T1 802008060 FULLTEXT -...

15
1 PENDAHULUAN Kepercayaan diri berasal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang artinya percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri. Kepercayaan diri merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena sikap percaya diri ini akan membuat individu merasa optimis dan mampu untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. (dalam Nisa, 2011). Bagi Hartono (1994) kepercayaan diri merupakan sikap individu yang dapat mempraktekkan dan berani menyatakan keinginannya maupun pendapatnya dengan baik kepada teman ataupun orang yang lebih tua darinya dan Hartono menyebutkan kepercayaan diri ini memiliki 9 aspek yaitu: (1) Optimis; (2) Kreatif dan Dinamis; (3) Harga Diri yang Positif; (4) Pikiran Positif; (5) Menghargai Orang Lain; (6) Bersikap Tenang dalam Persoalan; (7) Bertanggung Jawab; (8) Toleransi Terhadap Orang Lain; dan (9) Berkomuniasi dan Bersosialisasi. Maslow (dalam Nisa’, 2011) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan modal dasar untuk mengembangkan atau aktualisasi diri (eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan percaya diri seseorang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurang percaya diri dapat menghambat pengembangan potensi diri. Jadi, orang yang kurang percaya diri akan menjadi seorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Sebagian besar orang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain tidak baik. Mereka akan memikirkan kelemahan dan keterbatasan yang mereka punya dan akhirnya menjauhkan mereka dari kemampuan atau kelebihan yang sebenarnya ada dalam diri mereka. Mereka tidak menikmati, menghargai diri, dan bangga terhadap diri sendiri pribadi. Kepercayaan diri dan harga diri harus berjalan seimbang. Orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang cukup lebih bisa menikmati dan menjalani kehidupannya. Ada seribu alasan mengapa mereka bisa menikmati hidup tetapi mungkin alasan yang paling tepat adalah karena mereka yakin akan kemampuan dan kelebihan akan diri sendiri dan itu menunjukkan kualitas mental yang bisa dipelajari dengan praktek sehari-sehari (Tracy, 2012). Mikessel dan Foster mengemukakan bahwa kepercayaan diri berkaitan erat dengan penampilan fisiknya. Berbagai usaha dilakukan untuk tampil menarik dan meyakinkan sehingga timbul rasa percaya diri dalam melakukan sesuatu. Penampilan yang baik sangat berperan serta dalam menentukan keberhasilan individu dan

Transcript of T1 802008060 FULLTEXT -...

Page 1: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

1  

 

 

PENDAHULUAN

Kepercayaan diri berasal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang artinya

percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri. Kepercayaan diri

merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena sikap percaya diri ini

akan membuat individu merasa optimis dan mampu untuk melakukan penyesuaian

dengan lingkungan sosialnya. (dalam Nisa, 2011). Bagi Hartono (1994) kepercayaan

diri merupakan sikap individu yang dapat mempraktekkan dan berani menyatakan

keinginannya maupun pendapatnya dengan baik kepada teman ataupun orang yang lebih

tua darinya dan Hartono menyebutkan kepercayaan diri ini memiliki 9 aspek yaitu: (1)

Optimis; (2) Kreatif dan Dinamis; (3) Harga Diri yang Positif; (4) Pikiran Positif; (5)

Menghargai Orang Lain; (6) Bersikap Tenang dalam Persoalan; (7) Bertanggung Jawab;

(8) Toleransi Terhadap Orang Lain; dan (9) Berkomuniasi dan Bersosialisasi.

Maslow (dalam Nisa’, 2011) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri

merupakan modal dasar untuk mengembangkan atau aktualisasi diri (eksplorasi segala

kemampuan dalam diri). Dengan percaya diri seseorang akan mampu mengenal dan

memahami diri sendiri. Sementara itu, kurang percaya diri dapat menghambat

pengembangan potensi diri. Jadi, orang yang kurang percaya diri akan menjadi seorang

yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan

gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan

dirinya dengan orang lain. Sebagian besar orang cenderung membandingkan dirinya

dengan orang lain tidak baik. Mereka akan memikirkan kelemahan dan keterbatasan

yang mereka punya dan akhirnya menjauhkan mereka dari kemampuan atau kelebihan

yang sebenarnya ada dalam diri mereka. Mereka tidak menikmati, menghargai diri, dan

bangga terhadap diri sendiri pribadi. Kepercayaan diri dan harga diri harus berjalan

seimbang. Orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang cukup lebih bisa

menikmati dan menjalani kehidupannya. Ada seribu alasan mengapa mereka bisa

menikmati hidup tetapi mungkin alasan yang paling tepat adalah karena mereka yakin

akan kemampuan dan kelebihan akan diri sendiri dan itu menunjukkan kualitas mental

yang bisa dipelajari dengan praktek sehari-sehari (Tracy, 2012).

Mikessel dan Foster mengemukakan bahwa kepercayaan diri berkaitan erat

dengan penampilan fisiknya. Berbagai usaha dilakukan untuk tampil menarik dan

meyakinkan sehingga timbul rasa percaya diri dalam melakukan sesuatu. Penampilan

yang baik sangat berperan serta dalam menentukan keberhasilan individu dan

Page 2: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

2  

 

 

memperkuat kepercayaan diri sehingga lebih mantap dalam menghadapi tugas atau

pekerjaan (dalam Kartini, 2000). Dariyo (2003) juga mengatakan bahwa pada umumnya

kaum wanita memunyai kepedulian yang lebih besar terhadap penampilan fisik

dibandingkan kaum pria. Mereka selalu berupaya agar jangan sampai dirinya memiliki

penampilan fisik yang jelek, seperti berbadan gemuk atau melampaui berat badan

normal. Untuk itulah, segala cara mereka lakukan agar memiliki postur tubuh yang

ramping sehingga dapat menarik perhatian lawan jenis.

Penampilan bagi kaum wanita menjadi begitu penting karena hal tersebut

merupakan salah satu faktor yang membentuk kepercayaan diri mereka. Tidak dapat

disangkal bahwa semenjak usia dini wanita diajarkan untuk menganggap penampilan

fisiknya sebagai salah satu faktor penting dalam menumbuhkan kebanggaan dan rasa

percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale semacam Cinderella

atau Sleeping Beauty, yang sepertinya memberi pesan kepada anak-anak perempuan

bahwa mereka harus cantik agar disukai. Mereka belajar bahwa hanya putri-putri cantik

dan baiklah yang bisa mendapatkan pangeran tampan dan kaya. Sebaliknya jika tidak

cantik dan tidak bersikap manis, mereka tidak bisa mendapatkannya. Hal ini diperkuat

oleh sebuah studi yang menyatakan bahwa selama masa kanak-kanak, anak perempuan

mendapat lebih banyak perhatian atas penampilannya dari pada anak laki-laki

(Melliana, 2006). Membicarakan tentang penampilan fisik tentunya berkaitan erat

dengan citra tubuh seseorang. Citra tubuh terdiri dari hubungan pribadi individu dengan

tubuhnya sendiri yang mencakup persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan yang

berhubungan dengan penampilan fisik yang dikonseptualisasikan terdiri dari empat

dimensi, yaitu persepsi, kognisi, afeksi dan perilaku (Banfield & McCabe, 2002).

Seperti yang dikatakan oleh Jersild (dalam Putri, 2008) bahwa tingkat citra tubuh

individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian

tubuhnya dan penampilan fisik secara keseluruhan. Perhatian terhadap penampilan fisik

meliputi penilaian kehalusan wajah, kelangsingan tubuh, tinggi tubuh dan berat tubuh.

Citra tubuh juga merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini

sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain di luar individu sendiri, yaitu seperti

keluarga dan masyarakat (Melliana, 2006). Menurut Centi (1997) citra tubuh

merupakan hal yang subjektif, menurut penglihatan diri sendiri. Keadaan dan

penampilan diri pada gilirannya dipengaruhi oleh norma yang dijumpai atau dihadapi.

Selain itu, Hadisuryabrata (dalam Putri, 2008) juga menyatakan bahwa citra tubuh

Page 3: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

3  

 

 

bersifat subjektif, sebab hanya didasarkan pada interpretasi pribadi tanpa

mempertimbangkan atau meneliti lebih jauh kenyataan sebenarnya.

Mondong (2011) menjelaskan bahwa menurut masyarakat abad ke 21,

wanita cantik adalah wanita yang berkulit putih mulus, bertubuh ramping, berpayudara

besar padat dan berambut lurus. Definisi ini telah jauh mengalami pergeseran makna. Di

era 80-an, wanita cantik diilustrasikan dengan tubuh yang montok (gemuk), kulit

kecoklatan dan perutnya berlipat, seperti yang sering kita saksikan dalam film India.

Begitupun wanita di pedalaman Papua, seorang dewi/ratu cantik yang disegani oleh

warganya dari suatu kerajaan/ suku tertentu digambarkan oleh Abdoel Xarim (dalam

Toer, 2001) sebagai berikut; rambutnya keriting, hidungnya ditusuk ke dalam,

kupingnya berlobang besar, mulutnya tebal, perutnya buncit, perhiasannya terbuat dari

gigi dan tulang anjing.

Dulu ketika Indonesia masih dijajah, telah ada idealisasi wanita cantik

seperti diceritakan oleh Abdoel Xarim,“ wanita cantik ideal adalah yang jarinya halus

teratur rapat, kukunya bersih bersusun berkilat, tumitnya bundar, pinggangnya ramping

dan dadanya bidang, rambutnya patah mayang ombak sibolga, hidungnya mancung raut

Azia, giginya putih, bibirnya seperti sirih, kulitnya kuning kulitnya merah berembun,

(Toer, 2001).

Gambaran di atas tetap saja sudah terpengaruh oleh citra cantik wanita Eropa,

atau cantik ala Barat abad ke-18. Dengan demikian terjadi pergeseran makna cantik

antara wanita abad ke-18 dengan wanita cantik abad ke-21 dewasa ini. Wanita cantik

abad ke-18 Indonesia, meski sangat dipengaruhi oleh definisi cantik ala wanita Eropa

tapi masih bisa mempertahankan warna kulitnya yang melayu; kuning / sawo matang

seperti kebanyakan kulit masyarakat Indonesia atau rambutnya yang berombak. Kini di

Indonesia terdapat pergeseran lagi, kulitnya harus putih, rambutnya harus panjang lurus

mengkilat tidak lagi berombak. Indonesia yang mayoritas warna kulitnya kuning/sawo

matang menjadi sasaran empuk produk-produk pemutih. Para wanita di bombardir oleh

iklan-iklan yang mendefinisikan cantik dan putih ala Eropa/barat (Toer, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Fahs (2011) pada perempuan yang berkulit

sawo matang atau hitam, mereka memiliki banyak tuntutan tentang rambut/bulu pada

tubuh mereka dan penilaian sosial terhadap rambut/bulu pada tubuh mereka dari pada

wanita yang berkulit putih atau yang ekonominya menengah/atas. Perempuan yang

memiliki kulit sawo matang/ hitam sering dinyatakan bahwa rambut/bulu pada tubuh

Page 4: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

4  

 

 

mereka sangat buruk dari pada wanita kulit putih.

Penelitian yang dilakukan oleh Falconer dan Neville (2000), mengenai

kepuasan citra tubuh orang Afrika Amerika, seperti yang diperkirakan, kepuasan warna

kulit dikaitkan dengan kepuasan citra tubuh. Konsisten dengan penelitian sebelumnya

oleh Bond dan Cash (dalam Falconer dan Neville, 2000) yang menunjukkan bahwa

ketidakpuasan warna kulit yang juga dikaitkan dengan tingkat ketidakpuasan citra tubuh

yang tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa wanita kurang puas dengan warna

kulit mereka, juga kurang puas dengan penampilan mereka secara keseluruhan.

Kepuasan warna kulit juga secara signifikan terkait dengan penerimaan sosial, begitu

juga dengan daerah tubuh tertentu (misalnya, rambut, pinggul, dan paha). Dalam

penelitian-penelitian di atas yang menjadi subjek penelitian adalah perempuan Afrika-

Amerika dengan salah satu ciri fisiknya adalah kulit berwarna sawo matang hingga

coklat. Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah mahasiswi

Papua Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga yang juga memiliki ciri-

ciri fisik tertentu. Menurut Karoba (2011) salah satu aktivis Papua dalam tulisannya ia

menjelaskan bahwa menurut UU Otsus, orang asli Papua adalah orang yang berasal dari

rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang

yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Pada

umumnya berkulit sawo-matang (cokelat) dan berambut keriting. Adapun ciri-ciri fisik

Ras Melanesia (Papua Melanosoid) yaitu berbadan kekar, ukuran badan tinggi dan

pendek, warna kulit cokelat hingga hitam pekat, berambut hitam keriting, bentuk muka

bulat/tebal, ukuran jari kaki dan tangan pendek. Mereka terdapat di Pulau Papua dan

Kepulauan Melanesia (Waluya, 2007) .

Fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswi Papua di UKSW Salatiga, banyak

dari mereka yang melakukan perubahan terhadap tubuhnya sendiri dengan cara

meluruskan rambut, mencukur bulu kaki, merapikan alis mata, menggunakan behel

(kawat gigi), menggunakan krim pemutih wajah, minum obat pelangsing atau obat

penaikan berat badan, menggunakan berbagai macam alat make-up bahkan sampai

kepada operasi bibir dengan alasan karena mereka ingin terlihat lebih indah dan rapi

dari sebelumnya. Mereka juga menyatakan bahwa mereka merasa lebih nyaman dengan

keadaan tubuh yang seperti sekarang ini (perubahan). Mendapatkan pujian dari orang-

orang di sekitarnya menjadikan mereka lebih percaya diri dan terus mempertahankan

perilaku dalam mengubah beberapa anggota pada tubuh mereka yang akhirnya menjadi

Page 5: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

5  

 

 

kebiasaan. Didapati pula alasan bahwa mereka ingin sama seperti artis favorit atau

idolanya serta mengikuti model atau style terbaru. Ada keluhan dan penyesalan namun

lebih banyak yang merasa puas dan senang karena ada dorongan yang kuat dari dalam

diri sendiri serta dari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian kepercayaan diri mereka

ditentukan oleh seberapa besar pujian yang mereka terima serta penerimaan dari

lingkungan sekitar mereka atas kondisi fisik.

Perilaku-perilaku dari setiap mahasiswi tersebut mencerminkan bahwa mereka

memiliki citra tubuh yang negatif seperti yang dijelaskan oleh Heatherton dan Hebl

(1998) bahwa gangguan citra tubuh seseorang itu dapat dilihat dari obsesi seseorang

yang tidak lagi sehat dan berupaya untuk mengubah penampilan fisik melalui operasi

kosmetik. Tidak hanya untuk mengubah bagian tertentu dari penampilan fisik tetapi

juga untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis dan meningkatkan citra tubuh yang

mereka anggap baik. Jenis yang paling umum dari operasi adalah sedot lemak,

pembesaran payudara, operasi kelopak mata, operasi hidung, dan facelift. Seringkali

seseorang merasa puas dengan bentuk-bentuk tubuh mereka yang berubah tetapi

menjadi tidak puas dan sibuk dengan kekurangan fisik lainnya yang dirasakan.

Willet (2007) juga berpendapat bahwa orang dengan citra tubuh yang negatif

percaya bahwa jika mereka tidak terlihat indah, seperti kepribadian, kecerdasan,

keterampilan sosial, atau kemampuan juga tidak ada yang sempurna. Mereka berpikir

bahwa jika mereka memperbaiki tubuh mereka, semua masalah mereka yang lain akan

hilang. Citra tubuh menjadi negatif bisa dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan budaya.

Sebagai contoh, saat ini adalah wanita yang langsing, mirip model atau artis.

Masyarakat berpikir itu adalah norma, atau standar bagi semua orang. Pada akhirnya,

tidak ada yang peduli apa tren saat ini, keindahan pada tubuh tidak ada lagi

hubungannya dengan kenyataan. Pandangan ini menyebabkan orang untuk percaya

bahwa semua pengalaman mereka dalam kehidupan dipengaruhi oleh penampilan saja.

Namun tidak semua mahasiswi Papua di UKSW Salatiga ini melakukan perubahan pada

tubuh mereka.

Diantara sekian banyak mahasiswi Papua masih ada yang tetap

mempertahankan citra tubuhnya seperti memiliki rambut keriting asli, tidak

menggunakan make-up, tidak melakukan operasi pada bagian tubuh tertentu, mencukur

alis, dan lain-lain. Meskipun demikian, mereka tetap menunjukkan rasa percaya diri

karena mereka masih bisa melakukan aktifitas mereka tanpa ada rasa malu atau takut

Page 6: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

6  

 

 

yang berlebihan. Mereka merasa bangga dengan kondisi tubuh mereka sendiri yang juga

menjadi identitas sebagai orang Papua. Dengan demikian tujuan penelitian ini untuk

mengetahui hubungan citra tubuh dengan kepercayaan diri Mahasiswi Papua di

Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga.

METODE PENELITIAN

Partisipan

Pada penelitian ini jumlah partisipan sebanyak 100 orang Mahasiswi Papua, yang

berusia 18-25 tahun yang sedang melanjutkan studi di Universitas Kristen Satya

Wacana, Salatiga. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan

untuk menentukan subjek penelitian adalah Incidental Sampling, yaitu dengan

mengambil subjek penelitian dari orang-orang yang kebetulan ditemui atau siapa saja

yang ditemui pertama kali pada saat itu juga dan masuk dalam kategori populasi.

Alasan pengambilan sample menggunakan metode ini karena populasi dalam

penelitian ini dianggap homogen sehingga memenuhi syarat untuk menggunakan

metode Incidental Sampling sebagai metode pengambilan sample.

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini digunakan skala citra tubuh yang diadopsi dari penelitian

yang dilakukan oleh Banfield & McCabe (2002), dan skala kepercayaan diri diadopsi

dari penelitian yang dilakukan oleh Nur’Asyah (2005).

Skala Kepercayaan Diri

Item skala kepercayaan diri sebelumnya berjumlah 43 item berkurang menjadi

21 item pernyataan. Validitas tersebut bergerak dari 0,354 – 0,520. Menurut Azwar

(2012), validitas yang bergerak dari ≥ 0,30 dianggap memuaskan. Sedangkan untuk

reliabilitas kepercayaan diri diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dari

21 item valid adalah 0,857 yang berarti skala kepercayaan diri memiliki tingkat

reliabilitas dengan kategori baik.

Skala Citra Tubuh

Item skala citra tubuh sebelumnya berjumlah 28 item berkurang menjadi 22 item

pernyataan. Validitas tersebut bergerak dari 0,350 - 0,756. Menurut Azwar (2012),

Page 7: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

7  

 

 

validitas yang bergerak dari ≥ 0,30 dianggap memuaskan. Sedangkan reliabilitas

kepercayaan diri diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dari 22 item

valid adalah 0,929 yang berarti skala kepercayaan diri memiliki tingkat reliabilitas

dengan kategori baik.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji dan membuktikan secara

statistik hubungan antara kepercayaan diri dengan citra tubuh adalah analisis dari

Sperman Rho yang berfungsi untuk mencari korelasi antara dua variabel (Sugiyono,

2005). Proses analisis ini akan dilakukan menggunakan bantuan program SPSS for

Window versi 20.0. Proses pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner

dan dibagikan kepada mahasiswi Papua yang kebetulan ditemui pada saat itu juga.

HASIL PENELITIAN

Hasil Analisis Deskriptif

Hasil pengukuran deskriptif masing-masing variabel disajikan pada tabel berikut: Tabel I

Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Variabel

a. Pengukuran Kepercayaan Diri Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kepercayaan diri

digunakan 5 kategori, oleh karena jumlah item valid sebanyak 21 item, banyaknya

pilihan jawaban 4 maka skor tertinggi adalah 4 x 21 = 84 dan skor terendah adalah 1 x

21 = 21. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:

i = 84 – 21 = 12,6

5

Page 8: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

8  

 

 

Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel kepercayaan diri dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel II Statistik Deskriptif Kategorisasi Hasil Skala Kepercayaan Diri

Nilai Kriteria Mean N Presentase

71,4 ≤ x < 84 Sangat Tinggi 6 6%

58,8≤ x < 71,4 Tinggi 59 59%

46,2≤ x < 58,8 Sedang 31 31%

33,6≤ x < 46,2 Rendah 3 3%

21 ≤ x < 33,6 Sangat Rendah 1 1%

Jumlah

60,12

100 100%

SD = 7,985 Min = 32 Max = 77

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa 6% mahasiswi Papua memiliki skor

kepercayaan diri pada kategori sangat tinggi, 59% berada pada kategori tinggi, 31%

berada pada kategori sedang, 3% pada kategori rendah dan hanya 1% pada kategori

sangat rendah. Secara umum kepercayaan diri mahasiswi papua berada pada kategori

tinggi yang ditunjukkan oleh rata-rata sebesar 60,12 yang masuk dalam kategori tinggi.

Skor yang diperoleh mahasiswi Papua bergerak dari skor minimum 32 sampai dengan

skor maksimum sebesar 77 dengan standar deviasi 7,985.

b. Pengukuran Citra Tubuh

Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel citra tubuh

digunakan 5 kategori, oleh karena jumlah item valid sebanyak 22 item, banyaknya

pilihan jawaban 7 maka skor tertinggi adalah 7 x 22 = 154 dan skor terendah adalah 1 x

22 = 22. Lebar interval dapat dihitung sebagai berikut:

i = 154 – 22 = 26,4 5 Dengan demikian tinggi rendahnya hasil pengukuran frekuensi variabel kepercayaan diri dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel III Statistik Deskriptif Kategorisasi

Page 9: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

9  

 

 

Hasil Skala Citra Tubuh

Nilai Kriteria Mean N Presentase

127,6≤ x <154 Sangat Tinggi 22 22%

101,2≤ x <127,6 Tinggi 41 41%

74,8≤ x <101,2 Sedang 22 22%

48,4 ≤ x <74,8 Rendah 14 14%

22≤ x <48,4 Sangat Rendah 1 1%

Jumlah

106,36

100 100%

SD = 26,705 Min = 40 Max = 154

Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa 22% mahasiswi Papua memiliki skor citra

tubuh pada kategori sangat tinggi, 41% berada pada kategori tinggi, 22% pada kategori

sedang, 14% pada kategori rendah dan 1% pada kategori sangat rendah. Secara umum

citra tubuh mahasiswi papua berada pada kategori tinggi yang ditunjukkan oleh rata-rata

sebesar 106,36 yang masuk dalam kategori tinggi. Skor yang diperoleh mahasiswi

Papua bergerak dari skor minimum 40 sampai dengan skor maksimum sebesar 154

dengan standar deviasi 26,705.

Hasil Uji Asumsi

Uji Normalitas

Tabel IV

Hasil Uji Normalitas

Variabel Kepercayaan Diri dan Citra Tubuh

Uji

normalitas yang

digunakan dalam

penelitian ini adalah uji normalitas Kolmogorov Sminorv. Berdasarkan uji normalitas

Page 10: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

10  

 

 

tersebut, dapat dilihat pada Tabel 4.5 variabel kepercayaan diri diperoleh nilai koefisien

Kolmogorov sebesar 0,980 dan memiliki signifikansi sebesar 0,292 (p > 0,05). Oleh

karena nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data kepercayaan diri berdistribusi

normal. Hal ini juga terjadi pada variabel citra tubuh. Dapat dilihat pada Tabel 4.5

variabel citra tubuh bahwa pada uji normalitas diperoleh nilai koefisien Kolomogorov

sebesar 0,669 dan memiliki signifikansi sebesar 0,763 (p > 0,05) dapat disimpulkan

bahwa asumsi normalitas dalam penelitian ini terpenuhi.

Uji Linearitas

Tabel V Hasil Uji Linearitas

Dari hasil uji linearitas untuk variabel kepercayaan diri dengan variabel citra tubuh diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,705 dengan signifikansi p = 0,041 (p < 0,050) yang menunjukkan hubungan antara variabel kepercayaan diri dengan variabel citra tubuh adalah tidak linear. Uji Korelasi

Hasil korelasi antara kepercayaan diri dengan citra tubuh dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel VI Hasil Uji Korelasi Kepercayaan Diri dengan Citra Tubuh

Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara variabel kepercayaan diri dengan

citra tubuh, menunjukkan koefisien korelasi r = 0,047 dengan signifikansi sebesar 0,321

Page 11: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

11  

 

 

(p>0,05). Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara

kepercayaan diri dengan citra tubuh.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian tentang hubungan kepercayaan diri dengan citra tubuh

pada mahasiswi Papua di UKSW, didapatkan hasil perhitungan korelasi sebesar r =

0,047 dengan signifikansi sebesar 0,321 (p>0,05), hal ini menujukkan tidak adanya

hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan citra tubuh pada mahasiswi

Papua di UKSW. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dinyatakan ditolak atau H0

= diterima ; H1 = ditolak. Hasil penelitian ini tentu tidak mendukung atau bertolak

belakang dengan pendapat yang sudah dikemukakan sebelumnya oleh Midlle Brook

(Nurzzakiah, 2012) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kepercayaan diri

seseorang adalah penampilan fisiknya. Juga yang dikatakan oleh Dagun (Melliana,

2006) bahwa penampilan bagi kaum wanita menjadi begitu penting karena hal tersebut

merupakan salah satu faktor yang membentuk kepercayaan diri mereka. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kepercayaan diri dipengaruhi oleh faktor lain. Seperti yang

dikemukakan oleh Brook (Nurzzakiah, 2012) bahwa selain penampilan fisik faktor

lainnya ada pola asuh, jenis kelamin dan pendidikan juga memengaruhi kepercayaan

diri seseorang. Perry (2006) juga mengutarakan beberapa faktor lainnya yaitu arogansi,

keraguan diri dan rendah diri seseorang memengaruhi kepercayaan dirinya.

Dari hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini diketahui kepercayaan diri

mahasiswi Papua memiliki skor paling banyak 59% yang berada pada kategori tinggi

sedangkan citra tubuh mahasiswi Papua memiliki skor paling banyak 41% yang berada

pada kategori tinggi. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa sebanyak 59%

mahasiswi Papua memiliki kepercayaan diri dalam kategori tinggi dan sebanyak 41%

mahasiswi Papua memiliki citra tubuh dalam kategori tinggi. Citra tubuh mahasiswi

Papua di UKSW berada pada kategori tinggi, salah satu alasannya adalah karena mereka

dapat diterima di lingkungannya secara baik sekalipun mereka memiliki warna kulit,

jenis rambut dan bentuk fisik lainnya yang berbeda dari lingkungan sekitarnya. Menurut

Tailor (dalam Karina & Suryanto, 2012) penerimaan adalah kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa mengendalikan. Hurlock

mengemukakan bahwa penerimaan sosial adalah keadaan dimana keberadaan

Page 12: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

12  

 

 

seseorang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu hubungan yang dekat

dan hangat pada suatu kelompok (dalam Karina & Suryanto, 2012).

Dari hasil penelitian ini citra tubuh mahasiwi Papua adalah tinggi dan ini

disebabkan salah satunya karena adanya penerimaan sosial yang baik dari mahasiwa/i

UKSW yang berasal dari suku lain terhadap mahasiwi Papua. Seperti yang dinyatakan

oleh Sina (2013) bahwa UKSW biasa dipanggil dengan sebutan Indonesia mini yang

menunjukkan suatu keharmonisan dan saling menghargai antara manusia karena di

UKSW terdapat begitu banyaknya suku yang dimulai dari Sabang hingga Merauke.

Dalam hal ini memang sangat indah menimbang setiap mahasiswa dapat saling belajar

budaya lain sehingga perlahan tapi pasti mindset global pun akan meningkat. Dan bukan

hanya mindset global saja melainkan juga kepekaan yang hakiki bahwa semua manusia

pada prinsipnya adalah unik. Kepekaan hakiki tersebut muncul karena ketika

berinteraksi dengan mahasiswa/I atau pun orang sekitar , mampu membuka cakrawala

berpikir bahwa saling menghargai dan menghormati budaya yang memang turut

mempengaruhi perilaku manusia sangat bermanfaat. Dan tidak hanya itu saja, hidup

diantara begitu banyaknya orang yang memiliki latar belakang budaya berbeda

membuat sikap nasionalis yang rasional semakin meningkat.

Dalam event atau kegiatan-kegiatan di kalangan fakultas atau pun universitas

mahasiswa/i UKSW juga dituntut untuk bekerja sama untuk menyukseskan sebuah

acara. Hal itu menyebabkan mahasiswa/i UKSW lebih menghargai dan menerima setiap

perbedaan budaya, penampilan fisik, karakter, dan lain-lain. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa citra tubuh mahasiswi Papua berada pada kategori tinggi karena

adanya penerimaan sosial yang baik dari lingkungan sekitarnya yang akhirnya juga

tidak mengganggu kepercayaan diri mereka sebagai wanita Papua.

Diharapkan Mahasiswi Papua di UKSW untuk tetap mempertahankan

pandangan dan penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri, karena orang yang

mampu memberi penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri akan memiliki

kepercayaan diri yang tinggi. Keberagaman itu indah, jadi teruslah pertahankan identitas

diri dengan menjaga citra tubuh sebagai wanita Papua yang unik dengan tidak merubah

penampilan fisik secara berlebihan. Bagi peneliti selanjutnya hendaklah melanjutkan

penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel yang digunakan sehingga dapat

terungkap faktor apa saja yang memengaruhi kepercayaan diri. Juga dimungkinkan

Page 13: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

13  

 

 

untuk bisa melanjutkan penelitian ini dengan subjek dan tempat penelitian yang

berbeda. Hasil pengembangan variabel diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian.

Page 14: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

14  

 

 

DAFTAR PUSTAKA. Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikolgi. Yogyakarta: Pustaka Pleajar. Banfield, S. & McCabe, P. (2002). An Evaluation of The Construct of Body Image,

Adolosence. Vol. 37. No. 146. Centi, PJ. (1997). Mengapa rendah diri. Alih bahasa : A.M. Hardjana. Yogyakarta :

Kanisius. Dariyo, Agoes. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta : Grasindo Fahs, Breanne. (2011). Breaking body hair boundaries: Classroom exercises for

challenging social constructions of the body and sexuality. Arizona State University, USA

Falconer, W. J., &Neville, A. H. (2002). African American College Women’s Body

Image:An Examination of Body Mass, African Self-Conciousness, and Skin Color Satisfaction. Columbia: University of Missouri.

Hartono, Bambang. (1994). Melatih anak percaya diri. Jakarta : BPK Gunung Mulia Heatherton, F. T. & Hebl., R. M. (1998). Body Image. Academic Press. Darmouth College. Karina. M., S. & Suryanto. (2012). Pengaruh Keterbukaan Diri Terhadap Penerimaan

Sosial Pada Anggota Komunitas Backpacker Indonesia Regional Surabaya Dengan Kepercayaan Terhadap Dunia Maya Sebagai Intervening Variabel. Psikologi Kepribadian dan Sosial Volume 1, No. 02. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Karoba, S. (2011). Apa dan Siapa Orang Asli Papua. Published on July 07

http://papuapost.com/2011/07/sem-karoba-apa-dan-siapa-orang-asli-papua/ Melliana, A. S. (2006). Perempuan dalam mitos kecantikan. Yogyakarta: Pelangi

Aksara Lkis. Mondong, T. (2011). Representasi perempuan dalam iklan ponds. Vol. 8. No. 1. Maret

2011. ISSN 1693-9034. Hal. 123. Nisa’. K. (2011). Hubungan tingkat kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi siswa

kelas XI IPA di SMA Mazra’ Atul Ulum Paciran. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Nur’asyah. (2005). Hubungan kepercayaan diri dan persepsi siswa terhadap matematika

dengan hasil belajar matematika di SMP Negeri sekota Medan. Tesis. Medan: Universitas Negeri Medan.

Page 15: T1 802008060 FULLTEXT - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8934/1/T1_802008060_Full... · percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng atau fairy tale

15  

 

 

Nuruzzakiah, R. (2012). Hubungan komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngaawi. Skripsi. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Perry, M. (2006). Confidence Boosters/ pendongkrak kepercayaan diri. London:

Octopus Publishing Group Ltd 2-4 Heron Quays, Docland. E14JP. Putri, W. E. T. (2008). Hubungan antara citra raa dan kepercayaan diri pada mahasiswi

Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Skrpisi.Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Sina, Peter. (2013). UKSW Indonesia Mini, Apakah Itu dan Bagaimanakah Itu?.

Published on January 18. edukasi.kompasiana.com/2013/01/18/uksw-indonesia-mini-apakah itu-dan-bagaimanakah-itu-526510.html

Sugiyono. (2005). Statistika untuk penelitian.Bandung : Alfabeta.

Toer, A. P. (2001). Cerita dari Digul. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Tracy, B. (2012). The power of self confidence. Canada: Published by John Miley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey.

Waluya, B. (2007). Sosiologi, Mengenal fenomena sosial di masyarakat. Bandung: PT.

Setia Purna Invest. Willet, E. (2007). Dieting and eating disorders, negative body image. The Rosen

Publishing Group, Inc. 29 East 20st Street. New York, NY 10010.