Tantangan Implementasi

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa dalam rangka mewujudkan kepemilikan satu Kartu Tanda Penduduk untuk satu penduduk diperlukan kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasiskan Nomor Induk Kependudukan. Ini digunakan untuk efektivitas rekaman elektronik pada Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan, perlu adanya perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. Proyek e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang terhadap negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya digunakan untuk hal-hal berikut: 1. Menghindari pajak 2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat di seluruh kota 3. Mengamankan korupsi

description

Tugas Kuliah

Transcript of Tantangan Implementasi

Page 1: Tantangan Implementasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat

ini berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa dalam rangka

mewujudkan kepemilikan satu Kartu Tanda Penduduk untuk satu penduduk diperlukan kode

keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasiskan Nomor Induk

Kependudukan. Ini digunakan untuk efektivitas rekaman elektronik pada Kartu Tanda

Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan, perlu adanya perubahan muatan rekaman

sidik jari tangan penduduk. Proyek e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP

konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu

KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk

dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang

terhadap negara dengan menduplikasi KTP-nya.

Beberapa diantaranya digunakan untuk hal-hal berikut:

1. Menghindari pajak

2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat di seluruh kota

3. Mengamankan korupsi

4. Menyembunyikan identitas (misalnya oleh para teroris)

Oleh sebab itu maka diperlukan dan diciptakannya e-KTP untuk menjadi identitas

resmi penduduk yang memiliki keamanan dan dapat diakses secara nasional di seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

E-KTP card atau kartu identitas elektronik adalah dokumen yang berisi demografi

sistem keamanan/kontrol baik dari administrasi atau teknologi informasi dengan database

berdasarkan populasi nasional. Sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang penerapan KTP

berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal 6 Perpres No.26

Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional

Page 2: Tantangan Implementasi

Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No. 26 Tahun 2009 bertujuan

untuk terbangunnya penyimpanan database kependudukan yang akurat di tingkat Kab/Kota,

Provinsi dan Pusat dengan menggunakan rekaman elektronik berupa biodata, tanda tangan,

pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan. Ini pun berfungsi sebagai

identitas jati diri seseorang yang berlaku Nasional sehingga tidak perlu lagi membuat KTP

lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya serta mencegah KTP

ganda dan pemalsuan KTP sehingga terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung

program pembangunan (Pasal 13 UU No 23 tahun 2006 tentang Adm induk). Struktur dalam

e-KTP terdiri juga dari sembilan lapisan yang akan meningkatkan keamanan kartu ID

konvensional. Penyimpanan data pada chip sudah sesuai dengan standar internasional dan

NISTIR 7123 Mesin Readable Dokumen Perjalanan ICAO dan Uni Eropa Paspor 9303

Keterangan 2006.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Implementasi Kebijakan e-KTP di Indonesia

2. Menjelaskan Tantangan Implementasi dalam Kebijakan e-KTP

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan e-KTP di Indonesia

2. Untuk mengetahui Tantangan Implementasi dalam Kebijakan e-KTP

Page 3: Tantangan Implementasi

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kebijakan Publik

Banyak ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang kebijakan publik (public

policy). Dalam kenyataannya, kebijakan seringkali diartikan dengan peristilahan lain seperti

tujuan (goal), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan

rancangan-rancangan besar. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam

kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang

dianggap akan membawa dampak baik bagi kehidupan warganya. Definisi yang diberikan

oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik pada umumnya mengandung

pengertian mengenai ‘whatever government choose to do or not to do.’ Artinya, kebijakan

publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

(Budi Winarno, 2002, p.15)

Lain halnya definisi yang diberikan oleh Hogwood dan Gunn yang menyatakan

bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk

mencapai hasil-hasil tertentu. (Edi Suharto, 2008, p.3). Disamping itu Hogwood dan Gunn

menyebutkan sepuluh penggunaan istilah “kebijakan” dalam pengertian modern yakni

sebagai label untuk sebuah bidang aktifitas, sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas

negara yang di harapkan, sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai

otoritas formal, sebagai sebuah program, sebagai output, sebagai hasil, sebagai teori atau

model dan juga sebagai proses. (Wayna Parsons,2008, p.15). Menurut Landau, kebijakan

publik sebagai bentuk lain dari analisis politik yang menggunakan metafora atau model

sebagai perangkat untuk menjelajahi dunia yang tidak dikenal dan mungkin yang tidak

diketahui secara politik. (Edward Elgar, 1995, p.1):

“Public policy, as other forms of political analysis, uses metaphors or models as

devices to explore the unknown and possibly unknownable world of politics.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan yang

dibuat oleh suatu lembaga pemerintah, baik pejabat maupun instansi pemerintah yang

merupakan pedoman pegangan ataupun petunjuk bagi setiap usaha dan aparatur pemerintah,

sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam pencapaian tujuan kebijakan.

Page 4: Tantangan Implementasi

Pada tahap analisis kebijakan, analisis kebijakan sangat berperan penting dalam

pengimplementasian kebijakan atau pelaksanaanya, sehingga nanti pada akhirnya dibuat

suatu kesimpulan apakah suatu kebijakan tersebut efektif atau tidak dan apakah kebijakan

tersebut sudah sesuai dengan peraturan kebijakan tersebut atau tidak. Hal ini merupakan

elemen penting dala analisis kebijakan.

2.2 Implementasi Kebijakan

a. Implementasi Kebijakan menurut George Edwards III

Dalam hal ini akan di kemukakan mengenai model pelakasanaan kebijakan yang

dikemukakan oleh George C. Edwards. Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan

adalah krusial bagi public adminstration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah

tahap pembuatan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang

dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang

merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan tersebut akan mengalami kegagalan

sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan baik. Sementara itu, suatu kebijakan ynag

cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang

diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai menggunakan dua buah

pertanyaan mengenai Prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu

implementasi kebijakan berhasil dan hambatan apa yang mengakibatkan suatu implemtasi

gagal. Dalam menjawab kedua pertanyaan itu, Edwards menggunakan empat faktor atau

variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Keempat faktor tersebut adalah

komunikasi, sumber-sumber, kecendrungan-kecendrungan atau tingkah laku dan struktur

birokrasi.

Menurut Edwards III, oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap

implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk

membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah

dengan cara mereflesikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut

sekaligus. Untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu meyederhanakan dan untuk

meyederhanakan perlu merinci penjelasan-penjelasan tentang implementasi dalam

komponen-komponen utama. Implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses

yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya, tidak

ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterikatan antara

Page 5: Tantangan Implementasi

satu variabel dengan variabel lainnya dan bagaimana variabel-variabel ini mempengaruhi

proses implementasi kebijakan.

Variabel-variabel tersebut dijelaskan oleh Edwards III sebagai berikut :

1. Komunikasi

Dalam variabel komunikasi ini, secara umum Edwards membahas tiga hal penting

dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Menurut

Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa

mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang

tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus

akurat, dalam proses transmisi akan banyak hambatan-hambatan yang menghadang transmisi

komunikasi pelaksanaan dan akan menghalangi pelaksanaan kebijakan. Aspek lain dari

komunikasi menyangkut petunjuk-petunjuk pelaksanaan adalah persoalan konsistensi.

Keputusan-keputusan yang bertentangan akan membingungkan dan menghalangi staf

adminstrasi dan menghambat kemampuan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan secara

efektif.

2. Sumber-sumber

Sumber-sumber disini dimaksudkan sebagai sumber untuk melaksanakan kebijakan-

kebijakan sehingga implemenatsi kebijakan berjalan secara efektif. Sumber-sumber yang

penting meliputi staf yang memadai disertai dengan keahliannya, informasi, wewenang, dan

fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan-peayanan publik. Tanpa

adanya sumber-sumber, kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di atas kertas hanya akan

jadi rencana saja dan tidak pernah ada realisasinya.

3. Kecendrungan-kecendrungan

Kecendrunagan dari pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai

konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Mengingat

pentingnya kecendrungan-kecendrungan bagi implementasi kebijakan yang efektif, maka

akan timbul dampak dari kecendrungan-kecendrungan tersebut dalam implementasi

kebijakan. Menurut Edwards dampak dari kecendrungan-kecendrungan yaitu terdapat

kebijakan yang dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari pelaksana

kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung

Page 6: Tantangan Implementasi

dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi

atau organisasi dari para pelaksana. Kecendrungan-kecendrungan yang menghalangi

implementasi bial para pelaksana tidak sepakat dengan substansi suatu kebijakan.

Implementasi tersebut di hambat oleh keadaan-keadaan yang sangat kompleks.

4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang menjadi pelaksana kebijakan. Pada

dasarnya, para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang dilakukan dan mempunyai cukup

keinginan serta sumber-sumber untuk melakukannya, tetapi dalam pelaksanaannya masih

dihambat oleh struktur-struktur organisasi dalam menjalankan kegiatan tersebut. Menurut

Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-

ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating System (SOP) dan fargmentasi.

Struktur Organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting

pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi

adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (SOP). Sedangkan sifat kedua dari struktur

organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yaitu fragmentasi organisasi.

Fragmentasi organisasi ini akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap implementasi

kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak

lembaga birokrasi.

Gambar 2. Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada Implementasi

Komunikasi

Sumber-sumber Implementasi

Kecendrungan-kecendrungan

Struktur Birokrasi

Gambar diatas menjelaskan adanya interaksi mengenai beberapa hubungan dari

faktor-faktor yang akan menjelaskan peranan masing-masing dalam proses implementasi.

Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap faktor-fator komunikasi, sumber-sumber,

kecendrungan-kecendrungan dan struktur birokrasi pada pelaksanaan kebijakan. Akan tetapi,

disamping itu secara langsung dapat mempengaruhi implementasi. Jika dilihat dari gambar

diatas, komunikasi-komunikasi mempengaruhi sumber-sumber, kecendrungan-kecendrungan,

dan struktur-struktur birokrasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi implementasi.

Page 7: Tantangan Implementasi

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan e-KTP di Indonesia

Ada istilah mengatakan tentang kebijakan Publik “Hanya negara-bangsa yang

mampu mengembangkan kebijakan publik yang unggul, baik perumusan, implementasi,

maupun evaluasi yang akan menjadi negara yang unggul dalam persaingan global”1

Disini dijelaskan bahwa kebijakan publik yang unggul menentukan keunggulan negara-

bangsa dalam persaingan global. Mungkin disinilah mengapa Indonesia mencoba

melaksanakan kebijakan e-KTP yang dimana kebijakan ini sudah banyak dilakukan di

berbagai negara di belahan dunia. Ini dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal oleh

perkembangan zaman dan mencoba untuk menjadi negara yang unggul dengan salah satunya

menerapkan kebijakan e-KTP di Indonesia.

Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dan diatur

dalam pasal 6 Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk

Kependudukan Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas

Perpres No. 26 Tahun 2009 yang berbunyi :

1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat

verifikasi dan validasi data jati diri penduduk;

2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan,

pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;

3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database kependudukan;

4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan :

Untuk WNI, dilakukan di Kecamatan; dan Untuk orang asing yang memiliki izin

tinggal tetap dilakukan di Instansi Pelaksana *)

5. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari

telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan;

Page 8: Tantangan Implementasi

6. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan;

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan

Menteri.

Penerapan e-KTP dilaksanakan diseluruh Indonesia, meliputi 2348 kecamatan dan

197 kabupaten/kota dan ditahun 2012 berada di 3886 di kecamatan dan 300 di

kabupaten/kota. Penerapan kebijakan tersebut mempunyai fungsi menjadikan e-KTP sebagai

identitas jati diri, Berlaku nasional yang tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk

pengurusan izin, pembukaan rekening bank, dan sebagainya serta mencegah KTP ganda dan

pemalsuan KTP, sehingga terciptanya kaakuratan data penduduk untuk mendukung program

pembangunan Indonesia yang aman dan unggul di tengah perkembangan global.

3.1.1 Implementasi kebijakan e-KTP di Indonesia

Implementasi kebijakan e-KTP yang diterapkan di Indonesia merupakan kebijakan

yang telah di atur oleh pemerintah yang dimana dalam tahap pembuatan kebijakan dan

konsekuensi-konsekuensi dipengaruhi dengan kepentingan serta kebutuhan masyarakat dan

bangsa. Jika dikaitkan dengan implementasi kebijakan menurut Edwards mengenai

prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil

dan hambatan apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal dapat diketahui dengan

menggunakan empat faktor atau variabel krusial yang terjadi pada kondisi kebijakan e-KTP

Indonesia. Variabel-variabel tersebut yaitu:

a. Komunikasi

Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia memerlukan banyak hal,

semuanya sekaligus secara serentak. Perlu memajukan pembangunan dan juga membangun

industri. Perlu menanam modal dalam bidang kesehatan umum dan juga dalam bidang

pendidikan lebih baik pula segala bidang yang menguntungkan. Perlu mengusahakan

transport dan juga media baru untuk berkomunikasi (teknologi canggih). Salah satunya

penerapan e-KTP ini. Untuk mengetahui mengenai kebijakan ini sudah berjalan dengan

efektif atau belum, menurut Edwadrs dapat dilihat melalui tiga kategori yaitu transmisi,

konsistensi, dan kejelasan.

Page 9: Tantangan Implementasi

Transmisi kebijakan e-KTP yang ada diIndonesia masih banyak mengalami hambatan

dalam komunikasi pelaksaannya yaitu misalkan kurang terjangkaunya penerapan e-KTP ini

di daerah-daerah terpencil. Ini mungkin terjadi kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap

kabupaten atau kecamatan disetiap daerah yang kurang merata. Jika dilihat dari kosistensi,

berdasarkan target yang telah direncanakan oleh pemerintah menurut UU RI No.23 Tahun

2006 dan PERPRES RI No. 26 Tahun 2009 untuk akhir tahun 2011 masih kurang berjalan

efektif dan baik. Target yang telah dibuat tidak mencapai tujuan, hal ini terbukti bahwa masih

banyak daerah-daerah yang belum terjamah akan adanya penerapan kebijakan e-KTP ini,

walaupun sebagian memang sudah berjalan dengan baik. Sedangakan jika dilihat dari

kejelasan kebijakan sosialisasi e-KTP ini, masih belum memiliki kejelasan karena sosialisasi

yang disampaikan belum menyeluruh sehingga masyarakat Indonesia pun masih kurang

mengetahui tentang segala macam tentang kebijakan e-KTP ini. Dapat disimpulkan bahwa

dalam segi variabel komunikasi kebijakan e-KTP ini masih kurang berjalan secara efektif.

b. Sumber-sumber

Sumber-sumber dalam sebuah kebijakan sangat penting karena tanpa adanya sumber-

sumber, kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di atas kertas hanya akan jadi rencana

saja dan tidak pernah ada realisasinya. Sumber-sumber yang penting dapat meliputi staf yang

memadai disertai dengan keahliannya, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang

diperlukan untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Adapaun tugas, tanggung jawab serta wewenang dalam memenuhi sumber-sumber

kebijakan e-KTP di Indonesia:

a. Pemerintah Pusat :

Menyiapkan Pedoman dan Petunjuk Teknis.

Menyediakan anggaran utk Pemutakhiran Data Kependudukan secara massal

pada tahun 2010, Penerbitan NIK tahun 2010 dan 2011, Penerapan e-KTP

tahun 2011 dan 2012.

Menyiapkan Perangkat Keras, Perangkat Lunak, Sistem, Sewa Jaringan,

Blangko e-KTP untuk pertama kali.

Melakukan Sosialisasi, Bintek, dan Damtek

Page 10: Tantangan Implementasi

b. Pemerintah Provinsi :

Melakukan Sosialisasi.

Mengkoordinasikan, memberikan Bimbingan, Supervisi dan Konsultasi

kepada Kabupaten/Kota di Provinsi masing-masing.

Monitoring dan Evaluasi, serta melaporkannya kepada Pemerintah Pusat.

Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungpinang

http://disduktpi.com

c. Pemerintah Kabupaten/Kota :

Melakukan Sosialisasi kepada aparat dan masyarakat.

Mengkoordinasikan Penyelenggaraan semua kegiatan Administrasi

Kependudukan di Kabupaten/Kota masing-masing.

Menyelenggarakan/ Melaksanakan Pemutakhiran Data Kependudukan,

Penerbitan NIK dan Penerapan e-KTP, dengan melibatkan Kecamatan, Desa/

Kelurahan, RT/RW.

Monitoring dan Evaluasi, serta melaporkannya kepada Pemerintah Provinsi

dan Pusat. Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungpinang

http://disduktpi.com

Dilihat dari sisi kewenangan, kebijakan e-KTP ini sudah diatur pembagian tugasnya

sesuai dengan lingkupnya, perencanaan sudah ditetapkan dengan baik. Sedangkan jika dilihat

dari fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam kebijakan publik ini masih kurang, walaupun

sebagian sudah telaksana dengan baik. Karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah pun

terbatas, sehingga masih banyak daerah yang belum dapat melaksanakan penerapan

kebijakan e-KTP ini.

c. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai

konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Karena

kecenderungan ini dijadikan sebagai faktor pendukung yang mempengaruhi jalannya sebuah

kebijakan. Kecenderungan ini misalnya dapat dijadikan kendala dalam perbedaan

pemahaman serta pendapat tentang dilaksanakannya kebijakan e-KTP ini. Beberapa pihak

tidak setuju dengan dilaksanakannya kebijakan e-KTP, sebagian mereka beralasan bahwa

kebijakan ini akan membutuhkan dana yang besar karena alat yang digunakan dalam

Page 11: Tantangan Implementasi

keberlangsungan pembuatan kebijakan e-KTP ini cukup mahal, selain itu sebelumnya mereka

berfikir akan dapat munculnya tindakan korupsi dari proyek ini. Tetapi pemerintah baik

dalam menjawab semua permasalah itu, tidak ada yang lebih penting dari menjaga bangsa

Indonesia ini dari ancaman sebuah tindakan kejahatan melalui pemalsuan identitas yang nanti

dapat membahayakan bangsa Indonesia itu sendiri dari Teroris dan sebagainya. Pemerintah

tentu mempunyai caranya sendiri dalam menangani permasalah-permasalahan yang ada yang

sudah difikirkan lebih mantang ketika kebijakan ini dibuat.

d. Stuktur Birokrasi

Struktur Organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh

penting pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu

organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (SOP). Oleh karena itu, dari

adanya stuktur yang berbeda dari setiap tugas, tanggung jawab serta wewenang yang telah di

paparkan diatas sangat menentukan jalannya kebijakan e-KTP ini secara efektif.

3.2 Tantangan Implementasi dalam Kebijakan e-KTP

Page 12: Tantangan Implementasi

BAB IV

PENUTUP

Page 13: Tantangan Implementasi

DAFTAR PUSTAKA