Tata Ruang Air

12
PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS RENCANA TATA RUANG SEBAGAI UPAYA PERWUJUDAN RUANG HIDUP YANG NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN 1) Oleh: Dr. Ir. A. Hermanto Dardak, M.Sc. 2) I. PENDAHULUAN Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (i) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang. Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah sangat terbatas. Agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara efisien dan dapat menciptakan keterpaduan dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan pengaturan alokasi lahan dengan mempertimbangkan aspek kegiatan masyarakat (antara lain intensitas, produktivitas, pertumbuhan) dan aspek sediaan lahan (antara lain sifat fisik, lokasi, luas). Dalam rangka efisiensi alokasi pemanfaatan lahan, diperlukan rencana yang merangkum kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun kegiatan di masa mendatang. Rencana tata ruang merupakan bentuk rencana 1 Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional “Save Our Land” for The Better Environment, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 10 Desember 2005 2 Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum 1

Transcript of Tata Ruang Air

Page 1: Tata Ruang Air

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS RENCANA TATA RUANG SEBAGAI UPAYA PERWUJUDAN RUANG HIDUP YANG

NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN 1)

Oleh:

Dr. Ir. A. Hermanto Dardak, M.Sc. 2)

I. PENDAHULUAN

Lahan merupakan sumber daya

pembangunan yang memiliki karakteristik

unik, yakni (i) sediaan/luas relatif tetap

karena perubahan luas akibat proses alami

(sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi)

sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis

batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.)

dengan kesesuaian dalam menampung

kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan

untuk dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta

dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang.

Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya

meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan

pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama

pada kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah

sangat terbatas. Agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara efisien dan dapat

menciptakan keterpaduan dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan

pengaturan alokasi lahan dengan mempertimbangkan aspek kegiatan masyarakat

(antara lain intensitas, produktivitas, pertumbuhan) dan aspek sediaan lahan (antara

lain sifat fisik, lokasi, luas).

Dalam rangka efisiensi alokasi pemanfaatan lahan, diperlukan rencana yang

merangkum kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat, baik kebutuhan saat ini

maupun kegiatan di masa mendatang. Rencana tata ruang merupakan bentuk rencana

1 Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional “Save Our Land” for The Better Environment, Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor, 10 Desember 2005 2 Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum

1

Page 2: Tata Ruang Air

yang telah mempertimbangkan kepentingan berbagai sektor kegiatan masyarakat

dalam mengalokasikan lahan/ruang beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya

(bersifat komprehensif). Rencana tata ruang merupakan pedoman pemanfaatan

ruang/lahan oleh sektor sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 1992 Tentang

Penataan Ruang.

II. ISU PEMANFAATAN LAHAN DALAM PERSPEKSTIF PENATAAN RUANG

Dalam perspektif ekonomi, tujuan utama dari pemanfaatan lahan adalah untuk

mendapatkan nilai tambah tertinggi dari kegiatan yang diselenggarakan di atas lahan.

Namun harus disadari bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik dengan

kegiatan lainnya maupun dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya

masyarakat. Dapat dipahami apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat

menimbulkan berbagai dampak yang perlu diantisipasi dengan pengaturan

pemanfaatan lahan.

Beberapa isu-isu pemanfaatan lahan yang relevan untuk disampaikan di sini antara lain

adalah sebagai berikut:

A. Pemanfaatan Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan

Perhatian terhadap daya dukung lingkungan

merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup

yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung

lingkungan merupakan kemampuan lingkungan

untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang

berkembang di dalamnya, dilihat dari

ketersediaan sumber daya alam dan buatan

yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang

ada, serta kemampuan lingkungan dalam

mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan.

Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi di

mana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih

luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang

terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu

ekosistem.

2

Page 3: Tata Ruang Air

Tidak dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai

pemanfaatan lahan yang kurang

memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal

ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan

yang masih kita hadapi seperti semakin

berkurangnya sumber air baku, baik air

permukaan maupun air bawah tanah terutama

di kawasan perkotaan besar dan metropolitan.

Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di kawasan perkotaan

mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang melampaui daya dukung

lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera kepada masyarakat.

Permasalahan banjir yang frekuensi dan cakupannya meningkat juga disebabkan

oleh maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan

dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas.

Terkait daya dukung lingkungan, terdapat beberapa hal penting yang harus

diperhatikan dalam pemanfaatan lahan:

a. Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini

ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara cermat, agar pemanfaatan

sumber daya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya

pelestariannya.

b. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik

geomorfologis lokasi (jenis tanah, kemiringan, struktur batuan). Hal ini

dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat

sesuai dengan sifat fisiknya.

c. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang

dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan

pemenuhan kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya buatan

sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas kegiatan yang tinggi akan

membutuhkan sumber daya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai

dengan ketersediaannya.

d. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan

terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik

dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar

3

Page 4: Tata Ruang Air

pengelola kagiatan yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-

langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbul.

e. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan

bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan

dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi,

dan sosial-budaya masyarakat.

B. Konversi Pemanfaatan Lahan yang Tidak Terkontrol

Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi pemanfaatan

lainnya perlu diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang kita hadapi

saat ini antara lain adalah:

a. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat

pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma

nuftah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah.

b. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non-pertanian secara

nasional telah mencapai 35.000 hektar per tahun. Khusus untuk lahan

pertanian beririgasi di Pulau Jawa, laju alih fungsinya telah mencapai 13.400

hektar per tahun yang tentunya disamping mengancam ketahanan pangan

nasional, juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

c. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun

telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

4

Page 5: Tata Ruang Air

Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat dari kurangnya perhatian terhadap

kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat

pengendalian yang mempu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan.

C. Pengaturan Pemanfaatan Lahan yang Tidak Efisien

Dalam perspektif penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara

keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan

eksternalitas yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan

lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang

yang efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam

menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang dibutuhkan.

Namun demikian, kawasan perkotaan saat ini

menghadapi permasalahan kemacetan yang

diakibatkan oleh pengaturan fungsi ruang yang

tidak efisien, antara lain pengembangan

kawasan perumahan yang jauh dari kawasan

tempat kerja serta pengembangan pusat

pelayanan ekonomi dan sosial-budaya

masyarakat yang terkonsentrasi. Inefisiensi pengaturan pemanfaatan lahan

tersebut mengakibatkan tingginya intensitas pergerakan masyarakat yang tidak

diimbangi dengan tingkat pelayanan transportasi yang memadai. Kemacetan lalu

lintas di kawasan perkotaan besar dan metropolitan telah sampai pada taraf

menurunkan produktivitas masyarakat dan menghambat arus barang dan jasa

yang pada gilirannya menurunkan daya saing produk nasional.

III. RENCANA TATA RUANG SEBAGAI DASAR PEMANFAATAN LAHAN

Sebagaimana telah disampaikan di atas, rencana tata ruang merupakan dasar bagi

pemanfaatan ruang/lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi

rencana pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang

hendak dicapai pada akhir tahun perencanaan. Struktur ruang dibentuk oleh sistem

pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana yang mencakup sistem jaringan

transportasi (darat, laut, udara), sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan

telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air. Sedangkan pola pemanfaatan

5

Page 6: Tata Ruang Air

ruang adalah gambaran alokasi ruang untuk berbagai jenis pemanfaatan lahan yang

direncanakan.

Secara lebih rinci, muatan rencana tata ruang dapat disampaikan sebagai berikut:

a. Identifikasi pusat-pusat koleksi dan distribusi yang diarahkan sebagai pusat

pelayanan dan pusat pertumbuhan wilayah. Pusat-pusat tersebut merupakan

orientasi bagi berbagai kegiatan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan,

mendapatkan input produksi, maupun memasarkan produk-produk yang dihasilkan.

b. Arahan pengembangan sistem jaringan prasarana, mencakup sistem jaringan

transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi,

dan sistem jaringan sumber daya air. Sistem jaringan tersebut direncanakan secara

berhirarki menurut tingkatan perencanaan. Sebagai contoh, dalam RTRWN

direncanakan sistem jaringan jalan nasional, dalam RTRWP direncanakan sistem

jaringan jalan provinsi, dalam RTRW Kabupaten direncanakan sistem jaringan jalan

kabupaten, sedangkan dalam RTRW Kota direncanakan sistem jaringan jalan kota

(sistem sekunder). Sistem jaringan yang direncanakan pada tingkat perencanaan

yang berbeda-beda tersebut memiliki sifat komplementer dalam membentuk sistem

jaringan wilayah yang utuh.

c. Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dimaksudkan untuk

mengakomodasi berbagai kegiatan masyarakat, baik saat ini maupun di masa yang

akan datang, dengan memperhatikan upaya pelestarian (konservasi dan preservasi)

lingkungan.

d. Kriteria penetapan dan pola pengelolaan kawasan budidaya. Kriteria penetapan

kawasan budidaya dimaksudkan untuk menetapkan lokasi dari berbagai peruntukan

pemanfaatan lahan dengan memperhatikan keselarasan antar kagiatan dan

kepentingan pelestarian lingkungan. Sedangkan pola pengelolaan berisi garis besar

tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam mengelola kawasan budidaya.

e. Identifikasi kawasan-kawasan strategis dipandang dari sudut pandang ekonomi,

lingkungan, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan. Kawasan strategis

merupakan kawasan yang dinilai perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya

mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.

f. Identifikasi sektor unggulan yang diprediksi mampu menjadi pendorong utama

(prime mover) pengembangan wilayah. Dalam implementasi rencana, perhatian

terhadap pengembangan sektor unggulan dapat mendorong tumbuhnya kompetensi

wilayah perencanaan yang bersifat unik.

6

Page 7: Tata Ruang Air

Muatan rencana sebagaimana disampaikan di atas merupakan pedoman bagi seluruh

pemangku kepentingan dalam berinvestasi. Sebagaimana ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan, pemerintah menggunakan rencana tata ruang sebagai dasar

dalam menerbitkan ijin-ijin pemanfaatan ruang seperti ijin lokasi, Ijin Mendirikan

Bangunan (IMB), dan Ijin Pemanfaatan Bangunan (IPB). Sedangkan bagi masyakat,

rencana tata ruang merupakan pedoman dalam menetapkan lokasi dan besaran

investasi.

Rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan kepentingan seluruh pemangku

kepentingan. Dengan demikian penerapan rencana tata ruang secara konsisten akan

meminimalkan konflik kepentingan antar pemangku kepentingan. Di samping itu

pelaksanaan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang akan menciptakan

keterpaduan lintas sektor dan lintas wilayah.

IV. ASPEK PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN

Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat dalam penyelenggaraan

penataan ruang. Namun demikian rencana tata ruang tersebut harus dibarengi dengan

pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar

pemanfaatan ruang/lahan dapat tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah

ditetapkan.

Terkait pengendalian, terdapat 3 (tiga) perangkat utama yang harus disiapkan yakni:

a. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Fungsi utama dari RDTR adalah sebagai dokumen operasionalisasi rencana tata

ruang wilayah. Dengan kedalaman pengaturan yang rinci dan skala peta yang

besar, rencana detail dapat dijadikan dasar dalam pemberian ijin dan mengevaluasi

kesesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Penyiapan RDTR dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa prinsip dasar.

Pertama, rencana detail tata ruang harus dapat langsung diterapkan, sehingga

kedalaman rencana dan skala petanya harus benar-benar memadai. Kedua,

rencana detail tata ruang harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat, untuk itu

harus diamanatkan dalam Peraturan Daerah dan secara tegas dinyatakan sebagai

bagian tak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah. Ketiga, rencana detail tata

7

Page 8: Tata Ruang Air

ruang harus memiliki legitimasi yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan,

sehingga harus disusun dengan pendekatan partisipatif.

b. Peraturan Zonasi (Zoning Regulation)

Peraturan zonasi merupakan dokumen turunan dari RDTR yang berisi ketentuan

yang harus diterapkan pada setiap zona peruntukan. Dalam peraturan zonasi

dimuat hal-hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak yang

memanfaatkan ruang, termasuk pengaturan koefisien dasar bangunan, koefisien

lantai bangunan, penyediaan ruang terbuka hijau publik, dan hal-hal lain yang

dipandang perlu untuk mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan

berkelanjutan. Peraturan zonasi tersebut bersama dengan RDTR menjadi bagian

ketentuan perizinan pemanfaatan ruang yang harus dipatuhi oleh pemanfaat ruang.

c. Mekanisme Insentif-Disinsentif

Pemberian insentif kepada pemanfaat ruang dimaksudkan untuk mendorong

pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. Sebaliknya, penerapan

perangkat disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan ruang yang

menyimpang dari ketentuan rencana tata ruang. Contoh bentuk insentif adalah

penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan karakteristik

kegiatan yang diarahkan untuk berkembang di suatu lokasi. Sedangkan disinsentif

untuk mengurangi pertumbuhan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata

ruang dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi atau ketidak-tersediaan prasarana

dan sarana.

Penetapan perangkat insentif dan disinsentif harus memperhatikan unsur keadilan

dalam penerapannya. Perangkat insentif dan disinsentif yang ditetapkan juga harus

sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah, sehingga dimungkinkan

pemberian insentif tertentu, misalnya izin bangunan lebih tinggi bagi yang bersedia

membangun ruang terbuka hijau publik maupun yang membebaskan daerah

tertentu untuk resapan air.

Pengendalian pemanfaatan ruang bukan hanya kewajiban pemerintah, tetapi juga

merupakan hak dan kewajiban masyarakat. Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara

pelaksanaan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang telah diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996. Hal ini dipertegas dalam rumusan

naskah RUU Penataan Ruang yang disusun untuk menggantikan UU No.24 Tahun

8

Page 9: Tata Ruang Air

1992 Tentang Penataan Ruang. Beberapa pokok pengaturan terkait peran masyarakat

dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:

a. Menyampaikan laporan kepada pemerintah tentang adanya pelanggaran terhadap

rencana tata ruang.

b. Mengajukan keberatan kepada pejabat yang berwenang atas pembangunan di

wilayahnya yang bertentangan dengan rencana tata ruang.

c. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang.

Peran aktif masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang/lahan saat ini

dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mengefektifkan upaya pencapaian tujuan

penataan ruang untuk mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

V. TANTANGAN KE DEPAN : REFORMASI BIDANG PENATAAN RUANG

Adanya permasalahan terkait pemanfaatan lahan sebagaimana diuraikan di atas

mencerminkan penyelenggaraan penataan ruang sejauh ini belum mampu sepenuhnya

memenuhi harapan terwujudnya ruang wilayah yang nyaman, produktif, dan

berkelanjutan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang sistematis yang diharapkan

mampu mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang, termasuk dalam pengaturan

pemanfaatan lahan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Beberapa langkah penting

yang saat ini tengah dilaksanakan antara lain adalah:

a. Revisi Undang-undang Tentang Penataan Ruang

Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan payung hukum yang lebih jelas bagi

penyelenggaraan penataan ruang. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU

No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang dirasakan tidak tegas dalam

memberikan arahan bagi penyelenggaraan direvisi sedemikian rupa sehingga dapat

dijadikan pedoman oleh para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Beberapa

ketentuan yang mengalami perubahan signifikan antara lain adalah (i) pengaturan

sanksi, (ii) peraturan zonasi sebagai piranti izin, (iii) mekanisme insentif-disinsentif,

(iv) ruang terbuka hijau publik, (v) standar pelayanan minimal bidang penataan

ruang, (vi) pengawasan penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah maupun

9

Page 10: Tata Ruang Air

masyarakat, (vii) kejelasan hirarki fungsional antar rencana tata ruang, dan (viii)

kejelasan struktur ruang seperti pada kawasan metropolitan dan agropolitan.

b. Penyiapan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM) bidang penataan

ruang

Pelaksanaan ketentuan undang-undang membutuhkan berbagai peraturan

pelaksanaan, standar, pedoman, dan manual yang bersifat operasional. Kurangnya

NSPM bidang penataan ruang selama ini telah disadari sebagai satu kelemahan

dalam penyelenggaraan penataan ruang. Untuk itu pemerintah berkomitmen untuk

terus menerus memperluas dan mempertajam penyiapan NSPM yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

NSPM perencanaan tata ruang ditujukan untuk menjamin produk rencana tata ruang

yang berkualitas, yang disusun dengan berdasarkan pada daya dukung lingkungan,

kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana, dan kebutuhan pengembangan

kegiatan masyarakat yang terus berkembang, serta melalui proses partisipatif

memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

NSPM pemanfaatan ruang ditujukan untuk mengarahkan perumusan program,

pentahapan pelaksanaan program, dan pembiayaan program, beserta

implementasinya agar dapat saling bersinergi dalam mencapai tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan. Aspek koordinasi antar instansi sektoral, kerjasama antar-daerah,

dan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat diberi perhatian khusus di

dalam NSPM pemanfaatan ruang.

NSPM pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk memberikan arahan

bagi upaya-upaya yang dibutuhkan untuk menjamin agar pemanfaatan ruang tetap

sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.

c. Pengawasan penyelenggaraan penataan ruang

Dengan adanya undang-undang penataan ruang dan NSPM bidang penataan ruang

maka penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang merupakan proses yang memiliki landasan hukum. Berbagai

ketentuan dalam undang-undang dan NSPM diharapkan dapat memberikan

kepastian bahwa penyelenggaraan proses-proses tersebut akan mendorong

terwujudnya ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

10

Page 11: Tata Ruang Air

Agar penyelenggaraan penataan ruang tidak melenceng dari tujuan terwujudnya

ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan, maka proses-proses yang ada di

dalamnya perlu diawasi kesesuaiannya dengan ketentuan yang ada di dalam

undang-undang dan NSPM bidang penataan ruang. Perspektif ini merupakan pola

pikir yang menegaskan bahwa penataan ruang bukan sekedar proses untuk

mengontrol perilaku masyarakat dalam memanfaatkan ruang, tetapi juga merupakan

sebuah proses yang harus diawasi masyarakat agar tetap sesuai dengan kaidah

hukum yang berlaku.

d. Penegakan hukum

Hal lain yang dirasakan perlu untuk dipertegas dalam penyelenggaraan penataan

ruang adalah penegakan hukum. Dalam konteks ini, terhadap semua tindakan yang

tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku harus dilakukan upaya penegakan hukum

yang tegas dan konsisten. Berbagai pelanggaran dalam penyelenggaraan penataan

ruang selama ini tidak mendapatkan tindakan yang proporsional, sehingga terus

berlangsung dan cenderung meningkat.

Terkait pemanfaatan lahan, dalam RUU Penataan Ruang telah dirumuskan

ketentuan bahwa pelanggaran terhadap rencana tata ruang merupakan tindakan

yang dapat dikenai sanksi, baik sanksi pidana, perdata, maupun administratif.

Disamping itu, untuk mengefektifkan proses penegakan hukum dirumuskan pula

ketentuan mengenai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang memiliki

kewenangan khusus untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

indikasi pelanggaran di bidang penataan ruang.

Efektivitas langkah-langkah “reformasi” tersebut di atas memerlukan dukungan dari

seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha.

Hal ini mengingat bahwa langkah-langkah tersebut dirasakan sebagai kebutuhan dalam

mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang yang bertujuan untuk mewujudkan

ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

11

Page 12: Tata Ruang Air

VI. Penutup

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kebutuhan lahan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat yang terus

berkembang diperlukan upaya efisiensi pemanfaatan lahan melalui pengaturan

alokasi berdasarkan rencana tata ruang.

2. Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan

penataan ruang yang berkualitas. Hal ini perlu dibarengi dengan upaya

pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar

pemanfaatan ruang tetap sesuai dengan rencana tata ruang.

3. Dalam rangka pengendalian perlu dikembangan perangkat Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR), peraturan zonasi (zoning regulation), dan mekanisme insentif-

disinsentif.

4. Rencana tata ruang, dan proses penataan ruang secara keseluruhan, sejauh ini

belum mampu sepenuhnya memenuhi harapan terwujudnya ruang wilayah yang

nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Hal ini ditunjukan oleh masih adanya

permasalahan terkait pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan daya dukung

lingkungan, konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkendali, dan inefisiensi

pengaturan fungsi ruang. Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang sistematis

yang diharapkan mampu mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang,

termasuk dalam pengaturan pemanfaatan lahan.

5. Dalam upaya mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang, diperlukan

“reformasi” bidang penataan ruang yang antara lain mencakup revisi UU No. 24

Tentang Penataan Ruang, penyiapan NSPM bidang penataan ruang, pengawasan

terhadap penyelenggaraan penataan ruang, serta penegakan hukum yang tegas

dan konsisten. Upaya-upaya tersebut memerlukan dukungan penuh dari seluruh

pemangku kepentingan.

12