Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

16
Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah Islam Jika seorang Muslim dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu antara permasalahan dirinya sendiri dengan permasalahan umat, maka sudah seharusnya ia mendahulukan permasalahan yang dihadapi oleh umat. Sikap mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya pribadi merupakan sikap mulia dan termasuk ke dalam bentuk pemikiran yang bernilai tinggi. Sedemikian besar perhatian Islam terhadap permasalahan umat, Islam sampai menggolongkan orang yang tidak peduli dengan permasalahan umat sebagai orang yang tidak berguna, dan tidak tergolong ke dalam kelompok umat Muhammad. Rasulullah Saw: Siapa saja yang bangun pagi, sementara ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka ia tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia tidaklah termasuk golongan mereka. [HR. ath-Thabrani dari Abu Dzar al-Ghifari]. Islam tidak pernah membiarkan salah seorang dari para penganutnya bebas dari tanggung jawab. Sebaliknya, Islam memberikan kepada mereka beban tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia, jika ia telah mencapai status akil balig. Rasulullah Saw bersabda: Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemim- pinannya. Seorang pria (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepe-mimpinannya. Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing- masing harus mempertanggungjawabkan kepemim-pinannya. [HR. al- Bukhari Muslim].

description

ini buat pk2 2014

Transcript of Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

Page 1: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah Islam

Jika seorang Muslim dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu antara permasalahan dirinya sendiri dengan permasalahan umat, maka sudah seharusnya ia mendahulukan permasalahan yang dihadapi oleh umat. Sikap mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya pribadi merupakan sikap mulia dan termasuk ke dalam bentuk pemikiran yang bernilai tinggi. Sedemikian besar perhatian Islam terhadap permasalahan umat, Islam sampai menggolongkan orang yang tidak peduli dengan permasalahan umat sebagai orang yang tidak berguna, dan tidak tergolong ke dalam kelompok umat Muhammad. Rasulullah Saw:

Siapa saja yang bangun pagi, sementara ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka ia tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia tidaklah termasuk golongan mereka. [HR. ath-Thabrani dari Abu Dzar al-Ghifari].

Islam tidak pernah membiarkan salah seorang dari para penganutnya bebas dari tanggung jawab. Sebaliknya, Islam memberikan kepada mereka beban tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia, jika ia telah mencapai status akil balig. Rasulullah Saw bersabda:

Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemim-pinannya. Seorang pria (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepe-mimpinannya. Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing harus mempertanggungjawabkan kepemim-pinannya. [HR. al-Bukhari Muslim].

Tanggung jawab semacam ini, bisa semakin luas bisa pula semakin sempit, sesuai dengan kondisi yang dibebankan kepadanya. Jika orang yang menerima hukum taklif (beban hukum) dapat melakukannya sendiri, misalnya beban untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya, atau memberi makan kepada tetangganya yang kelaparan, atau menolong orang-orang yang menderita; maka beban tersebut menjadi tanggung jawab individu. Sebab, lingkup aktivitasnya masih dalam jangkauan kemampuan seseorang untuk berbuat.

Tanggung Jawab Individu, Umat, Dan Negara

Namun demikian, jika seorang individu tidak dapat menjalankannya, kecuali bersama-sama dengan jamaah kaum Muslim, atau hukum Islam telah membebankan suatu perkara kepada jamaah —misalnya saja mengemban dakwah Islam untuk menegakkan Khilafah Islamiyah dalam rangka menerapkan syariat Islam, atau melakukan koreksi (muhâsabah) terhadap penguasa, atau melaksanakan jihad fi sabilillah— dalam keadaan seperti ini, cakupan

Page 2: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

tanggung jawabnya meluas hingga harus dipikul oleh jamaah kaum Muslim, atau oleh institusi negara (Khilafah Islamiyah).

Sebagian besar dari beban hukum yang telah diberikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya kepada kaum Muslim tidaklah merupakan tanggung jawab seorang individu Muslim. Bahkan, sebagian besar sistem hukum Islam —dalam hal pelaksanaan praktisnya— dibebankan kepada negara sebagai pihak yang mengatur, memelihara, dan menjaga umat dalam menjalankan sistem hukum Islam. Siapa yang mampu mengatur pelaksanaan sistem ekonomi Islam, sistem sosial Islam, sistem militer Islam, sistem pendidikan Islam, sistem politik luar negeri Islam, sistem pemerintahan Islam, sistem peradilan Islam, dan sejenisnya? Tentu bukan individu Muslim, melainkan negara (penguasa dan seluruh staf pemerintahannya).

Oleh karena itu, tanggung jawab dalam menerapkan sistem hukum Islam menjadi tanggung jawab jamaah (yaitu seluruh kaum Muslim dan penguasa), bukan tanggung jawab individu. Demikian pula dengan kewajiban kaum Muslim untuk mengemban dakwah Islam. Kewajiban ini bukan saja harus dijalankan oleh seorang individu Muslim, melainkan oleh seluruh kaum Muslim, termasuk negara (penguasa). Kewajiban ini sama-sama menimpa seorang Muslim yang faqih maupun yang awam, perempuan maupun lelaki, individu maupun masyarakat dan negara.

Sasaran beban dakwah yang bukan hanya mencakup tanggung jawab individu tetapi juga menjadi ranaggung jawab jamaah dan bahkan negara (penguasa), sangat tampak dalam nash-nash berikut ini:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk golongan kaum Muslim”?(Qs. Fushshilat [41]: 33).

Ayat di atas ditujukan kepada individu Muslim, siapa pun orangnya, untuk menjalankan aktivitas dakwah Islam.

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang mengajak pada kebajikan (Islam), memerintahkan yang makruf, dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung. (Qs. Ali-Imraan [3]: 104).

Ayat ini ditujukan kepada sekelompok kaum Muslim —sebagai sebuah jamaah— untuk menjalankan aktivitas dakwah Islam dan amar makruf nahi mungkar.

Dalam suatu hadis disebutkan demikian:

Rasulullah Saw tidak pernah memerangi suatu kaum melainkan sesudah terlebih dulu menyampaikan dakwah Islam kepada mereka. [HR. Ahmad, al-Hakim, dan ath-Thabrani].

Hadis ini menjelaskan kedudukan Rasulullah Saw sebagai kepala negara (penguasa) yang menjalankan aktivitas dakwah terlebih dulu (yaitu mengajak orang-orang kafir agar memeluk

Page 3: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

Islam atau bersedia tunduk di bawah kekuasaan Islam), sebelum —jika mereka menolak—melakukan jihad fi sabilillah untuk membuka dan mengubah Darul Kufur menjadi Darul Islam.

Walhasil, tanggung jawab umat Islam dalam mengemban dakwah dapat disimpulkan pada dua kondisi: (1) Jika kaum Muslim telah menjalankan sistem hukum Islam dan Daulah Islam telah berdiri berdasarkan akidah Islam, maka mereka wajib menyampaikan dakwah Islam kepada orang-orang kafir yang ada di berbagai negara. (2) Jika kaum Muslim belum dapat menjalankan sistem hukum Islam secara total, dan Daulah Islam belum tegak, maka kewajiban yang utama atas kaum Muslim adalah mengemban dakwah Islam dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam yang telah lenyap, yaitu dengan jalan mendirikan Daulah Islam yang berdiri berasaskan akidah Islam dan yang akan menerapkan sistem hukum Islam secara total.

Bahaya yang Mengancam Eksistensi Kaum Muslim

Saat ini, kaum Muslim berada dalam lingkungan masyarakat yang menganut berbagai pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Bahaya-bahaya yang mengancam tubuh kaum Muslim berasal dari luar (eksternal) maupun berasal dari dalam (internal) kaum Muslim. Bahaya-bahaya itu antara lain:

A. Bahaya eksternal, mencakup: (1) Berkembangnya pemikiran-pemikiran yang berasal dari peradaban Barat yang menekankan doktrin pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). (2) Pemikiran Komunisme atau Sosialisme yang menolak adanya unsur agama dan mengatakan bahwa agama adalah candu yang membahayakan masyarakat. (3) Pemikiran-pemikiran lain yang membahayakan aqidah Islam dan syariatnya yang berasal dari Barat seperti: nasionalisme, demokrasi, pluralisme, liberalisme, dan yang sejenisnya.

B. Bahaya internal, mencakup muncul dan berkembangnya gerakan-gerakan penghancur seperti Ahmadiyah, Baha’iyah, aliran kebatinan, inkarus sunnah, freemasonry, ideologi Dunia Ketiga (yang dikembangkan oleh Khadafi di Libia), dan sejenisnya.

Semua itu muncul sebagai akibat dari serangan pemikiran (ghazw al-fikr) yang dilontarkan oleh Dunia Barat yang kafir kepada kaum Muslim. Di samping itu, serangan-serangan dalam wujud manuver politik, ekonomi, hingga militer terus melanda negeri-negeri kaum Muslim hingga saat ini; tanpa bisa dibendung lagi oleh kaum Muslim. Selain itu, identitas kaum Muslim yang memiliki standar pemikiran yang mengacu pada akidahnya yang jernih dan syariatnya yang agung lambat laun sirna; peranannya digantikan oleh akal, faktor kemaslahatan, adat istiadat, tradisi, bahkan hawa nafsu semata. Mereka tidak lagi menjadikan halal-haram sebagai tolok ukurnya.

Jika hal ini dibiarkan, sementara kaum Muslim melepas tanggung jawabnya dan tidak peduli dengan kondisi yang melanda mereka, maka kehancuran umat ini hanya soal waktu.

Page 4: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

Tanggung Jawab Kaum Muslim Saat Ini

Dalam rangka merealisasikan berdirinya Negara Khilafah —yang akan menjamin dilanjutkannya kembali kehidupan Islam, menerapkan seluruh sistem hukum Islam secara total, serta mengemban dakwah Islam ke luar negeri dengan jalan dakwah dan jihad— maka harus ada pertarungan pemikiran (ash-shira’ al-fikrî) untuk menghancurkan dan melenyapkan seluruh pemikiran kufur yang betolak belakang dengan akidah dan syariat Islam. Tujuannya adalah agar kaum Muslim dapat menemukan kembali pemikiran-pemikiran Islam yang mampu mengatasi seluruh problematika kehidupan manusia, sekaligus mencampakkan seluruh bentuk pemikiran kufur yang bertentangan dengan Islam dan nyata-nyata telah menjadi standar sebagian besar kaum Muslim di seluruh dunia.

Pertarungan pemikiran dilakukan dengan cara mengungkap kerusakan, kekeliruan, kelemahan, dan ketidakberdayaan pemikiran-pemikiran kufur tersebut, yang memang tidak layak dijadikan tolok ukur bagi kaum Muslim dalam menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam waktu yang sama, harus dijelaskan keagungan pemikiran Islam, terutama sebagai pemikiran praktis yang layak dijadikan satu-satunya tolok ukur bagi seluruh umat manusia.

Di samping itu, hal ini membutuhkan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsî) yang sungguh-sungguh dari segenap kaum Muslim. Dengan itu, tujuan utamanya, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam, dapat tercapai. Perjuangan politik tersebut dilakukan dengan jalan:

1. Membeberkan setiap pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara imperialis, termasuk tindakan-tindakan kriminal dan persekongkolan jahat mereka terhadap kaum Muslim.

2. Menjelaskan berbagai bahaya kecurangan politik yang diterapkan secara paksa atas negeri-negeri kaum Muslim.

3. Mengungkap hakikat oknum-oknum penguasa yang menjadi antek-antek musuh-musuh Islam dan kaum Muslim.

4. Menjelaskan hakikat tokoh-tokoh politik yang menentang Islam dan bersikap munafik, baik yang berasal dari kalangan partai-partai politik, pejabat pemerintah, ataupun intelektual Muslim yang selalu menyesatkan kaum Muslim, memutarbalikkan fakta, dan mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan.

5. Menjatuhkan martabat kepemimpinan beserta pribadi para tokoh yang aktivitasnya hanya menyesatkan umat Islam.

Dalam menjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik ini (ash-shirâ’ al-fikrî wa al-kifâh as-siyâsî) ini, kaum Muslim tidak diperkenankan bermanis muka terhadap musuh-musuh Islam dan seluruh kaki tangan mereka. Allah SWT telah melarang Rasulullah Saw bersikap lunak dan bermanis muka terhadap musuh-musuh Islam. Allah SWT berfirman:

Page 5: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

Janganlah kamu mengikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula) kepadamu. (Qs. al-Qalam [68]: 8-9).

Perjuangan politik harus terus dilakukan sampai para penguasa bersedia tunduk kepada Islam, sekaligus rela meninggalkan kezaliman, pengkhianatan, dan persekongkolan dengan musuh-musuh Islam. Aktivitas perjuangan politik ini harus terus dilakukan meskipun menghadapi berbagai tantangan, kesulitan, dan bahaya yang bisa mengorbankan harta maupun jiwa.

Tanpa kesadaran politik, pertarungan pemikiran, dan perjuangan politik, maka para pengemban dakwah Islam tidak akan menyadari problematika umat yang sebenarnya. Artinya, mereka tidak akan menjumpai jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi umat Islam. Mereka juga pasti tidak akan mampu mengatur dan memelihara urusan-urusan umat, jika —pada suatu saat— roda pemerintahan dialihkan dan diberikan kepada mereka.

Dengan demikian, selama seorang pengemban dakwah tidak berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Islamnya yang jernih serta berusaha memiliki kesadaran politik yang tinggi dengan manjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik, maka tidak mungkin ia menjadi pemimpin umat. Ia hanya mampu menjadi seorang pengajar, khatib, syaikh, dan sejenisnya. [Majalah al-Wa'ie, No. 6]

Page 6: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

KEPEDULIAN SOSIALA.      PENDAHULUAN

Manusia memang tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut sosial. Karena memang manusia itu merupakan makhluk sosial, makhluk yang memerlukan orang lain, berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong-menolong dan lain sebagainya. Dalam pandangan Islam seseorang tidak akan dikatakan sempurna imannya sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Kendatipun pandangan Islam sudah demikian benar, namun kenyataannya masih banyak orang yang kurang peka terhadap permasalahan sosial sekarang ini sehingga tatanan sosial menjadi kurang seimbang yang akhirnya terjadilah banyak kekacauan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, jual beli manusia dan lain sebagainya yang mungkin saja hal ini terjadi yang disebabkan salah satunya karena faktor kurang peduli terhadap permasalahan sosial ataupun pihak pemerintah belum mampu mengentaskan permasalahan pengangguran, juga bisa jadi karena orang yang miskin pun kurang memiliki mental yang positif apalagi saat ini dunia sedang terhegemoni oleh pemikiran barat yang sekular dan liberal. Sangat ironis memang jika sifat apatis terhadap sosial itu dimiliki oleh orang Islam.

Disisi lain seorang muslim mempunyai karakter dan kewajiban yang sama besarnya dengan hablum minallah yaituhablum minannas atau hubungan dirinya dengan sesama manusia. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang lebih kompleks, karena hubungan ini terjadi antara pihak yang satu dan lainnya yang bersifat relatif serta penuh dengan dinamika. Oleh karena itu perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk yang dibekali rasa, karsa, dan periksa, sehingga segala tindakanya selalu terpengaruh oleh ketiga hal tersebut.1[1]

Dalam hubunganya dengan sesama, seorang muslim mempunyai kewajiban untuk saling peduli. Hal tersebut dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal, seperti saling menolong, memberi, mengasihi dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataanya masih banyak muslim yang apatis terhadap tanggung jawab sosial tersebut. Padahal sejatinya sudah sangat jelas Islam juga mewajibkanya seperti perintah-perintah yang tercantum dalam al Qur’an dan Hadits Nabi.

Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai hadits-hadits tentang kepedulian sosial sebagai cara untuk mengetahui urgensi kepedulian sosial tersebut.. Diharapkan dengan hal ini kita sebagai seorang muslim akan lebih peka dengan realita sosial yang ada. Karena itu merupakan kewajiban kita sebagai hamba-Nya untuk saling mengasihi terhadap sesama.

B.       TEKS HADITS DAN TERJEMAHAN

Hadits yang berkaitan dengan Kepedulian Sosial

1.        Hadits Abu Hurairah tentang membuang duri di jalan

1

Page 7: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

�ل� : ك ص�د�ق�ة� ه� �ي ع�ل �اس� الن م�ن� س�الم�ى �ل� ك �م� ل و�س� ه� �ي ع�ل �ه الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� ة� ر� ي ه�ر� �بي أ ع�نف�ع� �ر ت و� أ ه�ا �ي ع�ل �ه� �ح م�ل ف�ت �ه� �ت د�اب ف�ي ج�ل� الر� �ع�ين� و�ت ص�د�ق�ة� ن� �ي ن االث ن� �ي ب �ع د�ل� ت ق�ال� م س� الش� ف�يه� �ع� �ط ل ت 7 �و م ي�م�يط� و�ت ص�د�ق�ة� الص�الة� �ل�ى إ يه�ا �م ش� ت خ�ط و�ة7 �ل� و�ك ص�د�ق�ة� �ة� <ب الط�ي �م�ة� �ل ك و�ال ق�ال� ص�د�ق�ة� �اع�ه� م�ت ه�ا �ي ع�ل �ه� ل

ص�د�ق�ة� الط�ر�يق� ع�ن� ) االذ�ى الزكاة( كتاب في مسلم أخرجه

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Setiap ruas tulang pada badan manusia wajib atasnya untuk sedekah pada setiap hari matahari terbit, kamu melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, kamu membantu orang yang menaiki kendaraan atau kamu mengangkat barang-barang untuknya kedalam kenderaan adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah kamu berjalan untuk menunaikan solat adalah sedekah dan kamu membuang perkara-perkara yang menyakiti di jalan adalah sedekah.”2[2]

2. Hadits Abu Hurairah tentang menolong orang lainب� �ر� ك م�ن Fة� ب �ر ك م�ؤ م�ن7 ع�ن �ف�س� ن م�ن �م� ل و�س� ه� �ي ع�ل �ه الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� ة� ر� ي ه�ر� �ي ب

� أ ع�ن�ا ي الد�ن ف�ي ه� �ي ع�ل �ه� الل ر� �س� ي ر7 م�ع س� ع�ل�ى ر� �س� ي و�م�ن �ام�ة� ق�ي ال � �و م ي ب� �ر� ك م�ن Fة� ب �ر ك ه� ع�ن �ه� الل �ف�س� ن �ا ي الد�ن

ف�ي د� ع�ب ال �ان� ك م�ا د� ع�ب ال ع�و ن� ف�ي �ه� و�الل ة� و�االخ�ر� �ا ي الد�ن ف�ي �ه� الل ه� �ر� ت س� �مFا ل م�س �ر� ت س� و�م�ن ة� و�االخ�ر�يه� �خ� أ ) ع�و ن� واالستغفار ( والتوبة الذكروالدعاء كتاب في مسلم أخرجه

Artinya : “Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda ; barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang mu’min dari kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahanya di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan orang dari kesusahan, maka Allah akan memudahkanya di dunia dan akhirat, dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Sungguh Allah akan menolong hamba-Nya selama dia menolong saudaranya.”

C.      ANALISIS HADITS

Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan, kami dari pemakalah menganalisis hadits – hadits diatas sebagai berikut :

Dalam hadits pertama di atas, dijelaskan bahwa setiap ruas tulang pada manusia harus disedekahi pada setiap matahari terbit, sebagai contoh sedekah pagi hari yaitu melaksanakan sholat dhuha. Selain itu setiap langkah kita dalam melaksanakan kebaikan juga termasuk sedekah.            Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang.            Duri dalam konotasi secara sekilas menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas, yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang

2

Page 8: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

dapat membahayakan pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial.

 Di samping hal tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa setiap muslim hendangkan jangan mencari kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan.

Selain itu dalam hadits pertama begitu jelas dapat kita pahami bahwa segala yang ada pada diri kita adalah sedekah. Kata sedekah sendiri berasal dari bahasa Arab, al shodaqoh. Kata ini diambil dari kata al shidq (benar) karena ini menunjukan kebenaran untuk Allah. Sedangkan menurut Al Jurjani sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk mengharap pahala Allah.3[3]

Namun maksudnya sedekah itu tidak hanya terbatas pada materi (harta) saja, namun bisa dilakukan dengan apapun yang kita punya. Dicontohkan pula oleh Nabi bahwa melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, senyum an dalah sedekah dan lain sebagainya. Maka karena begitu pentingnya sedekah, hingga seseorang belum bisa dikatakan kepada kebajikan yang sempurna sebelum menafkahkan sebagian hartanya yang dicintai. Berikut adalah beberapa manfaat dari sedekah :

1.      Sedekah adalah sebaik-baiknya harta investasi2.      Sedekah akan menjadi tameng dari api neraka3.      Sedekah akan menjadi tempat bernaung kelak di hari kiamat4.      Sedekah akan menjadi penghalang siksaan5.      Sedekah akan menjadi obat bagi yang sakit6.      Sedekah akan menghalau bencana7.      Sedekah akan memudahkan segala urusan8.      Sedekah akan mendatangkan rizki.4[4]

Berdasarkan uraian di atas, dapat di pastikan bahwa orang yang bersedekah pasti dicintai Allah, karena ia mengalahkan egonya yang memiliki watak cinta harta. Karena orang yang bersedekah lebih mementingkan cinta Tuhan daripada tabi’at dirinya, sehingga Allah memberinya rasa aman dari setiap hal yang menakutkan di akhirat.5[5]

Dapat kita pahami bersama bahwa sedekah merupakan suatu bentuk kepedulian sosial. Kerena dalam sedekah mendidik kita untuk saling memberi, menolong dan mengasihi terhadap sesama. Dalam Islam tentu sangat menganjurkan untu peduli terhadap sesama sebagai salah satu wujud habluminallah yang salah satu bentuknya adalah sedekah. Jadi sedekah mempunyai arti penting dalan kepedulian sosial.

Sedekah sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial sangan dianjurkan dalam Islam. Namun yang perlu dipahami bahwa kepedulian sosial tidak hanya dengan harta, bisa dengan

3

4

5

Page 9: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

apapun yang kita punya. Bahkan dalam hadits di atas sekedar berkata baik adalah sedekah yang artinya merupakan suatu bentuk kepedulian sosial. Sehingga jika dilandasi dengan niat yang ikhlas, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan baik di dunia ataupun di akhirat.

Dalam Hadits kedua mengajarkan kita untuk peduli dengan sesama muslim antara lain sebagai berikut :

1.    Melepaskan berbagai kesusahan orang mukmin            Melepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahaan yang diderita oleh saudarnya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin, sedangkan ia termasuk orang berkecukupan atau kaya, ia harus berusaha menolongnya dengan cara memberikan pekerjaan atau memberikan bantuan sesuai kemampuannya; jika saudaranya sakit, ia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan dokter atau memberikan bantuan uang alakadarnya guna meringankankan biaya pengobatannya; jika saudaranya dililit utang, ia berusaha untuk mencarikan jalan keluar, baik dengan memberikan bantuan agar utangnya cepat dilunasi, maupun sekedar memberikan arahan-arahan yang akan membantu saudaranya dalam mengatasi utangnya tersebut dan lain-lain.          Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT yang sangat disukai oleh-Nya dan Allah SWT pun akan memberikan pertolongannya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat.            Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesama orang mukmin karena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkannya.

2.     Melonggarkan kesusahan orang lain        Adakalanya suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau hanya dapat diselesaikan oleh yang bersangkutan. Terhadap masalah seperti itu, seorang mukmin ikut melonggarkannya atau memberikan pandangan dan jalan keluar, meskipun ia sendiri tidak terlibat secara langsung. Bahkan, dengan hanya mendengarkan keluhannya saja sudah cukup untuk mengurangi beban yang dihadapi olehnya.            Dengan demikian, melonggarkan kesusahann orang lain haruslah sesuai dengan kemampuan saja, dan bergantung kepada kesusahan apa yang sedang dialami oleh saudaranya seiman tersebut. Jika mampu meringankan kesusahannya dengan memberikan materi, berilah materi kepadanya. Dengan demikian, kesusahannya dapat berkurang, bahkan dapat teratasi. Namun jika tidak memiliki materi, berilah saran atau jalan keluar agar masalah yang dihadapinya cepat selesai. Bahkan jika tidak mempunyai idea tau saran, doakanlah agar kesusahannya dapat segera diatasi dengan pertolongan Allah SWT. Termasuk doa paling baik jika mendoakan orang lain dan orang yang didoakan tidak mengetahuinya.

3.  Menutupi aib seorang mukmin serta menjaga orang lain dari berbuat dosa            Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Apalagi jika ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aib atau rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengfan kejahatan yang dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, berarti ia telah menolong

Page 10: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

orang lain dalam hal kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Perbuatan seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam Islam.Sabda Nabi Muhammad SAW “Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim” maksudnya menutupi aib orang yang baik, bukan orang-orang yang telah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku dalam kaitannya dengan dosa yang telah terjadi dan telah berlalu.

      Namun apabila kita melihat suatu kemaksiatan dan sesorang sedang mengerjakannya maka wajib bersegera untuk mencegahnya dan menahannya. Jika dia tidak mampu, boleh baginya melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan muncul mafsadah (yang lebih besar).            Terhadap orang yang telah terang-terangan melakukan maksiat tidaklah perlu ditutup-tutupi karena menutup-nutupinya menyebabkan ia melakukan kerusakan dan bebas menganggu serta melanggar hal-hal yang ham dan akhirnya dapat menarik orang lain untuk melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Bahkan hendaknya ia melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan timbulnya mafsadah.

4.  Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba itu menolong saudaranya.            Jika telaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada saudaranya, pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah pun akan menolongnya, baik di dunia maupun di akhiratselama hamba-Nya mau menolong saudaranya. Dengan kata lain, ia telah menyelamatkan dirinya sendiri dari berbagai kesusahan dunia dan akhirat.         Maka orang yang suka menolong orang lain, misalnya dengan memberikan bantuan materi, hendaknya tidak merasa khawatir bahwa ia akan jatuh miskin atau ditimpa kesusahan. Sebaliknya, dia harus berpikir bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah miliki Allah SWT. Jika Dia bermaksud mengambilnya maka harta itu habis. Begitu juga jika Allah bermaksud menambahnya, maka seketika akan bertambah banyak.

D.      PENUTUP

1.      Simpulan

Sudah jelas hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa seorang muslim itu harus saling tolong-menolong dalam kebenaran dan kesabaran, selain itu hadits ini juga mengajarkan kepada kita agar peka terhadap problematika sosial yang muncul di hadapan kita sehingga jika kita meringankan beban orang lain maka pada hakikatnya kita telah meringankan beban kita sendiri .

Dijelaskan bahwa Setiap sendi tubuh badan manusia adalah sedekah. Dicontohkan pula ketika kita melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, kita membantu orang yang menaiki kendaraan atau kamu mengangkat barang-barang untuknya kedalam kendaraan adalah sedekah, kita berkata yang baik adalah sedekah, dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa sedekah sebagai wujud dari kepedulian sosial tidak harus dilakukan dengan harta atau materi, namun bisa dilakukan dengan apa saja. Prinsip itulah yang menandakan bahwa Islam tidak membeda-bedakan antara kaya dan miskin kaitanya untuk mendapat pahala.

Islam juga sangat mengapresiasi terhadap pemeluknya yang mempunyai kepedulian terhadap sesama. Bukti apresiasi itu adalah kebaikan Allah yang akan diberikan kepadanya

Page 11: Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah

baik di dunia ataupun di akhirat. Itulah janji Islam terhadap orang yang mau menolong sesama. Bahkan karena begitu pentingnya kepedulian sosial, Konsep tersebut menurut Islam adalah sebagai bentuk ketaqwaan dengan saling mengasihi terhadap sesama dengan berdasarkan aqidah Islam.

2.      Kata Penutup

Demikian makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin