Tari Badui Tarian Daerah Sleman Yogyakarta

6
 Tari Badui Tarian Daerah Sleman Yogyakarta Tari Badui adalah salah satu kesenian yang berasal dari daerah Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tari ini merupakan jenis tarian rakyat yang menggambarka n suatu adegan peperangan atau serombongan prajurit yang sedang latihan perang. Dalam penyajian tari ini dilakukan secara kelompok dan berpasangan. Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab. Komposisi yang dipakai berbentuk barisan, Kadang-kadang membentuk dua barisan, kadang-kadang pula melingkar berhadapan. Fungsi dari kesenian ini di samping sebagai alat dakwah agama Islam  juga hiburan bagi masyar akat. Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab. Kisah kedatangan kesenian ini adalah sebagai berikut:  “Dulu ad a orang In donesia yan g lama tinggal di tanah Arab . Selama di san a dia mengetahu i dan banyak melihat kesenian Badui tersebut. Di samping itu, ia juga melihat kesenian suhanul Muslim, yaitu kesenian orang/bangsa Arab Qurais. Kemudian setelah ia kembali ke tanah air, ia tinggal di desa Mendut, sebelah utara Borobudur/Kedu. Di desanya ia mengembangkan kesenian Badui tersebut yang thema dan bentuknya masih sama dengan asal mulanya yang dilihat di tanah Arab, namun sementara itu ada bagian-bagian yang diselaraskan dengan keadaan masyarakat kita, terutama syair-syair dan kata-kata yang dilagukannya.

description

tari Badui Sleman

Transcript of Tari Badui Tarian Daerah Sleman Yogyakarta

Tari Badui Tarian Daerah Sleman Yogyakarta

Tari Baduiadalah salah satu kesenian yang berasal dari daerah Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tari ini merupakan jenis tarian rakyat yang menggambarkan suatu adegan peperangan atau serombongan prajurit yang sedang latihan perang. Dalam penyajian tari ini dilakukan secara kelompok dan berpasangan.

Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab.

Komposisi yang dipakai berbentuk barisan, Kadang-kadang membentuk dua barisan, kadang-kadang pula melingkar berhadapan. Fungsi dari kesenian ini di samping sebagai alat dakwah agama Islam juga hiburan bagi masyarakat.Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab.

Kisah kedatangan kesenian ini adalah sebagai berikut:

Dulu ada orang Indonesia yang lama tinggal di tanah Arab. Selama di sana dia mengetahui dan banyak melihat kesenian Badui tersebut. Di samping itu, ia juga melihat kesenian suhanul Muslim, yaitu kesenian orang/bangsa Arab Qurais. Kemudian setelah ia kembali ke tanah air, ia tinggal di desa Mendut, sebelah utara Borobudur/Kedu.

Di desanya ia mengembangkan kesenian Badui tersebut yang thema dan bentuknya masih sama dengan asal mulanya yang dilihat di tanah Arab, namun sementara itu ada bagian-bagian yang diselaraskan dengan keadaan masyarakat kita, terutama syair-syair dan kata-kata yang dilagukannya.

Seni Badui yang sekarang ini telah banyak mengalami perkembangan terutama di dalam lagu dan syairnya.

Bagian-bagian Pendukung Tari Badui

Jumlah para pendukung pementasan kesenian Badui tidak menentu. Berikut Bagian bagian pendukung tari Badui.

1. Bagian Instrumen Musik dan Vokalis. Biasanya terdiri dari 10 orang ( jumlahnya kadang tidak menentu)

2. Penari. Terdiri dari kurang lebih 30 orang penari

3. Penari terdiri dari laki-laki yang usianya rata-rata antara 12 - 30 tahun.

4. Kostum yang dipakai pemain terdiri dari peci Turki berwarna merah (kanigoro) atau kuluk temanten yang berwarna merah yang ada kucirnya, baju putih lengan panjang, rompi, celana panji, kain (rampekan) stagen dan ikat pinggang, kaos kaki dan sepatu putih.

5. Para penari membawa godo/gembel (senjata dan kayu).

6. Vokal disampaikan dalam bentuk lagu dan dibawakan secara bergantian antara penari dengan vokalis, bersama dengan pemegang instrumen musik (saut-sautan, Jawa). Syair yang dibawakan ada yang diambil dari Kitab Kotijah Badui tetapi ada juga yang disusun sendiri, dan berisikan uraian tentang budi pekerti, kepahlawanan, persatuan/kesatuan dan lain-lain.

Instrumen yang dipergunakan adalah genderang (tambur) satu buah, terbang genjreng 3 buah dan satu jedor/bedug. Kadang-kadang ditambah sebuah peluit yang berfungsi untuk memberi aba-aba akan dimulainya pementasan, pergantian posisi, maupun berhenti / selesainya pertunjukan.Lagu-lagu yang dibawakan bernafaskan Islami dan sholawat puji-pujian.

Tari ini biasanya dipentaskan pada malam hari namun sering juga di pentaskan pada siang hari, selama kurang lebih 4,5 jam. Alat penerangan yang digunakan adalah lampu petromak. Ada kalanya pula tarian ini diselingi dengan pencak silat, dan dalam tarian pencak silat ini para pemainnya kadang ada yang dapat mencapai trance.

Posisi kaki penari umumnya terbuka, sedangkan posisi lengan rendah dan tinggi. Konsep pentas yang digunakan ialah arena dengan desain lantai lingkaran dan lurus. Instrumen yang dipergunakan adalah genderang (tambur) satu buah, terbang genjreng 3 buah dan satu jedor.

Kadang-kadang ditambah sebuah peluit yang berfungsi untuk memberi aba-aba akan dimulainya pementasan, pergantian posisi, maupun berhenti / selesainya pertunjukanTari Angguk Tarian Daerah Yogyakarta

Tarian Daerah Yogyakarta Tari Angguk. Tari Anggukadalah tari tradisional yang berasal dariKulon Progo Yogyakarta. Dalam tarian ini menceritakan kisah tentang Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono dalamSerat Ambiyo. Tarian ini dimainkan secara berkelompok oleh 15 penari wanita yang berkostum menyerupai serdaduBelandadan dihiasi gombyok barangemas, sampang, sampur, topi pet warna hitam, dan kaos kaki warna merah atau kuning dan mengenakan kacamata hitam. Tarian ini biasanya dimainkan selama durasi 3 hingga 7 jam. Tarian Angguk diperkirakan muncul sejak jaman Belanda, yang digambarkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi.

Sejarah Tari Angguk

Tari yang berasal dari Kulon Progo ini adalah pengembangan dari Tari Dolalak yang berasal dari Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Menurut cerita , istilah Dolalak diambil dari modus (tangga nada) diatonis Barat, Do Re Mi Fa Sol La Si. Melihat urutan tangga nada tersebut, maka nada Do dan La merupakan asal mula Tari Dolalak. Nggak jelas siapa pihak yang membawa, mengkreasikan, dan kemudian mempopulerkan Tari Dolalak hingga akhirnya bisa berbentuk Tari Angguk dan diakui sebagai salah satu kebudayaan Kabupaten Kulon Progo.

Pada mulanya Tari Angguk adalah tari permainan atau hiburan yang biasa dimainkan oleh muda- mudi. Namun dalam perkembangannya Tari Angguk mulai disisipin hal-halmistis. Konon, Tari Angguk juga dianggap bisa mengundang roh halus untuk ikut bermain dengan menggunakan media tubuh sang penari.Kata anggguk ini diambil dari gerakan para penari yang mengangguk-anggukan kepalanya. Gerakan Tari Angguk pada awalnya terinspirasi dari gerakan baris-berbaris serdadu Belanda. Maka nggak mengherankan jika kostum yang dipakai oleh para penari ini juga mirip dengan seragam serdadu Belanda.

Jenis-jenis Angguk dan Pemain

Tari Angguk terdiri dari dua Jenis macam, yaitu :

Tari Ambyakan

Merupakan tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: Tari Bakti, Tari Srokal dan Tari Penutup

Tari Pasangan

Merupakan tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: Tari Mandaroka, Tari Kamudaan, Tari Cikalo Ado, Tari Layung-layung, Tari Intik-intik, Tari Saya-cari, Tari Jalan-jalan dan Tari Robisari.

Awalnya tarian ini hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring.

Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu:- baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggungnya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok

- celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya

- topiberwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai jambul yang terbuat dari rambut ekorkudaatau bulu-bulu

- selendangyang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana

- kacamatahitam

- kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning

- rompiberwarna-warni

Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring adalah:

- baju biasa

- jas

- sarung

- kopiah

Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk diantaranya adalah:

- kendang

- bedug

- tambur

- kencreng

- rebana(2 buah)

- terbang besar

- jedor

KEISTIMEWAAN

Keistimewaan tari Angguk adalah memadukan unsur Islam, Barat (Belanda), dan Timur (Yogyakarta).

Unsur Islam

Dalam Tari Angguk terlihat ketika lagu Shalawat Nabi selalu menjadi pembuka pertunjukan. Selain itu, penggunaan peralatan musik berupa bedug dan rebana semakin mengukuhkan bahwa kesenian ini memang sedikit dapat pengaruh dari agama Islam.

Unsur Barat

Terlihat pada gerakan para penari yang meniru gerakan baris-berbaris yang dilakukan oleh para serdadu militer pada zaman Belanda. Selain gerakan, kostum yang dipakai oleh para penari juga mirip dengan seragam militer serdadu Belanda. Bedanya para penari pakai celana pendek bukan celana panjang.

Unsur Timur

Sangat terlihat dalam Tari Angguk yang lebih menitikberatkan pada keluwesan gerakan. Tingkat keluwesan gerakan inilah yang menjadi ciri khas budaya Timur, khususnya Jogjakarta. Ditambah lagi, tarian ini membawakan cerita Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono yang tertulis dalamSerat Ambiyo. Di sinilah kebudayaan dari beberapa kutub yang berbeda yang bisa berpadu. Sisi militer yang lebih kaku namun serempak dipadukan dengan tarian yang sangat luwes dan paduan peralatan.