tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

170
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia kaya akan sumber daya alamnya, salah satunya adalah tanah. Dalam hukum tanah, pengertian tanah telah diberi batasan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor 104) yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, “Atas dasar hak menguasai dari negara....adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang....”, berarti dalam hal ini yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi. Tanah merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Tanah yang disebut dengan permukaan bumi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yaitu dengan pemberian hak-hak yang telah diatur dalam Undang-Undang yang disebut dengan hak atas tanah. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 1 Jadi dengan demikian bahwa, hak-hak atas tanah yang diberikan kepada orang-orang harus sesuai dengan aturan yang berlaku, mengingat tanah 1 Boedi Harsono; 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan:Jakarta, hal. 18 1

Transcript of tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

Page 1: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia kaya akan sumber daya alamnya, salah satunya adalah

tanah. Dalam hukum tanah, pengertian tanah telah diberi batasan sebagaimana

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor

104) yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 4

ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, “Atas dasar hak menguasai dari

negara....adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah,

yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang....”, berarti dalam hal

ini yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi. Tanah merupakan

sumber daya alam yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya

dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi

sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Tanah yang disebut dengan

permukaan bumi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yaitu

dengan pemberian hak-hak yang telah diatur dalam Undang-Undang yang disebut

dengan hak atas tanah. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu

permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan

lebar.1 Jadi dengan demikian bahwa, hak-hak atas tanah yang diberikan kepada

orang-orang harus sesuai dengan aturan yang berlaku, mengingat tanah

1 Boedi Harsono; 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan:Jakarta, hal. 18

1

Page 2: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

2

merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hak menguasai negara, merupakan hak yang dimiliki oleh negara untuk

menguasai tanah. Hak menguasai Negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa

Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas

kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum Publik.2 Tugas mengelola

seluruh tanah bersama tidak mungkin dilakukan oleh seluruh Bangsa Indonesia,

maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak, pada

tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai

organisasi seluruh rakyat. Dengan demikian, cabang produksi yang penting bagi

negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dalam

artian diatur dan diselenggarakan oleh pihak-pihak yang diberi wewenang oleh

negara dan bertindak untuk dan atas nama negara berdasarkan peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

yang menentukan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagai

tindak lanjut ketentuan Pasal tersebut Negara memberikan kewenangan kepada

penyelenggara pemerintahan dalam bidang pertanahan, dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Pokok-pokok Agraria. Hak menguasai negara

atas tanah mencerminkan bahwa negara memiliki kewenangan untuk mengatur

dan menyelenggarakan peruntukan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan

2 W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma JayaYogyakarta: Yogyakarta, hal. 107.

Page 3: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

3

atas tanah serta mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah.

Terkait dengan adanya hak menguasai negara tersebut terdapat bermacam-macam

hak atas tanah yang diberikan dan dipunyai oleh orang baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama dan badan hukum. Oleh karena itu untuk menjamin adanya

kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut, maka diterbitkan Sertipikat

Hak Atas Tanah.

Sertipikat hak atas tanah pada umumnya merupakan tanda bukti

kepemilikan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1

angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

menentukan “Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,

tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan masing-

masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”. Dengan melihat

pengertian sertipikat tersebut, maka dapat diketahui bahwa Sertipikat hak atas

tanah akan memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah tersebut

yang berkenaan jenis hak atas tanah, subyek hak dan obyek hak. Terdapat

berbagai jenis hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang

Pokok Agraria, salah satunya yaitu hak milik. Dengan demikian sertipikat hak

milik atas tanah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat. Namun walaupun sertipikat hak milik atas tanah

merupakan tanda bukti hak atas tanah, namun hal tersebut belum dapat

memberikan kepastian hukum bagi pemegang haknya. Oleh karena itu bagi pihak

Page 4: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

4

yang merasa memiliki tanah yang telah diterbitkan sertipikat hak milik atas tanah

dapat mengugugat di pengadilan.

Gugatan terhadap terbitnya Sertipikat hak milik atas tanah, selain

disebabkan karena sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah,

sertipikat juga merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat

penetapan (beschiking). Oleh karena itu maka sertipikat hak atas tanah juga

merupakan suatu keputusan pemerintahan yang bersifat konkret dan individual,

yang merupakan pengakuan hak atas tanah bagi pemegang hak tersebut.

Selain itu gugatan atas terbitnya sertipikat hak milik atas tanah disebabkan

karena sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia, adalah sistem publikasi

negatif. Sistem publikasi negatif dapat diartikan bahwa kebenaran data fisik dan

data yuridis yang tercantum didalam sertipikat harus diterima sepanjang tidak ada

alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya, dengan kata lain bahwa Sertipikat

bukan merupakan alat bukti yang bersifat mutlak. Pendaftaran tanah dalam sistem

publikasi negatif, negara tidak menjamin kepastian dan kebenaran data yang

disajikan dalam sertipikat, hal inilah yang menimbulkan peluang bagi pihak lain

yang keberatan atas terbitnya sertipikat hak atas yaitu sertipikat hak milik atas

tanah suatu bidang tanah tertentu menggugat pihak yang namanya tercantum

dalam sertipikat tersebut, atau menggugat pejabat yang berwenang menerbitkan

atau mengeluarkan Sertipikat hak milik atas tanah tersebut. Oleh karena itu

apabila suatu Sertipikat Hak Milik atas tanah terdapat adanya cacat hukum

administrasi atau terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap/ inkracht, maka permasalahan hak milik atas tanah dapat diselesaikan

Page 5: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

5

oleh pemerintah (dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional) dengan melakukan

pengkajian dan penanganan kasus pertanahan tersebut.

Pengkajian dan penanganan kasus pertanahan adalah bertujuan untuk

memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang bersengketa, sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Naisonal

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan

Penanganan Kasus Pertanahan, yang menetapkan “Pengelolaan Pengkajian dan

Penanganan Kasus Pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum

akan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia”.

Dalam hal penyelesaian kasus pertanahan terhadap putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun adanya suatu cacat yuridis

dalam penerbitan suatu Sertipkat Hak Milik Atas Tanah, maka terhadap sertipikat

hak milik atas tanah tersebut dapat dilakukan suatu tindakan hukum pemerintah

dalam hal ini pejabat yang berwenang untuk melakukan pembatalan.

Kewenangan untuk melakukan pembatalan terhadap sertipikat hak atas

tanah termasuk juga pembatalan sertipikat hak milik atas tanah adalah berada pada

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur

dalam ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, yang menetapkan “Pemutusan

hubungan hukum atau pembatalan hak atas tanah atau pembatalan data

pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala BPN RI”. Selain

itu dalam ketentuan Pasal 58 ayat (1) menetapkan “ Kepala BPN RI menerbitkan

keputusan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan

Page 6: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

6

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dengan

kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia untuk menerbitkan Keputusan Pembatalan Hak atas tanah termasuk

juga pembatalan sertipikat hak milik atas tanah, maka akan menimbulkan

tanggungjawab terhadap penerbitan Keputusan tersebut. Selanjutnya kewenangan

untuk menerbitkan Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah dapat dilimpahkan

kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 58 ayat (2) yang menetapkan “Penerbitan keputusan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Deputi atau

Kakanwil”. Selanjutnya pelimpahan kewenangan dalam pembatalan hak atas

tanah dapat dilihat dalam Pasal 74 menetapkan:

Kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan: a. KeputusanPemberian Hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kakan yang terdapatcacat hukum administrasi dalam penerbitannya; b. Keputusan pemberianhak atas tanah yang kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepadaKakan dan Kanwil untuk melaksnaakan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap; c. Hak milik atas satuan Rumah Susununtuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap; dan d. pendaftaran hak atas tanah asal penegasan/pengakuanhak yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dan/atauuntuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap.Namun dalam ketentuan Pasal 75 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, menetapkan “Kakanwil

dalam menerbitkan keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74

atas nama Kepala BPN RI”. Dari ketentuan Pasal 58 ayat (2) tersebut bermakna

bahwa adanya pelimpahan kewenangan secara delegasi dari Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dalam hal penerbitan Keputusan Pembatalan, tetapi apabila

Page 7: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

7

dilihat dalam ketentuan Pasal 75 terlihat bahwa Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia melimpahkan kewenangan kepada Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam bentuk mandat, karena Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional bertindak atas nama Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Berarti dalam hal ini telah terjadi

inkonsistensi rumusan norma dalam Peraturan Nomor 3 Tahun 2011, sehingga

terlihat adanya ketidakharmonisan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tersebut, terutama dalam hal

tanggungjawab apabila terjadi gugatan terhadap diterbitkannya Keputusan

Pembatalan sertipikat hak milik atas tanah. Ketidakharmonisan suatu norma

menyebabkan terjadinya konflik norma. Konflik norma secara luas dapat dilihat

dari pendapat Lars Lindahl yang menyatakan: “in a wide, norms are in conflict

when they do not “get on well” together”.3 (secara luas, norma disebut sebagai

konflik ketika mereka tidak dapat “harmonis” bersama-sama).

Inkonsistensi rumusan norma tersebut dapat dilihat dalam penerbitan

Keputusan Pembatalan Sertipikat yang salah satunya diterbitkan oleh Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali. Salah satu Keputusan

Pembatalan Sertipikat hak Milik Atas Tanah yang diterbitkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali atas nama Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah Keputusan Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali Nomor:

3607/Pbt/BPN.51/2011 tentang pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 131

3 Lars Lidahl, 1992, Conflicts In System Of Legal Norms A Logical Point Of View. DalamOnder redaction van, et, al, editor. Conhrence and conflict in law, Kluwer law and TaxationPublisher Deventer, Boston, h. 39

Page 8: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

8

sebagian, 132, 133, 134, 135, dan 136/Tajun beserta perlaihan haknya yatu

Sertipikat Hak Milik Nomor 40, 81 dan 82/Mengening yang terletak di Desa

Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

sebagai pelaksanaan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.4 Namun ketika terjadi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar

oleh pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkan Keputusan Pembatalan

tersebut, yang digugat adalah Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi Bali yang, sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Denpasar Nomor 06/G/2012/PTUN.Dps, tanggal 11 Juli 2012.5

Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya ketidakharmonisan rumusan

Pasal dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

antara Pasal 58 ayat (2) dengan Pasal 75 yang disertai dengan fakta hukum (legal

fact) yang ada, maka penulis bermaksud menghasilkan suatu kesimpulan hukum

yang dimaksud untuk menyelesaikan permasalahan hukum tersebut. Dengan

demikian, maka dalam penulisan karya tulis ini, penulis akan melakukan kajian

terhadap “Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Terkait Kewenangan Menerbitkan Keputusan Pembatalan sertipikat hak milik atas

tanah”.

4 Bidang Pengakjian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kantor WilayahBadan Pertanahan Nasional Provinsi Bali.

5 ibid

Page 9: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, oleh karena adanya

konflik norma didalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 2011 yaitu antara Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 73 ayat (2) dengan Pasal 75,

maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu:

1.2.1 Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan tentang Pembatalan sertipikat hak milik atas

tanah.

1.2.2 Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

terkait Kewenangannya menerbitkan Keputusan tentang Pembatalan

sertipikat hak milik atas tanah.

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam Penulisan tesis ini, ruang lingkup masalah merupakan salah satu faktor

yang penting, dimana ruang lingkup masalah menggambarkan cakupan luasnya

penelitian tesis ini. Sehingga adapaun ruang lingkup masalah yang dibahas dalam

pokok permasalahan ini, dibatasi pada kewenangan Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional dalam menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat

Hak Milik Atas Tanah dan Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional yang ditimbulkan akibat penggunaan kewenangan

menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah.

Page 10: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

10

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari disusunnya penelitian yaitu dalam rangka

implementasi dan aplikasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang dalam hal ini

mengkhususkan di bidang penelitian ilmu pengetahuan yang menekankan antara

bidang ilmu hukum administrasi negara dan ilmu hukum Agraria. Dengan adanya

penelitian ini, diharapkan nantinya menghasilkan sebuah pemahaman yang lebih

mendalam perihal Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional terhadap penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji secara yuridis kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dalam menerbitkan Keputusan tentang Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah.

2. Untuk menemukan dan mengkaji secara yuridis tanggungjawab Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional terhadap terbitnya Keputusan

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu:

1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi ilmiah dalam pengembangan ilmu hukum

khususnya pengembangan ilmu hukum Perundang-Undangan dan peraturan

kebijakan bidang Perundang-Undangan dan peraturan kebijakan Agraria.

Page 11: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

11

b. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, memperdalam wawasan

serta dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian sejenis.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam merumuskan

peraturan hukum yang berkaitan dengan masalah pengkajian dan

penanganan pertanahan.

b. Bagi kalangan akademik, memberikan dorongan untuk dilaksanakannya

penelitian sejenis oleh peneliti lainnya dimasa mendatang sehingga dari

penelitian ini akan melahirkan inspirasi baru bagi kalangan akademisi untuk

melakukan pengkajian kritis terhadap kewenangan dan tanggungjawab

terhadap penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah dalam rangka penyelesaian kasus-kasus pertanahan.

1.6. Orisinalitas Penelitian

Penelitian tentang Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional terkait Kewenangannya Menerbitkan Keputusan Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah adalah secara umum membahas mengenai

bidang pertanahan. Dalam penelitian ini, penulis telah memperbandingkan dengan

beberapa penelitian yang juga membahas mengenai bidang pertanahan yang

khusunya mengkaji tentang pembatalan hak atas tanah. Adapun karya tulis yang

mirip dengan penelitian ini antara lain:

Page 12: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

12

1. Penelitian tesis dari Sriyanti Achmad6, Program Studi Magister Kenotariatan,

Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, judul tesis “Pembatalan dan

Peneribitan Sertipikat Hak Atas Tanah Pengganti (Studi Kasus Pembatalan

Sertipikat Putusan MA No. 987 K/ PDT/ 2004)”. Penelitian Sriyanti Achmad

mengkaji tentang kepastian hukum sertipikat hak atas tanah pengganti atas

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang

kemudian di batalkan oleh putusan pengadilan tata usaha negara dan

perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pihak yang tercatat dalam

sertipikat hak atas tanah pengganti tersebut. Sementara itu Penulis ini

mengkaji tentang tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional karena diterbitkannya Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas tanah.

2. Penelitian tesis dari Dewi Purnama Julianti7, Program Magister Kenotariatan,

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, judul tesis “Analisis

Yuridis Pembatalan Hak Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan”.

Penelitian Dwi Purnama Julianti mengkaji tentang analisis yuridis terhadap

penerbitan Keputusan pemberian hak atas tanah yang serta merta

membatalkan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan, yang pada

tatanan empirik Badan Pertanahan Nasional sangat jarang mengeluarkan

Keputusan pembatalan hak atas tanah, walaupun putusan pengadilan

6 Sriyanti Achmad, 2008, “Pembatalan dan Peneribitan Sertipikat Hak Atas TanahPengganti (Studi Kasus Pembatalan Sertipikat Putusan MA No. 987 K/ PDT/ 2004)”, ProgramPascasarjana Universitas Diponogoro, Semarang,http://eprints.undip.ac.id/18339/1/SRIYANTI_ACHMAD.pdf, diakses 6 Agustus 2012.

7 Dwi Purnama Julianti, 2009, “Analisis Yuridis Pembatalan Hak Atas Tanah di KantorPertanahan Kota Medan”, Sekolah Pascasarjana Univeistas Sumatera Utara, Medan,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5464/1/09E01888.pdf, 8 Agustus 2012.

Page 13: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

13

mengenai pembatalan sertipikat relatif banyak. Sementara itu penulis ini

mengkaji dari tatanan normatif tentang pengaturan Pelimpahan Kewenangan

Penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah kepada

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yang selanjutnya dari

kewenangan tersebut menimbulkan tanggungjawab bagi Kepala Kantor

Wilayah sebagai Pejabat yang mengeluarkan Keputusan tersebut.

3. Penelitian Tesis dari Titut Rosawati8, Program Magister Kenotariatan

Universitas Indonesia, judul tesis “Analisis Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai Pelaksanaan Eksekusi

Putusan Pengadilan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor

2096.K/Pdt/1987 tanggal 28 Desember 1987 dan Keputusan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 4-X.C-2005 tanggal 14 Juli 2005)”. Penelitian

Titut Rosawati mengkaji tentang sengketa tanah antara Jaminan dengan

Kasmir dan Jamud yang berakibat pada pembatalan Sertipikat Hak Milik

Nomor 444/Kramas atas nama Indra Soewignya dan Sertipikat Hak Milik

Nomor 445/Kramas atas nama Nuning Lestari. Penelitian menekankan pada

perlindungan hukum bagi Indra Soewignya dan Nuning Lestari selaku

pemegang sertipikat hak atas tanah yang diperolehnya dengan itikad baik.

Sementara itu penulis ini mengkaji tentang tanggungjawab diterbitkannya

8 Titut Rosawati, 2010, “Analisis Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Oleh BadanPertanahan Nasional sebagai Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan (Studi Kasus PutusanMahkamah Agung RI Nomor 2096.K/Pdt/1987 tanggal 28 Desember 1987 dan Keputusan KepalaBadan Pertanahan Nasional Nomor 4-X.C-2005 tanggal 14 Juli 2005)”, Program KenotariatanUniversitas Indonesia, Depok, http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131073-T%2027401-Analisis%20pembatalan-HA.pdf, 9 Agustus 2012.

Page 14: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

14

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah oleh Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

4. Penelitian Tesis dari Triastuti, Yulia Darini9, Program Magister Kenotariatan

Universitas Gajah Mada, judul tesis “Analisis Yuridis Pembatalan Keputusan

pemberian hak atas tanah dan/ atau sertipikat hak atas tanah berdasarkan

Putusan Pengadilan (Studi kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara

Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Sleman)”. Penelitan Triastuti mengkaji

tentang dasar hukum yang digunakan sebagai landasan pembatalan

Keputusan pemberian hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah, akibat

hukum pembatalan sertifikat hak atas tanah, proses pembatalan sertifikat hak

atas tanah dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah.

Sementara itu penulis ini mengkaji pada tatanan normatif yang menekankan

pada diterbitkannya Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang menimbulkan

tanggungjawab dari diterbitkannya Keputusan tersebut.

Walaupun ke-4 penelitian diatas merupakan ranah penelitian dalam bidang

pertanahan khususnya tentang pembatalan sertipikat atas tanah, namunnya

kajiannya tidak sama dengan penelitian dalam tulisan yang berjudul

“Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Terkait

Kewenangannya Menerbitkan Keputusan Pembatalan sertipikat Hak Milik atas

9Yulia Darini Triastusi, “Analisis Yuridis Pembatalan Keputusan pemberian hak atas tanahdan/ atau sertipikat hak atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan ( Studi kasus di PengadilanTata Usaha Negara Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Sleman)”, Program Magister KenotariatanUniversitas Gajah Mada Program Magister Kenotariatan Universitas Gajah Mada ,Yogyakarta,http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=38810&obyek_id=4, diakses 9 Agustus 2012.

Page 15: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

15

Tanah”, karena dalam kajian ini menekankan pada tanggungjawab Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional terhadap diterbitkannya Keputusan

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah. Hal ini membuktikan bahwa tulisan

dalam penelitian ini tidak merupakan plagiasi terhadap tulisan penelitian-

penelitian terdahulu.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam rangka penelitian Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional terhadap Penerbitan Keputusan Hak Atas Tanah

diperlukan teori, asas, dan konsep yang dapat digunakan sebagai landasan teoritis

dalam membahas permasalahan yang telah dirumuskan, adapun teori, asas dan

konsep yang digunakan:

1. Konsep Negara Hukum

2. Teori Kewenangan

3. Asas Kepastian Hukum.

4. Konsep Keputusan Tata Usaha Negara

5. Konsep Pertanggungjawaban Pemerintah

1.7.1 Konsep Negara Hukum

Konsep tentang negara hukum sudah dicetuskan sejak abad ke17 dan 18

untuk menentang kekuasaan yang tidak terbatas dari penguasa. Para pemikir

mencoba menjawab persoalan yang berkaitan dengan hakekat, asal dan tujuan

negara. Khususnya adalah berkaitan dengan dari mana negara mendapat

Page 16: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

16

kekuasaan, karena itulah muncul 2 teori besar tentang negara dan hukum yaitu

Teori Kedaulatan ( Souverenete) dan Teori Asal Mula Negara, yang menghasilkan

2 pola negara yaitu negara kekuasaan (machstaats) dan negara hukum

(rechstaat)10. Perkembangan konsep negara hukum modern terjadi sekitar abad

ke-20, dimana telah terjadi pergeseran kedudukan negara sebagai penjaga

keamanan dan ketertiban menjadi negara yang mengutamakan dan

mneyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya. Menurut Pendapat Bagir Manan

sebagaimana dikutip oleh Irfan Fachruddin menyatakan, “bahwa konsepsi negara

hukum modern merupakan perpaduan antara konsep negara hukum dan negara

kesejahteraan”. 11 Jadi dalam konsep negara hukum ini, negara tidak semata-mata

hanya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban, tetapi memiliki tanggungjawab

dalam mewujudkan dan menyelenggarakan keadilan sosial dan kesejahteraan

masyarakatnya.

Konsep negara hukum modern dikenal dengan istilah “Rechtstaat”.

Penggunaan istilah negara hukum selain rechtstaat juga dikenal dengan The Rule

Of Law di Inggris dan Government of law,but not of man12. Konsep Negara

Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant,

Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah

Jerman, yaitu “rechtsstaat”. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep

Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The

10 A. Mukthie Fadjar, 2004, Type Negara Hukum, Bayu Media Publihsing, Malang h. 11,11Lihat Pendapat Bagir Manan dalam Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan

Administrasi Terhadap Tidakan Pemerintah, Edisi Pertama, cetakan ke-1, PT. Alumni, Bandung,h. 115.

12 Ni Matul Huda,2006, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada,Jakarta,h.73.

Page 17: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

17

Rule of Law”. Konsep negara hukum yang disebut dengan “The Rule of Law”,

dapat dilihat dari pendapat Hilaire Barnett menyatakan bahwa “The essence of the

rule of law is that of the soverignity or supremacy of law over man”13 (esensi dari

The Rule of Law adalah kedaulatan atau supremasi hukum atas manusia)

Menurut ahli hukum jerman, Friedrich Julius Stahl (1802-1861)

menyatakan bahwa prinsip negara hukum yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Adanya

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia; (2) Adanya pemisahan kekuasaan; (3)

Pemerintah dijalankan berdasarkan kepada Undang-Undang (hukum tertulis); (4)

Adanya pengadilan administrasi.14

Unsur-unsur Rule Of Law, seperti yang dikemukakan oleh A.V. Dicey

dalam Introduction to the Law of the Costitution mencakup:

a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanyakekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam artibahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.

b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before thelaw). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat.

c. Terjaminya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang (di negeralain oleh Undang-Undang dasar) serta keputusan-keputusanpengadilan.15

Menurut Pendapat Prof. Sudargo Gautama, SH sebagaimana yang

dikutip oleh Abdul Azis Hakim, mengemukakan tiga ciri-ciri atau unsur-unsur

dari Negara Hukum, yakni:

a) Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan,maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan

13 Hilaire Barnett, 2011, Constitutional & Administrative Law, Eight Edition, Routledge,London and New York, h. 52

14 Munir Fuady, 2009, Teori Negara hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama:Bandung, h. 27.

15 Miriam Budiardjo, 2007, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, h. 58.

Page 18: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

18

negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak terhadap negaraatau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.

b) Asas LegalitasSetiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakanterlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atauaparaturnya.

c) Pemisahan kekuasan.16

Sehubungan dengan konsep negara hukum, Indonesia adalah negara yang

menganut prinsip negara hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan “ Negara Indonesia adalah

Negara Hukum. Konsep Negara Hukum di Indonesia, menurut Muhammad

Yamin, menyatakan: “Indonesia ialah negara hukum (rechstaat, government of

law) tempat keadilan tertulis berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer,

tempat polisi dan prajurit memegang pemerintahan dan keadilan, bukanlah pula

negara kekuasaan (machstaat) tempat tenaga senjata dan kekuatan badan

melakukan sewenang-wenang”.17

Berdasarkan uraian konsep negara hukum tersebut, maka dapat

diketahui bahwa pada dasarnya dalam konsep negara hukum berkaitan dengan

asas legalitas (kepastian hukum). Asas legalitas merupakan salah satu unsur

negara hukum yang utama, karena suatu negara bukan diperintah oleh orang tetapi

diperintah oleh hukum. Menurut Montesquieu, “Negara merupakan alat hukum”

(rechtsappraat), bukan menjadi alat kekuasaan/kekuatan (manchtspperest).18

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asas legalitas merupakan kekuasaan

negara didasarkan pada hukum yang berlaku, dimana dengan asas legalitas ini

dapat memberikan suatu legitimasi bagi tindakan pemerintah dalam artian bahwa

16 Lihat Pendapat Sudarto Gautama dalam Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum danDemokrasi di Indonesia, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 10

17 Irfan Fachruddin,Op. cit, h. 126.18 Mukthie Fadjar,Op. cit, h. 59.

Page 19: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

19

tindakan hukum pemerintah harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh

suatu aturan hukum yang tertulis. Apabila dikaitkan dengan usulan penelitian ini,

maka organ pemerintah, dalam hal ini adalah Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dalam membentuk dan menerbitkan Keputusan berupa

penerbitan Keputusan terhadap pembatalan sertipikat hak milik atas tanah

didasarkan pada Hukum yang berlaku. Sehingga dengan adanya kewenangan yang

didasarkan oleh hukum yang berlaku, maka akan disertai dengan tanggungjawab

yang ditimbulkan dari kewenangan dalam menerbitkan Keputusan tersebut.

1.7.2 Teori Kewenangan

Istilah kewenangan dan wewenang dalam Hukum Administrasi Negara

terdapat perbedaan pandangan dari beberapa literatur yang ada. Secara konseptual

istilah kewenangan sering disebut authority, gezag atau yuridiksi dan istilah

wewenang disebut dengan competence atau bevoegdheid.19 Menurut Juanda yang

menyatakan bahwa “kewenangan adalah kekuasaan formal yang berasal dari atau

diberikan oleh Undang-Undang misalnya kekuasaan legislatif, kekuasaan

eksekutif, kekuasaan yudikatif. Dengan demikian dalam kewenangan terdapat

kekuasaan dan dalam kewenangan lahirlah wewenang”.20 Sedangkan wewenang

(competence, bevoegdheid) hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu atau bidang

tertentu saja.21 Sedangkan menurut Pendapat Philipus M. Hadjon sebagaimana

dikutip oleh Lukman Hakim, memakai istilah wewenang yang dapat

19 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi diIndonesia, Liberty, Yogyakarta,(selanjutnya SF. Marbun I), h. 153

20 Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumnni, Bandung, h. 265.21 SF. Marbun (I), Op. cit, h. 154

Page 20: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

20

dipertukarkan dengan istilah kewenangan, kedua istilah itu sering disejajarkan

dengan istilah bevoegheid dalam bahasa belanda.22 Menurut Atmosudirdjo antara

kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegheid) perlu

dibedakan, walaupun dalam praktik pembedaanya tidak selalu dirasakan perlu.23

Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam menjalankan roda

pemerintahan, dimana didalam kewenangan mengandung Hak dan Kewajiban

dalam suatu hubungan hukum publik. Menurut H.D Stout yang mengatakan

bahwa:

Bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kanworden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op deverkrijging en uitoefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden doorpubliekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuursrechtelijkerechtsverkeer.24 ( wewenang merupakan pengertian yang berasal dariorganisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai sebagaikeseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan danpenggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalamhubungan hukum publik ).Pemerintah dalam mengambil suatu tindakan, harus disadarkan pada

hukum yang berlaku, oleh karena itu agar suatu tindakan pemerintah dikatakan

sah, maka hukum memberikan suatu kewenangan kepada pemerintah untuk

bertindak maupun tidak. Menurut Philipus M. Hadjon, Kewenangan membuat

keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau

dengan delegasi.25 Senada dengan hal tersebut, menurut pendapat F.A.M Stroink

dan J.G Steenbeek yang dikutip oleh Sajidjono, mengatakan bahwa hanya ada dua

22 Lihat Pendapat Philipus M. Hadjon dalam Lukman Hakim, 2012, Filosofi KewenanganOrgan Lembaga Daerah, perspektif Teori Otonomi & Desentralisasi dalam PenyelenggaraanPemerintahan Negara Hukum dan Kesatuan, Setara Press, Malang, h. 74.

23 Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, GhaliaIndonesia, Jakarta, h.78

24Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.101.

25 Philipus M. Hadjon, et.al, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introductionto the Indonesian Administrative law, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 130.

Page 21: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

21

cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni atribusi berkenaan dengan

penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi adalah menyangkut

pelimpahan wewenang yang telah ada, untuk wewenang mandat dikatakan tidak

terjadi perubahan wewenang apapun, yang ada hanyalah hubungan internal.26

Namun secara teoritis pemerintah memperoleh kewenangan dari tiga sumber

yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.

Menurut H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai

berikut:

a. Atrtibutie: toekenning van een bestursbevoegheid door een wetgeveraan een bestursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenangpemerintah oleh pembuat Undang-Undang kepada organ pemerintah).

b. Delegatie:overdracht van een bevoegheid van het ene hetbestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahanwewenang pemerintah kepada organ pemerintahan lainnya).

c. Mandaat: een bestuursorgaan ;aat zijn bevoegheid namens hemuitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahanmengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lainnya).27

Kewenangan yang diperoleh secara atribusi menunjukkan pada

kewenangan asli yaitu bahwa adanya pemberian kewenangan oleh pembuat

Undang-Undang kepada suatu organ pemerintah. Suatu atribusi merupakan

wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada

suatu peraturan Perundang-Undangan. Delegasi dapat diartikan adanya

penyerahan/ pelimpahan wewenang oleh pejabat pemerintah (delegans) kepada

pihak lain yang menerima wewenang tersebut (delegatoris). Dan kewenangan

yang diperoleh secara mandat tidak terjadi pergeseran kompetensi antara pemberi

mandat dengan penerima mandat.

26 Lihat Pendapat Stroink dan Steenbeek dalam H.Sadjijono, 2011, Bab- Bab Pokok HukumAdministrasi, Cetakan II, Edisi II, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, selanjutnya disebut Sadjijono(I), h. 65.

27 Ridwan HR, Op.cit, h.104-105.

Page 22: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

22

Dalam kajian hukum Administrasi Negara, sumber wewenang bagi

pemerintah dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan sangatlah penting. Hal

ini disebabkan karena dalam penggunaan wewenang tersebut selalu berkaitan

dengan pertanggungjawaban hukum. Dalam pemberian kewenangan kepada setiap

organ atau pejabat pemerintahan tertentu tidak terlepas dari pertanggungjawaban

yang ditimbulkan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan

wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan

tanggungjawab intern ekstern pelaksaanaan wewenang yang diatribusikan

sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).28

Dalam wewenang delegasi sifat wewenanganya adalah penyerahan atau

pelimpahan wewenang yang bersumber dari wewenang atribusi. Akibat hukum

ketika wewenang dijalankan menjadi tanggungjawab penerima delegasi

(delegataris). 29

Mandat merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan, tetapi tidak sama

dengan delegasi, karena mandataris (penerima mandat) dalam melaksanakan

kekuasaannya tidak bertindak atas namanya sendiri, tetapi atas nama sipemberi

kuasa, karenanya yang bertanggungjawab adalah si pemberi kuasa.30

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan Lembaga Pemerintahan

Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden,

dan dipimpin oleh seorang Kepala, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan

Nasional. Selanjutnya dalam Pasal 2 menetapkan bahwa “Badan Pertanahan

28 Ridwan HR,Op.cit, h.108.29 H.Sadjijono (I) , Op. cit, h. 66.30 Jum Anggriani, 2012, “ Hukum Adminsitrasi Negara”, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 92.

Page 23: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

23

Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang

pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral. Berdasarkan ketentuan Pasal

tersebut, maka hal-hal yang berkaitan dengan pertanahan merupakan kewenangan

yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional, yang kewenangannya diperoleh

dari adanya pendelegasian wewenang. Begitu juga berkaitan dengan produk

hukum yang dihasilkan oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dalam bentuk

regulasi, yaitu salah satu dalam bentuk Peraturan Kepala Badan. Fungsi regulasi

kekuasaan eksekutif dapat dilihat dari; (a) pendelegasian Undang-Undang; (b)

peraturan kebijaksanaan.31

Berdasarkan hal tersebut, Peraturan Kepala Badan merupakan salah satu

bentuk Peraturan Kebijakan, dimana dalam hal kewenangan untuk membuat

Peraturan Kebijakan berupa Peraturan Kepala Badan diperoleh berdasarkan

adanya delegasi wewenang. Dikeluarkanya Peraturan Kepala Badan Pertanahan

tentang pengkajian dan penangangan sengketa dan konflik pertanahan yang salah

satunya mengatur tentang pelaksanaan pembatalan hak atas tanah materi

muatannya berisi hal-hal yang berkenaan dengan tanggung jawab Badan

Pertanahan Nasional yang bersifat mengatur. Dengan dibentuknya peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 yang berkaitan dengan

Pembatalan Hak Atas Tanah menjadi dasar kewenangan Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional dalam menerbitkan Keputusan Pembatalan sertipikat

hak milik atas tanah yang disertai dengan tanggung jawab secara internal maupun

31 Yudhi Setiawan, 2009, Instrumen Hukum campuran (gemeenscapelijkrecht) dalamKonsolidasi Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Yudhi Setiawan I), h.25

Page 24: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

24

secara eksternal dalam hal menerbitkan Keputusan Pembatalan sertipikat hak

milik atas tanah.

1.7.3. Asas Kepastian Hukum

Asas Kepastian Hukum merupakan salah satu perwujudan asas legalitas

dalam negara hukum. Menurut penjelasan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme, menyebutkan bahwa “ Asas Kepastian hukum merupakan

Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan Perundang-

Undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggaraan

Negara”.

Menurut Pendapat Ateng Syarifudin sebagiamana yang dikutip oleh Murtir

Jeddawi, asas kepastian hukum ini mempunyai dua aspek, masing-masing bersifat

hukum material dan hukum formal.32 Aspek hukum Material sangat erat

hubunganya dengan asas kepercayaan, dimana asas kepastian hukum

menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu

keputusan badan atau pejabat.33 Sementara yang bersifat formal, diartikan bahwa

keputusan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada keputusan-

keputusan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas.34

Terkait dengan asas kepastian hukum apabila ditinjau dari aspek hukum formal,

yaitu memberikan konsekuensi bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan

32Lihat Pendapat Ateng Syarifudin dalam H. Murtir Jeddawi, 2012, Hukum AdministrasiNegara, Total Media, Yogyakarta, h. 139.

33S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2009, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,cetakan Kelima, Liberty, Yogyakarta, h. 60.

34Ibid

Page 25: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

25

dengan penerbitan keputusan oleh badan pemerintah harus dirumuskan secara

jelas.

Asas Kepastian Hukum dalam Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik

dapat dikatakan bahwa, dalam banyak keadaan, asas kepastian hukum

memberikan konsekuensi hukum yaitu badan pemerintah tidak dapat menarik

kembali atau mengubah suatu ketetapan, namun menurut Philipus M. Hadjon, dkk

terdapat pengecualiannya yang harus diingat yaitu:

1. Asas kepastian Hukum tidak menghalangi penarikan kembali atauperubahan suatu ketetapan, bila sesudah sekian waktu dipaksa olehperubahan keadaan atau pendapat;

2. Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin, bila ketetapan yangmenguntungkan didasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan itudapat diketahui oleh yang berkepentingan;

3. Demikian pula penarikan kembali atau perubahan mungkin, bila yangberkepentigan dengan memberikan keterangan yang tidak benar atautidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya ketetapan yang keliru;

4. Penarikan kembali atau perubahan mungkin, bila syarat-syarat atauketentuan-ketentuan yang dikaitkan pada suatu ketetapan yangmenguntungkan, tidak diaati. Dalam hal ini dikatakan ada penarikankembali sebagai sanksi.35

Dengan melihat pengecualian tersebut salah satunya adalah asas kepastian

hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau perubahan suatu ketetapan, bila

sesudah sekian waktu dipaksa perubahan oleh keadaan atau pendapat dapat

dikaitkan dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap terkait dengan tidak sahnya suatu keputusan menyebabkan dapat

dicabutnya keputusan tersebut.

Dalam pelaksanaan hukum, untuk menciptakan suatu kepastian hukum

sangat berkaitan dengan perilaku manusia, dimana kepastian menurut Radbruch

adalah kepastian dari adanya peraturan itu sendiri atau kepastian peraturan

35 Philipus M. Hadjon, et.al, Op. cit, h. 273.

Page 26: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

26

(sicherkeit des Rechts).36 Terciptanya suatu kepastian hukum dalam suatu

peraturan hukum apabila dikaitkan dengan asas pembentukan peraturan

Perundang-Undangan yang baik, maka asas kepastian hukum dapat dikaitkan

dengan asas kejelasan rumusan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 huruf f

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Menurut penjelasan Pasal 5 huruf f Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011, asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan

Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan

Perundang-Undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum

yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam

interpretasi dalam pelaksanaannya.

Jadi dalam hal ini kepastian hukum dapat diartikan bahwa suatu aturan

hukum harus dirumuskan dan dibentuk secara jelas, sehingga dapat memberikan

kepastian bagi pemerintah dalam mengambil suatu tindakan hukum. Begitu juga

dalam hal tindakan pemerintah berupa penerbitan Keputusan Pembatalan Hak

Atas Tanah didasarkan pada suatu Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

tentang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, dimana

aturan hukum khususnya tentang pembatalan Hak Atas tanah termasuk juga

pembatalan sertipikat hak milik atas tanah harus dirumuskan secara jelas sehingga

tidak menimbulkan suatu kekeliruan dalam pemaknaannya atau tidak

bertentangan antara Pasal yang satu dengan yang lainnya, sehingga tindakan-

36Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan(Judicialprudence), termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence)”, Edisi Pertama,cetakan ke-2, Kencana Prenada Media Group,Jakarta, h. 297.

Page 27: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

27

tindakan hukum yang diambil oleh Badan Pertanahan Nasional dapat memberikan

suatu kepastian hukum.

1.7.4 Konsep Keputusan Tata Usaha Negara

Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu perbuatan hukum atau

tindakan hukum pemerintah, dimana perbuatan hukum tersebut merupakan

pembentukan hukum yang bersifat kongkret atau inkonkrito. Tindakan Hukum

TUN adalah perbuatan hukum badan atau Pejabat TUN yang bersumber pada

suatu ketentuan hukum TUN yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada

orang lain.37 Oleh karena Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu

perbuatan hukum, maka pemerintah dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha

Negara harus didasarkan pada suatu wewenang. Didalam memaknai istilah

keputusan ini, Prins berpendapat bahwa (“Inleiding in het administratief recht van

indonesie”) “beschiking adalah de eenzidige rechtshandeling op bestuursgebied

door een overheidsorgaan verricht uit/kracht van zijbijzondere bevoegdheden”

(suatu tindak hukum sepihak dibidang pemerintahan, dilakukan oleh alat penguasa

berdasarkan kewenangan khusus)”.38

Menurut E. Utrecht dalam bukunya pengantar Hukum Administrasi

Negara Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh Titik Triwulan dan Gunadi

mendifinisikan ketetapan sebagai: “Suatu perbuatan pemerintahan dalam arti luas

yang khusus bagi lapangan pemerintahan dalam arti sempit (de specifieke

37 Zairin Harahap, 1997, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, h. 66.

38 Kuntjoro Purbopranoto, 1981, Beberapa catatan hukum tata pemerintahan dan peradilanadministrasi negara, Alumni, Bandung, h. 46.

Page 28: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

28

bewindshandeling of hat terrein van het bestuur).39 Berarti dalam hal ini,

keputusan (beschikking) merupakan suatu tindakan pemerintah dalam lapangan

hukum publik dalam rangka untuk mengatur hubungan hukum.

Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jis. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata usaha Negara, menentukan bahwa:

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yangdikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakanhukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yangmenimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Jadi dapat dikatan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu

norma hukum “penetapan” tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi

yang berwenang yang bersifat individual, konkret dan final. Keputusan Tata

Usaha Negara yang bersifat individual artinya Keputusan Tata usaha Negara tidak

bersifat umum yaitu bahwa Keputusan Tata Usaha Negara ditujukan kepada

seseorang atau lebih atau badan hukum perdata tertentu. Keputusan Tata Usaha

Negara yang bersifat konkret artinya Keputusan Tata Usaha Negara tidak abstrak,

yaitu yang menjadi obyek Keputusan Tata Usaha Negara ini berwujud atau dapat

ditentukan. Dan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat final artinya

Keputusan Tata Usaha Negara sudah definitif yang dapat menimbulkan suatu

akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan

39 Lihat pendapat Utrecht dalam Titik Triwulan T dan Kombes Pol. Ismu Gunadi Widodo,2011, Hukum Tata Usaha Negara & Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia,Kencana Prenada Media Group,Jakarta, h. 317.

Page 29: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

29

atau instansi lain belumlah bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan

suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.40

Pembentukan Keputusan Tata Usaha Negara dalam proses penetapannya

tidak boleh mengandung cacat yuridis. Cacat yuridis yang dimaksud dalam hal ini

yaitu dalam penetapan Keputusan Tata Usaha Negara tidak boleh mengandung

salah kira (dwaling), paksaan (dwang) dan tipuan (bedrog). Berarti dalam hal ini

agar suatu keputusan tata usaha negara dapat menjadi KTUN yang sah maka harus

dipenuhi syarat-syarat yang sah. Menurut Pendapat Van der Pot sebagaiman yang

dikutip oleh Riawan Tjandra menyebutkan ada 4 (empat) syarat yang harus

dipenuhi agar-agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara menjadi KTUN yang sah

yaitu:

1. KTUN harus dibuat oleh alat (organ) yang berwenang (bevoegd) untukmembuatnya.

2. Karena KTUN itu merupakan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring),maka pembentukan kehendak itu tidak boleh memuat kekurangan yuridis(geen jurisdische gebreken in de wilsvorming)

3. KTUN itu harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturanyang menjadi dasarnya dan pembuatannya harus juga memperhatikan cara(procedure) pembuatan KTUN itu, manakala cara itu ditetapkan dengantegas dalam peraturan dasar tersebut.

4. Isi dan tujuan KTUN harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasartersebut. 41

Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara apabila ditinjau dari sudut

normatif, maka yang menjadi acuan keabsahannya didasarkan pada Pasal 53 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2004 Jis. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang harus ditafsirkan secara a

contrario yaitu (1) Keputusan Tata Usaha Negara sesuai dengan peraturan

40 A. Siti Soetami, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama,Bandung, h. 3

41 Lihat Pendapat Van Der Pot dalam W. Riawan Tjandra, Op. cit, h. 71

Page 30: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

30

Perundang-Undangan yang berlaku dan (2) Keputusan Tata Usaha Negara sesuai

dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.42 Jadi dalam hal ini keabsahan

suatu Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan tersebut dikeluarkan oleh

pejabat yang berwenang yang didasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku dan/atau asas-asas umum pemerintahn yang baik.

Suatu Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara tidak

semuanya disebut sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004 Jis. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yaitu:

Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurutUndang-Undang ini:(a) keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum

perdata;(b) keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat

umum;(c) keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan;(d) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan

kitab Undang-Undang hukum pidana atau kitab Undang-Undanghukum acara pidana atau peraturan Perundang-Undangan lain yangbersifat hukum pidana;

(e) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasilpemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturanPerundang-Undangan yang berlaku;

(f) keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara NasionalIndonesia;

(g) keputusan Komisi pemilihan Umum, baik pusat maupun di daerahmengenai hasil pemilihan umum.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tidak semua Keputusan yang

dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara disebut dengan Keputusan Tata

Usaha Negara. Begitu juga dalam penerbitan Keputusan Pembatalan sertipikat hak

milik atas tanah oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

42Ibid, h. 72

Page 31: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

31

Keputusan Pembatalan sertipikat hak milik atas tanah didasari oleh adanya cacat

administrasi dan karena Putusan Pengadilan yang telah memperoleh Kekuatan

Hukum Tetap. Keputusan Pembatalan Hak Milik Atas Tanah yang diterbitkan

karena cacat hukum administrasi dapat dikatakan sebagai Keputusan Tata Usaha

Negara, sedangkan Keputusan Pembatalan Hak Milik Atas Tanah diterbitkan

karena Putusan Pengadilan Yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak

dapat dikatakan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara. Namun demikian,

Keputusan Kepala Kantor Wilayah tentang Pembatalan sertipikat hak milik atas

tanah baik karena cacat administrasi dan karena Putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, apabila terdapat keberatan dari pihak yang

dirugikan dapat menggugat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Tersebut melalui

lembaga peradilan. Digugatnya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional tentang pembatalan sertipikat hak milik atas tanah tersebut

akan disertai dengan tanggungjawab akibat dari digugatnya Keputusan tersebut.

1.7.5 Konsep Pertanggungjawaban Pemerintah

Hukum merupakan pedoman bagi penyelenggara negara dan warga negara

dan warga negara bertindak, oleh karena itu hukum harus dapat mewujudkan

keadilan bagi masyarakat. Namun apabila subyek hukum merasa dirugikan atau

telah dilanggar hak-haknya oleh subyek hukum lain, maka kepada subyek hukum

yang melakukan tindakan yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi subyek

hukum lain dibebani suatu tanggungjawab.

Page 32: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

32

Tanggungjawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability

dan responsibility. Dalam black law’s dictionary, liability diartikan sebagai “the

quality or state of being obligated or accountable; legal responsibility to an other

or to society, enforceable by civil remidy criminal punishment.43 Sementara

responsibility adalah 1. Liability, 2. Criminal law. A. person’s mental fitnes to

answer in court for his her actions. See competency.44 Dari pengertian istilah

liability dan responsility merupakan suatu bentuk tanggungjawab hukum. Namun

dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum yaitu tanggunggugat akibat kesalahan yang dilakukan

oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik.45

Dalam penyelenggaraan suatu negara dan pemerintahan,

pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan yang juga telah dilekati dengan

kewenangan. Dalam perspektif hukum publik, adanya kewenangan inilah yang

memunculkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip umum; “geen

bevegdheid zonder verantwoordelijkheid; there is no authority without

responsibility; la sulthota bi la mas-uliyat” (tidak ada kewenangan tanpa

pertanggungajwaban).46 Hal tersebut menunjukkan bahwa kewenangan yang

dimiliki oleh organ atau badan pemerintah selalu disertai dengan tanggungjawab.

Bagir Manan menyatakan bahwa “salah satu unsur penting dalam

43 Bryan A. Garner, 2004, Black Law’s Dictionary, eighth edition, Thomson business,West, h. 932.

44 Ibid, h. 133845 HR. Ridwan, Op.cit, h. 33746 HR. Ridwan, Op.cit, h. 352.

Page 33: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

33

penyelenggaraan pemerintahan adalah pertanggungjawaban.47 Jadi dalam hal ini

setiap pejabat atau organ pemerintahan dalam menjalankan kewenangannya selalu

disertai dengan pertanggungjawaban.

Suwoto menyebutkan bahwa:

Pengertian tanggung jawab mengandung dua aspek yaitu, aspek internaldan aspek eksternal, pertanggungjawaban yang mengandung aspek internalhanya diwujudkan dalam bentuk laporan pelaksanaan kekuasaan.Pertanggungjawaban dengan aspek eksternal merupakanpertanggungjawaban terhadap pihak ketiga apabila dalam melaksankankekuasaan itu menimbulkan suatu derita atau kerugian.48

Dalam kaitannya dengan penggunaan kewenangan oleh organ atau pejabat

pemerintahan membebankan tanggungjawab terhadap pejabat yang bersangkutan.

Bentuk tanggungjawab pemerintah dalam penggunaan wewenang berupa

tanggungjawab intern dan tanggungjawab eksteren yang terdiri dari

tanggungjawab pribadi (sebagai pejabat) dan tanggungjawab jabatan.

Tanggungjawab pribadi berkenaan dengan maladministrasi dalam penggunaan

wewenang maupun public service, sedangkan tanggungjawab jabatan berkenaan

dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintah.49 Tanggungjawab pribadi

dapat berupa tanggungjawab pidana, karena pada dasarnya yang melakukan

perbuatan pidana adalah manusianya sebagai pejabat bukan jabatannya.

Sedangkan taggungjawab jabatan dapat berupa tanggung gugat perdata dan

tanggung gugat Tata Usaha Negara, karena pada dasarnya gugatan seseorang atau

badan hukum perdata yang merasa dirugikan atas tindakan hukum pemerintah

yang diajukan gugatan adalah jabatan sebagai badan Tata Usaha Negara, bukan

terhadap manusia sebagai pejabat.

47 Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press. Yogyakarta, h. 10648 HR. Ridwan, Op. cit, h. 35349 Yudhi Setiawan (I), Op.cit, h. 96

Page 34: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

34

Begitu juga dalam kaitannya dengan diterbitkannya suatu Keputusan oleh

Pejabat Tata Usaha Negara berupa Keputusan Pembatalan sertipikat hak milik

atas tanah menimbulkan suatu keberatan dari pihak yang merasa dirugikan, maka

akan menimbulkan suatu pertanggungjawaban bagi badan atau instansi yang

mengeluarkan Keputusan tersebut. Pertanggungjawaban hukum yang dimaksud

adalah tanggungjawab akibat digunakan kewenangan tersebut terhadap pihak

ketiga, baik tanggungjawab jabatan maupun tanggungjawab pribadi.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana atau upaya pencarian untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara menemukan, dan

mengemukakan suatu kebenaran dengan melakukan suatu analisa. Menurut Peter

mahmud Marzuki, “penelitian hukum adalah suau proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.50 Menurut Morris L. Cohen dan Kent C.

Olson mengemukakan bahwa “Legal research is an essential component of legal

practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials

that explain or analyze that law”.51 Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa,

dalam ilmu hukum teradapat dua jenis penelitian hukum terdapat, yaitu penelitian

50 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Peneitian Hukum, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta, h. 35.51 Morris L. Cohen dan kent C. Olson, 2000, Legal Research In A Nutshell, Seventh

Edition, ST. Paul, Minn, West Group, h. 1.

Page 35: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

35

hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau empiris.52 Penelitian hukum

Normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal dan juga disebut

penelitian hukum perpustakaan. Disebut penelitian hukum doktrinal karena

penelitian ini dilakukan atau ditujukan pada peraturan- peraturan yang tertulis atau

bahan-bahan hukum lain, sedangkan disebut sebagai penelitian perpustakaan atau

studi dokumen karena penelitian ini lebih banyak dilakukan perpustakaan atau

studi dokumen karena penelitian ini lebih banyak dilakukan pada bahan hukum

yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan.53 Penelitian mengenai

tanggungjawab Kepala Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional yang

digunakan adalah penelitian hukum normatif, dalam hal ini penelitian terhadap

sinkronisasi dari Pasal-Pasal dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 khususnya tentang pembatalan

sertipikat hak milik atas tanah.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang digunakan

untuk mendapatkan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pendekatan-

pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-

Undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), Pendekatan

historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),

52 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI)Press), Jakarta, h. 51.

53 Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, jakarta, h. 31.

Page 36: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

36

dan pendekatan konseptual (conceptual approach).54 Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) yaitu pendekatan yang

dilakukan untuk meneliti peraturan perUndang Undangan dan Peraturan

Kabijakan yang berkaitan dengan tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional terhadap Penerbitan Keputusan Pembatalan Hak

Atas Tanah, antara lain Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 dan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2011.

b. Pendekatan konseptual (conseptual approach) yaitu pendekatan melalui

konsep-konsep, asas-asas dan konsep-konsep berkaitan dengan

Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

terhadap penerbitan Keputusan Pembatalan sertipikat hak milik atas tanah

yang diakibatkan dari adanya pelimpahan kewenangan

c. Pendekatan kasus (case approach) yaitu dengan melakukan telaah kasus

sebagai refrensi isu hukum tentang tanggungjawab dalam penerbitan

Keputusan pembatalan Sertpikat hak milik atas tanah.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan/sumber

primer yakni bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau

mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui Maupun mengenai

54 Peter Mahmud Marzuki, Op. cit, h. 93.

Page 37: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

37

suatu gagasan (ide) dan bahan/sumber sekunder yaitu bahan pustaka yang

berisikan informasi tentang bahan primer.55 Bahan hukum primer dalam penelitian

ini yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor

104).

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Nomor 77) Jis.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

(Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 35) Jis. Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

(Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 160).

4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik

Indonesia (Lembar Negara Republik Indoensia Tahun 2008 Nomor 139).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran.

6. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan

Nasional.

55 Soerjano Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, “ Penelitian Hukum Normatif, SuatuTinjauan Singkat”, cetakan ke-13, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 29.

Page 38: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

38

7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus

Pertanahan.

8. Serta Peraturan peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berkaitan

dengan tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional terhadap Penerbitan Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah.

Sedangkan bahan hukum sekunder dalam penelitian ini seperti hasil

penelitian atau karya ilmiah para ahli hukum, kamus dan internet yang

mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan cara mengumpulkan dan menginvetarisasi bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang

selanjutnya dilakukan pencatatan dengan menggunakan system kartu. Dalam

system kartu ini dilakukan suatu telaah kepustakaan dengan mencatat dan

memahami informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder serta bahan hukum penunjang lainnya yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu setelah

bahan-bahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang dikaji dikumpulkan,

Page 39: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

39

kemudian diolah dan dianalisis secara hukum. Dalam menganalisis bahan-bahan

hukum yang telah terkumpul dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik

analisis bahan hukum yaitu: Teknik deskripsi yaitu menguraikan apa adanya

terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non

hukum, dimana dalam penelitian ini menguraikan ketentuan pasal-pasal yang

inkonsistensi yang disertai dengan fakta hukum yang ada. Selanjutnya dilakukan

penilaian terhadap rumusan pasal-pasal tersebut dengan menggunakan teknik

evaluasi. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju

atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu

pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera

dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder.56 Analisis

bahan hukum selanjutnya yang digunakan adalah teknik argumentasi. Teknik

argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus

didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan

permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman

penalaran hukum.57 Berdasarkan teknik argumentasi tersebut, maka setelah

dilakukan penilaian terhadap rumusan norma dalam suatu aturan hukum yang

menjadi kajian dalam penulisan ini kemudian dilanjutkan dengan memberikan

argumentasi-argumentasi hukum untuk mendapatkan suatu kesimpulan atas pokok

permasalahan dalam tesis ini.

56 Program Studi Magister Ilmu Hukum, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesisdan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Program Studi magister (S2) IlmuHukum, Program Pascasarjana Unversitas Udayana, Denpasar, h. 35.

57 Ibid.

Page 40: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

79

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN

KEPUTUSAN PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH

2.1 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional

Badan Pertanahan Nasional pada awalnya dibentuk berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988, dimana

pembentukan ini merupakan peningkatan dari Direktorat Jendral Agraria yang

berada dibawah Departemen Dalam Negeri. Dibentuknya Badan Pertanahan

Nasional tidak terlepas dari perkembangan politik dalam penyelenggaraan

pemerintah akibat dari diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sehingga mengakibatkan institusi

kegiatan penyelenggaraan keagrariaan menjadi Badan Pertanahan Nasional.

Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga Non Departemen (sekarang

disebut Kementerian berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang

Kementerian Negara) yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan

dibidang pertanahan baik secara sektoral, regioal maupun nasional. Jadi Badan

Pertanahan Nasional merupakan badan pemerintahan yang menyelenggarakan

tugas, fungsi dan wewenang dibidang pertanahan, dimana kedudukannya berada

dibawah presiden dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Badan

40

Page 41: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

41

Pertanahan Nasional dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang ditingkat

pusat terdiri dari Kepala dan beberapa kedeputian sebagaimana yang ditur dalam

Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang

Badan Pertanahan Nasional, yaitu:

a. Kepala;b. Sekretariat Utama;c. Deputi Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan;d. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaf taran Tanah;e. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;f. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;g. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik

Pertanahan;h. Inspektorat Utama.Dengan melihat susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional tersebut, maka

dapat diketahui bahwa Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala

yang dibantu oleh Sekretaris Utama, Inspektorat Utama dan lima Deputi yang

masing-masing memiliki tugas, fungsi dan wewenang.

Gambar 1: Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional

(Sumber: Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2006)

Kepala Badan PertanahanNasional Republik Indonesia

Inspektorat Utama Sekretaris Utama

Deputi BidangSurvei,

Pengukuran danPemetaan

Deputi BidangHak Tanah dan

PendaftaranTanah

Deputi Bidangpengaturan dan

PenataanPertanahan

Deputi BidangPengendalian

Pertanahan danPemberdayaan

Masyarakat

Deputi BidangPengkajian dan

PenangananSengketa dan

Konflik Pertanahan

Pusat Data danInformasi

Pertanahan

Pusat Hukumdan Hubungan

Masyarakat

Pusat Penelitiandan

Pengembangan

Pusat Pendidikandan Pelatihan

Sekolah TinggiPertanahan NAsional

Page 42: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

42

Selanjutnya Pasal 28 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

2006 tentang Badan Pertanahan Nasional menetapkan bahwa:

(1) Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional didaerah dibentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi diKabupaten dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Kaupaten/Kota.

(2) Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan NasionalProvinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjutoleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah mendapat persetujuan dariMenteri yang bertanggungjawab dibudang pendayagunaan aparaturNegara.

Jadi dengan demikian Badan Pertanahan Nasional selain tediri dari Kepala,

Sekretaris Utama, Inspektorat Utama, dan lima Deputi, juga terdiri Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Lebih jelasnya

susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional dapat dilihat dalam Pasal 4

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahana Nasional Republik

Indonesia, yang menentukan bahwa:

a. Kepala;b. Sekretariat Utama;c. Deputi Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan, yang selanjutnya

disebut Deputi I;d. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, yang selanjutnya

disebut Deputi II;e. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, yang selanjutnya

disebut Deputi III;f. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat,

yang selanjutnya disebut Deputi IV;g. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik

Pertanahan, yang selanjutnya disebut Deputi V;h. Inspektorat Utama;i. Pusat Data dan Informasi Pertanahan;j. Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat;k. Pusat Penelitian dan Pengembangan;l. Pusat Pendidikan dan Pelatihan;m. Kantor Wilayah BPN Provinsi;n. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Page 43: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

43

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10

Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Pertanahan

Nasional mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Pasal 1 Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006

menetapkan bahwa:

(1) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yang selanjutnya dalamPeraturan ini disebut Kanwil BPN adalah instansi vertikal BadanPertanahan Nasional di Provinsi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.

(2) Kanwil BPN dipimpin oleh seorang kepala.Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di provinsi yang

bersangkutan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasioal Nomor 4 Tahun 2006. Susunan organisasi Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional diatur dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006, yaitu:

a. Bagian Tata Usaha;b. Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan;c. Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;d. Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;e. Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;f. Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

Adapun struktur Organisasi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional,

yaitu sebagai berikut:

Page 44: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

44

Gambar II: Struktur Organisasi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

(Sumber: Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 4 Tahun 2006)

Dengan merujuk pada uraian diatas terlihat bahwa susunan organisasi pada

Badan Pertanahan Nasional dengan susunan organisasi Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional tidak jauh berbeda, dimana unit kerja ketata usahaan dan 5

unit kerja teknis yang terdapat dalam susunan organisasi Badan Pertanahan

Nasional juga terdapat dalam susunan organisasi di Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional, sehingga terlihat adanya suatu hubungan kerja yang bersifat

Kantor Wilayah BPNProvinsi

BidangPengendalian

Pertanahan danPemberdayaan

Masyarakat

Seksipendaftaran,

peralihanpembebanan

hak dan PPAT

Seksi pengkajiandan penanganan

sengketa dankonflik

pertanahan

Bidang HakTanah dan

PendaftaranTanah

BidangPengkajian dan

PenangananSengketa dan

Konflik

Pertanahan

BidangPengaturan dan

PenataanPertanahan

Bidang Survei,Pengukuran dan

Pemetaan

Bagian Tata Usaha

Subbagianumum daninformasi

Subbagiankepegawaian

Seksi SurveiPotensi Tanah

Seksipengaturan

tanahpemerintah

Seksikonsolidasi

tanah

Seksipengendalianpertanahan

Seksi pengkajiandan penanganan

perkarapertanahan

Seksipengukuran danpemetaan dasar

Seksipenetapan hak

tanahperorangan

Seksipenetapan haktanah badan

hukum

Seksipenatagunaa

n tanah

Seksipemberdayaan masyarakat

Subbagianperencanaan dan

keuanangan

Seksipenataankawasantertentu

Seksilandreform

Seksipengukuran

bidang

Seksi pemetaantematik

Page 45: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

45

rutin, karena dengan adanya susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional pada

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional menggambarkan bahwa tugas pokok,

dan fungsi yang secara umum terdapat pada setiap unit kerja baik unit kerja tata

usaha negara maupun unit kerja teknis dalam bidang pertanahan yang terdapat

pada Badan Pertanahan Nasional juga terdapat pada unit kerja di Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional.

Di Indonesia jumlah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional adalah

sebanyak 33 Kantor Wilayah yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia dengan

unit-unit kerjanya masing-masing. Hal ini terlihat bahwa adanya Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional disetiap provinsi di Indonesia merupakan perwujudan

tugas dari Badan Pertanahan Nasional, yaitu Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan

Nasional yaitu penyelenggaraan pemerintahan dalam bidang pertanahan secara

nasional, sektoral dan regional. Sehingga diharapkan dapat memberikan

pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat dalam bidang pertanahan.

Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10

Tahun 2006, selain dibentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional juga

dibentuk Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pasal 29 ayat (1) Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 menetapkan

bahwa: “Kantor Pertanahan, adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional

di Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN”. Selanjutnya Pasal 30

Page 46: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

46

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2006 menetapkan bahwa: “Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang

bersangkutan”. Sususan Organisasi Kantor Pertanahan Kabupatendan/Kota diatur

dalam Pasal 32 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2006, yang terdiri dari:

a. Subbagian Tata Usaha;b. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan;c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;d. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan;e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan;f. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara.

Gambar III: Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

(Sumber: Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 4 Tahun 2006)

Kantor PertanahanKabupaten/Kota

Subbagian Tata Usaha

Urusanperencanaan dan

keuanangan

Urusan Umumdankepegawaian

Seksi Sengketa,Konflik dan

Perkara

SeksiPengendalain dan

Pemberdayaan

Seksi Hak Tanahdan Pendaftaran

Tanah

Seksi Survei,Pengukuran dan

Pemetaan

Seksi Pengaturandan PenataanPertanahan

SubseksiPengukuran

dan Pemetaan

SubseksiTematik dan

Potensi Tanah

SubseksiPeraliahn

pembebanan hakdan PPAT

SubseksiPendaftaran hak

SubseksiPengaturan

TanahPemerintah

SubseksiPenetapan Hak

SubseksiPenatagunaan

Tanah danKawasanTertentu

SubseksiLandreform dan

KonsolidasiTanah

SubseksiPengendalain Pertanahan

SubseksiPemberdaya

anMasyarakat

SubseksiPerkara

Pertanahan

SubseksiSengketa dan

KonflikPertanahan

Page 47: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

47

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka keberadaan Kantor Pertanahan

Kabupaten dan/Kota merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan tugas dan

fungsi Badan Pertanahan Nasional di daerah Kabupaten atau Kota yang dipimpin

oleh seorang Kepala dan secara teknis administrasi bertanggungjawab kepada

Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Wilayah Badan pertanahan

Nasional. Dengan demikian maka, wewenang pemerintah dalam bidang

pertanahan berada pada Badan Pertanahan Nasional yang dalam tingkat Provinsi

dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan dalam tingkat

Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

2.2. Keputusan Yang Diterbitkan Oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional

2.2.1 Pengertian Keputusan

Keputusan merupakan salah satu instrumen hukum yang diterbitkan oleh

pemerintah sebagai bentuk dari tindakan hukum pemerintah. Tindakan pemerintah

yang tergolong tindakan hukum (rechtshandelingen), yakni: (1) tindakan menurut

hukum privat; dan (2) tindakan hukum menurut hukum publik.58 Selanjutnya

perbuatan pemerintah menurut hukum publik dibedakan menjadi dua, yaitu: (1)

Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu; dan (2) perbuatan menurut hukum

publik bersegi dua.59 Terkait dengan Keputusan sebagai instrumen hukum yang

diterbitkan pemerintah, maka perbuatan hukum yang dimaksud adalah perbuatan

menurut hukum publik. Perbuatan hukum publik yang bersegi satu (yang

58 Titik Triwulan Tutik, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, PrestasiPustaka Publisher, Jakarta, h. 214

59 Ibid, h. 215

Page 48: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

48

dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu wewenang istimewa)

diberi nama “bescikiking”.60 Istilah bescikiking dapat diartikan sebagai ketetapan

dan keputusan. Menurut Utrecht, dalam bahasa Indonesia telah dipakai umum

istilah “ketetapan”.61 Senada dengan pendapat Utrecht, Djenal Hoesen

Koesoemahatmadja, yang menerjemahkan “beschikking” dengan “ketetapan”

lebih menunjuk kepada suatu bentuk keputusan yang khusus.62 Sedangkan

menurut Koentjoro Purbopranoto sebagaimana yang dikutip oleh Djaenal Hoesen

mempergunakan istilah “beschikking” untuk keputusan, dengan alasan bahwa

istilah “ketetapan” dalam waktu itu mempunyai arti yang yuridis teknis, yaitu

sebagai keputusan MPR yang berlaku umum (ke luar maupun ke dalam).63 Jadi

dapat dikatakan bahwa istilah beschikking yang lebih tepat disebut dengan

keputusan, namun perlu dibedakan antara keputusan yang disebut dengan

“beschikking” dengan keputusan yang disebut dengan “besluit”, dimana keputusan

yang disebut dengan “besluit” merupakan keputusan yang bersifat umum dan

mengikat atau sebagai peraturan Perundang-Undangan.64

Menurut H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt, “Een administrative

beschikking is een eenzijdig besluit van een bestuursorgaan, gegeven op grond

van een staats-of administratiefrechtelijke beveogheid, dat voor een of meer

individuele, concrete gevallen een rechtsverhouding schept, bindend vaststelt of

60 E. Utrecht, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Tjetakan Kelima,Ichtiar, Jakarta, h. 85

61 Ibid, h. 8762 Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, 1983, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara,

Alumni, Bandung, h. 4763Lihat Pendapat Koentjoro Probopranoto dalam Djaenal Hoesen Koesoehatmadja, Ibid64 Ridwan HR, Op. cit, h. 145

Page 49: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

49

opheft, of waarbij dat wordt geweigerd.65 (Suatu Keputusan Administratif adalah

keputusan sepihak dari badan, atas dasar suatu negara atau kewenangan

administrasi, yang menciptakan hubungan hukum untuk satu atau lebih individu,

dalam kasus-kasus konkret, yang mengikat atau mencabut, atau menolak). Jadi

keputusan “beschikking” merupakan suatu tindakan hukum sepihak yang

dikeluarkan oleh organ pemerintahan yang mempunyai suatu akibat hukum yang

didasarkan pada suatu wewenang.

Keputusan (Beshickking) dapat disebut juga dengan Keputusan Tata Usaha

Negara, hal ini dipertegas oleh Philipus M. Hadjon, dkk sebaimana yang dikutip

oleh Sadjijono mengartikan istilah Keputusan Tata Usaha Negara sama dengan

isitilah Beshickking.66 Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 Jis. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, menentukan

bahwa:

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yangdikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakanhukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perUndangUndanganyang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yangmenimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Berdasarkan pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang tersebut, maka

unsur-unsur-unsurnya yaitu:

a. Penetapan tertulis;b. Dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara;c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan

Perundang-Undangan;d. Bersifat konkret, individual dan final;

65 H.D. Van Wijk, 1988. Hoofdstukken van administratief recht, Culemborg, UitgeverijLemma, h. 208.

66 Lihat pendapat Philipus M. Hadjon dalam Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa BabPokok Hukum Administrasi, Laksabang Pressindo, Yogyakarta, selanjtunya disebut Sadjijono (II),h. 90

Page 50: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

50

e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.67

Penetapan Hukum tertulis yang dimaksud adalah suatu keputusan dibuat

dalam bentuk tertulis namun bukan dilihat dari bentuk formatnya, sebagaimana

dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 Jis. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yaitu istilah

“penetapan tertulis” menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan

yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Sehingga dengan demikian

penetapan tertulis diartikan bahwa suatu keputusan tidak terikat pada bentuknya,

ini berarti sebuah nota atau memo dapat disebut sebagai suatu penetapan tertulis.

Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dimaksud

adalah sutu keputusan harus dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara yang diberikan wewenang pemerintahan untuk mengeluarkan suatu

keputusan.

Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan

Perundang-Undangan yang dimaksud adalah bahwa suatu keputusan merupakan

salah satu bentuk tindakan hukum pemerintah, dimana penerbitan keputusan harus

didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh Peraturan Perundang-Undangan.

Tindakan hukum yang dimaksud merupakan tindakan-tindakan pemerintah untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum.

Suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang disebut bersifat konkret,

individual dan final, dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu konkret berarti obyek yang diputuskan dalam

Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau

67 R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h. 15-16

Page 51: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

51

dapat ditentukan. Individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak

ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Final

berarti sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum. Menimbulkan

akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata berarti bahwa suatu

tindakan hukum organ atau pejabat pemerintah dengan maksud untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum, sehingga menyebabkan muncul dan

lenyapnya hak dan kewajiban bagi seseorang atau badan hukum perdata yang

dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Pasal 1 angka 9 Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memberikan

suatu pembatasan terkait dengan Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara,

dimana tidak semua Keputusan yang diterbitkan oleh pejbat atau instansi

pemerintah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 2.

Sehingga dengan demikian tidak semua Keputusan termasuk Keputusan

Tata Usaha Negara, karena Suatu Keputusan dari badan atau pejabat Tata Usaha

Negara baru dapat ditentukan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis.

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

2.2.2. Syarat-Syarat Sahnya Suatu Keputusan

Pemerintah dalam membuat suatu Keputusan (Beshickking) harus

berdasarkan pada syarat-syarat yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-

Page 52: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

52

Undangan yang berlaku, apabila suatu keputusan (Beshickking) tidak sesuai

dengan syarat-syarat yang ditentukan tersebut berakibat Keputusan yang dibuat

menjadi tidak sah. Didalam lapangan hukum administrasi istilah “keabsahan”

merupakan terjemahan dari istilah hukum Belanda “rechmatig”, sedangkan

perbuatan melanggar hukum merupakan terjemahan dari istilah “onrechtmatig”

yang merupakan isitilah dalam lapangan hukum perdata.68

Terkait dengan syarat-syarat keabsahan suatu keputusan (Beshickking),

menurut Kuntjoro Purbopranoto yang dikutip oleh Sadjijono menyatakan bahwa,

terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, agar suatu Keputusan yang dibuat

menjadi keputusan yang sah, yakni syarat syarat materiil dan syarat formil, syarat

materiil sahnya keputusan meliputi:

a. Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang(berhak);

b. Dalam kehendak alat pemerintahan yang membat keputusan tidakboleh ada kekurangan yuridis (geen yurisdiche gebreken in dewelsvorming);

c. Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturanyang menjadi dasarnya dan pembuatanya harus juga memperhatikanprsedure membuat keputusna bilamana prosedure itu ditetapkandengan tegas dalam peraturan itu (rechmatig);

d. Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan tujuan yang hendakdicapai (doelmatig).

Sedangkan syarat formil sahnya keputusan, meliputi:a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan

dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnyakeputusan harus dipenuhi;

b. Harus diberi bentuk yang telah ditentukan;c. Syarat-sayarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan itu

dipenuhi;d. Jangka waktu harus ditentukankan antara timbulnya hak-hak yang

menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidakboleh dilupakan.69

68 Sadjijono (II), Op. cit, h. 9669 Lihat Kuntjoro Purbopranoto dalam Sadjijono (II), Ibid, h. 98

Page 53: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

53

Berdasarkan syarat-syarat Keputusan yang harus dipenuhi tersebut, maka

apabila suatu keputusan (Beshickking) tidak memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan tersebut, maka suatu Keputusan menjadi tidak sah, sehingga

mengakibatkan bahwa suatu keputusan menjadi batal demi hukum, dimana tidak

dipenuhinya syarat dan unsur-unsur tersebut menyebabkan timbulnya suatu

kewajiban untuk membatalakan keputusan tersebut. Selain itu tidak dipenuhi

unsur dan syarat keputusan yang tekah ditentukan tersebut juga menyebabkan

suatu keputusan dapat digugat di pengadilan.

Dalam kaitannya dengan Keputusan Tata Usaha Negara, tindakan hukum

pemerintah dianut asas “Presumtio Causa” yang maksudnya bahwa suatu

keputusan TUN harus selalu dianggap benar dan dapat dilaksanakan, sepanjang

Hakim belum membuktikan sebaliknya.70 Keputusan Tata Usaha Negara selalu

dianggap sah sebelum adanya Putusan Hakim yang membuktikan tidak sahnya

suatu keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara.

Jadi dalam hal ini apabila terdapat suatu keputusan yang dikeluarkan oleh badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara harus selalu dianggap sah, dan apabila

menimbulkan kerugian bagi sesorang atau badan hukum perdata, maka pihak

tersebut dapat mengajukan gugatan di Pengadilan, sampai terdapat putusan

pengadilan yang menyatakan Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata

Usaha Negara tersebut tidak sah.

Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 menentukan bahwa:

70 Titik Triwulan Tutik, Op cit, h. 234

Page 54: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

54

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan denganPeraturan Perundang-Undangan yang berlaku;

b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkanKeputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakanwewenang untuk tujuan lain dimaksud diberikan wewenang tersebut.

c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkanatau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksuddalam ayat (1) seteleh mempertimbangkan semua kepentingan, yangbersangkutan dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai padapengambilan keputusan tersebut.

Berdasarkan rumusan dalam Pasal 53 ayat (2) tersebut, maka apabila

dikaitkan dengan keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara, maka dapat

diketahui unsur-unsur sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara yaitu:

1. Sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang meliputi: Prosedural,substansial dan wewenang.

2. Keputusan harus mengarah kepada maksud dan tujuan pemberianwewenang (tidak menyalahgunakan wewenang).

3. Bertindak secara wajar, rasional atau tidak bertindak sewenang-wenang.71

Jadi dapat dikatakan bahwa syarat sahnya suatu Keputusan Tata Usaha

Negara pada dasarnya harus memenuhi unsur wewenang, substansi dan

prosedural, dimana unsur wewenang dan substansi merupakan landasan bagi

keabsahan tindakan pemerintah. Terkait dengan syarat sahnya suatu Keputusan

Tata Usaha Negara dapat dilihat pendapat H.D Van Wijk, yang menyatakan

bahwa:

Vormgebreken hebben betrekking op de voorbereiding, totstandkoming,inrichting of be kendmaking van een besluit.Inhoudsgrebeken ten slotte zijn afwijkingen van een materiele rechtsnorm.(Suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang bertentangan denganketentuan dalam peraturan Perundang-Undangan yang bersifatprosedural/formal merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang cacatmengenai bentuknya (vormgebreke) dan biasanya menyangkut persiapan,terjadinya, susunan atau pengumuman keputusan yang bersangkutan.

71 Philipus M. Hadjon, 1993, Pemerintah Menurut Hukum (Wet En Rechtmatig Bestuur),Yuridika, Surabaya, h. 8

Page 55: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

55

Keputusan Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturanPerundang-Undangan yang bersifat material/substansial adalah keputusanyang cacat mengenai isinya (inhoudsgebreken))72

Dengan demikian, merujuk uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan

bahwa suatu keputusan (Beshickking) menjadi sah apabila memenuhi syarat-syarat

formil maupun materiil suatu keputusan sebagaimana yang telah diuraikan

tersebut, begitu juga dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena

keputusan (Beshickking) merupakan suatu keputusan administrasi yang

dikeluarkan oleh organ pemerintah dan Keputusan Tata Usaha Negara juga

merupakan suatu Keputusan administrasi, maka syarat-syarat formil dan materiil

yang merupakan syarat-syarat sahnya suatu keputusan (Beshickking) juga harus

dipenuhi dalam menerbitkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

2.3 Jenis-jenis Keputusan Yang Diterbitkan Oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Dan Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional

Adapun jenis-jenis Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional, yaitu:

2.3.1 Jenis-Jenis Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional

a. Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah yang diberikan secara umum,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 dan 11 Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan

72 H.D. Van Wijk, Op.cit, h. 354

Page 56: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

56

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran

Tanah Tertentu.

b. Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 73 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran

Tanah Tertentu.

c. Keputusan Penetapan Tanah Terlantar, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 19 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun

2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.

d. Keputusan tentang Pembatalan Keputusan Penegasan tanah sebagai

obyek Konsolidasi Tanah yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 3 ayat (1) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

3 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Keputusan

Penegasan Tanah Sebagai Obyek Konsolidasi tanah.

Merujuk uraian diatas, jadi Jenis-jenis keputusan yang dapat diterbitkan

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, yaitu:

a. Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah;

b. Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah;

c. Keputusan Penetapan Tanah Terlantar;

Page 57: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

57

d. Keputusan tentang Pembatalan Keputusan Penegasan tanah sebagai

obyek Konsolidasi Tanah yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

1.3.1 Jenis-Jenis Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional

a. Keputusan Pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah

pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter

persegi), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 huruf a Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas

Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

b. Keputusan Pemberian Hak Milik untuk badan hukum atas tanah

pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter

persegi), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 huruf b Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas

Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

c. Keputusan Pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang

luasnya lebih dari 2.000 M² (dua ribu meter persegi) dan tidak lebih

dari 5.000 M² (lima ribu meter persegi), sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 6 huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan

Page 58: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

58

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran

Tanah Tertentu.

d. Keputusan Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari

2.000.000 M² (Dua juta meter persegi), sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 7 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

2011 Jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

e. Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan

atas tanah yang luasnya lebih dari 1.000 M2 (seribu meter persegi) dan

tidak lebih dari 5.000 M² (lima ribu meter persegi), sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 8 huruf a Peraturan Kepala Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Jo. Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan

Pendaftaran Tanah Tertentu.

f. Keputusan pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas

tanah yang luasnya lebih dari 5.000 M2 (lima ribu meter persegi) dan

tidak lebih dari 150.000 M² (seratus lima puluh ribu meter persegi),

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 huruf b Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011

Jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Page 59: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

59

Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian

Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

g. Keputusan pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah

pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter

persegi), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 huruf a Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas

Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

h. Keputusan pemberian Hak Pakai untuk badan hukum atas tanah

pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter

persegi), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 huruf b Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas

Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

i. Keputusan pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah

non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 M² (dua ribu meter

persegi) dan tidak lebih dari 5.000 M2 (lima ribu meter persegi),

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 huruf c Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011

tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan

Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

j. Keputusan mengenai penetapan tanah negara untuk menjadi tanah

objek landreform, sebagaimana yang diatur Pasal 9A Peraturan Kepala

Page 60: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

60

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011

Jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian

Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

k. Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 74 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan pengkajian dan

Penanganan Kasus Pertanahan.

l. Keputusan tentang Penegasan tanah sebagai obyek Konsolidasi Tanah,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Keputusan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian Keputusan Penegasan Tanah Sebagai Obyek

Konsolidasi tanah.

Merujuk uraian tersebut, maka jenis-jenis Keputusan yang diterbitkan oleh

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yaitu:

1. Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, dengan spesifikasi:

- Hak Milik untuk perorangan dan badan hukum atas tanah pertanian,

luasnya lebih dari 20.000 M2.

- Hak Milik atas tanah Non Pertanian, luasnya lebih dari 2.000 M2 dan

tidak lebih dari 5.000 M2.

- Hak Guna Usaha atas tanah, luasnya tidak lebih dari 2.000.000 M2.

- Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atas tanah, luasnya

lebih dari 1.000 M2 dan tindakan lebih dari 5.000 M2.

Page 61: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

61

- Hak Guna Bangunan untuk Badan Hukum atas tanah, luasnya lebih

dari 5.000 M2 dan tidak lebih dari 150.000 M2;

- Hak Pakai untuk perseorangan dan badan hukum atas tanah pertanian,

luasnya lebih dari 20.000 M2.

- Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian, luasnya

lebih dari 2.000 M² dan tidak lebih dari 5.000 M2.

2. Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah.

3. Keputusan mengenai penetapan tanah negara untuk menjadi tanah objek

landreform.

4. Keputusan tentang Penegasan tanah sebagai obyek Konsolidasi Tanah.

Dengan semikian jenis-jenis Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasioanl dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional,

yaitu:

Tabel 1. Jenis-jenis Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Badan PertanahanNasional Republik Indonesia dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

NasionalNo. Keputusan

Kepala Badan PertanahanNasional Republik Indonesia

No. KeputusanKepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional1. Keputusan Pemberian Hak Atas

Tanah yang diberikan secaraumum (dalam artian bahwaKeputusan Pemberian Hak AtasTanah yang tidak dilimpahkankewenangannya kepada KepalaKantor Wilayah badanPertanahan Nasional atau KepalaKantor Pertanahan)

1. Keputusan Pemberian Hak AtasTanah dengan spesifikasi tertentu,sebagaimana yang daitur dalampasla 6 sampai Pasal 9 PeraturanKepala Badan PertanahanNasional Republik IndonesiaNomor 1 Tahun 2011

2. Keputusan pembatalan Hak AtasTanah

2. Keputusan Pembatalan Hak AtasTanah (dalam artian bahwaKepala Kantor Wilayah BadanPertanahan Nasional dapat

Page 62: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

62

menerbitkan KeputusanPembatalan Hak Atas Tanah yangkewenangannya dilimpahkan olehKepala Badan PertanahanNasional)

3. Keputusan Penetapan TanahTerlantar

3. Keputusan mengenai penetapantanah negara untuk menjadi tanahobjek landreform

4. Keputusan tentang PembatalanKeputusan Penegasan tanahsebagai obyek KonsolidasiTanah (ini berarti bahwa dalamhal terjadi pembatalanKeputusan Penegasan tanahsebagai obyek KonsolidasiTanah yang diterbitkan olehKepala Kantor Wilayah BadanPertanahan Nasional,kewenangannya berada padaKepala Badan PertanahanNasional untuk mengeluarkankeputusan pembatalan tersebut)

4. Keputusan tentang Penegasantanah sebagai obyek KonsolidasiTanah

(Sumber: diolah dari berbagai Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia)

2.2.4 Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

Sertipikat merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 19 ayat 2 huruf (c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960,

sertipikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah mengandung makna bahwa

sertipikat merupakan bukti hak atas tanah yang bersifat kuat bukan mutlak. Oleh

karena itu apabila terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkan

suatu sertipikat hak atas tanah, maka pihak tersebut dapat menggugat di

Pengadilan sepanjang dapat membuktikan sebaliknya.

Adanya gugatan di pengadilan atas terbitnya suatu sertipikat

menimbulkan konsekuensi bahwa gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan akan

Page 63: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

63

menuntut agar sertipikat yang diterbitkan tersebut tidak sah atau membatalkan

Sertipikat Hak Atas tanah yang menjadi pokok perkara. Pembatalan Sertipikat

Hak Atas Tanah merupakan salah satu tindakan hukum dalam bidang pertanahan

yang diambil oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional.

Pembatalan Sertipikat Hak Atas dikonkretkan dengan membatalakan Keputusan

Kepala Kantor Pertanahan dilakukan dalam hal:

1. Adanya cacat hukum dalam penerbitan sertipikat, sebagaimanaditemukan sendiri oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.

2. Adanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap yang harus dilaksanakan. Amar putusan pengadilan tersebutharus secara tegas memerintahkan pembatalan keputusan pemberianhak yang bersangkutan.73

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa suatu Sertipikat

Hak Atas Tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik Atas Tanah apabila

mengandung cacat hukum dalam penerbitannya dapat dilakukan suatu pembatalan

atas sertipikat tersebut tanpa harus ada putusan pengadilan yang telah incraht dan

apabila dalam hal terdapat putusan pengadilan yang inkracht yang menyebabkan

batalnya sertipikat hak atas tanah, maka sertipikat hak atas tanah tersebut

termasuk juga Sertipikat Hak Milik Atas Tanah tidak serta merta menjadi batal,

karena pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah merupakan tindakan administratif

dari pemerintah, sehingga pembatalan sertipikat tersebut harus dilakukan oleh

organ atau instansi yang diberikan wewenang untuk membatalkan Sertipikat Hak

Atas Tanah yang dimaksud. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah

Agung No. 350 K/Sip/1968 tanggal 3 Maret 1969, yaitu:

73 Adrian Sutedi, 2011, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnyadisebut Adrian Sutedi (I), h. 12.

Page 64: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

64

Untuk menyatakan batal surat bukti hak milik (sertipikat) yangdikeluarkan oleh instansi agraria secara sah tidak termasuk wewenangPengadilan, melainkan semata-mata wewenangnya administrasi, sehinggapihak yang oleh pengadilan dimenangkan wajib meminta pembatalansurat bukti hak milik (sertipikat) itu kepada instansi Agraria berdasarkanputusan pengadilan yang diperoleh itu.Berdasarkan hal tersebut, maka terhadap Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah ditindaklanjuti oleh Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan

Nasional dengan penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah. Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah satu Bentuk Keputusan

Tata Usaha Negara, oleh karena itu maka dalam penerbitan Keputusan

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah harus dilaksanakan oleh pejabat

adminitrasi yang memiliki wewenang yaitu Badan Pertanahan Nasional

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan

Penanganan Kasus Pertanahan. Apabila terdapat putusan pengadilan tentang

pembatalan sertipikat yang sudah inkracht harus ditindaklanjuti oleh Badan

Pertanahan Nasional dengan menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah melalui permohonan dari pihak yang bersangkutan. Pasal 56

ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanhan Nasional Republik Indonesia

menetapkan bahwa: “Perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan

dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan

dilaksanakan dengan keputusan pejabat yang berwenang”. Selanjutnya ayat (2)

menetapkan bahwa:

Proses pengolahan data dalam rangka penerbitan Keputusan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah diterimanya putusanpengadilan oleh BPN RI, berupa:a. salinan resmi putusan pengadilan yang dilegalisir pejabat berwenang;

Page 65: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

65

b. surat keterangan dari pejabat berwenang di lingkungan pengadilanyang menerangkan bahwa putusan dimaksud telah memperolehkekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde); dan

c. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yangmemerlukan pelaksanaan eksekusi.

Berdasarkan uraian Pasal 56 tersebut, maka Badan Pertanahan

Nasional dapat mengambil tindakan hukum berupa penerbitan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah setelah dilakukan pengelolaan data terhadap Putusan Pengadilan

dimaksud telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde)

dan Berita Acara eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan pelaksanaan

eksekusi. Selain apabila penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah mengandung

suatu cacat hukum administrasi, maka Badan Pertanahan Nasional dapat

menerbitkan Keputusan Pembatalan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 63

huruf a Peraturan Kepala Badan Pertanhan Nasional Republik Indonesia yang

menetapkan bahwa: “Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap

sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan dengan

menerbitkan Keputusan pembatalan”.

2.3 Sertipikat Hak Milik Hak Atas Tanah Wujud Dari Pendaftaran Tanah

2.3.1 Hak Milik Atas Tanah sebagai salah satu jenis hak-hak atas tanah

Hak-hak atas tanah merupakan salah satu perwujudan dari hak menguasai

negara dalam bidang pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960. Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu “Atas dasar hak

menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan

adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat

Page 66: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

66

diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-

sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.

Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud hak atas tanah adalah hak

yang memberikan wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan

atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.74 Kata “Menggunakan”

mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan

mendirikan bangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, pabrik, kata

“mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan

untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya untuk kepentingan

pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.75

Berdasarkan hak menguasai negara atas tanah, maka akan melahirkan

macam-macam hak atas tanah, salah satunya yaitu hak milik atas tanah

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960.

Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menentukan

bahwa “Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuhi, yang dapat

dipunyai orang atas tanah. Selanjutnya dalam ayat (2) menentukan bahwa “hak

milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Berdasarkan rumusan Pasal

tersebut, maka hak milik merupakan hak-hak yang paling kuat, namun tidak

bersifat mutlak, karena dapat beralih kepada pihak lain. Berdasarkan penjelasan

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, disebutkan sifat-sifat dari hak

milik berbeda dengan hak-hak lainnya, yaitu:

74 Urip Santoso, 2011, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, Edisi Pertama,Cetakan Ke-2, Kencana, jakarta, h. 49.

75 Ibid.

Page 67: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

67

Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuhi”, yang dapat dipunyaiorang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak inimerupakan hak “mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugatsebagai eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifatnya yangdemikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsisosial dari tiap-tiap hak. kata-kata “terkuat dan terpenuhi” itu bermaksuduntuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha , Hak Guna Bangunan,Hak Pakai dan lain-lain, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hakatas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (artinya palingkuat dan terpenuhi).76

Merujuk pada pengertian hak milik atas tanah sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Notonegoro merinci tentang ciri-

ciri hak milik, sebagai berikut:

(1) Merupakan hak atas tanah terkuat bahkan terpenuh menurut Pasal 20ayat (1) UUPA adalah terkuat, artinya mudah dihapus dan mudahdipertahankan terhadap gangguan pihak lain.

(2) Merupakan hak turun-temurun dan dapat beralih, artinya dapatdialihkan kepada ahli waris yang berhak.

(3) Dapat menjadi hak induk, tetapi tidka akan berinduk pada hak-hak atastanah lainnya, berarti hak milik dapat dibebani dengan hak-hak atastanah lainnya, sperti HGB, HGU, HP, hak sewa, hak gadai, hak bagihasil dan hak numpang karang.

(4) Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebabni hak tanggungan(dahulu hypotheek dan credietverband).

(5) Dapat dilaihkan, seperti dijual, ditukar dengan benda lain, dihibahkan,dan diberikan dengan wasiat.

(6) Dapat dilepaskan dengan yang punya, sehingga tanahnya menjaditanah dikuasai oleh negara.

(7) Dapat diwakafkan.(8) Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali terhadap orang yang

memegang benda tersebut.77

Dalam kaitannya dengan hak milik atas tanah, hanya warga negara Indonesia

yang dapat mempunyai hak milik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu:

(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

76 Soeharyo Soimin, 2004, Status Hak dan Pembebasan Tanah, ed.2, cet.2, Sinar Grafika,Jakarta, h. 2

77 Aslan Noor, 2006, Konsep hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau DariAjaran hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, h. 82-83.

Page 68: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

68

(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapatmempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang inimemperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat ataupercampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegaraIndonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunyaundangundang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskanhak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya haktersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangkawaktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka haktersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, denganketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetapberlangsung.

(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianyamempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyaitanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3)Pasal ini.

Merujuk Pasal 21 tersebut diatas, memberikan konsekuensi yuridis bahwa,

dalam hal terjadi pemindahan hak milik baik secara jual beli, pewarisan,

penghibahan dan perbuatan-perbutan lain yang berkaitan dengan pengalihan hak

milik tersebut diawasi oleh pemerintah, sehingga oleh karena hak milik tersebut

hanya dapat diberikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, maka apabila

terjadi peralihan kepada orang asing atau badan hukum, maka kepemilikan tanah

tersebut batal demi hukum dan status tanahnya menjadi tanah negara.

Terkait dengan terjadinya hak milik atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 22

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menentukan bahwa:

(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan PeraturanPemerintah.

(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini hakmilik terjadi karena :a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;b. ketentuan Undang-undang.

Dengan demikian terjadinya hak milik ada 3, yaitu terjadi hak milik menurut

hukum adat, yaitu hak milik yang diperoleh dengan cara ini didasarkan atas

Page 69: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

69

hukum adat; 2, hak milik terjadi berdasarkan penetapan pemerintah, yaitu

sesorang atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak milik kepada

pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka atas dasar penetapan

pemerintah orang atau badan hukum itu memperoleh hak milik; dan (3) terjadi

berdasarkan ketentuan undang-undang artinya bahwa karena undang-undang

menentukan tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik.78

Hapusnya Hak Milik diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960, yang menentukan bahwa:

Hak Milik hapus bila:a.tanahnya jatuh kepada Negara :

1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ;3. karena diterlantarkan;4. karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2).

b.tanahnya musnah.Berdasarkan Uraian hak-hak atas tanah diatas, dapat dikatakan bahwa Hak

Milik merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang berbeda dengan hak-hak

atas tanah lainnya, karena hak milik atas tanah merupakan hak atas tanah yang

terpenuh, terkuat dan dapat dimiliki secara turun temurun. Hak Milik adalah hak

hak terkuat dan terpenuh mengandung makna bahwa Hak Milik berbeda dengan

Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan hak-hak lainnya.

Sedangkan Hak Milik sebagai hak turun temurun mempunyai makna bahwa hak

itu dapat diwariskan secara turun temurun dan dialihkan kepada orang lain.

Hak Milik sebagai hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dipunyai

orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan tanah sebagai fungsi sosial,

78 J.B. Daliyo, et, al, 1992, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 143

Page 70: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

70

sehingga dengan sendirinya memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk

memberikan kembali hak lain di atas tanah hak milik tersebut.79 Dengan kata lain,

diatas hak milik dapat diberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, sedangkan

Hak Guna Usaha tidak bisa diberikan diatas Hak Milik, karena Hak Guna Usaha

hanya diberikan atas tanah yang langsung dikuasai negara. Salah satu kekhususan

hak milik adalah tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak

terbatas lamanya, yaitu selama hak milik masih diakui.80

2.3.2 Pendaftaran Tanah

a. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah merupakan salah satu tugas negara yang dilaksanakan

oleh pemerintah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang

pertanahan bagi rakyatnya. Dalam pendaftaran tanah yang didaftarkan tidak hanya

hak-hak atas tanahnya melainkan juga tanah negara dan tanah wakaf sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam

hal tanah negara pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang

tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah.81 Dan pada tanah wakaf, apabila

tanah yang bersangkutan bersertipikat, pendaftaran dilakukan dengan

membubuhkan catatan-cataann pada buku tanah dan Sertipikat hak Miliknya.82

Jadi dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa disebut dengan pendaftaran

tanah, bukan pendaftaran hak-hak atas tanah, karena yang dapat didaftarkan bukan

79 Yudhi Setiawann (I), Op. cit, h. 4180 Aslan Noor, Op. cit, h. 8281 Boedi Harsono, Op.cit, h. 47682 Ibid

Page 71: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

71

hanya hak-hak atas tanah saja seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan hak-

hak atas tanah lainnya tetapi juga dapat berupa tanah negara dan tanah wakaf.

Menurut A.P Parlindungan sebagaimana yang dikutip oleh Urip Santoso

memberikan suatu penjabaran tentang asal kata pendaftaran tanah, yaitu:

Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre (Bahasa Belanda Kadaster)suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepadaluas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidangtanah. Kata ini berasal dari Bahasa Latin “Capistratum” yang berarti suaturegister atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi(Capotatio Torrens).83

Boedi Harsono memberikan definisi tentang Pendaftaran Tanah, yaitu:

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan olehNegara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulanketerangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengelolahan, penyimpanan dan penyajian bagikepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukumdibidang pertanahan termasuk penerbitan tanda-buktinya danpemeliharaannya.84

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pengertian pendaftaran

tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi (1)

Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; (2) Pendaftaran hak atas tanah dan

peralihan hak tersebut; (3) Pembuktian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat. Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah mengatur

bahwa:

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan olehPemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputipengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaandata fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat

83Lihat Pendapat AP. Parlindungan dalam Urip Santoso, Op.cit, h.1284 Boedi Harsono, Op.cit, h. 72

Page 72: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

72

tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya danhak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yangmembebaninya.

Secara umum tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah: 1) untuk

memelihara dan mengembangkan sistempendataran tanah secara efisien; 2) untuk

menjamin hak-hak atas tanah secara sah menurut undnag-undang atas nama; 3)

untuk mengakses ke informasi tanah secara akurat; 4) untukm meningkatkan

pemberian layanan.85

Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan bahwa

“Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk

pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”.

Menurut Boedi harsono, kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

(“initial registration) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanhuntuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputisemua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayahatau bagan wilayah suatu desa atau kelurahan. Umumnya prakarsadatang dari pemerintah.

2. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanahuntuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftarantanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahansecara individual atau massal, yang dilakukan atas pemegang ataupenerima hak atas tanah yang bersangkutan.86

Dengan demikain pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui dua cara yaitu

pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu pada dasarnya prakasarsa berasal dari

pemohon pendaftaran baik yang bersifat individual maupun massal dengan biaya

dari pemohon sendiri. Sedangkan pendaftaran tanah sporadik yaitu pendaftaran

tanah yang pada dasarnya berasal dari prakarsa pemerintah.

85 Adrian Sutedi, 2006, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai Tanda Bukti HakAtas Tanah, BP. Cipta Jaya, Jakarta, selanjutnya disebut Adrian Sutedi (II), h. 29

86 Boedi Harsono, Op.cit, h.75-76

Page 73: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

73

b. Obyek Pendaftaran Tanah

Negara Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur penguasaan,

peruntukan, pengelolaan dan pemanfaatan atas tanah atau yang dilaksakan oleh

Pemerintah yang disebut dengan hak menguasai negara atas tanah menimbulkan

adanya hak-hak atas tanah, dimana hak-hak atas tanah ini merupakan obyek

pendaftaran tanah yang harus didaftarkan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 obyek pendaftaran tanah meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha,hak guna bangunan dan hak pakai;

2. Tanah hak pengelolaan;3. Tanah wakaf;4. Hak milik atas satuan rumah susun;5. Hak tanggungan;6. Tanah negara.

c. Sistem Publikasi dalam Pendaftaran Tanah

Sistem Publikasi dalam pendaftaran tanah dikalangan para ahli disebut

juga dengan sistem pendaftaran tanah, namun menurut Boedi Harsono kedua

istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Sistem pendaftaran tanah

mempermasalahkan: apa yang didaftarkan, bentuk penyimpangan dan penyajian

data yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya.87 Sistem pendaftaran tanah terdiri

dari Registration of deeds (sistem Pendaftaran Akta atau Perbuatan hukum) dan

Registration of titles (Sistem Pendaftaran Hak atau hubungan hukum).88

Registration of title kemudian dikenal dengan sistem Torens.89 Sedangkan Sistem

Publikasi dalam Pendaftaran tanah adalah berkaitan dengan penyajian data yang

87 Ibid, h. 7688 Arie S. Hutagalung, et.al, 2012, Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Pustaka

Larasan, Denpasar, h. 24289 Boedi Harsono, Op. cit, h. 77

Page 74: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

74

dihimpun secara terbuka dan disajikan dalam tanda bukti hak sebagai informasi

bagi masyarakat yang akan melakukan perbuatan hukum atas tanah yang telah

didaftrkan tersebut. Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal ada 2 (dua)

macam, yaitu sistem Publikasi Positif dan Sistem Publikasi Negatif.

1) Sistem Publikasi Positif

Sistem Publikasi Positif dalam pendaftaran tanah menandakan bahwa

sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak, dalam artian

bahwa pendaftaran tanah yang dilakukan oleh orang adalah benar, sehingga

apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat diterbitkannya suatu

sertipikat, maka pihak tersebut tidak dapat menuntut perbuatan hukum yang

terjadi pendaftaran hak atas tanah tersebut, dan dalam keadaan tertentu pihak

ketiga yang dirugikan tersebut akan diberikan kompensasi dalam bentuk yang

lain. Dengan kata lain bahwa negara memberikan jaminan bahwa pendaftaran

tanah yang dilakukan tersebut sudah dilakukan dengan benar. Sistem publikasi

pendaftaran tanah yang positif, ditemukan pada negara-negara Anglo saxon,

seperti Inggris, dan negeri-negeri jajahannya. Cara Pengumpulan data pada

sistem positif ialah pendaftaran “title” atau hubungan hukum yang kongkrit

yaitu haknya.90

Adapun ciri-ciri sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah yaitu:

1. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak(registration of titles).

2. Sertipikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak yang bersifat mutlak,yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat tidakdapat diganggu gugat dan memberikan kepercayaan yang mutlak padabuku tanah.

90 Ibid.

Page 75: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

75

3. Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridisdalam pendaftaran tanah adalah benar.

4. Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkanperlindungan hukum yang mutlak.

5. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertipikat mendapatkankompensasi dalam bentuk lain.

6. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah membutuhkan waktu yang lama,petugas pendaftaran tanah melaksanakan tugasnya dengan sangat telitidan biaya relatif lebih besar.91

2) Sistem Publikasi Negatif

Sistem Publikasi Negatif dalam pendaftaran tanah mempunyai makna

bahwa data yang disajikan dalam pendaftaran belum tentu benar adanya,

dengan kata lain bahwa negara tidak jaminan tentang kebenaran data yang

disajikan dalam pendafataran. Sehingga apabila ada pihak yang keberatan atas

pendaftaran hak atas tanah, maka dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain

yang dapat membuktikkan bahwa ia merupakan pemegang hak yang

sebenarnya. Terkait dengan sistem publikasi negatif pendaftaran tanah Arie S.

Hutagalung menyatakan bahwa

Dalam sistem publikasi negatif ini, negara hanya secara pasif menerimaapa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran, oleh karenaitu sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhakatas tanah itu. pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudahterdaftar pun tidak dijamin, walaupun dia memperoleh tanah itu denganiktikad baik.92

Sistem publikasi pendaftaran tanah yang negatif pada umumnya berlaku di

negara-negara Eropa Kontinental, seperti Belanda. Cara pengumpulan data

pada sistem ini ialah pendaftaran “deeds” atau perbuatan hukumnya.93 Dengan

demikian ciri-ciri sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah yaitu:

91 Urip Santoso, Op.cit, h. 26492 Ibid, h. 26693 Arie S. Hutagalung, et.al, Op.cit, h. 242.

Page 76: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

76

1. Sistem pendaftaran tanah mengunakan sistem pendaftaran akta(registration of deed).

2. Sertipikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat kuat, yaitudata fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat dianggapbenars epanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti lain.Sertipikat bukan sebagai satu-satunya tanda bukti hak.

3. Negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa data fisik dan datayuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.

4. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertipikat a]dapatmengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untukmembatalkan sertipikat ataupun gugatan ke pengadilan untuk memintaagar sertipikat dinyatakan tidak sah.94

d. Sistem Publikasi dalam Pendaftaran Tanah Yang dianut di Indonesia

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,

hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing

sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan, sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendafaran Tanah. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960 menentukan bahwa “Pendaftaran tersebut pada ayat (1) Pasal ini

meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat”.

Dengan melihat ketentuan tersebut, maka sertipikat hak atas tanah memiliki

pengakuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Meskipun sertipikat

mendapat pengakuan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai alat

bukti yang kuat, namun sertipikat belum menjamin adanya kepastian hukum,

karena bagi pihak yang berkebaratan atas penerbitan sertipikat tersebut, maka

94 Urip Santoso, Op.cit, h. 266-267

Page 77: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

77

dapat mengajukan gugatan di pengadilan dan dapat membuktikan sebaliknya

bahwa tanah yang dimaksud adalah miliknya. Adanya gugatan dari pihak lain

yang merasa memiliki tanah tersebut, disebabkan oleh karena pendaftaran tanah di

Indonesia menganut sistem publikasi negatif.

Asas Publikasi negatif tersebut telah dijadikan Yurisprudensi yakni putusan

Mahkamah Agung No. 459/K/Sip/1975 tanggal 18 September 1975, yang

menyebutkan bahwa “Mengingat stelsel negatif tentang registrasi pendaftaran

tanah yang berlaku di Indonesia, maka terdaftaranya nama seseorang di dalam

register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila

ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain.95

Menurut Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

menentukan bahwa “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang

termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan

data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.

ketentuan Pasal 32 ayat (1) tersebut mengandung makna bahwa data fisik dan data

yuridis yang terkandung dalam data fisik dan data yurids dalam sertipikat harus

dianggap benar sebelum ada alat bukti lain yang membuktikannya. Selanjutnya

dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

menjelaskan bahwa:

Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPAtidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yangdisajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem publikasi

95 Adrian Sutedi (I), Op.cit, h. 4

Page 78: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

78

negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjaminkebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklahdimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni.Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf cUUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alatbukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaranberbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Selainitu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan,pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis sertapenerbitan sertipikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usahauntuk sejauh mungkin memperoleh dan penyajian data yang benar, karenapendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum.Merujuk uraian diatas, maka sistem publikasi pendaftaran tanah di

Indonesia menganut sistem publikasi negatif, namun bukan publikasi negatif yang

murni, karena disatu sisi, pendafataran tanah di Indonesia menggunakan sistem

pendaftaran hak “registration of titles”, hal ini dapat dilihat dari adanya buku

tanah sebagi dokumen yang memuat data yridis dan data fisik suatu bidang tanah

dan selanjutnya dihimpun dan disajikan dalam bentuk Sertipikat sebagai tanda

bukti hak atas tanah yang didaftar. Ini berarti bahwa pendaftaran tanah

memberikan perlindungan hukum yang seimbang atas pendaftaran tanah yang

diselenggarakan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam bidang

pertanahan sedangkan disisi lain negara tidak menjamin kebenaran data fisik

maupun data yuridis yang disajikan dalam Sertipikat, sehingga menyebabkan

Sertipikat dapat digugat di Pengadilan.

Page 79: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

79

BAB III

KEWENANGAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN

NASIONAL DALAM MENERBITAKAN KEPUTUSAN PEMBATALAN

SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH

3.1 Kewenangan Badan Pertanahan Nasional

3.1.1 Pengertian Kewenangan

Kewenangan atau yang disebut dengan wewenang (beveogdheid)

mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan, karena dengan adanya wewenang yang didasarkan atas hukum,

maka akan memberikan legitimasi bagi tindakan pemerintah. Menurut F.A.M.

Stroink sebagaimana yang dikutip oleh Jum Aggriani, dikemukakan bahwa

“Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan suatu konsep inti dalam

hukum tata negara dan hukum administrasi. Dalam hukum tata negara wewenang

(bevoegheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtmacht). Dengan

demikian dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan”.96

Kewenangan menurut P. Nicolai, adalah sebagai berikut:

Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingn(handeling die op rechtsgevoleg gericht zijn en dus ertoe strekken datbepaalde rechtsgovelgen onstaan of teniet gaan). Een recht houdt in de(rechten gegeven) aanspraak op het verrichten van een handeling door eenander. Een plicht impliceert een verplichting om een bepaalde handelingte verrichten of na te laten.97 (kemampuan untuk melakukan tindakanhukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untukmenimbulkan akibat-akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul danlenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau

96 Lihat Pendapat Stroink dalam Jum Aggriani, Op.cit, h. 7597Ridwan HR, Op.cit, h.102.

Page 80: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

80

tindak melakukan tindakna tertentu atau menuntut pihak lain untukmelakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusanuntuk melakukan tindakan tertentu).

Selanjutnya menurut S.F. Marbun, wewenang mengandung arti

kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis

adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku

untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.98 Dari pengertian tersebut, maka

dapat diketahui bahwa kewenangan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki

oleh organ atau pejabat Tata Usaha Negara yang diberikan oleh Undang-Undang,

sehingga dapat dikatakan setiap penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan

pada asas legalitas.

Asas legalitas memberikan legitimasi pada kewenangan yang dimiliki

oleh Pejabat atau badan Tata Usaha Negara dalam mengambil suatu tindakan

hukum. Menurut Pendapat Indroharto sebagaimana yang dikutip oleh Irfan

Fachruddin merumuskan: “...tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh

suatu peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, segala macam aparat

pemerintah itu tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau

mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya”.99 Berdasarkan

pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa adanya pembatasan kekuasaan

pemerintah oleh hukum.

Sifat wewenang pemerintahan antara lain expressimplied, jelas maksud

dan tujuannya, terikat pada waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan

hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.100 Jadi dalam hal ini, Kewenangan yang

98 SF. Marbun (I), Op.cit, h. 154.99 Lihat Pendapat Indroharto dalam Irfan Fachruddin, Loc. cit.100 SF. Marbun (I), Loc.cit

Page 81: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

81

dimiliki oleh pemerintah terikat pada maksud dan tujuan dari pemberian

wewenang tersebut dan dilaksanakan menurut hukum tertulis dan hukum tidak

tertulis yaitu asas-asas umum penyelenggara pemerintahan yang layak.

Dalam konsep hukum publik, kewenangan berkaitan dengan kekuasaan

hukum, sehingga dengan adanya wewenang memberikan legitimasi bagi

penyelenggara pemerintah dalam mengeluarkan keputusan-keputusan secara

sepihak yang bersifat mengikat bagi orang lain. Sebagai konsep hukum publik,

wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen, yaitu: Pengaruh, Dasar

Hukum, dan Konformitas hukum.101

Phipilus M. Hadjon, menyatakan bahwa:

Komponen pengaruh ialah penggunaan wewenang dimaksud untukmegendalikan perilaku subyek hukum; komponen dasar hukum, bahwawewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponenkonformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang, yaitustandar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jeniswewenang tertentu).102

3.1.2 Sumber-sumber Kewenangan Pemerintah

Kewenangan merupakan suatu kekuasaan hukum penyelenggara

pemerintah dalam melaksanakan tindakan hukum publik. Suwoto Mulyosudarmo

dengan menggunakan istilah kekuasaan mengemukakan ada dua macam

pemberian kekuasaan, yaitu perolehan kekuasaan yang sifatnya atributif dan

perolehan kekuasaan yang sifatnya derivatif. Perolehan kekuasaan secara derivatif

101 Philipus M. Hadjon, et.al, 2011, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 11

102 Ibid.

Page 82: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

82

dibedakan antara delegasi dan mandat.103 Menurut Lukman Hakim, yang

menyatakan bahwa “Kekuasaan yang diperoleh secara atribusi (atributie van

macht) bersumber pada UUD atau Konstitusi melalui asas-asas pembagian

kekuasaan. Kekuasaan derivatif yang terdiri atas delegasi dan mandat bersumber

dari pelimpahan kekuasaan.104 Jadi secara teoritis, sumber wewenang ada tiga

yaitu Atribusi, Delegasi dan Mandat.

Menurut Rapport sebagaimana yang dikutip oleh Philipus M. Hadjon,

menyatakan bahwa “Atribusi juga merupakan wewenang untuk membuat

keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti

materiil”.105 Jadi wewenang yang diperoleh secara atribusi merupakan suatu

pembentukan wewenang tertentu oleh suatu organ yang berwenang berdasarkan

peraturan Perundang-Undangan yang diberikan kepada organ tertentu. wewenang

yang diperoleh secara atribusi menyebabkan munculnya suatu wewenang baru,

dimana wewenang tersebut sebelumnya tidak dimiliki oleh organ pemerintah

yang bersangkutan.

Indroharto membedakan wewenang pemerintahan baru (legislator) yang

kompeten untuk memberikan atribusi wewennag pemerintah itu dibedakan antara:

original legislator dan delegated legislator.106 Yang disebut sebagai original

legislator yaitu badan legislasi yang mempunyai kewenangan membentuk

konstitusi dan undang-undang, misalnya MPR dan delegated legislator yaitu

103Suwoto Mulyosudarmo, 1997, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan YuridisTerhadap Pidato Nawaksara, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.39-48

104 Lukman Hakim, Op. cit, h. 74105 Lihat Pendapat Rapport dalam Philipus M Hadjon,et al, Loc. cit106 Indroharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata usahaNegara, Pustaka Sinar Harapan, jakarta, h. 65

Page 83: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

83

organ pemerintah yang berdasarkan pada suatu Undang-undang membentuk suatu

peraturan yang menciptakan wewenang-wewenang pemerintahan tertentu kepada

badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Jadi dapat dikatakan bahwa, dalam suatu

wewenang yang diperoleh secara atribusi, pembentukan wewenang atribusi dan

penyebaran wewenang utamanya ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar dan

pembentukan wewenang organ atau Pejabat Tata Usaha Negara didasarkan pada

suatu Peraturan Perundang-undnagan.

Dalam artikel 10: 3 Alegemen Wet Bestuursrecht, delegasi diartikan

sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat “besluit”) oleh pejabat

pemerintahan kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggungjawab

pihak lain tersebut, Yang memberi/melimpahkan wewenang disebut delegans dan

yang menerima wewenang disebut delegataris.107 Jadi dalam wewenang yang

diperoleh secara delegasi merupakan suatu bentuk pelimpahan wewenang yang

menimbulkan sautu pergeseran kompetensi dari pemberi wewenang (delegans)

kepada penerima delegasi (delegataris), sehingga pemberi wewenang (delegans)

tidak menggunakan lagi wewenang tersebut, sehingga tanggungjawab dan

tanggunggugat beralih kepada penerima delegasi (delegataris).

Menurut Triepel, pengertian delegasi dibedakan dalam echte delegation

dan unechte delegation.108Unechte delegation atau yang disebut dengan

Konservierende delegation merupakan suatu jenis pendelegasian dengan

menyerahkan suatu kompetensi tetapi pemangku kekuasaan yang asli sama

memperoleh wewenangnya seperti yang memperoleh kompetensi itu. Jadi dalam

107 Philipus M. Hadjon, et al, Op. cit, h. 13108 H. Mustamin Daeng Matutu. Al Kajangi, e.al, 2004, Mandat, delegasi, Attribusi dan

Implementasinya di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, h. 65.

Page 84: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

84

pendelegasian jenis ini, bukan merupakan pendelegasian yang membebaskan

secara penuh kewenangan dari pemberi delegasi, melainkan hanya untuk

meringankan beban saja, namun dalam pendelgasian ini, walaupun pemberi

wewenang masih dapat menggunakan kewenangan seperti sediakala, penerima

wewenang dalam bertindak bukan atas nama pemberi wewenang, tetapi dalam

bertindak atas nama penerima delegasi sendiri. Sedangkan menurut Triepel, echte

Delegation (delegasi sesungguhnya) berarti suatu pelepasan dan suatu penerimaan

kompetensi.109 Ini berarti bahwa pemberi wewenang tidak lagi dapat

menggunakan wewenangnya, karena telah terjadi suatu penyerahan wewenang

(pelepasan) kepada penerima wewenang. Dengan demikian dalam pendelegasian

wewenang, terjadi suatu pelepasan dan penerimaan wewenang yang didasarkan

atas kehendak dari pihak yang menyerahkan wewenang, sehingga pihak yang

mendelegasikan wewenang tidak dapat lagi menggunakan wewenangnya,

sedangkan pihak yang menerima pendelegasian wewenang dapat memperluas

wewennag yang telah didelegasikan tersebut.

Dalam wewenang yang diperoleh secara delegasi oleh suatu organ atau

pejabat Tata usaha Negara, maka organ atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut

dapat mendelegasikan kembali wewenang tersebut kepada pejabat Tata Usaha

lainnya. Menurut Jum Anggriani, “jika kewenangan yang diperoleh melalui

delegasi dilimpahkan kepada badan/lembaga/pejabat TUN yang lebih rendah

untuk melaksanakan wewennag dan tanggungjawab atas namanya sendiri.” 110

Contohnya: dari Depdagri dilimpahkan kepada Gubernur dan dari Gubernur

109 Ibid, h. 67110 Jum Anggriani, Op.cit, h.91.

Page 85: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

85

dilimpahkan lagi kepada Kepala Dinas. 111 Selanjutnya wewenang pemerintah

yang dilimpahkan secara subdelegasi, indroharto menjelaskan bahwa:

“subdelegasi dapat terjadi apabila ditentukan dalam peraturan dasarnya bahwa

sang delegataris dapat mendelegasikan lebih lanjut wewenang pemeintahan yang

diperolehnya berdasarkan delegasi itu kepada pejabat lainnya. Untuk subdelegasi

ini secara mutatis mutandis juga berlaku ketentuan-ketentuan mengenai delegasi

pada umumnya.”112 Sejalan dengan pendapat indorharto, H.D. van Wijk

menegaskan bahwa:

De gewone vorm van delegatie is die, weararbij een is eerste instantie aaneen bestuursorgaan geattribueerde bestuursbevoegdheid door dit orgaanwordt overgedragen aan een ander bestuursorgaan. Maar ook dedelegataris kan deze beveogdheid soms weer doorgeven; dan is er sprakevan subdelegatie. Voor subdelegatie gelden, mutatis mutandis, dezelfderegels als voor delegatie. 113 (bentuk delegasi yang biasa adalah bentuk,dimana didalam instansi pertama suatu wewenang pemerintah yangdilambangkan kepada suatu lembaga pemerintahan disrahkan oleh lembagaini kepada lembaga pemerintahan yang lainnya. Namun, pihak yangdidelegasikan juga kadang-kadang bisa menyerahkan wewenang ini;sehingga kita dapat berbicara tentnag subdelegasi. Undtuk subdelegasibelaku mutatis mutandis, peraturan yang sama seperti untuk delegasi).

Jadi suatu wewenang pemerintah yang diperoleh secara delegasi dapat

dilakukan suatu pelimpahan kembali yang disebut dengan sub delegasi kepada

pejabat lainnya apabila ditentukan dalam peraturan dasarnya dan penerima

subdelegasi bertindak atas namanya sendiri.

Terkait dengan wewenang yang diperoleh secara mandat, dapat dilihat dari

pendapat Rosjidi Ranggawidjaja, dengan mengikuti pendapat Heinrich Triepel

sebagaimana yang dikutip oleh SF. Marbun, berpendapat bahwa: “Mandat

111 Ibid.112 Indroharto, Op.cit, h.66-67.113 Irfan fachruddin, Op.cit, h.52.

Page 86: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

86

merupakan opdracht/suruhan kepada suatu alat perlengkapan (organ) untuk

melaksanakan kompetensi sendiri maupun berupa tindakan hukum oleh pemegang

suatu wewenang dengan diberikan kekuasaan penuh kepada suatu objek lain

untuk melaksanakan kompetensi si pemberi mandat atas nama si pemberi

mandat”.114 Mandat itu dapat berupa opdracht (suruhan) pada suatu alat

perlengkapan (organ) untuk melaksanakan kompetensinya sendiri ataupun untuk

melaksanakan kompetensi yang dimiliki oleh pemberi mandat atas nama si

pemberi mandat. Jadi sumber wewenang yang diperoleh secara mandat, yaitu

penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi

mandat, dimana dalam hal ini penerima mandat bukan merupakan pihak lain dari

pemberi mandat, dengan kata lain biasanya terlihat dalam hubungan antara atasan

dan bawahan.

3.1.3 Kewenangan Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional

Dalam penyelenggaraan negara, setiap tindakan pemerintah atau kebijakan

pemerintah harus didasarkan pada kewenangan yang diatur dalam Peraturan

Perundang-Undangan. Begitu juga tindakan pemerintah atau kebijakan

pemerintah dalam bidang pertanahan harus didasarkan pada Peraturan Perundang-

Undangan. Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya

114 Lihat Pendapat Rosjidi Ranggawidjaja dalam SF. Marbun (I), Op. cit, h. 163

Page 87: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

87

kemakmuran rakyat”. Ketentuan tersebut, merupakan landasan konstitusional

yang memberikan kewenangan kepada penyelenggara pemerintahan dalam bidang

pertanahan. Rumusan Pasal tersebut, mengandung arti bahwa kewenangan

mengelola dan mengatur tanah dalam bidang hukum publik dalam hukum

pemerintahan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Menurut Philipus M.

Hadjon sebagaimana yang dikutip oleh Yudhi Setiawan menjelaskan “Kekuasaan

hukum terkait dengan wewenang dalam bidang hukum publik terutama dalam

hukum administrasi pemerintahan, kekuasaan hukum menunjuk kepada

wewenang Pemerintah Pusat dan diatur dalam norma pemerintahan”.115 Hal

tersebut berarti bahwa tindakan pemerintah harus didasarkan pada kewenangan

yang sah yang memiliki dasar hukum. Oleh karena itu sebagai konsekuensi logis

dan yuridis dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka diundangkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 2

mengatur bahwa:

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar danhal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa,termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatantertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruhrakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberiwewenang untuk :a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

115 Lihat Pendapat Philipus M. Hadjon dalam Yudhi Setiawan, 2010, Hukum Pertanahan,Teori dan Praktik, Bayumedia Publishing, Malang, selanjutnya disebut Yudhi Setiawan (II), h. 10.

Page 88: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

88

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air danruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut padaayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuranrakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalammasyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adildan makmur.

Merujuk Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, dapat diketahui

bahwa terdapat 3 (tiga) fungsi utama keagrariaan yang harus dijalankan oleh

negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional, yaitu:

1. Mengatur dan Menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaandan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air danruang angkasa.116

Sehingga dengan wewenang yang bersumber pada hak negara untuk

menguasai tanah harus dipergunakan untuk:

a) Mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;b) Membahagiakan dan mensejahterakan rakyat;c) Memerdekakan rakyat dari berbagai tekanan hidup; dand) Memantapkan kedaulatan, keadilan dan kemakmuran di kalangan

masyarakat luas.117

Menurut Sjachran Basah sebagaimana yang dikutip oleh SF. Marbun

menyatakan bahwa, “Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria merupakan landasan

hukum yang memungkinkan administrasi negara melaksanakan tugas, fungsi dan

wewenang di bidang pertanahan”.118 Hal tersebut berarti bahwa diaturnya hak

menguasai negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung makna bahwa negara sebagai

116 Adrian Sutedi, 2006, Politik dan Kebijakan Hukum Pertanahan serta berbagaipermasalahan, BP. Cipta Jaya, Jakarta, selanjutnya disebut Adrian Sutedi (III), h. 12

117 Lihat Pendapat Sjachran Basah dalam SF. Marbun, et. al, 2001, Dimensi-DimensiPemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, h. 371

118 Ibid, h. 364

Page 89: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

89

tingkat tertinggi yang memiliki kewenangan dalam bidang pertanahan, dimana

negaralah yang memiliki kewenangan dan berhak mengatur penguasaan,

peruntukan, pemanfaatan dan penguasaan tanah, sehingga kewenangan negara ini

merupakan suatu kewenangan asli atau yang disebut dengan kewenangan yang

diperoleh secara atribusi yang lansung bersumber pada Pasal 33 ayat (3) yaitu

memberikan kewenangan tersebut kepada penyelenggara pemerintahan untuk

mengatur penguasaan, peruntukkan dan pemanfaatan tanah.

Jadi dalam rangka pelaksanaan kewenangan dalam bidang pertanahan

tersebut, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan membentuk suatu Lembaga

Pemerintahan non Departemen yaitu Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga

pemerintahan yang mengurusi dan menangani bidang pertanahan. Dengan kata

lain bahwa segala urusan dibidang pertanahan menjadi wewenang Badan

Pertanahan Nasional yang dipimpin oleh seorang kepala, dan ini berarti adanya

suatu penyerahan wewenang dari Presiden kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional untuk menangani urusan dalam bidang pertanahan. Sehingga ketentuan

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

tersebut dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dijadikan landasan

bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang di bidang

pertanahan, sehingga dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988,

tanggal 19 Juli 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Pasal 2 Keputusan

Presiden Nomor 26 Tahun 1988 menetapkan bahwa:

Badan Pertanahan bertugas membantu Presiden dalam mengelola danmengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan Undang-Undang Pokok Agaria maupun peraturan Perundang-Undangan lain yangmeliputi pengaturan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah,

Page 90: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

90

pengurusan hak-hak tanah pengukuran dan pendaftaran tanah, dan lain-lainyang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yangditetapkan oleh Presiden.Selanjutnya dalam rangka penguatan kelembagaan Badan Pertanahan

Nasional, maka dibentuklah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10

Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Presiden sebagai pemegang dan

penyelenggara pemerintahan memiliki kedudukan sebagai delegated legislator

yaitu yang berdasarkan pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960,

membentuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006

tentang Badan Pertanahan nasional dengan menciptakan wewenang-wewenang

pemerintah dalam bidang pertanahan. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya

Peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sehingga perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk

menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.119 Namun

dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang

Badan Pertanahan Nasional, tidak menjelaskan secara tegas tentang wewenang

Badan Pertanahan Nasional, tetapi peraturan tersebut menguraikan hal-hal yang

berkenaan dengan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006

tentang Badan Pertanahan Nasional menentukan bahwa:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BadanPertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi :a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

119 Arie Sukanti Hutagalung, 2008, Kewenangan pemerintah di Bidang Pertanahan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 88.

Page 91: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

91

c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di

bidang pertanahan;f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian

hukum;g. pengaturan dan penetapan hak -hak atas tanah;h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan

wilayah-wilayah khusus;i. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik

negara/daerah bekerjasama dengan Departemen Keuangan;j. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;k. kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;l. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program

di bidang pertanahan;m.pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;n. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di

bidang pertanahan;o. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;p. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;q. pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pertanahan;r. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;s. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang

pertanahan;t. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau

badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang -undangan yang berlaku;

u. fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang -undanganyang berlaku.

Berdasarkan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional seperti yang

diuraikan diatas, terlihat bahwa Badan Pertanahan Nasional memiliki tugas dan

fungsi yang bersifat administratif yaitu merumuskan kebijakan pertanahan baik

yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.

Ditinjau dari sudut hukum administrasi negara, Badan Pertanahan Nasional

merupakan lembaga pemerintah Non Departemen yang bertugas untuk membantu

Page 92: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

92

presiden dalam pengelolaan keadminstrasian dibidang pertanahan yang meliputi:

pengaturan penggunaan tanah, penguasaan tanah, pemilikan tanah dan

pemanfaatan tanah, pengukuran tanah, pendaftaran tanah, pegkajian dan

penanganan sengketa dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah-masalah

pertanahan.

Dalam rumusan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional tersebut,

secara tersirat memuat wewenang Badan Pertanahan Nasional untuk

mengeluarkan berbagai peraturan dalam bidang pertanahan yang bersifat

mengatur yang diperoleh secara pendelegasian wewenang. Jadi dalam hal ini

Badan Pertanahan Nasional merupakan badan pemerintah dalam tingkat pusat

yang diberikan wewenang, tugas, fungsi dan tanggungjawab untuk

menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang pertanahan.

Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional

di daerah, sebagai instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional membentuk

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 28 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006

yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan dibentuknya Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi

Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 yang

menetapkan bahwa “Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yang

selanjutnya dalam peraturan ini disebut Kanwil BPN, adalah instansi vertikal

Badan Pertanahan Nasional di Provinsi yang berada dibawah dan bertanggung

Page 93: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

93

jawab langsung kepada Kepala Badan Pertanahan nasional”. Selanjutnya Pasal 1

ayat (2) menetapkan bahwa “Kanwil BPN dipimpin oleh seorang Kepala”.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional memiliki tugas untuk

melaksanakan fungsi dan tugas Badan Pertanahan Nasional di provinsi yang

bersangkutan. Dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006, menetapkan bahwa:

Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,Kanwil BPN mempunyai fungsi:

a. penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangkapelaksanaan tugas pertanahan;

b. pengkoordinasian, pembinaan, dan pelaksanaan survei, pengukuran, danpemetaan; hak tanah dan pendaftaran tanah; pengaturan dan penataanpertanahan; pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat;serta pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan;

c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pertanahan di lingkunganProvinsi;

d. pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;e. pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS) di Provinsi;f. pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;g. pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;h. pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana, dan

prasarana, perundangundangan serta pelayanan pertanahan;Berdasarkan uraian diatas, maka terlihat adanya pelimpahan kewenangan

dari Presiden kepada Badan Pertanahan Nasional untuk menangani bidang

pertanahan yang selanjutnya adanya pelimpahan wewenang kepada Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional untuk melaksanakan sebagian tugas dan

fungsi Badan Pertanahan Nasional di Provinsi. Jadi dengan demikian untuk

memperjelas dasar hukum yang digunakan terhadap lahirnya kewenangan yang

dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional, dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Page 94: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

94

Tabel 2: Dasar Hukum lahirnya kewenangan Badan Pertanahan Nasional dan

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

No. Jenis Peraturan Keterangan

1. Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

Dalam Pasal 3 ayat (3) merupakan landasan

konstitusional lahirnya kewenangan yang

dimiliki oleh Pemerintah dalam bidang

Pertanahan.

2. Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria

Pasal 2 malahirkan tiga fungsi utama dalam

keagrariaan khususnya bidang pertanahan

Indonesia yang dijalankan pemerintah

dalam hal ini adalah Badan Pertanahan

Nasional, yaitu:

1. Mengatur dan menyelenggarakan

peruntukan penggunaan, pemanfaatan,

pengelolaan, persediaan dan

pemeliharaan tanah.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-

hubungan hukum antara orang-orang

dengan tanah.

3. Menentukan dan mengatur perbuatan-

perbuatan hukum antara orang-orang

menganai tanah.

3. Keputusan Presiden Nomor

26 Tahun 1988, tanggal 19

Juli 1988 tentang Badan

Pertanahan Nasional.

Keputusan Presiden ini merupakan

peraturan awal yang dikeluarkan oleh

Presiden untuk membentuk Badan

Pertanahan Nasional sebagai lembaga

pemerintahan yang mengurusi bidang

pertanahan.

4. Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun

Peraturan ini dibentuk dalam rangka

penguatan kelembagaan Badan Pertanahan

Page 95: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

95

2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional.

Nasional sebagai lembaga non departeman

yang berada dibawah dan

bertanggungjawab langsung kepada

Presiden.

5. Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor

4 Tahun 2006 tentang

Organisasi Tata Kerja

Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional.

Peraturan ini merupakan peraturan yang

digunakan sebagai dasar dibentuknya

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional sebagai instansi vertikal dari

Badan Pertanahan Nasional didaerah

provinsi.

(Sumber: diolah dari berbagai Peraturan Perundang-Undangan)

3.2 Sumber Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Dalam Menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah

Dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, organ pemerintahan

melakukan suatu tindakan hukum dengan berbagai kebijakan. Tindakan hukum

organ pemerintah harus didasarkan pada wewenang yang berasal dari Peraturan

Perundang-Undangan. Hal ini didasarkan karena, pilar utama negara hukum

adalah asas legalitas. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang

dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di negara hukum, sehingga

dengan asas legalitas ini akan memberikan suatu legitimasi atas tindakan

pemerintah. terkait dengan penggunaan wewenang oleh pemerintah, Philipus M.

Hadjon sebagaimana yang dikutip oleh Jufri Dewa yang menyimpulkan terdapat

lima norma umum penggunaan wewenang, yaitu:

Page 96: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

96

1. Penggunaan wewenang harus berdasarkan peraturan Perundang-Undangan (asas wetmatigheid);

2. Larangan menyalahgunakan wewenang;3. Larangan bertindak sewenang-wenang;4. Wajib bertindak sesuai dengan norma-norma kepatutan;5. Wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan oleh

tindakan yang dilakukan.120

Lebih lanjut dijelaskan, pemerintahan yang bersih atau rechmategheid van

bestuur adalah asas keabsahan tindak pemerintahan yang memiliki tiga fungsi; (1)

bagi aparat pemerintah berfungsi sebagai norma pemerintahan (bestuursnormen);

(2) bagi masyarakat berfungsi sebagai alasan mengajukan gugatan terhadap tindak

pemerintahan (beroepsgronden); dan (3) bagi hakim berfungsi sebagai dasar

pengujian suatu tindak pemerintahan (toetsingsgronden).121 Selanjutnya terkait

dengan pemerintah dalam mengambil suatu tindakan atau perbuatan hukum harus

berdasarkan pada suatu peraturan yang berlaku dapat dilihat dari pendapat dari

Belinfante, yakni: “Administratiefrechtelijke rechtshandelingen kunen uitsluitend

verricht worden in de gevalen waarin, en op de wije waarop een wettelijk

voorschrift dat heeft voorzien of toelaat” (perbuatan hukum yang bersifat hukum

administrasi hanya dapat dilaksanakan dalam hal dengan cara yang diperkenankan

oleh peraturan yang sah).122

Begitu juga dalam kaitannya dengan tindakan pemerintah berupa penerbitan

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, organ atau Pejabat Tata

Usaha Negara yang diberikan wewenang untuk itu harus sesuai dengan norma

umum dalam penggunaan wewenang sebagaimana yang telah disebutkan tersebut.

Setiap tindak pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang

120 Lihat Philipus M. Hadjon dalam H. Muh. Jufri Dewa, 2011, Hukum AdministrasiNegara Dalam Perspektif pelayanan Publik, Unhalu Perss, Kendari, h. 84.

121Yudhi Setiawan (I) Op.cit, h. 16.122 Adrian Sutedi (I), Op.cit, h. 37

Page 97: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

97

sah yang diperoleh dari sumber: atribusi, delegasi dan mandat, serta dibatasi oleh

isi (materi), wilayah dan waktu.123 Sebagaimana yang telah diuraikan, bahwa

sumber wewenang pemerintahan pada umumnya diperoleh melalui tiga cara yaitu,

Atribusi, Delegasi dan Mandat, yaitu wewenang atribusi merupakan wewenang

yang diperoleh dari Peraturan Perundang-Undangan, artinya bahwa peraturan

Perundang-Undangan telah mengatur wewenang dari organ pemerintah yang

dimaksud. Wewenang delegasi merupakan wewenang yang diperoleh atas dasar

pelimpahan wewenang dari organ atau badan pemerintanahan kepada oragan atau

badan pemerintahan lainnya. Wewenang mandat merupakan suatu wewenang

yang biasanya terdapat dalam hubungan rutin antara atasan dan bawahan.

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah

satu bentuk dari perbuatan hukum dalam bidang pertanahan yang berupa

pemutusan, penghentian atau peghapusan suatu hubungan hukum terhadap hak

milik atas tanah dalam rangka penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan.

Menurut doktrin hukum terdapat asas-asas hukum mengenai kebatalan, yakni:

nietgheid, nultiteit, yang dibedakan menjadi kebatalan mutlak dan kebatalan

nisbi.124 Kebatalan mutlak merupakan suatu perbuatan harus dianggap batal,

meskipun tidak perlu diminta secara tegas oleh pihak tertentu, sedangkan

kebatalan nisbi adalah pembatalan suatu perbuatan apabila diminta oleh pihak

tertentu. Kedua jenis pembatalan tersebut, berkaitan dengan perbuatan yang

dianggap sah atau tidak sahnya suatu keputusan sehingga menyebabkan keputusan

dibatalkan, dimana yang dapat melakukan pembatalan suatu perbuatan hanya

123 Yudhi setiawan (II), Op. cit, 51124 Adrian Sutedi (I), Op. cit, h. 243

Page 98: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

98

dapat dilakukan oleh hakim atau badan atau pejabat pemerintahan yang diberikan

wewenang untuk itu. Jadi keputusan yang batal merupakan keputusan yang

pembatalannya harus dengan putusan hakim atau keputusan Badan Administrasi

Negara yang lebih tinggi atau badan Administrasi Negara yang mengeluarkan

keputusan tersebut. Termasuk juga dalam pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah, karena Sertipikat merupakan suatu keputusan yang dikeluarkan oleh organ

atau pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional.

Pembatalan Sertipikat Hak Milik atas tanah merupakan salah suatu

tindakan hukum Badan Pertanahan Nasional sebagai pejabat Tata Usaha Negara

yang diberikan kewenangan untuk melakukan suatu tindakan hukum berupa

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah. Telah dijelaskan bahwa Badan

Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintah non departemen yang

diberikan tugas untuk mengatur peruntukan, penguasaan, pemilikan dan

hubungan-hubungan hukum atas tanah yang dibentuk berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Namun

dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tidak dijelaskan secara tegas

tentang kewenangan yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional, dan hanya

mengatur tentang tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional, sehingga dapat

diartikan bahwa penetapan kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam

bidang Pertanahan oleh Presiden merupakan suatu bentuk penyerahan wewenang

secara delegasi.

Wewenang yang diperoleh secara delegasi merupakan suatu penyerahan

wewenang yang dipunyai oleh organ atau pejabat pemerintahan kepada organ atau

Page 99: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

99

pejabat Pemerintahan lain, dalam hal ini Presiden sebagai organ pemerintahan

menyerahkan kewenangan untuk mengurusi bidang pertanahan kepada Badan

Pertanahan Nasional. Termasuk juga dalam kaitannya dengan pembatalan

Sertipikat Hak Atas tanah, wewenang yang dimiliki oleh Badan Pertanahan

Nasional untuk melakukan pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat

dalam Pasal 3 huruf t Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 intinya

menentukan bahwa salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional adalah

pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan

hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku. Berdasarkan wewenang yang diperoleh secara delegasi tersebut,

maka Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai pemimpin Badan Pertanahan

Nasional mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan yang dijadikan sebagai peraturan dasar dalam Pembatalan

Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk Hak Milik Atas Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2011 merupakaan peraturan yang diterbitkan atas dasar kekuasaan

regulasi yang materi muatannya bersifat pengaturan. Kekuasaan regulasi

merupakan kekuasaan mengatur yang diberikan kepada pemerintah untuk

melaksanakan kekuasaan legislatif atau dengan kata lain untuk menjalankan

segala sesuatu hal pokok yang dituangkan dalam kekuasaan legislasi.125

Dibentuknya suatu peraturan regulasi bertujuan untuk melaksanakan kekuasaan

125 Yudhi Setiawan (I), Op.cit, h. 62

Page 100: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

100

legislasi atau untuk menjalankan segala sesuatu hal pokok yang dituangkan dalam

kekuasaan legislasi, sehingga Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 merupakan peraturan regulasi yang

dikeluarkan oleh adanya suatu delegasi wewenang atau delegated legislation.

Menurut H.W.R. Wade menyatakan bahwa: “A standard argument for delegated

legislation is that is necessary for cases where parliament cannot attend to small

maters of details”.126 (pendapat mendasar tentang delegated legislation adalah

diperlukan untuk kasus-kasus, dimana parlemen tidak dapat mengurus masalah

secara mendetail).

Dalam rangka melaksanakan regulasi tersebut, Pemerintah dalam hal ini

Badan Pertanahan Nasional melaksanakan tindakan-tindakan hukum dalam

penyelesaian kasus pertanahan salah satunya yaitu tindakan hukum berupa

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, sebagiamana yang diatur dalam

pasal 72 huruf b Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

2011 yang itinya menetapkan bahwa kasus pertanahan yang dalam penanganan

BPN RI dinyatakan selesai dengan kriteria penyelesaian berupa Penerbitan

Keputusan tentang pemberian Hak Atas Tanah, Pembatalan Sertipikat Hak Atas

Tanah, pencatatat dalam buku tanah atau perbuatan hukum lainnya sesuai surat

pemberiatahuan penyelesaian kasus. Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah

termasuk Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah satu kebijakan

pertanahan nasional dalam rangka menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan

hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum dengan tanah.

126 H.W.R.Wade, 1977, Administrasi law, Fourth Edition, Oxford University Press,England, h. 698.

Page 101: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

101

Dalam melakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah terlebih

dahulu harus mengetahui perolehan hak atas tanahnya, dimana dengan diketahui

perolehan hak atas tanahnya, maka akan menimbulkan prosedur atau mekanisme

pembatalannya. Terjadinya suatu pembatalan sertipikat hak milik atas tanah

disebabkan oleh perolehan atau penerimaan haknya tidak memenuhi syarat-syarat

yang telah ditetapkan dalam Keputusan pemberian haknya atau telah terjadi

kekeliruan atau kesalahan baik secara administrasi maupun dalam hal penerapan

peraturannya dalam pemberian haknya tersebut, yang dapat diketahui baik melalui

putusan pengadilan yang telah memeperoleh kekuatan hukum tetap maupun tidak.

Pembatalan sertipikat hak atas tanah termasuk juga dalam pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, dapat dilakukan, karena:

1. Adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah. Terkait dengan adanya cacat hukum administrasi dalam

penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas tanah dapat dilihat dalam Pasal 62

ayat (1) Peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 yang menetukan bahwa “Sertipikat hak

atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan

pembatalan atau pemerintah pencatatan perubahan pemeliharaan data

pendaftaran tanah menurut peraturan Perundang-Undangan”. Selanjutnya

Pasal 62 ayat (2) menetapkan bahwa:

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaranhak tanah;

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hakdan/atau sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/ataupengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

Page 102: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

102

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atauperhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dang. kesalahan lain dalam penerapan peraturan Perundang-Undangan.

Terkait dengan perbuatan hukum dalam menerbitkan Keputusan

Pembatalan Hak Atas Tanah diatur dalam Pasal 63 yang menetapkan

bahwa: “Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak

atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan dengan: (a)

menerbitkan Keputusan pembatalan; dan/atau (b) pencatatan pemeliharaan

data pendaftaran tanah”.

2. Sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap (incraht). Berdasarkan putusan pengadilan yang teah

memperoleh kekuatan hukum tetap, badan atau pejabat yang berwenang

dapat melakukan suatu tindakan hukum berupa pembatalan Sertipikat Hak

Atas Tanah termasuk juga Hak Milik Atas tanah. Tindakan hukum

pembatalan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 55 Ayat (1) Peraturan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2011 yang menetapkan bahwa: “Tindakan untuk melaksanakan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat

berupa: a. pelaksanaan dari seluruh amar putusan; b. pelaksanaan sebagian

amar putusan; dan/atau c. hanya melaksanakan perintah yang secara tegas

tertulis pada amar putusan”. Terkait dengan pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 56 ayat (1) yang menetapkan

bahwa “Perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan

Page 103: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

103

dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan

pengadilan dilaksanakan dengan keputusan pejabat yang berwenang”.

Jadi dalam hal dilakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah baik

karena cacat hukum administrasi maupun sebagai pelaksanaan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan suatu Keputusan

sebagai bentuk dari tindakan hukum dari pejabat yang diberikan wewenang untuk

menerbitkan Keputusan pembatalan hak milik atas tanah.

Terkait dengan wewenang dalam melakukan Pembatalan Sertipikat Hak

Atas Tanah termasuk Sertipikat Hak milik Atas tanah dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, yang menetapkan bahwa: “Pemutusan

hubungan hukum atau pembatalan hak atas tanah atau pembatalan data

pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala BPN RI”.

Selanjutnya dalam Pasal 58 ayat (1) menetapkan bahwa: “Kepala BPN RI

menerbitkan keputusan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk

melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, maka yang mempunyai wewenang untuk

melakukan pembatalan sertipikat hak milik atas tanah adalah Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Dalam membatalkan sertipikat Hak Milik Atas tanah Kepala Badan

Pertanahan Nasional melimpahkan wewenang tersebut kepada Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 73 ayat (2)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

Page 104: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

104

2011 yang menetapkan bahwa: “Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilimpahkan kepada Deputi dan Kakanwil”. Selanjutnya dalam Pasal 58

ayat (2) menetapkan bahwa: “Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat didelegasikan kepada Deputi atau Kakanwil”.

Berdasarkan ketentuan tersebut wewenang untuk melakukan Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas tanah karena cacat administrasi dan sebagai

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

selain berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia juga

wewenang untuk melakukan pembatalan juga berada pada Kepala Kantor Wilayah

melalui pelimpahan wewenang. Pelimpahan wewenang dalam pembatalan diatur

dalam Pasal 74 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indoensia

Nomor 3 Tahun 2011, yang menetapkan bahwa:

Kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan:a. keputusan pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kakan yang

terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya;b. keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya

dilimpahkan kepada Kakan dan Kakanwil, untuk melaksanakan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;

c. hak milik atas satuan rumah susun untuk melaksanakan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap; dan

d. pendaftaran hak atas tanah asal penegasan/pengakuan hak yang terdapatcacat hukum administrasi dalam penerbitannya dan/atau untukmelaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum yang tetap;

e. pencatatan data yuridis/fisik dalam pemeliharaan data pendaftaran tanahsebagai lanjutan dari penyelesaian kasus pertanahan.

Berdasarkan rumusan Pasal-Pasal yang diuraikan tersebut mengandung

makna bahwa Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan

untuk membatalkan Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk juga Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah hanya melimpahkan kewenangan tersebut kepada Kepala

Page 105: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

105

Kantor Badan Pertanahan Nasional, sedangkan yang mempunyai kewenangan

untuk menerbitkan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah sebagai salah satu bentuk dari

keputusan Tata Usaha Negara adalah berada pada Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah yang

menentukan bahwa “Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah

dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang

oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan

ditugaskan kepada Pejabat lain”. Sehingga berdasarkan asas “contrarius actus”127

yaitu suatu Keputusan Tata Usaha Negara dibatalkan atau dicabut oleh Pejabat

yang mengeluarkan keputusan tersebut, maka yang seharusnya berwenang

membatalkan adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang

menerbitkan Sertipikat Hak Milik tersebut. Namun perlu dijelaskan kewenangan

untuk membatalkan Sertipikat Hak Atas tanah termasuk Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah hanya dilimpahkan sampai pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional disebabkan karena apabila terjadi keberatan atas terbitnya suatu

sertipikat maka pihak yang keberatan tersebut dapat mengajukan upaya hukum

administratif. Menurut SF. Marbun, Upaya administratif tersebut dapat diajukan

baik kepada instansi semula mengeluarkan keputusan itu yang disebut prosedur

keberatan, maupun kepada instansi lain dari instansi semula yang mengeluarkan

127 Soehino, 1984, mengatakan bahwa Prosedur Pencabutan Kembali atau perbuatan suatuketetapan harus sama dengan prosedur pembuatan atau pembentukan ketetapan tersebut (asasContrarius actus), Lihat Soehino, Asas-Asas Hukum Tata pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, h.172

Page 106: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

106

keputusan itu yang disebut banding administratif. 128 Dengan demikian, maka

apabila terhadap terbitnya suatu Sertipikat Hak Milik Atas Tanah apabila terdapat

pihak yang berkeberatan atas terbitnya Sertipikat tersebut, maka terlebih dahulu

mengajukan keberatan pada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang

bersangkutan, namun apabila tidak mendapatkan penyelesaian maka dapat

mengajukan banding administratif berupa Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

tanah tersebut kepada Instansi atasan yaitu kepada Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional maupun kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Terkait dengan Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan Permabatlan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, telah

dijelaskan sebelumnya, wewenang delegasi merupakan suatu cara untuk

memperoleh wewenang bagi pejabat atau organ pemerintah dalam

menyelenggarakan pemerintahan, dimana dalam wewenang delegasi ini terjadi

suatu penyerahan wewenang yang menyebabkan terjadi pergeseran kompetensi

dari pemberi delegasi (delegans) kepada penerima wewenang (delegataris). Dalam

pemberian atau pelimpahan wewenang ada persayaratan-persayaratan yang harus

dipenuhi, yaitu:

1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak lagi menggunakansendiri wewenang yang telah dilimpahkan (diserahkan) itu;

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-Undangan,artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalamperaturan Perundang-Undangan;

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarkikepegawaian tidak diperkenalkan adanya delegasi;

128 SF. Marbun (I), Op. cit, 71

Page 107: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

107

4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan) artinya delegansberwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenangtersebut;

5. Peraturan kebijakan (beleidsregeelen) artinya delegans memberikaninstruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.129

Dalam suatu pengertian hukum publik, suatu pendelegasian wewenang

dimaksudkan untuk menyerahkan suatu kompetensi yang dimiliki oleh pejabat

pemerintahan baik seluruh atau sebagian kompetensinya kepada pejabat

pemerintahan lainnya. Pejabat atau organ pemerintahan yang mendelegasikan

wewenang tersebut harus memiliki suatu wewenang, dimana setelah

mendelegasikan wewenang tersebut, maka pemberi delegasi tidak dapat

menggunakan wewenangnya tersebut. Namun terdapat pendapat yang

memberikan batasan totalitas pada pendelegasian wewenang, sebagaimana

pendapat H. Mustamin Daeng Matutu. AL. Kajagi, dkk yang menyatakan bahwa

“pendelegasian wewenang secara total didalam suatu organisasi sewajarnya tidak

boleh dilakukan, dan kalau hal demikian sampai terjadi juga, maka hal itu dengan

sendirinya sudah menimbulkan perubahan struktur (susunan tertib) wewenang

dalam organisasi yang semula telah disepakati”. 130

Disamping itu, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bahwa dalam

penyerahan wewenang secara delegasi dikenal dengan Konservierende

Delegation, yaitu suatu penyerahan wewenang, dimana pemberi wewenang masih

memiliki suatu wewenang tertentu, walaupun wewenang tersebut telah diserahkan

kepada penerima delegasi. Jadi dalam hal ini dapat dikatakan pemberi wewenang

dengan penerima wewenang memiliki kompetensi yang sama, sehingga

129 Muh. Juhfri Dewa, Op. cit, h. 80130 H. Mustamin Daeng Matutu. Al Kajangi, e.al, Op.cit, h. 15

Page 108: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

108

pendelegasian jenis ini bukan untuk membebaskan sepenuhnya terhadap suatu

wewenang tertentu, melainkan hanya bersifat meringankan saja. Namun perlu

ditegaskan bahwa delegasi wewenang pada jenis ini, penerima delegasi dalam

mengambil suatu tindakan hukum tidak atas nama penerima delegasi, melainkan

atas namanya sendiri. Jadi dalam hal ini tidak terjadi pendelegasian total atas

wewenang yang dialihkan tersebut.

Wewenang yang diperoleh secara mandat mempunyai pengertian bahwa

terjadinya wewenang mandat didasarkan karena adanya suatu penugasan dari atas

kepada bawahan, misalnya dalam hal pembuatan suatu Keputusan atas nama

Pemberi Mandat (Mandans). Jadi sipenerima mandat (mandataris) itu sebenarnya

tidak lebih dari bawahan/pelayan si pemberi mandat yang berkewajiban

melaksanakan keinginan-keinginan si pemberi mandat.131 Indroharto

menambahkan bahwa pada “mandat” tidak terjadi perubahan wewenang yang

sudah ada dan merupakan hubungan internal pada suatu badan atas penugasan

bawahan melakukan suatu tindakaan atas nama dan atas tanggugjawab mandat.132

Jadi wewenang yang diperoleh secara mandat mengandung arti bahwa

wewenang yang telah dilimpahkan kepada penerima mandat dapat digunakan

sewaktu-waktu oleh pemberi mandat. Untuk memperjelas perbedaan antara

delegasi dan mandat dapat dilihat pada tabel berikut:

131 H. Mustamin Daeng Matutu. Al Kajangi, e.al, Op.cit, h. 112132 Lukman Hakim, Op. cit, h. 129.

Page 109: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

109

Tabel 3: Perbedaan Delegasi dan Mandat

No. Delegasi No. Mandat1. Pelimpahan wewenang dari

organ atau pejabat pemerintahan

kepada pejabat lainnya yang

didasakan pada peraturan

Perundang-Undangan.

1. Pelimpahan wewenang dalam

hubungan rutin antara atasan

dengan bawahan biasanya berupa

perintah untuk melaksanakan

tugas.

2. Pemberi delegasi tidak dapat

menggunakan wewenang yang

telah dilimpahkan, kecuali

dilakukan penarikan kembali.

Namun disisi lain dikenal

dengan Konservierende

Delegation pemberi delegasi

dapat memggunakan wewenang

yang telah dilimpahkan tanpa

melalui penarikan kembali. Dan

dalam delegasi dapat dilakukan

subdelegasi.

2. Pemberi mandat dapat

menggunakan wewenang yang

telah dilimpahkan setiap saat.

3. Penerima Delegasi dalam

melakukan suatu tindakan

hukum atas nama penerima

delegasi sendiri, sekalipun dalam

delegasi yang disebut

Konservierende Delegation dan

subdelegasi.

3. Penerima mandat bertindak atas

nama pemberi mandat.

4. Tanggungjawab beralih kepada

penerima delegasi.

4. Tanggungjawab berada pada

pemberi mandat.

(Sumber: diolah dari berbagai literatur tentang Atribusi, Delegasi dan Mandat)

Page 110: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

110

Berdasarkan uraian tentang wewenang yang diperoleh secara delegasi dan

mandat apabila dikaitkan dengan wewenang Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dalam menerbitkan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah khususnya yang sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yaitu merupakan wewenang yang

diperoleh secara subdelegasi. Hal ini dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam bidang pertanahan diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 sebagai bentuk dari adanya suatu

pendelegasian wewenang dari Presiden kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional. Selanjutnya berdasarkan kewenangan yang diperoleh secara delegasi

tersebut Kepala Badan Pertanahan Nasional membentuk Peraturan Kebijakan

yaitu berupa Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011

yang berisi petunjuk pelaksanaan tentang penerbitan Keputusan Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah.

Peraturan kebijakan dibentuk karena adanya kewenangan diskresioner atau

Freies ermessen administrasi negara yang mengandung dan aspek pokok yaitu:

pertama, kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang

dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya, kedua, kebebasan untuk

menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki

administrasi negara dilaksanakan.133 Oleh karena itu wewenang freis Ermessen ini

dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

133 Ibid

Page 111: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

111

1. Belum ada Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentangpenyelesaian secara kongkrit terhadap suatu masalah tertentu,sedangkan masalah tersebut menuntut penyelesaian segera.

2. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar bertindak aparatpemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya untuk bertindak.

3. Adanya delegasi wewenang dari Perundang-Undangan, maksudnyaaparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur, meninjau danmenentukan tindakan sendiri atas tanggungjawabnya sendiri.

4. Tindakan dilakukan dalam hal-hal tertentu yang mengharuskan untukbertindak.134

Jadi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus

Pertanahan yang merupakan peraturan dasar yang mengatur tentang Pembatalan

Sertipikat Hak Atas tanah termasuk Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas tanah

dibentuk karena adanya suatu delegasi wewenang dari Presiden sebagimana yang

diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006,

sehingga Kepala Badan Pertanahan Nasional memiliki kebebasan untuk

menafsirkan ruang lingkup wewenang dari Badan Pertanahan Nasional yang

diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006,

dimana peraturan tersebut tidak mengatur secara tegas mengenai wewenang yang

dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional, tetapi hanya mengatur tentang Tugas

Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional, sehingga dengan demikian maka

dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional memilik kebebasan menafsirkan lingkup

wewenangnya termasuk dalam penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden tersebut dan

menentukan kapan dan cara bagaimana wewenang tersebut dilaksanakan.

134 Sadjijono (I), Op.cit, h. 76

Page 112: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

112

Selanjutnya dalam rumusan Pasal 58 ayat (2) Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasioanal menetapkan bahwa: “Penerbitan keputusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Deputi atau Kakanwil”. Dan

Pasal 73 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 yang menetapkan “Pelaksanaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Deputi dan Kakanwil”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (2) dan pasal 73 ayat (2) tersebut, kata

“dapat mendelegasikan” dan “dapat dilimpahkan” mengandung makna bahwa

Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai penerima delegasi kewenangan dari

Presiden (delegataris) melimpahkan lebih lanjut sebagian kewenangannya kepada

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, karena Peraturan dasar yang

menjadi dasar penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah

memberikan kewenangan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk

mendelegasikan sebagian wewenangnya tersebut. Sebagaimana pendapat dari Mr.

H. Mustamin Daeng Matutu. Al kajangi, dkk yang menyatakan bahwa:

Jelaslah setiap organisasi, bukan saja pucuk pimpinan yang bolehmengalihkan sebagian wewenangnya kepada bawahan-bawahanlangsungnya, tetapi bawahan-bawahan itu dapat pula mengalihkansebagian wewenang yang diperolehnya melalui pengalihan dari atasanlangsungnya kepada bawahan langsungnya juga. Dengan kata lain, bukansaja “delegation” tetapi juga “subdelegation” boleh saja dilakukan dalamsetiap organisasi asalkan tidak mendelegasikan keseluruhan wewenangnyasecara total. 135

Jadi berdasarkan hal tersebut, maka pelimpahan subdelegasi dalam

Penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas tanah termasuk Sertipikat

Hak Milik Atas Tanah dapat terjadi pelimpahan dari Presiden kepada Kepala

135 H. Mustamin Daeng Matutu. Al Kajangi, e.al, Op.cit, h. 14

Page 113: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

113

Badan Pertanahan Nasional sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional

yang selanjutnya melimpahkan lagi sebagian kewenangannya tersebut kepada

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Pelimpahan sebagian

kewenangan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan untuk menerbitkan

Keputusan Pembatalan dapat dilihat dari ditentukannya ruang lingkup

kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam Pasal 74

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011.

Selanjutnya ketentuan yang diatur dalam pasal 58 ayat (2) dan Pasal 73

ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2011 yang menetapkan “ dapat didelegasikan” dan dapat “dilimpahkan”,

mengandung pengertian bahwa terjadi suatu pelimpahan wewenang dari Kepala

Badan Pertanahan Nasional kepada kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional, dimana pelimpahan itu tidak dimaksudkan melimpahkan sepenuhnya

kewenangan yang ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional namun

pelimpahan tersebut dimaksudkan untuk meringankan tugas dan mengurangi

penumpukan masalah pada Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam penanganan

dan penyelesaian kasus pertanahan.

Selain itu dalam subdelegasi wewenang secara teoritik tidak boleh

dilakukan dari atasan kepada bawahan, namun dalam prakteknya Pelimpahan

kewenangan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional kepada Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dapat terjadi secara subdelegasi, karena

Page 114: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

114

banyaknya jumlah kasus pertanahan yang ada di Indonesia yang dapat dilihat dari

tata penyelesaian kasus pertanahan tahun 2011 dan 2012, yaitu:

Tabel 4

Data penyelesaian Kasus Pertanahan Perode Januari-Desember 2011

No Provinsi Yang Diproses Kriteria PenyelesaianSisa Kasus

BaruJml seles

aisisa K-1

Pernyataan

K-2DgnSK

K-3mediasi

k-4Hukum

k-5lain

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Aceh 2 30 32 27 5 27 26 0 1 0

2 Sumatera Utara 264 67 331 76 255 76 12 7 25 22

3 Sumatera Barat 494 389 883 379 504 379 0 116 75 26

4 Sumatera Selatan 3 16 19 1 18 1 0 0 0 1

5 Kep. Bangka Balitung 1 0 1 0 1 0 1 0 7 0

6 Riau 24 137 161 126 35 126 3 21 64 0

7 Kepulauan Riau 33 39 72 59 13 59 0 12 30 5

8 Jambi 21 16 37 34 3 34 2 23 7 2

9. Bengkulu 15 39 54 43 11 43 0 29 9 3

10. Lampung 115 36 151 17 134 17 0 5 2 0

11 Banten 157 167 324 166 158 166 0 0 200 0

12 DKI Jakarta 9 107 116 86 30 86 13 9 15 36

13 Jawa Barat 257 492 749 480 272 480 16 125 263 37

14 Jawa Tengah 163 369 532 274 258 274 28 176 834 83

15 Daerah Istimewa

Yogyakarta

5 142 147 112 35 112 1 23 42 32

16 Jawa Timur 233 167 400 400 0 400 36 9 97 74

17 Kalimantan Barat 10 87 97 77 20 77 0 22 58 2

18 Kalimantan Selatan 55 52 107 8 99 9 0 0 2 6

19 Kalimantan Tengah 40 54 94 89 5 89 11 11 0 10

20 Kalimantan Timur 173 69 242 125 242 125 0 25 14 79

Page 115: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

115

21 Sulawesi Utara 29 93 122 43 79 43 0 23 9 6

22 Gorontalo 0 66 66 44 22 44 0 0 0 0

23 Sulawesi Tengah 55 85 140 89 51 89 11 11 46 10

24 Sulawesi Selatan 383 397 780 199 581 199 18 50 126 15

25 Sulawesi Barat 5 45 50 35 15 35 2 24 19 0

26 Sulawesi Tenggara 10 135 145 73 72 73 5 19 34 2

27 Bali 178 337 515 180 335 180 16 0 138 0

28 NTB 70 135 205 99 106 99 4 52 42 13

29 NTT 35 300 335 248 87 248 0 168 66 14

30 Maluku 0 106 106 80 26 80 0 68 9 3

31 Maluku Utara 17 33 50 6 44 6 0 0 0 0

32 Papua 118 53 171 51 67 51 0 26 16 8

33 Papua Barat 17 0 17 8 3 8 4 3 6 3

34 Deputi V 62 994 1056

568 488 568 1 7 79 29

Jumlah 3053

5254 8307

4302

4005

4302

210 1064

2335 521

(Sumber: TU Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN RI)

Tabel 5

Data penyelesaian Kasus Pertanahan Perode Januari-Desember 2012

No Provinsi Yang Diproses Kriteria PenyelesaianSisa Kasus

BaruJml seles

aisisa K-1

Pernyataan

K-2DgnSK

K-3mediasi

k-4Hukum

k-5lain

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Aceh 5 146 151 38 113 38 0 13 3 84

2 Sumatera Utara 255 89 344 312 32 312 9 2 12 6

3 Sumatera Barat 504 129 633 542 91 542 5 34 31 21

4 Sumatera Selatan 18 30 48 20 28 20 0 28 0 0

5 Kep. Bangka Balitung 1 8 9 5 4 5 0 4 4 3

6 Riau 35 5 40 34 6 34 3 3 0 0

7 Kepulauan Riau 13 47 60 12 48 12 0 9 35 3

Page 116: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

116

8 Jambi 3 10 13 2 11 2 0 0 11 0

9. Bengkulu 11 23 34 17 17 17 0 22 16 0

10. Lampung 134 25 159 138 21 138 0 7 14 53

11 Banten 158 109 267 182 85 182 15 11 20 4

12 DKI Jakarta 30 107 137 42 95 42 10 29 0 0

13 Jawa Barat 272 384 656 239 417 239 40 93 161 53

14 Jawa Tengah 258 165 423 289 134 289 13 84 19 50

15 Daerah Istimewa

Yogyakarta

35 53 88 31 57 31 7 18 39 22

16 Jawa Timur 0 687 687 85 602 85 25 65 144 193

17 Kalimantan Barat 20 7 27 16 11 16 0 6 0 0

18 Kalimantan Selatan 99 12 111 110 1 110 0 1 0 0

19 Kalimantan Tengah 5 30 35 30 5 30 0 30 5 0

20 Kalimantan Timur 242 39 281 270 11 270 0 11 0 0

21 Sulawesi Utara 79 85 164 58 106 58 0 0 0 30

22 Gorontalo 22 12 34 29 5 29 0 0 1 0

23 Sulawesi Tengah 51 81 132 5 127 5 2 21 43 14

24 Sulawesi Selatan 581 396 977 636 341 636 0 16 47 147

25 Sulawesi Barat 15 55 70 19 51 19 4 21 0 0

26 Sulawesi Tenggara 72 13 85 76 9 76 0 0 4 0

27 Bali 335 140 475 298 177 298 0 24 14 50

28 NTB 106 61 167 25 142 25 5 6 0 0

29 NTT 87 85 172 95 77 95 0 0 10 0

30 Maluku 26 98 124 23 101 23 10 71 29 7

31 Maluku Utara 44 16 60 29 31 29 0 0 19 12

32 Papua 67 12 79 67 12 67 1 1 0 10

33 Papua Barat 3 32 35 15 20 15 0 8 0 12

34 Deputi V 488 523 1013

502 511 502 1 15 12 57

Jumlah 4005

3191 7196

4291

2905

4291

149 638 681 774

(Sumber: TU Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN RI)

Page 117: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

117

Melihat jumlah kasus pertanahan yang ditangani oleh Badan pertanahan

nasional tersebut, maka Pengalihan sebagian wewenang dari pemerintah pusat

yaitu Kepala Badan Pertanahan kepada bawahan sangat berkaitan dengan masalah

efiensi waktu dan kecermatan dalam memecahkan masalah yang diahadapi.

Adanya pemusatan wewenang, menyebabkan pemerintah pusat yaitu Kepala

Badan Pertanahan Nasional atau atasan akan ditumpuki dengan banyak masalah,

sehingga memerlukan banyak waktu untuk menangani dan menyelesaikan kasus

yang ada, yang menyebabkan masalah menjadi tertunda dan berlarut-larut.

Padahal dalam pengambilan suatu keputusan dituntut adanya suatu kecermatan

dan ketelitian agar tidak terjadi kekeliruan. Jadi fungsi pengalihan sebagian

kewenangan tersebut yakni menghindari kemungkinan perbenturan antara

keharusan memecahkan banyak persoalan dalam waktu terbatas tetapi harus

mempertimbangkan secara cermat dan menjamin mutu keputusan yang

diambil.136

Dengan merujuk uraian tersebut, maka wewenang untuk melakukan

Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk Sertipikat Hak Milik Atas tanah

sebagai bentuk dari pembatalan atau penghentian hubungan hukum antara orang

perorangan dengan tanah berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan

wewenang tersebut dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 dan Kepala Badan

Pertanahan Nasional masih dapat menggunakan wewenang dalam menerbitkan

136 Ibid, h. 23

Page 118: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

118

Keputusan Pembatalan tersebut sebagimana fungsi dari Badan Pertanahan

Nasional tersebut, karena yang terjadi adalah pelimpahan atau pengalihan

sebagian wewenangnya. Sehingga dengan demikian wewenang dari Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam menerbitkan Keputusan

Pembatalan Hak Milik Atas Tanah bersumber dari adanya subdelegasi

kewenangan yaitu dari Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai penerima

delegasi (delegataris) dari Presiden melimpahkan kembali sebagian

kewenangannya kepada Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak Milik. Adapun struktur

pelimpahan kewenangan dalam penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah, yaitu:

Gambar. IV Skema pelimpahan kewenangan

BAB IV

(sumber: diolah dari Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan kebijakan serta berbagai literatur)

Kewenangan dalam bidangpertanahan berada pada negara (pasal33 ayat (3) UUD 1945

Diberikan kepada Presiden sebagaikepala negara.

Dilimpahkan kepada Kepala BPN RIdalam bentuk delegasi (Keppres No.26 Tahun 1988 dan Perpres No. 10Tahun 2006)

Membentuk Peraturan Kepala BPNRI No. 3 Tahun 2011 yang mengaturtentang Pembatalan Sertipikat HakAtas Tanah

Pasal 58 ayat (2): PenerbitanKeputusan pembatalan, Kepala BPNdapat mendelegasikan kewenangankepada Kanwil BPN

KewenanganAtribusi

Kewenangandelegasi

Kewenangansubdelegasi

Page 119: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

79

BAB IV

TANGGUNGJAWAB KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN

PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENERBITKAN KEPUTUSAN

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH

4.1 Konsep Tanggungjawab

Dalam negara hukum, setiap pemerintah dalam mengambil sutu tindakan

hukum harus didasarkan pada wewenang yang sesuai dengan hukum yang

berlaku, sehingga akibat dari tindakan pemerintah tersebut menimbulkan suatu

tanggungjawab bagi pemerintah yang bersangkutan. Tanggungjawab pada

dasarnya mempunyai makna bahwa setiap perbuatan seseorang tidak terlepas dari

hasil atau akibat dari perbuatan tersebut, dimana atas perbuatan tersebut seseorang

tersebut dapat dituntut untuk melaksanakan suatu perbuatan yang layak yang

diwajibkan kepadanya. Didalam teori hukum dikenal pengertian

pertanggungjawaban, pertama ialah pertanggungjawaban dalam arti sempit, yaitu

tanggungjawab tanpa sanksi, yang kedua ialah tanggungjawab dalam arti luas,

yaitu tanggungjawab dengan sanksi.137

Berkaitan dengan pengertian tanggungjawab dapat dilihat dari pendapat

Prajudi Atmosudirjo yang dikutip oleh Pipin Sjarifin dan Jubaedah, menyatakan

bahwa:

Tangungjawab dan pertanggungjawaban dapat dibedakan dalam tiga batasanyaitu responsibility, accountability dan liability. Tanggungjawab dalam artiresponsibility adalah tanggungjawab yang berlaku antara bawahan danatasan. Liability menunjukkan tanggungjawab hukum dan tanggung jawab

137 Lukman Hakim, Op.cit, h. 47

119

Page 120: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

120

gugat, seperti halnya peneyelesaian perkara melalui pengadilan (hukum)sedangkan tanggung jawab sebagai accountability adalahpertanggungjawaban yang dibuat oleh mereka yang menerima kuasa ataumendapat kewenangan yang diterima untuk kebaikan (kesejahteraan) merekayang memberikan kuasa (rakyat).138

Berdasarkan pengertian tanggungjawab tersebut diatas, maka terdapat

perbedaan istilah dalam tanggungjawab, namun dalam hal kaitannya dengan

tindakan hukum pejabat atau organ pemerintahan yang dimaksud adalah

tanggungjawab dalam artian liability yaitu tanggungjawab hukum dan tanggung

jawab gugat akibat dari adanya suatu kewajiban hukum. Tanggungjawab dalam

artian liability juga menyangkut tentang tanggungjawab pemerintah dengan

memberikan ganti kerugian atau kompensasi atas suatu kerugian yang terjadi

yang harus dilakukan melalui pengadilan. Sedangkan terkait dengan

taggungjawab dalam arti responsibility misalnya tanggungjawab hukum dari

menteri dan para pegawainya atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

Tanggungjawab dalam arti responsibility juga merupakan bentuk tanggungjawab

yang dalam tanggungjawab politik, yaitu tanggungjawab pemerintah kepada

parlemen.

Organ atau pejabat pemerintah dalam melaksanakan fungsi dan tugas serta

wewenangnya disertai dengan tanggungjawab. Menurut A.D. Belinfante

menyatakan bahwa “Niemandkan een bevoegheid uitoefenen zonder

verantwording schuldig te zijn of zonder dat of die uitefening controle bestaan”

(tidak seorang pun dapat melaksanakan kewenangan tanpa meemikiul kewajiban

138 Lihat Pendapat Pradjudi Atmosudirjo dalam Pipin Syarifin dan DedahJubaedah,2005,Pemerintah Daerah di Indonesia Dilegkapi Undang-Undang No.32 Tahun 2004,Pustaka Setia, Bandung, h. 146

Page 121: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

121

tanggungjawab atau tanpa pelaksanaan pengawasan).139 Tanggungjawab organ

pemerintah dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya dapat

dibedakan antara tanggungjawab pribadi dan tanggungjawab jabatan.

Tanggungjawab pribadi terjadi apabila pejabat atau organ pemerintah dalam

melakukan tindakan hukum tidak sesuai dengan wewenang yang dimiliki atau

dengan kata lain tanggungjawab pribadi berkaitan dengan perilaku menyimpang

aparat pemerintah terhadap peraturan Perundang-Undanganan dan Asas-asas

Umum Pemerintahan Yang Baik. Tanggungjawab pribadi berkenaan dengan

maladministrasi dalam penggunaan suatu wewenang dalam pemberian pelayanan

publik. Konsep maladministrasi pertama kali diintrodusir tahun 1967, ketika

pemerintah Inggris membentuk Parliamentary Commisin for Administrasion (the

Ombudsman).140 Menelaah arti kata maladminsitrasi, kata dasar mal dalam bahasa

Latin malum artinya jahat (jelek), kata administrasi asal katanya administrare

dalam bahasa Latin artinya melayani.141 Jadi maladministrasi dapat dikaitkan

dengan perilaku pejabat atau organ pemerinah dalam memberikan pelayanan.

Menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman, menentukan bahwa:

Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum,melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dariyang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian ataupengabaian kewajiban hukum dalam penyelanggaraan pelayanan publikyang dilakukan oleh Penyelanggara Negara dan Pemerintahan yangmenimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat danorang perseorangan.

139 Ridwan HR, Op.cit, h. 352.140Titiek Sri Djatmiati, 2010, Maladministrasi dalam Konteks kesalahan Pribadi dan

Kesalahan Jabatan, Tanggung Jawab Pribadi dan Tanggung Jawab Jabatan, dalam Philipus MHadjon, et, al, Hukum Administrasi dan Good Governance, Universitas Trisakti, Jakarta, h. 74

141 Philipus M. Hadjon, et.al, Op.cit, h. 19

Page 122: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

122

Ketentuan Pasal tersebut tidak memberikan definisi yang jelas tentang

pengertian maladministrasi, karena dalam pengertian tersebut menimbulkan suatu

kesulitan untuk menentukan pertanggungjawabannya apakah tanggungjawab

pribadi atau tanggungjawab jabatan, karena dalam pengertian maladministrasi

tersebut memberikan batasan-batasan dari bentuk-bentuk maladministrasi yang

juga menyangkut tanggungjawab jabatan selain tanggungjawab pribadi.

Maladministrasi dikaitkan dengan tindakan menyimpang dari aparat, yang

tidak mengindahkan atau tidak mengikuti norma-norma perilaku yang baik.142

Jadi maladministrasi berkaitan dengan perilaku pejabat dalam melaksanakan tugas

pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik, sehingga maladministrasi ini

ditujukan pada tanggungjawab pada pribadi pejabat Tata usaha Negara. Adapun

batasan dari maladministrasi yaitu perilaku menyimpang dalam penggunaan suatu

wewenang, seperti penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan.

Berkaitan dengan tanggungjawab pribadi tidak dikenal asas “Superior

Respondeat” (atasan bertanggungjawab atas perbuatan bawahan).143 Jadi

tanggungjawab aparat pemerintah dalam melaksakan tugasnya maupun dalam

memberikan pelayanan publik apabila terjadi suatu maladministrasi, maka yang

bertanggungjawab adalah aparat pemerintah sendiri secara pribadi, dalam hal ini

tanggungjawab yang ditimbulkan tidak melihat sumber wewenang yang diperoleh

dari aparat pemerintah. Sehingga konsekuensi yang ditimbulkan atas

tanggungjawab pribadi atas tindakan pemerintah berkaitan dengan tanggung

jawab administrasi, tanggungjawab pidana dan tanggung gugat perdata, karena

142 Titiek Sri Djatmiati, Loc.cit143 Ibid, h. 94

Page 123: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

123

tanggungjawab pribadi seorang pejabat atau organ pemerintah berhubungan

dengan adanya maladministrasi.

Selanjutnya dalam tanggungjawab jabatan organ atau pejabat pemerintah

berkaitan dengan legalitas atau keabsahan tindakan pemerintah. Ruang Lingkup

legalitas tindak pemerintahan meliputi: wewenang, prosedur, substansi.144

Wewenang yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bahwa tindak pemerintah

harus didasarkan pada kewenangan yang sah, dimana sumber wewenang

pemerintah diperoleh melalui tiga sumber yaitu, atribusi, delegasi dan mandat.

Selanjutnya dalam hal prosedur dikenal tiga asas umum yang menjadi tumpuan

utama prosedur dalam hukum administrasi yaitu asas negara hukum, asas

demokrasi dan asas instrumental. 145 Asas negara hukum dapat memberikan

perlindungan hak, asas demokrasi dapa memberikan keterbukaan informasi, dan

asas instrumental yang dimaksud adalah dapat berdaya guna bagi masyarakat. Dan

Substansi yang dimaksud yaitu bahwa tindakan pemerintah dibatasi secara

substansial yaitu harus didasari pada tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh

Peraturan yang menjadi dasanya. Atau dengan kata lain, aspek substasial

menyangkut “apa dan “untuk apa”, cacat substansial menyangkut “apa”

merupakan tindakan sewenang-wenang; cacat substansial menyangkut “untuk

apa” merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang.146

Jadi organ atau pejabat pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum

harus memenuhi ketiga komponen tersebut, tidak dipenuhi ketiga komponen

tersebut, maka tindak organ atau pejabat pemerintah menjadi tidak sah atau cacat

144 Philipus M. Hadjon, et.al, Op.cit, h. 17.145 SF. Marbun, et.al, Op.cit, h.429.146 Ibid, 430.

Page 124: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

124

dalam tindakan pemerintah. Menurut Titiek Sri Djatmiati, yang menyatakan

bahwa:” cacat wewenang mengakibatkan tindakan pemerintah atau keputusan

pemerintah menjadi batal demi hukum (nietig); cacat prosedur tidak menyebabkan

tindakan atau keputusan pemerintah menjadi batal namun kekurangan yang harus

dilengkapi, cacat prosedur dapat dimohonkan pembatalan, dan bukan batal demi

hukum”.147

Konsekuensi yang ditimbulkan dari tindak pemerintah sebagai wujud

tanggungjawab jabatan organ atau pejabat pemerintah dapat berupa

tanggunggugat perdata dan tanggung gugat Tata Usaha Negara. Tanggung gugat

perdata yang dimaksudkan yaitu berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum

oleh oragan atau pejabat pemerintah dalam mengambil suatu tindakan hukum.

Para ahli hukum administrasi memberi arti tanggung gugat pemerintah adalah

kewajiban Pemerintah atau Pemerintah Daerah membayar ganti rugi sebagai

akibat badan dan/atau pejabatnya melakukan tindakan yang cacat hukum baik

dalam menjalankan tugas, jabatan, pelayanan publik, maupun kesalahn

administratif.148 Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jis. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009

tentang Peradilan Tata Usaha Negara ada dua jenis tanggung gugat, yaitu

tanggung gugat sebagai konsekuensi atas kerugian karena implementasi dari

KTUN dan tanggung gugat karena perbuatan pemerintah yang bertentangan

dengan hukum.149

147 Titiek Sri Djatmiati, Op. cit, h. 95148 Lukman Hakim, Op.cit, h. 45-46149 Ibid, h. 46.

Page 125: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

125

Perbandingan antara tanggungjawab jabatan dan tanggung jawab pribadi

dapat digambarkan dalam tabel berikut150:

Tabel 6. Perbandingan tanggungjawab jabatan dan tanggungjawab pribadi

Tanggung Jawab Jabatan Tanggung Jawab Pribadia. Fokus: legalitas (keabsahan) tindakan:

- Wewenang- Prosedur- Substansi

Fokus: maladministrasiPerilaku jelek aparat dalampelaksanaaan tugas perbuatantercelaAntara lain: - sewenang-wenang

- Penyalahgunaanwewenang

b. Parameter:- Peraturan Perundang-Undangan- Asas-asas umum pemerintahan

yang baik-

Parameter:1. Peraturan Perundang-Undangan2. Asas-asas umum pemrintahn yang

baik3. Code of good administrative

behavior (Uni Eropa)c. Pertanyaan hukum:

Adakah cacat yuridis menyangkut:- Wewenang- Prosedur- Substansi

Pertanyaan hukum:Adakah maladministrasi dalamtindakan tersebut?

d. Asas praesumptio iustse causaSetiap tindakan pemerintahan harusdianggap sah sampai ada pencabutanatau pembatalan

Berkaitan dengan tindak pidana: asaspraduga tak bersalah

e. Asas vicarious liability: berlaku Asas vicariuos liability: tidak berlakuf. Sanksi: administrasi, perdata Sanksi: administrasi, perdata, pidana

(Sumber: Philipus M. Hadjon, et, al, Hukum Adminitrasi dan Tindak Pidana Korupsi, h. 20-21)

4.2 Mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan, dalam rangka penyelesaian kasus pertanahan dilakukan suatu

tindakan hukum dari Badan Pertanahan Nasional berupa Pembatalan Sertipikat

Hak Atas Tanah termasuk juga Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah.

150 Philipus M. Hadjon, et.al, Op.cit, h. 20-21

Page 126: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

126

Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah merupakan suatu bentuk penyelesain

sengketa hak atas tanah yang disebabkan karena Sertipikat Hak Atas Tanah yang

merupakan Suatu Keputusan (beshickking) menimbulkan kerugian pihak tertentu,

dimana pembatalan Sertipikat hak Atas tanah termasuk Sertipikat Hak mIli Atas

tanah bertujuan untuk memutuskan, menghentikan atau menghapus hubungan

hukum antara subyek hak atas tanah dengan obyek hak atas tanah.

Menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Agraria/Kepala badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa “pembatalan

Hak atas Tanah yaitu pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau

sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum

administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan

yang telah berkekuatan hukum tetap”. Jadi pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah

termasuk Sertipikat Hak Milik Atas Tanah terjadi karena cacat hukum

administrasi dan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah dapat dilakukan karena sebagai pelaksanaan Putusan Pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan karena cacat hukum administrasi

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Nomor 3 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Oleh karena

itu adapun mekanisme pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, yaitu:

Page 127: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

127

4.2.1 Mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah sebagai

Pelaksanaan Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang didasarkan putusan

pengadilan adalah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

mempunyai makna bahwa terhadap suatu putusan pengadilan telah tidak

ada upaya hukum lagi atau upaya hukum masih tersedia, namun para pihak

yang berperkara tidak menggunakan upaya hukum tersebut dan telah lewat

tenggang waktu sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Terdapatnya putusan Pengadilan yang menyebabkan batalnya suatu

suatu Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, tidak serta merta Sertipikat Hak

Milik tersebut menjadi batal, melainkan pembatalan tersebut harus

dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki wewennag untuk

melakukan pembatalan terhadap Sertipikat Hak Atas Tanah dan harus

didasarkan atas permohonan dari pihak yang berkepentingan. Hal ini dapat

dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 350 K/Sip/1968 tanggal 3

Mei 1969 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 716 K/Sip/1973 tanggal 5

September 1973, yang menyatakan bahwa: “Pengeluaran/pencabutan dan

pembatalan surat sertipikat adalah semata-mata wewenang dari Kantor

Pendaftaran Tanah dan Pengawas Pendaftaran Tanah, bukan termasuk

wewenang Pengadilan Negeri ”.151 Ini berarti bahwa yang berwenang

151 Adrian Sutedi (1), Op. cit, h. 12

Page 128: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

128

membatalkan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah adalah instansi pemerintah

yang mempunyai wewenang atas permohonan pihak yang berkepentingan

atau pihak yang dimenangkan yang berdasarkan pada Putusan Pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut.

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah sebagai pelaksanaaan

Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

didasarkan atas permohonan dari pihak yang berkepentingan, sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 2011, yang menetapkan bahwa: “Proses

penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah untuk

melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,

dilakukan berdasarkan adanya pengaduan/permohonan pihak yang

berkepentingan”. Selanjutnya permohonan pembatalan sertipikat hak milik

atas tanah dapat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan atau Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Badan Pertanahan

Nasional, dimana berdasarkan Pasal 59 ayat (3), surat permohonan

pembatalan tersebut harus dilengkapi dengan:

a. putusan pengadilan yang memutus perkara kasus tanah;

b. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang

memerlukan pelaksanaan eksekusi;

c. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

Dalam melakukan pengajuan permohonan pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas tanah, tindakan Badan Pertanahan Nasional dalam rangka

Page 129: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

129

melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55, yang menetapkan:

(1) Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap, dapat berupa:a. pelaksanaan dari seluruh amar putusan;b. pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atauc. hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada

amar putusan.(2) Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan dan/ataupembatalan hak atas tanah, antara lain:a. perintah untuk membatalkan hak atas tanah;b. menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum

hak atas tanah;c. menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan

hukum;d. perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku

tanah;e. perintah penerbitan hak atas tanah; danf. amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya,

beralihnya atau batalnya hak.Namun tidak semua Putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan

hukum tetap dapat dijadikan dasar untuk melakukan pembatalan Sertipikat

Hak Atas Tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, alasan-

alasan yang sah untuk tidak melakukan perbuatan hukum berupa penerbitan

Keputusan pembatalan dapat dilihat dalam Pasal 54 ayat (2) yang

menetapkan bahwa: “Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

antara lain:

a.terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;b.terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;c.terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara

lain;d. alasan lain yang diatur dalam peraturan Perundang-Undangan.

Berdasarkan alasan-asalan tersebut, maka Pejabat Badan Pertanahan

Nasional yang memiliki wewenang untuk itu dapat menolak permohonan

Page 130: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

130

pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah dengan memberitahukan

kepada pemohon yang disertai dengan alasan dan pertimbangannya,

sebagaimana yangdiatur dalam Pasal 60 ayat (3).

Dalam rangka proses penanganan permohonan Pembatalan Sertipikat Hak

Milik Atas Tanah untuk melaksanakan Putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, adapun tahap-tahap yang dilaksanakan

sesuai dengan Pasal 60 ayat (1), yaitu:

a. penelitian berkas permohonan/usulan pembatalan;b. penelitian dan pengolahan data putusan pengadilan;c. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan;d. Gelar Internal/Eksternal dan Gelar Mediasi;e. Gelar Istimewa dalam hal sangat diperlukan;f. penyusunan Risalah Pengolahan Data; dang. pembuatan keputusan penyelesaian kasus.

Jadi dalam pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah tindakan

terakhir yang dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang

memiliki wewenang untuk itu dalam rangka pelaksnaaan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu berupa

Penerbitan Keputusan Pembatalan.

Setelah dilakukan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yaitu

berupa penerbitan Keputusan Pembatalan, maka dilakukan pencatataan

pada Buku Tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang

bersangkutan setelah diterima salinan Keputusan tentang Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah tersebut, hal ini dapat dilihat dari Pasal 55

ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran

yang menentukan bahwa “Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak

pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan

Page 131: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

131

Pengadilan dilakukan setelah diperoleh Keputusan mengenai hapusnya hak

yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)”. Selanjutnya dalam Pasal 125

ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan

bahwa: “Pendaftaran pencatatan hapusnya suatu hak atas tanah atau Hak

Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun berdasarkan

putusan Pengadilan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan setelah

diterimanya salinan keputusan mengenai hapusnya hak bersangkutan dari

Menteri atau pejabat yang ditunjuk”.

4.2.2 Mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah karena

cacat hukum administrasi.

Dalam proses pendaftaran tanah memuat kegiatan dalam

penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah, dimana hal tersebut berpotensi

timbulnya kesalahan atau kekeliruan dalam kegiatan tersbeut, sehingga

menimbulkan suatu sertipikat yang cacat hukum admnistrasi. Cacad

hukum admnistrasi merupakan salah satu sebab, bahwa suatu Sertipikat

Hak Atas Tanah untuk dilakukan Pembatalan. Sertipikat Hak Milik Atas

tanah yang terdapat cacat hukum administrasi, Badan Pertanahan Nasional

dapat melakukan perbuatan hukum berupa Penerbitan Keputusan

Page 132: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

132

Pembatalan. Cacat hukum administrasi yang dimaksud yaitu dapat dilihat

dalam Pasal 62 ayat (2) yang menetapkan:

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaranhak tanah;

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hakdan/atau sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/ataupengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atauperhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dang. kesalahan lain dalam penerapan peraturan Perundang-Undangan.

Dalam proses penanganan atas Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

yang cacat hukum administrasi, permohonan diajukan oleh pihak yang

berkepentingan/ pemohon atau kuasanya, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 64 ayat (1). Selanjutnya menurut Pasal 64 ayat (3) menetapkan

bahwa:

Surat permohonan/usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilampiri data pendukung antara lain:a. sertipikat hak atas tanah yang kedapatan cacat hukum administrasi;b. hasil pengolahan data yang membuktikan adanya cacat hukum

administrasi;c. salinan amar putusan pengadilan atau pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan yang substansinya menyatakan tidak sah dan/atau palsu dokumen yang digunakan dalam proses penerbitansertipikat hak atas tanah;

d. surat-surat lain yang mendukung alasan permohonan pembatalan.Dalam hal permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

tidak hanya datang dari pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkan

Sertipikat Hak Milik atas tanah tertentu, tetapi permohonan pembatalan

tersebut dapat berasal dari Aparatur Badan Pertanahan Nasional,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 65 yang menetapkan bahwa:

Page 133: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

133

Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64ayat (1):a. aparatur BPN RI yang mengetahui data dan/atau warkah penerbitan

hak atas tanah yang tidak sah mengenai substansi dan/atau prosespenerbitannya;

b. aparatur BPN RI mempunyai bukti adanya kesalahan proseduradministrasi penerbitan sertipikat hak atas tanah; dan

c. pihak yang dirugikan akibat terbitnya sertipikat hak atas tanah yangcacat hukum.

Terhadap Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dapat diambil

suatu perbuatan hukum berupa menundaan untuk dilakukan pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 66 ayat

(2) yang menetapkan bahwa:

Alasan yang sah untuk menunda atau menolak pelaksanaan perbuatanhukum administrasi pertanahan sebagaimana dimaksud ayat (1) antaralain:a. surat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir, disita oleh

pejabat yang berwenang (conservatoir beslag-CB);b. tanah yang dimohon perbuatan hukum administrasi merupakan

tanah yang merupakan obyek perkara di pengadilan;c. pelaksanaan pembatalan diperkirakan dapat menimbulkan gejolak

sosial/konflik massal.Tata cara dalam Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah karena cacat

hukum administrasi sama dengan tata cara Pembatalan Sertipikat Hak Atas

Tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 67 ayat (1) yang menetapkan

bahwa: “Proses penanganan permohonan perbuatan hukum pertanahan

terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi melalui

tahapan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27”. Selanjutnya

adapun tata cara penanganan yang daitur dalam Pasal 27 yaitu:

a. penelitian/pengolahan data pengaduan;b. penelitian lapangan;c. penyelenggaraan Gelar Kasus;d. penyusunan Risalah Pengolahan Data;

Page 134: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

134

e. penyiapan berita acara/surat/keputusan; dan/atauf. monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa.

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang belum dialihkan dan yang telah

dialihkan, memiliki mekanisme dalam mengambil suatu perbuatan hukum

melalui cara yang berbeda. Adapun mekanisme pembatalan Sertipkat Hak

Atas tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, yaitu:

a. Mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang cacat

Hukum Administrasi dan belum dialihkan haknya diatur dalam Pasal 67

ayat (2), yang menetapkan bahwa:

Sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dan belumdialihkan haknya dilakukan melalui proses:a. dilakukan penelitian oleh Kantor BPN setempat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai tahap pembuatan RisalahPengolahan Data paling lambat 3 (tiga) bulan setelah menerimasurat permohonan;

b. dalam hal Risalah Pengolahan Data berkesimpulan bahwa terdapatcacat hukum administrasi yang dapat berakibat batalnya sertipikathak atas tanah, Kakan mengajukan usulan pembatalan sertipikathak atas tanah kepada pejabat yang berwenang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 73.

c. pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam huruf bmelakukan penanganan melalui tahapan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 27 sampai dengan pembuatan Risalah PengolahanData paling lambat 3 (tiga) bulan setelah menerima usulansebagaimana dimaksud huruf b untuk menetapkan perbuatanhukum pertanahan berupa:1) pembatalan sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum

administrasi;2) penetapan pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum

lainnya;3) penolakan usulan pembatalan.

d. dalam hal pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal73 tidak dapat mengambil suatu keputusan, diusulkan untukdilakukan Gelar Istimewa guna menentukan dapat tidaknyapembatalan sertipikat yang terdapat cacat hukum administrasi;

e. selanjutnya dilakukan tindakan sesuai dengan putusan GelarIstimewa;

f. dalam hal terdapat gugatan ke pengadilan dengan keputusanpengadilan yang menguatkan adanya cacat hukum administrasi,

Page 135: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

135

BPN RI tidak melakukan upaya banding atau kasasi dan langsungmelaksanakan putusan pengadilan tersebut.

b. Mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang cacat

Hukum Administrasi yang telah dialihkan haknya diatur dalam Pasal 67

ayat (3), yang menetapkan bahwa:

Sertipikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi, yang telahdialihkan kepada pihak lain, proses penyelesaiannya sebagai berikut:a. pencatatan dalam Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya bahwa

sertipikatnya terdapat cacat hukum administrasi sesuai dengan hasilRisalah Pengolahan Data;

b. pencatatan dalam Buku Tanah bahwa sertipikat yang terdapat cacathukum administrasi tidak dapat dialihkan lagi selama belumdilakukan pembetulan atas cacat hukum administrasi yangditemukan;

c. dilakukan Gelar Istimewa untuk menentukan dapat tidaknyapembatalan sertipikat yang terdapat cacat hukum administrasidengan putusan:1) tindakan pembatalan sertipikat tanpa menunggu putusan

pengadilan;2) tindakan pembatalan sertipikat dilaksanakan setelah terdapat

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.d. dalam hal terdapat gugatan ke pengadilan dengan keputusan

pengadilan yang menguatkan adanya cacat hukum administrasi,BPN RI tidak melakukan upaya banding atau kasasi dan langsungmelaksanakan putusan pengadilan berupa pembatalan sertipikatyang cacat hukum administrasi.

Merujuk uraian diatas pada dasarnya walaupun suatu Sertipikat Hak Milik

Atas tanah walaupun terdapat adanya cacat hukum administrasi, namun

cacat hukum administrasi tersebut harus dikuatkan dengan bukti-bukti

seperti amar putusan pengadilan yang menyatakan bahwa Sertipikat hak

Milik Atas tanah tidak sah dan bukti-bukti lainnya, hal ini dapat dilihat

dalam Pasal 71 ayat (2) Peraturan Kepala badan Nomor 3 Tahun 2011

yang menetapkan bahwa:

Page 136: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

136

Cacat hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnyasuatu sertipikat hak atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa:

a. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/ataub. hasil penelitian yang membuktikan adanya cacat hukum

administrasi; dan/atauc. keterangan dari penyidik tentang adanya tindak pidana pemalsuan

surat atau keterangan yang digunakan dalam proses penerbitan,pengalihan atau pembatalan sertipikat hak atas tanah; dan/atau

d. surat-surat lain yang menunjukkan adanya cacat administrasi.Dengan demikian maka dalam hal Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

tanah baik sebagai pelaksanaan Putusan Pengadilan yang menjadi dasar bagi

Aparatur Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai wewenang untuk itu dalam

hal ini Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang berupa

Penerbitan Keputusan Pembatalan adalah Putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) dan Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas karena cacat hukum administrasi yang mengakibatkan suatu Sertipikat Hak

Milik Atas tanah menjadi tidak sah dikuatkan dengan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, hasil penelitian yang membuktikan

adanya cacat hukum admnistrasi, keterangan penyidik tentang adanya tindak

pemalsuan dalam penerbitan atau peralihan suatu Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

dan surat-surat lain yang membuktikan telah terjadi cacat hukum administrasi.

Pengajuan permohonan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah oleh

pihak yang berkepentingan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten dan/atau Kota, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

dan/ atau Kepala Badan Pertanahan Nasional. Namun pada umumnya oleh karena

pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan

sebagaimana yang daitur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24

Page 137: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

137

Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, sehingga seluruh data yuridis dan data

fisik berada pada Kantor Pertanahan, maka permohonan pembatalan Sertipikat

Hak Milik Atas tanah dapat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk

dilakukan suatu kajian dengan melakukan penelitian data fisik dan data yuridis

terhadap Sertipikat Hak Milik Atas tanah yang dimohonkan untuk dibatalkan. Dan

dalam hal penerbitan Keputusan Pembatalan yang mempunyai wewennag adalah

Kepala Badan Pertanahan Nasional dan dapat dilimpahkan kepada Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional, maka Kepala Kantor Pertanahan akan

meneruskan permohonan pembatalan yang telah memenuhi persyaratan tersebut

kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang disertai dengan

hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang

bersangkutan.

Dalam hal terdapat permohonan pembatalan atas Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah baik karena cacat hukum administrasi maupun didasarkan atas

Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka perlu

dilakukan pemberitahuan kepada termohon tentang adanya permohonan

pembatalan, hal ini bertujuan untuk memenuhi asas-asas umum pemerintahan

yang baik dan menghindari terjadinya kesewenang-wenangan. Hal tersebut dapat

dilihat dari Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 19 Juli 2000,

Nomor: 500-2147 yang ditujukan kepada Seluruh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se Indonesia

menetapkan bahwa:

Agar setelah menerima permohonan pembatalan hak/sertipikat, segeramemberitahukan secara tertulis kepada termohon (pihak yang dimintakan

Page 138: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

138

pembatalan) tentang adanya permohonan pembatalan hak/sertipikat,disertai alasan-alasannya dengan penjelasan :1. Apabila permohonan pembatalan itu berdasarkan atas kekuatan

keputusan Badan Peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap, kepada termohon tidak perlu diminta untuk menanggapi;

2. Apabila permohonan pembatalan tersebut karena alas hak yang tidaksah atau cacat administrasi, kepada termohon diberi tenggang waktu 1(satu) bulan untuk menanggapi;

3. Surat pemberitahuan tertulis dan tanggapannya menjadi warkah danapabila kewenangan pembatalan ada pada Kepala Badan PertanahanNasional, harus disertakan sebagai bahan pertimbangan.

Dengan diaturnya mekanisme Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah

sebagai pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap merupakan salah satu penerapan asas kepastian hukum berupa pelaksanaan

putusan hakim secara nyata begitu juga perbutan Aparatur Badan Pertanahan

Nasional Badan Pertanahan Nasional berupa Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah karena cacat hukum administrasi juga merupakan salah satu

pelaksanaan asas kepastian hukum, yaitu kepastian bagi tindakan pemerintah

dalam hal memberikan kepastian bagi masyarakat yang merasa dirugikan karena

Sertipikatnya menjadi tidak sah akibat adanya cacat hukum administrasi.

4.3 Konsekuensi Yuridis diterbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat

Hak Milik Atas Tanah.

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah satu Keputusan Tata

Usaha Negara sebagai tanda bukti yang kuat kepemilikan hak atas tanah. Namun

apabila terhadap Sertipikat tersebut terdapat cacat hukum administrasi dalam

penerbitannya dan terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap yang menyatakan sertipikat tersebut tidak sah, maka bagi pihak yang

Page 139: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

139

berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah yang dimaksud.

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah satu wujud

dari pengelolaan dan pengkajian suatu kasus pertanahan. Menurut Pasal 2 ayat (1)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2011 menetapkan bahwa:

Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dimaksudkanuntuk:a. mengetahui akar, sejarah dan tipologi kasus pertanahan dalam rangka

merumuskan kebijakan strategis penyelesaian kasus pertanahan diIndonesia;

b. menyelesaikan kasus pertanahan yang disampaikan kepada Kepala BPNRI agar tanah dapat dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan dimanfaatkanoleh pemiliknya serta dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum.

Selanjutnya dalam ayat (2) menetapkan bahwa: “Pengelolaan Pengkajian

dan Penanganan Kasus Pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum

akan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia”.

Jadi dengan diterbitkannya Sertipikat Hak Milik Atas Tanah sebagai wujud dari

penyelesaian kasus pertanahan maka akan memberikan kepastian hukum bagi para

pihak yang berkepentingan atas hak milik atas tanah tertentu.

Sertipikat Hak Milik Atas tanah merupakan salah satu Keputusan yang

diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal

6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Oleh

karena Sertipikat Hak Milik Atas tanah merupakan keputusan, maka secara

teoritik dalam hal dilakukannya Pembatalan keputusan dapat terjadi karena batal

(nietig), batal demi hukum (van rechtswege nietig) dan dapat dibatalkan

Page 140: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

140

(vernietgbaar). Secara singkat perbedaan antara batal, batal demi hukum dan

dapat dibatalkan, dapat dilihat dalam tabel sebagi berikut:152

Tabel 7. Perbedaan antara nietig, van rechswege nietig dan verniatigbaar

Uraian Nietig Van rechswegenietig

Vernietigbaar

1. Sejak kapandibatalkan

Ex tunc*) Ex tunc Ex nunc*)

2. TindakanPembatalan

Tidak harusdengan putusanatau Keputusan

Sifat putusan ataukeputusan.

Konstatering ataudeklaratur

Tanpa harus adaputusan ataukeputusan

-------------------

Mutlak harus adaputusan ataukeputusan

Sifat putusan ataukeputusan

konstitutif

(Sumber: Philipus M. Hadjon, Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum, h. 74)

*)Ex tunc : secara harfiah “ex tunc” berarti sejak waktu (dulu) itu.

dalam koneks ini, “ex tunc” berarti perbuatan dan akibatnyadianggap tidak pernah ada.

Ex nunc : secara harfiah “ex nunc” berarti sejak saat sekarang.Dalam konteks ini “ex nunc” berarti perbuatan danakibatnya dianggap ada sampai saat pembatalannya.153

Jadi dalam hal ini suatu Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat

dilakukan tidak harus dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (dalam hal ini dapat dikatakan pembatalan karena cacat

hukum administrasi) dan didasarkan dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap Sertipikat Hak Milik Atas tanah

mengandung cacat hukum administrasi dalam artian terdapat kesalahan prosedur

dalam penerbitannya, diterbitkan Keputusan pembatalannya dimana dalam

152 Philipus M. Hadjon, 2010, Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum, dalamPhilipus M Hadjon, et, al, Hukum Administrasi dan Good Governance, Universitas Trisakti,Jakarta, h. 74

153 Ibid.

Page 141: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

141

penerbitan Keputusan Pembatalan tersebut tidak harus adanya Putusan Pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melainkan Putusan Pengadilan

hanya sebagai data pendukung dalam menerbitkan Keputusan Pembatalan

sebagaiama yang diatur dalam Pasal 64 ayat (3) Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, sehingga

Sertipikat tersebut menjadi batal demi hukum, dan konsekuensi hukum yang

ditimbulkan yaitu Sertipikat Hak Milik Atas tanah tersebut dianggap tidak pernah

ada atau tidak pernah diterbitkan (ex. tunc), dalam artian bahwa Sertipikat tersebut

dianggap batal terhitung sejak diterbitkannya Sertipikat Hak Milik tersebut.

Sedangkan apabila terdapat putusan pengadilan atas suatu sengketa Sertipikat Hak

Milik Atas tanah yang amar putusannya menyatakan Sertipikat Hak Milik batal,

tidak mempunyai kekuatan hukum tetap atau Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

tidak sah, Sertipikat Hak Milik tersebut tidak serta merta menjadi batal, melainkan

harus dilakukan pembatalan dengan diterbitkan Keputusan Pembatalan oleh

pejabat yang mempunyai wewenang untuk itu, karena hakim tidak dapat secara

langsung membatalkan Keputusan yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagaimana

dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 350 K/Sip/1968 tanggal 3

Mei 1969 dan Putusan Mahkamah Agung No. 716 K/Sip/1973 tanggal 5

September 1973. Dalam Penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas Tanah sebagai pelaksanaan Putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap, yang amar putusannya antara lain menyatakan Sertipikat Hak Milik

Atas tanah batal demi hukum, batal, tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan

hukum tetap yang menyebabkan Sertipikat Hak Milik Atas tanah yang dibatalkan

Page 142: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

142

kembali pada status semula, maka konsekuensi yuridis yang ditimbulkan adalah

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah menjadi batal sejak Sertipikat tersebut

diterbitkan (ex.tunc).

Namun dalam hal ini, walaupun diterbitkannya Keputusan Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah dapat memberikan kepastian hukum berkaitan

dengan status kepemilikan tanah, tidak semua pihak-pihak yang bersangkutan

dapat menerima Keputusan Pembatalan Sertipkat Hak Milik Atas tanah yang telah

diterbitkan. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa pihak-pihak yang merasa

keberatan atas diterbitkannya Keputusan pembatalan sehingga menimbulkan

sengketa dapat mengajukan keberatan kepada instansi yang berwenang

menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah atau yang

disebut dengan upaya administratif maupun upaya hukum dengan mengajukan

gugatan di pengadilan.

Upaya hukum administratif merupakan suatu prosedur yang dapat

ditempuh oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan akibat

diterbitkan suatu keputusan yang dikeluarkannya oleh Organ atau Pejabat Tata

Usaha Negara yang dilakukan dilingkungan pemerintahan sendiri.

Upaya administrasi terdiri dua bentuk, yakni:

a. Keberatan

b. “banding administrasi”154

Ad. a. Keberatan yang dimaksud yaitu ditempuh dengan mengajukan

kebaratan atas diterbitkannya Keputusan kepada badan atau pejabat Tata Usaha

154Martiman Prodjohamidjojo, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, GhaliaIndonesia, Jakarta, h. 45

Page 143: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

143

Negara yang mengeluarkan Keputusan tersebut. Dalam hal ini apabila pihak yang

berkeberatan atas diterbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional

dan/ atau Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sebagai pejabat

atau badan Tata Usaha Negara yang memiliki wewenang untuk menerbitkan

Keputusan Pembatalan tersebut.

Ad. b. Banding Administratif yaitu apabila penyelesaian itu dilakukan oleh

instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang

bersangkutan.155 Jadi dalam banding administratif ini dimaksudkan upaya

penyelesaian adminsitratif yang ditempuh apabila dalam upaya keberatan tidak

menemukan penyelesaian, sehingga pihak yeng merasa keberatan atas diterbitkan

sutu keputusan dapat mengajukan keberatannya kepada instansi yang lebih tinggi

atau instansi lainnya.

Upaya Administratif dalam penyelesaian masalah dapat dilihat dalam Pasal 48

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-Undang Nomor 51 Tahun

2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menentukan bahwa:

(1) dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenangoleh atau berdasarkan peraturan Perundang-Undangan untukmenyelesaikan secara administrasi sengketa Tata Usaha Negara tertetnu,maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melaluiupaya administratif.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelseaikansengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jikaseluruh administrasi yang bersangkutan telah digunakan.

Merujuk Pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa apabila terdapat

sengketa Tata Usaha Negara, maka sebelum diselesaikan melalui jalur hukum

155 SF. Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 78.

Page 144: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

144

yanitu gugatan dipengadilan, maka sengketa tersebut terlebih dahulu harus

diupayakan diselesaikan melalui upaya administratif dan apabila tidak

menemukan penyelesaian, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut

diselesaikan melalui jalur hukum yaitu gugatan di pengadilan.

Disamping itu, dengan melihat ketentuan Pasal 48, upaya hukum administratif

pada umumnya digunakan untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara

akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, jadi obyek dalam

penyelesaian dengan upaya hukum administrasi adalah Keputusan Tata Usaha

Negara. Namun sebagaimana yang telah diuraikan diatas, tidak semua Keputusan

disebut dengan Keputusan Tata Usaha Negara, hal ini dapat dilihat dari

pembatasan-pembatasan dari pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang

dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jis. Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2004 Jis. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yaitu:

Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurutUndang-Undang ini:(a) keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum

perdata;(b) keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat

umum;(c) keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan;(d) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan

kitab Undang-Undang hukum pidana atau kitab Undang-Undanghukum acara pidana atau peraturan Perundang-Undangan lain yangbersifat hukum pidana;

(e) keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasipemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturanPerundang-Undangan yang berlaku;

(f) keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara NasionalIndonesia;

(g) keputusan Komisi pemilihan Umum, baik pusat maupun di daerahmengenai hasil pemilihan umum.

Page 145: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

145

Jadi walaupun tidak semua keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat atau

organ Tata Usaha Negara termasuk dalam Keputusan Tata Usaha Negara atau

hanya disebut sebagai Keputusan (beschikking), namun oleh karena baik

Keputusan Tata Usaha Negara maupun Keputusan (beschikking) merupakan

bentuk dari tindakan administratif dari organ atau pejabat Tata Usaha Negara,

maka upaya administratif ini dapat ditempuh terhadap Keputusan yang diterbitkan

oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik yang termasuk Keputusan Tata

Usaha Negara maupun hanya disebut dengan Keputusan (beshickking). Dalam

penyelesaian masalah melalui upaya hukum administratif tidak hanya terbatas

dengan mempertimbangkan aspek hukumnya (rechtmatigheid) tetapi juga segi

kebijaksanaan atau ketepatgunaan (doelmatigheid).

Selanjutnya apabila dalam penerbitan suatu Keputusan oleh Pejabat Tata

Usaha Negara telah dilakukan upaya hukum administratif namun tidak

menemukan penyelesaian, maka pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat

mengajukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan hukum di Pengadilan,

baik melalui peradilan umum maupun melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

yang disesuaikan dengan kompetensi dari Pengadilan untuk memeriksa, mengadili

dan memutus suatu perkara tentang suatu perbuatan yang dituntut oleh pihak yang

bersangkutan, apakah perbuatan pemerintah tersebut termasuk dalam kompetensi

dari peradilan Umum ataupun perbuatan pemerintah yang dimaksud termasuk

kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan pada dasarnya merupakan

tempat terakhir bagi para pihak yang bersengketa atau pihak yang dirugikan atas

tindakan hukum pemerintah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Dalam

Page 146: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

146

gugatan di peradilan umum berkaitan dengan perbuatan yang melanggar

hukumyang dilakukan oleh organ pemerintah yang mengeluarkan keputusan,

sehingga tanggungjawab pemerintah atas perbuatan tersebut digugat oleh pihak

yang merasa dirugikan di Peradilan Umum, sedangkan seseorang dapat

mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara didasarkan dengan alasan-

alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 Jis. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jis. Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menentukan

bahwa:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan Perundang-Undangan yang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Sehingga merujuk uraian diatas, apabila terjadi ketidak puasan atas

diterbitkannya Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah baik

sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, maupun karena cacat hukum administrasi, pihak yang keberatan tersebut

diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya administrasi untuk menyelesaikan

sengketa tersebut sebelum diajukan gugatan di Pengadilan. Upaya administrasi ini

bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa keberatan

atas diterbitkannya Keputusan untuk menyelesaikannya melalui sarana yang

tersedia.

Page 147: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

147

Dalam hal penerbitan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah, apabila pihak yang merasa tidak puas telah mengajukan keberatan kepada

Kepala Badan Peratanahan Nasional atau Kepala Kantor Wilayah Badan

peratanahan Nasional sebagai pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, namun tidak

menemukan penyelesaiannya, maka pihak yang berkebratan tersebut dapat

mengajukan banding administratif kepada intansi yang lebih tinggi atau instansi

lain. Misalnya apabila Keputusan pembatalan dikeluarkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional, maka banding admnisratif dapat diajukan

kepada Kepala Badan Peratanahan Nasional. Selanjutnya setelah dilakukan upaya

hukum administratif tidak menemukan penyelesaian, maka pihak yang merasa

keberatan atas diterbitkan suatu Keputusan dapat mengajukan upaya hukum

dengan mengajukan gugatan di Pengadilan. Gugatan atas diterbitkan suatu

Keputusan dapat diajukan baik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara maupun

melelaui peradilan umum, disesuaikan dengan kompetensi mengadili dari

Pengadilan itu sendiri.

Dengan demikian konsekuensi yuridis atas diterbitkan Keputusan pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yaitu dapat memberikan kepastian hukum atas

kepemilikan hak atas tanah, yang secara teoritis pembatalan suatu keputusan

dalam hal ini sertipikat Hak Milik Atas tanah dapat berakibat batal (nietig), batal

demi hukum (van rechtswege nietig) dan dapat dibatalkan (varniatigbaar).

Perbedaan antara batal (nietig), batal demi hukum (van rechtswege nietig) dan

Page 148: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

148

dapat dibatalkan (varniatigbaar) dapat dilihat dari Pendapat Philipus M. Hadjon,

yaitu:

Nietig berarti bahwa bagi hukum perbuatannya yang dilakukan dianggaptidak ada. Konsekuensinya, bagi hukum akibat perbuatan itu dianggap tidakpernah ada.Vernietigbaar berarti bagi hakim perbuatan yang dilakukan dan akibatnyadianggap ada sampai waktu pembatalan oleh hakim atau badan pemerintahlain yang kompeten.Nietigheid van rechtswege artinya bagi hukum akibat suatu perbuatandianggap tidak ada tanpa perlu adanya suatu keputusan yang membatalkanperbuatan tersebut.156

Sehingga, apabila Suatu Sertipikat Hak Milik mengandung cacat hukum

administrasi yaitu terjadi kesalahan prosedur atau cacat yuridis dalam

penerbitannya yang menyebabkan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah menjadi batal

demi hukum, maka Sertipikat Hak Milik Atas tanah tersebut menjadi batal sejak

diterbitkan Sertipikat Hak Milik tersebut (ex tunc), sehingga penerbitan Sertipikat

tersebut dianggap tidak pernah ada atau dianggap tidak pernah diterbitkan.

Selanjutnya apabila terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, dimana sebagai tindak lanjut dari Putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu diterbitkannya Keputusan pembatalan,

karena hakim tidak dapat secara langsung membatalkan suatu keputusan, sehingga

akibat dari penerbitan Keputusan pembatalan adalah dilihat dari amar putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht), apabila

Putusan Pengadilan menyatakan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah batal demi

hukum, batal, tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,

menyebabkan tanah yang diterbitkan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang

156Philipus M. Hadjon, 1985, Pengertian-Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan(bestuurshandeling), Djumali, Surabaya, h. 24.

Page 149: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

149

dibatalkan kembali kepada status semula, maka Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

menjadi batal sejak saat diterbitkan (ex.tunc), atau dengan kata lain Sertipikat Hak

Milik tidak berlaku sejak diterbitkannya Sertipikat tersebut.

Namun apabila dalam hal penerbitan Keputusan tersebut terdapat keberatan

dari pihak-pihak tertentu, maka dapat ditempuh melalui upaya admistratif yang

terdiri dari keberatan dan banding administratif dan dapat ditempuh melalui jalur

hukum dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara atau

lembaga peradilan umum.

4.4 Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

dalam Menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas

Tanah.

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah merupakan salah

satu bentuk dari perbuatan hukum badan permerintah yaitu berupa perbuatan

hukum menerbitkan Keputusan oleh Pejabat Pemerintah yaitu Badan Pertanahan

Nasional. Perbuatan hukum berupa penerbitan Keputusan Pembatalan tersebut

harus didasarkan pada wewenang yang sah dan tidak boleh dilakukan tanpa dasar

peraturan Perundang-Undangan. Tindakan Pemerintah haruslah “Rechmatig”,

yaitu suatu tindakan pemerintah harus sesuai dengan batasan atau ukuran tertentu.

Ukuran “rechmatigheid”dari pada tindakan penguasa adalah:

1. Undang-Undang dan peraturan-peraturan formil yang berlaku;

2. Kepatutan dalam masyarakat yang harus dipatuhi oleh penguasa.157

157 Philipus M. Hadjon, Op.cit, h. 15

Page 150: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

150

Dalam konsep negara hukum dikenal dengan asas legalitas yang mempunyai

arti setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada hukum yang berlaku,

sehingga keputusan-keputusan yang merupakan bentuk dari tindakan hukum

pemerintah memiliki resiko dibatalkan oleh Pengadilan apabila ada pihak yang

dirugikan. Sehingga sebagai konsekuensi dari negara hukum, maka diwajibkan

adanya jaminan bagi pejabat atau organ pemerintah sebagai alat perlengkapan

negara dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini berarti bahwa setiap tindakan

hukum pemerintah yang didasarkan pada wewenang yang sah juga disertai dengan

tanggungjawab akibat digunakannya wewenang tersebut.

Tanggungjawab organ pemerintah dalam mengambil suatu tindakan hukum

juga dititikberatkan pada kewajiban untuk memenuhi aturan-aturan hukum yang

dijadikan dasar untuk mengambil tindakan hukum tersebut, dan juga

dititikberatkan pada kewajiban untuk mempertanggungjawabkan suatu perbuatan

tersebut apabila tindak dipenuhinya aturan-aturan hukum yang telah ditentukan

tersebut. Penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas tanah merupakan

suatu kewajiban bagi aparatur Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan

suatu pelayanan publik kepada masyarakat, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 80

ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

3 Tahun 2011 yang menetapkan bahwa: “Pengambilan keputusan untuk

melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan

pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan/pencoretan dalam Buku Tanah

dan Daftar Umum lainnya serta perbuatan hukum lainnya untuk melaksanakan

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan perbuatan

Page 151: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

151

hukum yang wajib dilaksanakan oleh pejabat BPN yang berwenang”. Dengan

adanya kewajiban tersebut, mengakibatkan timbulnya suatu tanggungjawab akibat

dilaksanakan perbuatan hukum berupa penerbitan Keputusan Pembatalan Hak

Milik Atas Tanah.

Tangungjawab apabila dilihat dari sisi badan atau lembaga mana

pertanggungjawaban itu diberikan, maka dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Tanggungjawab eksternal; dan

2) Tanggungjawab internal.158

Tanggungjawab internal dapat berupa tanggungjawab bawahan kepada

atasan, pada dasarnya terjadi dalam hubungan rutin antara atasan dengan

bawahan. Sedangkan tanggungjawab eksternal merupakan tanggungjawab kepada

pihak lain dalam hal ini misalnya tanggungjawab eksternal berupa tanggung

gugat. Tanggung gugat ini muncul apabila terdapat individu atau badan hukum

tertentu yang merasa dirugikan atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.

terkait dengan tanggunggugat yang ditujukan kepada pemerintah, menurut

Tribunal de Conflicts tahun 1873, menetapkan 3 asas, yaitu:

1. Asas tanggung gugat negara atas kesalahan pejabatanya.2. Tanggung gugat tunduk kepada peraturan yang memisahkan dan

membedakannya dengan hukum privat.3. Asas bahwa tanggung gugat tersebut merupakan yuridiksi dari peradilan

administrasi.159

Tanggung gugat pemerintah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara, ada dua jenis, yaitu: tanggung gugat sebagai konsekuensi atas

158 Lukman Hakim, Op. cit, h. 45159 Titiek Sri Djatmiati, Op. cit, h. 89

Page 152: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

152

kerugian karena implementasi dari KTUN dan tanggung gugat karena perbuatan

pemerintah yang bertentangan dengan hukum.160

Tanggung jawab dalam hukum publik dikenal dengan tanggung jawab

pribadi dan tanggungjawab jabatan. Tanggung jawab pribadi disebut dengan

maladministrasi, dimana tanggung jawab ini terjadi karena adanya kesalahan

pribadi yang diakukan oleh pejabat atau organ pemerintahan dalam memberikan

suatu pelayanan publik seperti kurang hati-hati atau kelalaian sehingga

menyebabkan timbulnya kerugian bagi individu atau suatu badan hukum tertentu.

Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan

tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan

yang berlawanan.161 Dalam kaitannya dengan tanggungjawab negara, oleh karena

terdapat unsur adanya kesalahan pribadi, maka orang yang merasa dirugikan

tersebut dapat menggugat pejabat atau organ pemerintahan yang bersangkutan di

peradilan umum. Jadi dalam hal tanggungjawab pribadi ini tidak dilihat dari

sumber wewenang-wewenang yang dimiliki oleh organ atau pejabat pemerintah,

baik yang diperoleh secara atribusi, delegasi ataupun mandat, apabila telah terjadi

maladministrasi atau kesalahan pribadi dalam memberikan pelayanan publik

(public service), maka yang bertanggungjawab adalah pribadi dari pejabat atau

organ pemerintah yang bersangkutan. Dalam tanggungjawab pribadi tidak dikenal

dengan asas yang menyatakan bahwa atasan bertanggungjawab atas perbuatan

bawahannya.

160 Lukman Hakim, Op.cit, h. 46161Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h. 61

Page 153: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

153

Tanggung jawab jabatan merupakan tanggungjawab yang timbul dalam

kaitannya dengan tindakan atau perbuatan hukum pemerintah, dimana

tanggungjawab ini didasarkan pada adanya asas legalitas. Ini berarti bahwa setiap

tindakan pemerintah harus didasarkan pada wewenang yang sah, prosedur tertentu

dan harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sehingga segala tindakan

hukum pemerintah harus sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku dan asas-asas umum pemerintah yang baik, dimana setiap keputusan yang

dikeluarkan oleh organ atau pejabat pemerintah harus dianggap sah sampai

terdapat pencabutan atau pembatalan. Jadi dalam tanggungjawab jabatan ini dapat

digugat oleh pihak yang merasa dirugikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara

karena berkaitan dengan tindakan pemerintah yang tidak sesuai dengan peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Namun terhadap tanggungjawab jabatan ini juga dapat digugat melalui peradilan

umum apabila terdapat unsur perbuatan melanggar hukum oleh organ atau pejabat

pemerintah.

Dalam kaitannya dengan tanggungjawab pejabat atau organ pemerintah

dalam menjalankan pemerintahan kecuali tanggungjawab pribadi, tidak terlepas

dari wewenang yang dimiliki oleh pejabat atau organ pemerintah yang

bersangkutan, dimana setiap sumber wewenang yang dimiliki oleh pejabat atau

organ pemerintah menimbulkan tanggungjawab yang berbeda. Sumber wewenang

yang diperoleh secara atribusi, tanggungjawab yang timbulkan baik

tanggungjawab intern dan tanggungjawab eksteren akibat digunakan wewenang

tersebut berada pada penerima atribusi (atributaris). Wewenang yang diperoleh

Page 154: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

154

secara delegasi, tanggungjawab yang ditimbulkan baik tanggungjawab eksteren

maupun tanggugjawab jabatan beralih kepada penerima delegasi, karena pada

wewenang delegasi terjadi pergeseran wewenang dari pemberi delegasi kepada

penerima delegasi. Dan wewenang yang diperoleh secara mandat, tanggungjawab

yang ditimbulkan baik tanggungjawab jabatan maupun tanggungjawab eksteren

berada pada pemberi mandat, karena dalam wewenang yang diperoleh secara

mandat tidak terjadi pergeseran kompetensi, sehingga tanggungjawab yang

dimiliki hanya tanggungjawab internal yaitu tanggungjawab bawahan (penerima

mandat) kepada atasan (pemberi mandat). Namun apabila suatu tindakan

pemerintah atau suatu Keputusan Pemerintah dibuat oleh pejabat yang tidak

mempunyai wewenang untuk itu, maka menyebabkan tindakan pejabat atau

Keputusan Pejabat batal demi hukum.

Selanjutnya tanggungjawab jabatan dapat dilihat dalam legalitas tindakan

pejabat harus sesuai dengan prosedur tertentu, yang dimaksudkan dengan

prosedur yaitu bahwa tindakan pemerintah harus bertumpu pada asas negara

hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Dan terhadap legalitas substansi

tindakan pejabat menyebabkan bahwa setiap tindakan pejabat harus sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan, apabila legalitas substansial ini tidak dipenuhi dalam

artian bahwa tindakan pejabat yang didasari suatu wewenang tidak sesuai dengan

tujuan, sehingga menyebabkan terjadi suatu penyalahgunaan wewenang. Menurut

Praktek “Conseil d’Etat” di Perancis, tindakan yang demikian disebut dengan

“deteurnement de pouvoir”.162 Hal ini berarti tanggungjawab yang ditimbulkan

162 Philipus M.Hadjon, Op.cit, h. 19.

Page 155: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

155

tidak hanya tanggungjawab jabatan, tetapi dapat berupa tanggungjawab pribadi

karena mengandung penyalahgunaan wewenang maupun kesewenang-wenangan.

Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

dalam menerbitkan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang

dimaksud dapat dilihat dari wewenang yang dimiliki oleh Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional. Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2011, dapat diketahui bahwa wewenang untuk menerbitkan Keputusan

Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya wewenang

penerbitan Keputusan Pembatalan dapat dilimpahkan kepada Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan melihat rumusan dalam Pasal 58 ayat

(2) dan Pasal 73 ayat (2), dimana arti kata “dapat didelegasikan dan dapat

dilimpahkan” serta mengingat jumlah kasus pertanahan yang ada di Indoensia

mencapai ribuan kasus mengandung makna bahwa wewenang yang dimaksud

adalah wewenang yang diperoleh secara sudelegasi. Oleh karena wewenang yang

dimiliki oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional merupakan

wewenang yang diperoleh secara subdelegasi, dimana dalam hal penerbitan

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah terjadi pelimpahan

sebagian wewenang dari Kepala Badan Pertanahan Nasional kepada Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sehingga tanggungjawab dan

tanggunggugat tetap berada pada penerima subdelegasi yaitu Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Hal tersebut diperkuat denga adanya legal

Page 156: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

156

fakta yang terdapat di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali,

yaitu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali

menerbitkan Keputusan Nomor: 3607/Pbt/BPN.51/2011 tentang pembatalan

Sertipikat Hak Milik Nomor 131 sebagian, 132, 133, 134, 135, dan 136/Tajun

beserta perlaihan haknya yatu Sertipikat Hak Milik Nomor 40, 81 dan

82/Mengening yang terletak di Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan,

Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali sebagai pelaksanaan Putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap163 yang diterbitkan atas nama Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Namun ketika terjadi gugatan di

Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar oleh pihak yang merasa dirugikan akibat

diterbitkan Keputusan Pembatalan tersebut, yang digugat adalah Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, sebagaimana dalam Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar Nomor 06/G/2012/PTUN.Dps, tanggal

11 Juli 2012.164 Dengan digugatnya Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Bali walaupun atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional

memperkuat bahwa yang dimaksud adalah pelimpahan kewenangan secara

subdelegasi, karena dalam Putusan Pengadilan tersebut Majelis Hakim Pengadilan

Tata usaha Negara tidak mempertimbangkan para pihak yang seharusnya digugat

di pengadilan. Selain itu, apabila yang digugat adalah kepala Badan Pertanahan

Nasional, maka akan memberikan beban atau tanggungjawab yang cukup berat

kepada kepala Badan Pertanahan Nasional, mengingat banyaknya kasus

163 Bidang Pengakjian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kantor WilayahBadan Pertanahan Nasional Provinsi Bali.

164 ibid

Page 157: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

157

pertanahan yang ada diseluruh Provinsi di Indonesia terutama yang berkaitan

dengan pembatalan Sertipikat hak Atas tanah, maka apabila setiap Keputusan

Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah digugat di Pengadilan terhadap

penerbitan Keputusan tersebut menjadi tanggungjawab Kepala Badan Pertanahan

menyebabkan terjaidnya penumpukan tanggungjawab pada Kepala Badan

Pertanahan Nasional, padahal fungsi dari pelimpahan sebagian kewenangan dari

pemerintah pusat adalah untuk meringankan beban atau untuk menghindari terjadi

pemusatan wewenang pada pemerintah pusat.

Jadi tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

secara teoritis menurut Hukum Administrasi Negara apabila dilihat dari

tanggungjawab jabatan baik berupa tanggungjawab perdata maupun

tanggungjawab administrasi adalah berada pada penerima subdelegasi yaitu

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, karena dalam pelimpahan

kewenangan subdelegasi secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam

delegasi sehingga penerima subdelegasi menerima sebagian pelimpahan

kewenangan dari delegataris yaitu dari Kepala Badan Pertanahan Nasional

kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan apabila

dilihat dari tanggungjawab pribadi terhadap Penerbitan Keputusan Pembatalan

Sertipikat Hak Milik Atas tanah apabila dalam penggunaan wewenang tersebut

tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan dan kebijakan yang telah

ditentukan atau dengan kata lain telah terjadi maladministrasi, maka yang

bertanggungjawab adalah pribadi pejabat yang bersangkutan yaitu aparatur Badan

Pertanahan Nasional yang terbukti melakukan tindakan maladministrasi dalam

Page 158: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

158

Penerbitan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, karena dalam

tanggungjawab pribadi tidak dikenal asas “Superior Respondeat” (atasan

bertanggungjawab atas perbuatan bawahan).165 Sehingga tanggungjawab pribadi

atas penerbitan Keputusan pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah dapat

berupa tanggungjawab adminstrasi, perdata dan pidana.

165 Titiek Sri Djatmiati, Op. cit, h. 94.

Page 159: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

79

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari keseluruhan uraian pada pembahasan terhadap 2 (dua) masalah

sebagaimana yang dirumuskan dalam Bab I dapat ditarik simpulan, yaitu:

1. Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan Pembatalan Hak Milik Atas Tanah adalah kewenangan

yang diperoleh secara subdelegasi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa

pertimbangan, yaitu:

- Kepala Badan Pertanahan Nasional memperoleh kewenangan delegasi dari

presiden (delegataris) membentuk Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 sebagai peraturan dasar

dalam penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah, dimana

dalam rumusan Pasal 58 ayat (2) yang menetapkan “....dapat didelegasikan

kepada Deputi atau Kakanwil”, mengandung makna Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 sebagai

peraturan dasar untuk menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Atas tanah termasuk juga Sertipikat Hak Milik Atas Tanah menentukan

bahwa Kepala Badan Pertanahan Nasional yang berkedudukan sebagai

delegataris dapat mendelegasikan lebih lanjut wewenangnya untuk

menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah kepada

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

159

Page 160: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

160

- Dalam rangka efiensi waktu dan kecermatan dalam pemecahan masalah yang

ada, mengingat banyaknya kasus pertanahan yang ada diseluruh Indonesia

termasuk juga jumlah pembatalan yang cukup tinggi, sehingga tidak terjadi

perbenturan antara keharusan menyelesaikan masalah dalam waktu yang

terbatas dengan harus mempertimbangkan kecermatan dan kehatian-hatian

dalam mengambil keputusan, sehingga dapat menjamin mutu keputusan yang

diambil tersebut.

- Dalam rangka mengurangi atau meringankan beban kerja atau tugas Kepala

Badan Pertanahan Nasional , mengingat banyaknya kasus peratanahan yang

ada diseluruh Indonesia yang memerlukan penyelesaian, maka untuk

menghindari pemusatan kewenangan pada Kepala Badan Pertanahan

Nasional yang dapat menyebabkan terjadinya penumpukan beban tugas pada

Kepala Badan Pertanahan Nasional, diperlukan adanya subdelegasai

kewenangan.

2. Tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

apabila dilihat dari tanggungjawab jabatan, Kepala Kantor Wilayah badan

Pertanahan Nasional bertanggungjawab secara jabatan baik anggungjawab

perdata maupun tanggungjawab administrtaif. Hal ini disebabkan karena

wewenang Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam

menerbitkan Keputusan Pembatalan adalah wewenang yang diperoleh secara

subdelegasi, sehingga tanggungjawab dan tanggunggugat tetap berada pada

penerima subdelegasi yaitu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Page 161: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

161

Nasional. Sedangkan tanggungjawab Pribadi merupakan tanggungjawab

yang berkaitan dengan maladministrasi yaitu perilaku menyimpang aparat

pemerintah terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik, sehingga tanggungjawab dalam menerbitkan

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah berada pada pribadi

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau aparatur Badan

Pertanahan Nasional yang terbukti melakukan maladministrsi dalam

melakukan penanganan atas Permohonan Pembatalan Sertipikat Hak Milik

Atas tanah. Hal ini disebabkan karena dalam kaitannya dengan

Tanggungjawab pribadi tidak melihat sumber wewenang yang diperoleh

oleh pejabat atau aparatur pemerintah dalam melakukan suatu perbuatan

hukum tertentu dan tidak dikenal atasan bertanggungjawab atas perbuatan

bawahan.

5.2 Saran

Bahwa perlu dilakukan perubahan terhadap peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dengan tidak

mencantumkan Pasal 75, karena pelimpahan kewenangan dalam Penerbitan

Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah termasuk juga Sertipikat

Hak Milik Atas Tanah adalah pelimpahan secara subdelegasi dari Kepala

Badan Pertanahan Nasional sebagai delegataris atau penerima delegasi dari

Presiden kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Dan

Page 162: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

162

oleh karena kewenangan yang diterima oleh Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dalam bentuk subdelegasi, yang berarti tangungjawab

berada pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, maka

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional hendaknya berhati-hati

dan bersikap cermat dalam penerbitan Keputusan Pembatalan Sertipikat Hak

Atas Tanah.

Page 163: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

163

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan TeoriPeradilan (Judicialprudence), termasuk Interpretasi Undang-Undang(Legisprudence)”, Edisi Pertama, cetakan ke-2, Kencana Prenada MediaGroup,Jakarta.

Anggriani, Jum, 2012, “ Hukum Adminsitrasi Negara”, Graha Ilmu,Yogyakarta.

Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen TentangHukum, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,Jakarta.

Atmosudirjo, Prajudi,1995,”Hukum Administrasi Negara”, CetakanKesepuluh, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Barnett, Hilaire, 2011, Constitutional & Administrative Law, Eight Edition,Routledge, London and New York.

Budiardjo, Miriam, 2007, “ Dasar-dasar Ilmu Politik”, PT. Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Cohen, Morris L dan kent C. Olson, 2000, “Legal Research In A Nutshell”,Seventh Edition, ST. Paul, Minn, West Group.

Daeng, Mustamin, et, al, 2004, Mandat, delegasi, Attribusi danImplementasinya di Indonesia, UII Press, Yogyakarta.

Djatmiati, Titiek Sri, 2010, Maladministrasi dalam Konteks kesalahan Pribadidan Kesalahan Jabatan, Tanggung Jawab Pribadi dan Tanggung JawabJabatan, dalam Philipus M Hadjon, et, al, Hukum Administrasi dan GoodGovernance, Universitas Trisakti, Jakarta.

Dewa, H. Muh. Jufri, 2011, Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektifpelayanan Publik, Unhalu Perss, Kendari.

Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumnni, Bandung.

J.B. Daliyo, et, al, 1992, Pengantar Hukum Indonesia, Buku PanduanMahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 164: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

164

Fachruddin, Irfan , 2004, “Pengawasan Peradilan Administrasi TerhadapTidakan Pemerintah”, Edisi Pertama, cetakan ke-1, PT. Alumni,Bandung

Fadjar, A. Mukthie,2004,Type Negara Hukum,Bayu Media Publihsing,Malang.

Fuady, Munir, 2009, “Teori Negara hukum Modern (Rechtstaat)”, RefikaAditama: Bandung

Garner, Bryan A, 2004, “Black Law’s Dictionary”, eighth edition, Thomsonbusiness, West.

Hadjon, Philipus M, 1985, Pengertian-Pengertian Dasar tentang TindakPemerintahan (bestuurshandeling), Djumali, Surabaya.

-------, 1993, Pemerintah Menurut Hukum (Wet En Rechtmatig Bestuur),Yuridika, Surabaya.

-------, 2010, Kebutuhan akan Hukum Administrasi Umum, dalam Philipus MHadjon, et, al, Hukum Administrasi dan Good Governance, UniversitasTrisakti, Jakarta.

Hadjon, Philipus M., et.al, 2011, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Introduction to the Indonesian Administrative law”, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Hadjon, Philipus M, et.al, 2011, Hukum Administrasi dan Tindak PidanaKorupsi, Gadjah Mada Uiversity Press, Yogyakarta.

Hakim, Abdul Aziz, 2011, “ Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia”,Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hakim, Lukman, 2012, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah,perspektif Teori Otonomi & Desentralisasi dalam PenyelenggaraanPemerintahan Negara Hukum dan Kesatuan, Setara Press, Malang.

Harahap, Zairin, 1997, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta

Harsono, Boedi 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah PembentukanUndang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan:Jakarta.

Huda, Ni Matul,2006,”Hukum Tata Negara Indonesia”,Raja GrafindoPersada,Jakarta.

Page 165: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

165

Hutagalung, Arie Sukanti dan Markus Gunawan, 2009, KewenanganPemerintahan di Bidnag Pertanahan, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Hutagalung, Arie S., et.al, 2012, Hukum Pertanahan di belanda dan Indonesia,Pustaka Larasan, Denpasar.

Indroharto, 1991, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan TataUsaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta.

Jeddawi, H. Murtir, 2012, “ Hukum Administrasi Negara”, Total Media,Yogyakarta.

Koesoemahatmadja, Djenal Hoesen, 1983, Pokok-pokok Hukum Tata UsahaNegara, Alumni, Bandung.

Lars Lidahl, 1992, Conflicts In System Of Legal Norms A Logical Point OfView. Dalam Onder redaction van, et, al, editor. Conhrence and conflictin law, Kluwer law and Taxation Publisher Deventer, Boston.

Manan, Bagir, 2003, “Lembaga Kepresidenan”, FH UII Press. Yogyakarta.

Marbun, SF, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi diIndonesia, Liberty, Yogyakarta.

Marbun, SF, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta.

Marbun, SF, et. al, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum AdministrasiNegara, UII Press, Yogyakarta.

Marbun, S.F dan Moh. Mahfud MD, 2009, “ Pokok-pokok Hukum AdministrasiNegara”, cetakan Kelima, Liberty, Yogyakarta.

Marzuki Peter Mahmud, 2005, “Peneitian Hukum”, Cetakan ke-1, Kencana,Jakarta.

Mulyosudarmo, Suwoto, 1997, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis danYuridis Terhadap Pidato Nawaksara, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Noor, Aslan, 2006, Konsep hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa IndonesiaDitinjau Dari Ajaran hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung.

Prodjohamidjojo, Martiman, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata UsahaNegara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Page 166: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

166

Program Studi Magister Ilmu Hukum, 2013, Pedoman Penulisan UsulanPenelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) IlmuHukum, Program Studi magister (S2) Ilmu Hukum, ProgramPascasarjana Unversitas Udayana, Denpasar.

Purbopranoto, Kuntjoro, 1981, Beberapa catatan hukum tata pemerintahandan peradilan administrasi negara, Alumni, Bandung.

Ridwan, HR., 2006, “Hukum Administrasi Negara”, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi,Laksabang Pressindo, Yogyakarta.

-------, 2011, “Bab- Bab Pokok Hukum Administrasi”, Cetakan II, Edisi II,Laksbang Pressindo, Yogyakarta.

Santoso, Urip, 2011, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, EdisiPertama, Cetakan Ke-2, Kencana, jakarta.

Setiawan, Yudhi, 2009, “Instrumen Hukum campuran (gemeenscapelijkrecht)dalam Konsolidasi Tanah”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

-------, 2010, Hukum Pertanahan, Teori dan Praktik, Bayumedia Publishing,Malang.

Soehino,1984, Asas-Asas Hukum Tata pemerintahan, Liberty, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, “Pengantar Penelitian Hukum”, UniversitasIndonesia (UI) Press), Jakarta (selanjutnya disebut Soerjono I).

Soekanto, Soerjano dan Sri Mamudji, 2011, “ Penelitian Hukum Normatif,Suatu Tinjauan Singkat”, cetakan ke-13, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Soetami, A. Siti, 2005, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, PT.Refika Aditama, Bandung.

Soimin, Soeharyo, 2004, Status Hak dan Pembebasan Tanah, ed.2, cet.2, SinarGrafika, Jakarta.

Sutedi, Adrian, 2006, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai TandaBukti Hak Atas Tanah, BP. Cipta Jaya, Jakarta.

-------, 2006, Politik dan Kebijakan Hukum Pertanahan serta berbagaipermasalahan, BP. Cipta Jaya, Jakarta.

Page 167: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

167

-------, Adrian, 2011, “ Sertipikat Hak Atas Tanah”, Sinar Grafika, Jakarta.

Syarifin, Pipin dan Dedah Jubaedah, 2005, Pemerintahan Daerah Di IndoesiaDilengkapi Undang-undang No. 32 tahun 2004, Pustaka Setia, bandung.

Tjandra, W. Riawan, 2008, “ Hukum Administrasi Negara”, Universitas AtmaJaya Yogyakarta: Yogyakarta.

Triwulandari, Titik, 2010, “ Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia”,Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta

Triwulan T, Titik dan Kombes Pol. Ismu Gunadi Widodo, 2011, “Hukum TataUsaha Negara & Hukum Acara Peradilan Tata Usaha NegaraIndonesia”, Kencana Prenada Media Group,Jakarta.

Utrecht, E, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, TjetakanKelima, Ichtiar, Jakarta.

Wade,W.R, 1977, Administrasi law, Fourth Edition, Oxford University Press,England.

Waluyo, Bambang, 1991, “Penelitian Hukum Dalam Praktek”, SinarGrafika,jakarta.

Wijk, H.D. Van, 1988. Hoofdstukken van administratief recht, Culemborg,Uitgeverij Lemma.

Wiyono, R, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika,Jakarta.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokokAgraria ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Nomor 104).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara(Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Nomor 77)sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara (Lembar Negara Republik IndonesiaTahun 2004, Nomor 35) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang

Page 168: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

168

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LembarNegara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 160).

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RepublikIndonesia (Lembar Negara Republik Indoensia Tahun 2008 Nomor 139).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-Undangan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011,Nomor 82).

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran.

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tanggal 19 Juli 1988 tentangBadan Pertanahan Nasional.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan PertanahanNasional.

Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 19 Juli 2000, Nomor:500-2147 yang ditujukan kepada Seluruh Kepala Kantor Wilayah BadanPertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota seIndonesia.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan PertanahanaNasional Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BadanPertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan KasusPertanahan.

III. INTERNET

Dwi Purnama Julianti, 2009, “Analisis Yuridis Pembatalan Hak Atas Tanah diKantor Pertanahan Kota Medan”, Sekolah Pascasarjana UniveistasSumatera Utara, Medan,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5464/1/09E01888.pdf,diakses 8 Agustus 2012.

Sriyanti Achmad, 2008, “Pembatalan dan Peneribitan Sertipikat Hak AtasTanah Pengganti (Studi Kasus Pembatalan Sertipikat Putusan MA No.

Page 169: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

169

987 K/ PDT/ 2004)”, Program Pascasarjana Universitas Diponogoro,Semarang,http://eprints.undip.ac.id/18339/1/SRIYANTI_ACHMAD.pdf,8 Agustus 2012.

Titut Rosawati, 2010, “Analisis Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas OlehBadan Pertanahan Nasional sebagai Pelaksanaan Eksekusi PutusanPengadilan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor2096.K/Pdt/1987 tanggal 28 Desember 1987 dan Keputusan KepalaBadan Pertanahan Nasional Nomor 4-X.C-2005 tanggal 14 Juli 2005)”,Program Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok,http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131073-T%2027401-Analisis%20pembatalan-HA.pdf, 9 Agustus 2012.

Yulia Darini Triatusi, “Analisis Yuridis Pembatalan Keputusan pemberian hakatas tanah dan/ atau sertipikat hak atas tanah berdasarkan PutusanPengadilan ( Studi kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakartadan Pengadilan Negeri Sleman)”, Program Magister KenotariatanUniversitas Gajah Mada Program Magister Kenotariatan UniversitasGajah Mada ,Yogyakarta,http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=38810&obyek_id=4, 9Agustus 2012.

Page 170: tanggungjawab kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional ...

170

LAMPIRAN