Tataran linguistik semantik

13
7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Semantik dengan objeknya, yakni makna berada di seluruh atau di semua tataran bangun membangun ini. Makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Oleh karena itu, penanaman tataran untuk semantik agar kurang tepat sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya itu tidak sama. Subsistem gramatik, fonologi dan morfofemik bersifat sentral. Subsistem semantik dan fonetik bersifat periperal. Subsistem semantik bersifat periferal karena makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris. Tetapi sejak Chomsky, Bapak linguistik transformasi menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, semantik tidak lagi periferal melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang- bidang studi linguistik lainnya. 7.1. Hakikat Makna Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua

Transcript of Tataran linguistik semantik

Page 1: Tataran linguistik semantik

7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK

Semantik dengan objeknya, yakni makna berada di seluruh atau di semua

tataran bangun membangun ini. Makna berada di dalam tataran fonologi,

morfologi dan sintaksis.

Oleh karena itu, penanaman tataran untuk semantik agar kurang tepat sebab

dia bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar,

melainkan merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat

kehadirannya itu tidak sama.

Subsistem gramatik, fonologi dan morfofemik bersifat sentral. Subsistem

semantik dan fonetik bersifat periperal. Subsistem semantik bersifat periferal

karena makna yang menjadi objek semantik adalah sangat tidak jelas, tidak dapat

diamati secara empiris. Tetapi sejak Chomsky, Bapak linguistik transformasi

menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, semantik tidak

lagi periferal melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang-bidang studi

linguistik lainnya.

7.1. Hakikat Makna

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda

bahasa terdiri dari dua komponen yaitu signifian “yang mengartikan” dan

signifie “yang diartikan”

Jadi makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada

tanda linguistik. Tanda linguistik bisa berupa kata atau leksem maupun

morfem.

Banyak pakar juga menyebutkan bahwa makna sebuah kata dapat

ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya,

wacananya dan situasinya. Karena bahasa itu bersifat arbitrer (tidak adanya

hubungan wajib antara lambang bahasa dengan pengertian yang dimaksud

oleh lambang tersebut kuda kenapa tidak daku. Maka hubungan makna

dan kata juga bersifat arbitrer.

Page 2: Tataran linguistik semantik

7.2. Jenis Makna

7.2.1. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna sebenarnya makna yang sesuai dengan

hasil observasi kita, maka apa adanya atau makna yang ada dalam

kamus.

Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti

afikasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya dalam

proses gramatikal seperti afikasi, reduplikasi, komposisi atau

kalimatisasi. Umpamanya dalam proses afikasi prefiks ber- dengan

dasar baju melahirkan makna gramatikal “memakai baju”.

Makna kontekstual adalah makna sebuak leksem atau kata yang

berada di dalam satu konteks.

Contoh: Rambut di kepala nenek belum ada yang putih

Sebagai kepala sekolah dia sudah berwibawa

Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya yakni

tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

7.2.2. Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial kalau ada referensi-nya

atau acuannya. Misal kuda, gambar, merah. Kata-kata yang tidak

mempunyai referens, misal dan, atau, karena adalah kata-kata yang

tidak bermakna referensial.

Berkenaan dengan acuan, kata-kata deiktik adalah kata yang

acuannya tidak menetap pada satu maujud. Yang termasuk kata-kata

deiktik ini adalah kata-kata yang termasuk pronomina, seperti dia,

saya, dan kamu; kata-kata yang menyatakan ruang, seperti di sini dan

di situ.

7.2.3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, atau makna sebenarnya yang

dimiliki oleh sebuah leksem.

Page 3: Tataran linguistik semantik

Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna

denotatif tadi yang berhubungan nilai rasa dari orang atau kelompok

orang yang menggunakan kata tersebut.

Konetasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang

lain, daerah satu dengan yang lain.

7.2.4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem

terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata atau leksem

berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang

berada di luar bahasa. Misal, kata melati berasosiasi dengan sesuatu

yang suci.

7.2.5. Makna Kata dan Makna Istilah

Dalam penggunaannya makna kata baru menjadi jelas kalau kata itu

sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.

Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna

yang pasti yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa

konteks kalimat.

7.2.6. Makna Idiom dan Peribahasa

Idiom adalah satu ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan”

dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.

Contoh: membanting tulang dengan makna bekerja keras.

Ada dua macam idion, yaitu idion penuh dan idiom sebagian.

Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya sudah melebur

menjadi satu kesatuan.

Misal: membanting tulang, meja hijau.

Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih

memiliki makna leksikal sendiri.

Misal: daftar hitam, buku putih.

Page 4: Tataran linguistik semantik

Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak

dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna

asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

7.3. Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan

bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya.

Dalam pembicaraan tentang relasi makna biasanya dibicarakan

masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, hiponimim

ambiquiti dan redundansi.

7.3.1. Sinonim

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya

kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran

lainnya.

Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.

Itu terjadi karena beberapa faktor, antara lain:

- Faktor waktu, misal hulubalang dengan komandan

- Faktor tempat, misal saya dengan beta

- Faktor keformalan, misal uang dengan duit

- Faktor sosial, misal saya dengan aku

- Faktor bidang kegiatan, misal matahari dengan surya

- Faktor nuansa makna, misal melihat, melirik, menonton, meninjau,

dan mengintip.

7.3.2. Antonim

Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran

yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras

antara yang satu dengan yang lain.

Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonimi itu dapat dibedakan

beberapa jenis, antara lain:

1. Antonimi yang bersifat mutlak. Misalnya hidup dengan mati

Page 5: Tataran linguistik semantik

2. Antonimi yang bersifat relatif atau bergradasi. Misal besar dengan

kecil

3. Antonimi yang bersifat relasional. Misal, suami dengan istri.

4. Antonimi yang bersifat hierarkial. Misal, gram dengan kilogram.

Ada satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari satu

disebut antonimi majemuk.

7.3.3. Polisemi

Sebuah kata atau ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai

makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna

pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah makna yang

dikembangkan.

7.3.4. Homonimi

Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya

“kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda.

Misal, bisa “racun” dengan bisa “sanggup”

Pada homonimi adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua

satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaannya.

Misal, bisa “racun” dengan bisa “sanggup”

Bang “abang” dengan bank “lembaga keuangan”

Istilah homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografi-

nya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.

Contoh kata teras /taras/ yang maknanya bagian serambi rumah.

Untuk membedakan homonimi atau polisemi adalah maknanya. Jika

polisemi maknanya ada hubungannya satu sama lain. Homonimi

maknanya tidak ada hubungan sama sekali.

7.3.5. Hiponimi

Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran

yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.

Misal kata merpati dengan kata burung. Maka kata merpati tercakup

dalam makna kata burung. Makna kata merpati berhiponim dengan

burung berhipernim dengan merpati.

Page 6: Tataran linguistik semantik

7.3.6. Ambiquiti atau Ketaksaan

Ambiquisi adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat

tafsiran gramatikal yang berbeda.

7.3.7 Redundansi

Redundansi biasanya diartikan berlebih-lebihannya penggunaan

unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misal, bola itu ditendang

oleh Dika. Kata oleh inilah yang dianggap redundans karena bisa

dibuat kalimat bola ditendang Dika.

7.4. Perubahan Makna

Secara sinkronis atau masa yang relatif singkat makna sebuah kata

tidak akan berubah, tetapi secara diakronis atau masa yang relatif lama ada

kemungkinan dapat berubah yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor

antara lain:

1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi

2. Perkembangan sosial budaya

3. Perkembangan pemakaian kata

4. Pertukaran tanggapan indra

5. Adanya asosiasi

Dalam pembicaraan mengenai perubahan makna ini biasanya

dibicarakan juga usaha untuk “menghaluskan” atau “mengkasarkan”

ungkapan.

Ungkapan untuk menghaluskan disebut eutemia. Dan usaha untuk

mengkasarkan disfemia.

7.5. Medan Makna dan Komponen Makna

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim, dimana kata-kata

yang berada dalam satu medan makna.

Sedangkan usaha untuk menganalisis kata atau leksem atas unsur-unsur

makna yang dimilikinya disebut analisis komponen makna.

Page 7: Tataran linguistik semantik

7.5.1. Medan Makna

Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya

saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang

kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.

Kata-kata yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan

sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan

kolokasi dan medan set.

7.5.2. Komponen Makna

Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu

per satu berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya.

Umpama kata ayah mempunyai komponen maka /+manusia/,

/+dewasa/, /+jantan/, /+kawin/, /+punya anak/.

Analisis komponen makna ini dapat dimanfaatkan untuk mencari

perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim.

Misal:

Komponen Makna Ayah Bapak

1. Manusia

2. Dewasa

3. Sapaan kepada orang tua laki-laki

4. Sapaan kepada orang yang dihormati

+

+

+

-

+

+

+

+

Catatan tambahan, analisis makna dengan mempertandakan ada (+)

atau tidak adanya (-) komponen makna pada sebuah butir leksikal

disebut analisis biner, analisis dua-dua.

7.5.3. Kesesuaian Semantik dan Sintaktik

Ketidakberterimaan sebuah kalimat bukan hanya masalah

gramatikal, tetapi juga masalah semantik.

Contoh:

1. Kambing yang Pak Udin terlepas lagi

Page 8: Tataran linguistik semantik

Ketidakberterimaan kalimat tersebut adalah karena kesalahan

gramatikal, yaitu adanya konjungsi yang antara kambing dan Pak

Udin.

2. Segelas kambing minum setumpuk air

Ketidakberterimaan kalimat ini bukan karena kesalahan

gramatikal, tetapi karena kesalahan persesuaian klasikal.

3. Kambing itu membaca komik

Kalimat ini tidak berterima karena tidak ada persesuaian

semantik antara kata kambing sebagai pelaku dengan kata

membaca sebagai perbuatan yang dilakukan kambing itu.

4. Penduduk DKI Jakarta sekarang ada 50 juta jiwa

Ketidakberterimaan kalimat ini adalah karena kesalahan

informasi.

Kalimat (2) dan (3) tidak berterima karena kesalahan semantik,

kesalahan itu berupa tidak adanya persesuaian semantik di antara

konstituen-konstituen yang membangun kalimat itu.

Analisis persesuaian semantik dan sintaktik ini tentu saja harus

memperhitungkan komponen makna kata secara terperinci.

Selain diperlukan keterperincian analisis, masalah, metafora,

tampaknya juga perlu disingkirkan, sebab kalimat-kalimat metaforis

seperti (5) adalah berterima 5 bangunan itu menelan biaya 100 juta

rupiah.