barat, h. 30.

Page 40: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

31

atas lebih pada penekanan ide-ide kemanusiaan yang menjunjung tinggi nilai

persaudaraan kemanusiaan, kreatifitas untuk menciptakan prestasi kemanusiaan,

penghormatan terhadap nilai-nilai dan hak azasi manusia

B. Perkembangan Makna Humanisme

Pemaknaan manusia dalam memahami humanisme sangat beragam dan

menjadi bias ketika menusia memaknai pengertian humanisme berawal dari

pemahaman-pemahaman yang sudah tertanam kuat dalam masyarakat, baik itu

doktrin agama, sistem sosial, rumusan filsafat dan lainnya.

Persoalan humanisme selalu berkait dengan status telatif individu dan

kekuasaan, seringkali Negara. Sejak Yunani Kuno telah terjadi perdebatan

panjang antara mereka yang menghargai nilai kekuasaan. Plato mengatakan

bahwa ketidaksamaan merupakan keadaan alamiah manusia (natural), dan

masyarakat merupakan pengatur tertinggi atas individu.39 Tentunya pemahaman

tentang humanisme ini lebih pada pemahaman ke filsafatnya.

Memang humanisme lahir dari cikal bakalnya pemikiran yang

menekankan kelebihan utama manusia sebagai makhluk berakal budi. Socrates

(470-399 s.m.) membangun pemikiran antroposentrisme secara tegas―setelah

Protagoras―dalam mengenakan ukuran kebajikan dan kebenaran terletak pada

akal manusia.40 Manusia harus dapat mengembangkan kemampuan dari akal

budinya untuk mendapatkan kebaikan hidupnya baik secara personal maupun

kolektif. Yang masih mengembangkan kerangka berpikir antroposentrisme

39 Harun Nasution dan Bachtiar Effendy (ed), Hak Azasi Manusia dalam Islam, (Jakarta,

Yayasan Obor Indonesia, 1987), h. 93. 40 Robert C. Solomon dan Katheleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, terjemahan dari A Short History of Philosophy, oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta, Yayasan Benteng

Budaya, 2002), h. 95.

Page 41: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

32

(mikrokosmos) adalah Plato (428-347 s.m.) dan Aristoteles (348-322 s.m.),

kendatipun keduanya masih menunjukkan keterkaitannya dengan alam terbuka

(makrokosmos). Tokoh-tokoh di atas adalah wakil dari masa kebudayaan Romawi

yang menempatkan manusia sebagai subjek yang mulia dan bisa terhadap

segalanya. Filsafat Yunani, menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir

terus menerus untuk memahami dan bagian lingkungannya serta menentukan

prinsip-prinsip bagi tindak tanduknya sendiri untuk mencapai kebahagiaan hidup

(eudaimonia). Masa inilah yang disebut sebagai humanisme klasik.41

Memasuki Abad pertengahan (Abad ke-5 M hingga Abad ke-15 M),

pemikiran filsafat hampir seluruhnya dikuasai oleh para Pendeta, Uskup,

Biarawan, Imam, Suster atau yang biasa disebut klerus, yang selalu

menghubungkan pemikiran filsafatnya dengan wahyu serta ajaran agama Kristen.

Kajian utamanya bukan mengenai manusia, melainkan apa yang mereka―ajaran

Bapak Gereja, Kitab Suci atau Bibel―katakan mengenai manusia, sehingga

penyelidikannya mengenai teks-teks yang dominan dan yang dianggap memiliki

otoritas Tuhan. Berulang kali penelusuran teks-teks ini dilakukan dan dikomentari

terus-menerus, sehingga menjadi mata kuliah wajib di skolastik, kalaupun ada

pertanyaan – pertanyaan sulit, maka mengacu pada karya – karya Aristoteles dan

lainnya yang dianggap memiliki otoritas. Akibat dari teosentrisme, para filosof,

ilmuwan dan pemikir barat merasa harus mengurangi dominasi gereja dan agama

untuk kemajuan berpikir manusia sendiri supaya merdeka terhadap nasib dan

masa depannya. Akibatnya orang mencari inspirasi baru sebagai alternative

41 Simon Petrus L. Tjahjadi, Sejarah Filsafat Barat Modern, (Jakarta, STF Driyarkara,

1998), h. 6.

Page 42: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

33

kebudayaan tradisional kristiani. Perhatian mereka pun tertuju pada kebudayaan

Yunani–Romawi, sebagai satu–satunya budaya yang mereka anggap baik,

kebudayaan ini dijadikan patokan dan model terhadap segala dasar kehidupan

dasar manusia.

Pada zaman Renaissance, sekitar abad ke 15 dan abad ke 16, yang terjadi

di eropa, humanisme kembali diangkat. Hanya saja di bandingkan humanisme

klasik yang menekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan polis

(Negara kota), maka humanisme renaissance menginginkan individualisme yang

kuat. Ajaran ini mendorong pada pemujaan, tidak terbatas terhadap kecerdasan

dan kemampuan individu. Karena kehendaknya adalah “manusia universal”. Para

pemikir dan ilmuwan menyokong abad ini dengan menyumbangkan berbagai

karyanya. Petrarka, Bocaccio, Michael Angelo, Raffael, menyelidiki dan

menemukan hasil karya seni dan sastra yang berkualitas tinggi. Florenz,

menerjemahkan tulisan – tulisan plato ke dalam bahasa latin. Johannes Gutenberg,

menemukan mesin cetak. Galilea – Galileo (1564 – 1642), Leonardo Da Vinci

(1452 – 1519), Niccon dengan “pengetahuan adalah kekuasaan” (1561 – 1626),

mencoba melakukan penyeledikan Empiris – Experimental yang modern dan di

anggap pasti, mengalahkan dominasi pandangan Aristotelian yang selama ini

mengusai Eropa. 42 Dalam bidang keagamaan, Martin Luther (1483 – 1546),

melakukan gerakan reformasi gereja. Muncul juga penyelidikan anatomi dalam

kedokteran, penemuan kompas, senjata api, pembangunan kota roma kuno,

melalui gereja raksasa di Vatikan (1506) dengan luas 44 hektar yang dibangun

42 Jostein Gardner, Dunia Sophie : Sebuah Novel Filsafat, (Bandung : Mizan, 2002), Cet.

XII, h. 224.

Page 43: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

34

selama 120 tahun, sebagai bukti keperkasaan manusia. Akhirnya penemuan ilmu

pengetahuan dan kemajuan berpikir berdampak pada seluruh bidang kehidupan

dan kebebasan serta kemampuan manusia mengusai alamnya. Kondisi ini semakin

menguat di jaman pencerahan (Aufklarung atau Enlightenment) pada abad ke 17

dan ke 18.

Di Inggris, abad ini di sebut juga dengan The Glorius Revolution, karena

waktu itu terjadi revolusi inggris 1688, menggantikan raja James II oleh William

Oranien, yang menghasilkan konstitusi pertama didunia secara modern. 43

Peraturan inilah yang menjadi “Declaration of Rights” (1689), dan “Bill of

Rights”. 44 Pada jaman ini manusia di tuntut untuk mencari cahaya didalam

akalnya sendiri. Sebagaimana Immanuel Kant (1724 – 1804) mengatakan bahwa

manusia harus keluar dari sifat terlalu bebasnya sendiri sebagai akibat dari

kesalahan yang diperbuatnya selama ini.45 Dengan semangat jamannya, berbagai

penemuanpun berlanjut, Isaac Newton (1643 – 1727) meletakkan dasar – dasar

fisika dan hukum grafitasinya. John Locke (1632 – 1704) mendesak pengakuan

hak – hak minoritas untuk beroposisi dalam pemerintahan. Di Perancis abad ini

telah melahirkan agama baru yakni Deisme, agama kodrati yang berdasarkan rasio

serta pendirian sebuah patung dewi rasio di dalam katedral Notre Dame, serta

revolusi Perancis. Sementara di Jerman, pencerahan terlihat tenang, karena pusat

perhatiannya tertuju pada bidang moral, mengetengahkan hubungan antara rasio

43 Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 9. 44 Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 10

Page 44: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

35

dan wahyu Kristen. Di dalam periode idealisme Jerman, lahir aliran Neo –

Humanisme, di samping idealisme Jerman dan Zaman klasik romantik. 46

Neo humanisme ingin mencapai manusia ideal, yang mana mengutamakan

supaya semua nafsu dijinakkan, mencapai kesempurnaan antar tubuh dan jiwa,

dan memanusiakan manusia (Herder, 1744 – 1803). Bagi mereka bukan manusia

rasional yang diperlukan sekarang, tapi manusia yang etis dan estetis. Sementara

itu, Auguste Comte (1798 – 1897), menginginkan pendirian “agama

kemanusiaan”. 47

Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, gerakan sosial-politik,

demokratisasi, hak azasi manusia, globalisasi dan lainnya diklaim sebagai hasil

jerih payah dari kelompok yang mengedepankan rasionalitas. Di Barat

kecendrungan semacam ini membawa pada apa yang mereka sebut sebagai

humanisme sekuler atau humanisme ateis. Salah seorang pemikir yang bisa

dikategorikan masuk dalam humanisme ateis adalah Friedrich Nietzsche (1844-

1900), yang menyatakan bahwa “Tuhan telah Mati” (God is Dead).48

Setelah terjadinya invasi Amerika Serikat ke Irak, konflik yang diderita

humanisme semakin kompleks. Padahal dalam manifesto I, tahun 1933 di Jerman,

semangat gerakan humanisme adalah “satu dunia” (one world) di mana, “semua

manusia bersaudara”, di atas segalanya. Humanisme ditujukan untuk mencapai

tatanan masyarakat bebas dan universal, di mana manusia berpartisipasi secara

cerdas dan suka rela untuk mencapai kebaikan bersama. Ketika itu pula kata

“universal” menjadi istilah yang kabur mengingat komposisi geopolitik dunia kala

46 Simon Petrus L. Tjahjadi, sejarah filsafat barat modern, h. 12. 47 Robert C. Solomon dan Cathelen M. Higins, Sejarah Filsafat, h. 95. 48 Sindhunata, Kritik Humanisme Ateis, Basis (Yogyakarta, 2000), h. 3.

Page 45: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

36

itu amat tegang dan kalang kabut menghadapi ancaman terorisme, sayangnya

kemudian tatanan dunia justru terbangun oleh kategorisasi-kategorisasi yang

saling bersaing secara tidak seimbang, seperti ekonomi-politik, kebangsaan,

fundamentalisme, atau agama yang kemudian berimbas pada mekanisme

distribusi akses kebutuhan manusia. Mengingat humanisme lahir dari kalangan

elite intelektual, kelas menengah, mapan dan liberal, ada masalah saat

mendefinisikan makna dari kata “universalitas”. Bahkan sebagian orang

berpendapat, globalisme dan kosmopolitanisme adalah “universal” yang baik dan

tepat, dan sebagian lagi menganggap ide-ide global justru menjadi penghalang

mencapai makna hidup yang manusiawi.49

C. Tauhid dan Humanisme dalam Perspektif Islam

Tauhid merupakan salah satu ajaran utama Islam yang diwahyukan Tuhan

kepada manusia melalui para utusannya (nabi dan rasul), dan tauhid pulalah yang

mendasari akidah kaum muslim. Seorang muslim belum bisa dikatakan sebagai

kaum muslimin kalau ia menolak tauhid atau meragukannya. Di sini terlihat

bahwa betapa pentingnya memahami tauhid yang sebagai inti dari ajaran islam,

dikarenakan bahwa tauhid mendasari seluruh pemikiran manusia tentang dunia

dan sebagai konsepsi islam yang dapat dipertentangkan dengan sekulerisme,

humanisme atau eksistensialisme.50

Tauhid memang satu, tetapi dalam perkembangan pemikiran islam telah

melalui tahapan-tahapan perkembangan makna atau telah dikonseptualisasikan

dalam bermacam-macam paham. Paham-paham yang lahir dalam aliran ilmu

49 Erita Narhetali, “Humanisme Sudah Mati?”, Kompas, 27 maret 2003. 50 Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung, Mizan, 2004), cet. xii. h. 178.

Page 46: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

37

kalam sejak Muktazilah hingga Khawarij pun menunjukkan perbedaan

konseptualisasi paham tauhid ini.

Dan tauhid merupakan ajaran islam yang paling esensial berkaitan dengan

keimanan, seperti iman kepada Allah, Rasul, Malaikat, Kitab-Kitab, Hari Kiamat,

Qada dan Qadar, di mana rukun itu harus dipahami, dimengerti dan dihayati

dengan baik oleh seorang muslim, sehingga akan membawa kepada kesadaran

akan kewajibannya sebagai hamba Allah akan nampak dalam pelaksanaan ibadah,

tingkah laku, sikap dan perbuatan serta tutur katanya dalam keseharian, yang

kemudian tauhid akan menimbulkan cita-cita dan kemauan, yang pada gilirannya

timbullah aktivitas dalam kehidupannya.

Dalam teologi, kata ini berarti pernyataan bahwa tidak ada tuhan selain

Allah SWT.51 Sebagai istilah teknis dalam ilmu kalam (yang diciuptakan oleh

para mutakallimin atau teologi dialektis islam), kata – kata tauhid dimaksudkan

sebagai paham “memahaesakan tuhan” atau lebih sederhananya paham

“ketuhanan yang maha esa” atau monoteisme. Meskipun bentuk harfiah kata

tauhid itu sendiri tidak terdapat dalam al – qur’an (yang ada dalam al – qur’an)

adalah kata – kata “ahad” atau “wahid”, namun istilah ciptaan kaum mutakallimin

itu memang secara tepat mengungkapkan isi pokok ajaran kitab suci itu, yaitu

ajaran tentang “memahaesakan tuhan”. Bahkan secara jelas tauhid juga

menggambarkan inti ajaran semua nabi dan rasul yang diutus untuk setiap

51 B. D. Mc Donald, Tauhid. Dalam M. TH. Houtsma, et all. Frist Encyclopedia of Islam

(eiden E. J. Brill, 1987), vol. 8, h. 704

Page 47: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

38

kelompok manusia di bumi hingga kelahiran nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran

Ketuhanan Yang Maha Esa.52

Pemahaman manusia – khususnya kaum muslimin – tentang konsep tauhid

tentunya memiliki latar belakang historis yang saling berkaitan dengan konteks

sosio-cultural manusia. Di sinilah salah satu faktor dari keragaman pemahaman

kaum muslimin memahami tauhid, dengan bertitik tolak pada pemahaman dalam

fungsi tauhid yang sejatinya membebaskan manusia dari mitologi atau takhayul

dan juga berbagai kepalsuan – kepalsuan yang dipercayai.

Islam, oleh banyak penulis sejarah, bukan hanya dianggap sebagai agama

baru, melainkan juga Liberating Force,53 yang berarti bahwa islam merupakan

kekuatan pembebas umat manusia dari berbagai macam penindasan dan

diskriminasi, atau juga pembebas dari tindakan yang merendahkan harkat dan

martabat manusia sebagai manusia, yang semestinya mendapat perlakuan yang

sewajarnya dengan manusia yang lainnya.

Islam dan Humanisme, di antara keduanya memiliki keterkaitan yang

saling mendukung dan menguatkan, keduanya juga merupakan prinsip

keseimbangan yang tidak bisa diceraikan begitu saja, secara totalitas ajaran –

ajaran islam adalah yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai – nilai

kemanusiaan. Ini terbukti dalam kitab suci umat islam (Al – Qur’an), pada surat

Al - Baqarah ayat 22, surat Al - Maudidah ayat 5, surat An - Nissa ayat 22, 23 dan

24, surat An - Nur ayat 32, surat Al - Mumtaharah ayat 10 – 11, surat An - Nisaa

ayat 7 – 12, 176, surat Al - Baqarah ayat 180, surat Al -Maudidah ayat 106, surat

52 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 72 – 73. 53 Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif. h. 65.

Page 48: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

39

Al - Baqarah 279, 280 dan 282, surat Al - Anfaal ayat 56 - 58, surat Al - Taubah

ayat 4, surat Al - Baqarah ayat 178, surat An - Nisaa ayat 92 – 93, surat Al -

Maudidah ayat 38, surat Yunus ayat 27, surat Al - Israa ayat 33, surat As - Syuura

ayat 40, surat An - Nisaa ayat 59, Surat Ali - Imron ayat 159, surat Asy - Syuuraa

ayat 38, surat Al - Baqarah ayat 190 – 193, surat Al - Anfal ayat 39,41, surat At -

Taubah ayat 5, 29, dan 193, surat Al - Hajj ayat 39, 40, surat Al - Hujuraat ayat 13

dan surat Al -Baqarah ayat 177.54

Surat dan ayatnya yang telah di sebutkan diatas merupakan salah satu

bukti dari peran islam yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai –

nilai kemanusiaan yang juga merupakan tujuan dari gerakan humanisme.

Islam adalah sebuah humanisme, yakni agama yang sangat mementingkan

manusia sebagai tujuan sentral, inilah nilai dasar islam. Tapi berbeda dengan

prinsip – prinsip filsafat dan prinsip – prinsip agama lain, humanisme islam

adalah humanisme teosentrik. Dengan kata lain, bahwa islam merupakan sebuah

agama yang memusatkan dirinya pada Keimanan Terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, tetapi yang mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban

manusia. Prinsip humanisme teosentrik inilah yang kemudian akan

ditransformasikan sebagai nilai yang dihayati dan dilaksanakan sepenuhnya dalam

masyarakat dan budaya.

54 Al Qur’an dan terjemahannya : Juz 1 – Juz 30, (Jakarta: Depag RI, 1994), h. 100.

Page 49: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

1 41

BAB IV

DIMENSI HUMANISME KONSEP TAUHID

NURCHOLISH MADJID

A. Hakikat Tauhid

Salah satu aspek pokok yang paling mendasar sekaligus otentik dari ajaran

Islam adalah tauhid.Yakni meyakini sekaligus menyadari bahwa hanya Tuhan

Yang Satu dan Maha Esa-lah yang patut disembah. Secara teologis, konsep dasar

ini dengan tegas dan gamblang memiliki pijakan dasarnya yang cukup kuat di

dalam beberapa diktum Alquran.55Sedangkan secara filosofis mengandaikan akan

kesadaran penuh kepada mereka yang meyakininya bahwa manusia tak lain

kecuali makhluk-Nya yang jauh dari kesempurnaan dan bersifat nisbi. Dengan

kata lain, tidak ada satu pun wujud (tuhan-tuhan) yang patut disembah dan pantas

untuk dimintai pertolongan serta inayahnya kecuali Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Nurcholish Madjidyang akrab disapa Cak Nur iniTuhan yang

sebenarnya adalah; Maha Esa; Maha Hadir dalam hidup ini yang senantiasa

mengawasi gerak langkah kita; Yang perkenan atau ridha-Nya harus dijadikan

orientasi hidup dalam bimbingan hati nurani yang sesuci-sucinya mengikuti jalan

yang lurus; Yang merupakan asal dan tujuan hidup manusia dan seluruh yang

ada.56

Dalam kalimat syahâdat “Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh, demikian

Nurcholish Madjid menyatakan, persaksian yang pertama itu mengandung apa

55 Lihat. (QS: 112: 1) 56 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Cet. , Ketiga, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. Ii.

Page 50: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

41

yang secara masyhur dikenal sebagai rumusan ‘al-nafy wa al-itsbât,’ atau

peniadaan dan peneguhan, negasi dan konfirmasi. Dengan negasi itu kita

membebaskan diri dari setiap keyakinan yang banal dan palsu; membelenggu

serta merenggut martabat kemanusiaan kita sebagai makhluk Allah yang paling

mulia. Adapun dengan konfirmasi itu kita tetap menyatakan kepada wujud Maha

Tinggi yang sebenarnya.57 Dengan demikian, bagi Cak Nur, tidaklah cukup

dengan hanya mengimani adanya Tuhan, tapi pada saat yang bersamaan

menjadikan sesuatu yang bukan Tuhan itu sendiri sebagai tuhannya, yang pada

hakikatnya tidak memiliki sifat keilahian yang dalam term agama disebut dengan

musyrik, yaitu menyekutukan Tuhan dengan selain-Nya.

Berdasarkan penjelasan tersebut sebagai konsekuensinya, menurut Cak

Nur, kita harus sepenuhnya bersandar kepada-Nya. Bergantung dan menaruh

kepercayaan serta berpandangan positif kepada-Nya. Ini semua, lebih lanjut Cak

Nur berargumen, merupakan kebalikan diametral dari sikap kaum musyrik

berdasarkan surat al-Zumar ayat 38:

“Dan jika engkau (Muhammad) bertanya kepada mereka (kaum

musyrik) siapa yang menciptakan langit dan bumi pasti mereka menjawab, Allah.

Katakan (kepada mereka); apakah kamu memperhatikan sesuatu yang kamu

berseru kepadanya selain Allah itu? Jika Allah menghendaki marabahaya

kepadaku, apakah mereka (berhala-berhala) itu dapat menghilangkan

marabahaya itu? Atau jika Dia (Allah) menghendaki rahmat bagiku, apakah

57 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ii

Page 51: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

42

mereka menahan rahmat itu? Katakanlah lebih lanjut, cukuplah bagiku Allah saja

dan kepada-Nyalah mereka yang mau bersandar.”58

Jadi, bagi Nurcholish Madjid, percaya akan adanya Tuhan sebagai Wujud

Tertinggi yang dijadikan kekuatan supra-rasional dalam kehidupan manusia,

tidaklah menjamin dan berkorelasi positif secara linier dengan hakikat makna

tauhîd itu sendiri. Kenyataan ini dapat dilihat lebih jauh dalam sejarah peradaban

bangsa Arab pra-Islam itu sendiri sebagaimana digambarkan oleh intelektual

Muslim kenamaan Isma’il al-Faruqi:

“ Inskripsi Arabia Selatan (Ma’in, Saba’ dan Qhataban), begitu pula

Arabia Utara ( Lihyan , Tshamud dan Shafa) memberi bukti bahwa suatu dewa

maha tinggi (supreme deity) yang disebut al-ilah atau Allah telah disembah sejak

masa dahulu kala. Dewa Ioni mengairi tanah, membuat palawija tumbuh, raja

kaya berkembang biak dan sumber air serta sumur mengeluarkan air yang

memberi hidup. Di Mekkah, juga diseluruh Jazirah Arabiah, Allah diakui sebagai

pencipta dari semuanya, Pangeran seluruh alam, penguasa langit dan

bumi,Pengawas tertinggi segala-galanya. Allah adalah nama dewa yang paling

banyak disebut. Tetapi fungsinya didelegasikan atau diambil alih oleh dewa-dewa

lain yang lebih kecil dan pengaruh-Nya yang luar biasa dinyatakan dalam

matahari dan rembulan misalnya. Kualitas-kualitas-Nya dijelmakan dan

digantikan ke dalam dewa-dewa atau dewi-dewi selain daripada-Nya (Allah).

58 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Cet. V. ( Jakarta: Paramadina, 1999),

h. 4-5.

Page 52: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

43

Dengan begitu timbullah sejumlah pantheon yang setiap anggotanya

memperhatikan sama juga suatu kebutuhan tertentu atau suku tertentu dan

mewakili suatu ciri khusus, tempat, obyek, atau kekuatan yang menunjukkan

kehadiran, perhatian dan kekuasaan-nya yang bersifat ilahi. Allah, seorang dewi,

digambarkan sebagai anak perempuan Allah dan diidentifikasikan dengan

matahari oleh sebagaian, dengan rembulan oleh yang lain. Al-Uzzah adalah

seorang anak perempuan ilahi yang kedua, yang dihubungkan dengan planet

Venus, Maniat anak perempuan ketiga, mewakili nasib. Dzu al-Syara dan Dzul

Khalasah adalah dewa-dewa yang mengambil nama dari tempat-tempat ramalan

nasib, Dzul Kaffayn dan Dzul Rijl diasosiasikan dengan anggota badan yang

mempunyai makna tertentu, meskipun tidak diketahui. Wudud, Yaghuts, Ya’qub

dan Suwa adalah dewa-dewa yang mengambil nama dari fungsi-fungsi ketuhanan

untuk berturut-turut, cinta, pertolongan, perlindungan dan penerapan siksa yang

pedih. Dewa Hubal, yang memiliki patung paling menonjol di Ka’bah,

mempunyai tangan yang terbuat dari emas yang murni al-malik (raja), al-

Rahman (Pengasih), dan al-Rahim (selamanya Pengasih) mengidentifikasi dewa-

dewa atau barangkali mewakili fungsi-fungsi ketuhanan maha tinggi dari suatu

Dewa dengan suatu nama yang lain.”59

Dengan demikian, hakikat makna tauhid tidaklah cukup hanya dengan

mengimani akan keberadaan-Nya, tapi lebih daripada itu adalah mempercayai

bahwa Allah itu dalam kualitas-Nya sebagai satu-satunya yang bersifat keilahian

59 Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Cak Nur, (Jakarta: KPP, 2004), h. 19.

Page 53: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

44

dan sama sekali tidak memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apa pun

yang lain. Oleh sebab itu, apabila kita berhasil mewujudkan itu semua dalam diri

kita, maka kita benar-benar telah ber-tauhid, demikian Cak Nur berujar.

B. Tauhîd dan Kemanusiaan:

1. Emansipasi Harkat dan Martabat Manusia

Tauhid, sebagai asas dasar keberimanan seorang Muslim sebagaimana

telah diuraikan, merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawa-tawar

lagi. Oleh karena tauhid dalam artian berserah diri secara total dan sepenuhnya

dan menjadikannya orientasi kehidupannya di dunia ini merupakan inti dan

hakikat dari agama dan keberagamaan itu sendiri. Dengan demikian, setidaknya

terdapat beberapa konsekuensi dasar dari perinsip tauhid tersebut.60Tuhan adalah

sebagai satu-satunya sumber otoritas kebenaran tertinggi. Dengan ungkapan lain,

tidak ada seorang anak manusia pun sebagai makhluk ciptaan-Nya yang nisbi

tersebut mengklaim secara mutlak serta memonopoli kebenaran bagi dirinya

sendiri maupun orang lain. Tatkala seseorang mengklaim hanya dirinyalah yang

paling benar, pada saat bersamaan menganggap orang lain salah sepenuhnya,

maka pada hakikatnya orang tersebut telah terjebak dalam kemusyrikan. Hal ini

jelas bertentangan sekali dengan spirit dasar tauhid itu sendiri. Tipikal orang

semacam inilah yang dalam istilah Cak Nur disebut thâgût atau tiran, yaitu sikap

yang selalu ingin memaksakan kehendak kepada orang lain tanpa memberi

60 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 2.

Page 54: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

45

peluang kepada orang itu untuk melakukan pertimbangan bebas.61Dalam

pandangan Cak Nur, belenggu atau tiran yang seringkali membuat manusia

congkak dan angkuh terhadap kebenaran yang datang dari luar dirinya adalah

“hawa nafsu”.62 Hawa nafsu ini pula yang menjadi sumber pandangan-pandangan

subjektif yang dengan sendirinya juga menghalangi seseorang dalam melihat

kebenaran. Secara tidak sadar orang tersebut pada hakikatnya telah menjadikan

hawa nafsu-nya sebagai tuhan yang selalu ia taati. Disebabkan karakter dasar dari

hawa nafsu itu sendiri yang bersifat tiran dan membelenggu kebebasan seseorang

menuju pada kebenaran yang sesungguhnya, maka pada gilirannya ia akan

terkurung di dalam sangkar kesesatan dan kenaifan. Bahkan, orang itu pun akan

lebih bersikap tertutup dan fanatik yang menyebabkan dirinya bersikap reaktif

terhadap segala sesuatu yang datang dari luar, tanpa mempertanyakan maupun

merefleksikan terlebih dahulu kemungkinan kebenaran yang terkandung di

dalamnya.

Menurut Cak Nur,63 dengan mengutip firman Tuhan, gambaran seseorang

yang terkungkung oleh tiran semacam ini telah terjadi di masa lalu:

“…Apakah setiap kali datang kepadamu sekalian seorang rasul (pembawa

kebenaran) dengan sesuatu yang tidak disukai oleh dirimu sendiri, kamu menjadi

congkak, sehingga sebagian (dari para rasul itu) kamu dustakan, dan sebagaian

lagi kamu bunuh?!” Mereka yang menolak itu bertanya, “hati kami telah tertutup

61 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 126 62 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 81 63 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 82

Page 55: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

46

(dengan ilmu)!” Sebaliknya, Allah telah mengutuk mereka karena penolakan

mereka (terhadap kebenaran), maka sedikit saja mereka percaya.” (Q.S: 45: 23).

Ayat tersebut bagi Cak Nur, memiliki pesan moril kepada umat manusia

akan bahaya kecongkakan dan sikap tertutup karena merasa telah berilmu,

sehingga jauh dari pelita cahaya kebenaran. Nah, agar seseorang dapat terhindar

dari sikap semacam itu, maka ia perlu melakukan pembebasan terhadap dirinya

sendiri (self liberation), dan hal ini hanya mungkin jika dan kalau orang tersebut

meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah, melalui penyerahan dirinya secara total

kepada-Nya. Efek tauhid inilah yang pada gilirannya memberikan semangat

pembebasan dalam diri seseorang, sekaligus mengangkat harkat dan martabat

kemanusian pribadi yang bersangkutan. Ibn Taymiyyah misalnya, sebagaimana

yang dikutip oleh Cak Nur, menyatakan bahwa tauhid secara inheren berakibat

kepada pembebasan manusia dari segala macam kepercayaan palsu seperti

mitologi-mitologi. Kepercayan palsu atau mitologi yang secara wataknya sendiri

selalu membelenggu manusia, itu biasanya berkisar sekitar praktik pemujaan

selain Allah Yang Maha Esa, sehingga tercipta pujaan-pujaan (âlihah, jamak ilâh)

yang palsu, bahkan juga pemujaan kepada kecenderungan mengikuti hawa nafsu-

nya sendiri.64 Inilah yang dalam pandangan Cak Nur disebut sebagai hakikat dari

hilangnya harkat dan martabat kemanusiaannya yang tinggi.65Ia tidak lagi menjadi

pribadi manusia yang merdeka, dan ia dengan sendirinya menjadi budak dari

64 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Membangun Tradisi dan Visi Baru

Islam Indonesia, Cet. , II, (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 190. dan Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 96.

65 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97.

Page 56: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

47

obyek yang disembahnya; Yang tentunya secara kualitatif jauh lebih rendah dan

hina daripada dirinya sendiri. Padahal, manusia sejatinya adalah makhluk yang

paling tinggi kedudukan dan derajatnya, sekaligus ‘puncak’ ciptaan Tuhan

dibandingkan makhluk-Nya yang lain. Maka, seseorang yang menjadikan obyek

sembahan dan kebergantungan hidupnya selain kepada Tuhan Yang Maha Esa,

sesungguhnya ia telah menghinakan dan merendahkan sisi kemanusianya sendiri

yang justru bertentangan dengan semangat tahuhid.

Namun demikian, dampak dari tauhid tidak hanya membawa akibat

emansipasi bagi pribadi manusia yang bersangkutan saja, tapi juga bagi pola

hidup saling menghormati sesama manusia. Maka dari itu, kualitas pribadi-pribadi

manusia yang bertauhid, sudah barang tentu memiliki dampaknya juga bagi

kehidupan sosialnya. Salah satu efek yang paling penting sekali adalah semangat

pembebasan sosialnya dalam bentuk sikap dan paham egaliterianisme.66Hal ini

dikarenakan setiap pribadi manusia berharga sebagai makhluk Tuhan yang

bertanggung jawab langsung kepada_Nya. Tidak seorang pun dari mereka yang

dibenarkan diingkari hak-hak asasinya, sebagaimana juga tak seorang pun dari

mereka yang dibenarkan mengingkari hak-hak asasi pribadi yang lain.

Berdasarkan prinsip itu, maka tauhid menghendaki sistem kemasyarakatan yang

demokratis, terbuka, adil dan bebas berekspresi untuk saling mengungkapkan

pendapatnya dalam rangka mencari titik temu dan kebenaran.

Karena itu, Cak Nur menandaskan, setiap bentuk pengaturan hidup sosial

manusia yang melahirkan kekuasaan mutlak adalah bertentangan dengan jiwa

66 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 102-03.

Page 57: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

48

tauhid. Pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasan mutlak pada sesama

manusia adalah tidak adil dan beradab. Sikap pasrah secara mutlak kepada Tuhan

Yang Maha Esa mensyaratkan akan kehidupan tatanan sosial yang adil, terbuka

dan demokratis sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.67

Konsekuensi lain yang dapat ditarik adalah timbulnya paham akan

persamaan manusia yang egaliter dan sejajar antara satu dengan yang lainnya.

Yakni dilihat dari sisi harkat dan martabatnya yang asasi sebagai pangkal

humanisme atau kemanusiaan di dalam pandangan Islam. Karena itu, tidak

seorang pun berhak merendahkan atau menguasai harkat serta martabat manusia

lain. Seperti memaksakan kehendak dan pandangannya terhadap orang lain.68

Dengan begitu, maka setiap orang memiliki hak dan kebebasanya masing-masing,

sehingga ia menjadi makhluk moral dalam artian manusia memiliki tanggung

jawab atas pilihan dan tindakan yang dilakukannya berdasarkan petunjuk agama

dan akal-pikirannya. Baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Menurut Cak Nur,

hal ini mengasumsikan bahwa setiap pribadi manusia memiliki hak dasarnya

untuk memilih dan menentukan perilaku moral dan etisnya.69 Tanpa kebebasan

tersebut, adalah tidak logis bagi manusia itu sendiri untuk dimintai pertanggung

jawabannya. Inilah salah satu kemuliaan tertinggi, sekaligus yang membedakan

derajat dan martabat manusia dengan makhluk Tuhan lainnya.

Oleh sebab itu, demi harkat dan martabatnya, manusia harus

menghambakan diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam gambaran

67 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 3-4. 68 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 4. 69 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. (Jakarta: Paramadina), 1995, cet. h.

191-93.

Page 58: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

49

grafisnya, demikian Cak Nur berujar, manusia harus melihat ke atas hanya kepada

Tuhan Yang Maha Esa, dan kepada alam harus melihat ke bawah. Sedangkan

kepada sesamanya manusia harus melihat secara mendatar atau horizontal. Hanya

dengan itu, Cak Nur kembali menandaskan, manusia menemukan dirinya yang

fitri dan alami sebagai makhluk dengan martabat dan harkat yang tinggi.70 Dengan

ungkapan lain, manusia menemukan kepribadiannya yang utuh dan integral serta

otentik, hanya jika ia memusatkan orientasi transendentalnya kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Sebaliknya, apabila manusia menempatkan harkat serta martabatnya

kepada sesamanya, apalagi pada obyek semacam gejala alam, maka ia akan

kehilangan kebebasannya. Pada gilirannya, berakibat pula pada hilangnya

kesempatan dan kemungkinan mengembangkan diri ke tingkat yang setingi-

tingginya.

Jadi, menurut Cak Nur, dengan menempatkan tauhid sebagai landasan

dasar orientasi kehidupan manusia yang dalam bahasa sehari-hari menjadikan

ridha Tuhan sebagai titik tolak segala perbuatannya; Tuhan sebagai asal sekaligus

tujuan hidupnya.71Maka manusia telah menempatkan dirinya berdasarkan

fitrahnya yang otentik dan merdeka dari segala macam bentuk tiran (thâgût) yang

membelenggu pribadi manusia itu sendiri, sekaligus menghalanginya menuju

jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai-Nya dengan segenap cahaya kebenaran

yang terkandung di dalamnya.

70 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97. 71 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 97-98.

Page 59: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

50

2. Inklusivisme Keagamaan

Absennya sikap toleranintra maupun antar ummat beragamayang pada

akhirnya melahirkan konflik sosial-keagamaan di negeri ini, sedikit banyak

mencerminkan bagaimana bangunan sikap keberagamaan itu sendiri. Apa yang

termanifestasikan dalam keseharian seseorang adalah merefleksikan bagaimana

pandangan dan pemahaman keagamaannya tersebut. Dengan ungkapan lain, dapat

dikatakan bahwa toleran atau tidaknya seseorang yang beragama terhadap

pemeluk agama lainnya adalah bergantung kepada inklusif atau eksklusifnya

pemahaman keagamaan yang dimilikinya tersebut. Seseorang yang memiliki

pandangan inklusif dengan sendirinya ia akan bersikap toleran, baik intra maupun

antar umat beragama, sebaliknya, seorang yang eksklusif pun demikian. Ia akan

lebih cenderung bersikap intoleran terhadap mereka yang bersebrangan terhadap

paham maupun keyakinan agamanya.

Terkait persoalan di atas, maka Cak Nur menekankan sekali perlunya

paham inklusivisme bagi kaum Muslim. Seperti, toleransi, kebebasan, keadilan

dan keterbukaan. Hal ini dikarenakan agama Islam, demikian Cak Nur

berargumen, adalah agama universal untuk sekalian umat manusia, yang pada saat

bersamaan tanpa harus mengurangi keyakinan seorang Muslim akan kebenaran

agamanya.72

Pokok pangkal kebenaran universal tersebutyang dengan sendirinya juga

kebenaran tunggaladalah paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau Tauhid.

Konsekuensi terpenting dari kemurnian tauhid ini, demikian Cak Nur berujar,

72 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 178-79.

Page 60: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

51

ialah pemutusan sikap pasrah sepenuhnya hanya kepada Allah; Tuhan yang Maha

Esa, tanpa kemungkinan memberi peluang untuk melakukan sikap mendasar

serupa kepada sesuatu apapun selain diri-Nya. Inilah al-Islâm, yang menjadi

intisari semua agama yang benar, demikian dengan tegas Cak Nur berucap.73

Dalam pada itu, bagi Cak Nurdengan mengutip pandangan Ibn Taymiyyah74hal

itu juga menunjukkan bahwa al-Islâm dalam maknanya yang generik juga adalah

inti dan saripati semua agama para nabi dan rasul. al-Islâm adalah spirit dasar dari

kebertauhidan seorang Muslim yang dalam konteks formal keagamaan

diwujudkan dengan tidak menyembah kepada siapapun selain diri-Nya, Dzat

Yang Maha Esa. Jadi, bagi mereka sekalipun secara formal adalah seorang

muslim, tapi jika dalam kehidupan praksis kesehariannya bertentangan dengan

semangat tauhid atau al-Islâm itu sendiri, maka ia bukanlah Muslim sejati dan

dengan sendirinya tertolak.

Berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut, maka menurut Cak Nur,

Alquran mengajarkan paham kemajemukan keagamaan dalam artian bahwa

semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung

oleh pengikut agama itu masing-masing, baik secara pribadi maupun kelompok.

Bagi Cak Nur, semua agama pada prinsipnya mempunyai dasar yang sama, yaitu

keharusan manusia berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga

semuanya akan bermuara kepada satu ‘titik pertemuan (common platform),’ yang

73 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 181. Lihat juga, Sukidi, Teologi

Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 21-24. 74 “Oleh karena pangkal agama, yaitu “al-Islâm”, itu saatu, meskipun syariatnya

bermacam-macam, maka nabi s.a.w. bersabda dalam hadits shahih, “Kami, golongan para nabi, agama kami adalah satu,” dan “para nabi itu semuanya bersaudara, tunggal ayah dan lain ibu,” dan “ Yang paling berhak kepda ‘Îsâ putera Maryam adalah aku.”Lihat, Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182.

Page 61: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

52

dalam istilah Cak Nur disebut “kalimah sawâ’.”75 Pandangan Cak Nur ini

didasarkan dari Firman Tuhan: “Katakanlah,”Hai Ahli Kitab, marilah

(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara

kami dan kamu, yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak

mempersekutukan Dia dengan sesuatu apa pun dan sebagian kita tidak

menjadikan sebagian yang lain sebagi Tuhan selain Allah...” (QS. 3:64).

Lebih jauh lagi, dengan mengutip firman Tuhan lain, yang berbunyi,”

Tidak boleh ada paksaan dalam agama. Sungguh telah nyata (berbeda)

kebenaran dari kesesatan. Barang siapa menolak tirani dan percaya kepada

Allah, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang kukuh yang tidak akan

lepas. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. 2:256). Cak Nur

menegaskan bahwa pemaksaan agama terhadap orang lain kepada agama tertentu

merupakan tindakan yang sangat dilarang dan bertentangan dengan ajaran dasar

Islam itu sendiri. Bagi Cak Nur, berdasarkan ayat tersebut, manusia harus

diberikan kebebasan untuk memilih suatu agama. Hal ini dikarenakan manusia

sudah dianggap dewasa, sehingga dapat menentukan jalannya sendiri yang benar

dan tidak perlu dipaksa-paksa.76 Dengan kata lain, manusia saat ini adalah mereka

yang telah tercerahkan serta mempunyai kemampuan dan tanggung jawab sendiri

berdasarkan rasionalitas dan pengetahuannya.

Dengan demikian, dalam pandangan Cak Nur, bersikap inklusif dalam

bermasyarakat adalah sebuah keharusan dan keniscayaan teologis dari nilai-nilai

dasar ajaran Islam itu sendiri. Toleransi, kebebasan, keterbukaan dan keadilan

75 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h.184. 76 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 218.

Page 62: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

53

yang kesemua itu merupakan sisi dasar kemanusiaan kita hanya mungkin

termanifestasikan melalui pandangan dan sikap yang inklusif sebagai konsekuensi

logis dari paham ketauhidan kita.

3. Meneguhkan Keadilan Sosial

Dalam semangat tauhid, konsep dasar manusia adalah dilahirkan dalam

kesucian yang dalam istilah teknis agama disebut fitrah Karena fitrah-nya itu

manusia memiliki sifat dasar kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam

sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Seperti, keadilan, keterbukaan,

toleransi dan lain sebagainya. Jadi, menegakkan keadilan merupakan dorongan

dasar naluriah manusia sebagai makhluk Tuhan yang bersifat fitriah tersebut.

Menurut Cak Nur, kesucian manusia itu sendiri merupakan kelanjutan dari

perjanjian primodial manusia dengan Tuhannya. Yaitu suatu ikatan perjanjian

antara manusia dan Tuhan sebelum ia dilahirkan ke muka bumi ini. Perjanjian

tersebut ialah persaksian bahwa Dialah satu-satu-Nya Pelindung dan Pemelihara

baginya. Maka, masih menurut Cak Nur, manusia (dan jin) pun tidaklah

diciptakan Allah kecuali hanya harus tunduk dan menyembah kepada-Nya, yakni,

menganut paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid.77 Maka, ber-tauhid

dengan segala konsekuensinya itulah makna terdalam dari hakikat hidup manusia

dengan penuh kesadaran bahwa ia berasal dan akan kembali kepada-Nya.

Tentunya, salah satu konsekuensi keber-tauhidan manusia tersebut adalah

menegakkan keadilan sosial. Karena menegakkan keadilan merupakan hakikat

dasar kemanusiaan itu sendiri. Mereka yang melakukan tindakan dzalim dan

77 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 179.

Page 63: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

54

berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain, maka dengan sendirinya telah

mencederai hakikat kemanusiaanya itu sendiri sebagai konsekuensi logis dari

paham ketauhidannya.

Dalam pandangan Cak Nur, kemestian menegakkan keadilan merupakan

bagian dari Sunnatullah. Sebagai Sunnatullah, kemestian menegakkan keadilan

adalah kemestian yang merupakan hukum obyektif, tidak tergantung kepada

kemauan pribadi siapa pun juga dan tidak akan berubah (immutable). Karena

hakikatnya yang obyektif dan tidak berubah itu, siapa pun yang menegakkan

keadilan pasti akan melahirkan kebaikan dan sebaliknya mereka yang

mengabaikannya akan melahirkan malapetaka.78Oleh sebab itu, banyak diktum

Alquran yang menegaskan bahwa menegakkan keadilan harus dilakukan kepada

siapa pun tanpa pandang bulu. Bahkan, upaya semacam itu disebutkan dalam

Alquran sebagai perbuatan yang paling mendekati taqwa kepada Allah swt.

Maka jelaslah, bagi seseorang ataupun masyarakat yang membiarkan

segala bentuk praktik kedzaliman dan anti-keadilan sosial berlangsung, mereka

akan dihancurkan oleh Tuhan. Demikian pula kewajiban memperhatikan kaum

tertindas maupun terlantar. Pengabaian terhadapnya, akan berakibat pada

kehancuran masyrakat itu sendiri.

Bahkan lebih jauh lagi, Cak Nur menandaskan, mereka yang berlaku

dzalim dan menindas terhadap mereka yang lemah. niscaya mereka akan menjadi

musuh Nabi SAW. di hari kiamat kelak. Dalam pidatonyasebelum wafatnya

Nabilebih lanjut Cak Nur menjelaskan, beliau bersabda:

78 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 184.

Page 64: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

55

“Wahai sekalian manusia! Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, dalam

agamamu dan amanatmu sekalian. Ingatlah Allah! Ingatlah Allah, berkenaan

dengan orang-orang yang kamu kuasai dengan tangan kananmu! Berilah mereka

makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kamu

pakai! Dan jangalah bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup

menanggungnya .Sebab sesungguhnya mereka adalah daging, darah dan makhluk

seperti halnya kamu sekalian sendiri. Awas, barang siapa bertindak dzhalim

kepada mereka, maka akulah musuhnya di hari kiamat, dan Allah adalah

Hakimnya…”79

Selain daripada itu, menegakkan keadilan merupakan bagian dari hukum

kosmos. Artinya, menegakkan keadilan sangat erat kaitannya dengan hukum alam

raya ini. Asumsi ini merujuk kepada diktun Alquran yang berbunyai, “Dan langit

pun ditinggikan oleh-Nya, dan ditetapkan-Nya (hukum) keseimbangan (al-mîzân).

Maka hendaknya kamu (umat manusia) janganlah melanggar (hukum)

keseimbangan itu, serta tegakkanlah timbangan dengan jujur, dan janganlah

merugikan (hukum) keseimbangan.” (QS, 5:7-9).

Jadi, berdasarkan pernyataan Alquran tersebut, menurut Cak Nur, segala

tindakan yang melanggar prinsip keadilan tersebut adalah sama saja melawan

hukum kosmos.80Ini berarti reaksi keberatan terhadap tindakan ketidakadilan itu,

tidak hanya datang dari orang yang dirugikan saja, tapi juga seluruh alam raya ini.

79 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 185. 80 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 40-41.

Page 65: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

56

Singkatnya, menegakkan keadilan dalam konteks kehidupan sosial khususnya,

dan berbagai tindakan lainnya, baik lahir maupun batin pada umumnya adalah

sebuah keharusan dan keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

C. Tauhid dan Prinsip Dasar Politik (Negara)

1. Relasi Agama dan Negara

Terkait dengan persoalan hubungan antara agama dan negara, setidaknya

ada dua aliran utama pendapat yang berbeda. Pertama, adalah mereka yang

berpendapat bahwa agama dan negara bertentangan satu sama lain. Agama adalah

representasi dari nilai-nilai kerohanian dan sakral, sedangkan negara adalah

urusan duniawi yang bersifat sekuler. Menurut aliran ini, dalam proses legislasi,

tidak ada keharusan untuk mempertimbangkan praktik keagamaan, bahkan umat

beragama tidak bebas mempraktikkan agama semaunya di ranah publik. Kedua,

model sekuler Barat liberal. Aliran ini menempatkan agama bukan sebagai sesuatu

yang tabu, tetapi juga bukan faktor mendasar terhadap kebijakan

pemerintah.81Lalu pertanyaannya adalah bagaimana sesungguhnya relasi antara

agama dan negara dalam pandangan Islam yang dipahami oleh Cak Nur? Apakah

Cak Nur sependapat dengan model yang pertama atau yang kedua sebagaimana

telah dijelaskan?

Menurut Cak Nur, Islam tidak hanya memiliki dimensi personal dan

individual (hablum min al-Allah) , tapi juga sosial atau politik (hablum min al-

nâs). Dikatakan personal karena watak dasar dari agama itu yang bersifat batiniah.

Maka dari sudut ini, hanyalah orang yang bersangkutan sendiri sajaselain Allah

81 Mun’im A. Sirry, Dilema Islam Dilema Demokrasi, (Bekasi: Gugus Press, 2002), h.

21-22.

Page 66: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

57

Yang Maha Tahu yang benar-benar mengetahuinya. Masalah agama (keimanan)

adalah masalah pribadi antara yang bersangkutan dengan Tuhannya. Karena

tekanan yang begitu kuat kepada sifat pribadi hubungan kepada Tuhan itu, maka

tidak sedikit pun terbesit dalam benaknya untuk membayangkan bahwa ia bisa

lepas dan bebas dari keharusan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di

hadapan Tuhan. Pada gilirannya, sikap pribadi yang penuh tanggung jawab itu

kepada Tuhan, akan dengan sendirinya melimpah dan mewujud nyata dalam sikap

penuh tanggung jawab sesama manusia atau masyarakat, bahkan kepada seluruh

masyarakat.82 Inilah yang disebut dimensi sosial agama. Selalu ada keterpautan

antara iman dengan amal saleh, antara tali hubungan dari Allah dengan tali

hubungan antara sesama manusia dan antara taqwa dengan budi pekerti luhur.

Dengan demikian, bagi Cak Nur, terkait persoalan hubungan antara agama

yang hakikatnya bersifat personal dengan negara yang lebih bersifat publik atau

kemasyarakatan tidaklah terpisahkan, namun idak berarti bahwa keduanya itu

identik. Negara dan agama dalam Islam tidak terpisahkan karena setiap orang

Muslim, dalam melakukan setiap kegiatan, termasuk kegiatan dalam bernegara

dan bermasyarakat, harus selalu berniat dalam rangka mencapai ridha Allah SWT,

dengan i’tikad sebaik-baiknya dan pelaksanaan amal perbuatan setepat-tepatnya.

Oleh karena tidak ada sedikit pun kegiatan seseorang walaupun hanya sebesar

atom, yang tidak akan terlepas dari tanggung jawabnya di hadapan Allah SWT.83

Namun demikian, antara agama dan negara tidaklah identik. Oleh karena

dalam urusan dunia, seperti masalah kenegaraan, demikian Cak Nur

82 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 345-46. 83 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. cxi.

Page 67: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

58

menandaskan, kita boleh, bahkan dianjurkan Nabi SAW untuk belajar kepada

siapa saja dan dari mana saja, termasuk melakukan inovasi-inovasi kreatif yang

lebih baru dan relevan dengan hajat kepentingan kaum Muslim itu sendiri,

sedangkan agama tidak berlaku demikian. Dalam masalah agama kita harus

merujuk dan berdasarkan kepada sumber-sumber suci, baik Alquran maupun

Sunnah.84Dengan kata lain, Cak Nur ingin mengatakan bahwa terkait persoalan

bagaimana bentuk maupun sistem negara, itu semua diserahkan kepada pilihan

kaum Muslim sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran

Islam. Seperti, keadilan, keterbukaan, kesetaraan maupun persamaan dalam hak

politik.

Lebih lanjut Cak Nur menjelaskan, prisip-prinsip dasar universal

kemanusian dalam ajaran Islam tersebut sangatlah sulit terwujud, tanpa bimbingan

dan peranan agama. Sebagai bukti Cak Nur mencontohkan dengan kenyataan

bangkrutnya sistem Eropa Timur yang ingin menjauhkan ataupun memisahkan

ajaran agama dengan persoalan kenegaraan. Dalam sistem Eropa Timur yang

Marxis-Leninis tersebut, demikian Cak Nur memaparkan, biarpun Marx dan para

pendukungnya mengklaim bahwa tindakan menghapus agama dan melepaskan

manusia dari peranan agama bersifat “ilmiah,” ternyata menuai kegagalan.

Kenyataan ini dapat dilihat bahwa kaum Marxis tidak mampu benar-benar

menghapus agama di sana, meskipun segenap dana dan upaya telah

dikerahkannya. Yang kedua adalah justru amat ironis. Marxisme sendiri telah

84 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. cxiii.

Page 68: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

59

menjadi agama pengganti (quasi religion) yang lebih rendah dan kasar.85 Pada

batasan tertentu, memang benar mereka telah berhasil membebasakan diri mereka

dari obyek penyembahan kepada entitas supranatural (Tuhan Yang Maha Esa)

tersebut. Karena bagi mereka menyembah akan berakibat kepada perbudakan dan

perampasan kemerdekaan manusia. Namun pada batasan yang lain, mereka

ternyata terjerembab ke dalam praktek penyembahan kepada obyek-obyek yang

jauh lebih membelenggu, lebih memperbudak dan merampas lebih banyak

kemerdekaan mereka. Yaitu para pemimpin mereka yang bersifat tiranik dan

otoriter.

Berdasarkan uraian di muka, dapat diikhtisarkan bahwa asas tauhid

merupakan fondasi utama dalam kehidupan bernegara. Melalui nilai-nilai

ketauhidan itulah persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan dapat terwujud

secara adil dan berperikemanusiaan. Hal ini disebabkan kelemahan yang dimiliki

oleh setiap individu manusia itu sendiri yang terkandung cenderung mengarah

kepada tindakan-tindakan destruktif dan tidak berprikemanusiaan. Tapi, dengan

pancaran nilai-nilai ketauhidan dengan menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagi

titik tolak sekaligus orientasi dalam setiap aktivitasnya di dunia ini, maka dengan

sendirinya manusia akan terhindar dari segala macam tindakan destruktif tersebut.

Negara hanyalah instrumen untuk mencapai tatanan kehidupan politik masyarakat

yang berprikemanusian dan damai, sementara agama adalah tujuan dari prinsip-

prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang lebih bersifat permanen dan abadi.

85 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xx.

Page 69: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

60

2. Islam dan Musyawarah

Menurut Cak Nur, dalam ajaran Islam , prinsip musyawarah adalah salah

satau asas kemasyarakatan yang sedemikian pentingnya. Dikatakan demikian,

lanjut Cak Nur, dikarenakan sampai ada satu surah dalam Alquran yang diberi

nama Syûrâ (QS. No: 42), yang erat sekali kaitannya dengan musyawarah.

Biasanya, masih menurut Cak Nur, dalam sistem Alquran, hal yang menonjol atau

meninggalkan kesan yang mendalam dalam suatu surah, itulah yang digunakan

dasar untuk memberi nama surah yang bersangkutan.86 Jadi, bagi Cak Nur, prinsip

musyawarah adalah salah satu isu sentral yang dibicarakan dalam Alquran.

Karena ia merupakan isu sentral, maka dengan sendirinya prinsip musyawarah

merupakan elemen terpenting yang asasi dan harus diwujudkan dalam konteks

kehidupan bermasyarakat.

Asumsi yang mendasari bahwa prinsip musyawah sebagai elemen yang

asasi dalam kemasyarakatan tersebut bukanlah tanpa dasar. Salah satu alasannya

adalah berangkat dari sebuah premis teologis yang menyatakan bahwa manusia

sejak dalam kehidupannya dalam alam ruhani, berjanji untuk mengakui Tuhan

Yang Maha Esa sebagai pusat orientasi hidupnya. Karena manusia sendiri dari

awal telah mengakui Tuhan Yang Maha Esa, hasilnya adalah kelahiran manusia

dalam kesucian asal (fitrah). Oleh karena kesucian asalnya, maka manusia adalah

makhluk yang hanîf , yakni, selalu merindukan dan secara alami memihak kepada

yang benar dan baik. Oleh karena manusia itu fithrî dan hanîf, maka dengan

86 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 252.

Page 70: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

61

sendirinya dia mempunyai potensi untuk benar dan baik sebagai potensi original

manusi tersebut yang dibawa sejak lahir.87

Disebabkan oleh watak dasar manusia yang fithrî dan hanîf tersebut,

dengan selalu berpotensi untuk benar dan baik itulah, menjadi dasar hak seseorang

untuk didengar pendapatnya. Kemudian hak itu terefleksikan dalam adanya

kewajiban orang lain untuk mendengar. “Didengar” dan “mendengar” inilah dasar

makanisme dan spirit dasar dari musyawarah . Kata musyawarah itu sendiri yang

berasal dari Bahasa Arab Musyâwarah,yang secara etimologis mengandung arti

“saling memberi isyarat,” yakni saling memberi isyarat tentang apa yang benar

dan baik; jadi bersifat timbal balik.

Namun pertanyaannya kemudian adalah jika masing-masing dari kita

bersifat fithrî dan hanîf, mengapa kita tidak cukup dengan diri kita sendiri saja?

Mengapa kita masih perlu dan wajib mendengarkan orang lain? Menanggapi

pertanyaan tersebut, Cak Nur menjelaskan, meskipun manusia itu fithrî dan hanîf,

namun dia juga bersifat lemah dan terbatas. Ini, kata Cak Nur, tidak mungkin pasti

dan selamanya baik dan benar. Manusia hanya potensial baik dan benar. Maka

agar potensi baik dan benar itu menjadi aktual, seorang manusia tidak bolah hanya

mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Dia harus menyertai orang lain dalam

mencari kebenaran dan itulah yang disebut dengan musyawarah.88

87 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 192-93, dan Nurcholish Madjid,

Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 252. 88 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 253.

Page 71: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

62

Dengan demikian, lebih lanjut Cak Nur menguraikan, musyawarah antara

sesama warga masyarakat merupakan hakikat kaum beriman. Hal ini sesuai

dengan apa yang digambarkan dalam Alquran:89

“Maka apapun yang diberikan kepadamu, hanyalah guna kesenangan

hidup di dunia ini, Tapi yang ada pada Allah, lebih baik dan lebih lestari bagi

mereka yang bertawakal kepada Tuhan mereka, dan bagi mereka yang menjauhi

dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan jika mereka marah tetap

memberi maaf, dan bagi mereka yang menyahut (menerima dengan baik) seruan

Tuhan mereka, lagi pula menegakkan shalat, dan urusan sesama mereka adalah

musyawarah sesama mereka, dan mereka mendermakan sebagian rizki yang

Kami anugrahkan kepada mereka, dan bagi mereka yang ditimpa kezhaliman ,

mereka membela diri.” (QS. , 42:36).

Karena manusia adalah makhluk sosial, maka berdasarkan ayat tersebut,

Cak Nur juga ingin menandaskan bahwa dalam bermusyawarah, sikap terbuka,

lapang dada, penuh pengertian dan kesedian untuk senantiasa memberi maaf

secara wajar dan pada tempatnya, merupakan elemen dasar yang harus dimiliki

oleh setiap individu dalam bermusyawarah. Tanpa sikap-sikap terpuji tersebut,

maka yang lahir adalah egoisme, otoriterianisme, tiranisme, dan lain-lain yang

serba berpusat kepada kepentingan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan

orang lain.

89 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 198.

Page 72: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

63

3. Islam dan Partisipasi Politik

Karena hakikat manusia pada dasarnya adalah cenderung ke arah

kebenaran dan kebaikan (hanîf). Dan pada saat yang bersamaan juga lemah dan

terbatas, sehingga memungkinkan ia berbuat hal-hal yang destruktif. Maka

diberikanlah oleh Tuhan akal-pikiran dan kemudian agama agar dapat

membedakan antara yang benar dan palsu, sehingga dengan sendirinya manusia

memiliki kebebasan dan hak untuk memilih jalannya sendiri, sekaligus

bertanggung jawab atasnya di hadapan Tuhan kelak.

Berangkat dari premis-premis dasar di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kebebasan untuk memilih jalan tertentu sekaligus mempertangung

jawabkannya merupakan hak asasi dasar manusia yang tidak boleh diingkari oleh

siapa pun, seperti hak untuk mengekspresikan pikiran dan pilihan politiknya,

termasuk menyangkut masalah keyakinan agama.

Kenyataan tersebut telah dibuktikan dan dicontohakan oleh Nabi SAW

sendiri. Salah satunya adalah ketika Nabi SAW menempatkan (pasukan) sahabat

beliau pada suatu posisi sewaktu Perang Badar, kemudian al-Hubâb ibn al-

Mundzir ibn al-Jamûm (seorang shahabat) bertanya, “Ini perintah yang diturunkan

Allah kepada engkau ataukah pendapat dan musyawarah?” Nabi menjawab, “Ini

hanyalah pendapat dan musyawarah.” Maka dia (al-Hubâb) menyarankan kepada

beliau (Nabi) posisi lain yang lebih cocok untuk kaum Muslim, dan beliau

menerima sarannya itu.90

90 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 561.

Page 73: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

64

Berdasarkan contoh kasus tersebut, menunjukkan bahwa Nabi SAW telah

meletakkan dasar-dasar sistem sosial-politik yang terbuka, yang memberi

keluasan bagi adanya partisipasi warga masyarakat kaum beriman. Hal ini

tentunya tidak lepas dari sifat watak dasar Islam itu sendiri yang sangat terbuka

dan toleran terhadap kebenaran yang datang dari luar dirinya. Inilah yang

membuat R. N. Bellah, salah seorarang sosiolog agama kenamaan menyebut

masyarakat Islam paling dini tersebut modern.91 Modern karena tingkat partisipasi

politik yang terbuka dan tinggi dari seluruh jajaran anggota masyarakatnya. Juga

keterbukaan dan kemungkinan posisi pimpinan masyarakat itu untuk diuji

kemampuan mereka berdasarkan ukuran-ukuran universal (berlaku bagi semua

orang), yang dilambangkan dalam usaha melembagakan kepemimpinan tidak

berdasarkan keturunan sebagaimana bangsa Arab Jahiliyyah, tapi pemilihan

(apapun bentuk teknisnya saat itu).

Tentunya, partisipasi politik kaum Muslim tersebut tidak mungkin

terwujud, jika nilai dasar dari pandangan Islam itu sendiri bersifat partikuar dan

tertutup terhadap kebenaran-kebenaran yang datang dari luar lingkungannya. Oleh

sebab itu, menurut Cak Nur, pandangan tentang masyarakat Islam “modern”

tersebut, sebagaimana digambarkan R. N. Bellah, pada hakikatnya berpangkal dari

pandangan hidup tauhid. Salah satu implikasi pokok dari tauhid ialah pemusatan

kesucian hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan pelepasan kesucian itu

dari segala sesuatu selain Allah. Dalam konteks bangsa Arab, ujar Cak Nur, di

zaman Nabi SAW. Pandangan ini berakibat dilepaskannya nilai kesucian dari

91 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 559.

Page 74: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

65

pandangan kesukuan dan kepemimpinan kesukuan. 92 Maka dengan dasar

pandangan tauhid itu manusia dibebaskan dari mitologi-mitologi, sehingga segala

sesuatu selain Allah, termasuk kepemimpinan dalam masyarakat, menjadi sasaran

sikap, telaah dan kajian terbuka.

Dengan ungkapan lain, watak masyarakat Muslim yang terbuka, egaliter

dan memiliki kesadaran partisipasi politik yang tinggi tersebutyang dalam istilah

Bellah disebut “modern” tanpa ada ajaran pokok yang menopang dan

mendorongnya mustahil terwujud. Artinya, tauhid-lah yang membuat kenyataan

itu menjadi mungkin dan terwujud.

D. Evaluasi-Kritis Konsep Tauhid-Humanis Nurcholish Madjid

Secara epistemologis, nampak sekali konsistensi bangunan pemikiran

Nurcholish Madjid tersebut. Konsistensinya itu dapat terlihat dari hampir semua

gagasan-gagasan pokok yang ditelurkannya tersebut tidak lepas dari bingkai

ketauhidan. Cak Nurdemikian ia biasa disapaselalu menjadikan tauhid sebagai

premis dasar umum bangunan pemikirannya. Kebebasan dan kemerdekaan

manusia, keadilan, egaliterianisme, inklusivisme, pluralisme, toleransi dan

keterbukaan adalah sederet ide-ide pokok humanis Cak Nur, yang merupakan

hasil deduksi dari definisi tauhid yang dirumuskannya sendiri.

Pada tataran konsep, gagasan-gagasan Cak Nur yang sarat dengan nilai-

nilai humanis tersebut, tentunya cukup jenial sekaligus otentik. Dikatakan jenial

karena ide-ide yang disuguhkan oleh Cak Nur itu masih jarang sekalijika

dikatakan tidak adaterpikirkan ataupun terumuskan secara sistematis oleh

92 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 190-91.

Page 75: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

66

intelektual-intelektual Muslim-Indonesia selama ini. Otentik, dikarenakan

gagasan-gagasan yang dihadirkan oleh Cak Nur selalu berangkat dan tidak lepas

dari nilai-nilai ketauhidan yang diyakininya sebagai seorang intelektual-Muslim

yang menjadikan tauhid sebagai landasan sekaligus orientasi kehidupan di dunia

ini. Artinya, Cak Nur mampu mengusung gagasan-gagasan yang bersifat

humanitarianistik tesebut, tanpa harus terjerembab ke dalam paham humanisme

sekuler yang mengebiri nilai-nilai keagamaan dan menganggapnya sebagai

sumber belenggu kebebasan dan kemerdekaan manusia sebagaimana yang terjadi

di dunia Barat.

Namun demikian, itu bukan berarti konsep pemikiran Cak Nur lepas dari

kritik dan kelemahan. Secara akademis, pandangan Cak Nur sepenuhnya belum

bisa dipertanggung jawabkan. Hampir tidak ada penjelasan metodologis yang utuh

dan komprehensif sedikit pundalam karya-karyanya, termasuk magnum opus-

nya, Islam Doktrin dan Peradabansecara sistematis, terpadu, maupun integral

tentang apa dan bagaimana metodologi yang digunakan olehnya dalam

membangun ide-ide dasarnya. Dalam menguraikan gagasannya, Cak Nur terkesan

hanya mengutip sana-sini pendapat orang lain, seperti Ibn Taimiyyah, Robert N.

Bellah, Yusuf Ali ataupun Muhammad Assad, yang kemudian disistematisasikan

dan diambil benang merahnya untuk menopang gagasan yang diusungnya.

Singkatnya, tidak ada basis metodologis yang utuh, padu dan jelas, yang tentunya

secara akademis hal itu lebih bisa dipertanggung jawabkan.

Pada tataran praksis, tidak semua ide-ide Cak Nur itu (seperti inklusivisme

dan pluralisme agama) dengan mudah bisa diterima khalayak publik Indonesia

Page 76: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

67

begitu saja, mengingat masih banyaknya tingkat ekonomi maupun pendidikan

masyarakat kita yang relatif rendah dan terbelakang. Hal itu disebabkan ide-ide

Cak Nur sendiri yang cenderung “elitis’ dan “abstrak,” sehingga tidak mudah

dicerna dan dikonsumsi kecuali oleh mereka yang notabene kalangan

berpendidikan menengah ke atas. Artinya, jika Cak Nur menginginkan ide-idenya

tersebut sebagai perjuangan kulturisasi nilai-nilai keislaman dalam konteks

keindonesian, mampu tampil sebagai tawaran-tawaran kultural yang produktif,

konstruktif serta mamapu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk

semua umat manusia93, sepertinya sulit sekali terwujud. Kenyataan ini bisa dilihat

dengan betapa banyaknya konflik sosial yang diselimuti tindak kekerasan, baik

atas nama agama ataupun komunal, hampir sebagian besar dilakukan oleh mereka

yang secara ekonomi maupun pendidikan relatif rendah dan terbelakang.

Sungguhpun begitu, apa yang telah digagas dan diperjuangkan oleh

mendiang Nurcholish Madjid tersebut, sudah sepatutnya diapresiasi dan dihargai.

Tak dapat dipungkiri, Cak Nur, dengan seabrek gagasan pembaharuannya itu

sedikit banyak telah memberikan kontribusi cukup signifikan bagi kekayaan

khazanah wacana keislaman Indonesia kita hingga detik ini.

93 Bandingkan, Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 63.

Page 77: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

1 68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan, maka sebagai jawaban dari rumusan

masalah dalam peneleitian skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa dimensi konsep

tauhid yang digagas oleh Nurcholish Madjidyang populer disapa Cak Nur

inisarat sekali dengan nilai-nilai humanisme. Seperti, keharusan bersikap adil,

egaliter, toleran, saling menghargai dan tidak memaksakan kebebasan orang lain,

bersikap inklusif dan pluralis dalam beragama, bersikap kritis dan bebas untuk

berpartisipasi dalam kehidupan politik dan tidak fanatik ataupun sektarianisme.

Bagi Cak Nur, semua nilai-nilai humanis tersebut merupakan konsekuensi

logis dari paham ketauhidan. Yaitu persaksian dan penyerahan diri secara total

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena persaksian dan penyerahan secara total

kepada-Nya tersebut, maka dengan sendirinya berimplikasi pada keharusan

manusia untuk selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan perkenan serta ridha-

Nya, yang tentunya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Adalah mustahil, sebuah

tindakan yang diridhai-Nya itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan

kebajikan. Singkatnya, tauhid adalah sebuah paham keagamaan yang kental sekali

dengan dimenensi-dimensi humanisme. Inilah konsepsi Cak Nur tentang tauhid.

Dengan ungkapan lain, konsep tauhid bagi Cak Nur, tidak samata-mata hanya

sebatas peneguhan atas kemahaesaan-Nya, tapi juga sarat dengan kandungan

dimensi nilai-nilai humanisme.

Page 78: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

69

B. Saran-saran

Berdasarkan atas pemaparan mengenai bangunan pemikiran konsep tauhid

mendiang Nurcholish Madjid yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, maka

penulis memberikan saran-saran berikut ini:

1. Perlu pengembangan pemikiran Cak Nur kepada cakupan yang lebih luas

dan juga lebih mudah untuk dipahami oleh khalayak publik Indonesia,

yang tidak hanya dinikmati kalangan pendidikan kelas menengah ke atas

(elitis).

2. perlu dikembangkan kajian yang lebih intensif mengenai bangunan

pemikiran konsep tauhid kemanusiaan Cak Nur. Dengan itu, tindakan-

tindakan yang secara langsung maupun tak langsung merendahkan harkat

dan martabat kemanusiaan tidak lagi terjadi di bumi pertiwi ini.

Masyarakat Indonesia berharap tidak lagi terjadi perendahan nilai-nilai

kemanusiaan. Wallahu a’lam.

Page 79: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

70

70

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahim, Muhammad Immaduddin, Kuliah Tauhid. Jakarta: Gema Insani

Press, 2002.

Abd Mu’in, Taib Tahir, Ilmu Kalâm, Jakarta: Penerbit Widjaya, 1975.

Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, terjemahan: Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka,

1998).

A’la, Abd, Dari Neo-Modernisme ke Islam Liberal. Jakarta: Paramadina, 2003.

Amir Aziz, Ahmad, Neo-Modernisme Islam di Indonesia; Gagasan Sentral

Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, Jakarta: Rineta Cipta, 1990.

Al Qur’an dan terjemahannya : Juz 1 – Juz 30, Jakarta: Depag RI, 1994.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 2002, cet. III.

B. D. Mc Donald, Tauhid. Dalam M. TH. Houtsma, et all. Frist Encyclopedia of

Islam eiden E. J. Brill, 1987, vol. 8.

Berton, Greg, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 2000,

cet. I.

Bertens, K. Panorama Filsafat Barat, Jakarta, Gramedia Pustaka, 1987.

Echols, John M. dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta,

Gramedia, 2003 cet. Xxv.

Encyclopedia of Britanica 2003 Ultimate Reference Suite CD-Rom, (Inggris,

2003), dictionary 2.

Gardner, Jostein, dunia sophie : sebuah novel filsafat, bandung : Mizan, 2002,

Cet. XII.

Page 80: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

71

Hart, Michael H. The 100, Ranking of The Most Influential Persons in History,

terjemahan: Mahbub Djunaidi, Sejarah Seratus Tokoh yang Paling

Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1986, Cet. ,

Ke-8.

Haque, Ziaul Reveletion & Revolution in Islam, terjemahan: E. Setiawati al-

Khatab, Wahyu dan Revolusi, Yogyakarta: LKiS, 2000, Cet. , Ke-1.

http://id.wikipedia.org/wiki:/Nurcholish Madjid.

http://www.tokoh Indonesia.com/ensiklopedia/n/Nurcholish-Madjid/indexs.shtml.

Hadiwijono, Dr. Harun Seri Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kanisius, 1989.

Madjid, Nurcgholish, Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina, 1995, cet.

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1995,

cet. III.

Madjid, Nurcholish, Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Jakarta: Paramadina, 1999.

Madjid, Nurcholish, Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Madjid, Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan,

1993.

Madjid, Nurcholish, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta:

Paramadina, 1993.

Madjid, Nurcholish, Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana

Sosial Politik Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1997.

Madjid, Nurcholish, Islamic roots of Modern Pluralism: Indonesia Experience,

Studia Islamika vol. I, UIN Jakarta, 1984.

Page 81: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

72

Nasution, Harun, Islam Ditnjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1986.

jilid. I.

Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.

Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986.

Nafis, Muhammad Wahyuni dan Achmad Rifki, Kesaksian Intelektual:

Mengiringi Guru Bangsa,, Jakarta: Paramadina, 2005, cet. I.

Nasution, Harun dan Bachtiar Effendy (penyunting), Hak Azasi Manusia dalam

Islam, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1987.

Narhetali, Erita, “Humanisme sudah Mati?”, Kompas, 27 maret 2003.

Partanto Pius A, dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmuah Populer, Surabaya,

Arkola, 1994.

Rahman, Fazlur, Islam, terjemahan: Ahsin Mohammad, Islam, Bandung: Penerbit

Pustaka, 2000, Cet, ke-4.

Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 2004, Cet. , Ke-12.

Syalthuth, Mahmud, al-Islam Aqidah wa al-Syari’ah. Daar al-Qalam al-Qahirah,

1966.

Saridjo, Marwan Cak Nur: di antara Sarung dan Dasi&Musdah Mulia tetap

Berjilbab, Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005, cet. I.

Sutisna, “Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish Madjid”, Jakarta:

Perpustakaan Utama UIN, 2004.

Solomon, Robert C, dan Katheleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, terjemahan dari

A Short History of Philosophy, oleh Saut Pasaribu; Yogyakarta, Yayasan

Benteng Budaya, 2002.

Page 82: “TAUHID DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7144/1/ANWAR... · merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, ... konsep tauhid

73

Sindhunata, Kritik Humanisme Ateis, Basis; Yogyakarta, 2000.

Sirry, Mun’im A, Dilema Islam Dilema Demokrasi, Bekasi: Gugus Press, 2002.

Tjahjadi, Simon Petrus L, Sejarah Filsafat Barat Modern, Jakarta, STF

Driyarkara, 1998.

Tebba, Sudirman, Orientasi Sufistik Cak Nur, Jakarta:KPP, 2004.

Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar (sebuah telaah atas

pemikiran Hamka dalam Teologi Islam. Jakarta: Penamadani, 1990.