Tarian Tradisional Manado TARI KABASARAN (MINAHASA) · Asal Usul Tari Kabasaran ... (suci), yang...

22
Tarian Tradisional Manado 1. TARI KABASARAN (MINAHASA) Tari Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh kamu pria, lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak, Tarian kabasaran sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam jantan. Menurut salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy Wenas, Tarian Kabasaran adalah tarian adat untuk perang atau tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat penting di Minahasa. Tari Kabasaran sebenarnya merupakan tarian sakral yang ditarikan secara turun temurun oleh generasi penari Kabasaran. Jika dalam upacara adat Minahasa. Kabasaran adalah prajurit adat yang memiliki otoritas penuh dalam jalannya sebuah upacara adat, mereka dulunya bisa membunuh atau mengusir si jahat yang mengganggu upacara. Asal Usul Tari Kabasaran Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, kata Kabasaran diangkat dari kata Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya, agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Gerakan-Gerakan Dalam Tari Kabasaran Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan. Setiap penari memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari Kabasaran adalah penari yang turun temurun. Alat musik yang digunakan Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya

Transcript of Tarian Tradisional Manado TARI KABASARAN (MINAHASA) · Asal Usul Tari Kabasaran ... (suci), yang...

Tarian Tradisional Manado

1. TARI KABASARAN (MINAHASA)

Tari Kabasaran adalah Tarian adat yang kebanyakan dibawakan oleh kamu pria,

lengkap dengan senjata tajam berupa pedang atau tombak, Tarian kabasaran

sangat identik dengan gerakan yang meniru perkelahian ayam jantan. Menurut

salah satu tokoh kebudayaan dari Minahasa, Jessy Wenas, Tarian Kabasaran

adalah tarian adat untuk perang atau tarian untuk mengawal salah satu tokoh adat

penting di Minahasa.

Tari Kabasaran sebenarnya merupakan tarian sakral yang ditarikan secara turun

temurun oleh generasi penari Kabasaran. Jika dalam upacara adat Minahasa.

Kabasaran adalah prajurit adat yang memiliki otoritas penuh dalam jalannya

sebuah upacara adat, mereka dulunya bisa membunuh atau mengusir si jahat yang

mengganggu upacara.

Asal Usul Tari Kabasaran

Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, kata Kabasaran

diangkat dari kata Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya,

agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.

Gerakan-Gerakan Dalam Tari Kabasaran

Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan

jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua

langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan. Setiap penari memiliki satu senjata

tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari

Kabasaran adalah penari yang turun temurun.

Alat musik yang digunakan

Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul

seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya

disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan

yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.

Gambar tarian Kabasaran

2. TARI MAENGKET (MINAHASA)

Sumber Tari Maengket Minahasa

dikutip dari : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

penulis : Ivan R.B Kaunang

judul : Turistifikasi Tari Maengket Minahasa, Sulawesi Utara

Sepanjang pengetahuan penulis melalui observasi lapangan dan studi dokumen

(khususnya penelusuran dan penemuan buku teks), sumber buku TM relatif ada.

Sumber data TM pada umumnya merupakan bagian dari isi buku tertentu, selain

berupa brosur, buklet, tulisan populer dalam koran, majalah atau bacaan di

internet yang terbatas kajiannya. Selain itu, informasi Maengket lebih banyak

dilakukan oleh mereka yang bergerak dalam industri (jasa) pariwisata sebagai

bagian dari atraksi wisata. Sumber tertulis sejarah kesenian di Minahasa (sangat)

langka, hal ini jika dibandingkan dengan sumber-sumber (ke)seni(an) rupa yang

lebih mudah didapatkan dengan adanya peninggalan-peninggalan kebudayaan

materi seperti tradisi waruga (kuburan batu kuno dengan berbagai ornamennya)

di Minahasa.[6]

Usaha yang terarah dan terprogram untuk menginventarisasi dan

mendokumentasi seni musik dan seni tari di daerah Sulawesi Utara, termasuk

Minahasa, baru dilakukan pada tahun 1977. Penelitian ini diketuai oleh Ticoalu

Lomban (1979) dengan laporan berjudul “Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah

Sulawesi Utara”, di bawah Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah

(P3KD) Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi

Sulawesi Utara. Adapun yang sempat diinventarisasi adalah Tarian Maengket

Imbasan, bukan Tarian Maengket yang “asli” di samping tari-tarian tradisional

yang lain, tari modern dan tarian kreasi baru. Laporan penelitian ini relevan

digunakan sebagai acuan untuk mengetahui potensi kesenian yang pernah ada di

Minahasa dan yang masih berkembang sampai sekarang ini terutama laporan TM.

Satu-satunya sumber representatif, berupa (sudah dalam bentuk) buku adalah

karya yang ditulis oleh (Dr) Perry Rumengan (M.Sn), yaitu “Maengket: Seni

Tradisional Orang Minahasa: Perkembangan dan Permasalahan (Jilid I)”;

“Maengket, Seni Tradisional Orang Minahasa: Estetika, Struktur Musik, Tari dan

Sastera (Jilid II). Secara umum kedua buku ini monumental, dalam pengertian,

bahwa belum ada buku teks TM yang purna seperti karya ini. Pada umumnya

sebagaimana dijelaskan masih dalam bentuk naskah-naskah ketikan atau bagian

(kecil) dari isi suatu buku. Walaupun kajian buku ini masih terperangkap dalam

lingkup (pendekatan) kajian seni pertunjukan, di mana struktur tari dan bagian

utuh lainnya masih digambarkan secara positivistik atau bersifat enografi TM,

seperti bentuk, struktur, dan penyajiannya, akan tetapi buku ini merupakan satu-

satunya buku teks yang ada.

Selanjutnya, hasil penelitian (tesis) yang disusun oleh Sunarmi (2004) dengan

judul “Tari Maengket: Perspektif Pemikiran di Balik Ritual Pergaulan di

Minahasa” pada Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Seni (STSI) Surakarta.

Di dalam tesis ini, Sunarmi menyatakan bahwa TM merupakan salah satu bentuk

tari pergaulan rakyat, yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi secara

berkelompok yang penyajiannya dilaksanakan dengan paduan gerak, nyanyi

sastra serta diiringi alat musik tambor. Penyajian terdiri dari tiga babak yang

menjadi tema serta disajikan sekaligus menjadi satu bentuk sajian berurutan. TM

merupakan ritus yang ada simbol-simbolnya sebagai pesan, sebagai penampakan

dari tiga lingkaran hidup manusia, yaitu pangan, papan, dan kembang biak. Di

dalamnya terkandung dua hal dalam komunikasinya, yaitu secara vertikal kepada

yang kuasa (dunia atas) dan horisontal sebagai tata kekerabatan hingga

membentuk suasana kejiwaan masyarakat Minahasa. Secara spasial penelitian ini

terfokus pada salah satu suku(bangsa) di Minahasa yaitu etnik Tombulu,

sedangkan fokus tematis pada latar belakang pemikiran-pemikiran yang menjadi

dasar konseptual sehingga membentuk proposisi artistik dalam penyajiannya.

Tesis ini menggunakan pendekatan fenomenologi, etno-art, hermeneutik, dan

simbolik, dengan sudut pandang (paradigma) kajian seni pertunjukan.

Selanjutnya karya Suoth (2005) dalam bentuk laporan penelitian dengan judul

“Kajian Nilai Budaya Tarian Maengket” dari Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado, menyatakan

bahwa TM telah menjadi alat hiburan dan menjadi budaya populer di kampung-

kampung di Minahasa dalam berbagai kegiatan masyarakat.

Dijelaskan pula adanya pembagian kelompok umur, dengan klasifikasi anak-

anak, remaja, dan kelompok dewasa dalam pelaksanaan TM. Penelitian ini

dengan pendekatan deskriptif, menggambarkan secara umum arti dan sejarah

singkat TM, di samping kajian nilai-nilai budayanya.

Sekilas tentang Tari Maengket

Maengket sekarang ini dikenal sebagai suatu tari dan nyanyian. Nyanyian-

nyanyian Maengket awalnya adalah bagian dari suatu upacara foso ritual, sakral

(suci), yang lahir dari suatu tradisi budaya mapalus (gotong-royong) masyarakat

agraris di Minahasa dalam kegiatan bercocok tanam, yang kemudian berkembang

sampai sekarang.

Membicarakan mapalus, erat kaitannya dengan corak kehidupan leluhur

Minahasa masa lampau dalam tradisi pertaniannya. Dari tradisi pertanian dengan

masyarakat dan budaya agrarisnya dikenal adanya (nyanyian) Maengket yang

kemudian (sekarang) disebut sebagai tari. Sambil menyanyi mereka kemudian

berdiri, membentuk lingkaran, sambil berpegangan tangan satu dengan yang lain,

gerakan dimulai dengan selangkah maju, selangkah mundur, selangkah ke kiri

dan ke kanan, dan tangan mengikutinya, diangkat ke atas diturunkan, begitu

seterusnya sampai tidak terasa malam semakin larut bahkan bisa sampai

subuh/pagi. Gerak-gerik tubuh yang secara sederhana ini merupakan hal yang

khas mengikuti nyanyian-nyanyian tradisi di Minahasa yang berkaitan dengan

alam kepercayaan (kosmos) mereka kepada yang Mahakuasa.

Apa pun Maengket, nyanyian atau tarian, tetapi kenyataannya sekarang,

Maengket telah terangkat dan berkembang menjadi tiga tema dan menjadi milik

budaya bersama Minahasa. Tarian ini telah diwariskan secara turun-temurun dari

generasi ke generasi dan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam corak

kehidupan (budaya) orang Minahasa. Ketiga tema Maengket dapat dibawakan

sekaligus secara terstruktur (babakan) yang dimulai dari tema Maowey Kamberu,

dilanjutkan dengan Rumamba(k), dan diakhiri dengan Lalayaan. Sekarang ini,

dapat saja dibawakan satu atau dua tema saja, sesuai dengan situasi dan konteks

acara. Misalnya, yang berkaitan dengan pesta pernikahan, dibawakan satu tema

saja, yaitu TM Lalayaan. Untuk peresmian rumah baru, gedung baru dan

sejenisnya, dibawakan TM Rumamba. Kemudian yang berhubungan dengan

ucapan syukur perorangan, komunitas tertentu, kegiatan pengucapan syukur desa,

kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, dan sebagainya, dibawakan TM

Maowey Kamberu.

Menurut Rumengan, Maengket awalnya bukanlah suatu tari sebagaimana yang di

kenal sekarang ini. Maengket lebih tepat kalau disebut “seni Maengket” yang di

dalamnya terdiri atas seni musik (alat musik), seni vokal atau nyanyian, dan seni

tari (gerakan). Maengket dikatakan sebagai suatu tari, adalah sesuatu yang baru

dikenal awal abad ke-20. Lebih lanjut dikatakannya seperti di bawah ini.

“Pada masa lampau para leluhur kita tidak menyebut Maengket itu sebagai tari

tetapi disebut Maengket saja, karena itu sebenarnya adalah nyanyian dan bahasa

syair yang dominan digunakan adalah bahasa Tombulu. Jadi sebenarnya

Maengket itu asalnya dari Tombulu. Dapat dikatakan bahwa pelopor Maengket

itu sebenarnya adalah dari suku Tombulu. Hal ini dapat kita ketahui dari fungsi

Maengket itu sendiri dalam tradisi budaya agraris masyarakat Minahasa tempo

dulu adalah untuk panen padi ladang, kebun kering, bukan sawah” (Wawancara,

Rumengan, 30 April 2009).

Dapat dipastikan bahwa nyanyian dan tarian yang kemudian dinamakan TM itu

berawal dari upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan panen padi. Apa yang

kemudian dikenal sebagai owey kamberu adalah berasal dari suatu foso, tarian

sakral yang mengagungkan panen berhasil, demikian pula tarian-tarian yang

kemudian dikenal sebagai maramba dan lalayaan yang berasal dari masyarakat

suku (tribal society) yang telah menetap di suatu wilayah tertentu (Leirissa, dalam

Anonim 2006: 197).

Penjelasan tentang Tari Maengket yang kami kutip dari : Website resmi Sulawesi

Utara, http://www.sulutprov.go.id/tari-maengket.html. sebagai berikut.

Tari Maengket adalah seni tarian rakyat Minahasa di Kota Manado yang

merupakan tarian dan disertai nyanyian dengan diiringi gendang atau tambur.

Asal – usul tari Maengket kala dulu Nenek Moyang di Minahasa hanya

dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya

sederhana, maka Tari Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu : – Maowey Kamberu

– Marambak – Lalayaan..

Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan

syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman

padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan semangat

kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu membantu membuat rumah yang

baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam

bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua

masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan adalah tari

yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu

akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi

zaman dahulu kala di Minahasa. Saat ini tarian maengket telah berkembang

teristimewa membentuk kreasi barunya tanpa meninggalkan keasliannya

terutama syair atau sastra lagunya.

Gambar Tarian Maengket

3. TARI TETENGESAN (MINAHASA TENGGARA, DAN MANADO)

Tari Tatengesan merupakan tarian tradisional khas daerah Sulawesi Utara yang

berasal dari Minahasa yang diangkat dari ceritera rakyat tentang desa Tatengesan

yang oleh kelompok seni budaya di desa tersebut diciptakan sebuah tari dengan

judul tari Tatengesan.

Tari Tatengesan pertama kali ditampilkan pada tahun 1983 dalam rangka

memperingati terbentuknya desa Tatengesan di yang sekarang ini telah berada di

daerah pemerintahan kabupaten Minahasa tenggara.

Tari Tatengesan ini mengisahkan tentang perjuangan masyarakat desa ketika

melawan para bajak laut Mindanou yang datang dari perairan Filipina. Bajak laut

tersebut sering mengganggu aktifitas masyarakat sehingga semangat untuk

melawan para bajak laut dikobarkan melalui syair dan lagu Kiting-kiting.

Tata gerak dan pola garapan tarian ini mamadukan antara unsur-unsur nilai

sejarah dengan tradisi budaya Minahasa yang diekpresikan melalui tata gerak dan

karakteristik dalam 9 gerakan dengan paduan musik etnis Minahasa dengan pola

komposisi dasar 3 nada.

Tarian ini oleh Taman Budaya Sulawesi Utara telah diolah sehingga menjadi

suatu sendratari Tatengesan. Pemeran tarian ini ditarikan oleh pria dan wanita

secara kelompok dengan jumlah penari 9 orang atau lebih.

Alat Musik Pengiring Tari Tatengesan : Kolintang, Tambur, Suling bambu,

Tetengkoren, Momongan.

Gambar Tarian Tetengesan

4. TARI MANE'E

http://www.seputarsulut.com/tari-manee/

Tari Mane’e marupakan tarian tradisional yang berasal dari Talaud Sulawesi

Utara. Tarian ini diangkat dari salah satu tradisi masyarakat Talaud dalam

menangkap ikan. Tradisi ini muncul sekitar abad ke 12 di lingkungan masyarakat

kepulauan ”Nanusa”, yang sampai sekarang ini masih dilaksanakan bahkan telah

menjadi agenda tetap prosesi Mane’e di Kabupaten Talaud.

Mane’e berasal dari kata ”See yang artinya Ya” atau setuju/sepakat, sehingga kata

Mane’e diartikan ” Penangkapan ikan secara tradisional melalui masyarakat yang

bermusyawarah dan bermufakat untuk menangkap ikan secara bersama – sama.

Adapun tari Mane’e terdiri dari 10 tema yaitu:

1. Mengotom Para artinya bermohon kepada Tuhan agar memperoleh hasil

yang banyak

2. Matuda Sammy artinya menuju tempat penangkapan ikan

3. Manabbi’e Sammi artinya pembuatan alat penangkapan ikan dari janus

4. Mamotte Sammi artinya Penebaran Janur

5. Manolekke Sammi artinya Penarikan Janur

6. Mamattae Inna artinya Penombakan Ikan

7. Manganute Inna artinya Pengambilan Ikan

8. Matahiate Inna artinya Pembagian Ikan

9. Mapurette Suwanua artinya Kembali ke Kampung

10. Manarim’ma Alana U Mawu artinya Penerimaan berkat melalui ucapan

syukur.

Inti penyajian Tari Mane’e adalah mengungkapkan tentang kerja secara bersama

atau gotong royong dalam masyarakat Talaud.

Tari Mane’e ditarikan kecara berkelompok pria dan wanita dengan musik

pengiring : Suling, Tagonggong, tambur dan alat musik bambu. Penyebaran

Tarian ini di Kabupaten Talaud.

Gambar tarian Mane'e

5. TARI GUNDE

http://www.seputarsulut.com/tari-gunde/

Tari Gunde telah lama dimiliki masyarakat Sangihe Talaud sebagai tari

penyembahan kepada Genggona Langi (Allah Semesta Alam), kemudian menjadi

tari istana dan akhirnya menjadi milik rakyat atau tari tradisonal Sangihe Talaud.

Tari Gunde telah mentradisi bagi masyarakat Sangihe Talaud dimana berperan

dalam berbagai upacara adat, justru busananya pun menggunakan busana adat

yang disebut Laku Tepu. Berdasarkan hal tersebut maka tari Gunde belum dapat

dikembangkan dan masih dipertahankan keasliannya oleh masyarakat sebagai tari

sakral.

Tari Gunde mengungkapkan gerakan-gerakan tari sederhana, lemah-gemulai

dengan iringan lagu Sasambo serta alat musik tagonggong perlambang kehalusan

budi dan keagungan wanita Sangihe Talaud. Jelaslah bahwa para penari gunde

terdiri dari 13 orang wanita dan seorang pemimpin tari yang disebut Pangataseng.

Demi pelestarian dan penyebar luasan tari ini dipertujukkan oleh pemerintah dan

masyarakat dari berbagai kegiatan pertunjukan bahkanpun difestifalkan atau

dilombakan antar sekolah dengan penekanan tidak boleh dikembangkan atau

dikreasikan.

Kreografi Tari Gunde

1. Masuk pentas :

Makna gerakan Tari : Megugena artinya berjalan dengan melangkah

perlahan dan lemah perlambang kehalusan dan ketekunan.

Gerakan Tari : Berjalan dengan perlahan dan lemah. Serta pandangan mata

dengan posisi 45 derajat. (Tanpa iringan tatabunan)

Musik : —-

Pola lantai : ( gambar )

2. Penghormatan :

Makna gerakan tari : Memindura artinya memberi hormat.

Gerakan Tari : Maju dua langkah dan langkah kedua ditutup dengan level

berdiri langsung kedua belah tangan diangkat 1 s/d 4. Badan direndahkan

sambil sapu tangan dilepaskan. Hitungan 5 dan 6, lalu berdiri atau kesikap

semula dengan hitungan 7,8.

Musik : Dibunyikan sekali (sebagai kode) untuk mamindura.

Pola lantai : sama dengan penghormatan.

3. Salaing Bawine (Tari wanita).

a. Makna Gerakan :Tari Wanita perlambang keagungan/kehalusan budi wanita.

b. Gerakan tari :

Kedua belah tangan diangkat kesamping setinggi bahu dan telapak/jari

tangan tertutup dalam perhitungan 1 irama lagu sasambo.

Kedua telapak/jari tangan dibuka dari dalam arah keluar dalam satu irama,

kemudian ditutup seperti semula dalam 1 irama pula.

Tangan kiri diturunkan dan tangan kanan dimiringkan kekanan dalam 1

irama.Telapak tangan kiri/kanan kembali dibuka 1 irama.

Telapak tangan kiri/kanan kembali dibuka 1 irama.

Kedua belah tangan serentak dimiringkan ke kiri. Kemudian dibuka

kembali seperti diatas dengan hitungan 1 irama.

Kedua telapak tangan kembali dibuka ditutup dan kemudian dibuka

masing-masing irama.

Terakhir ditutup kembali 1 irama.

c. Musik : Sasambo lagung Bawine dengan tengkelu/irama wanita.

d. Pola lantai : Sama dengan pola lantai gerakan penghormatan.

4. Salaing Saloha :

a. Makna Gerakan : Bersuka-ria.

b. Gerakan tari :

Tangan kiri diangkat setinggi bahu dan tangan kanan diturunkan

kesamping, demikian sebaliknya dengan hitungan :1,2,3. Selanjutnya

tangan kiri diturunkan kesamping dengan hitungan 1 irama.

Gerakan badan : diturunkan lalu kembali semula sesuai irama lagu dan

hitungan : 1,2 dan 3 tersebut diatas.

Gerakan badan : Seperti tersebut diatas ini. Tangan kiri/kanan diangkat

setinggi bahu 1 irama. Kemudian telapak tangan dan jari tangan dibuka lalu

ditutup seperti biasa masing-masing 1 irama.

Tangan kanan ditarikan keatas dan tangan kiri ditarikan kebawah dalam

perhitungan 1 irama, serta atau langsung kaki kiri/kanan melangkah

kesamping. Gerakan ini dilakukan beberapa kali(5×5 irama). Dihitung 1

irama setiap tangan kanan diturunkan.

c. Musik : Lagung Sahola dan tengkelu sahola atau irama Sahola.

d. Pola lantai :

5. Salaing Sonda (Tari Sonda)

a. Makna gerakan : Tari Sonda disebut pula salaing ese adalah perlambang

emansipasi wanita.

b. Gerakan Tari :

Tangan kiri/kanan ayunkan keatas dan kebawah samping dengan hitungan

1,2, dan 3, kemudian tangan kiri diturunkan perlahan sesuai hitungan 1

irama. Seperti biasa permulaan mengganti lagu.

Tangan kiri/kanan diangkat kembali setinggi bahu 1 irama kedua telapak

tangan dibuka dan ditutup kembali masing-masing dalam 1 irama Sonda.

Badan Gerakannya seperti biasa mengikuti irama Sonda.

Tangan kiri/kanan ditarikan keatas/kebawah disamping badan. Sambil

berjalan kesamping, gerakan ini dihitung 1 s/d 12 irama Sonda.

c. Musik : Sasambong Sonda dan irama Sonda.

d. Pola lantai : ( gambar )

6. Salaing Balang (Tari balang)

a. Makna gerakan : Mendayung perahu perlambang perjuangan wanita.

b. Gerakan tari :

Sama dengan gerakan pertama tari Sonda.

Kedua belah tangan diangkat setinggi bahu, kemudia telapak tangan dibuka

kembali dalam 1 irama balang.

Kedua belah tangan diayunkan kesamping sebelah kiri 1 iarma, lalu telapak

tangan/jari ditutup langsung dibuka dalam 1 irama. Gerakan badan seperti

biasa mengikuti irama duruhang. Mata memandang gerakan tangan

tersebut kemudian diayunkan kesebelah kanan, tangan kiri lebih tangan

dari tangan kanan dalam 1 irama. Disamping kanan telapak tangan dibuka

dan langsung ditutup kembali dalam 1 irama balang.

Tangan kiri dan tangan kanan kembali kesebelah kiri seperti pada angka 3

diatas ini, langsung kedua tangan memegang ujung sapu tangan.

Sapu tangan ditarikan kedepan perut irama lalu kesamping kanan 1 irama.

Kemudian kesebelah kiri dalam 1 irama, sedangkan gerakan badan seperti

biasa.

Gerakan kaki : Maju tiga langkah dan sapu tangan ditarikan kedepan dan

kesamping kanan dalam 3 irama tersebut sama-sama dengan gerakan kaki.

Kemudian mundur 3 langkah serta tangan ditarikan kekiri sama-sama 3

langkah.

Gerakan nomor 6 diatas ini diulangi yaitu maju dan mundur. Sapu tangan

dilepaskan kembali kesikap biasa.

c.Musik : Sasambong Balang dan irama balang.

d. Pola lantai : Sama dengan pola lantai Salaing Sonda.

7. Salaing Durahang (Tari Duruhang)

a. Makna Gerakan : Salaing Duruhang perlambang rekreasi dan menyusur tepi

pantai.

b. Gerakan Tari :

Tangan kiri diangkat keatas dan tangan kanan diturunkan secara bergantian

mengikuti irama duruhang dalam 3 irama. Sedangkan tangan kiri

diturunkan perlahan 1 irama. Gerakan badan mengikuti irama.

Kedua belah tangan kiri dan kanan diangkat setinggi bahu dalam 1 irama,

kemudia dibuka 1 irama seperti biasa lalu ditutup kembali 1 irama.

Sama dengan gerakan permulaan Salaing Duruhang (sama dengan 1

gerakan diatas ini)

c. Musik : Sasambong Duruhang dan tengkelu duruhang.

d. Pola lantai : (Penghormatan dan keluar pentas sama dengan Mamindura lalu

keluar pentas

Gambar Tarian Gunde

6. TARI TUMATENDEN

Tari Tumatenden adalah sebuah nama tari yang diangkat dari cerita rakyat yang

berhubungan dengan sejarah (legenda) yang berlokasi di Airmadidi Kabupaten

Minahasa Utara, dimana berdiam orang pertama yang bermukim ditempat itu

yang dikenal sangat rajin mengolah perkebunannya.

Ia bersyukur dalam pengembaraannya setelah ia berpisah dari kelompoknya

(Simea). Ia menemukan tempat yang indah dan subur yang terletak di kaki

gunung Temporok yang kini bernama Klabat. Ditempat ini pula mawanua

dikejutkan oleh sembilan putri/bidadari dari khayangan yang sedang mandi

dikolam bahkan mengambil hasil dari kebun miliknya.

Saat itu pula timbul niatnya untuk mencuri salah satu bayu (sayap) dari seorang

bidadari yang ternyata adalah milik bungsu dari semblan bidadari, Mamanua

membujuk Lumalundung untuk kawin dengannya tapi ada perjanjian kalau tidak

boleh satupun dari rambut lumalundung yang jatuh. Dengan perasaan gembira

mereka dikaruniai anak bernama “Walansendau”” tidak diduga rambut

lumalundung jatuh maka sesuai perjanjian Lumalundung pun meniggalkan

“Mawanua dan Walansendouw” Diperkebunannya atau sekarang disebut

Tumatenden.

Menurut fungsinya, jenis tari Tumatenden termasuk seni tari pertunjukan/seni

tomtonasia hiburan sosial bisa juga dipakai pada upacara perkawinan (adat

Minahasa). Tari Tumatenden terdiri dari 9 putri dan 1 putra.

Musik dan lagu : Suling, Tambur, Lagu Tumatenden dalam gaya : purtamento,

Sumber lagu: M.W Umboh, dialek : Minut-Tonsea.

Gambar Tarian Tumatenden

7. TARI UWELA

Tari Uwela merupakan suatu tari yang dilaksanakan oleh rakyat Bolaang

Mongondow dimana biasanya tari ini hanya dilakukan apabila ada acara-acara

khusus, misalnya pada saat mengerjakan kebun yang memerlukan tenaga yang

banyak untuk melaksanakan tugas tersebut, penjemputan tamu dan lain-lain.

Tari ini lahir dimana pada zaman dahulu penduduk di daerah Bolaang

Mongondow diperintahkan untuk mengadakan kerja bakti (gotong royong) untuk

membuat suatu jembatan merupakan kayu yang berbentuk sangat besar maka

mustahil kalau hanya dapat diangkat oleh beberapa orang saja. Maka pada

kesempatan itu pula diadakan suatu kerja sama ( gotong royong) untuk

mengangkat bahan-bahan keperluan untuk pembangunan jembatan itu (dalam hal

ini kayu).

Pada saat pelaksanaan maka semua penduduk yang ada atau hadir dalam

pekerjaan itu segera mengambil inisiatif untuk mengangkat bahan bangunan

tersebut dimana dari sekian banyak penduduk itu dipilih seorang untuk menjadi

komandan dalam mengangkat kayu yang besar itu. Komandan ini berfungsi

sebagai pemimpin pekerjaan dan yang memberi semangat kepada yang lain

supaya pada saat mengangkat itu semua yang ada secara bersama megangkat

kayu tersebut, karena kalau pekerjaan yang berat dilaksanakan secara bersamaan

maka pekerjaan itu tidak lagi dianggap berat.

Sementara pekerjaan akan dimulai maka si komandan segera naik ke atas kayu

yang akan diangkat dengan posisi berdiri kemudian si komandan memerintahkan

kepada anak buahnya sambil mengatakan helaan, setelah aba-aba itu diberikan

dan didengar oleh anak buahnya maka serentak mereka menghela (menarik) kayu

yang besar itu secara bersama-sama.

Sementara itu para pekerja mengikuti ucapan yang telah diberikan oleh

komandannya yang mengatakan hela, tapi diikuti dengan cara menyanyikan

ucapan tersebut sehigga menjadi uwela (disesuaikan dengan lafal daerah Bolaang

Mongondow). Karena pekerjaan ini memakan waktu begitu lama maka selama

melaksanakan tugas, mereka terus menyanyikan Uwela sampai pekerjaan itu

selesai. Jadi Uwela asal kata dari hela yang disesuaikan dengan lafal daerah

bolmong yang artinya Tarik dalam bahasa Indonesia.

Bentuk dan Fungsi Tari Uwela

Tari Uwela ini adalah bentuk Tari tradisional Daerah Bolaang Mongondouw. Tari

Uwela sering digunakan pada saat acara penjemputan dan acara kerja bakti

(gotong royong). Tari Uwela ini terdapat di Desa Lolak Kecamatan Lolak

Kabupaten Bolaang Mongondow.

Pendukung-pendukung tari Uwela antara lain :

1. Penari. Penari pada tari Uwela ini biasanya ganjil yakrni terdiri dari 5

pasang atau lebih ditambah 1 orang yang bertindak sebagai komandan.

2. Alat Pengiring. Alat pengiring tarian ini terdiri dari seperangkat alat musik

tradisional daerah Bolaang Mongondow yakni : Bonsing, Tantabua,

Dadalo, Tababo, Gong/ Galantung, Tambor.

Posisi penari :

Setelah naik pentas dengan jalan biasa kemudian berbaris berdua (berpasangan)

dan komandan menempati posisi tengah paling depan sejajar dengan barisan

paling depan.

Komandan (kapel):

Posisi I ini masih tetap langka biasa, kemudian hormat, Selesai hormat maka

kapel mulai membawakan sastranya, setelah selesainya kapel mengungkapkan

sastranya maka disambut secara bersama dengan menyanyikan Uwela – Aina

Uwela.

Setelah selesai 1 bait maka pada bait 2 posisi penari berubah dimana penari yang

berada di kiri dan kanan berputar – putar kemudian kembali pada posisi semula

disamping itu kapel tetap membawakan sastranya dan di ikuti oleh penari lainnya

secara bersama- sama melagukan Uwela – Aina Uwela.

Sementara para penari berputar kekiri dan ke kanan, Si kapel mengambil posisi

ke depan, setelah para penari kembali ke tempat semula maka si kapel terus

menjemput mereka kemudian berdiri pada posisi semula. Gerakan ini dilakukan

terus-menerus sampai sastra yang akan dibawakan selesai. Selesai koor Aina

Uwela oleh penari di iringi pula oleh berhentinya gerakan tari tersebut.

Gambar tarian Uwela

8. TARI MESALAI

Tari Mesalai adalah salah satu tarian daerah Sulawesi Utara yang berasal dari

kelompok budaya daerah Sangihe Talaud. Sejak abad ke 15 sampai dengan masa

penjajahan Belanda, sistem pemerintahan di kepulauan Sangihe Talaud berada

dibawah kekuasaan Raja-raja.

Kehidupan di lingkungan istana telah diatur sedemikian rupa, mulai dari

pimpinan yang tertinggi (Ratu) sampai ke tingkat bawahan yang disebut Mihinu

(semacam pesuruh yang bertugas menyampaikan pengumuman/amanat Raja).

Untuk mengurus rumah tangga kerajaan, ditunjuk seorang yang disebut Sadaha

yang bertugas pula mengatur pelaksanaan upacara adat di lingkungan istana.

Dalam hubungan dengan tugas menghibur Raja dan para Bangsawan, diperlukan

beberapa jenis kesenian yang cocok dengan kehidupan istana.

Tari Mesalai atau lasimnya disebut Mesalai, termasuk salah satu tarian yang

diangkat ke istana. Tarian yang dulunya oleh masyarakat dijadikan sebagai sarana

pemujaan dalam upacara penyembahan kepada Ghenggona (Tuhan) menjadi

tarian istana dan diberi nama Tari Gunde. Penari-penari gunde terdiri dari putri-

putri kaum bangsawan. Sedangkan Mesalai yang lahir di lingkungan rakyat biasa

tetap menjadi milik rakyat.

Di zaman dahulu kala, masyarakat Sangihe Talaud telah mengenal adanya

kekuatan yang memberi hidup yang mereka sebut Ghenggona Langi, Dauatang

Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi, Penguasa Alam Semesta). Mereka

menyadari bahwa segala sesuatu yang merupakan keberhasilan/keberuntungan

adalah pemberian Ghenggona (Tuhan).

Itu sebabnya mereka wajib bersyukur dan menyembah. Dan Tari Mesalai

merupakan bagian dari upacara penyembahan seperti:

Upacara Adat Menulude (Upacara Syukuran pergantian tahun)

Upacara Adat Mekawing (Upacara adat perkawinan)

Upacara Adat Dumangeng Bale (Upacara naik rumah baru)

Upacara Menondong Sakaeng (Upacara peresmian perahu baru)

Upacara Adat Mengasi (Menanam padi).

Upacara-upacara tersebut dianggap tidak lengkap, apabila tidak diikuti dengan

Mesalai sebagai acara puncak setelah upacara inti selesai dilaksanakan. Segala

keberuntungan, keberhasilan, mereka ungkapkan dengan penuh syukur sambil

bergembira lewat Tari Mesalai.

Fungsi Tari Mesalai

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Tari Mesalai merupakan bagian dari

upacara penyembahan lewat upacara syukuran atas keberhasilan/ keberuntungan

mereka dalam kehidupannya. Dengan demikian maka Tari Mesalai berfungsi

sebagai pengungkapan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa.

Hal ini lebih jelas lagi dimana dalam Tari Mesalai diungkapkan petunjuk-

petunjuk, nasehat-nasehat, petuah/ajaran tentang kehidupan manusia dalam

hubungannya dengan sang Pencipta, manusia dengan sesamanya, dan manusia

dengan lingkungannya melalui lirik lagu Sasambo. Dari segi geraknya, tari ini

menggambarkan pula beberapa sikap hidup yang harus dipantuhi yakni:

Gerak yang lembut dan halus sabagai simbol kehalusan budi.

Mata yang tajam terarah pada satu titik pandangan adalah simbol kesetiaan

Pria dilarang keras menyentuh wanita sementara menari sebagai simbol rasa

hormat satu terhadap yang lain

Deskripsi Tari Mesalai

1. Bentuk Tari

Tari Mesalai pada dasarnya berbentuk tari kelompok karena dalam

penampilannya tari ini merupakan rangkaian dari upacara tradisi (syukuran)

dimana peserta upacara secara langsung terlibat dalam suasana upacara yang

mereka laksanakan.

Tarian ini merupakan tarian bebas dalam arti tidak terikat oleh komposisi tertentu

sebagaimana yang diinginkan dalam suatu bentuk pertunjukan yang sudah

dipersiapkan terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena secara spontan semua peserta

upacara dapat menari bersama-sama dalam formasi yang bebas sesuai gerakan

yang terdapat pada tari Mesalai. Jika pada gambar terlihat formasi yang teratur,

itu hanya dipersiapkan untuk kepentingan penyusunan Naskah atau ditata untuk

kepentingan suatu pertunjukan. Tetapi dalam bentuk asli Tari Mesali ditarikan

secara bebas tanpa formasi yang teratur.

2. Gerak Tari

Ada 4 gerak dasar dalam Tari Mesalai yakni:

2.1.Mamidura (Gerak Penghormatan).

Gerakan ini harus dilakukan oleh setiap penari yang masuk arena/pentas

maupun disaat mau keluar atau meninggalkan pentas.

2.2.Mengaleke (sentakan kaki).

Gerakan ini dilaksanakan pada saat berjalan atau mengelilingi arena atau pentas.

Mengaleke dengan tekanan keras dilaksanakan oleh penari pria, sedangkan

mengaleke dengan tekanan lembut dilaksanakan oleh penari wanita.

2.3.Salaing (Gerak tari, gerak tangan).

Gerakan ini adalah gerakan tangan yang menari-nari, diikuti oleh gerakan tubuh

yang dapat diputar/serong ke kiri, ke kanan atau ke depan dengan posisi badan

agak miring dan dilakukan juga dengan gerak mengeper dan dalam posisi badan

merendah.

2.4.Medalika (gerak spontan yang terjadi karena luapan kegembiraan).

Biasanya gerak Medalika terjadi seperti penari pria dan wanita saling

berhadapan, mengerlingkan mata, atau saling memperlihatkan sapu tangan.

3. Iringan Tari Mesalai

3.1.Instrumen: – Tagonggeng

– Ulintang

– Nanaungang

3.2.Vokal: SASAMBO, yang terdiri dari:

– Lagung Bawine

– Lagung Sonda

– Sasahola

– Lagung Balang

– Lagung Duruhang

3.3.Pola irama Tagonggong dengan tengkelu Bawine atau lagung Bawine:

Not….

3.4.Pola irama Tagonggong dengan tengkelu Sonda atau lagung Sonda:

Not….

3.5.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Sahola atau Sasahola:

Not….

3.6.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Balang atau lagung Balang:

Not…..

3.7.Pola irama Tangonggong dengan tengkelu Duruhang atau lagung Duruhang:

Not….

3.8.Pola irama Ulintang (sama untuk semua jenis Sasambo):

Not…

3.9.Pola irama Nanaungang (sama untuk semua jenis Sasambo):

Not…

3.10.Dasar Melodi Sasambo:

Not…….

Melodi ini tidak tepat benar penulisannya karena sistem penulisan yang belum

ditemukan untuk penotasian lagu Sasambo.

Kesulitannya karena pembawaan lagu Sasambo, selalu bervariasi menurut cita

rasa yang ia bawakan. Selain itu kemampuan berimprovisasi sangat menentukan

pemakaian melodi lagu. Kadang-kadang dari sol dapat bervariasai ke fa atau mi,

do bervariasi ke re atau si.

3.11.Lirik Sasambo:

Lirik Sasambo sangat banyak jenisnya sesuai dengan tema yang diungkapkan

dalam situasi kehidupan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia

dengan manusia dan manusia dengan alam. Biasanya tema-tema yang dibawakan

seperti keagamaan, pujian, nasehat, perjuangan, pergaulan dan lain-lain.

Di bawah ini diberikan lirik Sasambo yang dipakai pada saat peragaan Tari

Mesalai dengan bertemakan pujian atau sanjungan atas ketrampila para penari.

1. Kawasang ana gunde,

Kumondang Kapetuilang.

Artinya : Keanggunan penari wanita

Kerdipan matanya seperti disangga.

2. Supedimpolongang

Salaing ese mang ene

Artinya : Dalam setiap pertemuan, penari pria tetap ada.

3. Sengkalintu Sengkarangeng, Sengkapemedi Limbene.

Artinya : Serempak turun serempak naik, serempak mengayunkan tangan.

4. Basalipe mapia, Salai megegunena.

Artinya : Berbalaslah lagu dengan baik, penari semakin halus dan mantap.

4.Pakaian Tari Mesalai

Pakaian Tari Mesalai aslinya mengenakan pakaian adat yang disebut Laku Tepu.

Namun dalam perkembangannya, laku tepu sudah jarang dipakai. Dan kini

masyarakat telah menggunakan kain tenunan modern hanya masih menyesuaikan

dengan bentuk asli

Gambar Tarian Mesalai

9. TARI MOKOSAMBE

Tari Mokosambe adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Bolaang

Mongondow Sulawesi Utara. Tari ini diangkat dari ceritera rakyat Bolaang

Mongondow yang mengisahkan tentang tujuh puteri/bidadari yang turun dari

khayangan untuk mandi di suatu tempat pemandian yaitu disebuah lereng gunung

Kamasaan Kec. Sang Tombolang Bolaang Mongondow.

Tari Mokosambe merupakan tarian hiburan yang diciptakan oleh Harzad

Simanon (alm) dengan sumber ceritera rakyat dari bapak Bernard Ginupit. Pada

saat putri-putri sedang mandi ternyata salah satu sayap yakni sayap dari putri

bungsu yang bernama “ Bua Poyandi “ telah direbut oleh putra Raja yang

bernama “Mokosambe” sehingga Putri bungsu ini tidak bisa kembali ke

khayangan.

Putri bungsu ini tidak dapat mengelakkan niat baik dari pangeran Mokosambe,

sehingga pada akhirnya “Bua Poyandi” dipersunting oleh Mokosambe. Tidak

jauh dari tempat kejadian itu terdapat sebuah goa yang besar yang dihuni oleh

seorang yang bernama “Bangkela” yang terkenal dengan buasnya apabila ia

menghadapi musuh.

Penghuni goa ini mempunyai niat yang sama dengan mokosambe yaitu ingin

mempersunting Putri Bungsu. Akhir kisah penghuni goa ini menyerah kalah atas

kesaktian dari pangeran Mokosambe. Kisah Mokosambe sebenarnya masih

memiliki kelanjutan namun dalam penggarapan tari tidak dilanjutkan. Tarian ini

dalam garapan berfungsi sebagai tari hiburan.

Alat Pengiring Tari Mokosambe :

Gendang panjang

Gulantung Molaben (Gong besar)

Gulantung Mointok (Gong kecil)

Bansi ( Suling )

Pakaian : Daerah Bolaang Mongondow dilengkapi dengan atribut :

Selendang

Keris

Penari : 7 (tujuh) wanita dan 2 (dua) Pria, lokasi penyebaran Kabupaten

Bolaang Mongondow.

Gambar Tarian Mokosambe

10. TARI PASASANGGORRAMA

Tari Pasasanggarroma adalah tari tradisional Sulawesi Utara yang berasal

dari Kabupaten Talaud. Tari Pasasanggarroma diangkat dari ceritera rakyat

masyarakat Talaud yang menggambarkan tentang bagaimana tatanan kehidupan

sosial masyarakat Talaud dahulu dalam melakukan berbagai aktivitas dimana

unsur kebersamaan selalu diutamakan sehingga daerah ini dikenal dengan

semboyan kebersamaan ” SANSIOTE SAMPATE PATE ” yang artinya

masyarakat Talaud dalam kehidupannya sehari-hari baik itu dalam bertani,

sebagai nelayan dan dalam suka maupun duka atau aktivitas lainnya unsur

kebersamaan sangat jelas terlihat, dan setiap saat selalu dilakukan Doa bersama

sebelum dan sesudah melaksanakan aktivitas.

Oleh sebab itu dalam garapan Tari Pasasanggarroma unsur kebersamaan menjadi

inti / tema pengungkapan ekspresi para penari melalui gerak dan alunan musik

pengiring tari. Pasasanggarroma sendiri memiliki arti yaitu saling memberi

tumpangan satu sama lainnya.

Pemeran Tari Pasasanggarroma adalah Penari terdiri dari 24 pasang (pria dan

Wanita), memainkan alat musik : Keroncong 5 Orang, Gitar 3 Orang Tambur 4

Orang dengan menggunakan busana Pakaian daerah Talaud

Gambar Tarian Pasasanggorrama