Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …
Transcript of Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …
Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis Kandungan Terhadap Misdiagnosis Tumbuh Kembang Janin Ditinjau dari
Hukum Kesehatan
Davita Masari Putri, Wahyu Andrianto
Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Email: [email protected]
Abstrak
Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com. Kata Kunci : Misdiagnosis Medis; Malpraktik Medis; Tanggung Jawab Rumah Sakit; Tanggung Jawab Dokter; Perbuatan Melawan Hukum.
Hospital and Obstetrician Liability for Medical Misdiagnosis of Fetus
According to Health Law
Abstract
A misdiagnosis that was caused by a doctor is a liability for the hospital and the doctor itself. There are some rules that governing about medical misdiagnosis, one of them is Undang-undnag No. 44 Tahun 2009. The writer will discuss the element whether a misdiagnosis can be categorize as a malpractice and as an action against the law. To get the conclusion, the writer is using juridical normative-empirical writing method, so the writer interviewing several people and comparing some doctrine and regulation in Indonesia. As a case study, the writer is using a case from a website named www.rememberaidan.com. Keyword: Medical Misdiagnosis; Medical Malpractice; Hospital Liabiliity; Doctor Liability; Action Against the Law
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Pendahuluan
Sejak dahulu, hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien sudah dikenal
di masyarakat. Hubungan tersebut timbul karena adanya kebutuhan pasien untuk
mencari solusi dari permasalahan kesehatannya. Terjadinya hubungan hukum antara
dokter dengan pasien ini disebut transaksi terapeutik, yaitu persetujuan atau perjanjian
untuk menentukan dan mencari terapi yang paling tepat bagi pasien.1 Dengan kata
lain, apabila seorang pasien meminta seorang dokter untuk mengobatinya dan sang
dokter menerimanya, maka saat itu sudah dimulai hubungan perjanjian antara dokter
dengan pasien. Hal ini membawa akibat bahwa hubungan pemberian pertolongan ini
mempunyai ciri-ciri khas, yaitu pasien berada dalam suatu posisi yang lemah dan
bergantung kepada dokternya.
Terdapat dua kemungkinan jenis hubungan hukum yang dapat tercipta dari
hubungan dokter dengan pasien, yaitu inspanningverbintenis atau
resultaatverbintenis. Namun biasanya, hubungan hukum yang tercipta antara dokter
dan pasien adalah hubungan hukum inspanningverbintenis.2 Di mana dokter memiliki
kewajiban untuk memberikan tindakan medik sebaik mungkin sesuai dengan standar
ilmu pengetahuan kedokteran yang telah terbukti dan teruji, sedangkan hasil dari
tindakan tersebut merupakan hal di luar kekuasaan dokter tersebut. Selama dokter
telah memberikan tindakan medik sesuai dengan standar, maka apabila kemudian
hasil yang diharapkan tidak didapatkan atau tidak sesuai dengan harapan, misalnya
hasil kesembuhan, maka pasien tidak dapat menggugat atau meminta ganti kerugian
kepada dokter tersebut karena pada hubungan hukum inspanningverbintenis, hal yang
menjadi prestasi seorang dokter adalah upaya medik saja. Inspanningverbintenis
Berbeda dengan resultaatverbintenis, di mana prestasi seorang dokter adalah hasil
akhir. Pada resultaatverbintenis, meskipun seorang dokter sudah memberikan
tindakan medik sebaik mungkin sesuai dengan standar ilmu pengetahuan kedokteran,
namun bila hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan, maka pasien dapat
menggugat atau meminta ganti kerugian kepada dokter tersebut. Mengapa hubungan
dokter dan pasien adalah hubungan hukum inspanningverbintenis bukan
resultaatverbintenis, dikarenakan dokter dilarang memberikan janji-janji kesembuhan
1 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran Hukum Kesehatan, (Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, 1999), hlm. 39. 2 M. Sofyan Lubis, Konsumen dan Pasien dalam Hukum Indonesia, ed. 1, cet. 1, (Yogyakarta:
Liberty, 2008), hlm. 38.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
kepada pasien. Dokter hanya boleh memberikan pengertian bahwa ia akan berupaya
sebaik mungkin sesuai dengan ilmu kedokteran untuk kesembuhan si pasien.
Kelalaian penyelenggara pelayanan kesehatan diatur di dalam Pasal 58
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengenai hak setiap orang
untuk menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Berdasarkan hal tersebut, penuntutan
ganti kerugian karena kesengajaaan ataupun karena kelalaian dalam pelayanan
kesehatan ditujukan kepada seorang tenaga kesehatan maupun kepada penyelenggara
kesehatan (rumah sakit). Sementara itu, di dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, penuntutan ganti kerugian hanya ditujukan kepada
pihak rumah sakit, yang diakibatkan secara khusus karena kelalaian tenaga kesehatan
di rumah sakit. Maka, ketika mengalami kerugian selama menjalani perawatan di
rumah sakit, pasien akan berhadapan dengan 2 (dua) pihak yakni dokter dan rumah
sakit. Kedua pihak tersebut memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri. Dokter akan
mempertanggungjawabkan tindakan medis yang dilakukan, sementara rumah sakit
bertanggung jawab atas layanan kesehatan yang diselenggarakannya. Hal ini
terkadang tidak dipahami pasien, sehingga bingung dalam menentukan pihak mana
yang harus digugat.
Ketentutan tentang rumah sakit bertanggung jawab atas kerugian pasien akibat
kelalaian tenaga kesehatan ini, dapat menimbulkan akibat lebih lanjut bagi pihak
rumah sakit, tenaga kesehatan, maupun bagi pasien. Rumah sakit perlu mengetahui
bentuk kelalaian tenaga kesehatan yang tidak menjadi tanggung jawab rumah sakit.
Dengan adanya hal ini, tenaga kesehatan tentu akan lebih berhati-hati dan tidak
gegabah walaupun rumah sakit akan bertanggung jawab atas kelalaiannya. Terdapat
kelalaian tenaga kesehatan yang tetap menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan yang
bersangkutan. Implikasi bagi pasien yaitu pasien harus mengetahui bahwa telah
terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian baginya. Jika pasien
tidak mengetahui telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang telah merugikan
dirinya, maka ketentuan Pasal 46 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit tidak dapat direalisasikan. Terkadang rumah sakit hanya mau
bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja
sepenuhnya dalam rumah sakit dan terhadap tenaga kesehatan yang tidak bekerja
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
sepenuhnya dalam rumah sakit, rumah sakit tidak mau bertanggung jawab. Tetapi
dalam hal ini hubungan kerja antara dokter dan rumah sakit tergantung kepada
perikatan yang disepakati antara dokter dengan rumah sakit.3 Adanya doktrin central
responsibility (pertanggungjawaban terpusat pada rumah sakit), membuat rumah sakit
tetap bertanggung jawab atas apapun status dari tenaga kesehatan. Rumah sakit tetap
merupakan pihak yang pertama kali dimintakan tanggung jawabnya bila ada
kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya selama menjalankan tugas dan
dalam lingkup kewenangan tenaga kesehatan tersebut.
Dari berbagai macam kelalaian yang mungkin dilakukan oleh tenaga
kesehatan salah satunya adalah kesalahan mendiagnosis pasien. Diagnosis medis
dilakukan oleh dokter dibantu dengan alat kesehatan, misalnya dalam pemeriksaan
kandungan, dokter kandungan dibantu dengan sebuah alat ultrasonografi atau biasa
disebut alat USG yang merupakan alat bantu dalam diagnosis dan tindakan medis
untuk melihat gambaran organ-organ dalam manusia.4
Dengan adanya kesalahan diagnosis, maka upaya dokter dalam mendiagnosis
akan diperiksa apakah sudah maksimal dan apakah upaya tersebut sudah sesuai
dengan Undang-undang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan
Standar Profesi Kedokteran. Setelah diperiksa, penerapan standar profesi akan
diproses terlebih dahulu dan sanksinya akan diputuskan oleh organisasi-organisasi
profesi kedokteran yang menangani masalah-masalah di bidang etik dan pelanggaran
terhadap peraturan di bidang kesehatan, termasuk memberi pertimbangan di bidang
administrasi sampai dengan pencabutan izin praktik. Contoh dari organisasi-
organisasi tersebut adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI). Tetapi, karena masyarakat melihat MKEK merupakan organisasi
yang tertutup, maka mereka berpikir jika pemeriksaan kinerja dokter oleh organisasi-
organisasi profesi kedokteran tersebut kurang efektif .
Berdasarkan permasalahan mengenai tanggung jawab rumah sakit atas
misdiagnosis yang telah dilakukan oleh dokter seperti yang telah diuraikan dalam
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang timbul dan dapat diangkat dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
3 Y. A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Tinjauan dari Berbagai Peraturan Perundangan dan UU Praktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 82.
4 Yulinda Puspita, Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati, (Yogyakarta: Stiletto Book, 2016), hlm. 15.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai misdiagnosis medis?
2. Bagaimanakah suatu misdiagnosis dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter kepada pasien
dalam hal terjadinya misdiagnosis?
Terdapat dua tujuan yang akan dicari oleh penulis dalam penulisan skripsi ini,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah
untuk memberi gambaran kepada masyarakat mengenai kelalaian yang dilakukan oleh
seorang dokter berupa kesalahan mendiagnosis terhadap pasien dan bagaimana
pertanggungjawaban rumah sakit serta dokter terhadap kesalahan mendiagnosis
tersebut. Sedangkan tujuan khusus pada skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi
pengaturan mengenai misdiagnosis medis, untuk mengidentifikasi mengapa
misdiagnosis dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan untuk
mengidentifikasi pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter terhadap pasien atas
misdiagnosis.
Tinjauan Teoritis
Untuk menghindari kesalahan dalam perbedaan pengertian dan memudahkan
pemahaman, maka akan dijelaskan beberapa istilah umum yang akan digunakan
sebagai pedoman agar pembaca dapat memahami apa yang dimaksud atau
dikehendaki oleh penelitian penulis, antara lain sebagai berikut:
1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan
dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum
pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut. Pula pedoman
internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu, literatur, menjadi sumber hukum
kesehatan.5
2. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
5 Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 2004), hlm. 28.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. 6
3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 7
4. Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik dalam
maupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.8
5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit. 9
6. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.10
Metode Penelitian
Penulisan ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian yang menitikberatkan pada
pengkajian norma-norma atau kaedah-kaedah hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis dan diperoleh dari hasil observasi. Penelitian hukum normatif pada
hakekatnya akan menerapkan sistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang
digunakan di dalam setiap penelitian .11 Selain itu, jika dilihat dari sifat penelitiannya,
penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala. 12 Penelitian ini akan
menjelaskan analisis atas suatu kasus atau permasalahan yang menyangkut mengenai
pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter pada misdiagnosis pada pasien sehingga
6 Indonesia (a), Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No.36 Tahun 2014, LN No.298 Tahun 2014, Ps. 1 ayat (1).
7 Indonesia (b), Undang-Undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No.153 Tahun 2009, Ps. 1 ayat (1).
8 Menteri Kesehatan. Persetujuan Tindakan Kedokteran. PERMENKES RI/NO.290/MENKES/PER/III/2008, Ps. 1 ayat (6).
9 Indonesia (b), op.cit., Ps. 1 ayat (4). 10 Indonesia (c), Undang-undang Tentang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No.
116 Tahun 2004, TLN No. 4431, Ps. 1 angka 1. 11 Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 68. 12 Ibid., hlm. 4.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
pada akhirnya penelitian ini akan memberikan penjelasan yang kritis. Cara
pengumpulan data yang akan digunakan adalah berupa wawancara dengan
narasumber yang berkaitan dengan kasus yang akan dianalisis, yakni pasien yang
bernama Adya Kirana dan Dokter Friedi Tama Sp. OG., yang merupakan dokter
spesialis kandungan di RSUD Balaraja.
Dalam penelitian yuridis normatif-empiris, jenis-jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis sekunder. Jenis data sekunder adalah jenis data yang
diperoleh dari kepustakaan. Sumber data sekunder jika dilihat dari kekuatan
mengikatnya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat13 yang
meliputi norma dasar atau kaidah dasar, peraturan dasar serta peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan hukum kesehatan khususnya
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-
undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.
2. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.14 Bahan
hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
Buku Kapita Selekta Hukum Kedokteran Ditinjau dari Berbagai Peraturan
Perundangan dan UU Praktik Kedokteran karya Fred Ameln, serta
Pengantar Hukum Kesehatan karya Prof. Dr. Soerjono Soekanto, dan dr.
Herkutanto.
3. Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap sumber primer atau sumber sekunder. 15
Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Metode analisis data yang digunakan di dalam tulisan ini adalah metode
analisis kualitatif. Menurut Bogdan dan Biglen, analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hlm. 52
14 Soekanto, op. cit., hlm. 52. 15 Mamudji, op. cit., hlm. 31.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
milahnya menjadi satuan yang datapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Proses data kualitatif
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar foto dan sebagainya.16
Hasil Penelitian
Pada tanggal 8 Juni 2015, Adya Kirana mengecek kandungannya ke Dokter Y
di Rumah Sakit X dan dokter mengatakan bahwa usia kandungannya sudah memasuki
minggu ke 7 (tujuh). Trimester pertama kehamilannya berjalan lancar, Adya Kirana
rutin minum vitamin dan rutin ke dokter. Pada trimester kedua, Adya Kirana pergi ke
Singapura untuk jalan-jalan dengan persetujuan Dokter Y. Masuk ke trimester ketiga
memasuki bulan ketujuh, Adya Kirana mengalami flek. Pertama keluar sedikit dan
lama kelamaan menjadi banyak seperti menstruasi. Akhirnya Adya Kirana konsultasi
ke Dokter Y dan Dokter Y mengatakan bahwa kandungan Adya Kirana turun karena
Adya Kirana terlalu sering menggendong anak pertamanya. Akhirnya Adya Kirana
dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Setelah itu setiap konsultasi, Dokter Y
selalu mengatakan bahwa bayi di dalam kandungan Adya Kirana sehat.
Pada tanggal 7 Januari 2016, Adya Kirana mengecek kandungannya ke Dokter
Z di daerah BSD. Pada saat memasuki ruangan Dokter Z, Dokter Z memeriksa
kandungan Adya Kirana. Tetapi pemeriksaan tersebut berlangsung lama dan Dokter Z
memeriksa berkali-kali dan kemudian Dokter Z mengatakan bahwa kandungan Adya
Kirana tidak berkembang dan terdapat masalah pada tulangnya. Hampir 1 (satu) jam
Dokter Z memeriksa perut Adya Kirana dan sesekali Dokter Z menggelengkan
kepalanya. Kemudian Dokter Z mengatakan kembali bahwa janin Adya Kirana
mengidap sindrom tulang bernama achondroplasia. Adya Kirana dan suami merasa
sangat kaget karena selama 9 (sembilan) bulan kehamilan, Dokter Y selalu
mengatakan bahwa janin yang berada di dalam kandungannya sehat, yang ia ketahui
hanya jenis kelaminnya laki-laki. Dokter Z mengatakan bahwa jika Adya Kirana
datang ke Dokter Z lebih cepat pasti Dokter Z akan menyarankan tindakan untuk
16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), hlm. 248.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
kandungannya, tetapi karena Adya Kirana terlambat datang, kondisi kandungannya
sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan karena resikonya terlalu besar.
Karena tidak percaya dengan Dokter Z, di hari yang sama Adya Kirana
langsung pergi ke dua orang dokter lainnya dan berharap jika Dokter Z salah
diagnosis. Selama satu minggu Adya Kirana mendatangi dokter kandungan yang
berbeda-beda, tetapi jawaban mereka semua sama yaitu janin Adya Kirana mengalami
masalah pada tulangnya tetapi dokter-dokter tersebut tidak dapat berbuat apa-apa
karena kandungan Adya Kirana terlalu besar dan mereka hanya dapat melakukan
observasi lebih lanjut ketika Adya Kirana sudah melahirkan. Ketika kembali ke
Dokter Y dan berkata bahwa dokter lain mendiagnosis bahwa terjadi kelainan pada
janinnya, Dokter Y berkata bahwa tulang yang berada di dalam janin Adya Kirana
memang lebih pendek sedikit. Dokter Y tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
merekomendasikan dokter tulang yang baik setelah Adya Kirana melahirkan.
Akhirnya Adya Kirana pasrah meminimalisir jadwalnya untuk bertemu dengan dokter
karena ia menganggap dokter itu bukan Tuhan yang dapat memprediksi
kandungannya hanya melalui alat-alat pemeriksaan tersebut.
Ketika lahir, Aidan tidak menangis dan langsung dilarikan ke NICU level 3,
selain itu pernafasannya tidak bagus sehingga langsung dipasang alat bantu
pernafasan (ventilator 100%). Terdapat cairan dari lambungnya berwarna hijau yang
terus menerus keluar dari mulutnya. Wajahnya seperti stress selama di dalam
kandungan, suhu badanya panas terus-menerus sehingga dokter memutuskan
memberikan paracetamol. Kepala Aidan besar dengan dahi mengkerut, urat-urat
diwajahya terlihat jelas, Aidan susah bernafas sampai di sekitar hidung dan mulutnya
berwarna biru.
Gambar 4.1. Kondisi Gambar 4.2. Kondisi Gambar 4.3. Kondisi
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Aidan Ketika Lahir Aidan Ketika Lahir Aidan Ketika Lahir
Setelah 4 (empat) bulan Aidan hidup dengan dibantu menggunakan alat-alat
berupa:
Gambar 4.5. sonde Gambar 4.6. spuit
(selang yang terpasang dari (suntikan yang diisi
hidung masuk langsung ke lambung) dengan ASI)
Gambar 4.7. syringe pump Gambar 4.8. pulse oximete
(alat untuk mendorong spuit) oximeter (alat pendeteksi saturasi oksigen)
Gambar 4.9. Gambar4.10. nebulizer
tabung oksigen (alat untuk mencairkan lendir)
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Gambar 4.11. suction
(alat untuk menyedot lendir)
Akhirnya Aidan meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 14.22 WIB dengan
organ-organ di dalam tubuh yang sudah rusak dan pendarahan pada otaknya.
Pembahasan
Berangkat dari kasus yang ada, terlihat adanya permasalahan hukum dari
hubungan hukum yang lahir diantara Adya Kirana sebagai Pasien dan Dokter Y. Pada
kasus, dapat kita lihat bahwa Dokter Y tidak melihat adanya tanda-tanda yang janggal
pada Aidan, padahal dokter-dokter dari rumah sakit lain yang memeriksa kandungan
Adya Kirana langsung dapat mengetahui jika terdapat suatu hal yang janggal pada
janin Adya Kirana yang mereka duga sebagai sindrom tulang atau achondraplasia.
Berangkat dari kejadian misdiagnosis tersebut akan dianalisis lebih lanjut dari segi
pertanggungjawaban dalam hukum perdata Indonesia.
Saat seseorang pasien menuntut adanya pertanggungjawaban dalam hukum
perdata Indonesia, salah satu tujuannya ialah untuk mendapatkan ganti kerugian atas
tindakan dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktik. Namun, sebagai profesi
dengan standar pengetahuan dan inelektualitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan masyarakat pada umumnya, akan membuat tindakan medis seorang dokter
sangatlah sulit untuk disebut sebagai tindakan malpraktik, meskipun telah banyak
pengaturan yang mengatur mengenai tindakan dokter tersebut seperti dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009, mengingat pula adanya kode etik, standard operasional
prosedur dan standar profesi tanpa melupakan eksistensi komite penegak etik maupun
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
disiplin kedokteran seperti Komite Medik dan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.17
Tindakan Dokter Y yang tidak melihat adanya tanda-tanda keanehan pada
janin di kandungan Adya Kirana, selanjutnya menimbulkan banyak akibat yang
merugikan bagi keluarga Adya Kirana baik secara materil maupun immaterial. Atas
tindakan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 58 Undang-undang No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Adya Kirana memiliki hak untuk mengajukan tuntutan
ganti rugi.
Dengan terpenuhi ketiga unsur dari misdiagnosis yang ada maka kesalahan
diagnosis yang dilakukan oleh Dokter Y in casu dapat dinyatakan sebagai malpraktik
medis. Selanjutnya kesalahan diagnosis yang merupakan malpraktik sebagaimana
tercantum dalam pengertian yang diberikan oleh World Medical Association dimana
hal tersebut menciptakan kerugian, atas kerugian ini berdasarkan Pasal 58 Undang-
undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Adya Kirana memiliki hak untuk
mengajukan tuntutan ganti rugi yang pada penelitian ini akan dijelaskan tuntutan ganti
rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum dan perikatan.
Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada
ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. J. Satrio mengemukakan unsur-unsur yang
tersimpul dari Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:18
1. Adanya tindakan/perbuatan;
2. Perbuatan itu harus melawan hukum;
3. Pelakunya memiliki unsur kesalahan;
4. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian; dan
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan
kerugian yang ditimbulkan.
Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini bersifat kumulatif yang
artinya semua unsur tersebut harus dipenuhi secara keseluruhan, artinya apabila salah
satu unsur tidak terpenuhi maka tidaklah suatu perbuatan dikatakan merupakan
perbuatan melawan hukum. ).19 Perbuatan in casu terlihat dari tindakan Dokter Y
yang memberikan kesalahan diagnosis atas gejala flek yang dirasakan oleh Adya
17Sandra Dini Febri Aristya, “Pembuktian Perdata Dalam Kasus Malpraktik Di Yogyakarta”,
Mimbar Hukum, (November 2011), hlm. 180-181.18 J. Satrio, op. cit., hlm. 139. 19 Munir Fuady, op. cit., hlm. 1.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Kirana yaitu dimulai dari trimester ketiga memasuki bulan ketujuh. Adanya tindakan
yang secara aktif dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Dokter Y membuat
unsur pertama dalam perbuatan melawan hukum terpenuhi. Unsur selanjutnya yaitu
perbuatan tersebut haruslah melawan hukum, perbuatan Dokter Y telah melanggar
unsur perbuatan melawan hukum berupa perbuatan yang melanggar undang-undang
yang berlaku dan perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta
sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta orang lain. Pada kasus, terlihat
bagaimana Dokter Y telah melanggar 2 butir standar profesi kedokteran berupa
berbuat secara teliti dan seksama serta memiliki kemampuan rata-rata dibandingkan
dengan doker dari kategori keahlian medis yang sama. Dokter Y dinilai telah tidak
berbuat secara teliti dan seksama dalam melaksanakan tugasnya dapat dilihat dari
diagnosis yang salah yang telah diberikan olehnya, dimana dengan gejala-gejala yang
sama yang dirasakan oleh Adya Kirana, pada saat ia meminta opini dari banyak
dokter lainnya seluruh dokter tersebut menyatakan bahwa yaitu janin memiliki
penyakit achondroplasia, hal tersebut memenuhi unsur pada unsur tersebut dimana
membuktikan bahwa apabila Dokter Y lebih teliti dan seksama dalam memberikan
diagnosanya, dengan level pengetahuan yang sama yang dimiliki dokter lain maka
sepatutnyalah penyakit tersebut diketahui olehnya. Mengenai unsur keempat yaitu
adanya kerugian dimana Adya Kirana mengalami kerugian baik secara formil maupun
materiil karena kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh Dokter Y. Selanjutnya unsur
yang terakhir ialah adanya hubungan kausalitas antara perbuatan yang dilakukan
dengan kerugian yang terjadi. Pembuktian ini terliat dari rangkaian perbuatan Dokter
Y, mulai dari salah memberikan diagnosis atas gejala flek, hingga menyatakan bahwa
bayi dalam kandungan dalam kondisi sehat, padahal pada kenyataannya bayi tersebut
memiliki penyakit achondroplasia, kondisi dimana apabila diketahui lebih awal,
dokter dapat melakukan tindakan medis yang relevan.
Dalam bidang hukum kesehatan, perjanjian yang timbul dari hubungan hukum
antara dokter dengan pasien adalah perjanjian terapeutik, dimana perjanjian terapeutik
didefinisikan sebagai perjanjian antara dokter dengan pasien, yang berupa hubungan
hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.20 Permulaan
hubungan kontraktual sebagaimana dijelaskan oleh J. Guwandi, dimulai dengan
20 Nasution Bahder J, Hukum Kesehatan: Pertanggunghawbaan Dokter, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), cet. 16, hlm. 45.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
seorang pasien meminta seorang dokter untuk mengobatinya dan sang dokter
menerimanya.21 Berdasarkan kasus yang terjadi, hubungan kontraktual muncul pada
saat Adya Karina datang sebagai pasien Dokter Y, dimana Dokter Y telah merawat
kandungan Adya Kirana selama berbulan-bulan sekaligus memonitori perkembangan
kandungan tersebut. Kesediaan pasien untuk mengutarakan keluhan penyakitnya dan
kesediaan dokter untuk melakukan tindakan medis merupakan kesepakatan kedua
belah pihak. Sejak saat itu timbul perikatan antara dokter dan pasien.22
Sebagai anggota dari suatu profesi kedokteran, seorang dokter dalam
melaksanakan tindakannya terikat pada suatu tanggung jawab etik, selain itu dokter
sebagai anggota masyarakat juga terikat pada aturan-aturan hukum yang memberikan
profesi dokter suatu pertanggungjawaban hukum pula.23 Berdasarkan pengaturan
Pasal 7 Kodeki dokter wajib memberikan keterangan dan pendapat yang tepat,
dimana doker wajib mendasarkan isinya pada fakta medis yang diyakini benar sesuai
dengan pertanggungjawaban profesinya.24 Tindakan Dokter Y, yang menyatakan
kesalahan diagnosis pada akhirnya terbukti telah salah dalam membaca gejala dari
Adya Kirana, membuktikan bahwa Dokter Y telah memberikan keterangan dan
pendapat yang tidak sah dan bertentangan dengan tanggungj awab yang ia miliki
dalam Kodeki. Dalam Kodeki juga djelaskan bahwa tanggung jawab pekerjaan dokter
adalah mencakup manusia yang sehat dan/atau sakit yang dimulai dari masa pra-
patogenesa hingga ke paliatif, secara individu atau komunitas/masyarakat yang
memerlukan tindakan medik, baik yang jenis biasa maupun intervensif maupun
tindakan bimbingan/penasehatan individual hingga ke pendidikan masyarakat untuk
mengubah perilaku sakit menjadi sehat. Undang-undang tentang Kesahatan juga
mengatur mengenai pertanggungjawaban perdata dokter pada Pasal 55 ayat (1) UU
No. 36 tahun 2009 yang menentukan bahwa setiap orang berhak mendapatkan ganti
rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.25 Apabila
dihubungkan dengan kasus maka, Dokter Y dapat dimintakan pertanggungawaban
perdata dalam bentuk pertanggungjawaban karena Dokter Y telah melakukan
perbuatan melawan hukum, dan juga pertanggungjawaban karena Dokter Y telah
melanggar perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien.
21 J. Guwandi (c), op. cit., hlm. 33-35.
22 J. Guwandi (e), op. cit., hlm. 4. 23 Husein Kerbala, op. cit., hlm. 89 24 Ibid. 25 Sandra Dini Febri Aristya, op. cit., hlm. 185.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Dalam menentukan tanggung jawab terhadap pasien, tidak dapat dilihat hanya
dari hubungan antara rumah sakit dengan dokter saja. Perlu dilihat pula hubungan
antara pasien dengan dokter dan pasien dengan rumah sakit. Apakah pasien dalam
melakukan perawatan medis di rumah sakit hanya memerlukan perawatan oleh dokter
tertentu atau memang menginginkan dirawat pada rumah sakit tersebut. Dalam hasil
wawancara dengan narasumber Adya Kirana, Adya Kirana merupakan pasien yang
telah melakukan perawatan medis dengan Dokter Y sejak kehamilan anaknya yang
pertama (Aidan merupakan anak ke dua). Walaupun Dokter Y praktik di beberapa
tempat, Adya Kirana hanya melakukan konsultasi dengan Dokter Y ketika Dokter Y
sedang berpraktik di Rumah Sakit X.
Tanggung jawab rumah sakit terhadap kesalahan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Pasal 46 Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dimana rumah sakit bertanggung jawab
secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.26 Tanggung jawab hukum rumah
sakit dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dilihat dari aspek
etika, hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. 27 Hal tersebut
merupakan konsekuensi logis dari kenyataan bahwa rumah sakit pada dasarnya
merupakan organisasi penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki tanggung
jawab atas pelayanan jasa publik kesehatan yang diselenggarakannya. Dalam kasus,
Doker Y merupakan bentuk pelayanan jasa publik kesehatan yang diberikan oleh
Rumah Sakit X, melalui Dokter Y lah pelayanan jasa publik dalam bidang kesehatan
dapat dinikmati oleh pasien-pasien yang datang ke Rumah Sakit X.
Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan dan analisis terhadap permasalahan-permasalahan yang
telah dirumuskan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaturan mengenai misidagnosis medis diatur di dalam beberapa peraturan
perundang-undangan yaitu sebagai berikut: Undang-undang No. 36 Tahun
26 Indonesia (a), Ps. 46. 27 H. Syahrul Mahmud, Penegakkan Hukum dan Perlindungan bagi Dokter yang diduga
melakukan Medikal Malpraktek, (Bandung: CV. Karya Putra Darwati, 2012), hlm. 182.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
2009; Undang-undang No. 44; Undang-undang No. 29 Tahun 2004; Undang-
undang No. 36 Tahun 2014; KODEKI; dan KODERSI.
2. Untuk membuktikan misdiagnosis merupakan perbuatan malpraktik, terdapat
beberapa unsur yang harus dibuktikan, yaitu adanya hubungan antara dokter
dengan pasien; dokter terbukti bersalah tidak memberi pengobatan sesuai
dengan keahlian dan sikap yang kompeten; dan tindakan tersebut
menyebabkan kerugian yang nyata pada pasien. Setelah ditinjau apakah
misdiagnosis tersebut memenuhi unsur malpraktik, dapat dilihat apakah
misdiagnosis tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum atau
tidak.
3. Dalam menentukan tanggung jawab terhadap pasien, tidak dapat dilihat hanya
dari hubungan antara rumah sakit dengan dokter saja. Perlu dilihat pula
hubungan antara pasien dengan dokter dan pasien dengan rumah sakit.
Tanggung jawab rumah sakit terhadap kesalahan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Pasal 46 Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009. Sedangkan pertanggungjawaban dokter secara
hukum, tidak hanya disebabkan atas adanya wanprestasi dalam perjanjian atau
kontraktual terapeutik, tapi juga dikarenakan tidak dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban lainnya yang diatur menurut hukum dan standar etika
profesi yang berlaku.
Saran
1. Pemerintah seharusnya mengatur lebih lanjut mengenai peraturan tanggung
jawab rumah sakit dan dokter untuk memperjelas keterangan mengenai
tanggung jawab rumah sakit dan dokter agar tidak terjadi kesalah pahaman
antara keduanya ketika terjadi suatu tindakan malpraktik medis.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan profesinya diharapkan untuk lebih
memperhatikan kewajibannya dan juga hak-hak pasien seperti yang sudah di
atur di dalam peraturan perundang-undangan agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan, misalnya misdiagnosis medis.
3. Masyarakat yang merupakan pasien di suatu lembaga pelayanan kesehatan
sebaiknya mengetahui hak dan kewajibannya sebagai pasien dan lebih aktif
untuk menanyakan kepada dokter jika terdapat suatu hal yang dirasa belum
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
paham atau bingung terhadap suatu hal. Selain itu pasien dapat melapor ke
MKDKI jika memang terdapat suatu hal yang janggal atau dugaan
malpraktik.
Daftar Referensi
Buku
Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya, 2004.
Hanafiah, M. Jusuf, dan Amri Amir. Etika Kedokteran Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1999.
Mahmud, H. Syahrul. Penegakkan Hukum dan Perlindungan bagi Dokter yang diduga melakukan Medikal Malpraktek. Bandung: CV. Karya Putra Darwati, 2012.
Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
J, Nasution Bahder. Hukum Kesehatan: Pertanggunghawbaan Dokter. Cet. 16. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Kerbala, Husein. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
Puspita, Yulinda. Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati. Yogyakarta: Stiletto Book, 2016.
Satrio, J. Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian
Pertama. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
Jurnal Aristya, Sandra Dini Febri. “Pembuktian Perdata Dalam Kasus Malpraktik Di
Yogyakarta”, Mimbar Hukum. November 2011.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2014, LN No. 298 Tahun 2014.
Indonesia. Undang-Undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No. 153 Tahun 2009, TLN No. 5072.
Indonesia. Undang-undang tentang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN
No. 116 Tahun 2004, TLN No. 4431.
Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017