Tadharru' 02
Click here to load reader
-
Upload
muhsin-hariyanto -
Category
Documents
-
view
82 -
download
7
Transcript of Tadharru' 02
1
Tadharru’, Apakah Itu?
Tadharru’ adalah sebuah istilah yang berarti: “ketundukan diri yang
sangat dan rasa malu yang disebabkan oleh rasa putus asa dan diekspresikan
ketika seseorang mencapai keadaan kritis”. Imam Ahmad ibn Hanbal
menjelaskan dengan mengatakan, ”Bayangkan seseorang yang tenggelam di tengah lautan dan yang dimilikinya hanyalah sebatang kayu yang digunakannya supaya terapung. Ia menjadi semakin lemah dan gelombang
air asin mendorongnya semakin dekat pada kematian. Bayangkanlah ia dengan tatapan matanya yang penuh harapan menatap ke arah langit dengan
putus asa sambil berteriak Ya Tuhanku, Tuhanku! Bayangkanlah betapa putus asanya dia dan betapa tulusnya ia meminta pertolongan Tuhan. Itulah
yang disebut dengan tadharru’ di hadapan Tuhan”.
Dalam al-Qur’an, Allah mengajarkan kita bahwa tadharru’ adalah
sebuah bentuk pengabdian yang dilakukan oleh seorang mukmin ketika ia
berada pada keadaan darurat dan krisis. Tadharru’ mengharuskan
seseorang untuk menghilangkan tabir kesombongan dan (rasa) ego yang menutupi hatinya. Ia melibatkan rasa butuh yang tulus kepada Tuhan
semesta alam. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang itu telah menyadari betapa lemahnya ia dan betapa perkasanya Tuhan kita. Terkadang ketika
Allah melihat hamba-Nya begitu tenggelam dalam kehidupan dunia, Ia memberi cobaan pada mereka agar mereka menyadari kelemahan mereka
dan kembali meminta perlindungan Allah. Karena itu, musibah yang menimpa seorang Muslim adalah untuk menyadarkannya dan membuatnya
kembali kepada Tuhan. Kita harus memiliki cukup kesadaran dan pengertian untuk memahami pesan ini dan menindaklanjutinya.
Allah SWT mengatakan,
ساء خذناهم بالأ
ن قبلك فأ مم م
رسلنا إل أ
اء لعلهم ولقد أ والرض
يترضعون
“Dan sungguh Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, lalu Kami siksa mereka (sebagai ujian) dengan kesengsaraan dan kemelaratan
supaya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS al-An’âm, 6: 42).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT menggunakan musibah sebagai metode rutin untuk menyadarkan orang dan mendorong
mereka untuk meminta pertolongan pada-Nya. Musibah ini ibarat obat yang pahit supaya kita menjadi mukmin yang lebih baik. Allah melakukan hal ini untuk kebaikan kita sendiri karena kita harus menjaga hubungan baik
2
dengan-Nya. Allah menyatakan bahwa kita membutuhkan ‘obat ‘ ini dalam ayat berikut,
ن ض للجوا ف طغيانهم يعمهون ولو رحناهم وكشفنا ما بهم م
“Dan kalau sekiranya Kami mengasihi mereka dan Kami hilangkan bencana yang ada (menimpa) mereka, niscaya mereka terus-menerus terombang-ambing dalam
kesesatan mereka” (QS al-Mu’minûn, 23: 75).
Dalam ayat yang lain Allah SWT bersabda,
ـكن قست قلوبهم سنا ترضعوا ولوزين لهم فلول إذ جاءهم بأ
الشيطان ما كنوا يعملون
“Maka mengapa mereka tidak tunduk ketika datang siksaan Kami, bahkan hati mereka amat keras dan setan menampakkan keindahan terhadap apa yang mereka
kerjakan.” (QS al-An’âm, 6: 43).
Kita tidak boleh melakukan kesalahan seperti ini dan menutup mata
dan hati kita terhadap panggilan Allah untuk tunduk dan merasa malu kepada-Nya. Kita tidak boleh membiarkan setan menipu kita untuk percaya
bahwa permasalahan kita tidak ada kaitannya dengan hubungan kita dengan Allah.
Allah SWT mengatakan,
ن ظلمات الب والحر تدعونه ترضعا وخفيةا يكم م قل من ينجذه لكونن من الشاكرين ﴿ ـ جنانا من ه
قل الل ﴾ ٣٦لئ أ
كون ﴿ نتم تش كرب ثم أ
نها ومن ك يكم م ﴾٣٦ينج
“Katakanlah, Siapakah yang dapat melepaskan kamu dari kegelapan (bencana) di
darat dan di laut yang kamu berdoa kepada-Nya dengan merendahkan diri dan dengan pelan; sungguh jika Dia menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur!. Katakanlah, Allah menyelamatkan kamu daripadanya dan dari segala kesusahan, kemudian kamu kembali
mempersekutukan-Nya.” (QS al-An’âm, 6: 63-64).
3
Tidak ada seorang pun yang akan menyelamatkan kita dari kegelapan yang kita alami sekarang ini kecuali Allah SWT, namun
sebelumnya, kita harus menyerunya dengan penuh ketundukan.
Bagaimana Mencapai Tadharru’
Kita perlu menyadari musibah besar yang menimpa kita saat ini. Anak-anak kita dihujani oleh berton-ton misil. Orang-orang Muslim
ditindas dan disiksa di berbagai penjuru dunia. Belum begitu lama berselang ribuan wanita diperkosa di Balkan dan hingga saat ini orang-orang tidak
berdosa tewas oleh peluru-peluru Israel. Rumah-rumah dihancurkan dan kehormatan diinjak-injak setiap harinya. Ini bukan saja tentang Irak, dan
percaya atau tidak, ini juga bukan hanya tentang Umat Islam. Ini tentang planet kita, Bumi. Dunia kita mengarah pada jurang dan hal ini terus berlanjut. Kita dapat menipu diri kita sendiri dengan mengatakan bahwa hal
ini tidak ada pengaruhnya pada diri kita sendiri, namun kita akan bersalah akibat mengabaikannya. Jika kita tidak menyadari parahnya situasi saat ini,
maka kita memiliki masalah tambahan. Bacalah ayat (al-An’âm, 6: 43) di
atas. Kita butuh akan pertolongan dan perlindungan Tuhan!
Ketika ikan paus menelan Nabi Yunus AS setelah ia dilempar dari
perahu, ia berada dalam situasi yang mengerikan. Bayangkanlah sejenak bagaimana rasanya terperangkap dalam sebuah kamar mandi kecil yang gelap dan tidak ada harapan untuk keluar dari situ. Sekarang bayangkan diri
Anda berada dalam perut ikan paus, bayangkan kegelapannya dan kesulitan bernafasnya. Ikan paus tersebut berenang di laut yang berbadai dan pada
malam hari. Bayangkanlah apa yang dirasakan oleh Nabi Yunus AS, dan bayangkan bagaimana ia berdoa dengan penuh ketundukan dengan
mengatakan,
نت سبحانك إن ...ه إل أ ـ ن ل إل
كنت من الظالمي أ
“…sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau,
sesungguhnya aku termasuk orang yang aniaya.” (QS al-Anbiyâ’, 21: 87).
Bayangkan seorang nabi, seorang contoh panutan manusia, mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang yang aniaya, lantas bayangkanlah bagaimana kita seharusnya memohon kepada Allah..
Pada malam sebelum perang Badar, Nabi Muhammad melihat bagaimana pasukan berhala menang secara jumlah dari mereka dan bersenjata lengkap. Kemudian beliau membandingkan dengan pasukan
Muslim dan betapa sedikit dan kurang persenjataan. Perang Badar merupakan konfrontasi militer pertama antara Muslim dan Kafir dalam
4
sejarah Islam. Jika umat Islam kalah maka Islam akan hilang dari muka bumi selamanya. Menyadari hal ini, Nabi Muhammad mulai memanjatkan
doa kepada Allah dengan penuh ketundukan. Beliau mengangkat tangannya tinggi-tinggi, membentangkan tangannya. Beliau kemudian berdoa dengan
tulus kepada Allah dan tubuhnya bergetar sehingga menyebabkan surbannya jatuh ke punggungnya. Beliau memohon pada Allah dan menangis, “wahai
yang Maha Hidup! Wahai Yang Maha Memberi Rizki, wahai Yang Maha
Penolong!! Ya Allah, jika Engkau binasakan pasukan ini (Islam) Engkau
tak akan disembah lagi di muka bumi ini. Ya Allah penuhilah janjimu
kepadaku. Ya Allah, berikanlah pertolonganmu.
Inilah tingkatan rasa malu yang harus kita usahakan untuk kita capai ketika berdoa kepada Allah dalam meminta pertolongan. Mari kita memohon kepada Allah dengan tingkat kerendahan yang paling maksimal
seakan-akan kita benar-benar tenggelam di laut dan tidak ada lagi yang dapat menyelamatkan kita kecuali Dia. Mari kita bangun di malam hari untuk
mengerjakan shalat malam, dan mari kita bersimpuh di hadapan Tuhan memohon padanya seakan-akan kita tidak pernah melakukan sebelumnya.
Mari kita berkumpul bersama dan melakukannya bersama-sama. Mari kita berdoa dengan penuh rasa hina bersama-sama. Mari kita menangis, dan mari kita berlari menuju padanya bersama keluarga dan teman. Mari kita
semua memohon atas pertolongan, perlindungan,dan petunjuk-Nya.
Jadi, Tadharru’ adalah: “apa yang harus kita pahami dan kerjakan”.
Kita harus mencapai tadharru’ sehingga Allah mau mengubah keadaan kita,
karena,
نفسهم ...وا ما بأ ما بقوم حت يغي ...إن الل ل يغي
“…sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum
itu mengubah dirinya sendiri…”
(Tulisan ini diadaptasi dari tulisan yang berjudul “We Must Always Humble
Ourselves Towards Allah” oleh Amr Khaled, seorang aktivis dan juru dakwah
Mesir, yang dikutip dan diselaraskan dari http://aljaami.wordpress.com/2011/04/07/tadharru/)