TATALAKSANA_v_W2003[1]

16
Jossevalt, Maria, Laya LO 3 TATALAKSANA DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS 3.1. PENGOBATAN 3.1.1. Tujuan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). 3.1.2. Prinsip Pengobatan 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan menggunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif) a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

description

donlod aja

Transcript of TATALAKSANA_v_W2003[1]

Page 1: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Jossevalt, Maria, LayaLO 3

TATALAKSANA DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS

3.1. PENGOBATAN

3.1.1. TujuanPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

3.1.2. Prinsip Pengobatan1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan menggunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif danlanjutan.

Tahap awal (intensif)a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan.

Tahap Lanjutana. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

3.1.3. Paduan OAT yang digunakan di IndonesiaPaduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia:1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.3. Kategori Anak : 2HRZ/4HR4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

Page 2: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. PaduanOAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasienyang mengalami efek samping OAT KDT.

3.1.4. Jenis Pengobatan TB1. Farmakologi

Pengelompokan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Tabel 3.1. Pengelompokan OAT

Golongan dan Jenis Obat

Golongan – 1:Obat Lini Pertama

Isoniazid (H)Ethambutol (E)

Pyrazinamide (Z)Rifampicin (R)Streptomycin (S)

Golongan – 2: Obat suntik/ suntikan lini kedua

Kanamycin (Km)Amikacin (Am)Capreomycin (Cm)

Golongan – 3:Golongan Floroquinolone

Ofloxacin (Ofx)Levolfloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Golongan – 4:Obat bakteriostatik lini kedua

Ethionamide (Eto)Prothionamide (Pto)Cycloserine (Cs)

Para amino salsilat (PAS)Terizidone (Trd)

Golongan – 5:Obat yang belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh WHO

Clofazimine (Cfz)Linezolid (Lzd) Amoxilin – Clavulanate (Amx-Clv)

Thiocetazone (Thz)Clarithromycin (Clr)Imipenem (lpm)

a. Kategori 1: 2(HRZE)/ 4(HR)3Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

1) Pasien baru TB paru terkonfirmasi bakeriologis2) Pasien TB paru terdiagnosis klinis3) Pasien TB ekstra paru

Tabel 3.2 Dosis Paduan OAT KDT Kategori-1

4) Berat

Badan

Tahap Intensif setiap

hari selama 56 hari

RHZE

(150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu

selama 16 minggu RH (150/150)

Page 3: TATALAKSANA_v_W2003[1]

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3.3 Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori-1

Tahap Pengobatan

LamaPengobatan

Dosis per hari/kali Jumlah Hari/kali menelan

obat

Tablet Izoniazid @300mg

Kaplet Rifampisin@450mg

Tablet Pirazinamid

@500mg

Tablet Etambutol @250mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:1) Pasien kambuh2) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat

Tabel 3.4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori-2

Berat Badan(Kg)

Tahap Intensif Setiap HariRHZE (150/75/400/275) +S

Tahap Lanjutan3 kali semingguRH (150/150)+

E (400)

Selama 65 hari Selama 28 Hari Selama 20 Mnggu

30-372 tab 4KDT +

500 Mg Streptomisin Inj.

2 tab 4KDT 2 tab 4KDT +2 tab etambutol

38-543 tab 4KDT +

750mg Streptomisin inj.

3 tab 4KDT 2 tab 4KDT +3 tab etambutol

55-704 tab 4KDT +

1000 mg Streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 4KDT +4 tab etambutol

715 tab 4KDT +

1000 mg Streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 4KDT +5 tab etambutol

Page 4: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Tabel 3.5 Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori-2

TahapPengobatan

LamaPengobatan

TabletIsoniazid@300 mg

KapletRifampisin

@400mg

TabletPirazinamid@500 mg

Etambutol Streptomisin

Jumlah hari/kali menelan

obat

Tablet@250

mg

Tablet@400

mgTahap

Intensif (dosis harian)

2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56

1 bulan 1 1 3 3 - - 28

Tahap Lanjutan (dosis 3x

seminggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Catatan:1) Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan

apabila terjadi perubahan berat badan.2) Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.

3) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

4) OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

Page 5: TATALAKSANA_v_W2003[1]

c. Tatalaksana Pasien Putus BerobatTabel 3.6 Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Tindakan pada pasien yang putus berobat <1 bulan :1. Lacak pasien2. Diskusikan masalah untuk mencari faktor penyebab putus berobat3. Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulanTindakan 1 Tindakan 2

1. Lacak pasien2. Diskusikan masalah untuk

mencari faktor penyebab putus berobat

3. Periksa kali dahak SPS dan lanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya

Bila Hasil BTA (-) atau pada awal adalah pasien Tb ekstra paru : Lanjutkan Pengobatan dosis sampai seluruh pengobatan terpenuhi*

Bila satu atau lebih Hasil BTA (+) :

Lama pengobatan sebelumnya ≤ 5bulanLanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai

seluruhdosis selesai*

Lama pengobatan sebelumnya ≥ 5bulan*

1. Kategori-1:a. Lakukan pemeriksaan tes cepatb. Beri kategori-2 mulai dari awal**

2. Kategori-2:Lakukan pemeriksaan tes cepat dan rujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR***

Tindakan pada pasien yang putus berobat > 2 bulan

1. Lacak pasien2. Diskusikan masalah untuk

mencari faktor penyebab putus berobat

3. Periksa kali dahak SPS atau tes cepat

4. Hentikan pengobatan sementara menunggu hasilnya

Bila Hasil BTA (-) atau pada awal pengobatan adalah pasien TB

ekstra Paru

Keputusan Pengobatan Selanjutnya ditetapkan oleh dokter bergantung pada kondisi klinis pasien, apabila:1. Sudah ada perbaikan nyata :hentikan pengobatan dan pasien tetap diobservasi.

Bila terjadi perburukan kondisi klinis, pasien diminta untuk periksa kembali, atau2. Belum ada perbaikan nyata; lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai

seluruh dosis pengobatan terpenuhi

Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA (+) dan tak ada

bukti resistensi

KATEGORI 1Dosis pengobatan sebelumnya <1 bln Berikan Pengobatan Kategori 1 dari awalDosis pengobatan sebelumnya >1 bln Berikan Pengobatan Kategori 2 dari awal

Kategori 2Dosis pengobatan sebelumnya <1 bln Berikan Pengobatan Kategori 2 dari awalDosis pengobatan sebelumnya >1 bln Dirujuk Ke layanan spesialis

Page 6: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Apabila salah satu atau lebih hasilnya BTA (+) dan ada bukti

resistensi:Kategori 1 maupun kategori 2 dirujuk ke pusat rujukan TB MDR

Keterangan :*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: Lanjutkan pengobatan dulu

sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak**) Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien dapat diberi pengobatan kategori 2***) Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak dapat diberikan panduan OAT

Page 7: TATALAKSANA_v_W2003[1]

d. Efek Samping obat dan penatalaksanaannyaTabel berikut ini menjelaskan efek samping ringan dan berat serta penatalaksanaannya

Tabel 3.7 Efek samping ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

H, R, Z

OAT diminum sebelum tidur. Apabila keluhan tetap ada, OAT diminum dengan sedikit makanan. Apabila keluhan lebih parah disertai muntah, waspada efek samping berat, rujuk ke dokter.

Nyeri sendi ZBeri Aspirin, PAracetamol atau obat anti radang non steroid.

Kesemutan, rasa terbakar di telapak kaki atau tangan

H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50-75 mg/hari

Warna kemerahan pada urin

RTidak berbahaya dan tidak perlu diberi obat, beri penjelasan pada pasien.

Flu like syndromeR dosis

intermittenPemberian Rifampisin diubah dari intermittern jadi setiap hari.

Tabel 3.8 Efek samping berat OATEfek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Bercak kemerahan kulit (rash) dengan atau tanpa rasa gatal

H, R, Z, S Hentikan OAT, rujuk ke dokter.

Gangguan pendengaran (tanpa serumen)

S Hentikan Streptomisin

Gangguan keseimbangan S Hentikan Streptomisin

Ikterus tanpa penyebab lain

H, R, ZHentikan semua OAT sampai ikterus hilang

Bingung, mual, dan muntah

Semua jenis OAT

Semua OAT dihentikan, periksa fungsi hati

Gangguan penglihatan E Hentikan EtambutolPurpura, syok, gagal ginjal akut

R Hentikan Rifampisin

Penurunan produksi urin S Hentikan Sterptomisin

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluhkan gatal-gatal, singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk

Page 8: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Pada Fasyankes Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut.

2) Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karenareakasi hipersensitivitas.

3) Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.

4) Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin apat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat

2. Terapi Non farmakologisa. Diet

1) Kebutuhan Energi dan Zat Gizi MakroUntuk dewasa kebutuhan energi berkiar 35-40 Kkal/kgBB. Untuk kebutuhan protein diberikan 1,2 – 1,5 gr/kgBB atau 15% dari total energi. Lemak diberikan 20-25 % dari total energi atau ditambah bisa sampai 45% apabila karbohidrat kurang. Karbohidrat dibutuhkan 60-70% dari total energi atau 40-50%.

2) Zat Gizi MikroVitamin A, C, D, B6, Fe, Zinc dan kalsium adalah zat gizi mikro yang penting bagi pasien tuberkulosis.

3) Prinsip Dieta) Makanan tinggi energi dan tinggi protein.b) Bentuk makanan sesuaikan dengan kondisi pasien.c) Bila asupan kurang dari 50%, perlu kombinasi makanan.d) Pemberian makanan dapat diberi sampai 6 kali dengan porsi kecil.e) Makanan sebaiknya berkuah.f) Memberi makanan dengan hidangan yang menarik dan mengundang selera. g) Konsumsi susu 2-3 gelas/hari.h) Konsumsi sayur dan buah sebanyak 5-6 porsi/hari.i) Hindari alkohol, makanan yang digoreng, terlalu manis, terlalu asam, es,

dan makanan yang pedas

Page 9: TATALAKSANA_v_W2003[1]

b. Terapi Pembedahan1) Indikasi Operasi Mutlak :

a) Telah diberikan OAT namun dahak tetap positif.b) Batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.c) Ditemukan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan

cara konservatif.

2) Indikasi Operasi Relatifa) Penderita dengan dahak negatif namun batuk berdarah berulang.b) Didapatkan kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan. c) Sisa kaviti yang menetap.

4.1.5. Pengawas Menelan Obat (PMO)Makna dari Directly observed yaitu setiap pasien yang mendapatkan obat anti tuberkulosis berada dibawah pengawasan langsung oleh keluarga, tenaga kesehatan atau sukarelawan ataupun tokoh masyarakat yang berfungsi sebagai pengawas menelan obat (PMO).

1. Persyaratan PMO a. Seorang PMO bersedia untuk membantu pasien tuberkulosis dengan sukarela

selama pengobatan dengan OAT sampai sembuh.b. Mampu menjaga kerahasiaan penderita TB dengan HIV/AIDS.c. Seorang PMO diutamakan berasal dari petugas kesehatan, tetapi dapat juga dari

kader kesehatan, kader dasawisma, atau anggota keluarga yabg dusegani pasien.

2. Tugas PMOa. Bersedia diberikan penjelasan di poliklinik.b. Melakukan pengawasan dalam hal minum obat.c. Mengingatkan pasien dalam hal pemeriksaan ukang sputum sesuai jadwal.d. Memberikan motivasi kepada pasien agar teratur dalam hal berobat hingga selesai.e. Mmahami efek samping ringan obat dan memberi penjelasan pada pasien agak

tetap menelan obat. Jika efek samping semakin berat, maka pasien harus dirujuk.f. Melakukan kunjungan rumah dan menganjurkan anggota keluarga untuk

memeriksa dahak yang melakukan pemeriksaan sputum jika ditemui gejala TB.

3. Informasi yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan ke keluarga dan pasien:a. Tuberkulosis disebabkan oleh kuman.b. Tuberkulosis dapat disembuhkan apabila minum obat teratur.c. Beritahu tentang cara penularan, gejala, dan pencegahan TB.d. Cara pemberian obat kepada pasien.e. Pengawasan supaya pasien minum obat secara teratur.f. Beritahukan kemungkinan terjadi efek samping obat dan segera minta pertolongan

ke fasilitas layanan kesehatan.

3.2. PENCEGAHAN

Page 10: TATALAKSANA_v_W2003[1]

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Vaksinasi BCGBiasanya vaksin BCG diberikan pada saat bayi karena vaksin ini dapat mencegah tuberkulosis yang berat.

2. Perlindungan terhadap keluarga dan orang disekitara. Tetap tinggal di rumah dalam beberapa minggu pertama pengobatan TB.b. Vetilasi ruangan diatur sebaik mungkin karena kuman TB lebih mudah tersebar

dalam ruangan yang tertutup dan tidak terjadi sirkulasi udara.c. Menutup mulut dengan tisu apabila batuk dan bersin agar kuman tidak tersebar ke

orang sekitar. Buang tisu pada tempatnya.d. Pakailah masker untuk mengurangi resiko penularan.

3. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memakan makanan yang bergizi4. Cukup tidur dan olahraga teratur5. Menghilangkan kebiasaan merokok dan minum alkohol6. Menyelesaikan seluruh pengobatan

Ini adalah langkah yang paling penting untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Apabila pasien putus obat kuman TB akan memiliki kesempatan untuk bermutasi dan membentuk strain yang resisten terhadap obat yang diberikan sebelumnya.

7. Kemoprofilaksis diberikan kepada penderita HIV AIDS. Obat yang digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg BB (tidak lebih dari 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan.

REFERENSI1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman pelayanan Gizi Pada Pasein Tuberkulosis Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

4. Mayo Clinic. 2014. Diseases and Conditions Tuberculosis. Access on: 2015, November 17. Available from: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/tuberculosis/basics/prevention/con-20021761

Page 11: TATALAKSANA_v_W2003[1]