Tanah Lot

4
Tanah Lot Tanah Lot sudah dikenal sebagai obyek wisata dari tahun 1970-an. Cuma pada saat itu infrastruktur penunjang yang sangat minim dan hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal pada hari-hari libur lokal seperti hari liburan sekolah, hari raya Galungan, Kuningan atau pada saat upacara di Pura Tanah Lot. Seiring berkembangnya sektor kepariwisataan Bali, dengan mengandalkan suasana Sunsetnya yang menawan Tanah Lot mengalami peningkatan pengunjung baik dari domestik maupun mancanegara. Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben 'akhirnya' menjadi pengikut Danghyang Nirartha. A. Sejarah Pura Tanah Lot Tanah Lot dalam bahasa Bali berarti “Tanah di tengah lautan”, kalau kita cermati posisi Pura Tanah Lot memang menjorok ke tengah laut. Pura ini berdiri di atas bongkahan batu karang, dimana alam telah membentuknya sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bentuk yang sangat indah dan unik. Menurut legenda masyarakat Bali, Tanah Lot berasal dari segumpal tanah yang dibawa oleh Putra Patih Gajahmada

description

tanah lot

Transcript of Tanah Lot

Page 1: Tanah Lot

Tanah Lot Tanah Lot sudah dikenal sebagai obyek wisata dari tahun 1970-an. Cuma pada saat itu infrastruktur penunjang yang sangat minim dan hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal pada hari-hari libur lokal seperti hari liburan sekolah, hari raya Galungan, Kuningan atau pada saat upacara di Pura Tanah Lot. Seiring berkembangnya sektor kepariwisataan Bali, dengan mengandalkan suasana Sunsetnya yang menawan Tanah Lot mengalami peningkatan pengunjung baik dari domestik maupun mancanegara. Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben 'akhirnya' menjadi pengikut Danghyang Nirartha.

A. Sejarah Pura Tanah Lot Tanah Lot dalam bahasa Bali berarti “Tanah di tengah lautan”, kalau kita cermati posisi Pura Tanah Lot memang menjorok ke tengah laut. Pura ini berdiri di atas bongkahan batu karang, dimana alam telah membentuknya sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bentuk yang sangat indah dan unik. Menurut legenda masyarakat Bali, Tanah Lot berasal dari segumpal tanah yang dibawa oleh Putra Patih Gajahmada yang terjatuh di tepi pantai. Diceritakan bahwa Patih Gajahmada dari Kerajaan Majapahit memerintahkan putranya untuk mengembara. Sang Patih memberinya bekal sebuah tempayan yang berisi tanah. Sang Patih berpesan agar putranya menaburkan tanah dalam tempayan tersebut sesampainya ia di sebuah daratan, niscaya tempat tersebut akan menjadi kekuasaannya. Akan tetapi, sebelum sampai ke daratan tempayan tersebut terjatuh dan tanahnya tumpah di tepi pantai. Tanah itulah yang kemudian menjadi Tanah Lot yang artinya tanah di tengah laut. Selain itu, ada pula cerita versi lain yang berkembang di masyarakat. Pada masa kerajaan majapahit di jawa timur, tersebutlah seorang bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Beliau di hormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran agama hindu dengan nama “dharma yatra”. Di lombok beliau disebut “tuan semeru” atau guru dari semeru, nama sebuah gunung di jawa timur. Pada waktu beliau datang ke bali untuk menjalankan misinya pada abad ke 15, yang berkuasa pada saat itu adalah raja dalem waturenggong yang menyambut beliau dengan sangat hormat. Beliau mengajarkan dan menyebarkan ajaran dharma sampai ke pelosok-pelosok pulau bali dan

Page 2: Tanah Lot

banyak membangun tempat-tempat suci untuk membangun dan meningkatkan kesadaran spiritual dan memperdalam ajaran-ajaran agama hindu. Disebutkan pada saat beliau menjalankan “dharma yatra” di rambut siwi, beliau melihat sinar suci dari arah tenggara dan mengikutinya sampai pada sumbernya yang ternyata adalah sebuah sumber mata air. Tidak jauh dari sumber mata air tersebut, beliau menemukan sebuah tempat yang sangat indah yang disebut “gili beo” ( gili artinya batu karang, beo artinya burung) jadi itu adalah sebuah batukarang besar berbentuk burung beo. Di tempat inilah beliau membangun tempat untuk bermeditasi dan melakukan pemujaan kepada dewa penguasa laut. Beliau mulai menyebarkan ajarannya kepada penduduk setempat, yaitu yang berada di desa beraban dimana desa tersebut di kepalai oleh seorang pemimpin suci yang disebut “bendesa beraban sakti”. Pada saat itu penduduk desa beraban menganut monotheisme. Dalam waktu singkat, ajaran dang hyang nirartha yaitu tentang agama hindu telah membuat para penduduk mulai meninggalkan ajaran monotheisme tersebut. Begitu pula sebagian kecil pengikut bendesa beraban mulai meninggalkannya, dan dia menyalahkan dang hyang nirartha atas hal tersebut. Kemudian dia mengumpulkan para pengikutnya yang masih setia dan memimpin mereka untuk mengusir dang hyang nirartha dari tempat tersebut. Dengan kekuatan spiritual yang dimiliki oleh dang hyang nirartha, beliau melindungi diri dari serangan bendesa beraban dengan memindahkan batukarang besar tersebut tempat beliau bermeditasi ke tengah lautan dan menciptakan banyak ular dengan selendangnya di sekitar batukarang sebagai pelindung dan penjaga tempat tersebut. Kemudian beliau memberi nama “ tengah lod ” yang berarti tanah di tengah lautan. Akhirnya bendesa beraban mengakui kesaktian dan kekuatan spritual dari dang hyang nirartha, dan dia mulai mempelajari ajaran-ajaran yang di ajarkan oleh orang suci tersebut, hingga menjadi pengikut setia dan ikut menyebarkan ajaran itu kepada para penduduknya untuk bergabung mengikuti kepercayaan tersebut. Sebelum pergi, beliau memberikan sebilah keris suci dan sakti yang dikenal dengan nama “ ki baru gajah ” kepada bendesa beraba. Saat ini keris tersebut distanakan di puri kediri yang sangat dikeramatkan oleh segenap masyarakat dan diupacarai setiap hari raya kuningan dengan berjalan kaki 11 km pulang pergi menuju pura luhur pakendungan yang berlokasi 300 meter dari pura luhur tanah lot. Upacara piodalan di pura tanah lot setiap 210 hari sekali yakni pada hari “ buda wage langkir ” sesuai penanggalan kalender Bali.

B. Lokasi Pura Tanah Lot Pura Tanah Lot ini terletak di Pantai Selatan Pulau Bali yaitu di wilayah kecamatan Kediri, Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan, yang pembangunannya erat kaitannya dengan perjalanan Danghyang Nirartha di Pulau Bali. Objek ini bisa ditempuh sekitar 45 menit dari kawasan Kuta. Di sini ada dua pura yang terletak di di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu, apabila air pasang pura ini akan kelihatan dikelilingi air laut dan satunya lagi, tepatnya di sebelah utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang terletak menjorok ke laut dan di atas tebing. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Sad Kahyangan yang digunakan untuk tempat pemujaan dewa - dewa penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset), biasanya para tamu akan datang pada sore hari untuk melihat melihat keindahan matahari tenggelam.