Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

28
AWASLU B Badan Pengawas Pemilihan Umum BULETIN EDISI 09, SEPTEMBER 2014 Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan Penguatan Sistem Pemilu Kada Daniel Zuchron, Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif Optimisme Pilkada Langsung

Transcript of Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

Page 1: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

AWASLUB Badan Pengawas Pemilihan Umum

BULETIN EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

Penguatan Sistem Pemilu Kada

Daniel Zuchron, Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif

Optimisme Pilkada Langsung

Page 2: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

Daftar isi:

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

2

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.

Dari Redaksi ................................................................................................... 2Laporan UtamaTata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan ..................................................... 3OpiniNetralitas PNS dalam Pemilihan Umum ................................................ 6Penguatan Sistem Pemilu Kada .............................................................. 8SorotanDana Kampanye Pemilu 2014 Belum Transparan .................. 10Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Belum Maksimal ................. 11InvestigasiBerjudi di Kantor, Ketua dan Kasek Bawaslu Maluku Diberhentikan ............................................................................................. 13Bawaslu TerkiniSoal RUU Pemilukada, Pengawas Pemilu Tak Perlu Khawatir ...... 14Bawaslu Akan Bangun Psat Pendidikan Pengawasan Partisipatif ................................................................................................. 15Profil Daniel ZuchronPemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif ......................................... 16

Divisi UpdateDivisi Organisasi dan SDMPentingnya Protokol sebagai Dukungan bagi Pimpinan ........... 17Divisi Organisasi dan SDMEmpat Poin ‘Grand Design’ Pengawasan Pemilu ................... 18Divisi PengawasanBawaslu Siapkan Laporan Pengawasan Pemilu 2014 ................... 19Optimisme Pilkada Langsung ................................................................ 20Supervisi PSU Pileg 2014: Partisipasi Masyarakat Halsel Turun ... 21Sudut PandangKetua Bawaslu, Muhammad: Pengawasan Pilpres Sudah Maksimal ........................................................................................................ 22Lucius Karus: Pilkada oleh DPRD Perburuk Rapor DPR ................ 23Ekspose Daerah ............................................................................................ 22Hadapi Pilkada 2015, Kapolda Halsel Harapkan Upaya Konkrit Sentra Gakkumdu .................................................................. 24Anekdot ............................................................................................................ 27 Galeri ................................................................................................................ 28

Salam Awas

RUU Pilkada, Demokrasi Langsung versus Demokrasi Keterwakilan

Sekali lagi, demokrasi Indonesia dipertaruhkan. Di ujung masa jabatannya, DPR periode 2009-2014 memutus-kan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pe-milihan Kepala Daerah (Pilkada). Poin krusial UU itu adalah mengembalikan mekanisme pemilihan gubernur, bupati dan walikota kembali ke DPRD.

Diskusi RUU Pilkada tidak hanya berlangsung selama satu atau dua bulan. Perdebatan mengenai mekanisme pilkada sudah bergulir sejak 2011. Ujungnya, parlemen terpecah menjadi dua kubu. Satu kubu yang mendukung pilkada tetap dilakukan secara langsung. Kubu lainnya menginginkan pilkada dikembalikan ke DPRD.

Pada injury time muncul satu opsi lagi, yakni pilkada langsung dengan beberapa perbaikan. Sepuluh syarat dia-jukan oleh Partai Demokrat agar pilkada tetap digelar se-cara langsung.

Tetapi, pada Sidang Paripurna DPR, suara mayoritas menetapkan hak memilih kepala daerah harus dikemba-

likan kepada DPRD. Alasannya, demokrasi keterwakilan sep-erti yang diatur sila keempat Pancasila.

Tak ayal, publik menge-cam keputusan DPR tersebut. Meski memang, ada sebagian kecil anggota DPR yang me-milih agar pilkada tetap di-lakukan secara langsung oleh masyarakat. Kemarahan pub-lik memang akhirnya dituju-kan kepada koalisi partai yang mendukung pilkada tidak langsung. Kemarahan itu juga diluapkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat.

Hanya 10 tahun atau dua periode lamanya, rakyat mera-sakan kedaulatan untuk memilih langsung kepala daerah-nya.

BAD

AN P

ENGAWAS PEMILIHAN UMU

M

B A W A S L U - R

I

RE

P

U B L I K I N D O N E SI A

Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu

Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id

AWASLUB Badan Pengawas Pemilihan Umum

BULETIN EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

Penguatan Sistem Pemilu Kada

Daniel Zuchron, Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif

Optimisme Pilkada Langsung

Page 3: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

3

Tata Kelola PemiluPerlu Perbaikan

ILUSTRASI

Pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden 2014 telah usai. Anggota legis-latif dan presiden serta wakil presiden terpilih telah dilantik. Pesta demokrasi yang dihelat sekali dalam lima tahun sudah selesai.

Direktur Pascasarjana Bidang Di-plomasi, Universitas Paramadina, Dinna Wisnu mengatakan, banyak catatan dari pelaksanaan pemilu 2014. Satu catatan paling mencolok menurutnya adalah ma-sih lemahnya tata kelola pemilihan umum di Indonesia yang melibatkan Komisi Pe-milihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah, aparat keamanan, termasuk partai-partai politik yang terlibat.

“Tata kelola pemilihan umum kita mungkin relatif baik di tingkat nasional atau provinsi di pulau-pulau besar, tetapi ternyata sangat lemah di tingkat bawah dan yang jauh dari pusat kekuasaan,” kata Dinna, Kamis (20/11).

Menurut dia, tata kelola pemili-

han umum Indonesia ketinggalan jauh dibandingkan dengan India yang memi-liki penduduk 1 miliar orang. India telah memberlakukan sebuah tata kelola pe-milihan yang modern dengan melibatkan electoral voting machines (EVM) atau perangkat elektronik untuk menghemat biaya pencetakan kertas dan keterandalan pilihan. Penggunaan alat ini tidak serta-merta dilakukan seluruh daerah, tetapi dilakukan bertahap mulai tahun 1999 hingga 2004.

Dengan menggunakan alat tersebut waktu yang dibutuhkan untuk menghi-tung suara jauh lebih sedikit (2–3 jam) dibandingkan sistem kertas yang mem-butuhkan 30 jam. Pemerintah akhirnya juga dapat mengumumkan hasil pemilu

Page 4: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

4

Sambungan: Tata Kelola ....

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

dengan jauh lebih cepat. Selain India, Venezuela adalah salah satu negara yang dianggap menjalankan tata kelola pemili-han umum yang paling maju.

Mereka juga menggunakan sistem perangkat elektronik berteknologi maju yang dirancang untuk melindungi pemi-lih dari penipuan dan gangguan sekaligus memastikan keakuratan penghitungan su-ara. Akurasi dan integritas suara pemilih dijamin sejak pemilih melangkah ke tem-pat pemungutan suara hingga ke titik di mana penghitungan akhir terungkap.

Negara menyediakan semacam tablet yang diletakkan di bilik pemungutan su-ara dan pemilih memutuskan pilihannya dengan menyentuh layar pada pilihan yang tersedia dan mengonfirmasi pilihan mereka. Setelah konfirmasi, suara elek-tronik dienkripsi dan secara acak disim-pan dalam memori mesin. Pemilih dapat mengaudit suara mereka sendiri dengan memeriksa tanda terima yang dicetak.

Tanda terima itu kemudian mereka masukkan ke dalam kotak penyimpanan suara secara fisik. Jadi data tersimpan secara elektronik dan manual. Di akhir hari pemilihan, setiap mesin voting akan menghitung dan mencetak penghitungan resmi yang disebut precint count. Mesin mentransmisikan salinan elektronik dari sejumlah precint count ke server utama di KPU Venezuela tempat suara total secara keseluruhan dihitung.

Untuk memastikan hasil suara ter-jaga, dengan persetujuan para pihak yang berkompetisi, dengan kesepakatan bersa-ma antar pesaing, 52% kotak suara dihi-tung dan dipilih secara acak dan terbuka. Penghitungan manual dibandingkan den-gan precint count yang tersedia. Langkah ini dilakukan agar tidak ada manipulasi suara di tempat pemungutan suara.

“Kita perlu berani memikirkan bagaimana menghasilkan terobosan sep-erti yang dilakukan negara-negara seperti India dan Venezuela yang dulu juga me-miliki persoalan yang sama seperti kita saat ini,” ungkapnya.

Perbaikan Hulu dan HilirIndonesia, lanjut Dinna, pernah me-

nyelenggarakan penghitungan real-time di mana publik dapat melihat dari jam ke

jam penambahan suara partai, tetapi cara ini bukan menjadi sandaran utama karena ketakutan akan cyber crime yang dapat merusak sistem informasi seperti yang pernah terjadi.

Sayangnya setelah kejadian tersebut, pemerintah dinilai takut mengambil inisi-atif terobosan untuk membuat pemilu leb-ih berkualitas dan cenderung kembali ke pola lama yang tidak efisien dan terbuka untuk terjadinya beberapa penyimpangan.

Mengingat bahwa cita-cita bangsa ketika menggulingkan pemerintahan otoriter Orde Baru adalah untuk mening-galkan cara-cara tidak jujur dan manipu-latif dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan, menurut Dinna, selayaknya negara bertanggungtanggung dalam men-jamin pemilihan umum yang akuntabel dan berkualitas.

“Mustahil kita berkutat hanya pada sisi hilir dari pemilihan umum, yakni soal siapa duduk di parlemen dan mencalonk-an presiden, jika sisi hulu dari penyeleng-garaan pemilihan umum justru terbengka-lai dan berantakan,” kata dia.

Ketua KPU Husni Kamil Manik men-gatakan, teknologi informasi pemilu men-jadi salah satu perhatian utama pihaknya untuk memperbaiki tata kelola pemilu. Menurutnya teknologi informasi yang di-

gunakan dalam penyelenggaraan tahapan pemilu perlu terus disempurnakan.

Lantaran teknologi informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam mewu-judkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan setiap tahapan Pemilu. Untuk itu, ke depan KPU perlu menyiap-kan format aplikasi yang lebih baik.

“Kami ingin perbaikan sistem dan manajemen kepemiluan dari waktu ke waktu. Salah satu pendekatan yang kita lakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Untuk penyempurnaannya ke depan kita perlu melakukan evaluasi se-cara menyeluruh dalam rangka menyiap-kan sistem dan format aplikasi yang lebih baik,” kata Husni.

Ketua Bawaslu Muhammad menyam-paikan bahwa untuk menunjukkan bahwa proses Pemilihan Umum itu berlangsung secara demokratis paling tidak bisa dilihat dari tiga aspek. Pertama adalah aspek Pe-milih, masyarakat ketika datang ke TPS tidak dalam tekanan apapun, tanpa intimi-dasi dan merasa nyaman.

Yang kedua lanjutnya, adalah peserta Pemilu, baik Caleg, Parpol maupun Cap-res dan Cawapres, apakah sudah mengi-kuti peraturan yang ada. Yang ketiga adalah regulasi yang sudah memberikan penguatan terhadap upaya terwujudnya

Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas mengecek daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 09, Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta pada Pileg 9 April 2014 lalu.

KARTIKA

Page 5: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

5

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Pemilu yang demokratis.“Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak

menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenan-gan untuk menyidik,” ujarnya.

Lembaga Peradilan Pemilu DisatukanDalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pe-milu, semua laporan terkait pelangga-ran Pemilu apakah administrasi, pidana atau etik itu masuk ke Pengawas Pemilu, setelah dikaji maka Bawaslu memberikan rekomendasi.

Menurut Muhammad, untuk mem-perbaiki penyelenggaraan Pemilu adalah adanya satu Lembaga Peradilan Pemilu yang mengatur tentang regulasi Pemilu. “Banyak lembaga peradilan yang memu-tus perkara pemilu sehingga dimungkin-kan adanya multitafsir,” kata Muhammad.

Dia mengatakan banyak kasus pelang-garan pidana pemilu yang prosesnya mandek di kepolisian. Pelanggaran pe-milu yang berhenti proses hukumnya itu, banyak terjadi pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden lalu.

Menurut Muhammad, banyak dugaan pelanggaran pemilu berhenti di tengah ja-lan, lantaran pihak kepolisian tidak sung-guh-sungguh menanganinya. Bahkan, banyak laporan dugaan pelanggaran yang telah diklasifikasi Bawaslu tidak ditinda-klanjuti pihak kepolisian.

“Kadang, penyidik kepolisian agak arogan. Mereka bilang, anggota Bawaslu tahu apa soal hukum pidana,” kata Mu-hammad.

Padahal, lanjut Muhammad, pihaknya sangat memahami unsur-unsur pelang-garan pidana pemilu. Sebab, anggota Panwaslu, Bawaslu juga dibekali pema-haman, masukan-masukan mengenai hu-kum pidana pemilu.

“Anggota kami diberi pemahaman, mendapat masukan tentang hukum pidana dari para pakar hukum,” imbuhnya.

Muhammad menambahkan, ke de-pan, cukup satu lembaga yang menangani proses pelanggaran pemilu, mulai admin-istrasi hingga kasus pidananya. Sehingga, proses penanganannya berjalan efektif.

“Menurut saya, ke depan cukup satu lembaga peradilan pemilu. Sekarang ban-

yak lembaga yang menangani, ada unsur Kepolisian, Kejaksaan, KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyeleng-gara Pemilu) hingga MK (Mahkamah Konstitusi),” tuturnya.

Menegakkan Etika PemiluKetua Dewan Kehormatan Penyeleng-

gara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, mengatakan pembentukan DKPP meru-pakan upaya untuk belajar menegakan sistem norma yang selama ini kurang berjalan. Diharapkan, peran DKPP dalam menjaga pelaksanaan kode etik para pe-nyelenggara pemilu. DKPP juga mem-berikan sanksi kepada para penyelengga-ra pemilu yang terbukti melanggar kode etik.

“Pemecatan itu kita harapkan akan bisa memperbaiki penyelenggara pemilu, yaitu untuk mempresiapkan infrastruktur penyelenggara pemilu yang terpercaya,” ungkapnya.

Menurut Jimly, akhlak bangsa ini se-dang mengalami kerusakan, sehingga ha-rus dibenahi. Upaya pembenahan itu pun harus dimulai dari politik yang dianggap memiliki kondisi kerusakan paling parah. Untuk itu, lanjut dia, DKPP mempriori-taskan ke pelaksanaan pemilu, yaitu me-lalui para penyelenggara yang memegang peran terbesar dari kesuksesan sebuah pesta demokrasi.

Jimly menilai pemilihan Umum 2014 akan lebih baik dibandingkan 2014 seir-ing dengan peradaban demokrasi di Ta-nah Air. Dikatakan, saat ini demokrasi sudah berkembang sehingga mekanisme pengontrolan penyelenggaraan di internal Komisi Pemilihan Umum (KPU) terjadi perbaikan. “Kita optimistis Pemilu 2014 lebih baik,” ujarnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan etika penyelenggara pemilu merupakan salah satu faktor uta-ma penentu kualitas demokrasi di Tanah Air.

“Etika penyelenggara sangat penting untuk menghasilkan pemilu yang bermar-tabat dan demokratis,” kata Hamdan.

Hamdan mencontohkan banyaknya kasus-kasus pemilu kepala daerah yang ditangani MK dan berujung putusan pe-milihan ulang, karena tidak independen-nya penyelenggara pemilu.

Dari 500 kasus pemilu kepala daerah yang diperiksa MK dalam beberapa ta-hun terakhir, umumnya berujung pemilu ulang, katanya.

Secara kualitatif pelanggaran terstruk-tur, sistematis dan masif juga menonjol dalam perkara sengketa pemilu kepala daerah sepanjang 2013.

Khusus pada 2013, kata dia, dari 196 perkara sengketa pemilu kepala dae-rah yang diuji, MK menemukan banyak pelanggaran terjadi akibat kurangnya in-dependensi KPU dan Bawaslu.

Sering terjadi kebijakan penyelengga-ra Pemilu yang memihak salah satu pas-angan, terutama di level panitia pemilihan kecamatan dan KPU kabupaten kota.

“Banyak sekali kasus-kasus pemilu kepala daerah rusak karena penyeleng-garanya tidak independen dan tidak bere-tika. Ini biaya negara yang sangat besar,” ujarnya.

Hamdan berharap, etika buruk penye-lenggara Pemilu kepala daerah di banyak daerah itu tidak terulang dalam peny-elenggaraaan Pemilu 2014.Pelanggaran lainnya yang juga dikhawatirkan MK yakni mobilisasi birokrasi oleh petahana dengan jalur birokrasi dan memanfaatkan dana bantuan sosial dan dana negara lain untuk memperkuat basis dukungan pe-milihnya. (IS)

”Ke depan, bukan Bawaslu

ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk,

Bawaslu diberi kewenangan untuk

menyidik,

”Muhammad

Page 6: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

6

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014 Opini

Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam kedudukannya sebagai unsur aparatur negara, yaitu bertanggung jawab kepada negara dengan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelengga-raan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

Dalam kedudukan dan tugas terse-but, PNS harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam tugasnya seb-agai pelayan masyarakat. Birokrasi yang bukan merupakan kekuatan politik ini seharusnya dibebaskan dari pengaruh, dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan-kekuatan politik yang sewaktu-waktu bisa masuk birokrasi. Dalam hal ini diharapkan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh birokrasi bisa netral, tidak memihak dan objektif. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Nega-ra bahwa Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan

dan partai politik. Netralitas PNS menjadi penting kare-

na semakin banyaknya pejabat negara mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota, yang berasal dari partai politik. Kondisi ini akan membawa im-plikasi serius terhadap netralitas birokrat. PNS dituntut bertindak profesional an-tara menjaga netralitas dalam memberi-kan pelayanan sekaligus tetap menjun-jung loyalitas terhadap atasan, meskipun beda warna politiknya. Sehingga PNS tidak mudah terbawa arus pusaran politik atau terkooptasi oleh kepentingan politik atasannya.

Ketentuan Normatif Netralitas PNS pertama-tama diatur

dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No-mor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) sebagai berikut.:(1) Pegawai Negeri berkedudukan se-

bagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelay-anan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.

(2) Dalam kedudukan dan tugas seb-agaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan par-tai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepa-da masyarakat.

(3) Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.

Untuk menjamin netralitas Pega-wai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2004 tentang Pe-rubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1999 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Ang-

gota Partai Politik sebagaimana dise-butkan pada pasal 2 ayat (1) dan (2) sebgai berikut :

(1) Pegawai Negeri Sipil dilarang men-jadi anggota dan/atau pengurus partai politik

(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pega-wai Negeri Sipil.

Ketentuan ini juga berlaku bagi CPNS sesuai dengan PP No.11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

Ketentuan lainnya:1. Pegawai Aparatur Sipil Negara harus

bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan

partai politik (Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No.5 Tahun 2014).

2. Untuk menjamin netralitas tersebut, PNS diberhentikan tidak dengan hor-mat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. (Berdasarkan Pasal 87 ayat (4) huruf c UU No. 5 Ta-hun 2014).

3. Pegawai Negeri Sipil yang akan men-jadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri seb-agai Pegawai Negeri Sipil. (Berdasar-kan Pasal 3 ayat (1) PP No. 37 Tahun 2004).

4. Pasal 86 ayat (2) huruf e UU No. 8 Ta-hun 2012 disebutkan bahwa Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampa-nye Pemilu dilarang mengikutser-takan:a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda,

Hakim Agung pada Mahkamah Agung, dan Hakim pada semua Badan Peradilan di bawah Mah-kamah Agung, dan Hakim Kon-stitusi pada Mahkamah Konstitusi;

b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

c. Gubernur, Deputi Gubernur Se-nior dan Deputi Gubernur Bank Indonesia;

Netralitas PNS dalam Pemilihan UmumOleh: Ahmad Ali Imron*

Page 7: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

7

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014 Opini

d. Direksi, Komisaris, Dewan Pen-gawas dan Karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;

e. Pegawai Negeri Sipil;f. Anggota Tentara Nasional Indo-

nesia dan Kepolisian Negara Re-publik Indonesia;

g. Kepala desa; danh. Perangkat Desa.

5. Kemudian di dalam penjelasan UU No. 8 2012 dijelaskan larangan un-tuk mengikutsertakan pegawai neg-eri sipil dalam kegiatan Kampanye Pemilu termasuk dilarang memberi-kan dukungan kepada Partai Politik Peserta Pemilu, calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peser-ta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut pegawai negeri sipil, sebagai peserta Kam-panye Pemilu dengan mengerahkan pegawai negeri sipil lain, dan seb-agai peserta Kampanye Pemilu den-gan menggunakan fasilitas negara.

6. Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta Kepala Desa atau sebu-tan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon peserta Pemilu selama masa kampanye dan dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada ke-berpihakan terhadap salah satu pas-angan calon peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye (Berdasarkan ketentuan Pasal 43 dan Pasal 44 UU No. 42 Tahun 2008).

Selanjutnya pada Peraturan Pemerin-tah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Di-siplin Pegawai Negeri Sipil, masalah netralitas Pegawai Negeri Sipil sudah di atur dalam Pasal 4 angka 12, 13, 14, dan 15, dimana setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang :12. memberikan dukungan kepada

calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, De-wan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Dae-rah dengan cara:

a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

c. sebagai peserta kampanye den-gan mengerahkan PNS lain; dan/atau

d. sebagai peserta kampanye den-gan menggunakan fasilitas negara;

13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:a. membuat keputusan dan/atau

tindakan yang menguntung-kan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpi-hakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pem-berian barang kepada PNS dalam lingkungan unit ker-janya, anggota keluarga, dan masyarakat;

14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Dae-rah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang undangan; dan

15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Ke-pala Daerah, dengan cara:a. terlibat dalam kegiatan kampa-

nye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntung-kan atau merugikan salah satu

pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpi-hakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pem-berian barang kepada PNS dalam lingkungan unit ker-janya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Terkait sanksi, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disip-lin Pegawai Negeri Sipil, telah men-gatur dengan tegas dan jelas sanksi hukuman disiplin bagi Pegawai Neg-eri Sipil yang melanggar netralitas, yakni penjatuhan hukuman disiplin sedang ( di atur pada Pasal 12, angka 6, 7, 8, dan 9), dan penjatuhan huku-man disiplin berat (di atur pada Pasal 13, angka 11, 12, dan 13).

Peran AktifAda sejumlah peran dan fungsi PNS

yang dapat dilaksanakan dalam pemilu. Diantaranya: (1) PNS dapat menjadi juru bicara negara dalam menjelaskan esensi dan proses pemilu kepada masyarakat un-tuk mengurangi jumlah Golput, (2) PNS harus bersikap netral dan berada di atas semua kepentingan, (3) PNS tidak boleh menggunakan fasilitas jabatan dan ke-wenangan yang dimilikinya untuk men-guntungkan salah satu calon atau parpol dan mendiskriminasi calon atau parpol lainnya, (4) PNS harus bertindak aktif menjadi pemilih, mendorong keluarga dan sanak-saudara serta masyarakat dis-ekitarnya untuk menggunakan hak pilih-nya.

Keberadaan PNS dalam pemilu di-nantikan secara positif karena jumlahnya yang mencapai 4,5 juta orang serta kuali-fikasi yang dimilikinya. Keberadaan PNS tidak boleh justru menyebabkan tergang-gunya proses pemilu. Namun seyogyanya seluruh PNS dapat berperan serta secara aktif dalam mensukseskan pemilu.

*Penulis adalah Staff Bagian Humas Bawaslu RI

Page 8: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

8

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Mekanisme pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) menjadi topik diskusi yang hangat di ranah publik menjelang sidang paripurna DPR, 25 Sep-tember mendatang. Ada dua arus pemiki-ran yang berkembang di tataran elit dan publik. Pertama, keinginan untuk tetap mempertahankan mekanisme pemilihan secara langsung. Kedua, keinginan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD.

Secara kelembagaan, Komisi Pe-milihan Umum (KPU) telah memutus-kan berada dalam posisi yang tidak ber-pendapat dalam perdebatan mekanisme pemilihan kepala daerah tersebut. Tetapi kami berkeinginan untuk menyampaikan kepada publik, beberapa hal yang men-jadi catatan dan pengalaman bangsa kita selama satu dasawarsa melaksanakan Pe-milukada secara langsung sejak terbitnya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Aspek PembiayaanUndang Undang 32 Tahun 2004 me-

letakkan tanggung jawab pembiayaan pemilukada kepada pemerintah daerah. Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pembiayaan Pemilukada harus mendapat persetujuan pemerintahan dae-rah, yakni pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Situ-asi ini membuat KPU dalam posisi yang harus berkomunikasi dan bernegosiasi den-gan pemerintah untuk memastikan alokasi anggaran disetujui dan sesuai kebutuhan.

Aspek pembiayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) berpotensi menjadi ‘sen-jata’ kepala daerah yang sedang menjabat untuk menekan dan mengintervensi pe-nyelenggara Pemilu. Jika penyelenggara Pemilu tidak kuat menghadapi situasi demikian, maka prinsip independensi, in-tegritas dan kemandirian akan terabai-kan. Tetapi secara nasional, dalam satu dasawarsa terakhir, penyelenggaraan Pemilukada berjalan dengan baik dan

mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Proses komunikasi dan negosiasi anggaran yang cukup panjang dan mele-lahkan hanya terjadi di dua daerah, yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Maluku Utara untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Perangkat undang undang sebenarnya telah menyediakan format pembiayaan Pemilukada yang lebih fleksibel. Jika pemerintah merasa berat menyediakan anggaran Pemilukada dalam satu tahun anggaran, pemerintah dapat membentuk dana cadangan. Sehingga tidak ada alasan rasional bagi pemerintah daerah tidak me-nyediakan anggaran Pemilukada. Ke de-pan jika pemerintah ingin menghindarkan penyelenggara Pemilu dari posisi yang ha-rus bernegosiasi dengan pemerintah dae-rah, maka aspek pembiayaan harus men-jadi tanggung jawab pemerintah pusat. Hal ini sejalan dengan rezim penyeleng-garaan Pemilu yang menjadi kewenangan penuh Komisi Pemilihan Umum.

Tahapan PencalonanTahapan pencalonan kerap memicu

dinamika internal di tubuh partai. Pene-tapan kandidat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menjadi ke-wenangan pimpinan partai sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya menyeret penyelenggara Pemilu dalam pusaran masalah. Ada situasi tertentu, di mana de-wan pimpinan pusat (DPP) partai berbeda pendapat dengan dewan pimpinan daerah tingkat I atau tingat II dalam pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. DPP merekomendasikan nama kandidat tertentu, sementara pengurus di daerah mengajukan kandidat yang lain.

Perbedaan sikap politik DPP dan de-wan pengurus di tingkat daerah dalam pencalonan kepala daerah dan wakil ke-pala daerah, terkadang berujung pada pergantian kepengurusan partai di tingkat daerah. Akibatnya terdapat dua kandidat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan partai yang sama

tetapi dengan pimpinan partai yang ber-beda.

Di luar itu, terkadang pengurus partai di tingkat daerah menarik dukungan ke-pada kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah di tengah-tengah tahapan pencalonan sedang berjalan. Hal ini su-dah barang tentu mengganggu kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), semen-tara tahapan, program dan jadwal Pemilu-kada sudah diatur secara rigid. Perubahan waktu dalam satu tahapan atau sub taha-pan otomatis akan mengganggu tahapan secara keseluruhan.

Problem itu sudah diatasi dengan ke-luarnya Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalo-nan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 66 Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2012 menegaskan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dilarang menerima perubahan kepenguru-san partai politik sejak pendaftaran bakal pasangan calon.

Untuk menjawab adanya kasus partai politik atau gabungan partai politik yang memberi dukungan kepada lebih dari satu pasangan calon, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hanya menerima satu pasangan calon yang didaftarkan oleh pimpinan partai politik atau gabun-gan partai politik yang sah. Selain itu jika pimpinan parpol atau gabungan parpol yang sah memberikan dukungan kepa-da lebih dari satu pasangan calon, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hanya menerima satu pasangan calon yang lebih awal mendaftar.

Tahapan Pemutakhiran Data PemilihDaftar pemilih menjadi salah satu isu

krusial dalam setiap penyelenggaraan Pe-milukada. Hal ini seiring dengan tingkat mobilitas penduduk antar daerah di Indo-nesia yang cukup tinggi. Undang Undang 32 Tahun 2004, pasal 70 ayat 1 dengan tegas menyatakan bahwa daftar pemilih pada saat Pemilihan Umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih

Penguatan Sistem Pemilu KadaOleh

Ferry Kurnia Rizkiyansyah(Anggota KPU RI)

Opini

Page 9: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

9

untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal ini mengandung se-mangat untuk membangun sistem pemu-takhiran data pemilih secara berkelanjutan.

Jika konsisten menggunakan pasal tersebut sebagai acuan dalam penyusunan daftar pemilih Pemilukada, untuk daerah yang akan menggelar Pemilukada pada tahun 2015 dapat menggunakan daftar pemilih tetap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai bahan dasar menyusun daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu-kada. Dengan demikian, sistem informasi daftar pemilih (sidalih) yang memberi jaminan akurasi, kemutakhiran dan ke-lengkapan data pemilih dapat digunakan untuk memperbaharui daftar pemilih Pe-milukada.

Sayangnya pasal tersebut kontra-produktif dengan beberapa pasal dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pasal 9 ayat 3 huruf f yang berbicara tentang tugas dan wewenang KPU dalam pemutakhiran data pemilih menyatakan pemutakhiran data pemilih untuk pemilihan gubernur dilakukan berdasarkan data kependudu-kan yang disiapkan dan diserahkan oleh pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bu-pati, wali kota terakhir dan menetapkan-nya sebagai daftar pemilih.

Jika bahan dasar penyusunan DPT dalam Pemilukada menggunakan DPS Pe-milu terakhir maka pekerjaan pemerintah menjadi lebih mudah. Pemerintah hanya perlu menyerahkan daftar pemilih tamba-han berupa warga Negara yang akan beru-sia 17 tahun pada hari pemungutan suara. Dengan demikian proses pemutakhiran data pemilih lebih mudah karena cukup melakukan verifikasi ulang secara faktual ke lapangan terhadap data yang sudah ter-simpan di sidalih dan data pemilih tamba-han dari pemerintah daerah.

Di luar problem pemutakhiran data pemilih tersebut, penyelenggaraan Pemi-lukada telah berkontribusi dalam men-dorong pemerintah melakukan perbaikan administrasi kependudukan. Masyarakat juga berkepentingan untuk melengkapi dirinya dengan identitas kependudukan sebagai salah satu syarat untuk didaftar ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Pemi-lukada secara bertahap telah mendorong peningkatan pengetahuan dan penum-

buhan kesadaran warga Negara untuk menjadi warga Negara yang baik dengan melibatkan diri dalam setiap kegiatan pemerintahan di daerah.

Tahapan KampanyeKegiatan kampanye merupakan salah

satu tahapan yang sangat penting dalam pelaksanaan Pemilu maupun Pemilukada. Kampanye merupakan sarana bagi kandi-dat untuk menyampaikan visi, misi dan programnya kepada para pemilih. Selain itu, kampanye menjadi sarana bagi pub-lik untuk dapat mengenali kandidat secara detail, tidak hanya berkaitan dengan visi, misi dan programnya, tetapi juga berkai-tan dengan kehidupan pribadi kandidat.

Secara umum pengaturan kampa-nye untuk Pemilukada tak jauh berbeda dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun tentunya ada pengaturan pemasangan baliho dan spanduk untuk adanya keadi-lan semua peserta pemilu dan semangat efisiensi yang bisa diterapkan dalam pe-milukada. Ada 9 metode kampanye Pemi-lukada yang dibenarkan sesuai pasal 76 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui radio dan televisi, pemasangan alat per-aga di tempat umum, rapat umum, debat publik/debat terbuka antar calon dan keg-iatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

Ruang dialog antara kandidat dengan para pemilih harus dibuka selebar-leb-arnya. Pemilih harus mendapat informasi yang seluas-luasnya tentang kandidat. Hal ini penting untuk mendorong lahirnya pe-milih yang rasional, cerdas dan mandiri. Sayangnya dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, waktu yang disediakan untuk kan-didat berkampanye sangat terbatas. Pasal 72 ayat 2 menyebutkan kampanye dilaku-kan selama 14 hari dan berakhir 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Waktu 14 hari tentu terlalu singkat bagi pemilih untuk dapat mengenali secara mendalam profil kandidat.

Pemungutan dan Penghitungan Su-ara

Pemungutan suara merupakan perwu-judan bagi rakyat untuk mengekspresikan

pilihan politiknya. Karena itu, penyeleng-gara berkewajiban memberikan layanan terbaik kepada para Pemilih saat meng-gunakan hak pilihnya. Awalnya, regulasi Pemilukada memiliki titik lemah dalam hal perlindungan hak konstitusional war-ga Negara. Di mana, untuk dapat meng-gunakan hak pilih, warga Negara harus terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih. Warga yang tercecer dari pen-dataan panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), tidak dapat menggunakan hak pilih.

Regulasi Pemilukada tidak mengenal adanya daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPK TB). Kelemahan regulasi Pemilukada tersebut, kini telah dapat diatasi setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-X/2012. Putusan MK tersebut menegaskan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ber-tentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang diartikan tidak mencakup war-ga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) Akhir dan daftar penduduk po-tensial pemilih pemilu (DP4).

Putusan MK tersebut telah ditindak-lanjuti dengan Surat Edaran KPU RI ber-nomor 186/KPU/III/2013 perihal penjela-san tindak lanjut putusan MK nomor 85/PUU-X/2012 tertanggal 27 Maret 2013. Sejak saat itu, pemilih yang namanya ti-dak tercatat dalam DPT tetap dapat meng-gunakan hak pilih.

KPU telah mengatur tata cara peng-gunaan hak pilih bagi warga yang tidak tercatat namanya dalam DPT, yaitu : (1) menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau nama se-jenisnya; (2) penggunaan hak pilih terse-but hanya dapat dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai den-gan alamat yang tertera di dalam KTP-nya; (3) sebelum menggunakan hak pili-hnya, yang bersangkutan terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;

bersambung ke hal. 8

Opini

Page 10: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

10

(4) pemberian suara dilakukan dalam waktu 1 (satu) jam sebelum selesainya pe-mungutan suara di TPS; (5) pemilih yang menggunakan hak pilih tersebut dicatat dalam Formulir C1-KWK pada kolom pe-milih dari TPS lain dan juga dicatat pada Formulir C3 (pernyataan keberatan saksi dan kejadian khusus yang berhubungan dengan hasil pemungutan suara dan peng-hitungan suara Pemilukada di TPS)

Untuk penghitungan suara, aspek transparansi menjadi hal yang sangat pent-ing dalam memastikan hasil Pemilu sesuai dengan kehendak rakyat yang genuine (asli). KPU telah memulai proses transpar-ansi hasil penghitungan suara pada Pe-milu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. KPU menyediakan hasil scaning sertifikat hasil penghitungan suara di tingkat TPS

(formulir C1) di web site KPU yang dapat diakses secara luas oleh publik. Formulir C1 yang berhasil discan dan diupload ke web site mencapai 98 persen.

Publikasi hasil Pemilu secara transpar-an telah mendorong partisipasi publik untuk mengawal penghitungan dan rekapitulasi suara secara bertingkat yang dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), panitia pemungutan suara (PPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seti-daknya ada enam website crowdsourching yang ikut melakukan penghitungan suara dan mempublikasikannya seperti kawalpe-milu, kawalsuara, realcount, pilpres 2014, datapilpres, dan C1 Yang Aneh.

Model transparansi hasil Pemilu pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pe-milu Presiden dan Wakil Presiden dapat

diadopsi dalam Pemilukada. Transparansi akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses Pemilu yang sedang ber-langsung. Potensi konflik karena adanya tudingan-tudingan manipulasi akan ter-hindarkan. Masyarakat juga akan tergerak untuk berpartisipasi mengawal proses penghitungan dan rekapitulasi yang se-dang berlangsung.

Inilah beberapa aspek dalam peny-elenggaraan Pemilukada yang perlu men-jadi perhatian kita semua. Bangsa kita telah memiliki banyak pengalaman dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada. Berbagai titik lemah dalam hal electoral law (aspek hukum pemilu) dan electoral process (proses pemilihan) dalam Pemi-lukada terus diperbaiki untuk melayani rakyat dalam melaksanakan kedaulatan-nya. ***

Pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 dinilai tidak melakukan pencatatan dan pelaporan dana kampa-nye secara transparan. Hal itu diketahui dari ditemukannya beberapa penyum-bang yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi faktual.

Temuan itu berdasarkan penulusuran yang dilakukan oleh Bagian Kajian Dana Kampanye Indonesia Corruption Watch (ICW).

Koordinator ICW bagian Kajian Dana Kampanye Firdaus mengungkapkan, berdasarkan audit ICW atas laporan dana kampanye pasangan calom nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, diketa-hui laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye tidak melampirkan tabel harga pembanding dan ditemukannya pembanding yang tidak wajar.

Ia mengatakan, laporan itu tidak menjelaskan berapa jumlah penyumbang yang dikirimkan dan dikonfirmasi terha-dap dana kampanye yang di sumbangkan oleh pasangan calon dalam rekening khu-sus penggunaan dana kampanye 2014.

“Dari semua yang masuk itu tidak ada yang menunjukan bukti untuk menyum-bang, apabila dilihat dari sebagian besar penyumbang,” ujar Firdaus di Gedung Bawaslu, Jakarata, Jumat (19/9/2014).

Sedangkan, pada laporan dana kampanye pasangan calon nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, diketahui terdapat transaksi penerimaan melebihi batas waktu penerimaan dana kampanye. Dia mengatakan, dari sampel sebanyak 11.775 penyumbang, hanya 17 badan usaha dan 189 orang yang dilengkapi surat pernyataan menyumbang. Seban-yak 101 di antaranya dilengkapi dengan identitas, 11.569 orang yang diragukan surat pernyataannya. 11.657 penyumbang diragukan identitasnya.

“Hal ini dikarenakan mekanisme trasfer langsung yang tidak mensyarat-kan adanya surat peryataan menyum-bang dan hambatan UU perbankan yang mendorong untuk menutupi indentitas penyumbang, padahal sudah menjadi kewajiban penyumbang menyampaikan surat pernyataan untuk menyumbang dan kewajiban dari tim kampanye untuk

mempinta identitas dan surat penyum-bang,” ujarnya.

Selain itu, Firdaus menemukan pener-imaan dan penggunaan dana kampanye yang tercatat tanggal 18 Juli 2014, yang menyebutkan ada sisa dana kampanye sebesar Rp 18,3 miliar. Setelah dikonfir-masi kepada tim kampanye, dana tesebut digunakan untuk biaya rapat.

Dari laporan yang dilampirkan audi-tor, tim kampanye belum mencantumkan pengembalian ke kas negara sebanyak Rp 10 miliar untuk penyumbang badan usaha yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing.

Menanggapi temuan itu, Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak men-gatakan, kajian Bawaslu terhadap hasil audit laporan dana kampanye Pilpres 2014 Pasangan Prabowo-Hatta, diketa-hui tidak menyertakan tabel harga pasar atas jasa dalam pencatatan penggunaan dana kampanye dalam bentuk bukan kas. Sedangkan untuk pasangan Jokowi-JK, ditemukan adanya transaksi yang tidak tercatat dalam Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK).

Dana Kampanye Pemilu 2014Belum Transparan

Page 11: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

11

Pelaksanaan Sentra Gakkumdu Belum MaksimalKetua Bawaslu Muhammad menjelaskan bahwa penerapan Nota Kesepahaman (MoU) Sentra Gakkumdu masih belum ter-laksana secara maksimal seperti apa yang diharapkan, karena adanya beberapa kend-ala. Kendala tersebut antara lain masih dite-mukan koordinasi dan sinergi yang kurang memadai dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian tindak pidana Pemilu an-tara Pengawas Pemilu dan instansi penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan).

Untuk itu, masih diperlukan pemahaman yang sama dalam penerapan unsur-unsur tindak pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. “Adanya perbedaan struktur keang-gotaan di Sentra Gakkumdu dengan DIPA, belum teranggar-kannya kegiatan Gakkumdu pada instansi Kepolisiaan dan Ke-jaksaan, adanya beberapa provinsi/kabupaten/kota yang belum memiliki Polda/Polres dan atau Kejati/Kejari sehingga men-galami kendala dalam koordinasi dengan Polda/Polres dan atau Kejati/Kejari di daerah induk, kondisi demografis dan geografis serta minimnya peralatan komunikasi di beberapa provinsi/ka-bupaten/kota yang menghambat kegiatan Sentra Gakkumdu,” jelas Muhammad dalam rakor evaluasi Sentra Gakkumdu se-

Provinsi Sulteng, Kamis (4/9) di Palu. Oleh karena berbagai kendala tersebut, Ketua Bawaslu RI,

Muhammad menyarankan agar Sentra Gakkumdu mengadakan pertemuan/rapat koordinasi untuk memantapkan komunikasi dan segera menuntaskan pembahasan unsur-unsur tindak pidana Pemilu untuk kesamaan persepsi. “Agar pimpinan masing-ma-sing menunjuk personil yang bertugas dalam Sentra Gakkumdu dan melaporkan pelaksanaannya kepada pimpinan dan Bawaslu untuk melakukan harmonisasi anggaran terkait Sentra Gak-kumdu yang disesuaikan antara isi MoU dengan SOP masing-masing instansi. Terkait masalah demografis dan geografis agar Sentra Gakkumdu dapat mengoptimalkan teknologi informasi,” saran Muhammad. Selain itu melihat pro dan kontra di kalangan peserta Pemilu mengenai efektifitas Sentra Gakkumdu, Bawaslu berencana melakukan evaluasi internal secara nasional.

Oleh karena itu Ketua Bawaslu, Muhammad mengharapkan masukan dari peserta rakor untuk mendapat masukan, hal pen-ting yang menjadi catatan kritis pengawas pemilu, kepolisian dan kejaksaan terhadap mekanisme atau proses pelaksanaan Sentra Gakkumdu. “Di provinsi lain terlihat Gakkumdu ini produktif, namun belum tentu sama untuk Gakkumdu di provin-si lain yang mungkin kurang produktif. Kita mau melihat secara parsial, masing-masing provinsi berbeda, mungkin nanti dari 33 provinsi kita mendapatkan infonya. Jadi rekomendasi forum ini kami tunggu, nanti kita akan sampaikan di tingkat pusat apakah Gakkumdu kita butuhkan untuk kita lanjutkan dalam rangka un-tuk menangani Pilkada atau Pemilu Nasional yang akan datang, atau kita perlu memikirkan mekanisme lain,” kata Muhammad. [CK]

Page 12: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

12

KPK Harus Awasi Pilkada oleh DPRDDPR akhirnya mengesahkan Undang-Undang Pemilihan kepala Daerah (Pilkada) yang mengatur pilkada dilakukan secara tidak lang-sung oleh DPRD. Untuk menekan politik uang di lingkaran anggota dewan dengan calon kepala dae-rah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus terlibat untuk mengawasi pelaksa-naan pilkada.

“Masyarakat harus mengontrol penuh, termasuk pers dan KPK. Mata dan terlinga harus tertuju pada DPRD. Karena DPRD sebagai wujud perwakilan rakyat harus membuktikan pemimpin‎ itu harus bagus. Saya kembalikan pada masyarakat,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo (PDIP) di Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Hal senada juga disampaikan ang-gota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal DKI Jakarta Fahira Idris. Dia menuturkan, pilkada yang dilakukan oleh DPRD perlu komitmen kuat agar anggota DPRD steril dari politik uang. Karenan-ya, ujar dia, KPK pun dirasa perlu turun tangan untuk mengawasi prosesnya.

“Secara khusus saya meminta kepada KPK untuk turun tangan menga-wasi proses pilkada. Saya juga meminta komitmen DPRD di seluruh Indonesia untuk proaktif mengundang KPK agar mengawasi jalannya pemilihan,” ujar Fahira, Sabtu (27/9/2014).

Salah satu alasan kenapa ada opsi pilkada lewat DPRD, menurutnya, kare-na terjadi praktik politik uang yang masif

yang langsung menyentuh masyarakat selama pilkada langsung.

Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Bam-bang Widjojanto menyatakan, lembag-anya tak bisa mengawasi proses pemili-han kepala daerah oleh DPRD secara menyeluruh. Sebab, KPK tidak memiliki kantor perwakilan di setiap provinsi di Indonesia.

“Tidak fair kalau menyerahkan pengawasan sepenuhnya ke KPK. Kami sudah minta membuka kantor perwakilan sejak 2011, tapi tidak direalisasi,” ujar Bambang, Selasa, (30/9/2014).

Menurut dia, penyidik KPK hanya berjumlah sekitar 50 orang, sedangkan

jumlah kabupaten/kota sebanyak 500-an. Kalau pemerintah berani membuat kantor KPK di seluruh daerah, maka tak masalah bagi KPK jika harus mengawasi proses pilkada melalui DPRD.

Bambang mengatakan alasan DPR mengesahkan aturan pilkada tidak langsung oleh DPRD untuk mengurangi praktek politik uang tidak tepat. Karena, kata dia, berdasarkan kajian pihaknya, sebanyak 313 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi bukan karena pilkada langsung.

Ia menyebutkan, 81 persen dari jumlah itu, terjerat pasal penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Sedangkan, lanjutnya, sisanya terjerat kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi.

Padahal, sebagai pembanding, anggota DPR dan DPRD yang terjerat korupsi selama sepuluh tahun terakhir sebanyak 3.000-an orang. “Jumlahnya 10 kali lipat dari kepala daerah yang terjerat korupsi. kalau menyerahkan kewenangan ke lembaga yang tersangka korupsinya lebih besar, maka pilkada lewat DPRD diragukan kebersihannya,” ujarnya.

Selain itu, kata Bambang, bila pemili-han dilakukan secara langsung, politik uangnya hanya berkisar Rp 50 ribu per orang. Itupun, kata dia, hanya dilakukan satu kali menjelang pemungutan suara pilkada.

Tetapi, bila pilkada oleh DPRD, Bambang yakin politik uangnya akan jauh lebih banyak. “Kalau pemilihan oleh anggota Dewan, yang potensial disuap anggota Dewannya. Apakah Rp 10 ribu? Apakah 1 kali? Tidak!” kata Bambang.

Sebelumnya, melalui lobi yang alot dan akhirnya voting, DPR mengesahkan RUU Pilkada. Hasilnya, pemilihan ke-pala daerah tidak akan dipilih lagi secara langsung tetapi beralih menjadi dipilih DPRD.

Fraksi dari Koalisi Merah Putih men-dominasi pilihan Pilkada melalui DPRD, fraksi dari partai Koalisi Jokowi-JK memilih Pilkada langsung dan Demokrat mengambil sikap walk out dalam voting RUU Pilkada dini hari tadi. (dey)

”Secara khusus saya me-

minta kepada KPK untuk turun tangan mengawasi proses pilkada. Saya juga meminta komitmen DPRD di seluruh Indonesia untuk proaktif mengundang KPK agar mengawasi jalannya

pemilihan,

”Fahira

Page 13: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

13

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Berdalih hanya untuk iseng dan penyegaran, Ketua Badan Pe-ngawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Barnabas Dumas Manery ber-main judi di kantornya bersama Kepala Sekretariat Bawaslu Ma-luku Lodewyk Brehmer. Tak ada ampun, keduanya pun diberhentikan.

Pimpinan Bawaslu Endang Wihda-tiningtyas mengatakan, tindakan itu telah mencoreng nama baik Bawaslu. Dia men-gatakan, kasus perjudian yang dilakukan keduanya sudah tersiar di media massa dan mengundang keperihatinan jajaran Bawaslu.

Dia berharap kepada DKPP untuk memutuskan sidang ini dengan seadil-adilnya dan setimpal dengan kasus yang dilakukan oleh teradu. ‘’Kami tidak meli-hat jumlah uang yang dipertaruhkan oleh teradu, akan tetapi ini menyangkut ter-corengnya nama lembaga Bawaslu,“ kata Endang dalam sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik di Ruang Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pe-

milu (DKPP), Selasa (2/9/2014).Pada akhir sidang Muhammad me-

nambahkan, Bawaslu selalu mengede-pankan komitmen integritas penyeleng-gara pemilu. Namun, apa yang sudah dilakukan Barnabas dan Lodewyk sangat mencoreng nama lembaga Bawaslu. Dia bahkan menyarankan keduanya dipecat. “Jadi saran saya, Ketua Bawaslu Provinsi Maluku, Barnabas Dumas Manery dihu-kum seberat-beratnya atau diberhentikan secara tetap sebagai ketua Bawaslu Malu-ku dengan cara tidak terhormat,” ujarnya.

Dalam persidangan yang sama, Barn-abas mengakui, terkadang bermain judi jenis poker di kantornya. Barnabas ber-main dengan Lodewyk dan Kasubag Karepa Sina. Barnabas mengatakan mer-eka bermain judi hanya untuk iseng di waktu senggang.

“Memang kalau permainan joker merupakan permainan rakyat di Ambon. Memang kami sadar keterlibatan kami dalam kegiatan ini memang salah. Kami tidak memikirkan akibatnya sampai bisa membawa nama lembaga. Kami me-nyadari itu,” ujar Barnabas.

Barnabas menegaskan mereka tidak pernah mangkir dari tugasnya karena ber-main judi tersebut. Barnabas menolak jika

karena berjudi tersebut mereka mang-kir dari rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi yang digelar di KPU Ma-luku pada 29 April lalu.

“Tuduhan itu tidak benar. Kami sadar memang sebetulnya salah saat itu kami juga tidak berpikir matang, memang peristiwa itu benar tapi tidak semata-mata mencari keuntungan tapi mengisi waktu,” beber Barnabas yang juga pernah jadi dosen di fakultas hukum di salah satu kampus di Ambon.

Akibat perbuatannya itu, Barnabas di-jatuhkan sanksi berupa peringatan keras sebagai anggota Bawaslu. Bukan hanya itu, dia juga diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Bawaslu Maluku. Putusan itu mengukuhkan keputusan rapat pleno Bawaslu yang dikeluarkan Juni 2014. Ba-waslu, melalui pleno itu memberhentikan Barnabas.

Muhammad menegaskan, keputusan itu diambil pihaknya untuk membersi-hkan lembaganya. Dia menuturkan, pi-haknya serius melakukan reformasi bi-rokrasi pada tubuh pengawas pemilu di semua jajaran dan tingkatan.

Sedangkan kepada Lodewyk, DKPP menjatuhkan hukuman pemberhentian tetap atau pemecatan. [dey]

Berjudi di Kantor, Ketua dan Kasek Bawaslu Maluku Diberhentikan

Suasana sidang kode etik Bawaslu Provinsi Malukuinfobarumaluku.com

Page 14: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

14

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Soal RUU Pemilukada

Pengawas Pemilu Tak Perlu KhawatirJajaran pengawas pemilu di seluruh

Indonesia tidak perlu khawatir dengan pembahasan rancangan undang-undang Pemilu kepala daerah antara pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Apa-pun keputusan DPR bersama Pemerintah, pengawas pemilu tetap dibutuhkan untuk mengawal Pemilukada. Demikian disam-paikan Ketua Bawaslu Muhammad kepa-da peserta Rapat Koordinasi Penyampaian Laporan Akhir Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Bawaslu Provinsi Jawa Timur di Hotel Atria, Kota Malang, Selasa (16/9). Rakor yang berlangsung hingga Rabu (17/9) dihadiri lengkap oleh Pimpi-nan Bawaslu Jatim (Sufyanto, Sri Sugeng Pujiatmiko dan Andreas Pardede) serta Panwaslu dari 38 kota dan Kabupaten se Provinsi Jawa Timur.

“Jadi saudara-saudaraku tidak usah galau. Karena misalkan rancangan un-dang-undang Pemilukada itu jadi disahkan pemilihan oleh DPRD, tidak ujug-ujug anggota dewan itu bisa menjadi pelaksana teknis atau jadi KPU dan sekaligus menga-wasi proses yang dia lakukan sendiri,” pa-par Muhammad saat membuka acara rakor laporan pengawas Pemilu.

Yang perlu ditelaah dan dicari titik temunya oleh pembuat undang-undang menurut Muhammad adalah menyam-bungkan antara Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pe-milihan Umum dan Rancangan Undang-undang Pemilukada yang rencananya akan diketuk palu tanggal 25 September 2014. Sebab dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2011, jelas dijabarkan definisi ten-tang Pemilu yakni Pemilu legislatif, Pe-milu Presiden dan Pemilu kepala daerah. “

Rezim pemilu kita adalah legislatif, pilpres dan pilkada. Undang-undang itu menjadi payung besar kita. Jadi yang na-manya penyelenggara pemilu itu tetap KPU dan pengawas pemilu bukan anggota dewan,” ujar Muhammad.

Sebelumnynya, Ketua Bawaslu Jatim Sufyanto dalam sambutannya melapor-kan bahwa pada tahun 2015 mendatang, terdapat 18 kabupaten/kota se Jawa Timur

yang akan menggelar Pemilukada. Namun Bawaslu Jatim belum melaksanakan surat edaran Bawaslu RI untuk memulai perek-rutan pengawas pemilu guna mengawal tahapan Pilkada dikarenakan menunggu nasib RUU Pilkada apakah pemilihan langsung atau lewat DPRD. Menurut Su-fyanto, semestinya rekruitment pengawas pemilu untuk Pilkada terdekat yakni Kota Surabaya dan Kota Lamongan, sudah di-lakukan di bulan September atau Oktober 2014 ini. Sebab Panwaslu kabupaten/kota yang ada saat ini semuanya akan berakhir masa jabatannya pada Bulan Desember 2014.

Sementara KPU setempat juga be-lum berani memulai tahapan Pilkada un-tuk dua kota di Jatim yang dalam waktu dekat menggelar Pilkada, menunggu RUU Pilkada. Lebih lanjut Ketua Bawaslu Mu-hammad menyatakan, interprestasi arti dari demokrasi perwakilan yang dianut In-donesia dapat berarti pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui DPRD tergantung siapa yang menilai. “Dua-duanya kena itu, boleh langsung atau tidak langsung. “Sudahlah kita tidak usah galau, kita siap-kan instrumennya itu. Untuk kepentingan itu Bawaslu RI sudah memutuskan untuk merekrut kembali pengawas pemilu,” ka-tanya

Terhadap Panwaslu Kabupaten/Kota yang segera berakhir jabatannya di Bulan

Desember 2014, Muhammad menegaskan, masih terbuka peluang maupun kesempa-tan bagi panwas kabupaten/kota dan pan-wascam untuk melamar kembali sebagai pengawas pemilu periode selanjutnya. Dengan catatan yang bersangkutan tidak pernah mendapat teguran keras atau sank-si pemberhentian oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Bagi teman-teman panwas yang sela-ma ini mengabdi, tidak ada catatan DKPP khususnya tidak ada peringatan keras apa-lagi pemberhentian, dibuka kesempatan. Kepada Tim Seleksi kita titipkan untuk mereka yang sudah mengabdi dan tidak ada catatan negatif, itu point tersendiri. Se-lama anda masih bersedia dan memenuhi syarat. Jadi itu perkembangannya. Pan-duan Timsel sudah disetujui Bawaslu RI dan segera di distribusi ke provinsi,” kata Muhammad. Muhammad menambahkan, seluruh Panwas Kabupaten/Kota yang ber-akhir masa jabatannya di Bulan Desember 2014, berkewajiban menyusun dan me-nyampaikan laporan evaluasi pengawasan Pileg dan Pilpres sesuai standar yang telah diberikan Bawaslu RI. Laporan itu wajib disampakan ke Bawaslu RI melalui Ba-waslu provinsi masing-masing. Termasuk didalamnya, kesimpulan dan evaluasi pen-gawasan Pileg dan Pilpres sebagai bahan masukan untuk perbaikan kualitas Pemilu di masa mendatang. [RS]

Ketua Bawaslu, Muhammad memberikan pengarahan dihadapan Panwaslu se Provinsi Jatim.

Page 15: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

15

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Pengawasan Pemilu berbasis masyarakat dianggap telah sukses untuk mengawal Pe-milu 2014. Oleh sebab itu, Bawaslu berencana untuk membangun Pusat Pendidikan Pengawasan Partisipatif Pe-milu. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Ba-waslu Gunawan Suswantoro, di Solo, beberapa waktu lalu. Di hadapan 33 Pimpinan Bawaslu Provinsi, ia menyampaikan, suksesnya pengawasan Pemilu berbasis masyarakat tak lepas dari keseriusan Pimpinan Ba-waslu RI, di bawah Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas, dan Hubungan Antar Lembaga.

“Saya sudah sampaikan ke Bap-penas (soal pengawasan partisipatif). Akhirnya, Pusat Pendidikan Pen-gawasan Partisipatif tersebut sudah tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP),” tutur Gunawan. Pengawasan partisipatif menurutnya, merupakan bentuk peran aktif Bawaslu untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Pasalnya, Bawaslu dan jajarannya memiliki kelemahanan terutama soal sumber daya manusia dan luasnya cakupan wilayah pengawasan.

Sementara itu, Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas, dan Hubal Nasrul-lah mengatakan bahwa konsep penga-wasan partisipatif akan tetap dipakai pada saat pengawasan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada). “Saya menginginkan konsep tersebut tetap digunakan. Transformasi pengawasan pemilu terpadu (Awaslu-padu) menjadi Gerakan Sejuta Relawan

Pengawas Pemilu merupakan sebuah terobosan baik bagi Pengawas Pemilu,” tutur Nasrullah.

Lebih lanjut, Gunawan mengatakan bahwa, tujuan akhir dari Pengawasan Pemilu berbasis masyarakat adalah menciptakan masyarakat yang sadar un-tuk mengawasi. Idealnya pengawasan Pemilu, adalah pengawasan masyara-kat sipil bukan sebuah lembaga resmi. Namun, tujuan tersebut masih harus dibangun sedikit demi sedikit, karena untuk saat ini pengawasan Pemilu be-lum dapat dilaksanakan dengan maksi-mal dan masih membutuhkan waktu lama. “Masih butuh waktu minimal 10 tahun lagi bagi masyarakat untuk bisa mengawasi Pemilu secara mandiri. Dan kita sebagai lembaga Pengawas Pemilu harus bisa legowo untuk menyerahkan tanggung jawab pengawasan pemilu kepada masyarakat sipil,” jelasnya.

[FS]

Bawaslu Akan Bangun PusatPendidikan Pengawasan Partisipatif

Page 16: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

16

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Daniel Zuchron

Pemimpin Muda dengan Gagasan Inovatif

Nama Daniel Zuchron sudah lama dikenal publik, terutama mereka yang giat dalam aktivitas pemilu.

Pernyataannya yang vokal dan kritis saat menjadi aktivis penggiat pemilu di Jar-ingan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) membuatnya memegang posisi Koordinator Divisi Pengawasan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu).

Sebagai Pimpinan Bawaslu termuda, pria kelahiran Jakarta, 18 April 1976 itu menunjukkan semangat kemudaannya dengan berbagai inovasi baru strategi pengawasan pemilu. Tak jarang gagasan Pimpinan termuda ini melompat jauh ke depan ketika gagasan itu dilontarkan. Namun, seiring waktu gagasan tersebut menemui kebenaran dan bermanfaat bagi perwujudan pemilu yang berkualitas dan berintegritas melalui jendela pengawasan yang bermartabat.

Saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, lulusan Universitas Islam Malang itu menginisiasi penerbitan peta kerawanan pelanggaran pemilu.

Karir mengurus pemilu Daniel

dimulai sejak pemilu reformasi pertama, yaitu Pemilu 1999. Saat itu, Daniel baru menginjak tingkat lima di Universitas Islam Malang. Kegiatannya di kampus lebih banyak dalam dunia pergerakan. Hal itu membuat dia tertarik mendaftar menjadi relawan pemantau pemilu saat itu.

Menurut dia, Pemilu 1999 adalah bentuk baru proses perubahan politik dan masa depan Indonesia. “Masyarakat su-dah bisa menentukan pilihan dan punya hak pilih penuh, berbeda dengan pemilu sebelum 1999, setidaknya proses lebih baik dimulai,” uja Daniel.

Setelah menyelesaikan pendidikan-nya, Daniel masih menekuni kegiatan seputar pemantauan pelaksanaan pemilu 2004 dan 2009. Saat itu, dia menilai, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) berjalan tidak sinergi dengan Komisi Pe-milihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara dan masyarakat.

Daniel menilai Panwaslu mestinya memposisikan diri sebagai bagian utuh dari penyelenggara Pemilu. “Pengawasan

harus aktif, tidak hanya saat Pemilu, na-mun juga ikut serta dengan KPU dalam sosialisasi ke masyarakat, misal, seperti apa kecurangan dalam Pemilu dan jenis-jenisnya,” katanya.

Dia mengatakan bila sistem itu berja-lan baik dan konsisten, laporan-laporan dari masyarakat tentang kecurangan pemilu akan terus meningkat. Dengan begitu, Bawaslu akan punya daya tang-gap dan strategi dalam menangggulangi kecurangan-kecurangan itu.

Daniel menekankan, dalam pemilu sangat penting pendidikan tentang pe-milu bagi masyarakat. Dia berharap, ke-hadirannya di Bawaslu memberi kontri-busi yang baik pada pengawasan pemilu. Dia pun datang dengan berbagai gagasan.

Saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan calon anggota Bawaslu di Komisi II DPR, Daniel mengatakan, Ba-waslu harus membenahi kewibawaanya yang saat itu masih rendah.

Daniel juga giat mendorong kerja sama Bawaslu dengan Komisi Pembe-rantasan Korupsi (KPK). Kerja sama itu salah satunya untuk mengawasi mengan-tisipasi penggunaan dana bantuan sosial (bansos) kementerian untuk kepentingan kampanye.

Menurutnya, kerawanan bukan saja akan dimanfaatkan caleg yang duduk di lembaga negara. Tapi juga program-program semacamnya. Pihaknya masih menunggu informasi lembaga pengawas provinsi, kabupaten atau kota menyusul dugaan penggunaan anggaran negara dan program pemerintah oleh menteri yang jadi caleg di daerah pemilihannya.

Biodata Nama: Daniel ZuchronTempat dan Tanggal Lahir:Jakarta, 18 April 1976Pengalaman Kerja: Koordinator Nasional Jaringan Pendi-dikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Anggota Bawaslu Koordinator Divisi Pengawasan

FOTO: CHRISTINA K

Page 17: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

17

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

Pentingnya ProtokolSebagai Dukungan bagi Pimpinan

Bali, Badan Pengawas Pemilu - Bawaslu RI bersama Bawaslu Provinsi kembali melanjutkan Bimtek Keprotokolan. Pro-tokol bertujuan untuk melaksanaan suatu kegiatan dan pada hal-hal yang mengatur setiap individu yang terlibat dalam pelak-sanaan suatu kegiatan. Suatu kegiatan apapun pada dasarnya merupakan pelak-sanaan dari hasil kerja tahapan-tahapan sebelumnya. Tahapan-tahapan tersebut diperlukan untuk menunjang suksesnya suatu acara. Setelah mendapatkan serangkaian pelatihan mengenai kepro-tokolan dari praktisi keprotokolan dan personality yang merupakan Asisten Staf Khusus Presiden RI, Sandra Erawanto, dan juga nara sumber lain dari Kepoli-sian yaitu AKP Anhar, diharapkan para peserta bimtek akan memiliki pemaha-man tentang bagaimana menjadi seorang protokoler yang profesional, mampu mengelola dan mengatur tempat, tata penghormatan, tata upacara, memiliki ke-pribadian yang menarik dan meyakinkan dalam berbagai acara. Pelatihan yang diberikan antara lain, melatih otak kanan dan otak kiri, cara bertutur kata yang baik, cara bersalaman, cara berjalan, cara duduk dan bagaimana berpenampilan yang baik dan menarik. Dalam kesempa-tan ini hadir Ketua Bawaslu RI Mu-

hammad beserta Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah dan Endang Wihdatiningtyas. Nasrullah menyampaikan agar ilmu yang didapatkan dari pelatihan keprotokolan ini bisa juga diberikan kepada jajaran staf Bawaslu Provinsi hingga ke Pan-was Kabupaten/Kota. ”Aktualisasi diri dan bisa memahami orang lain memang tidak mudah namun diharapkan dengan pelatihan ini setidaknya para peserta mendapatkan pemahaman bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain,” ujarnya. Dalam bimtek Keprotoko-lan ini diajakarkan bagaimana menyikapi kelebihan dan kekurangan masing-masing individu, sehingga bisa mema-hami tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada Pimpinan. ”Ilmu yang didapatkan dari pelatihan ini akan menjadi tidak bermanfaat manakala kita tidak membag-inya kepada yang lain,” tegas Nasrullah. Dalam kesempatan yang sama Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatingtyas juga menambahkan agar ilmu yang didapat juga dibagikan kepada teman-teman di Bawaslu Provinsi lain yang belum bisa hadir dalam pelatihan keprotokoleran ini. Karena ilmu tidak akan habis jika dibagi. Pentingnya memahami karakter

seseorang merupakan suatu hal yang penting, karena hal tersebut mempenga-ruhi bagaimana cara untuk berkomuni-kasi dan berhubungan dengan Pimpinan, karena setiap manusia memiliki sifat dan karakter berbeda-beda. Dengan menge-tahui karakter dari Pimpinan, maka akan lebih mudah menyesuaikan cara untuk berkomunikasi dan berinteraksi sehingga Pimpinan akan menjadi nyaman dalam menjalankan setiap tugasnya. Ketua Bawaslu RI Muhammad menyampai-kan bahwa mengetahui dan memahami bahasa tubuh seorang Pimpinan memang bukan sesuatu hal yang mudah. Namun dengan adanya bimtek ini diharapkan para peserta bisa membangun hubungan yang baik dengan Pimpinan, yang mana seorang protokoler memiliki pengawalan yang melekat dengan seorang Pimpinan. ”Melatih diri untuk lebih percaya diri, mampu membaca situasi, mengetahui seluk beluk sebuah gedung atau tempat, berpenampilan menarik dan bersahaja dan mau terus belajar. Seorang Pemimpin pasti akan bekerja secara nyaman jika di sekelilingnya ada orang-orang yang mencintai pekerjaannya, sehingga bisa memberikan pelayanan yang maksimal dan profesional,” tambahnya.

[WB/FS]

Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas memberikan pengarahan.

Page 18: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

18

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) akan menyusun Grand Design Pengawasan Pemilu. Hal ini menjadi penting karena Indonesia belum memiliki konsep tentang pembangunan demokrasi pemilihan. Hal tersebut diungkapkan oleh Tenaga Ahli Divisi Organisasi dan SDM Bawaslu RI, Ahsanul Minan saat memberikan materi “Persiapan Penyusunan Renstra Bawaslu Provinsi Tahun 2015-2019 dalam Rapat Kerja Penajaman Usulan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lemba-ga (RKA-K/L) Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Tahun Anggaran 2015 di Jakarta, Kamis (11/9).

“Dampak dari belum adanya kon-sep tersebut, maka undang-undang Pe-milu bisa berubah tiap selesai pemilihan umum. Dan perubahannya bisa ekstrim. Contoh sekarang ini lagi pembahasan tentang undang-undang Pilkada, dimana akan dipilih oleh DPRD,” ujar Minan. Ahsanul Minan menjelaskan bahwa em-pat hal yang menjadi pokok penyusunan grand design tersebut, pertama reformasi kerangka hukum Pemilu. Bawaslu akan mengupayakan penyederhanaan sistem hukum Pemilu dan penyederhanaan mod-el penghukuman terhadap pelanggaran Pemilu.

Yang kedua adalah partisipasi ma-syarakat, Bawaslu akan mendorong pen-gawasan Pemilu bisa diperluas kepada masyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar Bawaslu mendirikan Pusat Pendidikan Politik untuk Pengawasan Paritisipatif.

Konsep ini sudah disetujui oleh Bappe-nas dan hal itu akan dimulai Tahun 2015. Ketua Bawaslu Muhamamd, dalam sam-butannya juga mengungkapkan bahwa tugas pengawasan Pemilu tidak eksklusif menjadi tugas Bawaslu, tapi juga bisa di-lakukan oleh simpul-simpul masyarakat sipil. “Pengawasan partisipatif ini pada tahun 2015 perlu didorong lagi dalam bentuk kerjasama dengan organisasi ma-syarakat sipil. Sehingga harapan kita, ke-sadaran pentingnya pengawasan Pemilu bisa lahir di masyarakat Indonesia dan ada dorongan yang kuat untuk ikut mengawa-si,” ungkap Muhammad.

Terkait partisipasi masyarakat ini juga dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Bawaslu RI, Mulyadi yang mem-bawakan materi “Peranan Bawaslu dalam Pilkada Pasca Pemilu 2014” menjelaskan bahwa Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GRSPP) yang digagas oleh Ba-waslu RI, juga menjadi kekuatan ekster-nal dan membuktikan adanya dukungan masyarakat terhadap lembaga pengawas Pemilu. “Sudah muncul dukungan publik secara memadai melalui gerakan tersebut (GRSPP ,-red). Walaupun masih perlu evaluasi dan pengelolaan yang baik dan sudah di akui oleh Bappenas sebagai par-tisipasi politik, karena masyarakat hanya mau berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu jika difasilitasi oleh Bawaslu,” tambah Mulyadi. Kemudiaan, hal ke-tiga yang akan dimasukkan dalam grand design tersebut adalah mendorong pen-guatan peran Bawaslu sebagai lembaga

yang berwenang menangani pelanggaran Pemilu. “Untuk konsep ini, masih dalam proses diskusi pandang karena ada beber-apa opsi dalam diskursus kepemiluan. Se-hingga peran Bawaslu sebagai Pengawas, Penyidik dan Menuntut misalnya yang pelanggaran Pidana, dan Bawaslu yang menyelesaikan apabila itu pelanggaran administrasi”, jelas Minan “Yang terakhir dalam konsep dasar Grand Design pen-gawasan Pemilu tersebut, Bawaslu akan membangun pusat data dan kajian untuk pengawasan Pemilu. Dari konsep grand design inilah yang menjadi acuan Ba-waslu RI dan Provinsi untuk menyusun Renstra 2014-2019,” Demikian Ahsanul Minan menutup materinya.

Sementara itu, Sekretaris Jende-ral Ba-waslu RI, Gunawan Suswantoro menjelas-kan bahwa prioritas RKA-K/L Bawaslu dan Bawaslu Provinsi Tahun 2015 adalah penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa. Kedua, Pendidikan Pengawasan partisipatif yang sudah menjadi RKP Ta-hun 2015, Ketiga, peningkatan kapasitas pengawas pemilu, khususnya untuk pen-gawas pemilu kabupaten/kota. “Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam RKA-K/L ini juga adalah anggaran untuk pembentukan Panwaslu dan juga program sosialisasi yang menitikberatkan pada bagaimana masyarakat lebih mengeta-hui tentang eksistensi lembaga pengawas Pemilu di provinsi masing-masing. Dan yang terakhir juga perlu dilakukan evalua-si pelaksanaan pengawasan Pemilu 2014,” ujar Gunawan. [MZ/FS]

Empat Poin ‘Grand Design’ Pengawasan Pemilu

Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro, dan Kepala Biro Administrasi, Adhi Santoso.

Page 19: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

19

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Divisi Pengawasan

Bawaslu Siapkan Laporan Pengawasan Pemilu 2014Sebanyak 99 Pimpinan Bawaslu

Provinsi se Indonesia tengah meram-pungkan laporan pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Ta-hun 2014 dalam Rapat Evaluasi Nasional Pengawasan Pemilu Tahun 2014 di Hotel Grand Inna Sanur, Denpasar Bali, Min-ggu (28/9).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan, lapo-ran pengawasan Pemilu itu merupakan wujud pertanggungjawaban kelembagaan Bawaslu untuk menjadi bahan evaluasi dan laporan kepada Presiden dan DPR RI. Satu diantara keberhasilan Bawaslu adalah menggerakkan masyarakat men-jadi pengawas pemilu partisipatif yang di-aplikasikan melalui Gerakan Sejuta Rela-wan Pengawas Pemilu (GSRPP). Gerakan ini menjadi contoh partisipasi masyarakat dan masuk dalam agenda Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015.

“Kita berhasil memperkuat RKP me-lalui pendidikan pengawasan pemilu par-tisipatif,” kata Gunawan saat pembukaan rapat evaluasi nasional yang dihadiri 4 Pimpinan Bawaslu RI (Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanjuntak dan Daniel Zukron), serta pejabat struk-

tural dan fungsional Bawaslu. Laporan pengawasan yang tengah disusun Ba-waslu kepada Presiden dan DPR RI me-liputi laporan empat divisi yang menjadi tugas Pimpinan Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi yakni Divisi Pengawasan, Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran, Divisi Organsiasi dan Sumber Daya Ma-nusia (SDM) dan Divisi Humas dan Sos-ialisasi. Dalam hal ini, Bawaslu Provinsi diminta menyusun laporan lengkap terkait pengawasan dan penanganan pelanggaran tahapan Pemilu 2014 sekaligus evalu-asi penyelenggaraan Pemilu 2014 dalam bentuk rekomendasi dari setiap Bawaslu Provinsi mengingat kondisi setiap daerah berbeda.

Terhadap pengesahan undang-undang pemilihan gubernur, walikota dan bupati melalui DPRD, Sekjen Bawaslu meminta jajarannya dan Pimpinan Bawaslu Provin-si tidak terganggu melainkan tetap fokus dan bekerja profesional. Pengesahan UU tersebut dinilai belum final karena sejum-lah pihak akan mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstisusi terkait peng-hilangan hak rakyat untuk memilih guber-nur/walikota/bupati secara langsung men-jadi dipilih oleh DPRD, seperti di masa orde baru. “Kita harus tetap semangat, ini

penting untuk eksistensi lembaga Penga-was Pemilu,” ujarnya.

Hal senada juga dikemukakan Pimpi-nan Bawaslu, Nasrullah. Meski menye-salkan putusan politik DPR terkait pemil-ihan kepala daerah oleh DPRD, Nasrullah meminta hal ini tidak mempengaruhi kinerja jajaran Bawaslu. “Kalau kita bi-cara hak konstitusional warga negara harusnya melekat pada individual, tidak ada satu pun yang bisa mewakili. Con-toh kalau anda mau jadi bupati, walikota, kepala desa, presiden, anda sendiri yang maju dan tampil. Tidak bisa anda wakili pada saudara anda. Itu menyangkut hak dipilih. Kalau menyangkut hak memilih, konsekuensi logis sama, hak memilih juga hak individu. Tak boleh diwakilkan, ini pelanggaran terhadap hak konstitu-sional.” kata Nasrullah memaparkan.

Pemilihan kepala daerah melalui DPRD katanya, merupakan pengem-balian masa orde baru dimana tatanan demokrasi berada pada level elite bukan menjadi hak politik rakyat. Karenanya, Bawaslu akan mengkaji keputusan politik DPR tersebut untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi bersama DKPP dan KPU. [RS]

Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanuntak, Daniel Zuchron, dan Kepala Biro Tehnis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, Bernad D Sutrisno.

Page 20: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

20

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Divisi Pengawasan

PEMILIHAN kepala daerah secara langsung sebuah optimisme untuk mewu-judkan Negara demokratis. Peraturan Peng-ganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 sebuah solusi untuk memas-tikan bahwa pemilihan langsung adalah perwujudan kedaulatan rakyat yang tidak tergantikan dengan system perwakilan. Wa-laupun perppu tersebut masih berpotensi di-tolak oleh DPR RI dalam masa persidangan berikutnya, tapi dengan komitmen pemerin-tah dan dukungan masyarakat luas, pemili-han langsung ini akan dipertahankan.

Penyelenggara pemilu tidak perlu gamang dalam melaksanakan amanah Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Dinamika politik soal perppu tidak boleh menggang-gu tugas-tugas penyelenggara dalam menyi-apkan payung hukum sebagai tindak lanjut dari perppu tersebut.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah harus mempersiapkan seluruh payung hu-kum program, jadwal, dan tahapan pelak-sanaan pilkada. Begitu juga Badan Penga-was Pemilu sudah harus mempersiapkan peraturan yang menyangkut pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa. Payung hukum juga sudah harus disiapkan oleh Dewan Kehormatan Peny-elenggara Pemilu (DKPP) untuk menyele-saikan pelanggaran kode etik penyeleng-garaan pilkada.

Memang ada kekhawatiran bahwa apa-bila DPR menolak perppu ini, maka semua yang dikerjakakan oleh penyelenggara akan menjadi sia-sia. Tidak ada yang sia-sia. Seandanya pun perppu ditolak DPR pada masa sidang berikutnya, yaitu masa sidang terdekat pada Januari 2015. Implikasi dari penolakan sebuah perppu oleh DPR yaitu membuat sebuah undang-undang baru. Arti-nya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tidak berlaku, bukan berarti otomatis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada berlaku. DPR dan Pemerintah ha-rus membuat undang-undang yang baru sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak se-bentar. Sebab harus ada pembahasan dan persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR dalam pembuatan undang-undang yang baru tersebut. Disinilah, nantinya akan ada kekosongan hukum. Dalam kondisi

kekosongan hukum ini, pilkada yang pelaksanaannya tahun 2015 sudah mende-sak dilaksanakan. Dengan demikian, mau tidak mau harus ada payung hukum untuk pelaksanaan pilkada tersebut yang bisa jadi diterbitkan lagi sebuah perppu menunggu disahkannya uu yang baru.

Lagi pula, peraturan KPU, peraturan Bawaslu, dan Peraturan Bersama DKPP, KPU, dan Bawaslu tentang Kode Etik yang mengacu pada Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tidaklah otomatis gugur walaupun perppu tersebut ditolak oleh DPR. Hampir dapat dipastikan bahwa setidaknya pilkada lang-sung dapat dilaksanakan pada 2015. Se-hingga, penyelenggara pemilu tidak perlu ragu menyiapkan dan melaksanakan pilkada langsung sejak dini agar dapat diwujudkan pilkada langsung demokratis.

Pelaksanaan pilkada demokratis pada 2015 yang jauh dari kecurangan dan kon-flik nantinya akan menjadi modal dasar memberi masukan pada perbaikan UU pilkada yang sedang dibahas di DPR. Tentu, harapan kita adalah sebuah undang-undang pilkada langsung yang dilahirkan.

Pilkada yang dilaksanakan secara lang-sung oleh rakyat adalah perwujudan ke-daulatan rakyat yang demokratis. Ini tidak terlepas dari historis pelaksanaan pilkada langsung itu sendiri.

Pada era Presiden Soeharto kepala daerah ditunjuk oleh presiden. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan hingga perubahan dalam penentuan kepala daerah. Di era 1999 hingga 2004 kepala ditentukan melalui penentuan DPRD berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dikenal juga dengan UU Oto-nomi Daerah. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang berlangsung sejak 1999 hingga 2004, ini tentu lebih demokratis dibanding-kan dengan ditunjuk oleh Presiden untuk menentukan gubernur. Dan untuk penentu-an bupati/wali kota ditunjuk oleh gubernur.

Seiring dengan tuntutan reformasi, MPR melakukan perubahan konstitusi yang ter-jadi empat kali pada rentang waktu 1999-2002. Perubahan konstitusi ini mebawa pe-rubahan pada pemilihan kepala daerah yaitu dari ketentuan kepala daerah dipilih oleh DPRD menjadi kepala daerah dipilih lang-sung oleh rakyat. Hal ini dituangkan dalam

hasil amandemen yaitu amandemen kedua dengan memuat Pasal 18 UUD yang men-gatur Gubernur, Bupati, Wali Kota dipilih secara demokratis.

Memang dalam konstitusi disebut di-pilih secara demokratis. Demokratis terse-but menurut berbagai pihak bisa diartikan dipilih DPRD atau dipilih secara langsung oleh rakyat. Dua-duanya bagi sebagian pihak adalah demokratis. Namun dalam praktiknya, setelah lahirnya perubahan konstitusi memuat Pasal 18 tersebut, pada undang-undang sebagai payung hukum dan pelaksanaannya demokratis dalam pilkada dimaknai sebagai pemilihan langsung. Pe-milihan langsung oleh rakyat itulah yang diatur dalam UU 32/2004 tentang Pemer-intahan Daerah. Praktik Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih langsung dilaksanakan mulai 2005 hingga sekarang.

Pemilihan langsung adalah hak politik individu memilih pemimpinnya dan per-wujudan kedalutan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD. Dalam praktinya tidak ada persoalan yang krusial yang mengganggu keutuhan Negara yang bisa menjadi ala-san agar pilkada dikembalikan dari pe-milihan langsung oleh rakyat ke pemilihan oleh DPRD. Alasan biaya mahal dan kon-flik menjadi sangat tidak mendasar karena hal itu bisa diatasi dengan melakukan efisiensi dan mencegah konflik. Dan tanpa mengubah atau menghilangkan hak warga Negara memilih langsung, tetap saja bisa dilakukan efisiensi dan pencegahan konflik. Konflik yang terjadi selama ini juga tidak laten dalam pemilu. Pilkada hanya sebagai pemicu saja dalam konflik-konflik antar-suku, konflik tanah, atau konflik-konflik lainnya yang bersifat laten. Jadi konflik itu bukan karena pilkada langsung.

Penyelenggara pemilu dihadapkan pada tantangan untuk melakukan efisiensi dan memperkecil konflik dalam pelaksanaan pe-milu. Pelaksanaan pilkada langsung tahun 2015 yang akan serentak dalam satu provin-si menjadi tantangan bagi penyelenggara untuk membuktikan bahwa pilkada lang-sung bisa murah, aman, dan nyaman. Inilah menjadi modal agar bisa memberi masukan kepada DPR pada masa sidang berikutnya mempertimbangkan agar pilkada tetap se-cara langsung dipilih oleh rakyat. (KN)

Optimisme Pilkada Langsung

Page 21: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

21

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Divisi Pengawasan

Partisipasi masyarakat Ka-bupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara (Malut) pada pelaksanaan pemung-utan suara ulang (PSU) Pemilu legislatif, Sabtu (30/8), menu-run dibandingkan dengan Pemilu legislatif 9 April 2014 lalu. Kendati pun, Pemkab Halmahera Selatan (Halsel) telah membuat edaran meli-burkan hari pelaksanaan PSU tersebut, tidak menyamai atau mendongkrak partisipasi ma-syarakat seperti Pemilu 9 April 2014.

Penurunan partisipasi pemilih dapat di lihat di hampir seluruh TPS tempat digelarkan PSU. Antara lain di TPS 07 Desa Babang Kecamatan BacanTimur, dari jumlah DPT sebanyak 454 orang, 395 orang diantaranya tidak memilih, TPS 5 Desa Babang Kecamatan Bacan Timur, jumlah DPT 455 orang, sebanyak 301 tidak menggunakan hak pilih, di TPS 8 Pasar Labuha dari jumlah DPT 301 orang, hanya 25 orang yang meng-gunakan hak pilih. Sementara di TPS 6 Desa Labuha Kecamatan Bacan dari jumlah DPT 490 orang sebanyak 346 orang diantaranya tidak menggunakan hak pilih. Di TPS 01 Desa Amasing Kota Kecamatan Bacan, jumlah DPT 385, sebanyak 229 orang menggunakan hak pilihnya.

Demikian juga di TPS 6 Desa Ba-bang, dari jumlah DT 452 orang, 172 orang memilih dan sisanya sebanyak 280 orang tidak ikut memilih. Menurut Ketua Panwaslu Kabupaten Halsel Adnan Wahid, rendahnya partisipasi masyarakat dalam PSU disebabkan banyak faktor antara lain, warga yang terdaftar dalam DPT 9 April 2014 telah pindah domisili,

lebih memilih aktivitas harian (melaut, berkebun) atau ke luar kota. Sementara untuk data DPT yang digunakan oleh KPU untuk PSU 30 Agustus 2014 adalah data DPT pada Pemilu legislatif tanggal 9 April 2014 lalu. “Kalau pelaksanaan PSU pasti turun partisipasinya, gak cuma di Halsel, sepertinya dimana-mana PSU begitu. Antuasias warga tidak seperti 9 April lalu. Apalagi ini PSU hanya memilih DPR RI,” kata Adnan di sela-sela supervisi ke berbagai TPS di Pulau Bacan Halsel.

Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 6 Agustus 2014 lalu yang dimohonkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), MK memerintahkan KPU melakukan PSU di 15 kecamatan yakni Kecamatan Bacan, Kepulauan Bontang Lomang, Bacan Barat, Kasiruta Timur, Kasiruta Barat, Bacan Selatan, Bacan Timur, Bacan Timur Tengah, Mandioli Selatan, Gane Barat Utara, Gane Timur, Gane Timur Tengah, Gane Timur Selatan, Kayoa Utara, Makian Barat. Perintah ini dikeluarkan karena KPU Maluku Utara tak melaksanakan penghitungan ulang suara yang diper-intahkan MK melalui putusan sela pada Senin (30/6) lalu. MK menemukan penghitungan ulang hanya dilakukan di tiga kecamatan dari 18 kecamatan yang diperintahkan. Sedangkan 15 kecamatan lainnya dihitung ulang dengan data yang tak lengkap, yaitu hanya mencakup 90 TPS dari 276 TPS. “Kami harus tunggu semua data masuk dulu. Kita belum bisa menghitung, takut salah nanti karena ini kan soal angka-angka, yang pasti-nya menurun,” kata Adnan menanggapi persentase penurunan partisipasi pemilih dalam PSU Halsel.

Sementara itu Pimpinan Bawaslu Nasrullah megatakan, KPU Malut telah melaksanakan putusan MK untuk meng-gelar PSU di Halsel. Namun Bawaslu dan Panwaslu setempat perlu mencer-mati proses PSU tersebut jangan sam-pai terjadi kecurangan yang berujung ketidakpercayaan masyarakat kepada

penyelenggara pemilu. “Harus diawasi semua prosesnya. Juga soal DPT juga harus dipastikan apakah DPT 9 April lalu sama dengan DPT yang digunakan seka-rang (PSU),” kata Nasrullah memberi pengarahan kepada pengawas Pemilu setempat di sela-sela supervisi langsung PSU Halsel.

Terhadap persoalan DPT, Ketua Pan-waslu Halsel Adnan Wahid mengatakan, pihaknya masih menemukan DPT yang harus terkoreksi antara lain di Desa Gane Luar Kecamatan Gane Timur dan Desa Tobapoma Kecamatan Bacan Timur. Di dua lokasi tersebut puluhan warga setempat tidak bisa mencoblos karena tidak terdaftar dalam DPT PSU. Juga ada sejumlah nama di DPT setempat yang bukan merupakan warga setempat. Hal ini akan ditelusuri lebih lanjut. “Kalau warga tidak terdafar di DPT, lalu tidak punya KTP atau KK , terpaksa tidak bisa ikut memilih. Jumlahnya memang cukup banyak tapi mereka tidak bisa dipak-sakan mencoblos karena akan sulit untuk pertanggungjawaban administrasinya,” kata Adnan.

Dalam pelaksanaan PSU Halsel hari Sabtu (30/8), Bawaslu RI menerjunkan dua tim untuk melakukan supervisi langsung ke sejumlah kecamatan di Kabupaten Halsel. Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah ikut serta memonitor lang-sung pelaksanaan PSU. Demikian juga seluruh komisioner Bawaslu Malut dan staff Bawaslu Malut. Kendati begitu, tidak semua kecamatan di Halsel dapat termonitor langsung Bawaslu Malut dan Panwaslu Halsel. Hal ini disebabkan kondisi geografis Kabupaten Halsel yang merupakan kepulauan dan hanya dapat dijangkau dengan transportasi laut.Antara lain di Kecamatan Gane Timur, cuaca buruk menjadi kendala utama sehingga transportasi laut memilih tidak beroperasi. Untuk lokasi-lokasi tersebut Panwaslu Kabupaten Halsel dan Bawaslu Provinsi Malut hanya dapat mengan-dalkan laporan dari pengawas pemilu lapangan di wilayah itu. [RS]

Supervisi PSU Pileg 2014: Partisipasi Masyarakat Halsel Turun

Page 22: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

22

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Tim Asistensi Bawaslu, Saparruddin

Pansus Sah Saja Mengevaluasi Pemilu

Ketua Bawaslu, Muhammad

Rencana Komisi II DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pemilu 2014 dinilai sah saja. Hal itu dinilai merupak-an upaya mengevaluasi Pemilu Presiden (Pilres).

“Pansus sah-sah saja dibentuk karena menurut regulasi sudah ditetap-kan. Karena Pansus merupakan upaya membuka ruang sebagai regulasi Pemilu ke depan,” ujar Tim Asistensi Bawaslu Sapparudin di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (29/4/2014).

Menurutnya, Pansus Pilpres yang di-inisiasi oleh DPR merupakan cara untuk mengetahui persoalan yang menyangkut hajatan lima tahun sekali sebagai proses demokrasi.

Kendati demikian, kata dia, kerja dan rekomendasi Pansus tidak dapat men-gubah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres. Sebab, ujar Sapparudin, putusan MK bersifaf final dan mengikat. “Meskipun pansus terben-

tuk, tidak bisa melegitimasi hasil pemilu, karena proses hukumnya sudah selesai,” ujarnya.

Politikus Partai Amanah Nasional (PAN) Didik Supriyanto mengatakan, pembentukan Pansus Pilpres, merupakan akibat keputusan MK yang tidak cukup mengungkap fakta pelanggaran yang di-lakukan KPU. Pansus dibentuk, katanya, karena ada upaya secara hukum. “Secara hukum permasalahan DPKTb merupakan masalah utama, namun ketika dikaitkan dengan permasalahan tersebut ini seolah-olah dibelokkan menjadi permasalahan nomor, memang tak bisa dibuktikan tapi secara formal, DPKTb itu bagian dari kecurangan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad, mendo-rong agar pembentukan Pansus Pilpres yang diusulkan dilakukan oleh sejum-lah DPR dapat terlaksana. Muhammad mengatakan Pansus Pilpres perlu karena

bisa memberikan klarifikasi terkait ang-gapan kekurangan lembaga penyeleng-gara pemilu yang kerap disudutkan. Dengan Pansus Pilpres bisa memberikan informasi yang seimbang. “Supaya tidak ada informasi tidak benar,” ujarnya pada saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR. [dey]

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan pemilu memang tidak bisa diseleng-garakan dengan sempurna tanpa celah. Meski demikian, pencapaian penyeleng-garaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 sudah sangat positif dan pengawasan pun dilakukan dengan maksimal.

“Saya kira harus diakui bahwa untuk menjadi sempurna memang tidak bisa. Baru kali ini pilpres dilakukan satu putaran dengan dua pasangan calon, tapi capaiannya cukup positif. Pengawas tidak pasif menunggu laporan masyara-kat, tetapi aktif di setiap proses tahapan, termasuk rekapitulasi,” ujar Muhammad di Jakarta.

Ia mengatakan, pihaknya belajar dari penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) April 2014. Dari evaluasi pileg, kata dia, ada catatan untuk mengoptimal-kan pengawasan pemilu di tiap tingkatan. “Di Pilpres 2014, benar-benar terjadi.

Jadi, panwas sampai ke desa sampai kecamatan secara bertingkat memastikan semua proses mendapat pengawasan dari jajaran pengawas pemilu,” ujarnya.

Dia mengatakan, optimalisasi pen-gawasan dilakukan sejak awal tahapan penyelenggaraan pilpres. Muhammad menuturkan, dirinya dan Ketua KPU Husni Kamil Manik menerbitkan surat edaran bersama untuk mengerahkan aparat penyelenggara untuk bersinergi agar pilpres berlangsung jujur dan adil.

“Kami sampaikan juga bila ada indikasi kecurangan atau pelanggaran, diselesaikan di tingkat dugaan itu terjadi. Selain itu, proses rekap di tingkat atas bisa mengoreksi satu tingkat di bawahn-ya. Misalnya, ada masalah di desa diharapkan terselesaikan di kecamatan,” kata dia.

Selanjutnya, kata dia, Bawaslu akan melakukan melakukan evaluasi ber-sama Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dengan demikian, pilpres selanjutnya semakin memenuhi unsur pemilu yang langsung, jujur, dan adil. [dey]

Pengawasan Pilpres Sudah Maksimal

HUMAS

HUMAS

Page 23: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

23

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dinilai sebagai DPR terburuk yang pernah ada dalam sejarah parle-men Indonesia. Menurut peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, desakan mayoritas fraksi di DPR agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan tidak langsung seakan melengkapi semua penilaian buruk DPR periode ini.

“Jika RUU Pilkada dipaksakan untuk disahkan dengan memunculkan norma pilkada tidak langsung, DPR hanya ingin mengatakan mereka tidak ingin mengubah citra mereka sebagai lem-baga yang selalu harus dikoreksi,” ujar Lucius di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/9/2014).

Dia menyampaikan, sejumlah fraksi di DPR untuk menetapkan penyeleng-garaan pilkada secara tidak langsung didorong oleh emosi semata. Dia meni-lai, DPR periode 2009-2014 lebih sering

mendiskusikan kebijakan pada tataran permukaan saja, bukan mendalam.

Lucius menyampaikan, sulit meneri-ma gagasan Pilkada tidak langsung secara serius. Karena itu, ujarnya, pi-haknya akan mengambil langkah hukum jika DPR mengesahkan RUU itu. “Kami masih punya jalan perjuangan ke Mah-kamah Konstitusi karena kami terpaksa tunduk kepada mekanisme yang sudah ada,” kata Lucius.

Pria lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini juga mengingatkan ban-yaknya UU yang dihasilkan DPR periode ini yang akhirnya dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, dalam soal legislasi, target yang dicanangkan di awal tahun selalu tidak dapat terca-pai. “Cukup dicatat sebulan menjelang rampungnya periode kerja mereka bahwa DPR ini paling tidak berbobot,” lanjut Lucius menegaskan.

[dey]

DPR telah mengesahkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). UU itu mene-tapkan, pilkada tidak lagi dilakukan lang-sung oleh rakyat melainkan diwakilkan oleh DPRD. Nantinya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pe-milu (Bawaslu) di daerah hanya sebatas membentuk tim uji publik.

“Peran KPU dan Bawaslu di proses awal yaitu ketika uji publik. Setelah uji public, diserahkan ke DPRD. Teknisnya sangat sederhana, simpel. Tidak ada kampanye, arak-arakan tapi debat ada,” ujar Ketua Panitai Kerja (Panja) RUU Pilkada Abdul Hakam Naja di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2014).

Hakam menuturkan, calon kepala daerah nantinya disahkan oleh penitia pe-

milihan DPRD. Debat pun dipegang oleh panitia pemilihan. “Ya sudah setelah itu (peran KPU dan Bawaslu) selesai. Dulu bahkan tidak ada KPU-nya kan, sebe-lum 2005,” kata politikus Partai Amanat Nasional itu.

Meski begitu, tidak berarti KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu akan dibubarkan. Hakam mengatakan, keberadaan lembaga independen itu dibutuhkan untuk hajatan Pemilu Pres-iden nantinya.

“Perbedaannya, kalau dulu rakyat ikut hiruk pikuk, haru biru, sekarang lembaga keterwakilan harus kuat. Bagaimana pengawasan pada DPRD agar tidak penyalahgunaan? Itu tantang-annya,” ujar Hakam.

[dey]

Pilkada Lewat DPRD, Peran KPU dan BawasluHanya Uji Publik Bakal Calon

Pilkada oleh DPRD Perburuk Rapor DPRPeneliti Formappi, Lucius Karus

floresbangkit.com

Panja RUU Pilkada, Hakam Naja

GOOGLE.COM

Page 24: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

24

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Indonesia baru saja menyelesaikan pe-nyelenggaraan Pemilu 2014, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Masih ada satu tahap terakhir yaitu pelantikan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober mendatang. Secara umum keseluruhan pelaksanaan Pemilu Tahun 2014 berjalan dengan aman, lancar dan kondusif walaupun dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 kemarin di Kal-sel ditemukan 14.135 pelanggaran dan 15 dugaan tindak pidana Pemilu.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Pol. Machfud Arifin pada Rapat Koordinasi Sentra Gakkumdu Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam rangka memperkuat koordinasi pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan di Kaliman-tan Selatan dalam menghadapi Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015, di Ban-jarmasin, Rabu (17/9). Rakor ini dihadiri Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Wakil Ke-pala Kejaksaan Tinggi Kalsel, Ketua Ba-waslu Provinsi Kalsel Mahyuni, Pimpinan Bawaslu Kalsel, Azhari Ridhanie dan Erna Kasypiah dan diikuti unsur dari Pengawas Pemilu (bagian Hukum dan Penindakan Pelanggaran), Kepolisian dan Kejaksaan Provinsi Kalsel.

“Namun demikian hendaknya hal terse-but tidak menjadikan kita under estimate, khususnya dalam menghadapi Pilkada di Provinsi Kalsel Tahun 2015 mendatang. Di samping itu, kinerja positif yang telah kita laksanakan selama penyelenggaraan Pemi-lu 2014 (Pileg dan Pilpres) dapat kita per-tahankan dan lebih kita tingkatkan dalam pelaksanaan Pilkada 2015,” harapnya.

Pelanggaraan maupun tindak pidana yang terjadi pada Pemilu 2014 yang lalu, dapat juga terjadi pada Pemilu Kada Tahun 2015 yaitu Pemilu Kada Provinsi Kalsel (gubernur dan wagub), serta Pemilukada di tujuh kabupaten/kota yaitu Kota Banjar-masin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupat-en Balangan, Kabupaten Tanbu, Kabupaten Kotabaru sesuai dengan UU Nomor 12 Ta-hun 2008 tentang Pemerintah Daerah pasal

235 ayat (2) bahwa Pemilukada di Provinsi Kalsel akan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 10 Juni 2015.

Oleh karena itu dengan adanya nota ke-sepakatan bersama tentang Sentra Gakkum-du antara Bawaslu, Polri dan Kejaksaan maka perlu adanya upaya menyamakan pola tindak serta pemahaman dalam pen-anganan tindak pidana Pemilu. Sehingga melalui rakor Sentra Gakkumdu kita beru-paya secara konkrit mengimplementasikan penanganan perkara dugaan pelanggaran dan tindak pidana Pemilu pada Pemilukada 2015 secara profesional dan prosedural.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah telah merancang Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang saat ini menjadi pro dan kontra dari berbagai pi-hak. Dalam RUU baru tersebut disebutkan bahwa Pemilihan Kepala Daerah nantinya tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat me-lainkan akan dipilih oleh Anggota DPRD Provinsi maupun DPRD Kab/Kota masing-masing daerah.

Rencananya pada tanggal 23 Septem-ber 2014 RUU Pilkada tersebut memasuki tahap final pembahasan bersama Menteri Dalam Negeri, kemudian akan disahkan pada tanggal 25 September 2014 di Rapat Paripurna.

“Menyikapi hal tersebut, kita semua tentunya harus selalu memantau dan mengi-kuti setiap perkembangan terkini perihal putusan RUU tersebut, sehingga apapun hasil putusan yang akan ditetapkan oleh

pemerintah tidak akan berdampak negatif dan berpengaruh terhadap kondusifitas ka-mtibmas di Provinsi Kalsel, sehingga pada saat pelaksanaan Pemilukada di Kaliman-tan Selatan Tahun 2015 mendatang dapat berjalan sukses, aman dan damai,” harap Kapolda.

Selain itu, Kapolda Kalsel, Brigjen Pol. Machfud Arifin juga mengharapkan keg-iatan Rakor Sentra Gakkumdu ini dapat dijadikan sebagai sarana sharing informasi guna meningkatkan sinergitas polisional dalam mewujudkan suatu proses penegak-kan hukum terhadap tindak pidana pemilu, sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan miskoordinasi antar Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan dalam meny-elesaikan dugaan setiap pelanggaran tindak pidana Pemilu.

Selanjutnya, dalam sambutannya pada Rakor Gakkumdu Kalsel, Ketua Bawaslu Muhammad mengapresiasi Sentra Gak-kumdu Kalimantan Selatan karena tidak banyak kasus karena fungsi pencegahannya yang berjalan baik.

“Saya mengapresiasi yang disampaikan kapolda bahwa tidak banyak kasus di sini. Setelah saya melakukan evaluasi fungsi pencegahannya berjalan baik, dan dilaku-kan dengan mendatangi caleg, mendatangi birokrasi lokal mengenai aturan-aturan Pe-milu. Saya memberi apresiasi atas nama Bawaslu RI, dalam evaluasi kami Sentra Gakkumdu di Kalsel termasuk yang berki-nerja baik,” pujinya. [CK]

Hadapi Pilkada 2015, Kapolda Kalsel Harapkan Upaya Konkrit Sentra Gakkumdu

Kiri-kanan: Ketua Bawaslu Provinsi Kalsel, Mahyuni, Ketua Bawaslu RI, Mu-hammad, Kapolda Kalsel, Brigjen Pol. Machfud Arifin

KARTIKA

Page 25: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

25

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Pentingnya membuat laporan yang terstruktur dan informatif adalah agar menjadi landasan bagi sebuah lembaga atau institusi untuk mengambil keputu-san, identifikasi masalah, memberikan rekomendasi dan juga sebagai alat un-tuk mengetahui kemajuan dan perkem-bangan. Oleh karena itu jajaran Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali beserta Panwaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali mengadakan Rapat Kordinasi Pe-nyusunan Laporan Akhir Pengawasan Pe-milu Tahun 2014 mulai tanggal 14 s.d 16 September bertempat di Aston Conven-tion Center yang mana juga di hadiri oleh Ketua Bawaslu RI Muhammad beserta Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatin-ingtyas dan Nasrullah.

“Suksesnya Pemilihan Umum teru-tama diperankan oleh teman-teman yang ada di Kabupaten/Kota, Kecamatan hing-ga mitra PPL yang ada di lapangan, se-hinga Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia wajib menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya yang telah berjuang, bekerja serius dan keras mempertaruhkan seg-ala-galanya demi suksesnya Pemilihan Umum,” tutur Muhammad dalam sam-butannya. Dia mengatakan bahwa, me-nyampaikan laporan pengawasan kepada publik, kepada Presiden, kepada DPR, dan kepada KPU adalah bagian dari pen-gukuran kinerja Pengawas Pemilu. Be-liau mewakili institusi Bawaslu RI juga menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh jajaran Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota hingga mitra PPL juga kepada se-luruh jajaran KPU RI, sekaligus mohon dibukakan pintu maaf selebar-lebarnya bilamana terdapat kekurangan.

Muhammad berharap kepada seluruh Panwas Kabupaten/kota, bahwa hubun-gan pertemanan dan kekeluargaan yang baik dan telah terbangun selama ini agar terus berlanjut, karena lebih baik daripa-da hanya sekedar hubungan jabatan saja. “Hubungan jabatan itu, jika bukan kita yang ditinggalkan oleh jabatan itu maka kita yang akan meninggalkan jabatan itu sendiri, ada durasinya. Berbeda dengan hubungan silaturahim pertemanan atau kekeluargaan, itu umlimited atau tidak

ada batasnya”, tegas Muhammad di sela-sela pembukaan acara rakor ini. Salah satu bagian penting di dalam menulis laporan adalah rekomendasi,yang meru-pakan kesimpulan yang berasal dari data dan fakta di lapangan. Endang Wihda-tiningtyas berharap agar hasil evalusai di Bali dan Provinsi lain, yang mana nantinya akan dihimpun oleh Bawaslu RI menjadi bagian dari rekomendasi kepada Pemerintah maupun DPR yang baru. Ke depan diharapkan, DPR dan pemerintah mendapat wacana bagaimana sebaiknya arah ataupun kebijakan untuk membuat Undang-Undang Pemilu yang baru, se-bagai perwujudan sumbangsih kepada Bangsa dan Negara. “Kami apresiasi ke-pada Provinsi Bali. Semoga virus kebai-kan ini dapat menular ke Provinsi lainnya, agar kekuatan Pengawasan akan memilki bobot yang sama di 33 Provinsi sehingga mantab menyongsong Pemilukada yang akan sebentar lagi akan dilaksanakan”, tutur Endang dalam sambutannya.

Dia juga menambahkan bahwa, mulai dari Pemilu presiden hingga kepala desa di Indonesia melaksanakan Pemilihan Umum langsung secara demokratis yang dipilih oleh rakyat. Indonesia membuk-tikan mampu menyelenggarakan Pemilu tersebut secara baik. “Undang-Undang Dasar jelas mengatakan bahwa hak kon-stitusional itu adalah hak Individu, con-tohnya ketika seorang Kepala Daerah,

caleg dan DPD ingin maju untuk dipilih, maka dia tidak akan mewakilkan dirinya kepada orang lain. Begitupun pemilih, ti-dak mungkin mewakilkan suaranya kepa-da orang lain, jika seorang suami sedang tugas keluar kota, sang istri membawa surat undangan suaminya untuk diwakil-kan mencoblos, itu kan tidak boleh,” tu-tur Endang yang mengartikan bahwa hak konstitusional kita dijamin secara indi-vidual baik didalam hal memilih maupun dipilih.

Ditegaskan kembali oleh Ketua Ba-waslu RI Muhammad, bahwa apa yang menjadi standar kebijakan nasional Ba-waslu RI yang menjadi pedoman pem-buatan laporan adalah sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2011 pasal 76 huruf D dan pasal 78 huruf D. Pemberian standar pelaporan digunakan agar pelaporan ini sistematis, informatif sesuai data dan fakta sehing-ga memudahkan mengidentifikasi dan mengklasifikasi masalah. “Agar penu-lisan laporan ini jangan terpaku pada format yang sudah diberikan, bilamana ada materi yang perlu disampaikan yang tidak tercantum dalam format laporan ini, silahkan sampaikan, anda tinggal melihat bagian mana yang perlu di subsitusi, dan kami akan membaca juga laporan dari Kabupaten/Kota yang diantar oleh lapo-ran Bawaslu Provinsi,” lanjutnya. [WB/FS]

Bawaslu RI Bekali Bawaslu Provinsi Bali Susun Laporan

Ketua Bawaslu, Muhammad memberi sambutan pada Rakor Penyusunan Lapo-ran Akhir Pengawasan Pemilu Tahun 2014 di Provinsi Bali.

HUMAS

Page 26: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

26

-Ramlan Surbakti, Guru Besar Ilmu Politik dan Mantan Anggota KPU RI-

“Tentu saja, tujuan demokrasi konstitusional adalah untuk melindungi hak-hak minoritas dan meng-hindari tirani mayoritas. (hal. 102) “ –Cornel West, Race Matters-

Political Quotes

Political Quotes

“Pemilu demokratis itu amanah konstitusi. Terlalu riskan apabila pengaturan dan peny-elenggaraannya dis-erahkan begitu saja kepada DPR, pemerin-tah dan KPU. Mereka harus kita kontrol, kita awasi,”

“Of course, the aim of a constitutional democracy is to safe-guard the rights of the minority and avoid the tyranny of the majority. (p. 102)”

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Komisi II DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan

Umum ( KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rangka evalu-asi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, di Jakarta, Senin, (1/9). Dalam pembukaan rapat, Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar Sudarsa mengapresiasi kerja keras KPU dan Bawaslu dalam rangka menyelenggarakan dan menga-wasi Pilpres 2014. Namun, walau begitu ada beberapa catatan dalam Pemilu yang masih harus diperbaiki ke depan. “Kami apresiasi kinerja Bawaslu dan KPU yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, sehingga Pemilu berlangsung tanpa adanya konflik dan anarkisme. Namun, ada catatan terutama yang harus diper-baiki ke depan,” ujarnya.

Dalam RDP tersebut, hadir Ketua Bawaslu Muhammad, Nasrullah, En-dang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjuntak. Sedangkan dari KPU hadir Ketua KPU Husni Ka-mil Manik, Hadar Navis Gumay, Arief Budiman, Ida Budhiati, Juri Ardiantoro, dan Sigit Pamungkas. Lebih lanjut, Agun mengatakan bahwa saat ini memang ter-

DPR Bahas Evaluasi Pilpres 2014

jadi pro dan kontra antara sukses atau ti-daknya pelaksanaan Pileg dan Pilpres.

Ada sebagian pengamat yang me-ngatakan bahwa Pemilu 2014 sudah ber-langsung lebih baik daripada pemilu yang lalu, sedangkan yang lainnya mengatakan banyak kecurangan dan ketidakbenaran

penyelenggara pemilu. “Dalam rapat ini hendaknya kita dapat merumuskan lang-kah apa yang akan diambil untuk per-baikan pelaksanaan Pemilu di kemudian hari,” ungkap Agun.

[FS]

Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Endang Wihdati-ningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjuntak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rangka evaluasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, di Jakarta, Senin, (1/9).

Page 27: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

27

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

Cerimor (Cerita Humor)Jam Tujuh Kurang Lima Menit

Pada pemilihan putri Indonesia ada cerita yang tidak terekspos. Cerita ini terjadi pada sesi wawancara antara juri dan salah satu peserta yang berasal dari Provinsi DKI.

Juri: “….Selanjutnya, tolong Anda sebut-kan tokoh idola Anda….”

Putri DKI: “Ehmm.. sebagai seorang yang nasionalis, saya mengidolakan orang Indonesia. Dia adalah Pangeran Dipone-goro.”

Kata-katanya begitu mantap dan lancar, seolah-olah sang Putri tahu persis apa yang diucapkannya. Suaranya merdu dan gerak-geriknya bernuansa intelek-tual.

Dewan juri pun begitu terkesan dan kagum padanya. Bayangkan, seorang gadis cantik dan muda seperti dia

ternyata sangat nasionalis dan bangga dengan tokoh dalam negeri. Ini beda jauh dari cewek-cewek seusianya yang pasti lebih mengidolakan Britney Spears daripada R.A. Kartini.Dewan Juri melanjutkan sesi itu dengan beberapa pertanyaan ringan, tentunya seputar kisah perjuangan Pangeran Diponegoro.

Dewan Juri: “Berasal dari manakah Pan-geran Diponegoro?”

Putri DKI: “Yang pasti bukan dari Jakarta. Dari Jawa kan?”

Dewan Juri: “Anda pasti tahu kapan

Pangeran Diponegoro meninggal?”Kini reaksi sang Putri sangat mengaget-kan juri. Dengan ekspresi terkejut dan suara terbata-bata, dia bertanya, “Apa..? Sudah meninggal…??? Innalillaahi…”

Dewan juri langsung shock melihatnya. Sesi Tanya jawab pun berakhir sudah. ***

Merek-Merek Parfum Mewah Seorang wanita tua naik lift di Gedung Kantor New York City yang sangat me-wah. Seorang wanita muda dan cantik masuk ke dalam lift dan berbau wangi lalu menoleh kepada wanita tua dan berkata angkuh, “Giorgio - Beverly Hills, $100 per ounce”

Wanita muda dan cantik berikutnya naik di lift dan juga sangat arogan menatap menjadi wanita tua itu dan berkata, “Chanel No 5, $150 per ounce!”

Sekitar tiga lantai kemudian, wanita tua itu telah mencapai tujuannya dan akan turun lift. Sebelum dia pergi, dia melihat kedua wanita cantik itu, tersenyum, lalu membungkuk, dan mengeluarkan se-buah kentut yang berbau paling busuk.

Dia meninggalkan kedua wanita itu di dalam lift, sambil mengatakan “Brokoli, 49 sen sekilo!”#

Lomba Malas

Suatu hari di Jakarta diadakan “Lomba Malas Sedunia”. Ada 24 negara ikut ambil bagian dalam lomba ini. Setelah tersaring tinggal 3 negara yang berhasil masuk final, yaitu Australia, Kamerun dan Indonesia.

Setelah berlangsung babak final, peser-ta dari Indonesia meraih juara pertama.

Juri: “Juara kali ini adalah peserta dari Indonesia … Silakan anda tampil di panggung untuk mengambil hadiahn-ya…”Sang Juara: Malas ah, Pak!!”

***

Latihan Terjun BebasPesawat Hercules sedang terbang pada ketinggian lima ribu meter. Pasukan bersiap melakukan latihan terjun yang pertama.

“Siapkan semuanya!” seru instruktur terjun.Hei, kamu belum pakai parasutmu, kasmo.”

“Nggak perlu, Sersan, “ jawab Kasmo. “Ini kan Cuma latihan terjun, bukan perang betulan.” ***

Ingin Hidup 20 Tahun LagiSeorang politisi gaek berumur 70 tahun pergi ke dokter.

Politisi: “Dokter, apakah menurut perki-

raan dokter saya masih bisa menjalani hidup selama dua puluh tahun men-datang?”

Dokter: “Apakah bapak sering mengon-sumsi minuman keras?”

Politisi: “Tidak, Dok.”

Dokter: “Merokok?”Politisi: “Tidak, Dok.”

Dokter: “Sering melakukan hubungan badan?”

Politisi: “Sudah tidak pernah lagi, Dok.”

Dokter: “Lho, lantas buat apa hidup dua puluh tahun lagi?” ***

Sumber: http://www.ketawa.com

Page 28: Tata Kelola Pemilu Perlu Perbaikan

28

BULETIN BAWASLU, EDISI 09, SEPTEMBER 2014

BAD

AN

PENGAWAS

PEMILIHAN

UMU

M

B

A

W

A

S

L

U

-

R

IR

EP

U B L I K

I N D O N E SI A

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan menye-rahkan laporan dana kampanye Presiden dan Wakil Presiden 2014 kepa-da Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak. ICW menemukan beberapa pelanggaran dan manipulasi laporan dana kampanye.

HENDRU

BAWASLU JATENG

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah berjabat tangan dengan Asistant Special Staff to the President of Republic Indonesia for regional development and autonomy, Sandra Evawanto pada kegiatan Bimtek Protokol di Ba-tam.

IRWANHUMAS

HUMAS

Ketua dan Pimpinan Bawaslu RI berfoto bersama dengan Anggota Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia dalam Rapat Evaluasi Nasional Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD serta Pilpres Tahun 2014 yang diselenggarakan di Bali, akhir September 2014.

IRWAN

Rapat koordinasi evaluasi pengawasan tahapan Pemilu 2014 di Semarang, Selasa (9/9) di buka oleh Ketua Bawaslu Jateng Abhan dan di moderatori oleh Koordinator Divisi Kelembagaan dan SDM Bawas-lu Jateng Juhana. menghadirkan nara sumber Pimred Harian Suara Merdeka Jawa Tengah Amir Machmud, Peneliti Pemilu dan mantan Anggota KPU Jawa Tengah Andreas Pandiangan dan Koordinator Di-visi Pengawasan Bawaslu Jawa Tengah Teguh Purnomo.

Tanggal 17 September 2014 Ketua Bawaslu RI, Muhammad beru-sia 43 tahun. Ditengah-tengah jadwalnya yang padat, para Pejabat Struktural beserta seluruh staf di lingkungan Bawaslu RI hadir mem-berikan selamat kepada Ketua Bawaslu RI.

HUMAS