Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

18
Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis Kandungan Terhadap Misdiagnosis Tumbuh Kembang Janin Ditinjau dari Hukum Kesehatan Davita Masari Putri, Wahyu Andrianto Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum. Email: [email protected] Abstrak Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang- undangan di Indonesia. Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com. Kata Kunci : Misdiagnosis Medis; Malpraktik Medis; Tanggung Jawab Rumah Sakit; Tanggung Jawab Dokter; Perbuatan Melawan Hukum. Hospital and Obstetrician Liability for Medical Misdiagnosis of Fetus According to Health Law Abstract A misdiagnosis that was caused by a doctor is a liability for the hospital and the doctor itself. There are some rules that governing about medical misdiagnosis, one of them is Undang-undnag No. 44 Tahun 2009. The writer will discuss the element whether a misdiagnosis can be categorize as a malpractice and as an action against the law. To get the conclusion, the writer is using juridical normative-empirical writing method, so the writer interviewing several people and comparing some doctrine and regulation in Indonesia. As a case study, the writer is using a case from a website named www.rememberaidan.com. Keyword: Medical Misdiagnosis; Medical Malpractice; Hospital Liabiliity; Doctor Liability; Action Against the Law Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Transcript of Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Page 1: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis Kandungan Terhadap Misdiagnosis Tumbuh Kembang Janin Ditinjau dari

Hukum Kesehatan

Davita Masari Putri, Wahyu Andrianto

Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.

Email: [email protected]

Abstrak

Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com. Kata Kunci : Misdiagnosis Medis; Malpraktik Medis; Tanggung Jawab Rumah Sakit; Tanggung Jawab Dokter; Perbuatan Melawan Hukum.

Hospital and Obstetrician Liability for Medical Misdiagnosis of Fetus

According to Health Law

Abstract

A misdiagnosis that was caused by a doctor is a liability for the hospital and the doctor itself. There are some rules that governing about medical misdiagnosis, one of them is Undang-undnag No. 44 Tahun 2009. The writer will discuss the element whether a misdiagnosis can be categorize as a malpractice and as an action against the law. To get the conclusion, the writer is using juridical normative-empirical writing method, so the writer interviewing several people and comparing some doctrine and regulation in Indonesia. As a case study, the writer is using a case from a website named www.rememberaidan.com. Keyword: Medical Misdiagnosis; Medical Malpractice; Hospital Liabiliity; Doctor Liability; Action Against the Law

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 2: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Pendahuluan

Sejak dahulu, hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien sudah dikenal

di masyarakat. Hubungan tersebut timbul karena adanya kebutuhan pasien untuk

mencari solusi dari permasalahan kesehatannya. Terjadinya hubungan hukum antara

dokter dengan pasien ini disebut transaksi terapeutik, yaitu persetujuan atau perjanjian

untuk menentukan dan mencari terapi yang paling tepat bagi pasien.1 Dengan kata

lain, apabila seorang pasien meminta seorang dokter untuk mengobatinya dan sang

dokter menerimanya, maka saat itu sudah dimulai hubungan perjanjian antara dokter

dengan pasien. Hal ini membawa akibat bahwa hubungan pemberian pertolongan ini

mempunyai ciri-ciri khas, yaitu pasien berada dalam suatu posisi yang lemah dan

bergantung kepada dokternya.

Terdapat dua kemungkinan jenis hubungan hukum yang dapat tercipta dari

hubungan dokter dengan pasien, yaitu inspanningverbintenis atau

resultaatverbintenis. Namun biasanya, hubungan hukum yang tercipta antara dokter

dan pasien adalah hubungan hukum inspanningverbintenis.2 Di mana dokter memiliki

kewajiban untuk memberikan tindakan medik sebaik mungkin sesuai dengan standar

ilmu pengetahuan kedokteran yang telah terbukti dan teruji, sedangkan hasil dari

tindakan tersebut merupakan hal di luar kekuasaan dokter tersebut. Selama dokter

telah memberikan tindakan medik sesuai dengan standar, maka apabila kemudian

hasil yang diharapkan tidak didapatkan atau tidak sesuai dengan harapan, misalnya

hasil kesembuhan, maka pasien tidak dapat menggugat atau meminta ganti kerugian

kepada dokter tersebut karena pada hubungan hukum inspanningverbintenis, hal yang

menjadi prestasi seorang dokter adalah upaya medik saja. Inspanningverbintenis

Berbeda dengan resultaatverbintenis, di mana prestasi seorang dokter adalah hasil

akhir. Pada resultaatverbintenis, meskipun seorang dokter sudah memberikan

tindakan medik sebaik mungkin sesuai dengan standar ilmu pengetahuan kedokteran,

namun bila hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan, maka pasien dapat

menggugat atau meminta ganti kerugian kepada dokter tersebut. Mengapa hubungan

dokter dan pasien adalah hubungan hukum inspanningverbintenis bukan

resultaatverbintenis, dikarenakan dokter dilarang memberikan janji-janji kesembuhan

1 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran Hukum Kesehatan, (Jakarta: Buku

Kedokteran EGC, 1999), hlm. 39. 2 M. Sofyan Lubis, Konsumen dan Pasien dalam Hukum Indonesia, ed. 1, cet. 1, (Yogyakarta:

Liberty, 2008), hlm. 38.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 3: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

kepada pasien. Dokter hanya boleh memberikan pengertian bahwa ia akan berupaya

sebaik mungkin sesuai dengan ilmu kedokteran untuk kesembuhan si pasien.

Kelalaian penyelenggara pelayanan kesehatan diatur di dalam Pasal 58

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengenai hak setiap orang

untuk menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau

penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian

dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Berdasarkan hal tersebut, penuntutan

ganti kerugian karena kesengajaaan ataupun karena kelalaian dalam pelayanan

kesehatan ditujukan kepada seorang tenaga kesehatan maupun kepada penyelenggara

kesehatan (rumah sakit). Sementara itu, di dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, penuntutan ganti kerugian hanya ditujukan kepada

pihak rumah sakit, yang diakibatkan secara khusus karena kelalaian tenaga kesehatan

di rumah sakit. Maka, ketika mengalami kerugian selama menjalani perawatan di

rumah sakit, pasien akan berhadapan dengan 2 (dua) pihak yakni dokter dan rumah

sakit. Kedua pihak tersebut memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri. Dokter akan

mempertanggungjawabkan tindakan medis yang dilakukan, sementara rumah sakit

bertanggung jawab atas layanan kesehatan yang diselenggarakannya. Hal ini

terkadang tidak dipahami pasien, sehingga bingung dalam menentukan pihak mana

yang harus digugat.

Ketentutan tentang rumah sakit bertanggung jawab atas kerugian pasien akibat

kelalaian tenaga kesehatan ini, dapat menimbulkan akibat lebih lanjut bagi pihak

rumah sakit, tenaga kesehatan, maupun bagi pasien. Rumah sakit perlu mengetahui

bentuk kelalaian tenaga kesehatan yang tidak menjadi tanggung jawab rumah sakit.

Dengan adanya hal ini, tenaga kesehatan tentu akan lebih berhati-hati dan tidak

gegabah walaupun rumah sakit akan bertanggung jawab atas kelalaiannya. Terdapat

kelalaian tenaga kesehatan yang tetap menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan yang

bersangkutan. Implikasi bagi pasien yaitu pasien harus mengetahui bahwa telah

terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang menimbulkan kerugian baginya. Jika pasien

tidak mengetahui telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan yang telah merugikan

dirinya, maka ketentuan Pasal 46 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit tidak dapat direalisasikan. Terkadang rumah sakit hanya mau

bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja

sepenuhnya dalam rumah sakit dan terhadap tenaga kesehatan yang tidak bekerja

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 4: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

sepenuhnya dalam rumah sakit, rumah sakit tidak mau bertanggung jawab. Tetapi

dalam hal ini hubungan kerja antara dokter dan rumah sakit tergantung kepada

perikatan yang disepakati antara dokter dengan rumah sakit.3 Adanya doktrin central

responsibility (pertanggungjawaban terpusat pada rumah sakit), membuat rumah sakit

tetap bertanggung jawab atas apapun status dari tenaga kesehatan. Rumah sakit tetap

merupakan pihak yang pertama kali dimintakan tanggung jawabnya bila ada

kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya selama menjalankan tugas dan

dalam lingkup kewenangan tenaga kesehatan tersebut.

Dari berbagai macam kelalaian yang mungkin dilakukan oleh tenaga

kesehatan salah satunya adalah kesalahan mendiagnosis pasien. Diagnosis medis

dilakukan oleh dokter dibantu dengan alat kesehatan, misalnya dalam pemeriksaan

kandungan, dokter kandungan dibantu dengan sebuah alat ultrasonografi atau biasa

disebut alat USG yang merupakan alat bantu dalam diagnosis dan tindakan medis

untuk melihat gambaran organ-organ dalam manusia.4

Dengan adanya kesalahan diagnosis, maka upaya dokter dalam mendiagnosis

akan diperiksa apakah sudah maksimal dan apakah upaya tersebut sudah sesuai

dengan Undang-undang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan

Standar Profesi Kedokteran. Setelah diperiksa, penerapan standar profesi akan

diproses terlebih dahulu dan sanksinya akan diputuskan oleh organisasi-organisasi

profesi kedokteran yang menangani masalah-masalah di bidang etik dan pelanggaran

terhadap peraturan di bidang kesehatan, termasuk memberi pertimbangan di bidang

administrasi sampai dengan pencabutan izin praktik. Contoh dari organisasi-

organisasi tersebut adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

(MKDKI), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dan Ikatan Dokter

Indonesia (IDI). Tetapi, karena masyarakat melihat MKEK merupakan organisasi

yang tertutup, maka mereka berpikir jika pemeriksaan kinerja dokter oleh organisasi-

organisasi profesi kedokteran tersebut kurang efektif .

Berdasarkan permasalahan mengenai tanggung jawab rumah sakit atas

misdiagnosis yang telah dilakukan oleh dokter seperti yang telah diuraikan dalam

latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang timbul dan dapat diangkat dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut:

3 Y. A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Tinjauan dari Berbagai Peraturan Perundangan dan UU Praktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 82.

4 Yulinda Puspita, Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati, (Yogyakarta: Stiletto Book, 2016), hlm. 15.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 5: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai misdiagnosis medis?

2. Bagaimanakah suatu misdiagnosis dapat dikategorikan sebagai perbuatan

melawan hukum?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter kepada pasien

dalam hal terjadinya misdiagnosis?

Terdapat dua tujuan yang akan dicari oleh penulis dalam penulisan skripsi ini,

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah

untuk memberi gambaran kepada masyarakat mengenai kelalaian yang dilakukan oleh

seorang dokter berupa kesalahan mendiagnosis terhadap pasien dan bagaimana

pertanggungjawaban rumah sakit serta dokter terhadap kesalahan mendiagnosis

tersebut. Sedangkan tujuan khusus pada skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi

pengaturan mengenai misdiagnosis medis, untuk mengidentifikasi mengapa

misdiagnosis dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan untuk

mengidentifikasi pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter terhadap pasien atas

misdiagnosis.

Tinjauan Teoritis

Untuk menghindari kesalahan dalam perbedaan pengertian dan memudahkan

pemahaman, maka akan dijelaskan beberapa istilah umum yang akan digunakan

sebagai pedoman agar pembaca dapat memahami apa yang dimaksud atau

dikehendaki oleh penelitian penulis, antara lain sebagai berikut:

1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan

dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum

pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut. Pula pedoman

internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu, literatur, menjadi sumber hukum

kesehatan.5

2. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

5 Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 2004), hlm. 28.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 6: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan. 6

3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 7

4. Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik dalam

maupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.8

5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya

untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung

maupun tidak langsung di Rumah Sakit. 9

6. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan

dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.10

Metode Penelitian

Penulisan ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.

Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian yang menitikberatkan pada

pengkajian norma-norma atau kaedah-kaedah hukum tertulis maupun hukum tidak

tertulis dan diperoleh dari hasil observasi. Penelitian hukum normatif pada

hakekatnya akan menerapkan sistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang

digunakan di dalam setiap penelitian .11 Selain itu, jika dilihat dari sifat penelitiannya,

penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala. 12 Penelitian ini akan

menjelaskan analisis atas suatu kasus atau permasalahan yang menyangkut mengenai

pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter pada misdiagnosis pada pasien sehingga

6 Indonesia (a), Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No.36 Tahun 2014, LN No.298 Tahun 2014, Ps. 1 ayat (1).

7 Indonesia (b), Undang-Undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No.153 Tahun 2009, Ps. 1 ayat (1).

8 Menteri Kesehatan. Persetujuan Tindakan Kedokteran. PERMENKES RI/NO.290/MENKES/PER/III/2008, Ps. 1 ayat (6).

9 Indonesia (b), op.cit., Ps. 1 ayat (4). 10 Indonesia (c), Undang-undang Tentang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No.

116 Tahun 2004, TLN No. 4431, Ps. 1 angka 1. 11 Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 68. 12 Ibid., hlm. 4.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 7: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

pada akhirnya penelitian ini akan memberikan penjelasan yang kritis. Cara

pengumpulan data yang akan digunakan adalah berupa wawancara dengan

narasumber yang berkaitan dengan kasus yang akan dianalisis, yakni pasien yang

bernama Adya Kirana dan Dokter Friedi Tama Sp. OG., yang merupakan dokter

spesialis kandungan di RSUD Balaraja.

Dalam penelitian yuridis normatif-empiris, jenis-jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis sekunder. Jenis data sekunder adalah jenis data yang

diperoleh dari kepustakaan. Sumber data sekunder jika dilihat dari kekuatan

mengikatnya dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat13 yang

meliputi norma dasar atau kaidah dasar, peraturan dasar serta peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan hukum kesehatan khususnya

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-

undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta Kitab Undang-undang

Hukum Perdata.

2. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.14 Bahan

hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah

Buku Kapita Selekta Hukum Kedokteran Ditinjau dari Berbagai Peraturan

Perundangan dan UU Praktik Kedokteran karya Fred Ameln, serta

Pengantar Hukum Kesehatan karya Prof. Dr. Soerjono Soekanto, dan dr.

Herkutanto.

3. Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap sumber primer atau sumber sekunder. 15

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus

Besar Bahasa Indonesia.

Metode analisis data yang digunakan di dalam tulisan ini adalah metode

analisis kualitatif. Menurut Bogdan dan Biglen, analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hlm. 52

14 Soekanto, op. cit., hlm. 52. 15 Mamudji, op. cit., hlm. 31.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 8: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

milahnya menjadi satuan yang datapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Proses data kualitatif

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen

pribadi, dokumen resmi, gambar foto dan sebagainya.16

Hasil Penelitian

Pada tanggal 8 Juni 2015, Adya Kirana mengecek kandungannya ke Dokter Y

di Rumah Sakit X dan dokter mengatakan bahwa usia kandungannya sudah memasuki

minggu ke 7 (tujuh). Trimester pertama kehamilannya berjalan lancar, Adya Kirana

rutin minum vitamin dan rutin ke dokter. Pada trimester kedua, Adya Kirana pergi ke

Singapura untuk jalan-jalan dengan persetujuan Dokter Y. Masuk ke trimester ketiga

memasuki bulan ketujuh, Adya Kirana mengalami flek. Pertama keluar sedikit dan

lama kelamaan menjadi banyak seperti menstruasi. Akhirnya Adya Kirana konsultasi

ke Dokter Y dan Dokter Y mengatakan bahwa kandungan Adya Kirana turun karena

Adya Kirana terlalu sering menggendong anak pertamanya. Akhirnya Adya Kirana

dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Setelah itu setiap konsultasi, Dokter Y

selalu mengatakan bahwa bayi di dalam kandungan Adya Kirana sehat.

Pada tanggal 7 Januari 2016, Adya Kirana mengecek kandungannya ke Dokter

Z di daerah BSD. Pada saat memasuki ruangan Dokter Z, Dokter Z memeriksa

kandungan Adya Kirana. Tetapi pemeriksaan tersebut berlangsung lama dan Dokter Z

memeriksa berkali-kali dan kemudian Dokter Z mengatakan bahwa kandungan Adya

Kirana tidak berkembang dan terdapat masalah pada tulangnya. Hampir 1 (satu) jam

Dokter Z memeriksa perut Adya Kirana dan sesekali Dokter Z menggelengkan

kepalanya. Kemudian Dokter Z mengatakan kembali bahwa janin Adya Kirana

mengidap sindrom tulang bernama achondroplasia. Adya Kirana dan suami merasa

sangat kaget karena selama 9 (sembilan) bulan kehamilan, Dokter Y selalu

mengatakan bahwa janin yang berada di dalam kandungannya sehat, yang ia ketahui

hanya jenis kelaminnya laki-laki. Dokter Z mengatakan bahwa jika Adya Kirana

datang ke Dokter Z lebih cepat pasti Dokter Z akan menyarankan tindakan untuk

16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2009), hlm. 248.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 9: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

kandungannya, tetapi karena Adya Kirana terlambat datang, kondisi kandungannya

sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan karena resikonya terlalu besar.

Karena tidak percaya dengan Dokter Z, di hari yang sama Adya Kirana

langsung pergi ke dua orang dokter lainnya dan berharap jika Dokter Z salah

diagnosis. Selama satu minggu Adya Kirana mendatangi dokter kandungan yang

berbeda-beda, tetapi jawaban mereka semua sama yaitu janin Adya Kirana mengalami

masalah pada tulangnya tetapi dokter-dokter tersebut tidak dapat berbuat apa-apa

karena kandungan Adya Kirana terlalu besar dan mereka hanya dapat melakukan

observasi lebih lanjut ketika Adya Kirana sudah melahirkan. Ketika kembali ke

Dokter Y dan berkata bahwa dokter lain mendiagnosis bahwa terjadi kelainan pada

janinnya, Dokter Y berkata bahwa tulang yang berada di dalam janin Adya Kirana

memang lebih pendek sedikit. Dokter Y tidak dapat berbuat apa-apa kecuali

merekomendasikan dokter tulang yang baik setelah Adya Kirana melahirkan.

Akhirnya Adya Kirana pasrah meminimalisir jadwalnya untuk bertemu dengan dokter

karena ia menganggap dokter itu bukan Tuhan yang dapat memprediksi

kandungannya hanya melalui alat-alat pemeriksaan tersebut.

Ketika lahir, Aidan tidak menangis dan langsung dilarikan ke NICU level 3,

selain itu pernafasannya tidak bagus sehingga langsung dipasang alat bantu

pernafasan (ventilator 100%). Terdapat cairan dari lambungnya berwarna hijau yang

terus menerus keluar dari mulutnya. Wajahnya seperti stress selama di dalam

kandungan, suhu badanya panas terus-menerus sehingga dokter memutuskan

memberikan paracetamol. Kepala Aidan besar dengan dahi mengkerut, urat-urat

diwajahya terlihat jelas, Aidan susah bernafas sampai di sekitar hidung dan mulutnya

berwarna biru.

Gambar 4.1. Kondisi Gambar 4.2. Kondisi Gambar 4.3. Kondisi

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 10: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Aidan Ketika Lahir Aidan Ketika Lahir Aidan Ketika Lahir

Setelah 4 (empat) bulan Aidan hidup dengan dibantu menggunakan alat-alat

berupa:

Gambar 4.5. sonde Gambar 4.6. spuit

(selang yang terpasang dari (suntikan yang diisi

hidung masuk langsung ke lambung) dengan ASI)

Gambar 4.7. syringe pump Gambar 4.8. pulse oximete

(alat untuk mendorong spuit) oximeter (alat pendeteksi saturasi oksigen)

Gambar 4.9. Gambar4.10. nebulizer

tabung oksigen (alat untuk mencairkan lendir)

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 11: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Gambar 4.11. suction

(alat untuk menyedot lendir)

Akhirnya Aidan meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 2016 pukul 14.22 WIB dengan

organ-organ di dalam tubuh yang sudah rusak dan pendarahan pada otaknya.

Pembahasan

Berangkat dari kasus yang ada, terlihat adanya permasalahan hukum dari

hubungan hukum yang lahir diantara Adya Kirana sebagai Pasien dan Dokter Y. Pada

kasus, dapat kita lihat bahwa Dokter Y tidak melihat adanya tanda-tanda yang janggal

pada Aidan, padahal dokter-dokter dari rumah sakit lain yang memeriksa kandungan

Adya Kirana langsung dapat mengetahui jika terdapat suatu hal yang janggal pada

janin Adya Kirana yang mereka duga sebagai sindrom tulang atau achondraplasia.

Berangkat dari kejadian misdiagnosis tersebut akan dianalisis lebih lanjut dari segi

pertanggungjawaban dalam hukum perdata Indonesia.

Saat seseorang pasien menuntut adanya pertanggungjawaban dalam hukum

perdata Indonesia, salah satu tujuannya ialah untuk mendapatkan ganti kerugian atas

tindakan dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktik. Namun, sebagai profesi

dengan standar pengetahuan dan inelektualitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan masyarakat pada umumnya, akan membuat tindakan medis seorang dokter

sangatlah sulit untuk disebut sebagai tindakan malpraktik, meskipun telah banyak

pengaturan yang mengatur mengenai tindakan dokter tersebut seperti dalam Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009, mengingat pula adanya kode etik, standard operasional

prosedur dan standar profesi tanpa melupakan eksistensi komite penegak etik maupun

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 12: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

disiplin kedokteran seperti Komite Medik dan Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia.17

Tindakan Dokter Y yang tidak melihat adanya tanda-tanda keanehan pada

janin di kandungan Adya Kirana, selanjutnya menimbulkan banyak akibat yang

merugikan bagi keluarga Adya Kirana baik secara materil maupun immaterial. Atas

tindakan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 58 Undang-undang No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan Adya Kirana memiliki hak untuk mengajukan tuntutan

ganti rugi.

Dengan terpenuhi ketiga unsur dari misdiagnosis yang ada maka kesalahan

diagnosis yang dilakukan oleh Dokter Y in casu dapat dinyatakan sebagai malpraktik

medis. Selanjutnya kesalahan diagnosis yang merupakan malpraktik sebagaimana

tercantum dalam pengertian yang diberikan oleh World Medical Association dimana

hal tersebut menciptakan kerugian, atas kerugian ini berdasarkan Pasal 58 Undang-

undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Adya Kirana memiliki hak untuk

mengajukan tuntutan ganti rugi yang pada penelitian ini akan dijelaskan tuntutan ganti

rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum dan perikatan.

Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada

ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. J. Satrio mengemukakan unsur-unsur yang

tersimpul dari Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:18

1. Adanya tindakan/perbuatan;

2. Perbuatan itu harus melawan hukum;

3. Pelakunya memiliki unsur kesalahan;

4. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian; dan

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan

kerugian yang ditimbulkan.

Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini bersifat kumulatif yang

artinya semua unsur tersebut harus dipenuhi secara keseluruhan, artinya apabila salah

satu unsur tidak terpenuhi maka tidaklah suatu perbuatan dikatakan merupakan

perbuatan melawan hukum. ).19 Perbuatan in casu terlihat dari tindakan Dokter Y

yang memberikan kesalahan diagnosis atas gejala flek yang dirasakan oleh Adya

17Sandra Dini Febri Aristya, “Pembuktian Perdata Dalam Kasus Malpraktik Di Yogyakarta”,

Mimbar Hukum, (November 2011), hlm. 180-181.18 J. Satrio, op. cit., hlm. 139. 19 Munir Fuady, op. cit., hlm. 1.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 13: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Kirana yaitu dimulai dari trimester ketiga memasuki bulan ketujuh. Adanya tindakan

yang secara aktif dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Dokter Y membuat

unsur pertama dalam perbuatan melawan hukum terpenuhi. Unsur selanjutnya yaitu

perbuatan tersebut haruslah melawan hukum, perbuatan Dokter Y telah melanggar

unsur perbuatan melawan hukum berupa perbuatan yang melanggar undang-undang

yang berlaku dan perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta

sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan

sesama warga masyarakat atau terhadap harta orang lain. Pada kasus, terlihat

bagaimana Dokter Y telah melanggar 2 butir standar profesi kedokteran berupa

berbuat secara teliti dan seksama serta memiliki kemampuan rata-rata dibandingkan

dengan doker dari kategori keahlian medis yang sama. Dokter Y dinilai telah tidak

berbuat secara teliti dan seksama dalam melaksanakan tugasnya dapat dilihat dari

diagnosis yang salah yang telah diberikan olehnya, dimana dengan gejala-gejala yang

sama yang dirasakan oleh Adya Kirana, pada saat ia meminta opini dari banyak

dokter lainnya seluruh dokter tersebut menyatakan bahwa yaitu janin memiliki

penyakit achondroplasia, hal tersebut memenuhi unsur pada unsur tersebut dimana

membuktikan bahwa apabila Dokter Y lebih teliti dan seksama dalam memberikan

diagnosanya, dengan level pengetahuan yang sama yang dimiliki dokter lain maka

sepatutnyalah penyakit tersebut diketahui olehnya. Mengenai unsur keempat yaitu

adanya kerugian dimana Adya Kirana mengalami kerugian baik secara formil maupun

materiil karena kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh Dokter Y. Selanjutnya unsur

yang terakhir ialah adanya hubungan kausalitas antara perbuatan yang dilakukan

dengan kerugian yang terjadi. Pembuktian ini terliat dari rangkaian perbuatan Dokter

Y, mulai dari salah memberikan diagnosis atas gejala flek, hingga menyatakan bahwa

bayi dalam kandungan dalam kondisi sehat, padahal pada kenyataannya bayi tersebut

memiliki penyakit achondroplasia, kondisi dimana apabila diketahui lebih awal,

dokter dapat melakukan tindakan medis yang relevan.

Dalam bidang hukum kesehatan, perjanjian yang timbul dari hubungan hukum

antara dokter dengan pasien adalah perjanjian terapeutik, dimana perjanjian terapeutik

didefinisikan sebagai perjanjian antara dokter dengan pasien, yang berupa hubungan

hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.20 Permulaan

hubungan kontraktual sebagaimana dijelaskan oleh J. Guwandi, dimulai dengan

20 Nasution Bahder J, Hukum Kesehatan: Pertanggunghawbaan Dokter, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), cet. 16, hlm. 45.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 14: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

seorang pasien meminta seorang dokter untuk mengobatinya dan sang dokter

menerimanya.21 Berdasarkan kasus yang terjadi, hubungan kontraktual muncul pada

saat Adya Karina datang sebagai pasien Dokter Y, dimana Dokter Y telah merawat

kandungan Adya Kirana selama berbulan-bulan sekaligus memonitori perkembangan

kandungan tersebut. Kesediaan pasien untuk mengutarakan keluhan penyakitnya dan

kesediaan dokter untuk melakukan tindakan medis merupakan kesepakatan kedua

belah pihak. Sejak saat itu timbul perikatan antara dokter dan pasien.22

Sebagai anggota dari suatu profesi kedokteran, seorang dokter dalam

melaksanakan tindakannya terikat pada suatu tanggung jawab etik, selain itu dokter

sebagai anggota masyarakat juga terikat pada aturan-aturan hukum yang memberikan

profesi dokter suatu pertanggungjawaban hukum pula.23 Berdasarkan pengaturan

Pasal 7 Kodeki dokter wajib memberikan keterangan dan pendapat yang tepat,

dimana doker wajib mendasarkan isinya pada fakta medis yang diyakini benar sesuai

dengan pertanggungjawaban profesinya.24 Tindakan Dokter Y, yang menyatakan

kesalahan diagnosis pada akhirnya terbukti telah salah dalam membaca gejala dari

Adya Kirana, membuktikan bahwa Dokter Y telah memberikan keterangan dan

pendapat yang tidak sah dan bertentangan dengan tanggungj awab yang ia miliki

dalam Kodeki. Dalam Kodeki juga djelaskan bahwa tanggung jawab pekerjaan dokter

adalah mencakup manusia yang sehat dan/atau sakit yang dimulai dari masa pra-

patogenesa hingga ke paliatif, secara individu atau komunitas/masyarakat yang

memerlukan tindakan medik, baik yang jenis biasa maupun intervensif maupun

tindakan bimbingan/penasehatan individual hingga ke pendidikan masyarakat untuk

mengubah perilaku sakit menjadi sehat. Undang-undang tentang Kesahatan juga

mengatur mengenai pertanggungjawaban perdata dokter pada Pasal 55 ayat (1) UU

No. 36 tahun 2009 yang menentukan bahwa setiap orang berhak mendapatkan ganti

rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.25 Apabila

dihubungkan dengan kasus maka, Dokter Y dapat dimintakan pertanggungawaban

perdata dalam bentuk pertanggungjawaban karena Dokter Y telah melakukan

perbuatan melawan hukum, dan juga pertanggungjawaban karena Dokter Y telah

melanggar perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien.

21 J. Guwandi (c), op. cit., hlm. 33-35.

22 J. Guwandi (e), op. cit., hlm. 4. 23 Husein Kerbala, op. cit., hlm. 89 24 Ibid. 25 Sandra Dini Febri Aristya, op. cit., hlm. 185.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 15: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Dalam menentukan tanggung jawab terhadap pasien, tidak dapat dilihat hanya

dari hubungan antara rumah sakit dengan dokter saja. Perlu dilihat pula hubungan

antara pasien dengan dokter dan pasien dengan rumah sakit. Apakah pasien dalam

melakukan perawatan medis di rumah sakit hanya memerlukan perawatan oleh dokter

tertentu atau memang menginginkan dirawat pada rumah sakit tersebut. Dalam hasil

wawancara dengan narasumber Adya Kirana, Adya Kirana merupakan pasien yang

telah melakukan perawatan medis dengan Dokter Y sejak kehamilan anaknya yang

pertama (Aidan merupakan anak ke dua). Walaupun Dokter Y praktik di beberapa

tempat, Adya Kirana hanya melakukan konsultasi dengan Dokter Y ketika Dokter Y

sedang berpraktik di Rumah Sakit X.

Tanggung jawab rumah sakit terhadap kesalahan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Pasal 46 Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dimana rumah sakit bertanggung jawab

secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.26 Tanggung jawab hukum rumah

sakit dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dilihat dari aspek

etika, hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. 27 Hal tersebut

merupakan konsekuensi logis dari kenyataan bahwa rumah sakit pada dasarnya

merupakan organisasi penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki tanggung

jawab atas pelayanan jasa publik kesehatan yang diselenggarakannya. Dalam kasus,

Doker Y merupakan bentuk pelayanan jasa publik kesehatan yang diberikan oleh

Rumah Sakit X, melalui Dokter Y lah pelayanan jasa publik dalam bidang kesehatan

dapat dinikmati oleh pasien-pasien yang datang ke Rumah Sakit X.

Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan dan analisis terhadap permasalahan-permasalahan yang

telah dirumuskan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengaturan mengenai misidagnosis medis diatur di dalam beberapa peraturan

perundang-undangan yaitu sebagai berikut: Undang-undang No. 36 Tahun

26 Indonesia (a), Ps. 46. 27 H. Syahrul Mahmud, Penegakkan Hukum dan Perlindungan bagi Dokter yang diduga

melakukan Medikal Malpraktek, (Bandung: CV. Karya Putra Darwati, 2012), hlm. 182.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 16: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

2009; Undang-undang No. 44; Undang-undang No. 29 Tahun 2004; Undang-

undang No. 36 Tahun 2014; KODEKI; dan KODERSI.

2. Untuk membuktikan misdiagnosis merupakan perbuatan malpraktik, terdapat

beberapa unsur yang harus dibuktikan, yaitu adanya hubungan antara dokter

dengan pasien; dokter terbukti bersalah tidak memberi pengobatan sesuai

dengan keahlian dan sikap yang kompeten; dan tindakan tersebut

menyebabkan kerugian yang nyata pada pasien. Setelah ditinjau apakah

misdiagnosis tersebut memenuhi unsur malpraktik, dapat dilihat apakah

misdiagnosis tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum atau

tidak.

3. Dalam menentukan tanggung jawab terhadap pasien, tidak dapat dilihat hanya

dari hubungan antara rumah sakit dengan dokter saja. Perlu dilihat pula

hubungan antara pasien dengan dokter dan pasien dengan rumah sakit.

Tanggung jawab rumah sakit terhadap kesalahan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dalam Pasal 46 Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009. Sedangkan pertanggungjawaban dokter secara

hukum, tidak hanya disebabkan atas adanya wanprestasi dalam perjanjian atau

kontraktual terapeutik, tapi juga dikarenakan tidak dilaksanakannya

kewajiban-kewajiban lainnya yang diatur menurut hukum dan standar etika

profesi yang berlaku.

Saran

1. Pemerintah seharusnya mengatur lebih lanjut mengenai peraturan tanggung

jawab rumah sakit dan dokter untuk memperjelas keterangan mengenai

tanggung jawab rumah sakit dan dokter agar tidak terjadi kesalah pahaman

antara keduanya ketika terjadi suatu tindakan malpraktik medis.

2. Tenaga kesehatan dalam melakukan profesinya diharapkan untuk lebih

memperhatikan kewajibannya dan juga hak-hak pasien seperti yang sudah di

atur di dalam peraturan perundang-undangan agar terhindar dari hal-hal yang

tidak diinginkan, misalnya misdiagnosis medis.

3. Masyarakat yang merupakan pasien di suatu lembaga pelayanan kesehatan

sebaiknya mengetahui hak dan kewajibannya sebagai pasien dan lebih aktif

untuk menanyakan kepada dokter jika terdapat suatu hal yang dirasa belum

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 17: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

paham atau bingung terhadap suatu hal. Selain itu pasien dapat melapor ke

MKDKI jika memang terdapat suatu hal yang janggal atau dugaan

malpraktik.

Daftar Referensi

Buku

Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya, 2004.

Hanafiah, M. Jusuf, dan Amri Amir. Etika Kedokteran Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1999.

Mahmud, H. Syahrul. Penegakkan Hukum dan Perlindungan bagi Dokter yang diduga melakukan Medikal Malpraktek. Bandung: CV. Karya Putra Darwati, 2012.

Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

J, Nasution Bahder. Hukum Kesehatan: Pertanggunghawbaan Dokter. Cet. 16. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Kerbala, Husein. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Puspita, Yulinda. Panduan Cepat Mendapatkan Buah Hati. Yogyakarta: Stiletto Book, 2016.

Satrio, J. Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian

Pertama. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.

Jurnal Aristya, Sandra Dini Febri. “Pembuktian Perdata Dalam Kasus Malpraktik Di

Yogyakarta”, Mimbar Hukum. November 2011.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017

Page 18: Tanngung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Spesialis …

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang Tenaga Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2014, LN No. 298 Tahun 2014.

Indonesia. Undang-Undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No. 153 Tahun 2009, TLN No. 5072.

Indonesia. Undang-undang tentang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN

No. 116 Tahun 2004, TLN No. 4431.

Tanggung jawab ..., Davita Masari Putri, FH UI, 2017