T1_802011703_Full text.pdf

22
6 Pendahuluan Dalam rentang kehidupan manusia akan selalu terjalin proses perkembangan yang terdiri dari pertumbuhan atau evolusi dan kemunduran atau involusi yang mana kedua proses ini mulai dari pembuahan dan berakhir dengan kematian. Hurlock (1996) membagi rentang kehidupan menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan (sampai akhir minggu kedua), masa bayi (akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua), awal masa kanak-kanak (2 10 tahun), pubertas (10 13 tahun), remaja (13 18 tahun), awal dewasa (18 40 tahun), usia pertengahan (40 60 tahun), dan usia lanjut (60 tahun sampai meninggal). Masa dewasa dibagi atas 3 periode yaitu, masa dewasa dini (awal dewasa), masa dewasa madya (usia pertengahan), dan masa dewasa lanjut (usia lanjut). Usia dari setiap rentang waktu pada masa dewasa berbeda- beda, masa dewasa dini biasanya dimulai sejak usia 18 tahun sampai dengan kira-kira usia 40 tahun dan biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin anak telah berkembang dan mampu bereproduksi. Pada masa ini, individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut. Masa dewasa madya dimulai pada usia 40 tahun sampai pada usia 60 tahun, yakni menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Terakhir masa dewasa lanjut dimulai pada usia 60 tahun sampai kematian, pada usia ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun (Hurlock, 1996).

Transcript of T1_802011703_Full text.pdf

Page 1: T1_802011703_Full text.pdf

6

Pendahuluan

Dalam rentang kehidupan manusia akan selalu terjalin proses

perkembangan yang terdiri dari pertumbuhan atau evolusi dan

kemunduran atau involusi yang mana kedua proses ini mulai dari

pembuahan dan berakhir dengan kematian. Hurlock (1996) membagi

rentang kehidupan menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran,

baru dilahirkan (sampai akhir minggu kedua), masa bayi (akhir minggu

kedua sampai akhir tahun kedua), awal masa kanak-kanak (2 – 10 tahun),

pubertas (10 – 13 tahun), remaja (13 – 18 tahun), awal dewasa (18 – 40

tahun), usia pertengahan (40 – 60 tahun), dan usia lanjut (60 tahun sampai

meninggal).

Masa dewasa dibagi atas 3 periode yaitu, masa dewasa dini (awal

dewasa), masa dewasa madya (usia pertengahan), dan masa dewasa lanjut

(usia lanjut). Usia dari setiap rentang waktu pada masa dewasa berbeda-

beda, masa dewasa dini biasanya dimulai sejak usia 18 tahun sampai

dengan kira-kira usia 40 tahun dan biasanya ditandai dengan selesainya

pertumbuhan pubertas dan organ kelamin anak telah berkembang dan

mampu bereproduksi. Pada masa ini, individu akan mengalami perubahan

fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah

penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut. Masa

dewasa madya dimulai pada usia 40 tahun sampai pada usia 60 tahun,

yakni menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak

pada setiap orang. Terakhir masa dewasa lanjut dimulai pada usia 60

tahun sampai kematian, pada usia ini kemampuan fisik maupun

psikologis cepat menurun (Hurlock, 1996).

Page 2: T1_802011703_Full text.pdf

7

Perubahan-perubahan yang dialami seseorang dalam

perkembangannya, secara bersamaan akan diiringi juga dengan

munculnya harapan sosial yang mana di setiap kelompok budaya

mengharap anggotanya menguasai keterampilan disetiap rentang

kehidupan. Perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas dan

harapan yang harus dapat dipenuhi (Hurlock, 1996).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004), dari ketiga rentang masa

dewasa, usia dewasa madya mempunyai rentang waktu yang paling

panjang. Usia dewasa madya atau yang popular dengan istilah setengah

baya, dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun

psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja. Pada periode

ini individu umumnya mengalami sejumlah masalah yang berkaitan

dengan penyesuaian terhadap peran yang baru, mulai menurunnya kondisi

fisik, pensiun, berubahnya keluarga, adanya stereotip masyarakat, dan

lain sebagainya.

Usia dewasa madya menurut Hurlock (1994) dimulai sejak usia 40 –

60 tahun, dengan lamanya hidup, maka dewasa madya mencakup waktu

yang lama dalam rentang hidup, dimana pada masa dewasa madya

individu melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan

dan harapan sosial. Kebanyakan orang telah mampu menentukan

masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi cukup

stabil dan matang secara emosinya, bila hal ini belum tercapai maka

merupakan tanda orang belum matang secara emosional.

Individu yang telah mencapai kematangan emosi mampu mengontrol

dan mengendalikan emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat

Page 3: T1_802011703_Full text.pdf

8

persoalan secara obyektif dan mampu mengambil sikap dan keputusan

akan suatu hal yang tepat (Walgito, 1984).

Salah satu pendewasaan dalam perkembangan emosional adalah

kematangan emosi. Salah satu ciri dari individu yang matang adalah

individu yang dapat menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, hal

ini disebabkan karena individu tersebut dapat berpikir secara positif dan

obyektif (Walgito, 1984) .

Kondisi seperti ini dialami oleh setiap individu, baik wanita yang

sudah memasuki usia dewasa madya maupun pria. Kebanyakan wanita

yang telah usia dewasa madya telah menikah dan telah memiliki

keturunan. Pada usia dewasa madya ini pula banyak terjadi permasalahan-

permasalahan dalam rumah tangga baik itu yang berkenaan dengan

masalah ekonomi, masalah mendidik anak, masalah pekerjaan, masalah

hubungan baik antar tetangga, dan masalah-masalah lain yang timbul

dalam kehidupan rumah tangga (Walgito, 1984).

Untuk menyikapi dan menghadapi masalah-masalah yang terjadi

pada wanita usia dewasa madya, diperlukan kedewasaan dalam

menghadapi suatu masalah. Semacam ada kemampuan seseorang yang

mumpuni dalam merespon atau bereaksi terhadap fenomena tertentu,

kemampuan mengendalikan emosi tertentu secara stabil sesuai dengan

perkembangan usianya atau yang biasa disebut kematangan emosi (Koran

Jakarta Nasional, 9 Maret 2010).

Seorang wanita yang telah memasuki usia dewasa madya akan

menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Banyak hal-hal yang harus

dilalui dalam rentang usia ini. Mulai dari datangnya masa menopause,

menurunnya daya tarik seksual terhadap suami (bila sudah menikah),

Page 4: T1_802011703_Full text.pdf

9

serta tuntutan masyarakat mengharapkan mereka untuk dapat berpikir dan

berperilaku sesuai dengan usianya. Hal ini dibutuhkan sikap dan perilaku

yang matang untuk bisa melalui rentang waktu usia dewasa madya

dengan sebagaimana mestinya. Supaya tugas-tugas perkembangan dimasa

ini bisa dilaksanakan dengan baik.

Piaget (dalam Dariyo, 2007), mendefinisikan bahwa kematangan

emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan

mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini orang yang emosinya

sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau stimulus baik

dari dalam maupun dari luar pribadinya.

Adanya masalah-masalah yang sangat kompleks yang dihadapi oleh

wanita usia dewasa madya ini, membuat proses menuju kematangan

emosi menjadi bervariasi antara individu satu dengan lainnya.

Ada beberapa faktor-faktor yang dapat memengaruhi kematangan

emosi seorang wanita yang memasuki dewasa madya. Menurut Young

(1985) faktor yang memengaruhi kematangan emosi antara lain adalah

faktor lingkungan, faktor individu, faktor pengalaman. Rogers (1981)

menguraikan beberapa faktor pengaruh kematangan emosi antara lain

adalah keluarga, televisi, dan jenis kelamin. Menurut Anderson (dalam

Mappiere, 1983), mengatakan bahwa faktor yang paling penting dalam

tujuannya individu mencapai kedewasaan emosional adalah pengalaman

yang individu dapat selama menjalani pendidikan formal.

Di dalam pendidikan banyak hal-hal yang bisa diambil, selain ilmu

pendidikan itu sendiri, dunia pendidikan dapat memberikan pelajaran-

pelajaran yang berharga dalam hal kecerdasan intelektual dan kecerdasan

emosional. Tiap jenjang pendidikan memiliki tingkatan masing-masing

Page 5: T1_802011703_Full text.pdf

10

dalam hal pengetahuan, proses pemecahan masalah, penalaran, serta

emosional. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dan pergaulan

dengan seseorang untuk mencapai perkembangan jasmani dan rohani ke

arah kedewasaan (Purwanto, 1999).

Sebuah artikel di harian Nova (2009), memaparkan bahwa pertemuan

ibu-ibu dasawisma disebuah instansi pemerintahan didaerah bekasi

dilaksanakan dengan sangat tertib, kondusif, dan hidup. Ini dikarenakan

karena rata-rata usia 45,5 tahun dan sebagian besar tingkat pendidikan

terakhir adalah SMA dan S1.

Ada survey yang menyatakan bahwa beberapa wanita yang

mempunyai jenjang pendidikan SMA dan usia antara 40-60 tahun

mengalami kematangan emosi yang cukup stabil sedangkan beberapa

wanita yang mempunyai jenjang pendidikan dibawah SMA mengalami

kematangan emosi yang tidak stabil.

(http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/tugas-tugas-perkembangan-dewasa-

madya)

Namun berkebalikan dengan hal diatas, Becker (1964) menyatakan

bahwa perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang secara

alami muncul seiring dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan

kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan

kematangan fisiologis seseorang, sehingga dapat diartikan bahwa faktor

diluar pertambahan usia sedikit kemungkinan dapat memengaruhi

kematangan emosi seseorang, termasuk tingkat pendidikan.

Pernyataan Becker tersebut diperkuat dengan penelitian yang

dilakukan oleh Darti (2003), yang menyatakan bahwa ibu-ibu yang

tergabung dalam jemaah pengajian rutin di Depok memiliki tingkat

Page 6: T1_802011703_Full text.pdf

11

kematangan emosi yang cukup tinggi. Rata-rata tingkat pendidikan subjek

adalah SMP/sederajat.

Dengan adanya perbedaan pendapat dari para peneliti tentang

kematangan emosi pada dewasa madya yang memiliki tingkat pendidikan

rendah dan tinggi serta fenomena yang terjadi di masyarakat dewasa ini,

maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kematangan emosi pada wanita dewasa madya.

Kajian Pustaka

Kematangan Emosi

Pengertian Kematangan Emosi

Chaplin (2005), dalam buku kamus lengkap psikologi

mendefinisikan kematangan adalah perkembangan, proses mencapai

kemasakkan atau usia matang. Hal senada juga diungkap oleh Sobur

(2003), bahwa kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu

atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya.

Sarwono (dalam Yusuf, 2005), emosi merupakan setiap keadaan

pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah

maupun tingkat yang luas. Dalam hal ini emosi merupakan warna

afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang

dimaksud dengan warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang

dialami pada saat menghadapi atau menghayati suatu situasi tertentu,

misalnya perasaan gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau

tidak senang.

Piaget (dalam Dariyo, 2007), mendefinisikan bahwa kematangan

emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan

mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini orang yang

Page 7: T1_802011703_Full text.pdf

12

emosinya sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau

stimulus baik dari dalam maupun dari luar pribadinya. Gunarsa (1991)

menyatakan bahwa kematangan emosi merupakan dasar perkembangan

seseorang dan sangat memengaruhi tingkah laku.

Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kematangan emosi adalah kemampuan seorang individu untuk

mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik dalam setiap

tindakan maupun perbuatannya.

Ciri-ciri Kematangan Emosi

Petunjuk dari kematangan emosi adalah apabila seseorang menilai

situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum ia bereaksi secara

emosianal dan tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya (Hurlock,

1994).

Adapun ciri kematangan menurut Anderson (dalam Mappiare,

1983) antara lain adalah :

a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau pada ego

b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasan-kebiasan bekerja yang

efisien

c. Mengendalikan perasaan pribadi.

d. Keobyektifan.

e. Menerima kritik dan saran.

f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi.

g. Penyesuaian yang realistik terhadap situasi-situasi baru.

Berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi yang telah diuraikan diatas

maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kematangan emosi adalah :

a. Individu mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.

Page 8: T1_802011703_Full text.pdf

13

b. Mampu mengontrol dan mengarahkan emosi dengan baik.

c. Tidak mudah frustrasi terhadap permasalahan yang muncul.

d. Mempunyai tanggung jawab.

e. Kemandirian dan mampu beradaptasi.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kematangan Emosi

Ada beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan

kematangan emosi seseorang. Astuti (2000) mengatakan bahwa faktor-

faktor yang memengaruhi kematangan emosi, antara lain:

a. Pola asuh orang tua

b. Pengalaman traumatik

c. Temperamen

d. Jenis kelamin

e. Usia

Walgito (1984) mengatakan bahwa kematangan emosi berkaitan

dengan unsur individu. Makin bertambahnya usia seseorang diharapkan

emosinya akan lebih matang dan individu akan lebih menguasai atau

mengendalikan emosinya.

Menurut Anderson (dalam Mappiere, 1983), mengatakan bahwa

faktor yang paling penting dalam tujuannya individu mencapai

kedewasaan emosional adalah pengalaman yang individu dapat selama

menjalani pendidikan formal.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

memengaruhi kematangan emosi antara lain adalah usia, lingkungan,

jenis kelamin, dan pengalaman ( menjalani pendidikan formal).

Page 9: T1_802011703_Full text.pdf

14

Tingkat Pendidikan

Pengertian Tingkat Pendidikan

Tingkat, menurut Purwadarminta (2002) mempunyai pengertian

lapisan sesuatu yang disusun menurut tinggi rendahnya.

Menelaah makna yang tertulis dalam UU NO 20 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara.

Pendidikan mempunyai peranan yang menentukan bagi perkembangan

dan perwujudan diri individu.

Ki Hajar Dewantara (dalam Fuad, 2003) menyebutkan pendidikan

berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti

(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek).

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

adalah lapisan proses pembelajaran yang disusun menurut tinggi

rendahnya agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang

dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan di masa yang

akan datang.

Tingkatan dalam Pendidikan

Di Indonesia jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,

nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya

( UU No 20/ 2003 Pasal 13 ). Namun pada penalitian ini peneliti lebih

menekankan pada pendidikan formal.

Page 10: T1_802011703_Full text.pdf

15

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan pendidikan tinggi.Tinjauan pendidikan formal meliputi 3 tingkatan

pendidikan yaitu tingkat pendidikan dasar (meliputi tingkat SD, MI,

SLTP, MTs), tingkat pendidikan menengah (meliputi tingkat SLTA atau

yang sederajat dan tingkat pendidikan tinggi (meliputi tingkat setelah

SLTA).

Pendidikan formal yang ada dapat dibedakan menurut tingkatannya

yaitu pendidikan dasar atau pendidikan tingkat rendah, pendidikan

tingkat menengah, dan pendidikan tingkat tinggi yang masing-masing

tingkatan mempunyai kemampuan kompetensi yang berbeda setelah

lulus dari jenjang pendidikan ini.

Ciri-ciri Pendidikan

Beberapa ciri pendidikan, antara lain:

a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk

berkembang sehingga bermanfaat untuk keperluan hidup.

b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang

terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan tehnik

penilaian yang sesuai.

c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga,

sekolah dan masyarakat (formal dan nonformal) (Hadikusumo,

1995).

Tujuan Pendidikan

Pendidikan bertujuan mempersiapkan generasi muda untuk terjun

dalam masyarakat yaitu kehidupan masyarakat dengan segala

karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus

Page 11: T1_802011703_Full text.pdf

16

acuan bagi pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi serta proses

pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi karakteristik yaitu

kekayaan dan perkembangan masyarakat tersebut (UU No 20/2003

Pasal 3).

Dewasa Madya

Pengertian Dewasa Madya

Usia dewasa madya atau yang popular dengan istilah setengah baya

pada umumnya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun.

Masa tersebut ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan

mental (Hurlock, 1996).

Ciri-ciri Dewasa Madya

Ciri-ciri dewasa madya antara lain adalah Masa yang ditakuti,

Masa transisi, Usia yang berbahaya, Usia canggung, Masa berprestasi,

Masa evaluasi, Dievaluasi dengan standar ganda, Masa sepi, Masa

jenuh

Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Madya

a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik

b. Penyesuaian diri terhadap perubahan minat

c. Penyesuaian diri terhadap standar hidup keluarga

d. Penyesuaian dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan

berkeluarga dan bermasyarakat

(http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/tugas-tugas-perkembangan-

dewasa-madya)

Page 12: T1_802011703_Full text.pdf

17

Hubungan Kematangan Emosi Dengan Tingkat Pendidikan Pada

Wanita Dewasa Madya

Seorang wanita yang telah memasuki usia dewasa madya akan

menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Untuk menyikapi dan

menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada wanita usia dewasa

madya, diperlukan kedewasaan dalam menghadapi suatu masalah.

Semacam ada kemampuan seseorang yang mumpuni dalam merespon

atau bereaksi terhadap fenomena tertentu, kemampuan

mengendalikan emosi tertentu secara stabil sesuai dengan

perkembangan usianya atau yang biasa disebut kematangan emosi

(Koran Jakarta Nasional, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang

dapat memengaruhi kematangan emosi seorang wanita yang

memasuki dewasa madya. Menurut Anderson (dalam Mappiere,

1983), mengatakan bahwa faktor yang paling penting dalam

tujuannya individu mencapai kedewasaan emosional adalah

pengalaman yang individu dapat selama menjalani pendidikan

formal. Di dalam pendidikan banyak hal-hal yang bisa diambil,selain

ilmu pendidikan itu sendiri, dunia pendidikan dapat memberikan

pelajaran-pelajaran yang berharga dalam hal kecerdasan intelektual

dan kecerdasan emosional. Tiap jenjang pendidikan memiliki

tingkatan masing-masing dalam hal pengetahuan, proses pemecahan

masalah, penalaran, serta emosional. Seorang wanita yang sudah

memasuki usia dewasa madya, dalam menuju kedewasaan, pastilah

melalui suatu proses, salah satunya proses disaat menjalani

pendidikan formal.

Page 13: T1_802011703_Full text.pdf

18

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian

korelasional yaitu menguji hubungan suatu variabel dengan variabel

lainnya.

Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel tergantung : Kematangan Emosi

Variabel bebas : Tingkat Pendidikan

Definisi Operasional

Kematangan Emosi

Kematangan emosi diukur dengan Skala Kematangan Emosi yang

dibuat dari ciri-ciri kematangan emosi yaitu: mampu menerima diri

sendiri dan orang lain apa adanya, mampu mengontrol dan

mengarahkan emosi dengan baik, tidak mudah frustrasi terhadap

permasalahan yang muncul, mempunyai tanggung jawab, kemandirian

dan mampu beradaptasi.

Makin tinggi skor yang didapat, maka semakin tinggi pula tingkat

kematangan emosi sesorang.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah lamanya proses pembelajaran yang

diikuti oleh peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan di masa yang akan

datang.

Untuk mengetahui tingkat pendidikan subjek, peneliti

menggunakan cara wawancara pada subjek untuk mengetahui tingkat

pendidikan terakhir subjek.

Page 14: T1_802011703_Full text.pdf

19

Populasi dan Sampel

Di dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah seluruh

wanita dewasa madya di lingkungan RW 05 Bancaan Tengah Salatiga.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua RW 05 Bancaan Tengah

Salatiga wanita dewasa madya berjumlah 120 orang.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

saturation sampling (sampel jenuh) yaitu metode pengambilan sampel

dengan mengikutsertakan semua anggota populasi sebagai sampel

(Arikunto, 2003), hal ini dikarenakan jumlah populasi yang relatif kecil.

Metode pengumpulan data

Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang perbedaan kematangan emosi

ditinjau dari tingkat pendidikan pada wanita dewaas madya digunakan

metode angket.

Blue Print

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu macam angket,

yaitu angket untuk mengungkapkan kematangan emosi wanita dewasa

madya. Angket tersebut disusun dengan dua jenis item, yaitu item

terarah dengan pernyataan (favorable) dan yang tidak searah dengan

pernyataan (unfavorable).

Sistem penelitian skala kematangan emosi wanita dewasa madya

didasarkan pada empat kategori, yaitu :

SS : Jawaban yang menyatakan Sangat Sesuai terhadap pernyataan

tersebut

S : Jawaban yang menyatakan Sesuai terhadap pernyataan tersebut

Page 15: T1_802011703_Full text.pdf

20

TS : Jawaban yang menyatakan Tidak Sesuai terhadap pernyataan

tersebut

STS : Jawaban yang menyatakan Sangat Tidak Sesuai terhadap

pernyataan tersebut

Dalam item yang searah dengan pernyataan (favorable) subjek

menjawab sangat setuju memperoleh skor empat (4), setuju

memperoleh skor tiga (3), tidak setuju memperoleh skor dua (2), dan

sangat tidak setuju memperoleh skor satu (1).

Sebaliknya dalam item yang tidak searah dengan pernyataan

(unfavorable) subjek menjawab sangat setuju memperoleh skor satu (1),

setuju memperoleh skor dua (2), tidak setuju memperoleh skor tiga (3),

dan sangat tidak setuju memperoleh skor empat (4).

Skala kematangan emosi wanita dewasa madya dilihat dari ciri

kematangan emosi yaitu :

a. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.

b. Mampu mengontrol dan mengarahkan emosi dengan baik serta

menyikapi masalah secara positif

c. Tidak mudah frustrasi terhadap permasalahan yang muncul

d. Mempunyai tanggung jawab

e. Kemandirian dan mampu beradaptasi

Page 16: T1_802011703_Full text.pdf

21

Adapun rancangan jumlah item skala kematangan emosi wanita

dewasa madya dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1

Rancangan Jumlah Item

Skala Kematangan Emosi Wanita Dewasa Madya

Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Uji Validitas

Dalam penelitian ini, pengujian validitas diukur dengan

menggunakan Teknik Korelasi Pearson’s Product Moment.

Uji Reliabilitas

Pada penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menguji

reliabilitas adalah Teknik Alpha Cronbach.

Ciri Kematangan

Emosi

Jumlah Item Total

Favorable Unfavorable

Menerima diri sendiri dan

orang lain apa adanya 5 5 10

Mampu mengontrol dan

mengarahkan emosi

dengan baik

6 5 11

Tidak mudah frustrasi

terhadap permasalahan

yang muncul

5 5 10

Mempunyai tanggung

jawab. 4 5 9

Kemandirian dan

mampu beradaptasi 5 5 10

Total 25 25 50

Page 17: T1_802011703_Full text.pdf

22

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis statistik

dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, sebelum data

dianalisi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan

uji linearitas. Pengujian dilakukan dengan bantuan program SPSS

version 16.0.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Orientasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan RW 05 Bancaan Tengah

Salatiga. Populasi yang digunakan adalah wanita dewasa madya di

lingkungan RW 05 Bancaan Tengah Salatiga. Pada penelitian ini teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah saturation sampling

(sampel jenuh) yaitu, metode pengambilan sampel dengan

mengikutsertakan semua anggota populasi sebagai sampel (Arikunto,

2003).

Berdasarkan data keseluruhan, jumlah skala yang kembali dan

jumlah wanita dewasa madya yang telah mengisi skala perbedaan

kematangan emosi ditinjau dari tingkat pendidikan pada wanita dewasa

madya adalah 120 orang.

Hasil Penelitian

Uji Asumsi

Pengujian terhadap normalitas dan linieritas tersebut menggunakan

progran SPSS for Windows version 16.

Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji

kolmogorov smirnov, diperoleh nilai z untuk kematangan emosi

Page 18: T1_802011703_Full text.pdf

23

sebesar 1,073 dengan p > 0,05. Hasil yang diperoleh menunjukkan

data berdistribusi normal.

Nilai z untuk tingkat pendidikan adalah sebesar 2,192 dengan

p<0,05 sehingga menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi

normal.

Uji Linearitas

Berdasarkan hasil uji linearitas, diketahui bahwa tingkat

pendidikan berkorelasi linier dengan kematangan emosi. Hal ini

ditunjukkan dengan F = 413,297 dengan p < 0,01.

Hasil Analisis Data

Distribusi data penelitian untuk tingkat pendidikan tidak normal,

sehingga analisis data menggunakan korelasi Product Moment

Spearman.

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi

Product Moment Spearman, diperoleh hasil r = 0,892 dengan p < 0,05

yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara tingkat

pendidikan dengan kematangan emosi pada wanita dewasa madya.

Besarnya sumbangan tingkat pendidikan terhadap kematangan

emosi wanita dewasa madya ditentukan dengan mengkuadratkan

koefisien korelasi, yaitu sebesar (0,892)2 x 100 %

= 79,57 %

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik Korelasi

Product Moment Spearman, diperoleh nilai r = 0,892 dengan p = 0,000

(p < 0,05) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan

antara tingkat pendidikan dengan kematangan pada wanita dewasa

madya. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyebutkan ada

Page 19: T1_802011703_Full text.pdf

24

hubungan positif yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan

kematangan emosi pada wanita dewasa madya dapat diterima. Semakin

tinggi tingkat pendidikan pada wanita dewasa madya, maka kematangan

emosi semakin baik. Semakin rendah tingkat pendidikan, maka

kematangan emosi juga semakin rendah.

Dari data juga diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan pada

wanita usia dewasa adalah 10,9750 dengan standart deviation sebesar

5,47180.

Anderson (dalam Mappiere, 1983) mengatakan bahwa faktor yang

paling penting dalam tujuannya individu mencapai kedewasaan

emosional adalah pengalaman yang individu dapat selama menjalani

pendidikan formal. Dunia pendidikan dapat memberikan pelajaran-

pelajaran yang berharga dalam hal kecerdasan intelektual dan kecerdasan

emosional. Tiap jenjang pendidikan memiliki tingkatan masing-masing

dalam hal pengetahuan, proses pemecahan masalah, penalaran serta

emosional. Semakin tinggi tingkat pendidikan wanita dewasa madya,

maka wanita dewasa madya semakin siap dalam hal pengetahuan, proses

pemecahan masalah, penalaran serta kematangan emosi dalam memasuki

masa usia dewasa madya dan dalam menghadapi berbagai persoalan

kehidupan baik di persoalan dalam keluarga dan dalam masyarakat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, hasil

penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan dengan

kematangan emosi pada wanita dewasa madya. Artinya semakin

tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula kematangan

Page 20: T1_802011703_Full text.pdf

25

emosi pada wanita dewasa madya. Sebaliknya, semakin rendah

tingkat pendidikan, maka semakin rendah pula kematangan emosi

pada wanita dewasa madya.

2. Total sumbangan efektif (SE) tingkat pendidikan pada kematangan

emosi wanita dewasa madya adalah 79,57% , yang berarti masih

terdapat 20,43% faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi

pada wanita dewasa madya di luar tingkat pendidikan.

3. Sebagian besar subjek yaitu 53,3 % memiliki tingkat kematangan

emosi pada kategori tinggi.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan

kematangan emosi pada wanita dewasa madya, maka dapat dikemukakan

saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, yaitu:

1. Bagi wanita dewasa madya, perlu meningkatkan pengetahuannya

dengan cara misalnya membaca buku-buku, sehingga dapat

meningkatkan kematangan emosinya dalam menjalani masa usia

dewasa madya.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dipakai

sebagai pedoman mengenai tingkat pendidikan yang berkaitan dengan

kematangan emosi pada wanita dewasa madya.

3. Bagi remaja putri diharapkan untuk terus menambah pengetahuan dan

meningkatkan tingkat pendidikannya sehingga lebih siap dalam

memasuki usia dewasa madya.

Page 21: T1_802011703_Full text.pdf

26

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Azwar, S. (2003). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin, J. P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia

Darti. (2003). Sikap Terhadap Perkawinan pada Wanita ditinjau dari

Persepsi terhadap Pengembangan Karier. Skripsi (tidak

diterbitkan), Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Semarang.

Fuad, H. (2003). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Gunarsa, S. (1991). Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara.

Hadi, S. (2002). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Ofset.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan (eds.5). Jakarta: Erlangga.

Mappiare. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

Monks, F. J. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai

Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 22: T1_802011703_Full text.pdf

27

Nazir. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Patty, F. (1982). Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional.

Purwadarminta, WJS. (2002). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Purwanto, N. M. (1993). Ilmu Pendidikan dan Praktis. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Rizky. (2010). Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Madya. Diambil 21

Maret 2010 dari http//www.kuliahpsikologi.deckrizky.com/tugas-

tugas-perkembangan-dewasa-madya

Rogers, D. (1981). Adolescent and Youth. New York: Prentice Hall.

Sudjana. (2000). Metode Statistik (eds.5). Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alvabeta.

Suryasubrata, S. (1983). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Mendiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Walgito, B. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi

Offset.

Walgito, B. (2002). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta:

Andi Offset.

Young, K. (1985). Social Psychology. New York: Aaplenton Century