Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

98
Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

Transcript of Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

Page 1: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

1 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

Page 2: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

2 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 3: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

3 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

....

....

....

Page 4: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

4 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

TANTANGAN MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN

Hak cipta dilindungi Undang-undang.

© 2015 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)

Foto cover: Joshua Esty

Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk

tujuan non-komersial.

Untuk meminta salinan laporan ini atau keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini,

silakan hubungi TNP2K-Knowledge Management Unit ([email protected]).

Laporan ini juga tersedia di website TNP2K (www.tnp2k.go.id)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Sekretariat Wakil Presiden Republik IndonesiaJl. Kebon Sirih No. 14, Jakarta Pusat 10110

Telepon: (021) 3912812 | Faksimili: (021) 3912511

Fax. 021-3912-511 dan 021-391-2513

Email: [email protected]

Website: www.tnp2k.go.id

Page 5: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

5 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

v

Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar KotakDaftar Foto Daftar LampiranDaftar SingkatanKata Pengantar

BAB I TINJAUAN UMUM

Profil Program

Pelaksana Program

Mekanisme Distribusi

Anggaran Program

BAB IIPERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM

Kekurangtepatan Penerima Manfaat

Rendahnya Kuantitas Beras

Rendahnya Frekuensi Distribusi

Tingginya Harga Tebus

Rendahnya Kualitas Beras

Formalitas Administrasi

BAB IIIPERBAIKAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM

Pemanfaatan Basis Data Terpadu

Pemutakhiran Kepesertaan di Tingkat Lokal

Penerbitan Kartu Perlindungan Sosial

Pelibatan Pemerintah Daerah

Penunjukan Pelaksana Distribusi ke Rumah Tangga

Ekstensifikasi Sosialisasi Program

Penanganan Keluhan Program

vii-viiiixxxixiixiii-xivxv

1-9

2-5

5-7

7-8

8-9

11-26 13-15

15-18

18-20

21-24

24-25

26

27-49

28-33

33-36

37-39

40-41

41-42

42-44

45-49

Daftar Isi

Page 6: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

6 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

vi

51-69

52-59

59-60

60-62

62-63

63-64

64-65

65

65

66

66

66-68

68-69

71-79

72-73

74-79

BAB IV POTENSI PERBAIKAN SELANJUTNYA

Tinjauan Kontribusi Program dalam Penanggulangan Kemiskinan

Perubahan Tata Kelola Penyaluran

Meningkatkan Pengawasan, Pengendalian, Transparansi dan

Akuntabilitas Program

Meningkatkan Komitmen Pencapaian Pelaksanaan

Pemutakhiran, Verifikasi dan Validasi DPM Secara Berkala

Pengemasan Beras sesuai Ketetapan

Menerapkan Harga Tebus Tertinggi

Penetapan Tanggal Penyaluran Reguler

Menjaga Kualitas Beras

Menerapkan Administrasi sebagai Basis Pengawasan

Membangun Sistem Pengaduan dan Aspek Hukum Pelaksanaan Program

Optimalisasi Sosialisasi Program

REFERENSI & LAMPIRAN

Referensi

Lampiran

Page 7: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

7 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

vii

Daftar GambarPenyaluran Raskin dengan Pola Reguler

Penyaluran Raskin Melalui Warung Desa

Penyaluran Raskin Melalui Kelompok Masyarakat

Perkembangan Alokasi Anggaran untuk Program Raskin (Triliun),

2005–2014

Ilustrasi Distribusi Penerima Manfaat Program

Tingkat Ketepatan Sasaran Program Raskin, 2010 dan 2013

Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga,

2010 dan 2013

Jumlah Manfaat Raskin: Angka Target dan Angka Aktual

Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan

Menurut Titik Bagi, 2012

Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu

Menyalurkan Raskin, 2012

Alasan Ketidaktepatan Penyaluran Raskin, 2012

Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Frekuensi

Penyaluran Beras

Rata-rata Rupiah per Kilogram yang Dibayar untuk

Membeli Raskin Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013

Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan

Menurut Titik Bagi, 2012

Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Pemantauan

Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari

Penerima Raskin, 2012

Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi,

Jawa dan Luar Jawa, 2012

Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Kualitas Beras yang

Disalurkan Jawa dan Luar Jawa, 2012

Penyaluran Raskin Bulan Ke-13, 14 dan 15 Tahun 2013

Proses Dasar Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial

Proses Dasar Pembangunan Basis Data Terpadu

Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran Menurut

Metode Penetapan Sasaran

Persentase Desil Terpilih Menurut Metode Penetapan Sasaran

Proporsi Desa yang Melakukan Pemutakhiran Kepesertaan

Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada

Kartu Perlindungan Sosial

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

7

8

8

9

13

15

17

17

18

18

19

20

21

22

23

23

24

25

28

29

29

30

30

35

36

Page 8: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

8 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

viii

Gambar 26.

Gambar 27.

Gambar 28.

Gambar 29.

Gambar 30.

Ilustrasi Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Ilustrasi Penggunaan KPS untuk Program Raskin

Perbandingan Harga Tebus Raskin pada

Wilayah Kajian Penerapan Kartu

Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani

Menurut Provinsi, Juni 2013–Juni 2014

Perbandingan Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga

Menurut Kelompok Pengeluaran

37

38

39

48

52

Page 9: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

9 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

ix

Daftar TabelProfil Program OPK/Raskin

Kepesertaan dan Cakupan Program, 1998–2014

Alokasi Manfaat Program, 1998–2014

Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial

(Triliun), 2007–2014

Kontribusi Komoditas Pada Pengeluaran Konsumsi

Rumah Tangga

Perbandingan Sasaran dan Realisasi Penerima Manfaat

Menurut Data Acuan Penetapan Sasaran, 2002–2014

Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga

Penerima 2002–2014

Perbedaan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Daerah,

2009–2014

Perbedaan Harga Ketetapan Raskin di Titik Distribusi dan Harga yang

Dibayar Penerima Menurut Kelompok Pengeluaran, 2004–2014

Perbandingan Alokasi Raskin Menurut Provinsi, 2011–2013

Status Laporan KPS yang Ditangani, Menurut Kategori dan

Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014

Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani,

Juni 2013–Juni 2014

Kontribusi Komoditas Makanan dan Bukan Makanan Teratas

Contoh Asumsi dalam Simulasi Raskin

Simulasi Kalkulasi Angka Kemiskinan

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

2

3

4

9

12

14

16

22

24

33

46

47

53

56

58

Page 10: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

10 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Daftar KotakApa yang Dimaksud dengan Penargetan yang Efektif?

Sekilas tentang Basis Data Terpadu (BDT)

Kartu Perlindungan Sosial Belum Optimal sebagai Instrumen

Program Raskin

Simulasi Raskin Melalui Perangkat Poverty Projection Simulasi Kontribusi Peningkatan Ketepatan Sasaran, Jumlah,

Waktu dan Harga

Tidak Efektif, KPK Minta Program Raskin Didesain Ulang

Kotak 1.

Kotak 2.

Kotak 3.

Kotak 4.

Kotak 5.

Kotak 6.

13

28-31

49

54-56

57-59

68

x

Page 11: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

11 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Daftar FotoCover

Foto 1.

Foto 2.

Foto 3.

Foto 4.

Foto 5.

Foto 6.

Foto 7.

Foto 8.

Foto 9.

Foto 10.

Foto 11.

Foto 12.

Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty

Joshua Esty

Timur Angin

Timur Angin

Cocozero003/123RF.com

1

6

11

27

40

43

45

51

54

61

67

71

xi

Page 12: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

12 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

74

75

76

77-79

Struktur Organisasi Pelaksanaan Program

Ilustrasi DPM Periode Juni–Desember 2012, Desa Pulau Tidung,

Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan

Ilustrasi Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP)

Ilustrasi Lembar Sosialisasi dan Informasi Program Raskin, 2013

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Daftar Lampiran

xii

Page 13: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

13 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional: Bahan Bakar Minyak: Basis Data Terpadu : Bantuan Langsung Tunai: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan: Badan Pusat Statistik: Badan Urusan Logistik: Daftar Penerima Manfaat: Divisi Regional : Harga Tebus Raskin: Indeks Harga Konsumen: Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab: Jaring Pengaman Sosial/Social Safety Net (SSN): Petunjuk Pelaksanaan: Petunjuk Teknis: Lembaga Swadaya Masyarakat: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial: Kantor Seksi Logistik: Kementerian Dalam Negeri: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Kementerian Sosial Republik Indonesia: Kuasa Pengguna Anggaran: Kartu Perlindungan Sosial: Keluarga Sejahtera 1 : Musyawarah Desa: Musyawarah Kelurahan: Operasi Pasar Khusus: Pedoman Umum: Pemerintah Daerah : Produk Domestik Bruto: Program Keluarga Harapan: Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa: Proxy Means Testing (Metode Uji Pendekatan Kemampuan): Kelompok Kerja

APBN

Bappenas

BBM

BDT

BLT

BKKBN

BPKP

BPS

BULOG

DPM

Divre

HTR

IHK

J-PAL

JPS

Juklak

Juknis

LSM

LP3ES

Kansilog

Kemendagri

Kemenko

Kesra

Kementerian PPN/

Bappenas

Kemensos

KPA

KPS

KS-1

Musdes

Muskel

OPK

Pedum

Pemda

PDB

PKH

PMD

PMT

Pokja

Daftar Singkatan

xiii

Page 14: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

14 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

xiv

Pokmas

PPLS

Pra-KS

PSE

Raskin

RTM

RTS

RTS-PM

Satker

SDM

SK

SKPD

SMERU

Subdivre

Susenas

TB

TD

TNP2K

UKP4

Wardes

: Kelompok Masyarakat: Pendataan Program Perlindungan Sosial: Keluarga Prasejahtera : Pendataan Sosial Ekonomi: Program Nasional Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah : Rumah Tangga Miskin: Rumah Tangga Sasaran: Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat: Satuan Kerja: Sumber Daya Manusia: Surat Keputusan : Satuan Kerja Perangkat Daerah: Social Monitory and Early Response Unit: Sub Divisi Regional : Survei Sosial Ekonomi Nasional: Titik Bagi: Titik Distribusi: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan: Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan: Warung Desa

Page 15: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

15 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

xv

Kata Pengantar

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang dilaksanakan sejak tahun 2002

sebagai bentuk evolusi dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras pada

pertengahan tahun 1998, merupakan program subsidi beras yang dilaksanakan

secara nasional, lintas sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Subsidi beras

merupakan salah satu instrumen penting dalam penanggulangan kemiskinan

karena konsumsi beras mencakup sekitar 30 persen dari total konsumsi rumah tangga

miskin.

Efektivitas kinerja Program Raskin diukur berdasarkan kriteria tolok ukur yang sering

disebut dengan 6 tepat (6T), meliputi tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas dan

administrasi. Terlepas dari catatan kinerja Program Raskin yang tergolong memiliki

efektivitas rendah, pemerintah masih memiliki waktu dan ruang yang cukup luas

dalam melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan Program Raskin sehingga

mampu menjawab tantangan efektifitas 6T ke depan.

Buku “Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin” ini berisikan langkah-

langkah perbaikan kebijakan dan mekanisme Program Raskin yang dilakukan

TNP2K selama empat tahun terakhir. Selain itu laporan ini juga memuat pemikiran

baru dan terobosan strategis terkait dengan pelaksanaan Program Raskin ke depan.

Kami mengundang Bapak/Ibu semua untuk memberikan saran dan masukan untuk

penyempurnaan laporan pada khususnya maupun untuk perbaikan Program Raskin

ke depan.

Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Penulis yang telah berkontribusi pada

penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang

berkepentingan dan memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan Program Beras

untuk Keluarga Miskin di Indonesia.

Jakarta, Mei 2015

Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan,

Selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Dr. Bambang Widianto

Page 16: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

16 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

viii

Page 17: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

1 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

1....................

TinjauanUmum

Page 18: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

2 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Program Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin) adalah program subsidi beras yang dilaksanakan secara nasional, lintas sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Tujuan program ini

adalah membantu kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam memenuhi

kebutuhan dasar terhadap pangan serta meningkatkan ketahanan pangan. Dengan

adanya program ini, diharapkan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dapat

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan lainnya.

Program Raskin pada awalnya ditujukan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan

dan kerawanan ketersediaan pangan akibat krisis moneter dan kekeringan El Nino pada

periode 1997/1998. Program ini merupakan bagian dari kelompok program Jaring

Pengaman Sosial (JPS1/social safety net) dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK).

OPK bertujuan memastikan ketersediaan beras dengan harga terjangkau. Selain itu,

program ini berupaya mengatasi kerawanan pangan sekaligus meringankan tekanan

ekonomi rumah tangga yang terkena dampak krisis, khususnya kelompok masyarakat

berpendapatan rendah2. Program OPK telah dilaksanakan sejak Juli 1998 hingga akhir

2001.

Sejak Januari 2002, program OPK mengalami perubahan nama menjadi program Raskin dan fungsinya diperluas. Perubahan program OPK menjadi program Raskin

tidak sekedar mengganti nama program, melainkan disertai pula dengan perubahan

orientasi tujuan program. Yakni dari program yang sifatnya hanya sebagai solusi

darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi menjadi program yang bertujuan

memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Namun, perluasan fungsi

program tersebut tidak banyak mengubah proses pelaksanaan program OPK. Secara

umum, profil program Raskin dapat dilihat pada Tabel 1.

PROFIL PROGRAM

Periode pelaksanaanPenerima manfaat programBesaran manfaatFrekuensi distribusi programHarga satuanKualitasTim pelaksana Anggaran

1998–2014Rumah tangga berpendapatan rendah dengan jumlah sasaran sesuai ketersediaan anggaran70–240 kg/tahun9–15 kali/tahun harga satuanRp1.000/Rp1.600Beras kualitas medium dan bermutu baikBULOG, Kemenko Kesra, Kemensos, BappenasRp18,8 triliun (2014)

Nama Program Operasi Pasar Khusus (OPK)/Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin)

Tabel 1. Profil Program OPK/Raskin

Sumber: TNP2K1 Secara umum, strategi pelaksanaan paket program JPS mempunyai empat tujuan: Pertama, memastikan ketersediaan bahan makanan dengan harga terjangkau; Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja; Ketiga, menjaga akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan; dan Keempat, mempertahankan aktivitas ekonomi regional melalui alokasi dana untuk daerah dan ekstensifikasi kredit usaha kecil.2 Suryahadi et al (2010: 3).

Page 19: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

3 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pada awal pelaksanaannya, OPK mencakup sekitar 9,3 juta rumah tangga termiskin

dan rawan pangan dan didefinisikan sebagai Rumah Tangga Miskin (RTM)3. Sejak

1998–2006, penentuan rumah tangga sasaran – penerima manfaat (RTS-PM) program

OPK/Raskin adalah kelompok masyarakat kategori Keluarga Prasejahtera (Pra-KS) dan

Keluarga Sejahtera 1 (KS-1) pendekatan ekonomi berdasarkan data Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Pada periode 2007–2009, pemerintah melakukan pemutakhiran RTS-PM dengan

menggunakan data rumah tangga hasil Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 oleh

Badan Pusat Statistik (BPS). Penerima manfaat program pada periode ini diperkirakan

mencakup sekitar 47–83 persen dari rumah tangga terdata dalam PSE 20054. Untuk

periode pelaksanaan 2010–2012, daftar RTS-PM kembali mengalami pemutakhiran

berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 20085 yang juga

dilakukan oleh BPS. Proses PPLS 2008 merupakan hasil pemutakhiran PSE 2005.

Pemutakhiran kepesertaan program Raskin 2010–2012 menggunakan seluruh hasil

PPLS 2008 dengan jumlah rumah tangga sekitar 17,5 juta.

Tabel 2. Kepesertaan dan Cakupan Program, 1998–2014

199819992000200120022003200420052006200720082009201020112012 20132014

9.291.0006 10.507.0007 7.500.0008.700.0009.790.0008.580.3138.590.8048.300.000

10.830.00015.781.88419.100.00018.497.30217.488.00717.488.00717.488.00715.530.89715.530.897

BKKBNBKKBNBKKBNBKKBNBKKBNBKKBNBKKBNBKKBNBKKBN

PSE 2005PSE 2005PSE 2005

PPLS 2008PPLS 2008

PPLS 2008 & 2011* PPLS 2011PPLS 2011

Sumber: Tabor & Sawit (2001), Suryahadi et al (2010), Peraturan Menteri Keuangan Berbagai Tahun, Pedoman Umum Raskin Berbagai Tahun Catatan: *Periode Januari–Mei menggunakan acuan PPLS 2008 dan Juni–Desember menggunakan acuan BDT hasil PPLS 2011

3 Tabor & Sawit (2001: 272).4 Hastuti et al (2012: 1).5 Hastuti et al (2012: 3).6 Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Desember 1998; jumlah RTS tercatat meningkat secara gradual pada setiap bulan: mencapai 3,365 juta RTS pada Agustus 1998 dan 7,521 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272).7 Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Juni 1998; jumlah RTS tercatat fluktuatif pada setap bulan: mencapai 10,372 juta RTS pada Maret 1998 dan 10,458 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272).

Tahun Jumlah sasaran Sumber data acuan

Page 20: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

4 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Tahun Frekuensi penyaluran Alokasi/RTS (kg) Total alokasi beras/tahun (kg)

Pada Juli 2012, pemerintah kembali melakukan pemutakhiran daftar RTS-PM program Raskin. Pemutakhiran ini menggunakan data terbaru yang bersumber dari

Basis Data Terpadu (BDT) untuk Perlindungan Sosial. BDT merupakan hasil pengelolaan

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) terhadap data PPLS

2011 yang pengumpulan datanya tetap dilakukan oleh BPS. Mengingat keterbatasan

anggaran pemerintah, maka tidak semua rumah tangga yang didata dalam PPLS 2011

menjadi RTS-PM program Raskin. Oleh karena itu TNP2K perlu melakukan pengolahan

terhadap data PPLS 2011 untuk menetapkan jumlah RTS-PM. Dari keseluruhan rumah

tangga yang terdata, hanya sebagian yang ditetapkan sebagai penerima manfaat

program, yaitu 61,58 persen. Angka ini terdiri dari 15,5 juta rumah tangga dan telah

mencakup sekitar 28 persen rumah tangga dengan status ekonomi sosial terendah.

Selama kurun waktu 1998 sampai dengan pertengahan 2012, pemutakhiran RTS-PM sejalan dengan pelaksanaan pendataan nasional. Untuk menjamin

peningkatan ketepatan sasaran, program Raskin juga dilengkapi dengan mekanisme

pemutakhiran RTS-PM di tingkat desa/kelurahan. Pemutakhiran ini menggunakan

pendekatan musyawarah desa dan kelurahan (musdes/muskel) dengan tujuan

mengakomodasi adanya perubahan kondisi sosial ekonomi dan demografi rumah

tangga di tingkat desa/kelurahan. Melalui musdes/muskel, pemerintah desa

kelurahan dapat menggganti RTS-PM dengan rumah tangga yang dinilai lebih tepat

mendapatkan Raskin. Meskipun demikian, pemutakhiran dan/atau penggantian

RTS-PM tidak dapat melebihi total alokasi di masing-masing wilayah sesuai dengan

ketetapan pelaksana program.

Tabel 3. Alokasi Manfaat Program, 1998–2014

199819992000200120022003200420052006200720082009201020112012 20132014

9129

1212121212101112121313131512

10a atau 20b

202015202020201515

10c atau 15d 15

13e atau 15f 15151515

70240240180240240240240150165175180195195195225180

Sumber: BULOG, Tabor dan Sawit (2001), Suryahadi et al (2010), Peraturan Menteri Keuangan Berbagai TahunCatatan: a) sampai dengan November 1998; b) Desember 1998; c) Januari 2008; d) Februari hingga Desember 2008; e) Januari hingga Mei 2010 dan f ) Juni hingga Desember 2010.

Page 21: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

5 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pada periode sebelum 2007, Badan Urusan Logistik (BULOG) berfungsi sebagai perencana kegiatan umum program dan sekaligus bertanggungjawab menyediakan

stok beras serta mendistribusikannya ke tingkat kabupaten/kota. Penyaluran beras

sampai ke tingkat rumah tangga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat.

Sejak 2007, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) menjadi koordinator pelaksanaan program Raskin, sedangkan BULOG berperan sebagai penanggung jawab pendistribusian beras sampai ke titik distribusi (TD). Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga mengalami perubahan. Pada

periode 2005–2007 dan 2010–2011, KPA program menjadi kewenangan direktur utama

BULOG. Sementara pada periode 2008–2009, pemegang kewenangan KPA adalah

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat dari Kementerian

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kemudian sejak 2012 hingga saat ini (2014),

PELAKSANA PROGRAM

8 Sesuai kualitas beras yang diatur dalam Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan.

Besaran penyaluran manfaat program Raskin selama pelaksanaan bervariasi antar periode. Variasi ini terjadi karena alokasi anggaran pemerintah untuk program

mengalami perubahan. Pada Juli–November 1998, alokasi jumlah beras untuk masing-

masing penerima manfaat sebesar 10 kg/bulan. Selanjutnya, pada Desember 1998

pemerintah meningkatkan jumlah alokasi beras menjadi 20 kg/RTS-PM/bulan.

Pada periode pelaksanaan 1999–2014, kuantitas besaran manfaat program cenderung bervariasi dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut alokasi

minimal 10 kg dan maksimal 20 kg/bulan/RTS-PM. Selain karena ketersediaan

anggaran pemerintah, variasi tersebut juga merupakan akibat dari kebijakan-kebijakan

pemerintah, seperti penyesuaian harga BBM. Secara rata-rata, frekuensi penyaluran

program kepada RTS-PM berlangsung setiap bulan sepanjang tahun, kecuali untuk

tahun 1998, 2000, 2006 dan 2007. Pada tahun 2013 pemerintah menambah frekuensi

penyaluran program menjadi 15 kali sebagai kompensasi penyesuaian harga bahan

bakar minyak (BBM) pada Juni 2013.

Pemerintah menetapkan harga tebus Raskin (HTR). Sebelum tahun 2008, HTR pada titik distribusi adalah Rp1.000/kg dan mulai 2008 pemerintah menaikkan HTR menjadi Rp1.600/kg pada titik distribusi dan berlangsung sampai sekarang (2014). Penerima manfaat program dapat membeli beras dengan kuantitas dan tingkat

harga sesuai ketetapan pemerintah. Jika dibandingkan dengan harga pasar, HTR jauh

lebih rendah (untuk kualitas beras yang relatif sama). Kualitas beras program Raskin

adalah beras dengan kualitas medium, kondisi baik, tidak berbau, tidak berkutu, tidak

berwarna kuning dan sesuai dengan standar kualitas beras pembelian pemerintah8.

Page 22: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

6 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

KPA program Raskin menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan

Penanggulangan Kemiskinan dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin, pemerintah membentuk

Tim Koordinasi Raskin tingkat nasional. Penanggung jawabnya adalah Menko Kesra.

Berdasarkan Surat Keputusan Menkokesra No. 57 Tahun 2012, Tim Koordinasi Raskin

Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat. Pengarah terdiri atas: Ketua dari

unsur Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari

unsur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) dan Perum BULOG.

Pelaksana terdiri dari: Ketua, Wakil Ketua dan Anggota. Ketua Pelaksana adalah Deputi

Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kemenkokesra; Wakil

Ketua I/Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas;

Wakil Ketua II/Bidang Kebijakan Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran

Kementerian Keuangan; Wakil Ketua III/Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah

Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV/Bidang Fasilitasi, Monitoring

dan Evaluasi dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD

Kementerian Dalam Negeri; Wakil Ketua V/Bidang Pengendalian dan Pelaporan adalah

Direktur Pengawasan Lembaga Pemerintah Bidang Kesejahteraan Rakyat BPKP.

Page 23: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

7 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Anggota Tim terdiri dari unsur-unsur Kemenko Kesra, Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas,

Kemen-terian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian

Pertanian, BPS, BPKP dan Perum BULOG. Bagan struktur organisasi Tim Koordinasi

Raskin Pusat dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pemerintah melalui Tim Koordinasi Raskin Pusat berupaya meningkatkan peran pemerintah daerah (Pemda) dalam memastikan tersalurnya beras dari titik distribusi sampai pada penerima manfaat program dengan tepat. Berdasarkan

pengorganisasian pelaksanaan Raskin di masing-masing jenjang administratif peme-

rintahan dibentuk tim koordinasi program yang terdiri dari berbagai unsur. Penanggung

jawab pelaksanaan program di tingkat provinsi adalah gubernur, sementara di tingkat

kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di tingkat kecamatan adalah camat serta di

tingkatan desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah. Khusus di desa dan kelurahan, Tim

Koordinasi mendapatkan fungsi tambahan agar dapat berkoordinasi dengan Satker

Raskin dari BULOG terutama dalam urusan pendistribusian manfaat program dan

kelengkapan administrasinya.

Untuk mengatur pelaksanaan program Raskin, setiap tahun Tim Koordinasi Raskin

Pusat menerbitkan Pedoman Umum (Pedum) Raskin sebagai acuan makro kebijakan

umum pelaksanaan program Raskin secara nasional. Berdasarkan Pedum ini, masing-

masing gubernur kemudian menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan program Raskin

(Juklak Raskin) dan masing-masing bupati/walikota menerbitkan Petunjuk Teknis

program Raskin (Juknis Raskin). Sejauh tidak bertentangan dengan Pedum Raskin,

fungsi Juklak dan Juknis adalah untuk mengakomodasi berbagai kondisi lokal dalam

pelaksanaan program Raskin.

MEKANISME DISTRIBUSI

Berdasarkan Pedum, Juklak dan Juknis program Raskin, pendistribusian Raskin menggunakan tiga model. Model pertama atau yang sering disebut pola reguler

adalah Bulog menyalurkan beras sampai TD yang umumnya terdapat di kantor desa/

kelurahan. Selanjutnya dengan pendanaan APBD atau swadaya masyarakat, beras

diantarkan ke Titik Bagi (TB) yang biasanya berada pada tingkat dusun/RW. Pada TB

tersebut RTS-PM dapat mengambil Raskin (Gambar 1).

Titik bagi*

Kantor desa/kelurahan Dusun/RW lingkunganGudang Bulog RTS

Gambar 1. Penyaluran Raskin dengan Pola Reguler

Titik distribusi

Catatan: Pembiayaan Titik Bagi Bersumber dari APBD atau Swadaya MasyarakatSumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin

Page 24: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

8 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Warung desa

Dusun/RW/lingkungan

Warung desa

Warung desaGudang Bulog

Pola kedua adalah Bulog menyalurkan langsung ke warung-warung desa (Wardes).

Selanjutnya, RTS-PM dapat langsung mengambil beras pada warung-warung tersebut.

Biasanya, dalam setiap desa/kelurahan dilayani oleh beberapa warung desa. Dalam

pelaksanaan pola ini, biaya operasional ditanggung oleh pemerintah daerah melalui

APBD (Gambar 2).

RTS

Gambar 2. Penyaluran Raskin Melalui Warung Desa

Catatan: Setiap desa dapat dilayani oleh lebih dari satu warung desa, biaya operasional pelaksanaan berasal dari APBDSumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin

Adapun pola ketiga adalah melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas). Pola ini hampir

sama dengan pola pertama namun penyalurannya tidak melalui aparat desa melainkan

melalui kelompok-kelompok masyarakat. Bulog menyalurkan beras sampai TD

kemudian pengurus Pokmas menyalurkan beras dari TD ke TB dan kepala Sub Pokmas

menyalurkan beras ke RTS-PM (Gambar 3).

Gambar 3. Penyaluran Raskin Melalui Kelompok Masyarakat

Pengurus Pokmas

Titik bagi*Kantor desa/kelurahan Dusun/RW lingkunganGudang Bulog RTS

Titik distribusi

Catatan: Pembiayaan distribusi melalui kelompok masyarakat bersumber dari APBD atau Swadaya MasyarakatSumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin

Pengurus Sub

ANGGARAN PROGRAM

Di tingkat nasional, anggaran program sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Anggaran untuk program Raskin memiliki porsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran untuk program perlindungan sosial lainnya. Secara rata-rata,

persentasenya terhadap seluruh anggaran program-program perlindungan sosial selalu

diatas 30 persen per tahun. Selain itu, secara nominal jumlah anggaran Raskin selalu

meningkat. Pada 2005 anggarannya baru sekitar Rp6,4 Triliun dan kemudian menjadi

Rp18,8 Triliun pada 2014. Total alokasi anggaran program ini mencapai titik tertinggi

pada 2013, yaitu sebesar Rp21,5 Triliun (Gambar 4). Peningkatan anggaran pada 2013

dikarenakan program ini menjadi salah satu instrumen kompensasi penyesuaian harga

BBM dalam bentuk penambahan frekuensi penyaluran Raskin menjadi 15 kali.

Page 25: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

9 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Meskipun secara nominal anggaran Raskin terus meningkat, namun persentasenya

terhadap total anggaran program perlindungan sosial mengalami penurunan.

Pada 2007 proporsi anggaran Raskin mencapai 43 persen, sementara pada 2014

tinggal 31 persen (Tabel 4). Perluasan program-program perlindungan sosial berikut

cakupannya merupakan salah satu penyebab menurunnya proporsi alokasi anggaran

untuk Raskin.

Gambar 4. Perkembangan Alokasi Anggaran untuk Program Raskin (Triliun), 2005–2014

25

20

15

10

5

0

6,4 5,3 6,6

12,1 13,015,2 16,5

19,121,5

18,8

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014Catatan: Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014.

Tabel 4. Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial (Triliun), 2007–2014

Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014Catatan: • Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014• PBI Jaminan Kesehatan menggantikan anggaran Askeskin/Jamkesmas sejak 2014• Tidak termasuk program perlindungan sosial Klaster 1 lain seperti JSLU, JSPACA, ataupun program di Kementerian Sosial yang lainnya.

18,8

-

19,9

6,6

4,5

9,3

2,0

61,1

30,8

19,1

7,2

-

6,2

1,9

12,1

2,0

48,5

39,4

16,5

6,3

-

4,7

1,6

12,8

2,0

44,0

37,6

15,2

5,1

-

3,7

1,3

12,4

-

37,7

40,2

13,0

4,5

-

3,0

1,1

9,2

-

30,8

42,2

Jenis Program 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Subsidi Pangan (Raskin)

Askeskin/Jamkesmas (termasuk Jampersal)

*Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan

Bantuan Siswa Miskin (BSM - termasuk mahasiswa)

Program Keluarga Harapan (PKH)

Total

Subsidi pangan terhadap total (%)

6,6

4,4

-

-

0,8

3,5

-

15,3

43,1

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Penyertaan Modal Kredit Usaha Rakyat (KUR)

12,1

4,7

-

2,3

1,0

5,9

-

26,0

46,6

21,5

8,1

-

14,1

3,6

11,9

2,0

61,2

35,1

Alo

kasi

Ang

gara

n (T

riliu

n Ru

piah

)

Page 26: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

10 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 27: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

11 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

2 ....................

Permasalahan dalam PelaksanaanProgram

Page 28: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

12 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Program Raskin telah berjalan selama kurang lebih 16 tahun (1998–2014) dan selama kurun waktu tersebut telah banyak yang dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan program. Mulai dari perluasan orientasi

program, pemutakhiran kepesertaan, perubahan data acuan hingga penerbitan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai identifikasi penerima manfaat. Terlepas

dari berbagai permasalahan yang menyertainya program Raskin telah berkontribusi

meringankan beban pengeluaran kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Tabel

5 memberikan ilustrasi mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga pada rumah

tangga secara umum dan pada rumah tangga miskin.

Melalui Program Raskin, RTS-PM dapat menghemat pengeluaran untuk beras sebesar

selisih harga pasar dengan HTR dikalikan dengan 15 kg/bulan atau 180 kg/tahun.

Program Raskin juga merupakan program yang dapat mendukung penurunan angka

kemiskinan karena proporsi pengeluaran beras dalam penghitungan garis kemiskinan

cukup besar. Tabel 5 menunjukkan pengeluaran konsumsi terbesar rumah tangga

miskin adalah untuk kelompok makanan (sekitar 65 persen). Sedangkan kontribusi

pengeluaran untuk konsumsi beras mencapai sekitar 29 persen. Dengan adanya subsidi

beras melalui program Raskin maka RTS-PM mendapatkan “tambahan pendapatan”

sekitar Rp109.575 per bulan9. Secara teoritis jumlah subsidi tersebut akan memberikan

kontribusi sekitar delapan persen terhadap total pengurangan pengeluaran rumah

tangga. Namun, dalam kenyataannya program Raskin hanya memberikan kontribusi

sebesar dua persen terhadap pengurangan total pengeluaran RTS-PM.

Hal ini terjadi karena RTS-PM tidak menerima jumlah alokasi beras Raskin sebagaimana

ketetapan program.

Beras

Bahan makanan lain

Makanan jadi & rokok

Perumahan

Pakaian

Kesehatan

Pendidikan

Transportasi

Total

15151726747

19110

29288

174347

100

65% konsumsi utama kelompok miskin adalah makanan dan 29% adalah beras

Komponenpengeluaran

Proporsi/bobot (%)

Pengeluaran rumah tangga umumnya

Pengeluaranrumah tangga miskin Keterangan

Sumber: BPS dan TNP2K

Tabel 5. Kontribusi Komoditas Pada Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

9 Berdasarkan harga rata-rata nasional beras kualitas medium per 27 September 2014 sebesar Rp 8,905/kg (http://ews.kemendag.go.id).

Page 29: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

13 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pelaksanaan program Raskin belum mencapai target yang diharapkan. Secara internal, kinerja program Raskin mempunyai tolok ukur kriteria untuk menilai

efektivitasnya, yakni enam tepat (6T) yang meliputi tepat sasaran, jumlah, harga, waktu,

kualitas dan administrasi. Namun, berbagai lembaga (seperti SMERU, Bank Dunia

dan TNP2K) menyimpulkan bahwa kriteria 6T tersebut belum tercapai sehingga

efektivitas Program Raskin tergolong rendah. Dalam konteks ini, Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) juga menyimpulkan hal yang sama dan memberikan rekomendasi agar

pemerintah mendesain ulang Program Raskin10.

Sumber: TNP2K

KEKURANGTEPATAN PENERIMA MANFAAT

Program Raskin yang merupakan subsidi pangan bersasaran masih belum efektif mencapai tujuan program. Ketepatan sasaran merupakan salah satu indikator kinerja

pelaksanaan program Raskin. Program ini dapat dikatakan tepat sasaran jika memenuhi

dua kriteria, yakni (i) beras didistribusikan sepenuhnya hanya kepada RTS-PM yang

sesuai dengan daftar penerima manfaat (DPM) dan (ii) ketepatan RTS-PM juga harus

memenuhi kesesuaian dengan hasil verifikasi melalui musyawarah desa dan kelurahan

yang disahkan oleh kepala desa/lurah. Namun, kedua kriteria ini tidak dapat dipenuhi

oleh program Raskin.

10 http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1781-tidak-efektif-kpk-minta-program-Raskin-didesain-ulang

Kotak 1. Apa yang Dimaksud dengan Penargetan yang Efektif?

Miskin Tidak miskinMenerima bantuan

Tidak menerima bantuan

R

TRExclusion Error

TInclusion Error

Permasalahan terbesar pelaksanaan program perlindungan sosial di Indo-

nesia adalah masalah ketepatan penargetan. Secara sederhana, penargetan

dikatakan efektif apabila program dimaksud diterima oleh individu atau

rumah tangga yang berhak. Jika suatu program sasarannya adalah RT

miskin, maka hanya RT miskin saja yang harus menerima program. Rumah

tangga dengan kategori tidak miskin tidak berhak menerima manfaat

program. Dalam bahasa yang lebih teknis, penargetan efektif bertujuan

untuk menurunkan inclusion dan exclusion error.

Gambar 5. Ilustrasi Distribusi Penerima Manfaat Program

Page 30: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

14 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Ketidaktepatan sasaran program Raskin terlihat dari jumlah riil penerima program yang jauh lebih besar daripada RTS-PM yang terdaftar dalam DPM. Analisis terhadap data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan data administrasi

penyaluran selama kurun waktu 2002–2006 menunjukkan jumlah rumah tangga

penerima beras Raskin mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan

RTS-PM dalam DPM (Tabel 6). Angka tertinggi terjadi pada 2005. Pada saat itu sasaran

program Raskin adalah 8,3 juta RTS-PM, namun penerima riil Raskin mencapai

22,9 juta rumah tangga atau terjadi peningkatan sebanyak 176 persen. Pada periode

2006–2009, sejak penentuan sasaran menggunakan hasil pendataan PSE dan PPLS,

jumlah rumah tangga non-DPM yang menerima Raskin secara proporsional mengalami

penurunan. Namun sayangnya, pada periode 2010–2013 angkanya kembali meningkat

secara konsisten. Pada 2013, jumlah penerima Raskin secara total kembali mencapai

lebih dari dua kali lipat DPM (115 persen), bahkan secara nominal mencapai jumlah

tertinggi (17,8 juta rumah tangga non-DPM mendapatkan Raskin).

Tabel 6. Perbandingan Sasaran dan Realisasi Penerima Manfaat Menurut Data Acuan Penetapan Sasaran, 2002–2014

2002200320042005200620072008200920102011201220132014

9.7900008.580.3138.590.8048.300.000

10.830.00015781.88419.100.00018.497.30217.488.00717.488.00717.488.00715.530.897 15.530.897

20.943.08522.519.13119.537.27122.939.77824.545.06929.412.41430.542.38430.171.69231.021.80331.747.72333.639.69933.346.713

N/A

11.153.08513.938.81810.946.46714.639.77813.715.06913.630.53011.442.38411.674.39013.533.79614.259.71616.151.69217.815.816

N/A

114162127176127866063778292

115 N/A

TahunSasaran

Rumah Tangga Penerima

RealisasiRumah Tangga

Penerima*

Selisih RealisasiterhadapSasaran

ProporsiSelisih Realisasi

terhadapSasaran

AcuanPenetapan

Sasaran

BDT PPLS 2011

PPLS 2008

Gambar 6 menunjukkan bahwa berdasarkan data Susenas 2010 dan 2013, beras

terdistribusi merata kepada seluruh kelompok pendapatan, meskipun terdapat

kecenderungan semakin menurun secara proporsional terhadap kelompok penda-

patan yang lebih tinggi. Yang menyedihkan, tidak seluruh kelompok pendapatan

terbawah menerima beras Raskin pada 2010 maupun 2013. Pada 2010, hanya

Sumber: BULOG dan Susenas, diolah kembali.Catatan: *Angka perkiraan yang dihitung berdasarkan hasil Susenas.

BKKBN

PSE 2005

Page 31: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

15 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

11 Dalam istilah lokal sering disebut “bagito” atau “bagi roto = bagi rata)” kepada rumah tangga di wilayah setempat.

78 persen rumah tangga berpendapatan terendah (desil 1) menerima Raskin,

sedangkan pada 2013 sedikit mengalami peningkatan menjadi 80 persen rumah

tangga. Sebaliknya, masih terdapat sekitar 10 persen rumah tangga kelompok

berpendapatan tertinggi (desil 10), masih menerima beras Raskin. Berdasarkan

data-data ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program Raskin yang telah

berlangsung selama 16 tahun tidak tepat sasaran karena distribusi penerima manfaat

relatif merata11 kepada semua kelompok pendapatan. Berdasarkan kajian yang

dilakukan secara internal maupun oleh lembaga eksternal, dalam implementasi

penyaluran Raskin ditemukan beberapa model pembagian merata salah satu

diantaranya adalah distribusi periodik namun dengan jumlah yang lebih rendah

dari ketentuan program. Bentuk lain pendistribusian yang merata adalah distribusi

antar periode kepada rumah tangga yang berbeda namun dalam jumlah yang sama

atau disebut dengan model bergilir.

Gambar 6. Tingkat Ketepatan Sasaran Program Raskin, 2010 dan 2013

Wilayah rumah tanggasasaran RaskinPe

rsen

tase

RTS

-PM

Ras

kin

2010 2013

1 52 63 7 94 8 10DESIL

RENDAHNYA KUALITAS BERAS

Selama 16 tahun periode pelaksanaan program, ketetapan besaran alokasi jumlah beras kepada RTS-PM bervariasi. Subsidi pangan melalui program Raskin

memenuhi kriteria tepat jumlah jika RTS-PM menerima manfaat sesuai dengan

ketetapan pemerintah. Analisis terhadap kombinasi data administratif dengan data

Susenas 2002–2014 menunjukkan bahwa secara rata-rata RTS-PM menerima alokasi

beras Raskin yang selalu lebih rendah dibandingkan ketetapan alokasi program.

Sumber: TNP2K

70

40

60

30

50

20

10

Page 32: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

16 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Tabel 7 menunjukkan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM hanya berada

pada kisaran 36 persen (2005) hingga 61 persen (2008) dari ketetapan. Berdasarkan

kondisi ini, pada 2012 misalnya, kajian TNP2K menunjukkan rumah tangga miskin

rata-rata hanya menerima beras sebesar 6,1 kg/bulan, dan rumah tangga tidak miskin

rata-rata menerima beras sebesar 4,8 kg/bulan.

2002 20032004200520062007200820092010201120122013

2014**

2.349.600

2.059.276

2.061.793

1.991.897

1.624.500

1.736.007

3.342.500

3.329.514

3.235.281

3.410.161

3.410.161

3.494.452

2.795.561

9.790.000

8.580.313

8.590.804

8.300.000

10.830.000

15.781.884

19.100.000

18.497.302

17.488.007

17.488.007

17.488.007

15.530.897

15.530.897

240

240

240

240

150

110

175

180

185

195

195

225

180

2.235.141

2.023.664

2.060.198

1.991.131

1.624.089

1.731.805

3.236.644

3.254.103

3.074.003

3.364.635

3.372.819

3.431.935

1.039.809

20.943.085

22.519.131

19.537.271

22.939.778

24.545.069

29.412.414

30.542.384

30.171.692

31.021.803

31.747.723

33.639.699

33.346.713

N/A

106,72

89,86

105,45

86,80

66,17

58,88

105,97

107,85

99,09

105,98

100,26

102,92

N/A

44,47

37,44

43,94

36,17

44,11

53,53

60,56

59,92

53,56

54,35

51,42

45,74

N/A

95,1

98,3

99,9

100

100

99,8

96,8

97,7

95

98,7

98,9

98,2

74,39

TahunAlokasi

(Ton)

RumahTanggaSasaran

Alokasi/ RumahTangga

Realisasi Rumah Tangga

Penerima*

Rata-rata JumlahBeras/

Penerima/ Tahun (Kg)

Proporsi Realisasi/

Rumah Tangga

Proporsi RealisasiTon

Total Realisasi

Tabel 7. Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga Penerima 2002–2014

Gambar 7 juga menunjukkan bahwa setidaknya pada 2010 dan 2013, masalah

kekurangtepatan sasaran masih terjadi. Rata-rata rumah tangga masih mendapatkan

4,5 kg per bulan, pada 2013 angkanya menurun menjadi 4,2 kg per bulan. Padahal

alokasi jumlah beras Raskin pada 2013 lebih besar, yakni 3,4 juta ton sementara pada

2010 hanya 3,2 juta ton. Dalam konteks ini, RTS-PM tentu dirugikan karena mereka

seharusnya berhak menerima beras sebesar 15 kg/bulan. Persoalan demikian terjadi

terkait dengan penjelasan sebelumnya bahwa rumah tangga yang riil menerima

beras Raskin jauh lebih besar dari jumlah sasaran program yang tercantum dalam

DPM akibat praktek “bagito”. Praktek pembiaran penyimpangan sasaran Raskin yang

telah berlangsung lama akhirnya menjadi “norma” yang biasa dan tidak lagi dianggap

sebagai suatu pelanggaran.

Sumber: Tim Koordinasi Raskin Pusat, BULOG dan SusenasCatatan: * Angka perkiraan yang dihitung berdasarkan hasil Susenas.** Pada tahun 2014 sampai dengan 6 kali penyaluran hingga bulan April dengan realokasi penyaluran November dan Desember pada bulan Maret dan April

Page 33: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

17 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 8. Jumlah Manfaat Raskin: Angka Target dan Angka Aktual

Terkait dengan jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM, ternyata lokasi titik bagi

berkontribusi penting terhadap jumlah beras yang diterima RTS-PM. Hasil kajian

internal TNP2K menunjukkan bahwa variasi lokasi titik bagi berpengaruh terhadap

jumlah beras yang disalurkan kepada RTS-PM. Untuk wilayah Jawa, titik bagi yang

berada di rumah atau kantor kepala desa/lurah cenderung menyalurkan beras

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi titik bagi di rumah kepala dusun,

ketua RW, ketua RT, atau tokoh masyarakat setempat. Hal sebaliknya terjadi di luar

wilayah Jawa. Titik bagi yang berada di rumah kepala dusun dapat menyalurkan beras

lebih besar dibandingkan lokasi lainnya.

Gambar 7. Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013

2010 (kg) 2013 (kg) Nasional 2010 (kg) Nasional 2013 (kg)

SumateraJawa dan

BaliKalimantan Sulawesi NTB, NTT, Maluku Utara,

Papua Barat, Papua

5,8 5 3,9 3,7 5,8 4,9 5 6,6 6

4,5

Sumber: Susenas (BPS), diolah.

4,2

5,9

7

4

6

3

5

2

1

Rask

in y

ang

Dit

erim

a Ti

ap R

T (K

ilogr

am)

Kilo

gram

ber

as p

er b

ulan

(kg)

2 5

20

15

10

5

0

20

5,65

2,823,79

14

8%

2%2% 2%

8%

6%

2004 2007 2010

8%

2%2%

8%

2%

Persentase dari pengeluaranrumah tangga miskin (diharapkan)

Persentase dari pengeluaranrumah tangga miskin (aktual)

Sumber: Bank Dunia (2012)

Alokasi manfaat (kg/RTS/bulan) Jumlah manfaat yang diterima (kg)

10

6%

Page 34: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

18 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Ketepatan waktu merupakan tolok ukur efektivitas pelaksanaan program Raskin. Tolok ukur ini memenuhi kriteria tepat waktu jika waktu penyaluran

Raskin sesuai dengan ketetapan rencana distribusi. Secara umum, program Raskin

menetapkan distribusi beras berlangsung setiap bulan dalam satu tahun anggaran.

Meskipun demikian, pada tahun-tahun tertentu pemerintah menetapkan penyaluran

Raskin kurang dari 12 kali per tahun, seperti pada 2006 dan 2007 yang masing-masing

hanya berlangsung 10 dan 11 kali. Sebaliknya, pada 2010 dan 2011 pemerintah

menetapkan distribusi Raskin berlangsung 13 kali, dan pada 2013 berlangsung 15 kali.

Untuk frekuensi distribusi yang kurang dari 12 kali per tahun, alasan umumnya adalah

karena keterbatasan anggaran. Sedangkan untuk penyaluran yang melebihi 12 kali

per tahun umumnya karena adanya gejolak harga domestik atau sebagai kompensasi

atas suatu kebijakan seperti penyesuaian harga BBM.

Dalam implementasinya di lapangan, ternyata frekuensi penyaluran beras tidak sesuai

dengan ketetapan pemerintah. Berdasarkan kajian TNP2K pada tahun 2012, misalnya,

pada bulan Juli jumlah desa yang belum mendapatkan penyaluran beras mencapai

43 persen dan pada bulan Oktober sebesar 24 persen (Gambar 10).

RENDAHNYA FREKUENSI DISTRIBUSI

100%

60%

20%

80%

40%

0%Juli Agustus September Oktober

Tidak tepat waktu penyaluran Tepat waktu penyaluran

57% 61% 62% 76%

43% 39% 38% 24%

Sumber: TNP2K (2012)

Gambar 10. Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu Menyalurkan Raskin, 2012

Gambar 9. Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan menurut Titik Bagi, 2012

9,367,94

10,04 9,31

6,57

9,47

6,26

9,32

Rask

in y

ang

Dit

erim

a Ti

ap R

T pe

r Bul

an

Men

urut

Tit

ik B

agi (

Kg)

0

4

10

2

8

5

12

Kantor kepala desa/ kelurahan Kantor kepala dusun/RT/RW LainnyaRumah kepala desa/lurah

Jawa Luar JawaSumber: TNP2K (2012)

Page 35: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

19 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 10. Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu Menyalurkan Raskin, 2012

Setidaknya ada empat alasan utama yang melatari tidak terpenuhinya jadwal dan frekuensi distribusi Raskin (Gambar 11). Pertama, beberapa daerah dalam

lingkup kecamatan atau desa mengalami masalah administrasi dan pembayaran/

tunggakan. Kajian yang dilakukan oleh Prisma LP3ES juga mengemukakan hal

yang sama, di mana jika suatu kecamatan atau desa mempunyai tunggakan, Bulog

tidak akan mendistribusikan beras ke wilayah tersebut sampai adanya pelunasan.

Dalam hal ini ada juga kasus divre/sub-divre/kansilog setempat meminta pembayaran

dimuka, sehingga bagi kecamatan atau desa yang belum membayar maka belum

akan mendapatkan distribusi Raskin. Kedua, alokasi Raskin ke suatu wilayah relatif

kecil sehingga atas kesepakatan antara divre/subdivre/kansilog dengan camat/

kepala desa setempat menyalurkan Raskin ke wilayah tersebut secara akumulatif

(Prisma LP3ES, 2012).

Ketiga, BULOG sebagai penanggung jawab distribusi belum menyalurkan ke wilayah

setempat. Keempat, proses verifikasi DPM yang belum selesai. Alasan ketidaktepatan

penyaluran yang disebabkan oleh verifikasi DPM dan distribusi oleh BULOG cenderung

menurun, sedangkan distribusi yang sengaja dilakukan secara akumulatif cenderung

tetap dominan sebagai alasan ketidaktepatan waktu penyaluran.

September Oktober

50%43%

39% 38%

24%30%

10%

40%

20%

0%

Juli

Sumber: TNP2K (2012)

Lainnya

Distribusi beberapa bulan sekali

Proses verifikasi DPM

Belum ditebus di BULOG (uang belum terkumpul)

Pengurangan DPM

Bulog belum menyalurkan ke desa

Gambar 11. Alasan Ketidaktepatan Penyaluran Raskin, 2012

Agustus

Page 36: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

20 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pemantauan TNP2K bekerja sama dengan LP3ES pada 2012 menunjukkan hanya

sebagian wilayah yang penyaluran Raskinnya tepat waktu. Dari 220 desa yang menjadi

lokasi pemantauan, hanya 46 persen desa yang mendapatkan penyaluran Raskin

tepat waktu atau setiap bulan, dan 54 persen sampel desa lainnya tidak tepat waktu.

Terdapat tiga alasan utama yang menjelaskan ketidaktepatan ini, yakni (i) Kendala

transportasi yang berhubungan dengan jarak dan letak geografis, (ii) Pemerintah desa

menganggap penetapan DPM Raskin oleh pemerintah pusat tidak sesuai dengan

jumlah warga miskin setempat sehingga pemerintah desa terlambat mengajukan

jadwal distribusi Raskin dan (iii) Pemerintah desa mempunyai tunggakan pembayaran

sehingga divre/subdivre/kansilog setempat menunda pengiriman Raskin periode

berikutnya sampai seluruh hutang terlunasi.

Pada tingkat rumah tangga, frekuensi distribusi beras Raskin yang diterima RTS-PM tidak linier dengan frekuensi distribusi Raskin di titik distribusi maupun titik bagi. Artinya, meskipun di desa/kelurahan bersangkutan mendapatkan

distribusi Raskin, tidak otomatis RTS-PM mendapatkannya. Hal ini terkait dengan

salah satu mekanisme “bagito” yang disebutkan sebelumnya, yakni melalui sistem

giliran. Berdasarkan kajian internal TNP2K maupun oleh lembaga penelitian SMERU,

penerima manfaat tidak selalu memperoleh alokasi beras pada setiap distribusi.

RTS-PM hanya memperoleh alokasi beras hanya pada bulan-bulan tertentu. Dalam

kurun waktu satu tahun, frekuensi distribusi Raskin yang diterima oleh RTS-PM

berkisar antara 1 kali hingga 10 kali.

Gambar 12. Distribusi Wilayah PemantauanMenurut Frekuensi Penyaluran Beras

Sumber: TNP2K-LP3ES

Tidak rutin(beberapa

bulan)

54% 46%

Rutin(setiap bulan)

Page 37: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

21 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Kriteria ketepatan harga tercapai jika RTS-PM membayar HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah di titik distribusi (TD). Pemerintah menetapkan HTR

sebesar Rp1.000/kg sebelum tahun 2008 dan sejak tahun 2008 sampai saat ini

sebesar Rp1.600/kg. Berdasarkan hal ini, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15 dan

Tabel 8 menunjukkan bahwa kriteria ketepatan harga tidak pernah tercapai dalam

Program Raskin karena masih terjadi deviasi harga. Rumah tangga penerima Raskin

harus membayar harga lebih tinggi dari HTR.

Sumber: Susenas (BPS), diolah.

2010

2013

Nasional 2010

Nasional 2013

Gambar 13. Rata-rata Rupiah per Kilogram yang Dibayar untuk Membeli Raskin Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013

2500

3000

1500

500

2000

1000

0%Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi NTB, NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Papua

2.08

7

2.02

0

2.36

4

1.93

6

1.90

5

2.20

8

2.30

2

2.53

5

2.01

5

2.04

0

2.262

2.031

Pada 2010 dan 2013, secara nasional rumah tangga yang mendapatkan Raskin harus

membayar sekitar 26 persen dan 41 persen lebih tinggi dari HTR. Ketidaktepatan

harga ini mempunyai variasi cukup tinggi antar daerah. Di Kalimantan, pada 2010

dan 2013 deviasi harganya mencapai 48 persen dan 58 persen, merupakan yang

tertinggi dibandingkan daerah lainnya. Daerah yang mempunyai deviasi harga

terendah adalah Sulawesi, yakni 21 persen pada 2010 dan 26 persen pada 2013.

TINGGINYA HARGA TEBUS

Page 38: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

22 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Deviasi harga Raskin mempunyai beberapa faktor penyebab, dan salah satunya

adalah variasi lokasi titik distribusi dan titik bagi. Kajian internal TNP2K menunjukkan

bahwa di wilayah Pulau Jawa deviasi harga relatif kecil jika lokasi titik bagi berada

di kantor kepala desa/lurah dibanding alternatif titik bagi lainnya. Hal sebaliknya

terjadi di luar Jawa. Deviasi harga yang relatif kecil terjadi pada lokasi titik bagi

yang berada di luar kantor/rumah kepala desa/lurah dan rumah kepala dusun.

Namun demikian, Gambar 14 menunjukkan bahwa secara umum deviasi harga

di Jawa lebih tinggi daripada wilayah luar Jawa.

Gambar 14. Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan menurut Titik Bagi, 2012

Sumber: TNP2K (2012)

Jawa Luar Jawa

Kantor kepala desa/kelurahan Kantor kepala dusun/RT/RW LainnyaRumah kepala desa/lurah

2.011 1.708 2.066 2.063 1.876 2.321 1.6552.103

Meskipun secara rata-rata terjadi deviasi harga Raskin, tidak berarti tidak ada daerah

yang mampu mencapai kriteria tepat harga. Pemantauan TNP2K yang bekerjasama

dengan LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil daerah mampu mewujudkan

kriteria tepat harga. Dari 220 desa yang menjadi wilayah kajian, 29 persen diantaranya

menjual Raskin sesuai HTR. Desa sampel lainnya yang menetapkan HTR pada

kisaran Rp1.600–2.000/kg sebanyak 39 persen dan HTR lebih dari Rp2.000/kg sebesar

29 persen.

Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-Nusa Tenggara Maluku-Papua Rata-rata

2.032 1.949 2.161 1.824 1.743 2.027 1.950

2.1462.0342.4061.9841.8732.5262.063

2.086 2.020 2.362 1.936 1.811 2.280 2.029

2.1592.0702.4902.0051.8972.4362.089

2.2082.3062.5352.0151.9562.2392.263

Wilayah 2009 20112010 2012 2013

Sumber: Susenas (BPS), diolah.

Tabel 8. Perbedaan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Daerah, 2009–2014

Page 39: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

23 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Penjelasan mengenai terjadinya deviasi harga dan variasinya antar daerah dan

antar lokasi titik distribusi/titik bagi tidak terlepas dari adanya penetapan biaya-

biaya tambahan sesuai dengan mekanisme di tingkat lokal. Salah satunya berupa

biaya pungut yang dibebankan kepada rumah tangga penerima manfaat. Kajian

internal oleh TNP2K menunjukkan biaya pungut tersebut sekitar 30 persen dari HTR.

Di Jawa jumlahnya rata-rata sebesar Rp445/kg dan di Luar Jawa sekitar Rp483/kg.

Dari seluruh desa wilayah studi, terdapat 15 persen desa sampel di Jawa dan 8 persen

di Luar Jawa yang mengenakan biaya pungut dalam pengelolaan Raskin.

Gambar 16. Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari Penerima Raskin12, 2012

Sumber: TNP2K (2012)

15%23%

Memungut biaya Tidak memungut biaya Tidak tahu

Jawa Luar Jawa

77%

8%15%

63%

12 Biaya pungut merupakan biaya yang dibebankan kepada penerima Raskin untuk honor petugas yang mengurus pendistribusian beras Raskin di tingkat desa/kelurahan, honor petugas penimbangan, buruh bongkar beras dan pembelian kantong plastik.

Gambar 15. Perbandingan Harga Tebus Raskin di Wilayah Pemantauan

Sumber: TNP2K-LP3ES (2012)

Harga di atasRp2.000 Harga Rp1.600

29% 32%

Harga Rp1.600–2.000

39%

Page 40: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

24 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 17. Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi, Jawa dan Luar Jawa, 2012

Sumber: TNP2K (2012)

Tidakmembayar

50%

Tidak tahu5%

Wilayah Jawa Wilayah luar Jawa

Tidak tahu4%

Membayar13%

Membayar

45%Tidak membayar

83%

Tabel 9. Perbedaan Harga Ketetapan Raskin di Titik Distribusi dan Harga yang Dibayar Penerima menurut Kelompok Pengeluaran, 2004–2014

1.899

1.978

2.023

2.051

2.265

1.944

2.041

2.062

2.083

2.239

1.931

2.027

2.049

2.072

2.334

1.976

2.036

2.088

2.111

2.216

2.030

2.096

2.165

2.177

2.323

1.930

1.991

2.026

2.048

2.211

1.977

2.035

2.066

2.094

2.308

1.930

2.030

2.037

2.069

2.201

2.021

2.085

2.142

2.156

2.311

2.063

2.132

2.156

2.207

2.279

1.950

2.029

2.063

2.089

2.263

Kelompok Pengeluaran

1 53 7 92 64 8 10 Rata-rata

Sumber: Susenas, disusun kembali

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Selain biaya pungut, penerima Raskin juga harus menanggung tambahan biaya

transportasi pendistribusian beras. Tambahan biaya ini adalah untuk mendistribusikan

beras dari titik distribusi ke ke tingkat rumah tangga. Kajian TNP2K menunjukkan

45 persen desa/kelurahan sampel di Jawa dan 13 persen sampel di luar Jawa

mengenakan biaya transportasi untuk keperluan transportasi tersebut.

Beras untuk program Raskin adalah beras dengan kualitas medium, berkondisi baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas beras pembelian pemerintah dan standar beras impor Perum BULOG. Secara teknis persyaratan

RENDAHNYA KUALITAS BERAS

Page 41: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

25 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 17. Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi, Jawa dan Luar Jawa, 2012

Gambar 18. Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Kualitas Beras yang Disalurkan Jawa dan Luar Jawa, 2012

Sumber: TNP2K-LP3ES

beras Raskin antara lain kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum

20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen

(Inpres No. 3/2012). Jika beras Raskin tidak sesuai dengan kualitas tersebut, maka

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan atau Pelaksana Distribusi atau RTS-PM berhak

menolak dan mengembalikannya kepada Satuan Kerja (Satker) Raskin untuk diganti

dengan kualitas yang sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

Pada periode tertentu kualitasnya tidak konsisten, kadang baik kadang buruk. Hasil kajian oleh SMERU, lembaga penelitian lain dan berita media massa

menyatakan bahwa kualitas beras Raskin tidak selalu memenuhi ketetapan standar

kualitas. Meskipun sebenarnya rumah tangga penerima Raskin tidak sepenuhnya puas

dengan kualitas beras, namun umumnya mereka dapat menerimanya. Menurut

mereka kualitas beras yang tidak selalu baik merupakan konsekuensi dari harga

beras yang lebih murah dibandingkan dengan harga pasar.

Persoalan kualitas beras yang tidak selalu tepat mutu juga masih terjadi hingga saat

ini. Hasil pemantauan internal kerjasama TNP2K dengan LP3ES menunjukkan bahwa

pada sebagian wilayah masih ditemukan kualitas beras Raskin yang tidak sesuai

ketentuan. Dari 220 desa yang menjadi wilayah sampel pemantauan, hanya 37,7

persen desa yang beras Raskinnya tepat mutu, sedangkan 62,3 persen jumlah desa

sisanya menerima beras Raskin dengan kualitas yang kurang sesuai. Bahkan beberapa

diantaranya yang tidak layak konsumsi, karena berbau, berwarna dan berkutu.

Pecah, berbau,berwarna dan

berkutu

Baik

62,28%

37,72%

Page 42: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

26 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Ketepatan administrasi yang menjadi tolok ukur efektivitas program Raskin adalah pembuatan pelaksanaan administrasi dilakukan secara benar, lengkap dan tepat waktu. Pada aspek ini, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pem-

bangunan (BPKP) belum pernah memberikan nilai negatif dalam pelaksanaan program

Raskin. Kriteria ketepatan administrasi program Raskin merupakan bagian integral dari

mekanisme monitoring dan evaluasi internal program Raskin. Berbagai permasalahan

pelaksanaan Raskin yang terjadi hingga saat ini sepertinya mengindikasikan bahwa

ketepatan administrasi dan pelaporannya hanya sebagai formalitas kelengkapan

program.

Sistem pelaporan Raskin yang berjenjang sebenarnya memberikan nilai tambah dalam aspek pengawasan pada ruang lingkup yang lebih kecil. Mekanisme

demikian seharusnya menjadikan aspek administratif program dapat mendukung

kinerja pelaksanaan program agar menjadi lebih baik. Namun demikian, aspek

administratif dapat dikatakan berdiri sendiri dan belum difungsikan sebagai mekanisme

monitoring dan evaluasi dalam kerangka mendukung peningkatan kinerja program

Raskin.

Selain itu, mekanisme pelaporan yang berlangsung saat ini memiliki jeda waktu

yang cukup lama, yakni tiga bulan. Hal ini dapat menghambat penyelesaian masalah

yang memerlukan penanganan cepat. Untuk itu perlu penyesuaian sistem pelaporan

Raskin pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi menjadi laporan

perkembangan bulanan sesuai dengan penyaluran Raskin yang berlangsung setiap

bulan.

Sistem pelaporan BULOG secara mingguan dan bulanan merupakan rujukan potensial dalam pengembangan sistem pelaporan Raskin di masa yang men-datang. Sistem pelaporan administratif yang cepat dan akurat (real time) dapat dilaku-

kan, misalnya, mengetahui daerah mana saja yang mengalami kelambatan penyaluran,

daerah mana saja yang kualitas berasnya buruk dan sebagainya. Real-time reporting

sebagai bagian dari pengawasan pelaksanaan program, dapat difungsikan sebagai

instrumen monitoring dan evaluasi.

FORMALITAS ADMINISTRASI

Page 43: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

27 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

3 ....................

Perbaikan dalam PelaksanaanProgram

Page 44: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

28 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pemerintah telah mencoba berbagai langkah perbaikan untuk lebih mening-katkan efektivitas pelaksanaan program Raskin. Antara lain meliputi dengan

penggunaaan BDT untuk penentuan sasaran, penerbitan Kartu Perlindungan

Sosial (KPS), pemutakhiran kepesertaan di tingkat lokal, pelibatan pemerintah daerah

dalam distribusi program, lelang pelaksana di titik distribusi, ekstensifikasi sosialisasi

kepada masyarakat khususnya penerima manfaat serta penanganan keluhan sebagai

bagian dari pengawasan, pemantauan dan evaluasi program. Keseluruhan aspek

perbaikan tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin

agar sesuai dengan tujuan awal program.

Gambar 19. Penyaluran Raskin Bulan Ke-13, 14 dan 15 Tahun 2013

Sumber: Bappenas (2013)Catatan: *Kebijakan penyesuaian harga BBM di implementasikan pada 22 Juni 2013

Mei Juni* Juli Agst Sept Okt Nov Des

15 kg 15 kg 15 kg 15 kg 15 kg20 kg 20 kg 20 kg

Antisipasi Kenaikan BBM

Antisipasi Lebaran

Antisipasi Paceklik

Sejak pertengahan 2012 pemerintah menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) untuk

menentukan sasaran RTS-PM. Perubahan kondisi sosial ekonomi pada tingkat rumah

tangga menjadi pertimbangan penting dalam pemutakhiran kepesertaan. BDT yang

menggunakan sumber data PPLS 2011 menjadi lebih representatif menggambarkan

kondisi terkini karena PPLS 2011 merupakan data yang paling mutakhir saat ini. Langkah

ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan ketepatan sasaran program Raskin.

PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU

Kotak 2. Sekilas Tentang Basis Data Terpadu (BDT)

Prasyarat utama terwujudnya unifikasi sistem penetapan sasaran adalah

tersedianya suatu basis data nasional yang berisikan informasi karekteristik

individu dan/atau rumah tangga yang potensial menjadi sasaran penerima

manfaat program. Data demikian merupakan referensi bagi program

perlindungan sosial dalam menentukan peserta program. Berdasarkan

pemikiran ini maka TNP2K mengambil inisiatif untuk membangun basis data

perlindungan sosial yang selanjutnya disebut sebagai Basis Data Terpadu

(BDT). Secara umum proses PPLS dapat dilihat dalam Gambar 20.

Page 45: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

29 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 20. Proses Dasar Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial

Sumber: TNP2K

Pre-list Rumah Tangga

(Berdasarkanpeta kemiskinanyang berasal dari

data SensusPenduduk 2010)

Daftar awalrumah tangga

Disurvei padaPPLS 2011

+

+

+

Verifikasi keberadaan rumah tangga

oleh pemimpin lokal

Konsultasi denganrumah tangga miskin

Penyisiran

Langkah penting pertama dalam rangka membangun BDT adalah kegiatan

pendataan tingkat rumah tangga untuk mengumpulkan informasi tentang

keberadaan individu atau rumah tangga beserta kondisi sosial ekonominya.

Sebelumnya Indonesia telah memiliki pengalaman pendataan rumah tangga

untuk kebutuhan penetapan sasaran program. Pada 2005 BPS melaksanakan

kegiatan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 yang hasilnya digunakan

untuk penetapan sasaran rumah tangga penerima program Bantuan

Langsung Tunai (BLT) 2005 dan program BLT 2008. Pendataan serupa kembali

dilakukan pada 2008 dengan nama Pendataan Program Perlindungan

Sosial (PPLS) 2008 yang digunakan sebagai basis sasaran PKH dan program

nasional lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa langkah awal

pembangunan BDT telah mulai sejak 2005. Namun, pada saat itu belum

terdapat dukungan dan dorongan yang kuat untuk menjadikan hasil PSE

2005 atau PPLS 2008 sebagai basis penetapan program perlindungan sosial.

Gambar 21. Proses Dasar Pembangunan Basis Data Terpadu

Sumber: TNP2K

Pengumpulan data (PPLS 2011) BPS

Analisis data dan pengembangan model PMT TNP2K

Basis Data Terpadu

Page 46: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

30 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

TNP2K berperan penting dalam mengkoordinasikan seluruh elemen

dan upaya yang diperlukan dalam pembangunan BDT. Diawali dengan

kegiatan PPLS 2011 yang didesain sebagai sumber data BDT. Dalam rangka

memastikan pendataan dilakukan dengan metode yang paling tepat dan

sesuai dengan konteks Indonesia, TNP2K bekerja sama dengan Bank Dunia

dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL). Bersama dengan kedua

lembaga tersebut, TNP2K melakukan serangkaian eksperimen dan pene-

litian di beberapa daerah untuk menguji beberapa metode penetapan

sasaran. Hasil studi menunjukkan bahwa metode Proxy Means Test (PMT) memberikan hasil yang relatif lebih akurat dibandingkan dengan metode

lain dan masyarakat memiliki kemampuan lebih dalam mengidentifikasi

mereka yang paling miskin di masing-masing lingkungannya.

Gambar 22. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran menurut Metode Penetapan Sasaran

30%

35%

15%

5%

25%

10%

0%Metode

3033,1

Esti

mas

i Kes

alah

an P

enet

apan

Sas

aran

(%)

PMT Komunitas

60%

20%

80%

40%

0%

Desil

Pers

enta

se d

esil

terp

ilih

(%)

1 53 7 92 64 8 10

PMT Komunitas

Sumber: TNP2K

Sumber: TNP2K

Gambar 23. Persentase Desil Terpilih dari menurut Metode Penetapan Sasaran

Page 47: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

31 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Rekomendasi dari rangkaian studi tersebut turut menjadi masukan penting

dalam inovasi perbaikan mekanisme pendataan PPLS 2011 oleh Badan Pusat

Statistik (BPS).

Beberapa inovasi berdasarkan kajian tersebut dimasukkan TNP2K dalam

PPLS 2011 yang meliputi:

1. Penambahan cakupan rumah tangga yang didata yaitu sekitar 45 persen

penduduk Indonesia, jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan

29 persen penduduk yang didata dalam PPLS 2008.

2. Pemanfaatan data Sensus Penduduk 2010 yang diolah lebih lanjut

dengan metode Poverty Map sebagai referensi dalam menyusun daftar

awal rumah tangga yang akan didata dalam PPLS 2011.

3. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin untuk mengidentifikasi

rumah tangga miskin yang belum terdata.

4. Penambahan variabel karakteristik individu dan rumah tangga sehingga

menjadi lebih baik dalam memprediksi kondisi sosial-ekonomi rumah

tangga dan lebih dapat mengakomodasi kebutuhan program.

Setelah data rumah tangga dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis

untuk memperoleh estimasi kondisi sosial ekonomi dari masing-masing

rumah tangga. Inovasi penting yang terjadi pada tahap ini adalah perbaikan

pada model estimasi Proxy Means Tests (PMT) yang digunakan. Perbaikan

tersebut meliputi penambahan dan pemilihan variabel prediksi kondisi

sosial-ekonomi. Selain itu, model PMT yang digunakan disesuaikan dengan

kondisi masing-masing kabupaten/kota atau dengan kata lain terdapat

model yang spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hasil estimasi dengan

menggunakan PMT tersebut memungkinkan untuk selanjutnya dilakukan

perangkingan rumah tangga berdasarkan kondisi sosial ekonominya. Dari

hasil perangkingan tersebut, kemudian dipilih 40 persen rumah tangga

dengan kondisi sosial ekonomi terendah, atau sekitar 25 juta rumah tangga

dengan 96 juta individu, untuk diturutsertakan dalam Basis Data Terpadu

yang akan dikelola oleh Sekretariat TNP2K.

Hingga pelaksanaan tahun 2014, program Raskin memanfaatkan BDT untuk

menentukan perubahan kepesertaan program sebanyak dua kali. Pada pelaksanaan

program tahun 2012 semester kedua tercatat sejumlah 17.488.007 rumah tangga

yang di ambil dari BDT untuk dijadikan DPM program yang sedang berjalan di tahun

tersebut. Sedangkan pada pelaksanaan program tahun 2013–2014, sejumlah 15.530.897

Page 48: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

32 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

rumah tangga diambil dari BDT untuk dijadikan sebagai DPM program di tahun tersebut.

Perubahan jumlah total kepesertaan tersebut didasarkan pada pertimbangan tingkat

kemiskinan nasional yang semakin menurun serta ketersedian anggaran program

dalam APBN yang hanya mampu mencakup sekitar 15,5 juta rumah tangga.

Pemanfaatan BDT sebagai acuan kepesertaan program tahun 2012–2014 menentukan besaran alokasi berikut daftar rumah tangga pada masing-masing wilayah. Penentuan alokasi dengan menggunakan BDT dilakukan sampai dengan

total alokasi pada masing-masing desa/kelurahan. Daftar rumah tangga sasaran

program ditentukan pula dengan menggunakan informasi rumah tangga yang

tersedia dalam BDT dan diupayakan mampu merepresentasikan kondisi kemiskinan

di masing-masing wilayah. Ilustrasi mengenai bentuk DPM yang disampaikan hingga

ke tingkat desa/kelurahan dapat dilihat pada lampiran.

Dengan pemanfaatan BDT diperkirakan pencapaian ketepatan sasaran menghasilkan dampak yang cukup positif meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa aspek. Mengacu pada hasil studi yang dilakukan secara internal,

penggunaan hasil pendataan dalam menentukan sasaran program mampu

meningkatkan ketepatan sasaran. Hal ini juga tercermin dari semakin menurunnya

rasio antara total rumah tangga penerima program dibandingkan dengan total rumah

tangga sasaran program. Selain itu, program yang diterima oleh kelompok rumah

tangga berpenghasilan rendah cenderung meningkat dibandingkan dengan periode

penggunaan hasil pendataan periode sebelumnya.

Namun demikian, terdapat beberapa hal yang masih menjadi kekurangan BDT sebagai

acuan penentuan sasaran, antara lain pemutakhiran rumah tangga sasaran tidak

secara langsung dapat diakomodasi dalam sistem BDT, sehingga berdampak pada

pemutakhiran kepesertaan untuk periode selanjutnya. Selain itu, proses pemutakhiran

kepesertaan yang mengacu pada hasil pendataan dihadapkan pada keluhan pemerintah

provinsi. Pada tahun 2012, pemerintah provinsi mengeluhkan penurunan alokasi

yang terjadi di wilayahnya. Meskipun secara nasional tidak mengalami perubahan,

distribusi alokasi Raskin pada masing-masing provinsi mengalami banyak perubahan.

Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 10, terjadi perubahan alokasi program Raskin

antara tahun 2011 yang menggunakan acuan PPLS 2008 dengan pelaksanaan Juni–

Desember 2012 yang menggunakan acuan BDT. Perubahan cukup signifikan terjadi

pada alokasi Raskin untuk Provinsi Kalimantan Tengah yang menurun sekitar 37 persen,

sedangkan peningkatan cukup signifikan terjadi pada alokasi Raskin untuk Provinsi DI

Yogyakarta sebesar 69 persen. Secara umum, peningkatan alokasi Raskin sebagian

besar terjadi di Pulau Jawa, sedangkan penurunan alokasi secara merata terjadi di

luar Pulau Jawa. Kondisi ini menyebabkan banyaknya keluhan dari pemerintah daerah

Page 49: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

33 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

setempat, meskipun pada dasarnya alokasi Raskin untuk tahun 2012 dengan RTS-PM

yang baru dapat dikatakan lebih mencerminkan kondisi terkini. Keluhan yang sama

juga disampaikan oleh pemerintahan kabupaten/kota, kecamatan hingga pemerintah

desa, bahkan ada daerah yang sempat menolaknya. Persoalan ini muncul karena

pemerintah daerah kurang mendapatkan sosialisasi dari pelaksana program, baik di

tingkat pusat maupun daerah.

Di tingkat pelaksanaan, pemutakhiran kepesertaan juga dilakukan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dan meminimalkan inclusion error maupun exclusion error. Selain itu juga untuk mengakomodasi keluhan-keluhan pada periode

pelaksanaan sebelumnya. Perubahan penting dalam pelaksanaan tahun 2013 adalah

penerapan negative list serta perubahan kepesertaan di tingkat desa dan kecamatan.

Penerapan negative list diberlakukan pada database BDT untuk menentukan prioritas

dalam mengeluarkan RTS-PM 2012 dari daftar yang disusun untuk periode 2013.

PEMUTAKHIRAN KEPESERTAAN DI TINGKAT LOKAL

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung

Kep. Riau

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Jawa Timur

Banten

Bali

529.752

838.363

257.438

253.750

133.137

596.942

120.602

739.994

28.408

74.601

180.660

2.840.534

2.888.361

201.628

3.079.822

629.318

134.804

356.720

746.220

275.431

227.656

162.779

419.579

121.574

573.954

41.635

64.732

226.462

2.615.790

2.482.157

288.391

2.857.469

526.178

151.924

368.512

792.166

276.815

241.673

174.095

459.561

125.593

617.819

43.370

67.429

256.469

3.114.036

2.937.464

341.291

3.401.749

585.944

180.862

Nama Provinsi Nama Provinsi2011 20112013 20132012 2012

Sumber: TNP2K (2012)

Tabel 10. Perbandingan Alokasi Raskin menurut Provinsi, 2011–2013

NTB

NTT

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

Papua Barat

Papua

Nasional

559.280

553.770

346.675

138.341

169.419

188.997

115.795

159.126

514.120

253.157

70.517

90.573

144.336

56.260

112.093

487.434

17.488.007

471.566

421.799

233.922

83.711

161.592

147.718

161.089

201.239

484.617

158.716

89.918

75.453

119.825

55.531

90.547

435.003

15.530.897

483.162

425.201

241.655

86.478

169.739

159.008

162.612

210.501

506.922

166.021

94.056

78.926

122.897

56.955

92.869

446.157

17.488.007

Page 50: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

34 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Skema negative list adalah sebuah metode untuk memberikan penanda terhadap rumah tangga di dalam BDT. Metode ini relatif umum diterapkan pada berbagai jenis

basis data. Dalam penerapannya, negative list menerapkan kondisionalitas dengan

kriteria semakin banyak catatan negatif pada suatu rumah tangga maka semakin besar

kemungkinan rumah tangga tersebut untuk dicoret. Beberapa kriteria negative list yang diterapkan dalam BDT antara lain meliputi: (i) Kepala rumah tangga yang bekerja

sebagai PNS/POLRI/TNI/BUMN/BUMD/Anggota Legislatif, (ii) Kepala rumah tangga

tercatat sebagai lulusan S2/S3, dan (iii) Kepemilikan aset rumah tangga berupa mobil.

Dari seluruh RTS-PM Raskin diperoleh 103.483 rumah tangga yang masuk ke dalam

daftar negatif dari RTS-PM 2012 (0,6 persen). Daftar negatif ini kemudian dijadikan

sebagai bagian dari instrumen pemutakhiran kepesertaan.

Selain perubahan kepesertaan menggunakan skema negative list, untuk mengakomodasi perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga juga diterapkan pemutakhiran dalam batas pagu yang telah ditetapkan sejak pelaksanaan Juni–Desember 2012. Perubahan tersebut ditujukan untuk meng-

akomodasi RTS-PM yang terdapat dalam DPM Juni–Desember 2012 namun tidak

memenuhi syarat sebagai penerima manfaat yang diindikasikan oleh: (i) telah

pindah alamat ke luar desa/kelurahan, (ii) telah meninggal dan seluruh anggota

rumah tangga sudah meninggal. Kondisi ini sebagian besar berlaku bagi anggota

rumah tangga tunggal, (iii) tercatat lebih dari satu kali atau duplikasi rumah tangga

dalam DPM, atau (iv) rumah tangga dianggap lebih mampu secara ekonomi jika

dibandingkan dengan rumah tangga di luar RTS-PM.

Mekanisme yang diberlakukan dalam perubahan kepesertaan program di tingkat

desa dan kelurahan adalah berdasarkan musyawarah mufakat di tingkat lingkungan

yang kemudian disebut dengan musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel).

Dalam melakukan pemutakhiran kepesertaan, prioritas pengganti ditentukan

dengan mempertimbangkan: (i) memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih besar,

(ii) kepala rumah tangganya perempuan, (iii) kondisi fisik rumahnya kurang layak

huni, dan/atau (iv) berpenghasilan lebih rendah dan tidak tetap. Perubahan ini tidak

diperkenankan melebihi jumlah RTS-PM di desa/kelurahan bersangkutan. Selanjutnya,

dalam musdes/muskel diterbitkan kembali Form Rekapitulasi Pengganti (FRP) yang

dilakukan oleh kepala desa/lurah dengan mencatat data RTS-PM pengganti dalam

FRP. Selanjutnya FRP diserahkan secara berjenjang dari pelaksana distribusi Raskin

di tingkat desa/kelurahan kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota untuk

kemudian dikirimkan kembali ke TNP2K. Ilustrasi terkait dengan FRP dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Meskipun pemutakhiran kepesertaan telah dilakukan di tingkat pelaksanaan,

Page 51: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

35 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 24. Proporsi Desa yang Melakukan Pemutakhiran Kepesertaan

Dibagi rata Musyawarah

23% 22%

Tidak ada penggantian

26%

Diputuskan desa

Diputuskan Kadus, RW-RT

15%

14%Sumber: TNP2K-LP3ES, 2012

namun kebijakan pelaksana program di tingkat pusat memberikan prasyarat sebagai persetujuan pemutakhiran. Prasyarat penentuan rumah tangga pengganti

tersebut mencakup dua hal berikut: (i) Rumah tangga pengganti ditentukan dari

BDT, bukan dari usulan rumah tangga pengganti yang dicakup di dalam FRP. Hal ini

dilakukan untuk menjamin keterbandingan kondisi sosial-ekonomi dengan rumah

tangga yang dikeluarkan berikut dengan konsistensi estimasi pemeringkatan dan

(ii) Desa di dalam BDT yang tercakup dalam program ditentukan untuk memiliki

minimal lima RTS-PM setelah proses penggantian dilakukan untuk mengakomodasi

pertimbangan logistik.

Pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan legal untuk dilakukan, namun demikian tidak seluruh wilayah di Indonesia melakukan pemutakhiran kepesertaan program Raskin. Pada sebagian wilayah menunjukkan masih

berlakunya sistem pembagian merata. Dari kajian pemantauan terhadap pelaksanaan

yang dilakukan oleh TNP2K bekerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya sekitar

22 persen desa yang melakukan pemutakhiran melalui mekanisme musyawarah

di lingkungannya, sebagian yang lainnya diputuskan melalui pemerintah desa dan

diputuskan oleh kepala dusun dan RT-RW masing-masing sebesar 15 persen dan

14 persen. Bahkan untuk 23 persen desa diantaranya masih melakukan mekanisme

pembagian merata kapada rumah tangga di wilayahnya. Sedangkan desa yang tidak

melakukan penggantian kepesertaan sekitar 26 persen. Kajian tersebut mencakup

220 sampel dengan mekanisme treatment menggunakan instrumen kartu di 110 desa

dan sebagai control di 110 desa tanpa perlakuan apapun atau sesuai mekanisme yang

biasa berlaku di wilayahnya (Gambar 24).

Page 52: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

36 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Laporan yang diterima dari hasil kompilasi terhadap FRP menunjukkan hanya sebagian

kecil penggantian yang dilakukan terhadap DPM sebagai RTS-PM tahun 2012. Hasil

pemutakhiran melalui musdes/muskel tersebut menunjukkan daftar rumah tangga

dilaporkan pindah dan/atau meninggal seluruhnya oleh FRP 2012 adalah sebesar

18.922 RTS-PM, atau 0,1 persen.

Perubahan mekanisme pemutakhiran di tingkat lokal dilakukan setelah diterbitkan

KPS sebagai instrumen program perlindungan sosial. Mekanisme yang dilakukan tetap

dengan menyelenggarakan musdes/muskel namun output yang dihasilkan dalam

musyawarah tersebut berupa Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM).

Penerbitan SKRTM ditujukan untuk menyetarakan rumah tangga sasaran dengan

pemegang KPS. Selanjutnya pemegang SKRTM akan diberikan kembali KPS sesuai

dengan jangka waktu yang ditentukan. Sebelum KPS diterima oleh rumah tangga

pengganti, SKRTM dapat dipergunakan dengan fungsi dan hak yang sama dengan KPS.

Hasil Musdes/Muskel yang disahkan

oleh Kepala Desa/Kelurahan dan

diketahui Camat diserahkan TKSK

ke Kantor Pos Kecamatan terdekat

Musyawarah Desa/Kelurahan

Kepala Desa/Lurah melaksanakan

Musdes/Muskel menentukan rumah

tangga yang diganti dan pengganti

2 3 1 Daftar (rekap) rumah tangga

pengganti di entry

di Kantor Pos Pemeriksa (KPRK)

di kabupaten/kota atau provinsi

Mengeluarkan SK terkait data nama dan

alamat KPS pengganti

Data nama dan alamat KPS pengganti

PT. Pos mencetak dan mengirimkan KPS kepada RT Pengganti

Rekap RT pengganti

seluruh Indonesia

Gambar 25. Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada Kartu Perlindungan Sosial

4 5 6

7 8 KPS

KPS

Kartu yang terkirim diterima

Rumah Tangga Sasaran (RTS)

Atau mendapat

SKRTM 8a 8b

Sumber: TNP2K (2013)

Page 53: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

37 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Upaya perbaikan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dalam program-program perlindungan sosial adalah penerbitan Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Penerbitan KPS merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam Percepatan

Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S) yang merupakan paket kompensasi

penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan tahun 2013.

Beberapa paket program yang merupakan kompensasi penyesuaian BBM diantaranya

adalah tambahan manfaat program Raskin, tambahan manfaat Bantuan Siswa Miskin

(BSM), tambahan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung

Sementara Masyarakat (BLSM). Berkaitan dengan paket program tersebut, KPS

merupakan instrumen yang digunakan untuk mendukung implementasi di lapangan.

PENERBITAN KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL

Terdapat beberapa pertimbangan dalam penerbitan KPS sebagai instrumen untuk

meningkatkan ketepatan sasaran program. Pertama, sebagai penanda identitas bagi

rumah tangga penerima manfaat dari program-program perlindungan sosial yang

terdiri dari: Raskin, BSM dan BLSM. Kedua, mendorong komplementaritas program

bantuan sosial. Ketiga, memfasilitasi pemda dalam merancang dan menyalurkan

program daerah sehingga lebih tepat sasaran. Keempat, meningkatkan pengetahuan

masyarakat terkait dengan program-program perlindungan sosial, terutama bagi

rumah tangga penerima manfaat program.

Kebijakan subsidi pangan melalui program Raskin memperoleh dampak positif berkaitan dengan penerbitan KPS ini. Dengan menggunakan KPS, diharapkan

mampu meningkatkan ketepatan sasaran program serta berkurangnya pembagian

program pada rumah tangga non sasaran. Terdapat sejumlah ketentuan umum sebagai

mekanisme baku dalam pemanfaatan KPS untuk memperoleh manfaat program

Raskin, yaitu: (i) Rumah tangga pemegang KPS merupakan penerima manfaat program

Raskin, BSM dan BLSM, (ii) Rumah tangga pemegang KPS menunjukkan kartu pada

petugas distribusi di titik distribusi Raskin sebagai identifikasi awal penerima manfaat

Gambar 26. Ilustrasi Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Sumber: TNP2K (2013)

Gambar 25. Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada Kartu Perlindungan Sosial

Page 54: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

38 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

program dan (iii) Rumah tangga pemegang KPS dapat menebus beras sejumlah

15 kg/bulan dengan harga Rp1.600 atau sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Dengan kata lain, hanya pemegang KPS yang memiliki hak sepenuhnya

sebagai penerima manfaat program Raskin.

Gambar 27. Ilustrasi Penggunaan KPS untuk Program Raskin

KPS sebagai instrumen penting dalam pelaksanaan program di lapangan masih menghadapi tantangan yang relatif berat dimana KPS sebagai alat bukti pengambilan manfaat belum dapat diimplementasikan dengan baik. Belum efektifnya upaya sosialisasi, keterbatasan pengawasan, dan keterbatasan

dukungan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah dan pelaksana program

menjadi penyebab kurang berhasilnya pemanfaatan KPS. Hanya sebagian kecil

pelaksana distribusi di tingkat desa/kelurahan yang memanfaatkan KPS sebagai

instrumen penebusan beras. Selain itu, minimnya upaya pengawasan oleh pemerintah

melalui Tim Koordinasi Raskin dan pelaksana program di lapangan berkontribusi

terhadap rendahnya efektivitas pemanfaatan kartu. Hal ini berimplikasi pada belum

tercapainya prinsip-prinsip ketepatan sasaran dalam program.

Sumber: TNP2K (2013)

Rumah Tangga

sasaran menerima

Kartu PerlindunganSosial

dari

PT. Pos Indonesia

dan/atau

aparat desa/

kelurahan

Rumah Tangga

Sasaran

mengambil

Raskin di Titik bagi

dengan

menunjukkan

Kartu Perlindungan

Sosial atau SKRTM

Rumah Tangga

Sasaran

membawa

Kartu Perlindungan

Sosial atau

SKRTMke Titik Bagi

Rumah Tangga

Sasaran dapat

membawa

pulang 15 kg

Raskin setiap

bulannya dengan

harga tebus

Rp1.600/kg

di Titik Distribusi

1 2 3 4

Page 55: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

39 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Gambar 28. Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Kajian Penerapan Kartu

Wilayah Uji Coba Penerapan Kartu

Bukan Wilayah Uji Coba Penerapan Kartu

HargaRp1.600–2.000

Harga di atas Rp2.000

33% 48%Harga Rp1.600

57%

Harga di atas Rp2.000

10%

HargaRp1.600–2.000

45%

Harga Rp1.600

7%

Sumber: TNP2K-LP3ES, 2012

Kajian serupa juga dilakukan bekerjasama dengan J-PAL pada 572 desa di enam

kabupaten/kota, 378 desa diantaranya menerima kartu Raskin sedangkan 194 desa

tidak menerima kartu Raskin. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa sistem kartu

efektif dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, subsidi yang diterima dan

ketepatan sasaran. Dengan penerapan sistem kartu, terdapat peningkatan jumlah

beras yang diterima oleh rumah tangga sekitar 1,1–1,9 kg. Selain itu, penerapan kartu

juga meningkatkan ketepatan harga dengan indikasi selisih harga yang lebih rendah

sekitar Rp55–93/kg jika dibandingkan dengan wilayah tanpa penerapan kartu sebagai

instrumen bagi penerima manfaat program.

Sebelum penerapan KPS pada pertengahan tahun 2013, secara internal telah

dilakukan uji coba terhadap penerapan kartu di sejumlah daerah. Hasil uji coba

tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketepatan harga cenderung meningkat. Pada

daerah-daerah yang merupakan uji coba penerapan kartu, 57 persen diantaranya

menetapkan HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah, yaitu Rp1.600/kg sedangkan

sisanya menetapkan HTR lebih tinggi sekitar 43 persen. Sedangkan pada wilayah

tanpa uji coba penerapan kartu, hanya sebagian kecil desa yang menetapkan HTR

sesuai dengan ketetapan pemerintah dengan persentase sebesar 7 persen, sementara

93 persen sisanya menetapkan HTR lebih tinggi dibandingkan ketetapan pemerintah.

Page 56: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

40 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Hasil kajian secara internal maupun eksternal oleh lembaga-lembaga pene-litian maupun universitas menunjukkan deviasi HTR masih berlangsung di sejumlah wilayah. Atas dasar ini, pelibatan pemerintah daerah menjadi penting

untuk meningkatkan ketepatan harga. Salah satu langkah yang telah diambil untuk

menekan harga agar mendekati HTR adalah melibatkan pemerintah daerah dalam

menyediakan biaya angkut di daerah masing-masing. Upaya ini telah termuat dalam

Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 900/2634/SJ Tahun 2013 tentang

Pengalokasian Biaya Penyaluran Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi. Dalam

aturan tersebut terdapat dua poin penting yaitu: (i) Pemerintah daerah diminta

memberikan dukungan APBD untuk meningkatkan keberhasilan program. Anggaran

tersebut akan digunakan membiayai penyaluran beras bersubsidi dari titik distribusi

sampai ke RTS-PM. (ii) Jika anggaran yang dimaksud belum dialokasikan, pemerintah

daerah dapat mengalokasikan sebelum APBD perubahan karena tingkat urgensi

pengalokasian anggaran dikategorikan sebagai keperluan yang mendesak sesuai

dengan pasal 162 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011.

Selain dukungan pembiayaan, pemerintah daerah juga diwajibkan melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan program. Dalam aturan yang sama, pemerintah

daerah diharapkan mampu meminimalkan penyelewengan dengan mengefektifkan

PELIBATAN PEMERINTAH DAERAH

Page 57: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

41 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

unit pengaduan di daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota.

Institusi yang membidangi pemberdayaan masyarakat memegang kewenangan

penuh untuk melakukan koordinasi pengawasan.

Meskipun payung hukum secara jelas telah mengatur peran pemerintah daerah

untuk berpartisipasi dalam program, namun hanya sebagian kecil daerah yang sudah

menerapkan aturan tersebut. Kondisi ini tercermin dari hanya sebagian kecil daerah

yang telah memberikan alokasi anggaran, sehingga dampak dari kebijakan pelibatan

daerah masih sangat minim. Hal tersebut juga tercermin dari masih tingginya harga

yang harus dibayar oleh penerima manfaat yang rata-rata masih sebesar Rp2.262/kg

(2013).

Selain masalah harga, ketepatan sasaran, jumlah, waktu dan kualitas masih menghadapi

permasalahan yang sama. Kondisi ini cukup mencerminkan bahwa upaya pemerintah

pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melibatkan daerah

dalam melakukan pengawasan dan pengendalian program di tingkat daerah masih

belum optimal. Hasil kajian TNP2K bersama LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil

daerah yang telah berpartisipasi dalam upaya meningkatkan efektivitas program.

Hanya dua dari 22 daerah pemantauan yang berupaya meningkatkan ketepatan

sasaran, jumlah, harga, waktu pelaksanaan dan kualitas beras. Bentuk-bentuk

partisipasi yang telah diupayakan diantaranya melalui dukungan terhadap sosialisasi,

musyawarah di tingkat lingkungan, bantuan biaya operasional yang mencakup

pengadaan kantong dan honor petugas pelaksana.

Di samping peran pemerintah daerah yang kurang optimal, hingga saat ini masih

ditemukan beberapa daerah yang menolak mengimplementasikan program Raskin di

daerahnya. Beberapa diantaranya adalah: Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu,

Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Mentawai Provinsi

Sumatera Barat. Beberapa alasan penolakan tersebut diantaranya terkait dengan

ketepatan sasaran dan kualitas beras yang didistribusikan ke daerahnya.

PENUNJUKAN PELAKSANA DISTRIBUSI KE RUMAH TANGGA

Pelaksanaan pengadaan beras, berikut proses distribusi sampai Titik Distribusi, merupakan tanggung jawab Perum BULOG berikut dengan jajarannya di tingkat daerah. Jajaran ditingkat daerah mencakup Divisi Regional (Divre), Sub Divisi Regional

(Subdivre) dan Kantor Seksi Logistik (Kansilog). Sejak pelaksanaan Raskin tahun 2012,

pemerintah daerah melalui kepala desa/lurah/kepala pemerintahan setingkat dapat

memilih dan menetapkan salah satu dari sejumlah alternatif untuk menjadi pelaksana

distribusi beras. Tugas utama pelaksana distribusi adalah melaksanakan manajemen

Page 58: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

42 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

terhadap beras Raskin dari Titik Distribusi (TD) sampai dengan Titik Bagi (TB)13 sehingga

diterima oleh RTS-PM sesuai dengan DPM pada harga, jumlah dan waktu yang tepat.

Alternatif pelaksana distribusi terdiri dari kelompok kerja (Pokja), warung desa (wardes),

kelompok masyarakat (Pokmas), atau melalui skema padat karya Raskin14.

Dari alternatif jalur distribusi Raskin tersebut, sebagian besar pelaksanaan distribusi

masih dilakukan oleh Pokja Raskin di tingkat desa/kelurahan. Alternatif wardes,

Pokmas atau melalui skema padat karya Raskin masih belum optimal dilakukan

di tingkat pelaksanaan. Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya yang harus

dikumpulkan oleh pelaksana distribusi karena sistem pembayaran di muka yang

diterapkan oleh BULOG saat ini. Selain itu, alternatif pilihan distributor berupa wardes

memungkinkan lebih optimal jika sistem kupon yang diterapkan.

Secara internal telah dilakukan pengkajian terhadap pilihan kebijakan untuk melakukan

penunjukan pelaksana di TD. Kajian bersama dengan J-PAL pada tahun 2013–2014

merumuskan inovasi alternatif distributor dengan mekanisme lelang atau penawaran

sebagai pelaksana distribusi di tingkat desa. Kajian ini dilakukan di 572 desa, 191

desa merupakan desa dengan perlakuan khusus melakukan penawaran, 96 desa

pengawasan dengan pelaksana penyaluran melakukan sosialisasi dan 285 desa lainnya

sebagai wilayah kontrol. Hasil dari kajian tersebut menyimpulkan bahwa pilihan

kebijakan untuk dilakukan penawaran pelaksana di tingkat pelaksanaan tidak banyak

merubah efektivitas pencapaian program, baik dari aspek ketepatan sasaran, kuantitas

maupun jumlah. Sebagaimana kendala pada alternatif kebijakan selain Pokja, masalah

sistem pembayaran di muka menjadi kendala utama dalam pelaksanaan sistem

penawaran atau lelang pelaksana distribusi.

13 Titik bagi merupakan tempat atau lokasi penyerahan beras Raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada RTS-PM

14 Sistem penyaluran Raskin kepada RTS-PM yang dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat dimana para RTS-PM diwajibkan bekerja untuk meningkatkan produktivitas daerah dengan diberikan kompensasi pembayaran HPB Raskin oleh Pemerintah Daerah melalui APBD. Tidak ada keterangan lebih jelas yang bisa didapatkan mengenai skema Padat Karya Raskin, hanya keterangan “... akan diatur kemudian”.

15 Lihat: Hastuti et al (2008), LP3ES-TNP2K (2012)

EKSTENSIFIKASI SOSIALISASI PROGRAM

Ekstensifikasi kelengkapan dan metode sosialisasi dilakukan oleh TNP2K bersama dengan pelaksana program untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai program Raskin, khususnya terkait hak dan kewajiban.Berdasarkan hasil sejumlah studi15 menunjukkan masih minimnya pemahaman dan

pengetahuan RTS-PM seputar hak, kewajiban, maupun pemahaman Program Raskin

pada umumnya. Sejak pelaksanaan program tahun 2012–2014, upaya perbaikan

sosialisasi program mencakup sejumlah hal berikut: (i) Pengiriman poster DPM tingkat

desa ke seluruh desa/kelurahan di Indonesia. Langkah tersebut ditujukan untuk

Page 59: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

43 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

meningkatkan sosialisasi melalui publikasi DPM di kantor desa/kelurahan setempat

ataupun lokasi publik lainnya, (ii) Pengiriman materi panduan sosialisasi berupa Lembar

Informasi dan Sosialisasi Program Raskin di seluruh desa/kelurahan di Indonesia dan

(iii) Pemberlakuan kartu identitas penerima Raskin di daerah tertentu. Langkah ini

merupakan uji coba implementasi distribusi beras Raskin berbasis kartu yang memuat

sejumlah informasi dasar terkait hak, kewajiban, maupun pelaksanaan Program Raskin.

Peningkatan kegiatan sosialisasi juga mencakup rapat koordinasi berjenjang, diseminasi sejumlah materi cetak sosialisasi tertulis, siaran pers maupun iklan layanan masyarakat yang dipublikasikan melalui media massa seperti televisi, radio dan media cetak nasional dan lokal. Dari sisi sosialisasi kepada pemerintah

daerah, cakupan sosialisasi setidaknya telah meningkatkan pengetahuan yang

relevan dengan implementasi program Raskin berikut tujuan dan desain utama

program. Dari sisi penerima manfaat, sejumlah studi menyimpulkan bahwa tingkat

pengenalan (awareness) penerima manfaat belum meningkat secara signifikan. Salah

satu penyebabnya adalah karena dukungan yang terbatas dari pihak eksternal dalam

memberikan bentuk sosialisasi tambahan selain materi cetak tertulis.

Minimnya dampak sosialisasi terhadap pengetahuan masyarakat secara umum terhadap

program menyebabkan berlakunya informasi asimetris (asymmetric information) di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah aspek transparansi dan akuntabilitas

yang kurang diterapkan di tingkat pelaksanaan. Permasalahan informasi asimetris ini

terjadi pada hampir semua aspek yang berhubungan dengan efektivitas pelaksanaan

Page 60: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

44 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

program, diantaranya: Pertama, sebagian besar penerima manfaat di desa/kelurahan

tidak memiliki akses terhadap DPM berikut jumlah beras yang dialokasikan di wilayah

mereka, dan hanya sebagian kecil pemerintah desa melakukan sosialisasi terhadap

DPM dan kuota alokasi di wilayah setempat. Kedua, penerima manfaat tidak

mengetahui dengan pasti waktu reguler penyaluran beras, sehingga perilaku

penyaluran kepada rumah tangga di luar DPM atau penggiliran antar rumah tangga

tidak mudah diketahui. Ketiga, sebagian besar penerima manfaat program tidak

mengetahui besaran jumlah beras yang seharusnya diterima. Keempat, sebagian

besar rumah tangga tidak mengetahui dengan pasti harga yang harus dibayarkan

sesuai dengan ketentuan pemerintah berikut penyesuaian yang dilakukan oleh

pemerintah setempat sebagai tambahan biaya distribusi. Kelima, penerima manfaat

tidak mengetahui dengan pasti kualitas beras bersubsidi yang seharusnya diterima

atau membandingkannya dengan harga yang sesuai pembelian pemerintah, yaitu

kualitas medium. Keenam, pemahaman yang terbatas pada total beras bersubsidi yang

disalurkan dalam skala nasional maupun daerah. Implikasi dari hal ini adalah sulitnya

kontrol terhadap missing rice16 yang disebabkan oleh proses distribusi.

Sebagai pelajaran penting adalah sosialisasi berbasis informasi yang tanpa diimbangi dengan hubungan kepada masyarakat yang efektif belum mampu meningkatkan pengetahuan penerima manfaat maupun masyarakat secara umum tentang program. Dalam rangka peningkatan efektivitas sosialisasi terhadap

penerima manfaat, perlu dilakukan perubahan model sosialisasi dengan menambahkan

upaya berbasis sumber daya manusia. Model sosialisasi berbasis manusia tersebut

diantaranya dapat melibatkan penyuluh, fasilitator dan relawan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM).

Kajian yang dilakukan secara internal atas kerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya

sebagian wilayah pemantauan yang telah melakukan sosialisasi di wilayahnya dan

antar daerah bervariasi. Dari 220 desa wilayah pemantauan, 110 desa diantaranya telah

melakukan sosialisasi dengan berbagai bentuk. Salah satu sosialisasi yang dilakukan

adalah terkait dengan DPM sebagai representasi sasaran, termasuk diantaranya adanya

pengurangan alokasi, harga tebus per kg, jumlah beras yang berhak diterima oleh

rumah tangga sasaran, serta mekanisme penggantian kepesertaan. Dari seluruh

rangkaian sosialisasi yang dilakukan, masalah kualitas beras yang layak diterima oleh

penerima manfaat kurang memperoleh perhatian di tingkat pelaksanaan. Kajian tersebut

menyimpulkan bahwa pemerintah daerah kurang intensif dalam mengupayakan

peningkatan efektivitas pelaksanaan Raskin melalui kegiatan sosialisasi.

16 Untuk informasi mendetail, lihat Olken, 2006.

Page 61: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

45 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

PENANGANAN KELUHAN PROGRAMPenanganan pengaduan pelaksanaan program menjadi tanggung jawab tim koordinasi program di tingkat pusat maupun daerah. Dalam skema koordinasi, unit

penanganan pengaduan merupakan bagian dari Tim Koordinasi Raskin Pusat dengan

Kemendagri sebagai penanggung jawabnya. Dalam hal ini, Kemendagri menerbitkan

pedoman khusus untuk mengelola dan menangani pengaduan yang dilakukan oleh

masyarakat. Selain itu, penanganan pengaduan berada di bawah koordinasi TNP2K

jika pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat berkaitan dengan penentuan

sasaran. Di tingkat daerah, unit pengaduan berada di bawah koordinasi Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan

penanggulangan kemiskinan. Pengaduan yang berkaitan dengan pelaksanaan

program disampaikan secara berjenjang kepada sekretariat unit pengaduan,

mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan berakhir pada tim koordinasi Raskin

di tingkat pusat bersama dengan TNP2K. Pengaduan yang berkaitan dengan masalah

kualitas dan kuantitas beras disampaikan secara berjenjang kepada BULOG sampai

ke tingkatan pusat dan dilaporkan kepada Tim Koordinasi Pusat.

Sistem pengaduan dan pelaporan tidak hanya berfungsi sebagai media pena-nganan keluhan, tapi juga sebagai instrumen untuk melakukan pengawasan, pemantauan, pelacakan dan evaluasi. Dua hal penting yang dapat diakomodasi

dalam sistem pengaduan yaitu laporan yang bersifat sebagai pengaduan pelaksanaan

program dan laporan yang bersifat informasi. Koordinasi sistem penanganan aduan

Page 62: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

46 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

bersama Tim Koordinasi Raskin Pusat hanya dilakukan selama tiga bulan pertama

setelah penerapan KPS, yaitu periode Juni–Agustus 2013. Hal tersebut lebih

disebabkan oleh keterbatasan tenaga pendukung antar kementerian. Selama periode

September 2013 sampai saat ini (September 2014) sistem masih dijalankan penuh

di bawah koordinasi TNP2K dan didukung oleh UKP4.

Pengaduan terkait dengan program yang masuk ditindaklanjuti bersama antara Tim Koordinasi Raskin Pusat dan TNP2K. Dalam hal ini, pengaduan-pengaduan

yang sifatnya tidak berhubungan dengan kualitas beras dapat ditangani, sedangkan

pengaduan yang berkaitan langsung dengan kualitas secara terpisah direspons

oleh BULOG. Selama Juni 2013 hingga pertengahan Juni 2014 terdapat 11.358 total

pengaduan setelah diberlakukannya KPS, dengan 2.193 di antaranya berkaitan dengan

Raskin. Dari jumlah tersebut, sekitar 41,4 persen pengaduan telah ditanggapi, 1,5

persen dalam proses dan 57,1 persen belum ditanggapi. Program Raskin mendapatkan

pengaduan tertinggi ketiga setelah pengaduan terkait dengan program BSM dan

kepesertaan KPS.

Khusus pada kategori program Raskin, ringkasan jumlah aduan adalah berjumlah

2.193 laporan. Berdasarkan laporan tersebut, 82,4 persen diantaranya merupakan

kategori pengaduan. Kategori laporan pengaduan lebih didominasi oleh keluhan

mengenai jumlah beras yang diterima oleh masing-masing rumah tangga yaitu

sebesar 30,2 persen, sedangkan kategori ketepatan sasaran merupakan keluhan

terbesar kedua dengan proporsi sebesar 14,9 persen dari total jumlah laporan

pengaduan yang diterima. Di sisi lain, sejumlah 17,6 persen merupakan kategori laporan

permintaan informasi. Pada kategori ini, klasifikasi permintaan informasi mengenai

Tabel 11. Status Laporan KPS yang Ditangani, menurut Kategori dan Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014

Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah)

BLSMBSMJamkesmasKepesertaanPKHRaskinJumlah

1.327

611

9

2.621

80

1.253

5.901

362

3.721

8

243

16

908

5.258

78,3

13,6

52,9

91,5

83,3

57,1

51,95

21,4

82,8

47,1

8,5

16,7

41,4

46,3

1.694

4.493

17

2.865

96

2.193

11.358

5

161

0

1

0

32

199

0,3

3,6

0,0

0,0

0,0

1,5

1,75

Sub KategoriLaporan Jumlah

Status Tindak Lanjut

Jumlah Jumlah Jumlah% % %

Belum Ditanggapi Selesai DitanggapiDalam proses

Page 63: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

47 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Tabel 12. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani, Juni 2013–Juni 2014

Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah)

JENIS LAPORAN PENGADUANAduan jumlah

Aduan jumlah dan aduan harga

Aduan jumlah dan aduan sasaran

Aduan jumlah dan aduan waktu

Aduan sasaran

Aduan administrasi

Aduan harga

Aduan waktu

Aduan mutu

Dua atau lebih jenis aduan lainnya

JUMLAH LAPORAN PENGADUANPERMINTAAN INFORMASI

Info admin

Info jumlah

Info harga

Info mutu

Dua atau lebih jenis info ditanyakan

Kombinasi aduan dan info ditanyakan

JUMLAH PERMINTAAN INFORMASI

545

190

83

53

270

131

123

62

23

327

1.807

40

13

12

2

18

301

386

30,1

10,5

4,6

2,9

14,9

7,3

6,8

3,4

1,3

18,1

100

10,4

3,4

3,1

0,5

4,7

77,9

100

Sub Kategori Raskin Jumlah SMS Persentase

JUMLAH LAPORAN 2.193 100

Berdasarkan sebaran wilayah menunjukkan bahwa laporan yang berasal dari daerah-daerah di Pulau Jawa lebih mendominasi jumlah pengaduan.Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan jumlah laporan paling banyak jika

dibandingkan dengan daerah lain, yaitu sebesar 134 laporan; demikian pula dengan

Jawa Timur dan Jawa Barat dengan masing-masing laporan yang diterima sejumlah

128 dan 116 laporan. Jumlah laporan paling kecil diterima dari Provinsi Maluku Utara,

program Raskin lebih didominasi oleh informasi mengenai administrasi program,

yaitu sebesar 10,4 persen dari total permintaan informasi yang diterima. Informasi

mengenai jumlah dan harga menempati urutan kedua dan ketiga dalam klasifikasi

permintaan informasi dengan persentase masing-masing sebesar 3,4 persen dan

3,1 persen.

Page 64: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

48 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

yakni hanya satu laporan berkaitan dengan program Raskin. Adanya disparitas antar

wilayah dalam hal keluhan, pengaduan dan informasi umum terhadap program Raskin

tersebut menunjukkan bahwa upaya sosialisasi program dan mekanisme pengaduan,

keluhan dan permintaan informasi masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal ini lebih

ditujukan untuk perbaikan program di masa yang akan datang, karena laporan, keluhan

dan pengaduan ini sangat relevan digunakan sebagai bagian dari upaya memperbaiki

program, khususnya yang terkait dengan indikator pencapaian implementasi Raskin

sesuai Pedoman Umum Pelaksanaan Program, yaitu tercapainya 6T.

Gambar 29. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani menurut Provinsi, Juni 2013–Juni 2014

Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah)

Meskipun sistem pengaduan telah tersedia, namun jika ditinjau dari efek-tivitasnya sistem ini masih perlu banyak perbaikan. Sistem yang dikembangkan

masih dalam tahap identifikasi awal untuk mengetahui laporan dengan respon

sebagian besar masih di tingkat pelaksana pusat. Kondisi ini tercermin dari indikator

ketepatan capaian program yang belum sesuai harapan. Untuk tujuan perbaikan

program di masa depan, sistem pelaporan masih perlu pengembangan. Tujuannya

adalah untuk mengakomodasi ketepatan administrasi pengaduan agar tindak

lanjutnya lebih responsif hingga ke tingkat lapangan. Pengembangan sistem ini

sekaligus sebagai penilaian atas kinerja pelaksanaan program. Peran serta masyarakat,

baik penerima manfaat maupun bukan penerima manfaat sangat diperlukan untuk

mengembangkan sistem pengaduan, sehingga dampak dari pengaduan yang

dilakukan dapat dirasakan sampai ke penerima manfaat program.

Jate

ng Bali

Sulu

t

Beng

kulu

Sum

sel

NTB

Bant

en

Kep.

Bab

el

Sum

ut

Kals

el

Kalb

ar

Papu

a Ba

rat

DKI

Jak

arta

Kalte

ngNTT

Papu

a

Jatim

Ace

h

Sulte

ng

Mal

uku

Lam

pung

Kalti

m

Riau

Sultr

a

Jaba

r

Jam

bi

Sum

bar

Kepr

i

Suls

el

Sulb

ar

Yogy

akar

ta

Kalta

raM

alut

134

68

27

16

8

17 11 4

123

30 23

15

4

16

9

2

128

48

26

16

6

16

9

3

116

28

17 14

4

16

8 2 1

150

100

50

125

75

25

Jum

lah

Lapo

ran

Page 65: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

49 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Kotak 3. Kartu Perlindungan Sosial Belum Optimal sebagai Instrumen Program Raskin

Sejak Juni 2013 pemerintah telah meluncurkan KPS sebagai instrumen

pelaksanaan program perlindungan sosial, tidak terkecuali program Raskin.

Berbagai manfaat dapat diperoleh dari instrumen kartu, namun masih

ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Sebagai gambaran,

KPS telah didistribusikan kepada RTS sejumlah 15,5 juta kartu. Idealnya

dengan menggunakan kartu ini pemerintah akan lebih mudah menyalurkan

program. Pada kenyataannya, dalam program Raskin hal tersebut masih jauh

dari harapan.

Pemanfaatan kartu sebagai instrumen pengambilan manfaat masih sangat

minim. Dari pantauan yang dilakukan melalu sistem LAPOR!. menunjukkan

masih adanya keluhan mengenai kartu yang tidak dimanfaatkan seperti

yang terjadi di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, dan Kabupaten Cilacap.

Rumah tangga penerima KPS justru tidak diberikan jatah beras pada periode

penyaluran BLSM, bahkan di Kelurahan Palebon, Semarang diberitakan

bahwa KPS bukan merupakan instrumen penyaluran program Raskin.

Laporan-laporan tersebut menunjukkan belum efektifnya instrumen kartu

untuk memperbaiki program di lapangan. Hal tersebut perlu dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk proses perbaikan program melalui

mekanisme sosialisasi dan komunikasi yang menjangkau semua kalangan,

terutama bagi RTS (penerima KPS). TNP2K mengambil inisiatif untuk

membangun basis data perlindungan sosial yang selanjutnya disebut

sebagai Basis Data Terpadu (BDT).

“Saya sangat mengharap kembali dapat jatah Raskin. Karena di usia 67 tahun dan dengan kaki saya yg tinggal satu ini,

saya sangat membutuhkan pembagian Raskin guna mencukupi kebutuhan.”

(LAPOR! UKP4, 2013)

Page 66: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

50 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 67: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

51 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

4....................

PotensiPerbaikanSelanjutnya

Page 68: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

52 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

TINJAUAN KONTRIBUSI PROGRAM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Perluasan fungsi program Raskin sebagai salah satu program perlindungan sosial dinilai tepat mengingat sebagian besar konsumsi masyarakat miskin adalah pangan, khususnya beras. Akibatnya, kelompok masyarakat miskin

tersebut sangat terpengaruh oleh kenaikan harga bahan pangan karena dominasi

pengeluaran untuk beras dibandingkan pengeluaran lain dalam konsumsi rumah

tangga. Sementara itu, bobot bahan makanan dalam menentukan garis kemiskinan

cenderung lebih besar, terutama jika diikuti oleh peningkatan harga pada komoditas

tersebut.

Gambar 30. Perbandingan Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Kelompok Pengeluaran

Sumber: Susenas 2012

Transportasi dan komunikasi dan jasa keuangan

Sandang

Pendidikan, rekreasi dan olah raga

Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

Makanan lain

Kesehatan

Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

Bahan makanan

100

80

60

40

20

0

Pers

enta

se d

ari t

otal

kon

sum

si

Indeks Harga Konsumen Keranjang Kemiskinan

Page 69: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

53 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Program Raskin memiliki sasaran yang ditujukan kepada rumah tangga miskin. Dalam

publikasi resmi BPS mengenai kemiskinan, dipaparkan bahwa rata-rata kontribusi

konsumsi beras di perkotaan sekitar 26,92 persen sedangkan di pedesaan sekitar

33,38 persen terhadap total pengeluaran per kapita. Kontribusi untuk komoditas

beras ini merupakan yang tertinggi di antara 52 komoditas makanan yang merupakan

komponen dalam penghitungan angka garis kemiskinan.

Tabel 13. Kontribusi Komoditas Makanan dan Bukan Makanan Teratas

Komoditas Komoditas

BerasRokok kretek filterTelur ayam rasDaging ayam rasGula pasirTempeTahuMie instanBawang merahCabe merah

BerasRokok kretek filterGula pasirTelur ayam rasMie instanTempeTahuBawang merahKopiTongkol/tuna/cakalang

26,92%8,67%3,51%3,12%2,77%2,44%2,15%1,59%1,32%1,26%

33,38%8,23%3,86%2,61%2,30%1,96%1,60%1,51%1,50%1,35%

PerumahanPendidikanBensinAngkutanPakaian jadi anak-anak

PerumahanPakaian jadi anak-anakListrikPakaian jadi dewasaBensin

8,70%2,71%1,91%1,86%1,79%

5,78%1,76%1,55%1,46%1,43%

Kota Desa

Sumber BPS: diolah dari Susenas, September 2012

Bukan makanan

Makanan

Berdasarkan kontribusi beras dalam konsumsi rumah tangga dan penghitungan

angka garis kemiskinan, dapat dibangun suatu simulasi kebijakan yang menempatkan

peran program Raskin sebagai instrumen upaya penurunan tingkat kemiskinan.

Penyusunan simulasi kebijakan untuk mengukur penurunan tingkat kemiskinan akan

mencakup beberapa hal yang bersifat teknis. Pertama adalah masukan (input) dalam

simulasi yang terdiri dari asumsi dari indikator-indikator ekonomi utama yang memiliki

pengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Hal yang kedua adalah tampilan hasil (output) yang terdiri dari beberapa skenario berdasarkan asumsi serta kondisi ekonomi yang

akan terjadi.

Asumsi sebagai masukan (input) dalam simulasi terdiri dari beberapa parameter yang

kemudian diperlukan untuk menggambarkan kondisi perekonomian yang tengah

Page 70: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

54 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

dihadapi. Parameter yang dibutuhkan untuk kebutuhan simulasi Raskin yang terkini

adalah estimasi dari dampak harga BBM dan harga makanan terhadap inflasi, angka

indikator ekonomi kondisi yang terbaru seperti pertumbuhan produk domestik

bruto (PDB), pertumbuhan konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan penduduk

berdasarkan sektor atau lapangan usaha. Secara ringkas, asumsi dalam simulasi ini

pada dasarnya terdiri dari dua garis besar, yakni asumsi terkait dengan harga-harga dan

asumsi yang terkait dengan pertumbuhan.

Kotak 4. Simulasi Raskin Melalui Perangkat Poverty Projection

Dampak simulasi kebijakan program Raskin terhadap kemiskinan dilakukan

melalui integrasi dengan perangkat Poverty Projection (Datt dan Walker,2002).

Estimasi tingkat kemiskinan melibatkan asumsi-asumsi makro ekonomi dan

harga-harga. Asumsi yang terkait dengan harga akan melibatkan estimasi

dengan indikator harga umum, harga harga komoditas yang disubsidi

(dalam konteks ini adalah harga BBM), bobot komponen komoditas yang

ada di dalam bundel modul konsumsi Susenas dan bobot komponen indeks

harga konsumen (IHK).

Page 71: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

55 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Notasi merupakan fungsi umum dari komponen perkembangan inflasi

yang dapat diuraikan menjadi:

f

[ ]

∆+−−

−+∆+= )1(1

)1()1(

)1( Ftc

c

pFtpt Pw

ww

Pwf

: bobot

: proporsi komoditas makanan pada garis kemiskinan

: proporsi komoditas makanan pada indeks harga konsumen (IHK)

: harga makanan

Di mana:

4.2

wpc

FP

Proyeksi pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita

pada suatu periode terdiri dari dua hal, yakni komponen pertumbuhan

konsumsi periode sebelumnya dan komponen perkembangan harga (inflasi).

Di dalam komponen pertumbuhan konsumsi terdiri dua sub-komponen:

pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi. Pertumbuhan ini

akan berasal dari masing-masing sektor atau lapangan usaha. Dalam

perkembangan harga ini memasukkan inflasi tentang makanan yang berasal

dari perhitungan pembentuk garis kemiskinan yang ada di modul konsumsi

Susenas dan yang berasal dari perkembangan harga secara umum indeks

harga konsumen. Sehingga dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

( ) 11,, 1 −− ⋅−+= t

St

Sttiti fgcc ii η

: pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita

: adalah unit rumah tangga

: periode

: pertumbuhan ekonomi

: pertumbuhan populasi

: sektor atau lapangan usaha

: unit dari sektor/lapangan usaha, yang terdiri dari: pertanian, industri, jasa.

citg

Di mana:

ηSj

4.1

Page 72: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

56 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Pertumbuhan

Pengeluaran riil konsumsi per kapita tahunan (%) 1,90

Sektor pertanian (%) 0,23

Sektor industri (%) 3,19

Sektor jasa (%) 1,21

Pengurangan Subsidi BBM Rp2.000

Harga awal premium Rp6.500

Harga awal solar Rp5.500

Sumber: Hasil analisis internal

Tabel 14. Contoh Asumsi dalam Simulasi Raskin

Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)

Setelah mendapatkan proyeksi pengeluaran konsumsi rumah tangga per

kapita, maka dapat dihitung proyeksi angka kemiskinan (P0) dan indeks

kedalaman kemiskinan (P1). Beberapa parameter lain yang dibutuhkan dalam

perangkat proyeksi kemiskinan untuk simulasi program Raskin adalah target

penurunan dari kemiskinan. Kemudian, berdasarkan parameter yang telah

didapatkan, anggaran dari APBN dalam rupiah dan jumlah rumah tangga

yang menjadi sasaran dapat digunakan untuk menghitung manfaat yang

dapat diterima rumah tangga miskin. Angka kemiskinan saat ini dihitung

dalam asumsi kondisi ketidaktepatan sasaran berdasarkan estimasi Susenas

sebagai baseline. Kemudian angka kemiskinan diproyeksikan dengan

kondisi ketidaktepatan sasaran yang lebih kecil (misalkan dengan membagi

ketepatan sasaran sampai 50 persen, 60 persen, 70 persen dan 80 persen).

Dalam membangun skenario perangkat simulasi, dapat dibuat skenario awal

yang memperhitungkan kondisi perekonomian yang berjalan secara normal

tanpa ada guncangan (shock) yang berasal dari kebijakan maupun sumber-

sumber lain yang berpotensi berpengaruh besar dalam indikator utama

perekonomian. Skenario semacam ini dikenal dengan natural scenario.

Skenario lain yang dapat dibuat adalah kondisi dengan adanya guncangan

(shock) yang berasal dari kebijakan, terutama kebijakan yang berpengaruh

terhadap harga-harga. Contoh konkrit dalam skenario ini adalah pengu-

rangan subsidi BBM. Tabel di bawah ini mendeskripsikan tampilan hasil

simulasi kebijakan dalam dua tipe skenario.

Page 73: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

57 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Kotak 5. Simulasi Kontribusi Peningkatan Ketepatan Sasaran, Jumlah, Waktu dan Harga

Analisis dengan menggunakan data Susenas periode September 2013

menunjukkan bahwa dari 15 kilogram beras tiap rumah tangga yang

telah dialokasikan, persentase rata-rata beras yang diterima adalah sekitar

36 persen dari yang ditargetkan. Atau, apabila diukur dengan jumlah

yang diterima adalah sekitar 5,4 kilogram tiap rumah tangga. Artinya,

secara rata-rata terdapat selisih sekitar 9,6 kilogram dari yang ditargetkan.

Berdasarkan publikasi resmi BPS, tingkat kemiskinan pada 2013 adalah

sekitar 11,47 persen. Ini memasukkan inflasi tentang makanan yang berasal

dari perhitungan pembentuk garis kemiskinan yang ada di modul konsumsi

Susenas dan yang berasal dari perkembangan harga secara umum indeks

harga konsumen.

Evaluasi tingkat kemiskinan dilakukan melalui simulasi program Raskin pada

skenario natural, yang dibuat berdasarkan perkiraan pentargetan jumlah

beras yang diterima oleh rumah tangga secara rata-rata dengan kondisi saat

ini (36 persen). Dari kondisi saat ini, dilakukan simulasi dengan melakukan

peningkatan sebesar 50 persen, 60 persen, 70 persen dan 80 persen.

Peningkatan penerimaan jumlah beras ini kurang lebih adalah setara dengan

penerimaan jumlah sebanyak 7,5 kilogram, 9 kilogram, 10,5 kilogram dan

12 kilogram pada rumah tangga sasaran. Peningkatan tersebut dimaksudkan

untuk memperkirakan besaran dampak terhadap tingkat kemiskinan jika

program subsidi ini tepat sasaran.

Hasil simulasi skenario natural menunjukkan bahwa jika program Raskin

dapat melakukan peningkatan jumlah beras yang diterima oleh rumah

tangga sasaran, hal ini cukup berpengaruh terhadap penurunan tingkat

kemiskinan. Dengan pilihan harga tebus sebesar Rp1.600 per kilogram

atau kondisi persentase penerimaan beras sebagaimana kondisi sebesar

36 persen, tingkat kemiskinan pada September 2013 berada pada kisaran

11,47 persen. Dengan asumsi disertai peningkatan jumlah beras yang

diterima 7,5 kg/RTS-PM, diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu

adalah sebesar 11,13 persen. Sedangkan jika pelaksana program mampu

meningkatkan beras yang diterima oleh rumah tangga sasaran sebesar

9,0 kg; 10,5 kg; 12,0 kg maka diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu

masing-masing sebesar 10,89 persen; 10,64 persen; dan 10,40 persen.

Page 74: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

58 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Evaluasi tingkat kemiskinan melalui program Raskin juga dilakukan dalam

skenario adanya guncangan (shock) dari kebijakan pemerintah, terutama

kebijakan yang berpengaruh pada harga-harga bahan pokok. Salah satu

kebijakan pemerintah yang dievaluasi dalam simulasi ini adalah kompensasi

kebijakan pengurangan subsidi BBM melalui program Raskin. Dalam simulasi

skenario shock pengurangan subsidi BBM ini, subsidi harga premium dan

harga solar masing-masing dikurangi sebesar Rp2.000. Sehingga harga

premium naik dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 dan untuk solar dari Rp5.500

menjadi Rp7.500.

Berdasarkan asumsi tersebut, diperkirakan angka kemiskinan pada September

2013 adalah sebesar 11,63 persen dalam kondisi natural, atau beras yang

diterima oleh masing-masing rumah tangga sasaran sejumlah 5,4 kg. Dengan

asumsi terjadi peningkatan beras yang diterima oleh rumah tangga sebesar

7,5 kg/RTS-PM, diperkirakan tingkat kemiskinan pada saat itu adalah sebesar

11,29 persen. Dengan asumsi jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga

pada periode tanpa kenaikan BBM, maka tingkat kemiskinan pada saat itu

sebesar 11,04 persen jika rumah tangga menerima 9,0 kg. Sedangkan jika

beras yang diterima oleh rumah tangga meningkat menjadi 10,5 kg dan

12 kg maka tingkat kemiskinan pada saat itu diperkirakan masing-masing

10,79 persen dan 10,55 persen.

Catatan: Alokasi Beras/Rumah Tangga: 15 kg/bulan (setara dengan Rp 101.180/RT)

Persentase Beras/RT

Kuantitas Beras/RT

50%

7,5 kg

11,13

10,38

11,2910,38

60%

9,0 kg

10,89

10,07

11,0410,07

70%

10,5 kg

10,64

9,77

10,799.77

80%

12,0 kg

10,40

9,47

10,559,46

Kondisisaat ini

Peningkatan Beras Diterima Rumah Tangga Menjadi

36%

5,4 kg

Harga Tebus: 1600/kg

Harga Tebus: Gratis

Tebus: 1600/kg

Harga tebus: Gratis

Skenario shock pengurangan harga

Skenario natural

11,47

10,80

11,6310,80

Tabel 15. Simulasi Kalkulasi Angka Kemiskinan

Page 75: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

59 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

PERUBAHAN TATA KELOLA PENYALURAN

Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program di tingkat pemerintah pusat sampai daerah merupakan modal penting bagi terciptanya pelaksanaan Raskin sesuai dengan tolok ukur efektivitas pelaksanaan. Namun demikian,

Tim Koordinasi program Raskin sampai dengan saat ini belum dapat mengimple-

mentasikan mekanisme kontrol dan pengawasan terstruktur terhadap pelaksanaan

program. Indikasi dari argumen tersebut adalah masih ditemukan ketidaksesuaian

antara hasil pada tingkat pelaksanaan dengan basis perencanaan sebagai desain awal

yang merumuskan tujuan utama program. Terdapat dua hal yang berpotensi untuk

memperbaiki tata kelola penyaluran, yaitu meningkatkan mekanisme kontrol dan

pembagian tanggung jawab pelaksanaan.

Mekanisme kerja BULOG terkait dengan distribusi beras subsidi masih terbatas untuk melakukan pelacakan dari beras tersebut keluar dari gudang sampai ke Titik Distribusi. Secara umum, prosedur ini masih dilakukan secara manual dengan

variasi pencatatan tidak standar antar wilayah. Manajemen kontrol yang sifatnya

dapat dilakukan secara berkala dan menampilkan informasi terkini dengan

memanfaatkan kemajuan teknologi penting untuk dilakukan. Perlu dibuat sistem

yang dapat mengontrol aliran penyediaan stok beras, penyimpanan sampai dengan

pendistribusian yang dilakukan secara elektronik sehingga seluruh proses dapat

terjaga kualitasnya. Sifat dari manajemen pengawasan yang diperlukan saat ini

adalah transparan dan akuntabel. Diharapkan, proses manajemen pengawasan dapat

mendukung pencapaian program sesuai dengan tolok ukur program dan tujuan utama

yang telah dirumuskan.

Hasil simulasi dengan kedua skenario diatas akan menghasilkan dampak

yang lebih signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan jika beras

yang didistribusikan dapat diperoleh oleh rumah tangga dengan cuma-

cuma. Namun demikian, pilihan kebijakan tersebut tidak lebih berarti

dibandingkan dengan meningkatkan efektivitas program yang sedang

berjalan sesuai indikator yang telah ditetapkan, yaitu dengan ketepatan

penuh. Ketepatan sasaran, jumlah, waktu dan harga memegang peranan

penting berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan melalui instrumen

program Raskin. Disamping itu, hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan

adalah peningkatan peran berbagai pihak terkait termasuk pemerintah

daerah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian hingga pada

tingkat pelaksanaan.

Page 76: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

60 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

MENINGKATKAN PENGAWASAN, PENGENDALIAN, TRANSPARASI DAN AKUNTABILITAS PROGRAM

Sejak pelaksanaan program 1998 sampai dengan saat ini, setidaknya peme-rintah telah melakukan pemutakhiran kepesertaan sebanyak lima kali. Upaya

pemutakhiran tersebut dilakukan untuk menjaga akurasi dan ketepatan sasaran

penerima program. Namun demikian masih banyak kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan program, terutama terkait dengan kepesertaan, ketepatan jumlah,

harga, waktu maupun kualitas beras yang disalurkan kepada peserta program.

Keseluruhan permasalahan tersebut terkait erat dengan pengawasan, pengendalian

Sampai dengan saat ini, tanggung jawab BULOG yang hanya mendistribusikan beras

Raskin sampai ke Titik Distribusi menyebabkan penyaluran beras Raskin sampai

dengan rumah tangga cukup mempersulit proses pelacakan. Banyaknya pihak yang

terlibat dalam proses distribusi hingga ke tingkat rumah tangga menyebabkan

deviasi pelaksanaan program relatif besar. Untuk memperbaiki kualitas pencapaian

program, mekanisme yang diperlukan adalah memisahkan sistem pengawasan dan

pengendalian dengan sistem penyaluran. Dalam hal ini pemerintah memiliki tugas

dan tanggung jawab penuh melakukan pengawasan dan pengendalian, sedangkan

sistem penyaluran menjadi kewenangan penuh BULOG beserta mitra di wilayah

setempat. Mitra yang ditunjuk dapat berupa Pokja, wardes, Pokmas, melalui skema

padat karya Raskin atau alternatif pilihan lain yang lebih optimal sesuai dengan kondisi

di masing-masing wilayah. Mitra tersebut bertanggung jawab penuh kepada BULOG

selaku pelaksana distribusi. Dengan diterbitkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa,

potensi untuk melakukan pengawasan dan pengendalian hingga ke tingkat desa

akan dapat dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Jika dimungkinkan, pengelolaan program Raskin hanya menjadi kewenangan satu lembaga yang bertanggung jawab secara penuh terhadap pelaksanaan di lapangan dengan ukuran kinerja 6 ketepatan. Hingga saat ini, mekanisme yang

berlaku adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh BULOG bersama dengan pemerintah,

sehingga evaluasi terhadap kinerja belum dapat berjalan dengan efektif karena

regulator dalam hal ini berperan juga sebagai implementer. Dengan dibentuknya

lembaga tunggal yang bertanggung jawab penuh terhadap aspek pelaksanaan,

pemerintah sepenuhnya memiliki kewenangan terhadap pemantauan dan

pengawasan yang terkait dengan pelaksanaan lembaga tersebut. Tercapai tidaknya

program sesuai dengan tujuan dan indikator keberhasilan program dikeluarkan oleh

pemerintah, sedangkan lembaga pelaksana program bertanggung jawab penuh

untuk memperbaiki aspek pelaksanaan program sebagai key performance indicators lembaga tersebut.

Page 77: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

61 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

dan transparansi yang menyangkut akuntabilitas dari pelaksanaan program.

Pengawasan pelaksanaan penyaluran Raskin dilaksanakan oleh Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri dan Kemenko Kesra

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Meskipun institusi terkait dengan pengawasan maupun pengendalian telah dirumuskan, namun pengawasan program yang dilakukan saat ini belum mampu meningkatkan efektivitas pelaksanaan program sesuai dengan tolok ukur efektivitas dan tujuan utama program. Keterlibatan pemerintah pusat maupun

daerah dalam pengawasan pelaksanaan perlu peningkatan, termasuk diantaranya

pengawasan oleh pihak-pihak yang berwenang dan lembaga-lembaga non

pemerintah yang bergerak dalam bidang penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan

kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa minimnya pengawasan yang dilakukan

menyebabkan belum tercapainya tujuan utama program, terutama jika diukur dengan

ketepatan pelaksanaan. Pengawasan perlu dilakukan secara berjenjang dengan sistem

administrasi yang baik. Jika memungkinkan, instrumen pengawasan sebagai tolak

ukur ketepatan perlu digabungkan dalam indikator ketepatan administratif program

sebagaimana yang diberlakukan saat ini. Dengan demikian, diharapkan terjadinya

penyimpangan yang menyebabkan kekurangtepatan pelaksanaan di lapangan dapat

diketahui dan ditindaklanjuti dengan solusi sejak dini.

Page 78: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

62 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Sebagaimana pengawasan, pengendalian program yang terkait dengan pe-laksanaan sejauh ini dilakukan hanya berdasarkan laporan administratif dalam jangka waktu tertentu dan bersifat formalitas maupun koordinatif. Indikasi dari

hal tersebut adalah pelaksanaan program yang masih belum mencapai 6T. Langkah

pengendalian perlu dipertajam dengan pengendalian yang dapat memberikan solusi

terhadap permasalahan yang terjadi. Laporan-laporan yang terkait dengan tolok ukur

efektivitas pelaksanaan perlu disusun secara rinci dalam rangka pengendalian program.

Laporan tersebut setidaknya mencakup sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi

dan kualitas dari beras yang disalurkan. Perlu perubahan paradigma pengendalian

yang sifatnya hanya formalitas seperti dalam lampiran pedoman umum pelaksanaan

program. Pengendalian melalui instrumen lain yang sifatnya verifikasi keakuratan

informasi yang disampaikan oleh pelaksana program di lapangan perlu dilakukan

sebagai pembanding. Pengendalian tersebut dapat dilakukan secara simultan dengan

proses yang sedang berjalan.

Transparansi masih merupakan aspek yang perlu memperoleh perhatian khusus. Kendala eksternal utama yang masih menjadi tantangan adalah kepedulian

dan peran serta warga sebagai bagian dari pengawasan untuk menjaga akuntabilitas

publik terhadap pelaksanaan program Raskin (social control). Pelibatan warga sebagai

bagian dari pengawasan publik menjadi salah satu faktor yang seharusnya menjadi

bagian yang melekat dalam pelaksanaan program Raskin termasuk pelibatan warga

masyarakat yang berkepentingan atas program Raskin itu sendiri. Dari perspektif

kebijakan publik, keterlibatan masyarakat terhadap permasalahan pada gilirannya

akan mendorong warga masyarakat memperoleh pengetahuan dan pemahaman,

mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang penuh dan menjangkau kepen-

tingan mereka. Konteks parsitipatif secara sukarela belum terlihat dalam pelaksanaan

program Raskin. Masyarakat cenderung menerima apa yang diintruksikan dari pusat

serta lemahnya peran masyarakat dalam mendorong kesuksesan program Raskin.

Sejalan dengan implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, potensi besar

peningkatan pengawasan, transparansi dan akuntabilitas program dapat dilakukan

hingga tingkat desa/kelurahan. Dengan upaya ini, setidaknya pengawasan dan

pengendalian program merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah desa dan

digunakan sebagai tolok ukur kinerja pemerintahan di tingkat desa.

MENINGKATKAN KOMITMEN PENCAPAIAN PELAKSANAAN

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kinerja dalam pelaksanaan program,

diantaranya: pemanfaatan BDT sebagai acuan DPM program Raskin, penerbitan Kartu

Perlindungan Sosial, pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan, pelibatan

Page 79: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

63 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

PEMUTAKHIRAN, VERIFIKASI DAN VALIDASI DPM SECARA BERKALA

Program Raskin telah melakukan berbagai perubahan dalam hal penentuan sasaran,

menyediakan DPM, pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan oleh masyarakat

setempat hingga memberikan kartu identitas bagi penerima manfaat (KPS). Namun

demikian, program Raskin masih belum dapat mencapai tujuan ketepatan sasaran

dalam konteks penerima manfaat sesuai desain dan tujuan program. Pada dasarnya

beras bersubsidi ini hanya ditujukan untuk kelompok berpendapatan terendah, meski

demikian sejumlah studi menemukan bahwa penduduk tidak miskin yang berada

di luar target penerima beras subsidi dapat menerima beras tersebut.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kekurangtepatan terhadap sasaran dianta-

ranya adalah: pertama, faktor internal penyelenggara yang belum efektif bekerja

untuk meningkatkan ketepatan sasaran. Kedua, meskipun pemutakhiran ditingkat

pelaksanaan telah dilakukan di beberapa wilayah, hal tersebut belum sepenuhnya

tersinkronisasi dengan pusat data penentuan sasaran. Implikasinya, perubahan

kepesertaan yang terjadi di tingkat pelaksanaan belum sepenuhnya mengubah data

sasaran di pusat data penentuan sasaran (BDT). Ketiga, belum adanya konsekuensi

terhadap penyalahgunaan sasaran program di tingkat pelaksanaan. Pembagian yang

relatif merata pada seluruh kelompok pendapatan dianggap lazim.

Beberapa langkah penting perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas program,

khususnya yang terkait dengan pelaksanaan, diantaranya: (i) Meningkatkan kerjasama

yang lebih intensif antar pelaksana program di tingkat pusat sesuai dengan tugas

dan tanggung jawab dalam Tim Koordinasi Raskin. (ii) Merumuskan aturan baku

dalam pelaksanaan (SOP) yang dapat mengikat seluruh pihak, berikut konsekuensi

yang ditimbulkan karena penyalahgunaan penentuan sasaran di tingkat pelaksanaan.

(iii) Melakukan pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan secara berkala dengan

menetapkan periode pelaksanaan (dynamic updating) tidak lebih dari enam bulanan.

pemerintah daerah, penunjukan pelaksana distribusi dari TD hingga ke rumah

tangga, ekstensifikasi sosialisasi dan penanganan keluhan. Namun demikian, upaya-

upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kajian tentang capaian

keberhasilan program Raskin sudah banyak dilakukan dengan berbagai kesimpulan,

tantangan dan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam pelaksanaan

program. Dalam rangka meningkatkan efektivitas program penanggulangan

kemiskinan, diperlukan penyempurnaan kualitas pelaksanaan program yang mencakup

seluruh tolok ukur efektivitas pelaksanaan diantaranya ketepatan harga, sasaran, jumlah,

waktu, kualitas dan administrasi (6T).

Page 80: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

64 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Langkah ini diperlukan untuk mengakomodasi perubahan yang disebabkan oleh

kondisi sosial ekonomi. (iv) Mengintegrasikan hasil pemutakhiran di tingkat pelaksanaan

dengan pusat data penentuan sasaran. (v) Melakukan pemetaan kepesertaan hasil

pemutakhiran di tingkat lapangan (FRP) dengan BDT yang dikelola oleh pusat data

penentuan sasaran. (vi) Melakukan verifikasi dan validasi kepesertaan hasil dari

pemutakhiran kepesertaan di tingkat pelaksanaan (FRP) jika rumah tangga yang

diusulkan tidak terdapat dalam BDT. (vii) Melakukan penetapan kepesertaan program

berdasarkan hasil pemutakhiran yang dilakukan setiap enam bulan. (viii) Melakukan

publikasi dan sosialisasi hasil penetapan kepesertaan program hingga ke tingkat desa/

kelurahan dan rumah tangga sasaran jika diperlukan.

PENGEMASAN BERAS SESUAI KETETAPAN

Berdasarkan ketetapan pemerintah, beras bersubsidi disalurkan sejumlah 15 kg/

RTS-PM/bulan. Namun demikian, berdasarkan kajian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa jumlah beras yang diterima oleh penerima manfaat belum dapat memenuhi

ketetapan pemerintah tersebut. Berbagai hal dikemukakan sebagai alasan

ketidaktepatan jumlah yang terjadi dalam penyaluran tersebut. Pertama, jumlah

rumah tangga penerima lebih besar dibandingkan DPM di wilayah setempat.

Argumentasi yang dibangun adalah jumlah rumah tangga yang layak untuk

menerima beras bersubsidi lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga dalam

DPM. Kebocoran penerima manfaat yang seringkali disebut dengan inclusion error, berimplikasi terhadap jumlah beras yang diterima oleh masyarakat yang menjadi

target program Raskin. Kedua, kesanggupan membayar RTS-PM dalam jumlah yang

relatif lebih kecil dibandingkan alokasi untuk masing-masing sasaran. Ketiga, upaya

pemerintah lokal untuk meredam protes dari warga yang tidak terdaftar dalam DPM.

Keempat, motivasi untuk mengambil keuntungan yang dilakukan oleh pelaksana

penyaluran antara titik distribusi (TD) ke titik bagi (TB) sampai dengan rumah tangga

penerima manfaat. Dalam hal ini salah satu studi menemukan adanya missing rice

pada beberapa wilayah.

Beberapa langkah penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketepatan

jumlah yang diterima oleh RTS-PM adalah: (i) Memaksimalkan penggunaan KPS

sebagai satu-satunya instrumen pengambilan manfaat yang didukung oleh

aturan jelas dan mengikat bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan program.

(ii) Menerapkan mekanisme musyawarah desa/kelurahan sebagai satu-satunya

media yang dapat digunakan dalam pemutakhiran kepesertaan. Selain ditujukan

untuk meningkatkan ketepatan sasaran, langkah ini juga ditujukan untuk memi-

nimalkan konflik di tingkat pelaksanaan. (iii) Menerapkan kemasan yang sesuai dengan

alokasi untuk masing-masing sasaran. Kemasan beras dengan berat yang sesuai

Page 81: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

65 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

PENETAPAN TANGGAL PENYALURAN REGULER

Secara umum penyaluran beras dilaksanakan setiap bulan, kecuali pada tahun-tahun

tertentu yang direncanakan dan ditetapkan untuk menyalurkannya secara kumulatif.

Aturan ini tidak sepenuhnya efektif di lapangan sehingga frekuensi distribusi Raskin

di tingkat regional tidak serta-merta sama dengan frekuensi penerimaan beras

tersebut di tingkat RTS-PM.

Untuk mencapai target ketepatan waktu dalam pelaksanaan program perlu dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pemerintah daerah melalui APBD diwajibkan

menyediakan biaya tebus untuk periode awal tahun anggaran. Upaya ini diperlukan

untuk meminimalkan masalah administrasi dan pembayaran yang menghambat

proses penyaluran. (ii) Pelaksana program menetapkan tanggal tertentu sebagai

waktu penyaluran beras setiap bulan. Langkah ini diperlukan agar rumah tangga

sasaran memiliki informasi dan dana yang cukup mengenai waktu penyaluran beras.

(iii) Pemerintah daerah diwajibkan melakukan penyaluran sesuai dengan tanggal

yang ditetapkan tanpa adanya intervensi dengan alasan kekurangan alokasi atau

masa paceklik. (iv) Pemerintah daerah bersama dengan pemerintah desa melakukan

pengendalian dan pengawasan dalam proses verifikasi DPM di wilayahnya untuk

menjaga ketepatan waktu.

dengan ketetapan pemerintah meminimalkan motivasi untuk mengambil keuntungan

yang dilakukan oleh pelaksana program di antara titik distribusi sampai dengan

rumah tangga.

MENERAPKAN HARGA TEBUS TERTINGGI

Uraian pada bagian terdahulu menjelaskan adanya deviasi HTR dengan berbagai

alasannya.

Beberapa upaya penting yang dapat dilakukan untuk meminimalkan peningkatan

HTR diantaranya: (i) Pemerintah secara formal menetapkan HTR tertinggi berdasarkan

hitungan persentase HTR (ii) Pemerintah pusat dan daerah melakukan pengawasan

ketat terhadap deviasi harga yang terjadi dalam pelaksanaan berikut SOP penyele-

saiannya (iii) Pemberlakuan kewajiban yang mengikat kepada pemerintah daerah

untuk mengalokasikan APBD untuk keperluan penyaluran beras sampai ke tingkat

rumah tangga. (iv) Mewajibkan pemerintah desa dalam pengendalian HTR di wilayah

masing-masing sebagi kontribusi dalam pelaksanaan UU Desa. Hal ini sesuai dengan

Pasal 78 ayat 1 UU Desa yang mewajibkan desa memenuhi kebutuhan dasar pangan

bagi warganya.

Page 82: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

66 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

MEMBANGUN SISTEM PENGADUAN DAN ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PROGRAM

Hingga saat ini, program Raskin belum memiliki sistem pengaduan yang jelas dan

terstruktur. Bahkan setelah implementasi KPS pun proses penanganan pengaduan

terhadap program ini masih belum terkoordinasi dengan baik. Sistem pengaduan

yang ada saat ini masih dalam tahap menerima pengaduan, belum sampai pada

memberikan solusi penyelesaian dalam waktu yang cepat. Dalam rangka perbaikan

program di masa yang akan datang perlu dibentuk unit yang secara khusus

menangani pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan pemantauan keluhan

yang disampaikan oleh media massa. Sistem penanganan keluhan dan pengaduan

dari lapangan terhadap pelaksanaan program yang jelas dan terstruktur hendaknya

MENJAGA KUALITAS BERASBeberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka menjaga kualitas beras, diantaranya:

(i) Pemerintah daerah dan tim koordinasi di tingkat daerah melakukan pengawasan

kualitas pada stok beras untuk memastikan beras yang akan disalurkan layak

konsumsi. (ii) Memastikan beras yang dibeli oleh pemerintah berkualitas medium,

tidak berkutu, berbau atau berwarna. (iii) Menyediakan gudang penyimpanan

setidaknya di tingkat kecamatan untuk memperpendek jalur distribusi. (iv) Beras

dikemas dalam kantung plastik atau sejenisnya untuk menjaga kelembaban.

MENERAPKAN ADMINISTRASI SEBAGAI BASIS PENGAWASAN

Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu menjadi tolak

ukur terakhir efektivitas pelaksanaan program. Meskipun aspek administrasi tidak

banyak mengalami permasalahan, namun administrasi dan pelaporan yang diterapkan

selama ini cenderung bersifat formal melalui formulir-formulir administrasi namun

tidak mencakup pada aspek pengawasan, pemantauan dan pengendalian untuk

mencapai tujuan program.

Beberapa syarat yang diperlukan dalam memperbaki ketepatan atau tertib administrasi

pelaksanaan Raskin adalah: (i) Pembentukan lembaga atau badan tunggal pelaksana

program perlindungan sosial yang menjadikan Raskin sebagai salah satu fokusnya

dan sifatnya vertikal yang dapat menjangkau pusat dan daerah. (ii) Pengembangan

teknologi informasi dengan penggunaan sistem komputerisasi pusat dan daerah

yang dapat memastikan sistem tersebut menjadi bagian sistem administrasi pelaporan,

pengawasan maupun pengendalian. iii) Meningkatkan peran serta pemerintah

daerah utamanya pemerintah desa serta masyarakat umum dalam memantau

pelaksanaan program Raskin.

Page 83: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

67 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

dilindungi oleh payung hukum yang jelas, sehingga dapat menjadi basis pengawasan

yang bersifat mengikat.

Sejauh ini, setiap penyimpangan yang terjadi dalam program, baik itu dalam hal

kuantitas, kualitas, harga, ataupun hak untuk menjadi penerima manfaat belum

memiliki konsekuensi secara hukum. Konsekuensi secara hukum hanya dapat terjadi

jika telah disampaikan oleh pelapor kepada penegak hukum. Dalam konteks ini,

setiap pelanggaran yang dilakukan telah dianggap jamak dan menjadi konsensus

umum yang tidak memiliki konsekuensi hukum. Dalam rangka perbaikan program

di masa yang akan datang, perlunya memasukkan program ini sebagai obyek

pengawasan oleh penegak hukum seperti pihak Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan.

Diharapkan setiap pelanggaran dapat memiliki konsekuensi hukum, baik secara

pidana maupun perdata, sebagaimana yang dilakukan terhadap BBM bersubsidi.

Meskipun dianggap belum menjangkau sasaran yang sesuai maupun tepat dari segi

manfaat yang disediakan, program ini masih dilanjutkan dan belum memperoleh

peringatan dari lembaga pengawasan keuangan (BPK, BPKP maupun KPK). Hasil audit

hanya dilakukan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pelaksana program,

sehingga memiliki kecenderungan realisasi yang dilaporkan sama dengan jumlah

sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dalam rangka perbaikan ke depan,

perlu dilakukan proses sinkronisasi hasil audit administratif terhadap kenyataan

pelaksanaan di lapangan, sehingga diperoleh kesimpulan yang sepadan antara

proses administratif dengan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga yang

menjadi sasaran program.

Page 84: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

68 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

OPTIMALISASI SOSIALISASI PROGRAMBerbagai kegiatan sosialisasi telah dilakukan untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat umum dan penerima manfaat mengenai program namun output yang

dihasilkan masih belum optimal. Ditinjau dari aspek indikator pencapaian program

menunjukkan seluruh aspek belum terpenuhi sesuai dengan target yang telah

ditentukan. Kekurangtepatan masih terjadi pada aspek sasaran, jumlah, waktu, harga

maupun kualitas. Dengan melihat hasil yang masih belum sesuai dengan target yang

telah ditentukan, maka dipandang perlu untuk mengoptimalkan sosialisasi program.

Upaya optimalisasi program dapat dilakukan dengan beberapa langkah diantaranya:

Kotak 6. Tidak Efektif, KPK Minta Program Raskin Didesain Ulang

KPK mengusulkan agar program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas

program. Pertama dengan melakukan telaah terhadap kebijakan subsidi

Raskin secara komprehensif dengan memperhitungkan berbagai faktor

untuk mencapai ketepatan sasaran program. Faktor itu antara lain, penataan

ulang kelembagaan program Raskin, penajaman metode penetapan target

sasaran, penajaman targeted area, perbaikan tata laksana, perbaikan kualitas

beras, harmonisasi kebijakan subsidi Raskin dengan program diversifikasi

pangan dan kebijakan perberasan nasional dan peningkatan pemahaman

seluruh pihak yang terlibat.

Kedua, agar pemerintah memperbaiki kebijakan dan mekanisme perhi-

tungan subsidi agar lebih transparan dan akuntabel. Perbaikan tersebut

setidaknya perlu memperhatikan dengan melibatkan unsur pengawas untuk

mengurangi risiko pembebanan biaya di luar biaya penugasan penyaluran

Raskin. Ketiga, agar pemerintah memperkuat sistem pengawasan dan

pengendalian dalam pelaksanaan program subsidi Raskin.

KPK menaruh perhatian besar terhadap pengelolaan kebijakan subsidi

Raskin, sebab ini menjadi salah satu national interest KPK, yakni berkaitan

dengan ketahanan pangan plus (pertanian, perikanan dan kehutanan, serta

plus pendidikan dan kesehatan). Tak hanya itu, fakta bahwa subsidi ini juga

terus meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan penggunaan APBN

yang seharusnya digunakan secara efektif dan efisien.

Page 85: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

69 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

(i) Pelibatan pemerintah daerah dalam sosialisasi program mengingat selama

pelaksanaan kontribusi pemerintah daerah dalam sosialisasi masih kurang intensif.

(ii) Mengintegrasikan sistem pemantauan dan pengawasan dengan sistem sosialisasi

di tingkat daerah. Hal ini perlu dilakukan agar sosialisasi dapat berjalan bersama

dengan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

(iii) Memperbanyak elemen sosialisasi yang berbasis sumberdaya manusia (SDM)

dengan melibatkan organ pemerintah berupa penyuluh dan organisasi non

pemerintah (LSM) agar lebih berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi, terutama yang

terkait dengan hak dan kewajiban penerima manfaat program. (iv) Memperbaiki

sistem sosialisasi yang selama ini berjalan dengan membangun sistem sosialisasi

yang edukatif bagi masyarakat sesuai dengan sasaran sosialisasi, baik masyarakat

umum maupun secara spesifik kepada penerima manfaat program.

Page 86: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

70 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 87: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

71 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Referensi danLampiran

Page 88: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

72 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

A. Banerjee, R. Hanna, J. Kyle, B.A. Olken, and S. Sumarto, 2014, Information is Power:

Identification Cards and Food Subsidy Programs in Indonesia, MIT Economics

Department Publications.

A.U. Ahmed, P. Dorosh, Q. Shahabuddin, and R. A. Talukder, 2010, Income Growth, Safety Nets, and Public Food Distribution, prepared for Bangladesh Food Security

Investment Forum, 2010

Alatas, V., A. Banerjee, R. Hanna, B.A. Olken, and J. Tobias, 2010, Targeting the

Poor: Evidence from a Field Experiment in Indonesia, NBER Working Paper.

Asep Suryahadi, Athia Yumna, Umbu Reku Raya, Deswanto Marbun, 2010, Review of Government’s Poverty Reduction Strategies, Policies, and Programs in Indonesia,

Jakarta: SMERU Research Institute.

Benjamin A. Olken, 2006, Corruption and The Cost of Redistribution: Micro Evidence

from Indonesia, Journal of Public Economics 90: 853-870.

Deloitte Southeast Asia–World Bank–Bappenas, 2014, Business Process Review and

Reengineering – Program Raskin, presentation material.

Hastuti, Bambang Sulaksono, dan Sulton Mawardi, 2012, Tinjauan Efektivitas Pelaksanaan

Raskin dalam Mencapai Enam Tepat, Jakarta: SMERU Research Institute.

Hastuti et al, 2008, Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Jakarta: SMERU Research Institute.

J-PAL SEA Project Team-TNP2K, 2013, The Effect of ID Cards and Socialization on Raskin Take-Up, Price, and Satisfaction: Preliminary Evidence from A Large-Scale Random Control Trial, presentation material.

Kemenkokesra, Pedoman Umum Raskin, berbagai edisi penerbitan. Jakarta: Kemen-

kokesra.

Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan APBN, Berbagai edisi penerbitan. Jakarta:

Kementerian Keuangan.

Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan, Berbagai edisi penerbitan.

Jakarta: Kementerian Keuangan.

REFERENSI

Page 89: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

73 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Hasil - Monitoring dan Evaluasi Putaran I & II Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES

LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Perkembangan Tahap III - Monitoring dan Evaluasi Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES.

Mawardi, Sulton dan Saikhu Usman, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Jawa Tengah,

Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank

Priebe, Jan and Fiona Howell, 2014, Raskin’s Contribution to Poverty Reduction – An Empirical Assessment. Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan (TNP2K).

SMERU Research Institute, 2003, Newsletter No. 05: Januari-Maret. Jakarta: SMERU

Research Institute.

Sudarno Sumarto, Daniel Suryadarma, and Asep Suryahadi, 2007, Predicting

Consumption Poverty Using Non-Consumption Indicators: Experiments

Using Indonesian Data, Social Indicators Research 81: 543–578.

Tabor, S. R., and Sawit, M. H., 2001, Social Protection via Rice: the OPK Rice subsidy

program in Indonesia, The Developing Economies, XXXIX(3): 267-294.

Tim SMERU, 1998, Hasil Pengamatan Lapangan Kilat Tim SMERU: Pelaksanaan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) di Lima Provinsi, Jakarta: SMERU.

TNP2K, 2013, Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program-Program

Kompensasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak, Tim Sosialisasi

Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak.

Usman, Saikhu dan Sulton Mawardi, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Sumatera

Selatan, Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank

World Bank, 2012, Raskin Subsidized Rice Delivery: Social Assistance Program and Public Expenditure Review 3, Background Paper, Jakarta: World Bank

Page 90: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

74 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Program

Tim Koordinasi Raskin Pusat

Pengarah

Pelaksana

Ketua: Sekretaris Kementerian Koordinasi Bidang Kesra RI

Anggota:Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian;Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa,Departemen Dalam Negeri;Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan;Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial;Deputi Bidang Statistik Sosial, BPS;Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas;Deputi Kepala BPKP Bidang Polsoskam;Direktur Utama, Perum BULOG.

1 |

2 |

3 |4 |5 |6 |7 |8 |

Sekretariat

Wakil Ketua I/Bidang KebijakanPerencanaanDirektur Pangandan PertanianBappenas

Wakil Ketua II/Bidang KebijakanAnggaran:Direktur Anggaran III, Dirjen Anggaran Departemen Keuangan

Wakil Ketua III/Bidang Pelaksanaandan Distribusi: Direktur PelayananPublik PerumBULOG

Wakil Ketua IV/Bidang Fasilitasi,Monev dan Pengaduan:Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMDDepdagri

Sumber: Pedoman Umum Program Raskin, 2006

Ketua: Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial danPerumahan Rakyat Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat

Page 91: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

75 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Lampiran 2. Ilustrasi DPM Periode Juni-Desember 2012, Desa Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan

Sumber: TNP2K (2012)

Page 92: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

76 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Lampiran 3. Ilustrasi Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP)

Sumber: TNP2K (2012)

Page 93: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

77 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Lampiran 4. Ilustrasi Lembar Sosialisasi dan Informasi Program Raskin, 2012

Page 94: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

78 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 95: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

79 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Sumber: TNP2K (2014)

Page 96: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

80 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 97: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

81 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

Page 98: Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

82 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin

R A S K I N

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Sekretariat Wakil Presiden Republik IndonesiaJl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 10110Telepon : (021) 3912812Faksimili : (021) 3912511E-mail : [email protected] : www.tnp2k.go.id

7514657860229

ISBN 9786022751465