System Partikel Dan Pusat Massa
-
Upload
dewifa9703 -
Category
Documents
-
view
790 -
download
5
Transcript of System Partikel Dan Pusat Massa
A. SISTEM PARTIKEL DAN PUSAT MASSA
Hukum kekekalan energi mekanik berkaitan dengan momentum linear,
momentum anguler dan energi terapan diberbagai system. Jika sebuah system
berisi sejumlah N partikel, dengan symbol bilangan 1,2……N. massa partikel ini
adalah m1, m2,……mN dan letaknya pada jarak r1, r2,……….rN dari titik asal O.
kecepatan partikel adalah r21, r2
2………..r2N(a1, a2,……aN). untuk beberapa system
partikel, pusat massa terletak pada jarak R(X,Y,Z) dari titik asal dan didapat
hubungan.
(m1, m2,……mN)R =m1r1 +m2r2+…….+mN rN atau
∑k =1
N
mk R=∑k=1
N
mk r k
Oleh karena itu :
R = ∑ mk rk
∑ mk
= ∑ mk rk
M
(1)
Dalam hal ini M =∑ mk merupakan jumlah dari keseluruhan massa dalam
system tersebut dan penjumlahan Σ dari k = 1 ke k = N. berdasarkan komponen
tersebut dapat dituliskan :
X = 1M ∑ mk xk , Y = 1
m∑ mk yk , Z= 1M ∑mk zk
(2)
Kecepatan v=R pada pusat massa dapat diperoleh dengan differensi
persamaan (1) terhadap t oleh karena itu,
v=R= 1M ∑mk rk (3)
Komponen-komponen kecepatan pusat massa dapat ditulis :
vx=x1M ∑mk xk , v y= y= 1
M ∑mk yk , vz= z= 1M ∑ mk zk A=π r2
(4)
Percepatan a didapat dengan mendefferensialkan lagi, yakni :
ax= x= 1M ∑mk xk , a y= y= 1
M ∑mk yk , az=1M ∑ mk zk (5)
B. KEKEKALAN MOMENTUM LINEAR
Untuk sebuah partikel tunggal bermassa m bergerak dengan kecepatan v dan
momentum linear p, hukum II Newton menyatakan :
F=d pdt
(6)
Teorema momentum untuk system partikel :
“ Kekekalan momentum linear : perubahan rata-rata pada momentum linear
adalah sama dengan gaya terapan luar total. Jadi bila jumlah semua gaya terapan
luar sama dengan nol, maka momentum linear total p dari system ini adalah
konstan.”
p = konstan, jika F = 0 (7)
Pusat koordinasi massa
p=∑k=1
N
mk r=M R (8)
“Pusat massa pada sistem partikel bergerak seperti halnya partikel tunggal
bersama m (sistem massa total )bekerja pada gaya tunggal F sama dengan jumlah
semua gaya luar yang bekerja pada sistem.”
Dua buah pendekatan differensial :
1. Hukum II newton
2. Prinsip dari kerja nyatanya
F ki =¿
(9)
merupakan gaya dorong pada partikel menuju partikel . Sesuai dengan
hukum III newton.
Fki =−Fk
i (10)
Kerja yang dilakukan oleh gaya internal Fki
pada suatu simpangan sesungguhnya
δ r untuk partikel ke k th adalah
δW k=Fki⋅δ r (11)
Kerja total yang dilakukan oleh seluruh gaya internal adalah :
δW=∑k=1
N
δW k=∑k=1
N
(Fki⋅δ r )=δ r [∑k=1
N
Fki ]
(12)
C. KEKEKALAN MOMENTUM SUDUT
Momentum sudut dari partikel tunggal didefenisikan pada bentuk perkalian
silang yaitu :
L=r×p=r×m r=r×m v (13)
Pada sistem partikel N, momentum sudut total L dapat dituliskan sebagai
jumlah vector :
L=∑k=1
N
(rk×pk )=∑k=1
N
(rk×mk r¿ )=0
(14)
Gaya total yang bekerja pada partikel k, diperoleh :
d Ldt
=∑¿
N
¿¿¿¿¿¿¿=∑k=1
N
rk×Fke+∑
¿
N
¿¿¿¿¿
(15)
Dalam hal ini Fke
merupakan gaya luar total yang bekerja pada partikel k, dan
Fkli
sebagai gaya dalam yang bekrja pada partikel k thmenuju partikel lth . Suku
kedua pada ruas kanan sama dengan nol, dalam hal ini :
∑¿
N
¿N
=(rk×Fkli )×(rl×F lk
i )¿¿
(16)
Oleh karena Fkli =−F lk
i, maka persamaan
∑¿
N
¿N
=(rk×Fkli )×(rl×F lk
i )¿=(rk−rl×Flki =r kl×Fkl
i )¿ (17)
D. KEKEKALAN ENERGI
Gaya keluar Fke
tergantung pada posisi r k dari partikel k, sedangkan gaya
dalam Fki
tergantung pada posisi relatif dari partilkel –partikel relative lain
terhadap partikel k,yakni rkl=(r k−rl ) dan sebagainya. Jika gaya
Fk memenuhi
kondisi :
∇×Fk=curl⋅Fk=0 (18)
Sehingga
Fkx=−dVd xk
⋅Fky=−dVd yk
, Fkz=−dVdzk , dengan k=1,2 ,. .. . N (19)
Gerak partikel k thdinyatakan sebagai :
mk rk
¿⋅¿=mk
v¿
=Fk
¿ (20)
Yang merupakan hukum kekekalan energi.
Jika gaya luar tidak gayut pada posisi, maka gaya dalam dapat diturunkan dari
suatu fungsi potensial, sehingga
ddt
( K+V i )=∑k=1
N
Fke⋅rl
¿
(21)
Oleh Vigayut pada posisi relative pasangan partikel, maka
V kli =V kl
i (r kl )=V kli (rk−rl ) (22)
Dapat diperoleh bahwa :
Fki =−i
dV i
dxk
− jdV i
dyk
−kdV i
dzk (23)
E. GERAK SISTEM DENGAN VARIABEL MASSA : ROKET DAN
SABUK-BERJALAN DAN SABUK BERJALAN
Kecepatan gas merupakan u terhadap roket, sedangkan kecepatan u+v
terhadap sistem koordinat tertentu pada interval waktu antara t dan t+dt,
sejumlah pembuangan gas adalah |dm|=-dm, sedangkan massa roket adalah
m+dm dan kecepatan v+d v
Momentum sistem pada saat t yakni
p(t)=mv (24)
Dan momentum sistem pada saat t + dt adalah
p (t+dt )=proket (t+dt )+ pgas (t+dt )
=(m+dm ) (v+d v )+(−dm) (v+u ) (25)
u adalah kecepatan dari gas yang keluar :
md vdt
=udmdt
+F (26)
Kecepatan akhir v , tergantung pada dua factor,
1. Besar nilai u , v kecepatan dari gas yang dikeluarkan dan
2. Besar m0 /m , dala hal ini m0 merupakan massa awal roket dan bahan bakar,
sedang m sebagai massa akhir saat semua bahan bakar telah digunakan.
Untuk posisi roket dekat permukaan bumi. Maka gaya gravitasi tak dapat
diabaikan sehingga disubstitusi F=m g dalam persamaan didapat
md vdt
=udmdt
+m g (27)
Dan hasil integrasinya,
∫0
1
d v=u∫m0
m1m
dm+g∫0
1
dt
v=v0−u lnm0
m+g⋅t
(28)
Pada saat t = 0 dan besar kecepatan v0=0
, dan u berlawanan dengan v , maka
persamaan (56) menjadi (bentuk saklar)
v=u⋅ln(m0
m )−g⋅t (29)
Momentum toal pada sistem , sabuk dan pasir pada sabuk yakni
P= (m+M ) v (30)
Karena M dan v konstan, sedangkan m berubah maka
F=d pdt
=vdmdt (31)
Dalam hal ini F merupakan gaya digunakan pada sabuk-sabuk berjalan. Daya
yang disuplai oleh gaya agar sabu-berjalan dapat melaju v yakni :
Daya = P = F . v = v2 dm
dt= d
dtmv2=2
ddt ( 1
2mv2)
atau
=2
ddt ( 1
2(m+M ) v2)=2
dKdt (32)
Ketika pasir mengenai sabuk berjalan maka harus dipercepat dari kelajuan nol
sampai kelajuan sabuk berjalan menempuh jarak tertentu. Pada pengamat yang
berada pada sabuk ,pasir yang jatuh kebawah harus bergerak horizontal dengan
kelajuan v pada arah berlawanan dengan sabuk.
F.TUMBUKAN LENTING DAN HUKUM KEKEKALAN
Tumbukan antar partikel dapat dibedakan menjadi tumbukan elastic yang
berlaku kekekalan momentum linear dan energy kinetic, dan tumbukan elastic
yang hanya berlaku kekekalan momentum linear namun kekekalan energy
kinetiknya tak berlaku.
Untuk tumbukan lenting :pi=p f , dan K i= K f (33)
Untuk tumpukan tak lenting :pi=p f , dan K i≠ K f (34)
Sebuah benda bermassa m1 bergerak dengan kecepatan v1i , dan mengenai
sebuah partikel lain bermassa m2 pada keadaan diam yang keduanya berada di
sepanjang sumbu x. Setelah tumbukan, massa m1 bergerak dengan kecepatan v1f
membentuk sudut θ dengan sumbu x, dan massa m2 bergerak dengan kecepatan
v2f , membentuk sudut ϕ dengan sumbu x.
Untuk kasus (a) θ = 0, tumbukan satu dimensi yang merupakan tumbukan
tepat pusat massa
v1 f
v1i
=1 atauv if
v1 i
=m1−m2
m1+m2 (35)
Tidak terjadi bertumbukan
v2f = 0, jika
v if
v1i
=1 (36)
Pada kasus (b) m1> m2, maka
cos2θ≥m
12−m22
m12 (37)
Dan untuk θ = θm
cos2 θ =m
12−m22
m1
2
=1 −m
22
m12
, 0 ≤ θm ≤π2
(38)
Sudut hamburan θ harus lebih kecil daripada θm , jika θ > θm dan π
2≤θ≤θ
,
nilai dibawah tanda akar mejadi negatif. Dalam hal ini θm merupakan sudut
maksimum = θ maks,
θ≤θmaks , dan 0<θ< π2
untuk kasus (c) m1<m2, dalam hal ini tak ada batasan nilai sudut hamburan, suatu
keadaan sudut θ lebih besar dari
π2 maka dihasilkan hamburan balik. Jika θ =0
dan φ =0 maka akan didapatkan seperti kasus pertama (a) yakni,
v1
v2
=m1−m2
m1+m2 dan
v2 f
v1i
=m1−m2
m1+m2 (39)
Untuk tumbukan pusat massa maka
m1
m2
=2k 1i
k2 f
−1±[( 2 k1 i
k2 f
−1)−1]12
(40)
Kasus (d) m1= m2, cos θ dan sin θ , didapat :
v1i cosθ =v1f +v2f . cos (θ+φ ) (41)
Karena m1 =m2, persamaan (39) menjadi
v 1i =v1 f . cos (θ ) (42)
G. TUMBUKAN TAK LENTING
Jika energy kinetic awal adalah Ki dan energy kinetic akhir adalah Kf, maka
energy disintegrasi (φ) dapat dinyatakan sebagai
φ = Kf -Ki (43)
jika φ>0 exoergic, tumbukan tak lenting jenis dua (44a)
φ<0 endoergic, tumbukan tak lenting jenis pertama (44b)
φ=0 tumbukan lenting (44c)
Ditinjau sebuah objek bermassa m1 bergerak dengan kecepatan v1 menabrak
sebuah objek lain yang diam bermassa m2 dan kemudian kedua objek menempel
setelah tumbukan dan kecepatannya v2.
v2=m1 v1
m1+m2
(45)
Dalam hal ini energy kinetk tidak kekal, sehingga
Q=K 1
−m2
m1+m2
(46)
Yang bernilai negative dan tumbukannya bersifat endoergenik. Jadi energy
minimumnya (energy ambang) dinyatakan dengan persamaan,
(K1)ambang = (1+m1
m2)|Q| (47)
Untuk reaksi endoergic K1 harus menjadi ≧ (K1) ambang.
H. SISTEM KOORDINAT PUSAT MASSA DUA BENDA
Suatu sistem berisi 2dua objek bermassa m1 dan m2 pada jarak r1 dan r2 dari titik
asal O. F1e dan F2
e merupakan gaya luar yang bekerja pada m1 dan m2, sedangkan
F12i adalah gaya dalam yang bekerja antara m1 dan m2, dan F21
i sebagai gaya dalam
yang bekerja antara m2 dan m1, sesuai dengan hokum III Newton
F21i = -F21
i (48)
Sedangkan gaya luar total yang bekerja pada suatu system
F=F1e+F2
e (49)
Koordinat pusat massa R=m1 r1+m2r2
m1+m2
Total momentum linear system yakni
p=m1 r 1+m2 r2=M R
(50)
Total momentum sudut sistem yakni
L=m1 (r1 xr1 )+m2(r 2 xr2 )
(51)
I. TUMBUKAN DALAM SYSTEM KOORDINAT MASSA
Sebuah partikel bermassa m1 di x1 bergerak dengan kecepatan v1i, sementara
sebuah partikel bermassa m2 di x2 diam. pusat massa xc diberikan oleh :
(m1+m2)xc = m1x1 +m2x2 (52)
Kecepatan pusat massa diperoleh dari defferensial persamaan (50) yaitu
(m1 +m2)vc = m1x1+m2 x2 (53)
Dimana vc=dxc/dt, x1=v1 dan x2=0, sehingga kecepatan pusat massa vc terhadap
SKL diberikan oleh
vc=m1 v1i
m1+m2
= μm
v1 i (54)
Dimana μ adalah massa tereduksi. Misalkan tumbukan antara m1 dan m2 diamati
oleh pengamat yang berada dalam SKPM yang bergerak dengan kecepatan vc.
kecepatan m1 dan m2 terhadap SKPM v’1i dan v’2i(tanda aksen menunjukkan
bahwa besaran digambarkan dalam SKPM).
v1i' =v1 i−v c=v1 i−
m1
m1+m2
v1 i=m2
m1+m2
v1 i=μ
m1
v1 i (55)
v2i' =v2 i−vc=
−m1
m1+m2
v1 i=−μm2
v1 i (56)
Momentum tiap partikel sebelum tumbukan dalam SKPM adalah
p1 i' =m1 v1 i
' =m1 m2
m1+m2
v1i (57)
p2 i' =m2 v2 i
' =−m1m2
m1+m2
v1 i (58)
Jadi momentum linear total dari system dalam SKPM sebelum tumbukan adalah
p1' =p1 i
' + p2 i' =
m1 m2
m1+m2
v1i−m1 m2
m1+m2
v1 i=0 (59)
Untuk tumbukan tak lenting v1 i≠ v 1 f
tanθL=sinθc
m1 v1 i
m2 v1 f
+cosθc (60)
Untuk tumbukan lenting, v1 i=v 1 f
tanθL=sinθc
(m1/m2 )+cosθc (61)
Ditinjau beberapa kasus khusus untuk tumbukan lenting:
Kasus (a) : Jika m1=m2, seperti dalam kasus tumbukan antara neutron dan
proton dapat di tuliskan sebagai:
tanθL=sinθc
1+cosθc=
2sin( θc2 )cos (θc
2)
2cos2( θc
2)
=tanc2
(62)
Sehingga
θL=θc
2 (63)
Karena dalam SKPM θc dapat memiliki nilai antara 0 dan π, maka θL dapat
memiliki nilai maksimum π /2.
Kasus (b): Jika m2>m1,
tanθL ≈sinθccosθc
= tanθC (64)
Sehingga θL ≈ θC (65)
Kasus (c): Jika m1>m2,partikel yang menumbuk lebih berat dibandingkan partikel
sasaran. Dalam kasus ini, θL harus sangat kecil, tidak peduli berapa nilai θC . Hal
ini bersesuaian dengan persamaaan (90) yang menyatakan bahwa θL tidak dapat
lebih besar nilainya dibandingkan nilai maksimum θmaks.
J. GAYA TOLAK KUADRAT TERBALIK: HAMBURAN
RUTHERFORD
Lintasan dari hamburan seperti ini adalah hiperbolik. Partikel bermuatan
positif q, bermassa m 1 dan memiliki kecepatan vo bergerak menuju sebuah inti
sasaran yang bermuatan positif Q dan bermassa M yang diam. Gaya tolak kuadrat
terbalik antar kedua partikel adalah
F=kQq
r2=K
r2 (66)
Dimana k=8,99x 109 N M2 ¿C2 dan K= kQq bernilai positif sehingga F merupakan
gaya tolak.
Dengan K bernilai positif. Dari persamaan eksentrisitas e, yaitu
e=√1+ 2 E L2
m K2 (67)
Menyarankan agar e>1 sehingga lintasan partikel alpha yang datang berbentuk
hiperbolik. Sudut hamburan θ yangmerupakan sudut antara kedua a simptot
adalah
tanθ2=tan( π
2−α)=cotα (68)
Dalam persamaan hiperbolik
r=a(e2−1)1−ecosθ
(69)
Untuk partikel yang berada di tak hingga r=r= , danθ=α , persamaan di atas
menjadi
tanθ2=√ m K2
2 E L2 (70)
Sudut hamburan θ dapat ditentukan secara eksperimen, ketika b membesar, θ
akan mengecil, atau semakin kecil parameter tumbukan, sudut hamburannya akan
membesar. Jumlah partikel alpha dN yang dihamburkan melelui sudut θ +dθ
sebanding dengan pusat hamburan n dan jumlah partikel yang datang N, yaitu
dN=nN dσ (71)
dimana dσ didefenisikan sebagai tampang lintang (cross section) untuk
hamburan melalui sudut θ dan θ +dθ dapat dibayangkan sebagai daerah efektif
yang mengelilingi tiap pusat hamburan dimana partikel yang dapat harus
menumbuk agar terhambur, sehingga daerah sensitive total untuk hamburan dalam
satuan daerah target adalah n dσ . Tampang lintang dalam hal ini adalah σ dan
sama dengan daerah piringan berjari-jari b, dengan pusat di F
σ =πb2 (72)
Sehingga
dσ = 2πbdb (73)
b dan db dapat dinyatakan dalam θ dan dθ
b= K
2m v02
sinθ
sin2( θ2 ) (74)
Rhuterford menggunakan rumus tersebut untuk tersebut untuk menganalissa hasil
ekperimen hamburan partikel alfa (q= 2e) oleh inti target (Q=Ze) pada lempeng
tipis. Penyimpangan dari rumus hamburan Rhuterford terjadi jika energy kinetic K
dari partikel yang datang lebih besar daripada energy potensial minimum pada
jarak rmin. Rhuterford menyimpilkan bahwa jari-jari inti adalah 10-14m.
dσ=2 π ( kQq2 μ v0
2 ) sin θc
sin4( θc
2 )dθ
(75)
Pada kasus m1= m2 maka θc=2θL=2θ sehingga
dσ=2 π ( kQq2 μ v0
2 ) sin 2θsin4 (θ )
dθ (76)