TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG …...dan diterapkan dalam pendidikan diberbagai...
Transcript of TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG …...dan diterapkan dalam pendidikan diberbagai...
TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG
METODE PEMBELAJARAN)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
Zain Fannani
NIM 107011001307
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
Zain Fannani – 107011001307
“TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG METODE PEMBELAJARAN)”
Dewasa ini banyak sekali metode dan pendekatan yang terus bermunculan dan diterapkan dalam pendidikan diberbagai bidang mata pelajaran. Tapi kemudian dalam metode pembelajaran tersebut, sedikit sekali yang bersumber dari al-Qur’an. Padahal al-Qur’an yang sudah diketahui umat Islam, merupakan pedoman segala aspek termasuk metode pembelajaran, misalnya surat an-Nahl/16 ayat 125. Ayat tersebut dipahami oleh ahli tafsir sebagai ayat yang terkait dengan dakwah. Di samping itu, ada beberapa tokoh pendidikan yang mengkaitkan ayat ini dalam dimensi metode pembelajaran, atas dasar itulah peneliti ingin menjadikan ayat tersebut sebagai landasan metode pembelajaran dengan cara melakukan penelitian.
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apasaja yang terkandung dalam al-Qur’an surat An-Nahl/16 ayat 125? Dan bagaimana penafsiran ahli tafsir terhadap metode pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an surat an-Nahl/16 ayat 125?. Dari rumusan masalah tersebut peneliti mengambil langkah untuk menganalisisnya atau menelitinya dengan mengetahui dan memahami metode pendidikan dalam al-Qur’an surat an-Nahl/16 ayat 125.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian Library Reserch dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam surat an-Nahl/16 ayat 125 terkandung tiga metode pendidikan, yakni; Hikmah, Mau’idzhah Hasanah dan Jidal. Hikmah merupakan ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang guru. Dengan alat berupa ilmu pengetahuan tersebut dia menjadi orang yang berhak untuk memberikan pembelajaran keagamaan kepada anak didik. Sementara Mau’idzhah Hasanah dan Jidal adalah metode yangt terbaik yang bisa digunakan sesuai situasi dan kebutuhan dalam mendidik. Dalam praktek pendidikan dewasa ini, materi ayat di atas bisa dikembangkan lagi menjadi beberapa metode, bahkan sampai tak terhitung, sesuai dengan siatuasi, kondisi dan kebutuhan yang ada.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan banyak nikmat kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama menyusun skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami. Namun, tidak sedikit pula pelajaran yang didapat, baik dengan
kesusahan maupun dengan kesenangan. Berkat kesungguhan hati, kerja keras, dan
motivasi, serta bantuan dari berbagai pihak, segala kesulitan dan hambatan
tersebut dapat diatasi. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulusnya kepada
ayahanda penulis H. Achmad Zaini dan ibunda tercinta Hj. Masroh (Almh) yang
dengan susah payah mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang
dan kesabaran hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kemudian kepada
kakak dan adikku tercinta (Ida Faridah, Syamsul Bahri, Zainal Arifin, Mawaddah
dan Ahda Syarifah) yang dengan penuh kasih sayang telah banyak memberi
dukungan dan mengisi hari-hari penulis dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
Dan juga tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Ibu Dr. Nurlena, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag dan ibu Marhamah, MA, Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Bapak Dr. Anshori, LAL, MA, Dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia memberikan dan meluangkan segenap waktu, tenaga, pikiran
serta kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan serta motivasinya
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
4. Segenap Dosen dan staf serta karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal
ilmu dan pengetahuannya selama penulis menjalankan perkuliahan.
5. Seluruh staf perpustakaan umum dan perpustakaan FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan bermacam-macam buku
ilmiah sehingga mempermudah penulis dalam mencari referensi.
6. Guru-guruku tercinta khususnya Ust. H. Ahmad Dimyati & Ust. H. Halimi
yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikirannya. Serta do’a dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat sekaligus guruku, Misbahuddin, S.Pdi, Azhari, Arif Subhan
Nasution, S.Pdi, Dedi Kurniawan, S.Pdi, Ahmad Zaenuddin, S.Pdi. Serta
kawan-kawanku Ahmad Zubair, S.Pdi, Irfan Fahmi, S.Pdi, Yani Al Qodri,
S.Pdi, Ahmad Fiqri Qureisyi, S.Pdi, Rocky Prabowo, M. Zainul Labib,
Abdul Aziz H.G, Ahmad Masruri, M. Syauqi, Rizki Edi Putra Tama,
Sulaiman (sule), Mujiburrahman dan lainya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih telah selalu membantu dan menjadi
penyemangat penulis.
8. Seluruh sahabat-sahabatku di PAI angkatan 2007/2008 teman senasib dan
seperjuangan terutama kelas PAI-D, yang telah banyak memberikan
pengalaman berharga kepada penulis tentang indahnya arti sebuah
kebersamaan dan persahabatan.
9. Teman-temanku di rumah serta remaja PRISMA Ketapang Dongkal dan
sahabat-sahabatku di kosan Cimandiri Cipayung Ciputat.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jualah penulis berharap dan berdo’a
semoga amal baik mereka yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi ini mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Âmîn yâ
Rabbal ‘Âlamîn.
Jakarta, 06 Mei 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................ 6 C. Pembatasan Masalah ....................................................... 6 D. Rumusan Masalah ........................................................... 6 E. Tujuan penelitian ............................................................ 7 F. Manfaat Penelitian ........................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Metode Pembelajaran ........................................................ 8 1. Definisi Metode dan Pembelajaran ............................. 8 2. Fungsi Metode Pembelajaran ...................................... 13
B. Dasar-Dasar Metode Pembelajaran ................................... 15 1. Dasar Relegius ............................................................ 15 2. Dasar Filsafat Islam..................................................... 16 3. Dasar Ilmu Pengetahuan ............................................. 17
C. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran ................................ 19 D. Macam-Macam Metode Pembelajaran ............................. 22
1. Metode Ceramah ........................................................ 23 2. Metode Diskusi .......................................................... 25 3. Metode Nasihat .......................................................... 25
E. Aplikasi Metode Pembelajaran ......................................... 28 F. Kajian Relevansi Terdahulu ............................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penulisan ............................................................. 32 1. Penelitian Tahlili ......................................................... 32 2. Sumber Data .............................................................. 33 3. Analisis Data .............................................................. 34
B. Prosedur Penelitian Tahlili ............................................... 34 C. Fokus Penelitian ............................................................... 35
v
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Surat An-Nahl .................................................. 36 1. Teks dan Terjemahan Surat An-Nahl Ayat 125 ........... 37 2. Makna Kosa Kata Surat An-Nahl Ayat 125 ................ 37 3. Asbabun Nuzul Surat An-Nahl Ayat 125 .................... 39 4. Munasabat Ayat ......................................................... 40 5. Tafsir Ayat Surat An-Nahl Ayat 125 .......................... 42
B. Metode Pembelajaran dalam Surat An-Nahl Ayat 125 ....... 45 1. Metode Hikmah (Perkataan Yang Bijak) ...................... 47 2. Metode Mau’idzhah Hasanah (Nasihat Yang Baik) .... 48 3. Metode Jidal (Debat) ................................................... 49
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 51 B. Saran ................................................................................ 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam pengertian yang sederhana dan umum adalah
sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-
potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat dan kebudayaan.1 Sedangkan menurut Freeman Butt
pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan
sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.2
Di samping itu, pendidikan dapat diartikan dengan proses
transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, agar ia
memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari
kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti dan pribadi yang
luhur.3
Menurut Ahmad D. Marimba, sebagaimana dikutip oleh Suwarno,
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.4
1 M. Djumransjah, Filsafat Pendidikan (Malang, Bayumedia Publishing, edisi kedua
cetakan pertama, 2006), h. 116 2 Ibid ..., h. 116 3 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2006), h.12-13 4 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 2
2
Selanjutnya menurut Mulyahadjar pendidikan adalah segala pengaruh
yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan
kepadanya agar mempunyai kemampuan.5
Pendidikan juga dapat diartikan bimbingan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.6
Dari pengertian di atas dapat digaris bawahi, bahwa dalam
pendidikan ada sebuah proses dan transformasi pengetahuan dari
pendidik terhadap peserta didik. Sehingga terjadi suatu perubahan ke arah
yang positif pada peserta didik, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomutorik.
Adapun tujuan pendidikan khususnya di Indonesia sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.7
Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan tidak berjalan sendirian,
ada hal lain yang sangat menunjang terhadap keberhasilan pendidikan, agar
kemudian tujuan pendidikan tercapai. Dengan kata lain, pendidikan
merupakan suatu sistem, antara sub sistem dangan yang lainnya saling
berkaitan.
Di antara sub sistem tersebut tersebut adalah metode. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, metode berarti: ”Cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.8
5 Mulyahadjar, redja, Pengantar Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001) hlm. 3 6 Zuhairini dan Abdul Ghafir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, (Malang: UM PRESS, Cetakan Pertama, 2004) h. 1 7 M. Djumransjah, Op.cit , h. 116 8 M. Djumransjah, Op.cit, h. 740
3
Dalam syair dikatakan bahwa "al- Thariqatu Ahammu Minal Mâdah"
maksudnya bahwa metode itu dianggap lebih penting dari pada
menguasai materi. Rasionalisasi dari pernyataan di atas adalah apabila
seorang pendidik menguasai banyak materi, namun tidak memahami
bagaimana materi tersebut bisa dididikkan ke peserta didik (tidak
menguasai metode), maka proses transformasi pewarisan nilai- nilai
pendidikan Islam sulit dicapai. Namun sebaliknya, apabila seorang
pendidik hanya menguasai sejumlah atau sedikit materi, tetapi menguasai
berbagai macam cara/ stratergi/ teknik pendidikan, maka dimungkinkan
peserta didik akan kreatif dalam mencari dan mengembangkan materi
sendiri dan tidak harus menerima dari pendidikannya.9 Jadi adanya metode
dalam dunia pendidikan sangat penting, agar pelaksanaan pendidikan berjalan
maksimal.
Dewasa ini banyak sekali metode dan pendekatan yang terus
bermunculan dan diterapkan dalam pendidikan diberbagai bidang mata
pelajaran. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan model pembelajaran KTSP
(kurikulum tingkat sataun pendidikan). Tapi kemudian dalam model
pembelajaran tersebut, banyak ragam dan macam metode pembelajaran.
Misalnya peneliti kutipkan dari bukunya Martinis Yamin10, dalam buku
tersebut b a n y a k metode-metode pembelajaran yang meliputi; metode
ceramah, demonstrasi dan eksperimen, tanya jawab, penampilan, diskusi,
studi mandiri, pembelajaran terprogram, latihan bersama teman, simulasi,
pemecahan masalah, studi kasus, insiden, praktikum, proyek, bermain peran,
seminar, simposium, tutorial, deduktif, induktif dan computer assisted
learning (CAL). Dari beberapa metode tersebut tidak ditemukan suatu
metode pembelajaran atau suatu istilah yang berasal dari Al-Qur’an.
Tentu banyak sekali objek yang bisa dijadikan bahan kajian untuk
menghasilkan metode pembelajaran, baik yang berasal dari akal pikiran
9 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN-MALANG
PRESS, Cetakan Pertama, 2008), h. 133 10 Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan,
(Jakarta: Gaung Persada Press, Cetakan Pertama, 2007), h. 152-170
4
manusia maupun dari sumber lain. Dan salah satu sumber yang utama itu
adalah Al-Qur’an, kitab suci pedoman umat Islam. Di dalamnya pasti
banyak menjelaskan metode pembelajaran. Tergantung pada kita, apakah
mampu menggalinya atau tidak?
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan
umat manusia di dunia ini. Dengan petunjuk Al-Qur'an, kehidupan manusia
akan berjalan dengan baik. Manakala mereka memiliki problem, maka
problem itu dapat terpecahkan sehingga ibarat penyakit akan ditemukan
obatnya dengan Al-Qur'an. Oleh karena itu, menjadi amat penting bagi kita
sebagai umat Islam untuk memahami Al-Qur'an dengan sebaik-baiknya
sehingga bisa kita gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan
sebenar-benarnya, Allah berfirman:
9:17 /(الإسراء( Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S Al-
Isra/ 17:9)11
89:16/(النحل( (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
11 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 385
5
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.(Q.S An-Nahl/ 16:89)12
Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
mengandung berbagai ragam metode pembelajaran yang bisa dijadikan
sebagai salah satu pilihan metode pembelajaran saat ini. Metode
pembelajaran yang sangat berharga dapat kita petik dari kisah nabi Musa
yang diperintahkan oleh Allah secara langsung untuk belajar kepada sang
guru pilihan Allah, yaitu Khidhir. Juga pembelajaran yang diberikan Luqman
al-Hakim kepada anaknya.
Peneliti sendiri tertarik untuk meleliti atau mengkaji surat an-Nahl ayat
125. Sebab peneliti menemukan di banyak buku yang menjelaskan
tentang dakwah, yang dapat dikatakan semuanya mengaitkan dengan ayat
ini (surat an-Nahl ayat 125. Padahal jika dikaji dalam konteks pendidikan
terkait dengan metodenya, tentunya ayat tersebut sangat menarik, lebih-
lebih pada saat ini perkembangan pendidikan khususnya pendidikan Islam
sudah ada signifikansi kemajuan yang luar biasa. Dalam beberapa buku
pendidikan Islam sebenarnya Surat an-Nahl ayat 125 sudah dijelaskan
terkait dengan metode pendidikan, hanya saja pembahasan tersebut masih
sangat sederhana dan sangat singkat.13
Sudah tidak diragukan lagi, bahwa Al-Qur’an mempunyai sumbangan
yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan bagi manusia. Ia juga
telah memberi banyak contoh yang bisa diambil sebagai bagian dari metode
pembelajaran. Umat Islam harus selalu berusaha menggali isi dan kandungan
Al-Qur’an tersebut sebagai upaya untuk memberikan pembelajaran kepada
peserta didik agar ide-ide yang ingin diberikan bisa diserap dengan mudah
sesuai yang diharapkan.
12 Ibid., h. 377 13 Sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Muzkkir, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) hlm. 189-190 dan dalam bukunya A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam . . . , h. 149
6
Dalam usaha menyukseskan setiap pendidikan, maka perlu ditopang
dengan berbagai metode dan strategi khusus. Untuk mendapatkan ragam
metode dan strategi tersebut, perlu kiranya selalu diadakan kajian-kajian
diberbagai tempat dan kesempatan, selalu dicari formula yang tepat sesuai
kebutuhan, situasi dan kondisi. Dan salah satu sarana yang menjadi obyek
kajian paling utama adalah al-Qur’an.
Dari pemaparan di atas, peneliti sangat tertarik untuk ikut mencari dan
menggali konsep metode pendidikan yang ada dalam salah satu ayat Al-
Qur’an, dengan sebuah penelitian berjudul “TAFSIR SURAT AN-NAHL
AYAT 125 (KAJIAN TENTANG METODE PEMBELAJARAN)".
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimanakah metode-metode dalam pembelajaran
2. Perbedaan metode pembelajaran yang terkandung dalam surat an-
Nahl/16 ayat 125 dan metode pembelajaran lainnya
3. Banyaknyamasyarakat dan kaum musliminyang tidak mengetahui
tentang tafsir surat an-Nahl/16 ayat 125
4. Bagaimanakah metode-metode pembelajaran yang terkandung dalam
surat an-Nahl/16 ayat 125
C. Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan pembahasan maka diperlukan pembatasan
masalah, maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi
sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran dalam surat an-Nahl/16 ayat 125
2. Penafsiran para mufassir dalam surat an-Nahl/16 ayat 125
D. Rumusan Masalah
7
Dari uraian di atas, ada permasalahan penting yang akan diungkap
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Metode pembelajaran apa sa ja yang terkandung dalam Al-Qur’an
surat an-Nahl/16 ayat 125?
2. Bagaimana penafsiran ahli tafsir terhadap metode pembelajaran yang
terkandung dalam Al-Qur’an surat an-Nahl/16 ayat 125?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak
dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui macam-macam metode pembelajaran yang
terkandung dalam Al-Qur’an surat an-Nahl/16 ayat 125.
2. Untuk mengetahui penafsiran ahli tafsir terhadap metode pembelajaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an surat an-Nahl/16 ayat 125?
F. Manfaat Penelitian Sedangkan mafaat yang hendak ingin penulis capai adalah sebagai
berikut:
1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi mereka yang membutuhkannya.
Peneliti yakin bahwa penelitian skripsi ini akan memberikan
sumbangan pemikiran yang sangat berharga.
2. Untuk mengembangkan kreatifitas potensi diri peneliti dalam
mencurahkan pemikiran ilmiyah lebih lanjut, dan untuk menambah
wawasan peneliti tentang ragam metode pendidikan.
3. Sebagai bahan untuk menambah khazanah bacaan Islam pada
perguruan tinggi, khususnya pada perguruan tinggi Islam dan
perguruan-perguruan tinggi lain yang intens dengan studi pendidikan
Islam.
4. Menambah perbendaharaan referensi di perpustakaan Universitas
Islam Negri Syarifhidayatullah Jakarta.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Metode Pembelajaran Dalam dunia pendidikan sebuah metode merupakan alat atau jalan
untuk mencapai sebuah pendidikan yang sempurna, karena tanpa adanya
metode sebaik apapun dan sesempurna apapun suatu kurikulum maka tidak
akan berjalan dengan semestinya dan sebuah pendidikanpun tidak akan
menjadi apa-apa. Untuk mencapai itu semua maka terciptalah sebuah metode
pendidikan, dimana penulis akan menjelaskan definisi dan fungsi dari metode
pendidikan.
1. Definisi Metode Pembelajaran
Untuk mendapatkan pengertian metode pembelajaran, penulis terlebih
dahulu akan mendefinisikan pengertian metode kemudian baru pengertian
pembelajaran. Dari kedua pengertian tersebut kemudian dikombinasikan
sehingga akan ditemukan pengertian metode pembelajaran. Karena metode
pembelajaran merupakan rangkaian dua kata yang memiliki kesatuan arti, dan
untuk dapat memahaminya harus dimengerti terlebih dahulu arti dari masing-
masing kata tersebut.
a. Definisi Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan
hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan
9
demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.1
Dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata.
Terkadang digunakan kata al-thariqah, manhaj, dan al-wasilah. Al-thariqah
berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan al-wasilah berarti perantara atau
mediator.2 Dan menurut Sholeh Abdul Azis sebagaimana dikutip Ramayulis,
bahwa metode dalam bahas Arab dikenal dengan istilah thuriquh yang
bebarti langkah-langkah stategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan.3
Sedangkan menurut istilah yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan
beraneka ragam. Diantaranya sebagai berikut:
1) Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara
atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.
2) Abd. Al-Rahman Ghunaiman mendefinisikan bahwa metode
adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan.4
b. Definisi Pembelajaran
secara etimologi istilah pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar”,
yang artinya “memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”. Sedangkan pembelajaran adalah
proses usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.5 Di indonesia pembelajaran sering sekali diistilahkan dengan
sebutan pedagogis. Dalam sejarah, istilah pedagogis diambil dari bahasa
Yunani “paedagogy” yang diartikan sebagai seorang anak yang pergi dan
pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Proses tersebut kemudian
dikenal dengan istilah “paedagogy”, sementara pelayan yang bertugas
1 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 143 2 Ibid, h. 144 3 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Penerbit Kalam Mulia, Cetakan ke Empat, 2005), h. 2 4 Ibid, h. 3 5 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2007), Edisi III, h. 263
10
mengantar dan menjemput anak tersebut dengan paedagogos.6 Selain istilah
paedagogis, pendidikan juga dikenal dengan istilah “education” yang berarti
“mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam atau memperbaiki moral dan
melatih intelektual”.7
Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita
harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam
bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam
bahsa Arabnya terambil dari kata “ یة ترب “ dengan kata kerjanya “ یربي –رب “
(mendidik).
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi.8
Dalam ayat Al-Qur’an kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut :
. . . )24:17/الاسراء( Artinya :
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Q.S. Al-Isra /17:24)9
Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga untuk
“Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh,
memelihara malah mencipta. Dalam ayat lain kata ini juga digunakan dalam
susunan sebagai berikut :
26:18/(الشعراء (
Artinya :
“Berkata (Fir’aun kepada Nabi Musa), bukankah kami telah
mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-
6 Zurinal Z & Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: Uin Press, 2006), h.1 7 Ibid, h. 2 8 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 25-26 9 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 387
11
kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.” (Q.S. Asy-
Syu’ara/26:18).10
Dalam Al-Qur’an, ditegaskan bahwa Allah adalah Rabbal ‘alamin dan
juga Rabbal Nas, artinya bahwa Allah pendidik bagi semesta alam dan juga
pendidik bagi manusia. Pengertia tersebut terambil, karena kata “rabba”
dalam arti Tuhan dan “rabba” dalam arti pendidik berasal dari kata yang
sama.11 Dengan demikian menurut Al-Qur’an bahwa alam dan manusia
mempunyai sifat tumbuh dan berkembang, dan yang mengatur itu semua
tidak lain kecuali Allah SWT.
Kata lain yang mengandung arti pendidikan itu ialah اد ب seperti
sabda Rasul :
(الحدیث) أدبني ربي فأحسن تأدیبي
Kata “ta’lim” dengan kata kerjanya “ ‘allama” juga sudah digunakan
pada zaman Nabi. Baik dalam Al-Qur’an, Hadist atau pemakaian sehari-hari,
kata ini lebih banyak digunakan dari pada kata “tarbiyah” tadi. Dari segi
bahasa, perbedaan dari arti kedua kata itu cukup jelas. Bandingkanlah
penggunaan dan arti kata berikut ini dengan kata “rabba”, “addaba”, “nasyaa”
dan lain-lain yang masih kita ungkapkan tadi.
Firman Allah :
31:2/قرة. . . (الب( Artinya
“Allah mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya...”.12
Firman-Nya lagi :
. . . . . . 16:27/(النمل( Artinya :
10 Ibid, h. 405 11 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke V h. 92
12 Kementerian Agama RI, Op.cit., h. 3
12
“Berkata (Sulaiman): Wahai manusia, telah diajarkan kepada kami
pengertian bunyi burung.”13
Kata “ ‘allama” pada kedua ayat tadi mengandung pengertian sekedar
memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan
kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi
Sulaiman melalui burung, atau membina kepribadian Adam melalui benda-
benda. Lain halnya dengan pengertian “rabba”, “addaba” dan sebangsanya
tadi. Disitu jelas terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan
sebagainya.14
Sedangkan secara terminologi pendidikan diartikan beragam dan berbeda-beda oleh para ahli pendidikan. Hal ini muncul atas dasar kajian dan orientasi yang berbeda tentang pendidikan. John Dewey misalnya, sebagaimana dikutip oleh Zurinal Z & Wahdi Sayuti menyebutkan, bahwa pendidikan merupakan suatu rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarah pada pengalaman berikutnya.15
Berbeda dengan Martimer J. Adler sebagaimana dikutip oleh H. M.
Arifin, bahwa pendidikan adalah sebuah proses dimana semua kemampuan
manusia (bakat) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan dan disempurnakan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik
dibuat oleh dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu
kebiasaan yang baik.16
Ahmad Tafsir mengartikan pendidikan sebagai pengembangan pribadi
dalam segala aspeknya. Yang dimaksud pengembangan pribadi adalah
mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan dan
pendidikan oleh orang lain (guru). Segala aspek artinya mencakup jasmani,
akal dan hati. Dengan kata lain pendidikan adalah bimbingan yang diberikan
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal.17
13 Kementerian Agama RI, Ibid., h. 532
14 Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 26-27 15Zurinal Z & Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan... h. 2 16M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1993), h. 11 17Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 26-27
13
Selanjutnya Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan dengan
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentukanya
kepribadian yang utama.18
Berdasarkan pengertian-pengertian pendidikan di atas dapat
disimpulkan, bahwa dalam perkembangannya, pendidikan mendapat
pemaknaan yang beragam namun secara subtansial memiliki kesamaan
pandangan tentang pendidikan yaitu sebuah proses terencana yang melibatkan
orang dewasa (pendidik) dan peserta didik dalam rangka pengembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan demi melestarikan nilai-nilai budaya
dan norma yang berkembang dimasyarakat.
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
metode pendidikan adalah alat atau cara atau strategi yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan pendidikan atau menguasai kompentensi tertentu
yang dirumuskan dalam suatu kurikulum. Agar kemudian tercapainya tujuan
pendidikan, seperti apa yang sudah direncanakan.
2. Fungsi Metode Pembelajaran
Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai
pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional
pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan
sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera dapat dilihat
bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan pada suatu tujuan kepada
obyek sasaran tersebut.19
Metode pendidikan secara umum dapat dikemukakan sebagai mediator
pelaksanaan operasional pendidikan. Secara khusus biasanya metodologi
pendidikan berhubungan dengan tujuan dan materi pendidikan dan juga
dengan kurikulum. Dengan bertolak pada dua pendekatan ini dapat dikatakan
18Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung:PT. Al-Ma’arif, 1989), Cet. VIII, h. 19 19 Abuddin Nata, Op.cit., h. 146
14
bahwa metode berfungsi mengantarkan pada suatu tujuan kepada obyek
sasaran tersebut.
Metode pendidikan harus mempertimbangkan kebutuhan, ketertarikan,
sifat dan kesungguhan para peserta didik dan juga harus memberikan
kesempatan untuk mengembangkan kekuatan intelektualnya. Pendidik dalam
memberikan pelajaran atau mendidik peserta didik harus bisa memberi
keleluasaan sehingga peserta didik dapat berperan aktif dalam proses belajar
mengajar.
Dalam menyampaikan materi pendidikan perlu ditetapkan metode yang
didasarkan kepada pandangan dan persepsi dalam menghadapi manusia
sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu, jasmani, akal, dan jiwa yang
diarahkan menjadi orang yang sempurna dengan memandang potensi individu
setiap peserta didik, oleh karena itu pendidik dituntut agar memahami aspek
psikologis dan karakter setiap peserta didik.
Dari sini jelaslah bahwa metode sangat berfungsi dalam menyampaikan
materi pendidikan. Tidak salah jika ada sebuah pernyataan yang menyebutkan
bahwa “metode lebih utama dari pada materi (al-taiqah aula min al-madah)”
disebabkan materi itu bagaikan raga yang harus digerakkan oleh jiwa. Tanpa
adanya penggerak yang membawa pada tujuan maka proses pendidikan tidak
akan tecapai secara maksimal.
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa fungsi metode
pendidikan adalah sebagai alat pembantu agar tercapainya suatu tujuan
pendidikan. Sebagaimana yang dikatan dalam bukunya Prof. Dr. H. Armai
Arief Fungsi alat pendidikan yaitu sebagai alat perlengkapan, pembantu
pencapaian tujuan, dan sebagai tujuan. Sedangkan penggunaan alat
pendidikan disesuaikan dengan kematangan anak didik dalam pennggunaan
alat tersebut dan masalah ruangan dan waktu.20
20 Armai Arief, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2010), h. 108
15
B. Dasar Dasar Metode Pembelajaran Metode pendidikan dalam penerapannya banyak menyangkut
permasalahan individu atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri,
sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan.
Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan alat atau jalan
menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh
seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan
tersebut.
Dalam konteks ini, metode pendidikan tidak terlepas dari dasar religius,
filsafat Islam, dan ilmu pengetahuan.
1. Dasar Religius
Pelaksanaan metode pendidikan yang dalam prakteknya banyak terjadi
di antara pendidik dan peserta didik dalam kehidupan masyarakat yang luas,
memberikan dampak yang besar terhadap kepribadian peserta didik. Oleh
karena itu, agama merupakan salah satu dasar metode pendidikan dan
pengajaran.21 Dan sebagai dasar metode pendidikan maka dasar relegius
terdiri dari beberapa bagian, diantaranya :
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok
yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui
ijtihad.22 Bagi setiap umat yang memeluk Islam sebagai agamanya
dianugerahkan soleh Allah sebuah kitab suci Al-Qur’an yang komprehensf
menjelaskan pokok-pokok ajaran yang meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia. Oleh kaarena itu, sudah barang tentu dasar pendidikan sebagai
bagian dari aspek kehidupan manusia adalah bersumber kepada Al-Qur’an.23
21 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu analisis Psikologis, (Jakarta: Al-Husna, 1986), h. 40 22 Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 19 23 Armai Arief, Op.cit., h. 36
16
Al-Qur’an merupakann dasar dan menjadi pedoman pokok dalam
kehidupan, termasuk membahas tentang pendidikan. Dalam Al-Qur’an
banyak sekali dalil-dalil yang berhubungan dengan pendidikan dan metode
pendidikan. Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran Islam, maka dengan
sendirinya metode pendidikan Islam harus merujuk pada Al-Qur’an.
Sehingga segala penggunaan dan pelaksanaan metode pendidikan tidak
menyimpang dari tujuan pendidikan itu sendiri.
b. Sunnah
Setelah Al-Qur’an dasar pendidikan juga menjadikan sunnah (yang
disebut juga Hadits) sebagai sumber pendidikan. Karena pada zaman Nabi
para sahabat selalu bertanya kepada Nabi tentang segala hal yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, dan menjadikannya sebagai landasan berfikir
mereka.
Dalam dunia pendidikan Sunnah mempunyai dua manfat pokok;
pertama, Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan
pendidikan Islam sesuai dengan konsep Al-Qur’an serta lebih merinci
penjelasan dalam Al-Qur’an. Kedua, Sunnah dapat menjadi contoh yang
tepat dalam penentuan metode pendidikan. Misalnya, kita dapat menjadikan
kehidupan Rasulullah SAW dengan para sahabat maupun anak-anaknya
sebagai sebagai sarana penanman keimanan.24 Oleh karena itu Sunnah
merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim.25
2. Filsafat Islam
Filsafat pendidikan merupakan titik permulaan dalam proses
pendidikan, juga menjadi tulang punggung kemana bagian-bagian yang lain
dalam pendidikan itu bergantung dari segi tujuan-tujuan pendidikan,
kurikulum, metodde mengajar, penilaian, administrasi, alat-alat mengajar
dan lain-lainnya lagi.26
Secara epistimologis, lahirnya agama dari wahyu melalui metode
ijtihad; lahirnya ilmu pengetahuan alam (sains) dari alam jagat raya terjadi 24 Armai Arief, Ibid., h. 39 25 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke 8, h. 21 26 Armai Arief, Loc.cit., h. 49
17
melalui metode penelitian eksperimen dan observasi; lahirnya ilmu sosial
dari fenomena sosial terjadi melalui metode penelitian lapangan; lahirnya
sastra dan seni dari intuisi terjadi melalui metode imajinasi dan kontemplasi;
lahirnya filsafat dari kemampuan berpikir terjadi melalui berpikir spekulatif,
sistematik, mendalam, radikal, dan universal; lahirnya ilmu tasawuf dan
ma’rif dan dzauq terjadi melalui riyadhah. Kemampuan berijtihad,
bereksperimen, penelitian lapangan, berimajinasi dan berkontemplasi,
berpikir secara mendalam dan sistematik, serta riyadhah berasal dari Allah
SWT. Manusia hanya mengunakan fasilitas yang diberikan Allah SWT.
Dengan demikian, secara epistimologis ilmu berasal dari Allah SWT.
Dengan filsafat ilmu pengetahuan yang sedemikian itu, maka akan
dijumpai pandangan, bahwa di dalam Islam tidak ada pemisahan antara ilmu
agama dan ilmu umum, antara ilmu yang berasal dari akal dan dari hati;
antara ilmu yang berasal dari eksperimen atau penelitian lapangan. Semua
itu tersebut pada hakikatnya dari Allah SWT. Pandangan tentang ilmu
pengetahuan ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar bagi penyusunan
visi, misi, tujuan, kurikulum, dan bahan ajar dalam kegiatan pendidikan.27
3. Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud dasar ilmu pengetahuan adalah dasar nilai guna dan
manfaat yang terdapat dalam setiap ilmu pengetahuan bagi kepentingan
pendidikan dan pengajaran. Dasar ilmu pengetahuan terdiri juga dari
beberapa bagian, diantaranya :
a. Ilmu Psikologi
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah
pemindahan nilai-nilai, ilmu dan keterampilan dari generasi tua ke generasi
muda untuk melanjutkan dan memelihara identitas masyarakat tersebut.
Dalam pemindahan nilai-nilai, ilmu, dan keterampilan inilah psikologi
memegang peranan yang sangat penting.28
27 Abuddin Nata, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 94-95 28 Armai Arief, Op.cit., h. 48
18
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala
kejiawaan, bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, serta sumber daya manusia lainnya.
Informasi tentang gejala-gejala kejiawaan tersebut diperlukan untuk
menentukan tingkat materi pendidikan yang perlu diberikan kepada peserta
didik, metode dan pendekatan yang akan digunakan, serta dalam
memotivasi mereka untuk meraih prestasi belajar mengajar.29
b. Ilmu Sosial
Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial, manusia
tentu saja mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial menurut
tingkan-tingkatannya.30 Banyak aspek sosial yang mempengaruhi baik dari
segi konsep, teori, dan pelaksanaannya. Dimensi-dimensi sosial yang
biasanya tercakup dalam aspek sosial ini adalah fungsi-fungsi sosial yang
dimainkan oleh pendidikan seperti pewarisan budaya yang dominan pada
kawasan-kawasan tertentu di suatu lembaga pendidikan, seperti sekolah,
faktor-faktor organisasi dari segi birokrasi, dan sistem pendidikan sendiri.31
Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala sosial
serta hubungannya antara satu gejala dengan gejala lain yang ada dalam
masyarakat.32 Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara
dua invidu , bahkan antara dua generasi, yang memungkinkan generasi
muda untuk mengembangkan diri. Kegiatan pendidikan atau belajar
mengajar memebutuhkan perhatian sosiologi, agar kegiatan pendidikan
semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan
pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
c. Sejarah
Sejarah dianggap sebagai salah satu faktor budaya yang paling penting
yang telah dan tetap mempengaruhi filsafat pendidikan, baik dalam tujuan
29 Abuddin nata, Loc.cit., h. 96 30 Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 22 31 Armai arief, Op.cit., h. 46 32 Abuddin Nata, Loc.cit., h. 97
19
maupun sistemnya pada masyarakat maupun juga kepribadian nasional.33
Dengan mempelajari sejarah, akan diketahui kemajuan dan kemunduran
sebuah kegiatan, untuk dijadikan bahan masukan dalam rangka
memprediksi dan merancang masa depan.34
d. Ilmu Ekonomi
Ekonomi dan pendidikan selalu bergandeng sejak zaman dahulu kala.
Ahli-ahli ekonomi sejak dahulu, begitu pula pencipta-pencipta sains telah
mengakui pentingnya peranan yang dimainkan oleh pendidikan dalam
pertumbuhan pengetahuan manusia belakangan ini untuk perkembangan
ekonomi. Namun baru belakangan ini suatu disiplin ilmu yang khusus untuk
itu diciptakan.
e. Ilmu Politik dan Administrasi
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang tujuan, cita-cita,
dan ideologi yang akan diperjuangkan, cara mendapatkan, mengelola,
menggunakan dan mempertahankan kekuasaan. Ilmu politik sangat
diperlukan untuk kegiatan pendidikan, karena akan memberikan jaminan
dan dukungan atas berlangsungnya kegiatan pendidikan, sesuai dengan cita-
cita dan ideologi yang ingin diperjuangkan. Sedangkan ilmu administrasi
ilmu yang mempelajari tentang cara merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, mengawasi, mengevaluasi dan memperbaiki sebuah
kegiatan. Ilmu ini diperlukan sebagai dasar bagi perencanaan berbagai aspek
yang terkait dengan pendidikan.
C. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, terdapat kosakata prinsip
dengan arti asas, kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak,
dan sebagainya.35 Dengan demikian kata prinsip menggambarkan sebagai
33 Armai Arief, Loc.cit., h. 45 34 Abuddin Nata, Loc.cit., h. 97 35 M. Dahlan dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target Press, 2003), h. 632
20
landasan operasional, dan dalam bahasa Inggris dapat ditemukan kata
principle yang diartikan asas, dasar, prinsip dan pendirian.
Prinsip merupakan pendirian utama yang dimiliki oleh masing-masing
individu, kelompok dan lain sebagainya. Dari pengertian tersebut sebuah
prinsip sangat dibutuhkan, terlebih lagi dalam metode pendidikan. Menurut
A. Fatah Yasin, prinsip dalam pendidikan islam sebagai berikut:
1. Motivasi. Penerapan metode diarahkan untuk memberikan dorongan
agar peserta didik aktif belajar dan mengikuti pelajaran.
2. Perhatian. Penerapan metode diarahkan untuk dapat membangkitkan
perhatian peserta didik agar tertarik terhadap persoalan-persoalan
yang disampaikan atau yang sedang dipelajari, melalui penerapan
metode tersebut.
3. Peragaan. Penerapan metode diarahkan untuk dapat memberi
kesempatan kepada peserta didiksupaya memeragakan atau
mendemonstrasikan perolehan.
4. Apresiasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai
sarana penghubung dengan apa yang pernah dikenal oleh peserta
didik sebelumnya, berkaitan dengan persoalan yang sedang dipelajari.
5. Individualitas. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadiakan
sebagai sarana penghubung dengan bakat dan karakter masing-
masing individu peserta didik.
6. Konsentrasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan
sebagai sarana yang bisa memusatkan daya konsentrasi peserta didik
pada persoalan yang sedamg dipelajari.
7. Kolerasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai
sarana yang bisa mengajak peserta didik agar dapat menghubungkan
mata pelajaran satu dengan yang lainnya.
8. Sosialisasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan
sebagai sarana yang dipakai oleh pendidik dalam memantau, menilai
dan merekam partisipasi aktif peserta didik dalam memahami,
menghayati, dan berprilaku dalam belajar.
21
Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Saibany, yang
penulis kutip dari bukunya Dr. Armai Arief. Prinsip metode pendidikan
sebagai berikut :
1. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya;
2. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum
pelaksanaan pendidikan.
3. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan, serta perubahan anak
didik.
4. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam anak didik.
5. Memperhatikan kepahaman, dan mengetahui hubungan-hubungan,
integrasi pengalaman dan kelanjutannya, kesalian, pembaharuan dan
kebebasan berfikir.
6. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang
menggembirakan bagi anak didik.
7. Menegakkan uswah hasanah.
Disamping beberapa prinsip di atas, masih ada lagi yang peneliti kutip
dari bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkir, yang tidak disebutkan
dalam bukunya A. Fatah Yasin. Beliau berdua menggunakan istilah asas.36
Peneliti sendiri memahami dalam kedua buku tersebut mempunyai maksud
dan tujuan yang sama. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas kebeasan, yaitu asas yang memberikan keleluasaan, keinginan
dan tindakan bagi peserta didik dengan dibatasi atas kebebasan yang
mengacau dna hal-hal yang bersifat negatif. Asas ini mengandung
tiga aspek, yaitu self-directendness, self-discipline, dan self-control.
Asas ini menyarankan membuat keputusan-keputusan tentang
tindakan seseorang didasarkan pada ukuran kebijakan, dan mampu
membuat pilihanberdasarkan nilai-nilai pribadi dan adanya
pengarahan diri sehingga sistem kontrol diri berkembang.
2. Asas lingkungan, asas yang menentukan metode dengan berpijak
pada pengaruh lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan. 36 M. Dahlan dkk, Op.cit., h. 632
22
Walaupun peserta didik lahir dengan berbekal pembawaan,
pembawaan itu masih bersifat umum yang harus dikembangkan
melalui interaksi lingkungan, sehingga pembawaan dan lingkungan
bukanlah hal yang tidak akan bersatu, tetapi saling membutuhkan
mengingat pembawaan merupakan batas-batas kemungkinan yang
dapat dicapai dari lingkungannya.
3. Asas globalisasi, asas sebagai akibat pengaruh psikologis totalitas,
yaitu peserta didik bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan,
tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, sosial dan
sebagainya.
4. Asas pusat-pusat minat, asas yang memperhatikan kecenderungan
jiwa yang tetap kejurusan satu hal yang berharga bagi seseorang.
Sesuatu berharga apabila sesuai dengan kebutuhan.
5. Asas keteladanan, pada fase-fase tertentu, peserta didik memiliki
kecendrungan belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah
laku orang disekitarnya, khususnya pada pendidik yang utama (orang
tua). Asas keteladanan efektif digunakan pada fase-fase ini, misalnya
kisah Qabil dalam mengebumikan Habil, adik yang telah
membunuhnya meniru contoh yang diberikan burung gagak dalam
mengubur gagak yang lain, di mana penguburan gagak tersebut
merupakan ilham dari Allah SWT. (Q.S. al-Maidah/5: 31)
6. Asas pembiasaan, asas yang memperhatikan kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan oleh peserta didik. Pembiasaan merupakan upaya
praktis dalam pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya
pembiasaan sendiri dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat
lupa dan lemah.
D. Macam-Macam Metode Pembelajaran Bila metode dikaitkan dengan pendidikan maka dapat diartikan sebagai
suatu cara yang terencana dengan baik yang dapat digunakan untuk mendidik
manusia, dengan harapan agar manusia memiliki akhlak yang baik sesuai
23
dengan nilai-nilai masyarakat dan agama, dan juga agar manusia tersebut
menjadi baik dan lebih baik lagi dari sebelumnya serta menambahnya
pengetahuan mereka akan ilmu.
Dengan beragamnya metode pendidikan dihaarapkan pendidik dapat
memilih metode yang sesuai dengan karakter peserta didiknya masing-
masing. Di samping itu pula, peserta didik diharapkan mampu berfikir logis
dan sehat serat sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pendidik,
sehingga tercapainya sebuah proses pendidikan yang sempurna. Adapun
jenis-jenis metode pendidikan yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar yang baik pada diri manusia terlebih pada peserta didik antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah dikenal juga sebagai metode kuliah karena umumnya
banyak dipakai di perguruan tinggi. Dan ada juga disebut orang methode
pidato/tabligh, karen disampaikan secara berpidato. Di dalam bahasa Inggris
disebiut lecturing methode atau telling methode. Istilah lecturing berasal dari
bahasa Yunani “Legire” yang berarti to teach = mengajar. Dari kata legire
ditimbulkan kata lecture yang artinya memberi kuliah dengan kata atau
ucapan. Dari kata lecture ditimbulkan kata lecturing yaitu cara penyajian
bahan-bahan dengan lisan. Istilah telling berasal dari kata “to tell” yang
artinya menyatakan sesuatu kepada orang lain dan akhirnya berarti
menyajikan keterangan-keterangan dan uraian-uraian kepada orang lain
sehingga ia mengerti apa yang disampaikan itu.37
Sejak zaman Rasulullah metode ceramah merupakan cara yang paling
awal yang dilakukan Rasulullah SAW. Dalam menyampaikan wahyu kepada
umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru
37 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), cet ke 1, h. 115
24
tampak lebih dominan. Sementara siswa lebih banyak pasif dan menerima apa
yang disampaikan oleh guru.38
Dalam sebuah Hadist Nabi SAW bersabda :
بلغوا عني " : وعن عبد االله بن عمرو بن العاص رضي االله عنھما أن النبي صلى االله علیھ وسلم قال
رواه ( ( " ولو آیة وحدثوا عن بني إسرائیل ولا حرج، ومن كذب علي متعمدا فلیتبوأ مقعده من النار
. ) ) البخاري
Artinya:
sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada
Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah
untuk menempati tempatnya dineraka. (HR. Bukhori.)"
hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :
3-2 :12/(يوسف(
Artinya :
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu
kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan
Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk
orang-orang yang belum mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)39
Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an
dengan memakai bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi
38 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 136 39 Kementerian Agama RI, Op.cit., h. 317
25
menyampaikan kepada para sahabat dengan jalan cerita dan ceramah. Metode
ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih dominan dipakai,
khususnya di sekolah-sekolah tradisional.
2. Metode Diskusi
Dalam pengertian yang umum,diskusi ialah suatu proses yang
melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling
berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tentu melalui cara
tukar menukar informasi (self maintenance), atau pemecahan masalah
(problem solving). Metode diskusi dalam pendidikan adalah suatu cara
penyajian/penyampaian bahan pelajaran, dimana guru memberikan
kesempatan kepada para siswa/kelompok-kelompok siswa untuk mengadakan
pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.40
Dengan demikian dapat disimpulakan, bahwa metode diskusi adalah
salah satu alternatif metode/cara yang dapat dipakai oleh seorang guru di
kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat
para siswa. Seiring dengan itu metode diskusi berfungsi sebagai rangsangan
agar murid berpikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai
persoalan-persoalan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh satu
jawaban atau satu cara saja, tetapi memerlukan ilmu pengetahuan yang
mampu mencari jalan terbaik.
Namun metode ini tidak selalu tepat, digunakan pada setiap pelajaran,
karena metode ini juga memiliki nilai positif dan negatif. Oleh karena itu
seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode ini sesuai dengan
situasi dan kondisi yang kondusif.
3. Metode Nasihat
Dalam bahasa Arab nasihat diungkapkan dengan mau’iżah yang artinya
memberi pelajaran akhlak terpuji serta memotivasi pelaksanaannya dan
40 Ramayulis, Op.cit., h. 127
26
menjelaskan akhlak tercela serta memperingatkannya atau meningkatkan
kebaikan dengan apa-apa yang melembutkan hati.41
Rasyid Ridha (1865-1935 M) menyatakan sebagaimana yang dikutip
oleh Tamyiz Burhanuddin bahwa mau’iżah adalah nasihat, peringatan atas
kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan
membangkitkan untuk mengamalkannya.42 Nasihat dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya yaitu bercerita, dialog, humor, perumpamaan,
memperagakan tangan, memperagakan gambar, dan amalan praktis.
Nasihat yang dituturkan oleh pendidik harus menggunakan bahasa yang
baik dan halus karena akan dapat melatih anak pada pemakaian bahasa yang
baik. Di samping itu pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa
dimata peserta didik. Bila dalam keluarga, maka orang tualah yang dipandang
sebagai orang yang paling berwibawa dan dihormati oleh anak. Anak akan
mendengarkan nasihat, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi
keteladanan/contoh yang baik.
Selanjutnya, hendaknya nasihat diberikan dengan jiwa yang ikhlas,
suci, hati terbuka serta akal yang bijak, agar nasihat tersebut akan lebih cepat
berpengaruh tanpa bimbang, bahkan dengan cepat akan tunduk kepada
kebenaran dan menerima hidayah Allah.
Muhammad Quţub dalam bukunya yang berjudul Manhaj Tarbiyah Al-
Islâ miyah yang diterjemahkan oleh Salman Harun menyebutkan bahwa
nasihat harus diberikan sesering mungkin kepada anak, karena dalam jiwa
seorang anak terdapat pembawaan yang biasanya belum tetap, sehingga
pemberian nasihat kepada anak harus diulang-ulang agar apa yang telah
diberikan dalam keluarganya tidak mudah luntur atau tepengaruh oleh
lingkungan barunya.43
41 M. Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h. 92 42 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren Pandangan K.H Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001), h. 57 43 Muhammad Qutub, Manhaj Tarbiyah Al-Islamiyah, terj. Sistem Pendidikan Islam, oleh Salman Harun, (Bandung: PT. Maarif, 1988), Cet. II, h. 334
27
Menurut‘Abdullah Nasih Ulwan, kebanyakan ayat-ayat di dalam Al-
Quran selalu menonjolkan metode pemberian nasihat sebagai dasar dakwah,
jalan menuju perbaikan individu dan memberi petunjuk kepada berbagai
kelompok.44 Adapun contoh ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
nasihat di antaranya adalah sebagai berikut:
79:7/(الاعراف(
Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku
Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku
telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang
yang memberi nasehat". (Q.S. Al-A’raf/7:79)45
Pada ayat ini disebutkan bahwa nasihat diberikan kepada satu kaum
yang terlihat melanggar perintah Allah. Kaum tersebut terkena bencana
karena tidak mengindahkan nasihat tersebut. Pada umumnya nasihat
diberikan pada orang-orang yang menyimpang. Jika nasihat ini dikaitkan
dengan dengan metode, maka menurut Al-Quran, metode ini hanya diberikan
kepada mereka yang melanggar peraturan. Dengan demikian metode nasihat
tampaknya lebih ditunjukan kepada peserta didik yang melanggar peraturan.
Selanjutnya nasihat juga menunjukan adanya perbedaan antara yang
memberi nasihat dengan yang menerima nasihat, yaitu pemberi nasihat
sebaiknya berada pada posisi lebih tinggi dibanding yang menerima nasihat.
Jika nasihat tersebut datang dari bawahan atau dari orang yang tidak disukai,
maka sangat mungkin nasihat tidak akan banyak berpengaruh atau berarti.
Berbeda bila nasihat datang dari orang yang di atasnya dan orang yang
disukainya, mereka justru datang meminta nasihat atau lebih senang
dinasihati.
44 ‘Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Tarbiyatul Aulad fi Al-Islam, terj. Pendidikan Anak dalam Islam, oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet. I, h.71 45 Kementerian Agama RI, Op.cit., h. 215
28
E. Aplikasi Metode Pembelajaran
Seorang guru dituntut untuk dapat mengembangkan program
pendidikan yang optimal, sehingga terwujud proses pendidikan dan
pembelajaran yang efektif dan efisien. Belajar merupakan proses yang sangat
penting dilakukan siswa, karena tanpa adanya hasil belajar yang memadai
mereka akan kesulitan dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
masyarakat.
Suatu metode dapat dikatakan efektif jika prestasi belajar yang
diinginkan dapat dicapai dengan penggunaan metode yang tepat pula.
Maksudnya dengan memakai metode tertentu maka akan didapatkan hasil
prestasi belajar yang lebih baik. Hasil pembelajaran yang baik haruslah
bersifat menyeluruh, artinya bukan hanya sekedar penguasaan pengetahuan
semata-mata, tetapi juga tampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku
secara terpadu. Perubahan ini sudah barang tentu harus dapat dilihat dan
diamati, bersifat khusus dan operasional, dalam arti mudah diukur.
Agar metode yang digunakan dalam suatu pembelajaran bisa lebih
efektif maka seorang guru harus mampu melihat situasi dan kondisi peserta
didik, termasuk perangkat pendidikan. Proses kegiatan belajar mengajar
untuk peserta didik yang berkemampuan sedang, tentu berbeda penggunan
metodenya dengan peserta didik yang lebih pandai.
Metode ceramah misalnya, akan menjadi kurang efektif apabila
digunakan di dalam ruang kelas yang jumlah peserta didiknya banyak. Karena
berbagai alasan, seperti sebagian dari mereka kurang memperhatikan
pembicaraan guru, mengobrol dengan teman sebangkunya, dan guru juga
kurang optimal dalam mengawasi peserta didik.
Kiat untuk mengoptimalkan proses pendidikan diawali dengan
perbaikan rancangan pembelajaran. Namun perlu ditegaskan bahwa
bagaimanapun canggihnya suatu rancangan pendidikan, hal itu bukan satu-
satunya faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan. Akan
29
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa proses pendidikan tidak akan berhasil
tanpa rancangan pendidikan yang berkualitas.
Untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas dan mampu
menghadapi perkembangan zaman maka kebutuhan pembaharuan dalam
metode pendidikan merupakan suatu keharusan. Kualitas pendidikan dapat
dilihat dari proses dann dari segi hasil. Dari segi proses pendidikan dapat
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh atau setidak-tidaknya
sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial
dalam proses pendidikan, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi dan semangat serta percaya pada diri sendiri.
Sedang dari segi hasil, proses pendidikan dikatakan berhasil apabila
terjadi perubahan yang positif dari peserta didik seluruhnya atau setidak-
tidaknya sebagian besar (75%).46 Sutau proses belajar mengajar yang efektif
dan bermakna akan berlangsung apabila dapat memberikan keberhasilan bagi
siswa maupun guru itu sendiri.47
Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan bekerja secara profesional,
mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktif metodik yang
berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien), artinya guru dapat
merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran aktif.48
Jadi kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas pengujian, penjelasan,
dan pengaturan unsur-unsur belajar dengan memperhatikan metode-metode
pendidikan dan efektifitasnya yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
peserta didik secara individual. Karena pada dasarnya setiap anak belajar
tidak secara kelompok, akan tetapi secara individual, menurut caranya
masing-masing meskipun berada dalam satu kelompok atau satu kelas.
Tidak ada metode yang jelek atau metode yang baik. Dengan kata lain,
kita tidak dapat mengatakan dengan penuh kepastian bahwa metode inilah
46 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 102 47 Depdikbud, Dedaktik Metodik Umum, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar, 2004), h. 40 48 Dimyati Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 117-118
30
yang paling efektif dan metode itulah yang paling buruk, karen hal ini amat
bergantung pada berbagai faktor. Yang penting diperhatikan guru dalam
menetapkan metode adalah mengetahui batas-batas kebaikan dan kelemahan
metode yang akan dipakainya, sehingga memungkinkannya untuk
merumuskan kesimpulan mengenai hasil penilaian/pencapaian tujuan dari
putusannya itu. Hal itu dapat diketahui dari ciri-ciri umum, peranan dan
manfaatnya yang terdapat pada setiap metode, yang membedakan metode
yang satu dengan metode yang lainnya.49
F. Kajian Relevansi Terdahulu
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis
lakukan adalah sebagai berikut:
“Metode Dakwah Dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Menurut Pandangan
DR. Yusuf Qardawi”, ditulis oleh Alamsyah NIM. 106011000065 mahasiswa
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2006, dengan hasil penelitian bahwa:
1. Satu ayat yang memuat sandaran dasar dan fundamen pokok bagi
metode dakwah dan DR. Yusuf Qardhawi memandangnya sebagai
prinsip-prinsip metode dakwah yang ideal.
2. Metode bil hikmah dilakukan dengan cara bijaksana dengan
pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif. Metode
mau’idzatul hasanah dakwah yang dilakukan dengan uraian yang
menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Metode mujadalah
berdiskusi dengan cara yang terbaik.
Dari kajian yang relevan di atas, skripsi tersebut menggunakan
paradigma teori dakwah yang dikaji dari pendapat Yusuf Qardawi, yang
terdapat di dalam surat an-Nahl ayat 125. Sedangkan penulis lebih
49 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 139
31
memfokuskan penelitian ini dipandang dari sudut paradigma teori pendidikan
yang terkandung di dalam surat an-Nahl ayat 125.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penulisan
Dalam penelitian, metode merupakan suatu hal yang sangat penting,
karena dengan metode yang baik dan benar akan memungkinkan tercapainya
sesuatu tujuan penelitian. Adapun proses yang ditempuh dalam penelitian ini
yaitu :
1. Penelitian Tahlili
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan hermeneutic, merupakan suatu metode
penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah ke
analisis konteks, untuk kemudian “menarik” makna yang didapat ke dalam
ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.
Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian Al-Qur’an,
maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaimana teks Al-
Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan,
dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.
Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah metode tahlili. Metode
tahlili adalah metode yang menggunakan makna yang dikandung oleh Al-
33
Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai urutannya di dalam
mushaf. Pada metode tahlili ini, penulis menggunakan jenis tafsir bil Ma’tsuri
yaitu menafsirkan ayat-ayat lain, dengan sunnah nabi SAW, dengan pendapat
sahabat nabi SAW, dan dengan perkataan tabi’in.
Uraian tersebut mencakup berbagai aspek yang terkandung dalam ayat
yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar
belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik sebelum
maupun sesudahnya. Dan tak ketinggalan pula pendapat yang telah diberikan
berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh
nabi, sahabat, para tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya.1
Selain itu, langkah metodis dalam penyusunan penelitian karya ilmiah
ini menggunakan pendekatan yang bersifat deskritip-analisis. Menurut
Whitey, sebagaimana yang dikutip oleh Nazir, yang dimaksud dengan metode
deskritif adalah:
Perencanaan fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskritif
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena.2
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber primer yaitu hasil penelitian-penelitian atau tulisan-tulisan
karya peneliti atau teoritis yang orsinil, dalam hal ini sumber data primer
yang digunakan adalah kitab-kitab tafsir baik klasik maupun kontemporer
yang membahas tentang surat an-Nahl ayat 125, diantaranya adalah tafsir
1Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Pustaka Pelajar,1998), cet. 1. h.
31 2Moh.Nazir, , Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999), cet. IV, h. 63-64
34
al-Misbah, yaitu mengemukakan petunjuk ayat-ayat dalam bahasa yang
mudah dimengerti dan indah didengar sehingga memudahkan untuk
dianalisa dan diambil kesimpulannya. Kamus arab, yaitu mengartikan
ayat dengan kosa kata untuk mempermudah secara terperinci. Tafsir al-
Maraghi yaitu dibahas arti perkata yang asing, serta memberikan
penjelasan secara terperinci, sehingga memudahkan dalam pengertiannya,
Tafsir Al-Azhar yang berisi padat dan jelas, dan Hasyiah Ash-Shawi
b. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan
dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung
melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang ia
deskripsikan. Dengan kata lain penulis tersebut bukan penemu teori.
Adapun sumber data sekunder yang menjadi pendukung ialah buku-buku
tentang teori-teori dan metode pembelajaran, diantaranya adalah Ilmu
Pendidikan Islam, Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang
Pendidikan, Filsafat Pendidikan Islam, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, dan buku-buku pendukung lainnya.
3. Analisis Data
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan
analisis data (content analysis) yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh
para mufasir dalam menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an dari berbagai
seginya dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebaimana yang
tercantum di dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang
akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafadz yang terdapat di dalamnya.
Kemudian ayat-ayat yang ditafsirkan itu dideskripsikan dan dianalisa secara
jelas, sehingga dapat diambil kesimpulan.
B. Prosedur Penelitian Tahlili
Dalam metode ini, para mufasir menguraikan maknanya yang
dikandung oleh Al-qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah, sesuai
35
dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai
aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata,
konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannnya dengan ayat yang
lain, baik sebelum maupun sesudahnya, dan tak ketinggalan pendapat-
pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut,
baik yang disampaikan oleh nabi, sahabat, para tabi’in maupun tafsir lainnya.3
C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut
fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum”.4 Dengan
melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang terdapat
dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini.
Adapun fokus penelitian tersebut adalah mengenai metode pembelajaran yang
terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125. Jadi dalam penelitian ini
penulis bermaksud mencari macam-macam metode pembelajaran yang
terkandung dalam ayat tersebut, dengan mencari data-data dan sumber-
sumber yang membahas mengenai ayat 125 dalam surat An-Nahl.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik ini termasuk penelitian kepustakaan. Oleh karena itu teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data literer
yaitu bahan-bahan pustaka yang koheren dengan objek pembahasan yang
dimaksud.5
3 Dr.nasruddin Baidan, Metodiologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.31
4Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
alfabeta, 2008),cet. IV, h. 285-286. 5Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta,1990), h.24.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Surat An-Nahl Surat ini terdiri atas 128 ayat, termasuk golongan surat-
suratMakkiyyah. Surat ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah karena di
dalamnya, terdapat firman Allah SWT. Ayat 68 yang artinya : “Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah”. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak
memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara
madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Qur’an Al-Karim. Madu berasal
dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-
macam penyakit manusia (lihat ayat 69). Sedang Al-Qur’an mengandung inti
sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi-Nabi zaman dahulu
ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang
masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surat ini dinamakan
pula “An-Ni’am” artinya nikmat-nikmat, karena di dalamnya Allah
menyebutkan pelbagai macam nikmat untuk hamba-hamba-Nya.1
Surat An-Nahl juga mengandung keterangan tentang sifat-sifat orang
musyrikin, dan tingkah laku mereka, serta tantangan mereka terhadap
kebenaran hari kiamat dan kerasulan Muhammad SAW., kemudian Allah
SWT. Menyebutkan peringatan-peringatan-Nya kepada mereka dan azab
yang mereka alami sebagai akibat dari sifat pernuatan mereka itu. Dalam
surat ini , Allah menunjukkan ke Esaan-Nya seraya memaparkan nikmat-
1 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz XII-XIV, cet. II, h. 214
37
nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dan surat ini memuat
juga hukum-hukum dan ajaran-ajaran tentang akhlak.
1. Teks dan Terjemahan Surat An-Nahl Ayat 125
125:16/(النحل(
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.(Q.S. An-Nahl/16:125)2
2. Makna Kosa Kata Surat An-Nahl Ayat 125
Berasal dari kata ( ,yang berarti menyeru ( ةدعو - وعید – دعا
memanggil, mengajak, menjamu. ( ى دعا إل ) Artinya mengajak (kepada). ( ( داع
yang mendoa’a, yang menyeru, yang memanggil. ( دعوة ) seruan, ajakan,
panggilan. ( داع ) yang mengajak.3 Maksud dari kata ini adalah ajakan atau
seruan yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. dari Allah SWT.
untuk mengajak umat manusia kejalan yang ditunjukkan oleh Allah SWT.,
yakni ajaran Islam.
berasal dari kata ( ـ سبل سبیل ج ) yang berarti jalan raya. ( ابن
) .orang berjalan, musafir (السبیل سبیل اللھ ) perjuangan, menuntut ilmu,
2 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., h. 421 3 Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990), h. 127,
bab د
38
kebaikan-kebaikan yang disuruh Allah. رب berasal dari kata ( ربا –یرب –رب
) yang berarti mengasuh, memimpin. ( أرباب رب جـ) Tuhan, tuan, yang punya.
( رب العالمین ) Tuhan (pendidik) seluruh alam.4 Jadi yang dimaksud kalimat
disini ialah kembali kejalan Allah SWT. Yakni kembali ke
agama Allah SWT. sebagaimana yang diserukan oleh Nabi Muhammad
SAW.
Dalam bukunya Quraisy Syihab dikatakan:
Nabi Mumahammad saw. yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim as. sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajak siapa pun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran Bapak para Nabi dan Pengundang Tauhid itu. Ayat ini menyatakan: Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeruu semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam.5
berasal dari kata ( حكما –یحكم –حكم ) yang berarti memerintah,
menghukum. ( حكمة جـ حكم) mengetahui yang benar, kata hikmah.6 Yang
dimaksud dengan kata hikmah di sini adalah sebagai sesuatu yang apabila
digunakan akan mendatangkan kemudahan dan keselamatan, setrta
mengalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar.
berasal dari kata ( عظة –وعظا –یعظ –وعظ ) yang
artinya menasihati, mengajarinya. ( اتعظ ) menerima nasihat, pengajaran. ( وعظ
) khutbah, nasihat, ucapan. ( عظة جـ عظات ) perkataan nasihat, pengajaran (
وعاظ واعظ جـ ) yang memberi nasihat ( جـ مواعظ موعظة ) pengajaran, nasihat.
berasal dari kata ( ) .yang berarti baik, bagus ( حسنا – یحسن –حسن –حسن
4 Ibid., h. 162 & 136, bab س & ر 5 6 Ibid., h. 106-107, bab ح
39
) membaguskan(أحسن حسن جـ حسان ) yang baik, yang cantik ( حسناتة جـ حسن )
perbuatan yang baik, kebaikan.7
berasal dari kata ( جدالا –مجادلة –جادل )yang berarti berbantah,
berdebat ( جدال ) perbantahan, perdebatan.8
berasal dari kata ( حسنا –یحسن –حسن ) yang berarti baik, bagus. (
أحسن –حسن )membaguskan ( حسن جـ حسان ) yang baik, yang cantik ( حسنة جـ
) perbuatan yang baik, kebaikan (حسنات أحسن جـ أحاسن yang lebih bagus.9 حسنى (
3. Ababun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya) Surat An-Nahl Ayat 125
Menegenai asbabun nuzul surat an-nahl ayat 125, penulis tidak dapat
menemukannya dibeberapa kitab tafsir yang penulis kaji. Seperti: Tafsir Al-
Misbah, tafsir Ash-Shawi dan beberapa buku yang penulis kaji lainnya.
Dengan itu penulis menyimpulkan bahwa tidak ada asbabun nuzul pada ayat
ini, akan tetapi penulis menemukan asbabbun nuzul pada ayat setelahnya,
yaitu surat an-nahl ayat 126. Adapun asbabun nuzul surat An-Nahl ayat 126
adalah bahwa ayat ini turun berkenaan dengan gugurnya paman Nabi SAW.,
Hamzah Ibnu ‘Abdul Mutholib ra., dalam perang Uhud dan dalam keadaan
yang sangat mengenaskan. Hidung dan telinga beliau dipotong, perutnya
dibelah, jantungnya diambil lalu dikunyah. Ketika Nabi SAW. melihat
kesudahan yang sangat mengerikan itu, beliau bersabda, “semoga rahmat
Allah tercurah padamu. Sesungguhnya engkau banyak sekali melakukan
kebajikan, serta selalu bersilaturahim. Seandainya Shafiyah tidak bersedih,
niscaya engkau kubiarkan agar engkau dibangkitkan Allah dalam rongga
sekian banyak (makhluk-Nya). Demi Allah, kalau aku berhasil mengalahkan
mereka (kaum musyrikin yang memperlakukan Sayyidina Hamzah dengan
kejam), niscaya aku akan membalas keguguranmu dengan menewaskan tujuh
7 Ibid., h. 502 & 103, bab و & ح 8 Ibid., h. 85, bab ج 9 Ibid., h. 103, bab ح
40
puluh orang di antara mereka.” Sementara sahabat menambah, “kita
melakukan lebih daripada apa yang mereka lakukan” (HR. Ahmad dan at-
Tarmidzi melalui Ubay Ibnu Ka’ab).
Hadits di atas dijadikan dasar oleh sementara ulama untuk menyatakan
bahwa ayat-ayat di atas turun setelah Nabi SAW. berhijrah karena perang
Uhud terjadi di Madinah setelah tahun ketiga Hijrah.
4. Munasabat Ayat Dalam ayat sebelumnya, Allah SWT. menerangkan tentang Nabi
Ibrahim a.s sebagai pemimpin yanhg memiliki sifat-sifat mulia, penganut
agama tauhid dan penegak ketauhidan.
Setelah Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk
mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, lalu Allah menerangkan suatu hal yang harus
diikuti oleh Nbi Muhammad SAW, yaitu menyeru manusia kepada Allah
dengan tiga cara tersebut: hikmah, mauidhah hasanah, dan mujadalah dengan
cara yang terbaik. Seruan kepada agama dan syari’at Allah itu harus
dilakukan dengan lemah lembut.
Ayat ini (surat An-Nahl ayat 125) juga menjadi sebagai penjelas bagi
ayat sebelumya, yaitu supaya mengikuti seruan Nabi Ibrahim. Yang
dimaksud mengikuti seruan Nabi Ibrahim adalah menetapi agama Islam,
karena agama Islam didasarkan pada ajaran-ajaran yang lurus sebagaimana
ajaran Nabi Ibrahim.10
Lalu Allah memerintahkan untuk selalu berbuat adil dan sabar terhadap
segala beban dan musibah. Sabar merupakan kunci keberhasilan.11 Allah
memerintahkan untuk berbuat adil, tepat dalam memberi hukuman atau
siksaan, seimbang dalam memenuhi hak dan kewajiban, karena terkadang
seruan itu juga bisa menimbulkan kebencian bagi orang lain, memunculkan
10 Muhammad At-Thahrir ibn Asyur, Tafsir At-Thahriri Wat Tanwir, (Libanon: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiah, 1990), cet. I, juzz XII, h. 325 11 Muhammad At-Thahrir ibn Asyur, Tafsir At-Thahriri ..., h. 325
41
pertikaian dan peperangan, maka Allah berfirman dalam ayat berikutnya,12
(surat An-Nahl ayat 126) :
)126:16/(النحلArtinya :
Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan
yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika
kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
sabar. (Q.S. An-Nahl/16:126)
Maksudnya adalah kaum muslimin disuruh memberi sangsi atau
hukuman kepada orang-orang yang berbuat salah sesuai dengan kadar
kesalahannya tanpa menambahi atau mengurangi. Memberi sangsi yang lebih
dari nilai kesalahan adalah perbuatan dzholim yang tidak disukai oleh Allah
SWT.
Dalam ayat ini (surat An-Nahl ayat 126) Allah SWT. menegaskan
kepada kaum muslimin yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad
SAW. dalam menyebarkan agama Islam, tentang sikap yang harus menjadi
pegangan mereka jika mereka menghadapi permusuhan.
Pedoman yang diberikan oleh Allah pada ayat yang lalu adalah
pedoman dalam menyeru dengan lisan. Seruan berjalan dalam tenang dan
damai. Tetapi jika seruan itu mendapat tantangan yang keras, misalnya
berupa siksaan atau pembunuhan, maka Islam menetapkan sikap tegas untuk
menghadapi keadaan seperti itu.
Adapun cara yang diberikan Allah dalam ayat ini adalah :
a. Membalas dengan balasan yang setimpal atau sesuai dengan
penganiayan yang telah diterima. Tidaklah dibenarkan oleh agama
melakukan pembalsan atau hukuman melebihi dengan apa yang telah
diterima, karena tindakan tersebut merupakan kedzaliman.
12 Wahbah al-Zuhaily, Tafsir Munir, (Libanon: Dar al-Fikr, 1994), juz. XIII, h. 269
42
b. Menerima tindakan permusuhan atau penganiayaan tersebut dengan
hati yang sabar dan memaafkan kesalahan itu bilamana sikap sabar dan
sifat pemaaf itu dapat memberikan pengaruh yang baik.13
5. Pendapat Para Mufassir Tentang Surat An-Nahl Ayat 125
125:16/(النحل (
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.(Q.S. An-Nahl/16:125)14
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga
macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah.
Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan
menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata
bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam,
diperintahkan menerapkan mau’izhah, yakni memberikan nasihat dan
perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka
yang sederhana. Sedang terhadap Ahl al-Kitab dan penganut agama-agama
lain yang diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik
yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan
umpatan.
13 Bustani A. Ghani dkk., Al-Qur’an Dan Tafsirnya, (Semarang: PT Citra Effhar, 1993),
h.503 14 Departemen Agama RI, Op.cit., h. 421
43
Kata ( ادع ) merupakan bentuk fi’il ‘amr dari akar kata دعوة -یدعو –دعا(
) ‘ala wajni فعلا ) –یفعل –( فعل yang berarti menyeru, memanggil, mengajak,
menjamu. Jadi kata ( ادع ) mengandung arti perintah, yaitu serulah atau
ajaklah. Dalam kitab hashiah ash-shawi disebutkan :
ومفعولھ محذوف قدره ه أنت، ھ مستتر وجوبا تقدروفاعل، قولھ : فعل امر ( ادع : الناس یا محمد)
داعیا للجن أیضا، وعبر بالناس وإن كانأن بعثتھ عامة، شارة إلى، وفى ھذا إالمفسر بقولھ : الناس
.فقط سباعتبارماظھرا لنا دینھ، قولھ : (دینھ) سمي الدین سبیلا، لأنھ الموصل لدار :
15. السعادة الأبدیة، والسعادة السرمدیة
Lafal ( ادع ) merupakan bentuk fi’il ‘amr (kata perintah) kepada Nabi
Muhammad SAW. untuk menyeru manusia kepada jalan Allah SWT. (agama
Allah SWT.). Dalam ayat itu tidak menyebut maf’ul bih-nya (obyek).
Sebagian mufasir (para ahli tafsir) mengatakan bahwa obyek seruan Nabi
adalah semua manusia. Ini berarti bahwa Nabi diutus untuk umat manusia
seluruhnya.
Dalam tafsir Al-Marghi makna ( ادع ) disebutkan sebagai berikut :
ھ بوحى االله الذى التى شرعھا لخلق ء إلى شریعتھك إلیھم ربك بالدعاأى ادع أیھاالرسول من أرسل
16إلیك.یوحیھ
Yaitu serulah atau ajaklah wahai Rasul (Nabi Muhammad SAW.) apa
yang Tuhanmu utus kepada mereka dengan seruan atauu ajakan untuk
menjalakan syariat-Nya yang telah ditetapkan kepada makhluk-Nya melalui
perantara wahyu Allah yang diwahyukan kepadamu. Jadi menurut tafsir Al-
Maraghi kata ( ادع ) ini menunjukkan arti ajakan atau seruan untuk
menjalankan syari’at Allah melalui Nabi Muhammad.
Sedangkan dalam menafsirkan kata menurut M. Quraish
Shihab, hikmah antara lain berarti yang peling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan
15 Ahmad ibn Muhammad Ash-Shawy, Hasyiyah Ash-Shawy, (Libanon: Dar al-Fikr, 2007), juz. II, h. 411-412
16 Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi, (Kairo: Musthofa Al-Bab Al-Halab, 1946), h.161
44
yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai
sesuatu yang bila diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/ diperhatikan
akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih
besar.17
: 18.بالنبوة و القرأنیعنى
Yaitu dengan kenabian dan Al-Qur’an. Sebagai mana yang penulis
kutip dalam tafsir mahkota tafsir, kata hikmah diartikan dengan Al-Qur’an
dan ilmu-ilmu tinggi dan rahasia-rahasia hakikat yang telah kami berikan
kepadamu.
Adapun dalam tafsir Al-Azhar karangan HAMKA kata hikmah kadang-
kadang diartikan orang dengan filsafat. Padahal dia adalah inti yang lebih
halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat difahamkan oleh orang-orang yang
telah terlatih pikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Akan tetapi hikmah
dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat
dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja dengan
ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup.19
yang diartikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan
yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan
tuntunan sejak kecil.20 Dalam mau’idhzah hasanah ini mencakup targhib
(seruan kearah kebaikan dan memberi iming-iming balasan kebaikan) dan
tarhib (seruan untuk meninggalkan keburukan dengan memberi peringatan
dan ancaman bagi mereka yang melanggar).21
Adapun meurut M. Quraish Shihab, yang penulis kutip dalam tafsir Al-
Misbah yaitu, uraian yang menyentuh hati yang mengantar pada kebaikan.
17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. VII, h. 386 18 Abul Laist As-Samarqadi, Tafsir As-Samarqandi, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah,
1993), juz. II, h. 255 19 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), juz. 13 & 14, h. 321
20 Ibid. , h. 321 21 Ahmad ibn Muhammad Ash-Shawy, Op.cit., h. 412
45
Yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang
menyampaikannya.22
Jadi penulis menyimpulkan bahwa mau’idhzah hasanah merupakan
nasihat yang baik yang dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat
diserap oleh hati nurani dan bukan dengan bentakan atau gertakan yang akan
menimbulkan kekerasan atau keburukan.
:ظرة ریقة التى ھي أحسن من طریقة المناأي وجادل المخالفین بالط
23للین.اھین، والرفق واوالمجادلة بالحجج والبر
Yakni berdebatlah dengan orang yang berbeda pendabat dengan cara
yang sebaik-baiknya, yaitu dengan dalil-dalil dan pandangan yang benar serta
dengan perkataan yang lemah lembut.
menurut M. Quraish Shihab, jadilhum berasal dari kata jidal yang
bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra
diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu
diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.24 Adapun yang
dimaksud debat di sini ialah perdebatan sambil menyeru mereka dengan jalan
yang lebih baik. Berbagai jalan perdebatan itu antara lain: Debat dengan cara
halus, debat dengan penuh kasih sayang, dan perdebatan yang meninggalkan
artinya semudah-mudahnya cara untuk membangun dalil-dalil yang harus
dipersembahkan dan dikedepankan.
B. Metode Pembelajaran Dalam Surat An-Nahl Ayat 125 Dari beberapa penafsiran di atas tentang surat An-Nahl ayat 125, ayat
ini merupakan ayat dakwah yang merupaka seruan yang dilakukan oleh
Rasulullah kepada umat manusia, baik kepada mereka yang sudah masuk
Islam maupun mereka yang belum masuk Islam (musyrikin). Setelah
Rasulullah menyaksikan sendiri bahwa pamannya, Hamzah, meninggal dunia
22 M. Quraish Shihab, Op.cit., h. 385 23 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatu at-Tafasir, (Bairut: Dar al-Qur’an al-Karim,
1981), juz. II, h. 148 24 M. Quraish Shihab, Loc.cit., h. 387
46
dalam perang Uhud dengan tubuh yang tercabik-cabik, maka sebagai manusia
biasa tentunya Rasulullah merasa geram kepada kaum musyrikin sebagai
ganti nyawa pamannya. Dalam situasi hati beliau yang sedih dan geram inilah
maka turunlah sebuah ayat (surat An-Nahl ayat 126) yang antara lain
tujuannya adalah untuk meredam gelora hati beliau agar tidak dikuasai rasa
dendam.
Sebagai seorang rasul yang merupakan pimpinan umat, tidaklah patut
bagi beliau untuk menyebarkan agama Allah dengan masih menyimpan rasa
dendam di hati. Maka ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah untuk menyeru
kepada jalan atau agama Allah dengan cara yang baik dan ssantun, tidak ada
kekerasan atau paksaan, karena kekerasan tidak akan membawa kebaikan
bagi Islam. Beliau adalah seorang utusan Allah yang harus bisa memberi
contoh yang baik kepada umatnya, baik ucapan, perbuatan maupun segala
aktifitasnya. Seorang pemimpin haruslah menjadi orang yang pertama
memberikan contoh. Apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang dilakukan ,
sehingga orang akan lebih mudah dan ikhlas mengikuti ajarannya.
Pada zaman Rasulullah, satu-satunya media untuk menyeru kejalan
Allah adalah melalui kegiatan dakwah. Dakwah merupakan kegiatan sentral
yang dilakukan Rasulullah setiap hari sebagai upaya untuk mengajak kaum
musyrikin agar mau mengikuti beliau memeluk agama Islam. Dakwah juga
diperuntukkan bagi mereka yang telah memeluk agama Islam dengan tujuan
agar lebih memantapkan keislamannya. Ketika itu belum dikenal istilah
pendidikan, karena pendidikan baru muncul pada saat ini, yaitu belasan abad
setelah meninggalnya beliau. Yang ada saat itu hanyalah dakwah beliau. Dan
apapun bentuk dan aktifitasnya asalkan di dalamnya terdapat unsur
penyebaran ajaran agama Islam maka itu disebut dakwah.
Dengan berputarnya waktu, banyak problem kehidupan yang harus
diselesaikan, baik dengan melakukan tindakan langsung maupun dengan
teori-teori tertentu. Maka saat ini muncullah istilah pembelajran
(pendidikan)yang mencakup dua aktifitas, yaitu mengajar dan diajar.
Andaikan pada saat itu sudah ada istilah pembelajaran (pendidikan) maka apa
47
yang dilakukan oleh Rasulullah bisa dikatakakn sebagai pembelajaran, karena
di situ terdapat aktifitas belajar dan mengajar. Rasulullah berperan sebagai
pengajar (pendidik) dan orang-orang selain beliau (para sahabat) berperan
sebagai pelajar (peserta didik). Umpama saja dakwah itu dilakukan
Rasulullah pada saat ini maka istilahnya bukan berdakwah lagi, akan tetapi
Rasulullah telah melakukan aktifitas pendidikan.
Dengan pemaparan di atas, maka ayat tersebut (surat An-Nahl ayat 125)
yang semula merupakan ayat dakwah sekarang bisa dijadikan ayat tentang
pendidikan, sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini. tentu banyak sekali
ayat atau hadist yang pada saat ini bisa dikatakan sebagai ayat atau hadist
tentang pendidikan. Salah satu contohnya adalah dialog yang dilakukan oleh
Rasulullah dan malaikat Jibril, dimana malaikat Jibril bertanya tentang Iman,
Islam dan Ihsan dan sekaligus memberikan jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Jelaslah bahwa ini merupakan hadist tentang
pembelajaran, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur pendidikan.
Ayat ini merupakan ayat tentang pendidikan keislaman, yaitu
ketauhidan. Hal ini bisa dilihat dari kata sabili rabbika. Arti kata rabb di sini
adalah Allah yang Maha Esa. Sementara kata sabili bermakna jalan atau
agama. Jadi dengan demikian Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk
memberikan pendidikan kepada umat manusia agar mau memeluk agama
Islam dan mengikuti jalan-Nya, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Di
dalam ayat ini penulis juga menyimpulkan ada 3 macam metode pendidikan
yang terkandung di dalamnya. Karena seperti yang telah penulis katakan di
bab sebelumnya, pembelajaran (proses pendidikan) tidak akan berjalan
dengan sempurna tanpa adanya metode. 3 macam metode tersebut adalah:
Hikmah, mau’idhzah Hasanah, dan jidal atau debat.
1. Metode Hikmah (perkataan yang bijak)
Allah SWT. menyuruh Rasulullah SAW. agar mengajak makhluk
kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah
yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, agar mereka waspada terhadap
48
siksa Allah.25 Menurut M. Quraish Shihab, hikmah yakni berdialog dengan
kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian orang yang diajak pada
kebaikan.26
Lebih lanjut beliau juga menjelaskan, bahwa hikmah juga diartikan
sebagai sesuatu yang apabila digunakan akan mendatangkan kemaslahatan
dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya
mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar.27 Al-Biqa’i juga
mengatakan sebagaimana yang penulis kutip dalam bukunya M. Quraish
Shihab; “Hikmah berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal
ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan
didukung oleh ilmu”.28
Sedangkan menurut Toha Yahya Umar, menyatakan bahwa hikmah
meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan
mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan
dengan larangan Tuhan.29
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa metode
hikmah adalah metode yang mencakup seluruh kecerdasan emosional,
intelektual dan spiritual. Dan pengaplikasiannya dalam pendidikan Islam,
mengindikasikan adanya tanggung jawab pendidik. Dengan pengetahuan
yang dalam, akal budi yang mulia, perkataan yang tepat dan benar, serta sikap
yang proporsional dari pendidik. maka tujuan pendidikan dapat terwujudkan.
2. Metode Mau’idhzah Hasanah (nasehat yang baik)
Mau’idhzah hasanah adalah bentuk pendidikan dengan memberikan
nasehat dan peringatan baik dan benar, perkataan yang iemah lembut, penuh
dengan keikhlasan, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan segala
25 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani,
2000), juz. II, cet. II, h. 178 26 M. Quraish Shihab, Op.cit., h. 386 27 Ibid., h. 386 28 Ibid., h. 121 29 Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta,
2006), cet. Ke-2, h. 9
49
aktivitasnya dengan baik. Dalam mau’idhzah hasanah ini mencakup targhib
(seruan kearah kebaikan dan memberi iming-iming balasan kebaikan) dan
tarhib (seruan untuk meninggalkan keburukan dengan memberi peringatan
dan ancaman bagi mereka yang melanggar).
Sebagai sebuah metode, mau’idhzah baru dapat mengena sasaran bila
ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengalaman dan keteladanan
dari yang menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak,
ia adalah yang buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, mau’idhzah
biasanya mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat
mengundang emosi baik dari yang menyampaikan, lebih-lebih dari yang
menerimanya. Maka mau’idhzah adalah sangat perlu untuk mengingatkan
kebaikannya itu.30
Pendidikan yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut,
sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan
ketentraman daripada pendidikan atau pengajaran yang isinya ancaman dan
kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika sesuai tempat dan waktunya, maka
tidak ada jeleknya memberikan pendidikan yang berisikan peringatan yang
keras atau tentang hukuman-hukuman.
3. Metode Jidal (debat)
Jidal juga merupakan sebuah metode pendidikan, sebagaimana hikmah
dan mau’idhzah hasanah. Jidal terdiri dari tiga macam, yaitu: pertama, jidal
yang buruk yakni yang disampaikan dengan kasar. Kedua, jidal yang baik
yakni yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau
dalih walaupin hanya diakui oleh lawan. Dan yang ketiga, jidal yang terbaik
yakni yang disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar serta
membungkam lawan.
Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan, fakta-fakta
tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid dengan
berbagai cara (sebagai apresiasi, selingan, dan evaluasi). Selain itu, dalam
pelaksanaan metode ini, perlu menerapkan kemungkinan jawaban pertanyaan,
30 M. Quraish Shihab, Op.cit., h. 387
50
apakah banyak mengandung masalah ataukah hanya terbatas pada jawaban
“ya” dan ”tidak”.31
Berdasarkan pemaparan beberapa metode di atas, dapat kita ambil
beberapa metode yang dapat diterapkan dalam suatu pendidikan. Guru
menimbang dan mengukur unutk kemudian metode manakah yang lebih
cocok digunakan dalam sebuah proses belajar mengajar, agar tujuan yang
telah direncakan bisa diraih dengan cepat dan tepat. Metode yang memadai
tersebut juga akan menentukan dalam pendidikan sebagai suatu usaha
manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa menuju ketingkat
kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas
semua perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki sendiri. Karena pendidikan
itu meliputi semua perbuatan atas semua usaha dari generasi tua untuk
melimpahkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha untuk menyiapkan
mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohani.
31 Moh. Haitami Salim, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), h.259
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji dan menganalisis tentang metode pendidikan yang
terdapat di dalam surat An-Nahl ayat 125, maka penulis dapat menyimpulak poin-
poin sebagai berikut :
1. Di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 terdapat 3 macam metode
pendidikan, yakni; metode Hikmah (perkataan yang bijak), metode
Mau’idzhah Hasanah (Nasihat Yang Baik), dan metode Jidal (Debat).
2. Kemudian dari beberapa pendapat ahli tafsir dapat dipahami sebagai
berikut :
a. metode Hikmah (perkataan yang bijak), Menurut M. Quraish Shihab,
hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian orang yang diajak pada kebaikan. Sedangkan menurut
Toha Yahya Umar, menyatakan bahwa hikmah meletakkan sesuatu
pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur
dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan
dengan larangan Tuhan. Adapun menurut HAMKA hikmah itu
menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat
52
dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja
dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan
sikap hidup. Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan
bahwa metode hikmah adalah metode yang mencakup seluruh
kecerdasan emosional, intelektual dan spiritual. Dan
pengaplikasiannya dalam pendidikan Islam, mengindikasikan adanya
tanggung jawab pendidik. Dengan pengetahuan yang dalam, akal budi
yang mulia, perkataan yang tepat dan benar, serta sikap yang
proporsional dari pendidik. maka tujuan pendidikan dapat
terwujudkan.
b. metode Mau’idzhah Hasanah (Nasihat Yang Baik), adalah bentuk
pendidikan dengan memberikan nasehat dan peringatan baik dan
benar, perkataan yang lemah lembut, penuh dengan keikhlasan,
sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan segala aktivitasnya
dengan baik. Dalam mau’idhzah hasanah ini mencakup targhib
(seruan kearah kebaikan dan memberi iming-iming balasan kebaikan)
dan tarhib (seruan untuk meninggalkan keburukan dengan memberi
peringatan dan ancaman bagi mereka yang melanggar). Pendidikan
yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik
untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan
ketentraman daripada pendidikan atau pengajaran yang isinya ancaman
dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika sesuai tempat dan
waktunya, maka tidak ada jeleknya memberikan pendidikan yang
berisikan peringatan yang keras atau tentang hukuman-hukuman.
c. Metode Jidal (Debat), Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan
pengetahuan, fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk
merangsang perhatian murid dengan berbagai cara (sebagai apresiasi,
selingan, dan evaluasi). Selain itu, dalam pelaksanaan metode ini,
perlu menerapkan kemungkinan jawaban pertanyaan, apakah banyak
mengandung masalah ataukah hanya terbatas pada jawaban “ya” dan
”tidak”.
53
B. Saran Sesuai dengan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan penulis
pada skripsi ini, maka penulis mencoba memberikan masukan atau saran-
saran kepada pembaca skripsi ini :
1. Bagi seluruh pendidik formal maupun informal agar menerapkan
metode-metode pendidikan yang ada dalam Al-Qur’an di antaranya
adalah; metode Hikmah (perkataan yang bijak), metode Mau’idzhah
Hasanah (Nasihat Yang Baik), dan Metode Jidal (Debat).
2. Hendaknya seorang pendidik mendidik peserta didik menggunakan,
menuturkan perkataan-perkataan yang bijak dimana dalam hal ini
termasuk salah satu metode pendidikan dalam Al-Qur’an.
3. Hendaknya pendidik memberikan nasehat dan peringatan yang baik
dan benar, perkataan yang lemah lembut, penuh dengan keikhlasan,
sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan segala aktivitasnya
dengan baik, di samping itu seorang pendidik juga dituntut untuk
bertindak tegas dalam mendidik.
4. Seorang pendidik hendaknya membuat peserta didiknya aktif di dalam
kelas dikarenakan sesuai dengan yang dianjurkan oleh Allah di dalam
Al-Qur’an.
54
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi, ‘Abdul Hayyi, Al-Bidâyah fi At-Tafsîr Al-Maudû’i, terj. Metode Tafsir Mawdhu’i: Sebuah Pengantar oleh Suryan A. Jamrah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Cet. I
Ali Ash-Shabuni, Muhammad, Shafwatu at-Tafasir, Bairut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1981, juz. II
Al-Maroghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maroghi, Kairo: Musthofa Al-Bab Al-
Halab, 1946
al-Zuhaily, Wahbah, Tafsir Munir, Libanon: Dar al-Fikr, 1994, juz. XIII
Arief, Armai, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2010
, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Ash-Shawy, Ahmad ibn Muhammad, Hasyiyah Ash-Shawy, Libanon: Dar al-Fikr, 2007, juz. II
As-Samarqadi, Abul Laist, Tafsir As-Samarqandi, Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1993, juz. II
Burhanuddin, Tamyiz, Akhlak Pesantren Pandangan K.H Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, cet. Ke 8
, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Djumransjah, M., Filsafat Pendidikan, Malang: Bayumedia Publishing, Edisi ke-2 Cet. Ke-1, 2006
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta:Andi Yogyakarta, 2000
Haitami Salim, Moh., Pendidikan Agama dalam Keluarga, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983, juz XII-XIV, cet. II
55
Ibn Asyur, Muhammad At-Thahrir, Tafsir At-Thahriri Wat Tanwir, Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1990, cet. I, juzz XII
Jauhari, M. Rabbi Muhammad, Keistimewaan Akhlak Islami, Bandung: CV Pustaka Setia, 2006
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologis, Jakarta: Al-Husna, 1986
M. Dahlan dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah, Surabaya: Target Press, 2003
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung:PT. Al-Ma’arif, 1989, Cet. VIII
Mujib, Abdul dan Jusuf Muzakkair, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006
Mujiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Mukhtar, Desain Pembalajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV Misaka Galisa, 2003, cet. II
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 2000, juz. II, cet. II
Nasih Ulwan, ‘Abdullah, Tarbiyatul Aulâd fi Al-Islâm, terj. Pendidikan Anak dalam Islam, oleh Jamaluddin Miri, Jakarta: Pustaka Amani, 2007, Cet. I
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999, cet. IV
Quţub, Muhammad, Manhaj Tarbiyah Al-Islâmiyah,terj. Sistem Pendidikan Islam, oleh Salman Harun, Bandung: PT. Maarif, 1988, Cet. II
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005
56
, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1990, Cet. Ke 1
Redja, Mulyahardjar, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001
Saleh Abdullah, Abdurrahman, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, Jakarta, 2005
Sayyid Thanthawi, Muhammad, Menemukan Format Dialog Dalam Islam, Jakarta: Azan, 2001
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, vol. VII
Sulaimân bin Al-Asy’as bin Ishaq bin Basyîr bin Syidâd bin ‘Amar Al-Azdi As-Sijiś ani, Sunan Abî Daud, Bab Mata Yukmaru Al-Gulâm biş Şolah, No. 495, Jilid. I, Beirut:Maktabah ‘asriyah, tth
Suparta, Munzier dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, 2006, cet. Ke-2
Suryabrata, Sumadi, Metode Penelitian, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1998
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara Baru, 1985
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:Remaja Rosdakarya, 1994, Cet. II
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2007, Edisi III
Yamin, Martinis, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press, Cetakan Pertama, 2007
Yasin, A. Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN-MALANG PRESS, Cet. I, 2008
Yunus, Mahmud, kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990
, Tafsîrul Quranil Karîm, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004
Yusuf, Kadar M., Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, Jakarta: Amzah, 2013
Zuhairini dan Abdul Ghafir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Malang: UM PRESS, Cet. I, 2004
57
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, cet. Ke V
Zurinal Z & Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: Uin Press, 2006