Syok Pada Anak

67
BAB I PENDAHULUAN Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler perifer. Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan merupakan gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (>20%) yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan usia. Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah intravaskuler . jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Dinegara berkembang penyebab utama hipovolemik adalah diare 1

description

jiwa

Transcript of Syok Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal

mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh

kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan

resistensi vaskuler perifer.

Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab.

Renjatan merupakan gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi

(>20%) yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat

menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak

tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi

tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan usia.

Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah

intravaskuler . jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan

penyebab kematian terbanyak pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta

kematian tiap tahun, meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Dinegara

berkembang penyebab utama hipovolemik adalah diare akut dan demam berdarah

dengue, sedang dinegara maju penyebab terbanyak hipovolemik adalah perdaraha

akibat trauma. Di IRD RSUD dr. soetomo 6-8% dari sekitar 5000-6000 kunjungan

penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan penyebab

utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue.

Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel

sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi

penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan,

selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin,

sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi syok

Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik

dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk

mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul

akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang

massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau

emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok

septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon

imun (syok anafilaktik).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang

menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan

akibat gangguan mekanisme homeostasis.

2.2 Penyebab terjadinya syok

Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok adalah :

Tabel 2.1 Penyebab syok

Jenis Syok Penyebab

Hipovolemi

k

1. Perdarahan

2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)

3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi

usus dan lain-lain

Kardiogenik 1. Aritmia

Bradikardi / takikardi

2. Gangguan fungsi miokard

Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan

Penyakit jantung arteriosklerotik

Miokardiopati

3. Gangguan mekanis

2

Regurgitasi mitral/aorta

Rupture septum interventrikular

Aneurisma ventrikel massif

Obstruksi:

Out flow : stenosis atrium

Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus

Obstruktif 1. Tension Pneumothorax

2. Tamponade jantung

3. Emboli Paru

Septik 1. Infeksi bakteri gram negative, misalnya: eschericia coli, klibselia

pneumonia, enterobacter, serratia, proteus, dan providential.

2. Kokus gram positif, misalnya : stafilokokus, enterokokus, dan

streptokokus

Neurogenik 1. Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang

belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan

quadriflegia atau para flegia)

2. Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan, misal nyeri hebat

3. Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat

anestesi

4. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan

bradikardi jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang

pingan mendadak akibat gangguan emosional

Anafilaksis 1. Antibiotic : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,

ampoterisin B

2. Biologis : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan

gamma globulin

3. Makanan : Telur, susu, dan udang/kepiting

4. Lain-lain : Gigitan binatang, anestesi local

3

Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok

Infromasi

Diagnostic

Hipovolemik Kardiogenik Neurogenik Septik

(Hyperdynamic

State)

Gejala dan

tanda

Pucat; kulit

dingin,

Basah;

takikardi;

Oliguri,

hipotensi;

peningkatan

resistensi

perifer

Kulit basah,

dingin; taki-

dan

bradiaritmia;

oliguri;

hipotensi;

peningkatan

resistensi

perifer

Kulit hangat,

denyut jantung

normal/rendah,

normo/oliguri,

hipotensi,

penurunan

resistensi

perifer

Demam, kulit

teraba hangat,

takikardi,

oliguri,

hipotensi,

penurunan

resistensi

perifer.

Data

laboratorium

Hematokrit

rendah ( fase

akhir)

Enzim jantung,

EKG

Normal Hitung

neutrofil,

pengecatan

gram, kultur

2.3 Patofisiologi syok secara umum

Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan

kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan,

sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali

ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.

c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah

kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah

perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila

tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya

tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan

darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi

4

sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah

akan turun.

Gambar 2.1 Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)

Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-

kembangan syok.

5

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi

(masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani

oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).

Fase1 : Kompensasi

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui

mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu

meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah

dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan

darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat

peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara

temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat

peningkatan sekresi vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan

mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan

dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah

jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan

dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga

metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic

menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir

dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam

karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons

terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya

mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas

membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang

dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan

reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok

6

dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi

perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin,

serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1),

xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets

agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal

pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru

dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan

permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung

(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah,

tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled,

capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah

cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus

berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi

organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di

jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh

akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat

dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi

tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-

tanda kegagalan system organ lain.

2.4 Diagnosis

Syok adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya.

Diagnosis bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis syok pada

stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering

kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap

kemungkinan terjadinya shock pada penderita dengan resiko tinggi. Pada

7

penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga

dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda syok.

Diagnosis syok pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda

shock berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba,

akral dingin dan sianosis mudah dikenali, tapi pada compensated syok dimana

tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan, seringkali diagnosis renjatan

shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa yang baik dan benar sangat

penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya

muntah dan diare akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma atau

pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena

perdarahan. Pada neonatus panas pada ibu pada aktu melahirkan, ketuban pecah

prematur (KPP), perdarahan intrapartum atau distress fetal dapat membantu

memperkirakan penyebab renjatan pada bayi.

Manifestasi klinis tergantung pada:

Penyakit primer penyebab syok

Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang

Lamanya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi

Tipe dan stadium renjatan

2.5 Penatalaksanaan

1. Airway dan Breathing

a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).

c. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit

d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa

sungkup (Ambu bag) atau ETT.

2. Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,

tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.

8

Cari dan Atasi Penyebab :

Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk

mempermudah kembalinya darah ke jantung.

Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.

Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya

muntahan.

Jangan diberikan apapun melalui mulut.

Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.

Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan

obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan

tekanan darah.

Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.

Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok

jika perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut atau jika syok disebabkan

oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan

volume darah.

Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang

mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat

mungkin karena bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.

Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan

usaha untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung

diperbaiki dan volume darah ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat

denyut jantung bisa diberikan atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk

memperbaiki kemampuan kontraksi otot jantung.

Pemberian Cairan :

Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,

muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada

perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam

paru.

Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi

kontra.

9

Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama

dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume

intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti

plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan

jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama

dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.

Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan

berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian

volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali

volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid

memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah

diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan

larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.

Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan

yang berlebihan.

Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan

berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi

darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat

pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ

Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,

"Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

2.6 Komplikasi

SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi

Gagal ginjal akut (ATN)

Gagal hati

Ulserasi akibat stress

10

BAB III

KLASIFIKASI SYOK

3.1 Syok Hipovolemik

Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok

hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume

intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh

gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun

shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi

cairan.

Etiologi syok hipovolemik pada anak :

Tabel 3.1 etiologi syok hipovolemik

Intake kurang atau output kelebihan Translokasi cairan

1. Dehidrasi disebabkan:

a. Intake yang kurang (minum

kurang, anoreksia, hipodipsi

karena hipotalamus terganggu.

b. Output meningkat:

- keringat banyak/insensible loss

menigkat (hiperventilasi, panas

tinggi)

- osmotic dieresis (diabetes

insipidus, defisiensi A.D.H,

penyakit ginjal kronis)

- kehilangan Na (Na loss

nepropathy, pemakaian diuretic)

- kehilangan melalui saluran

percernaan (diare, ileostomi,

muntah, fistula

2. kehilangan darah

- intraintestinal (ileus paralitik,

hirschprung)

- asites dan edema (sindroma nefrotik)

11

- trauma

- perdarahan gastrointestinal

- perdarahan intracranial

3. kehilangan plasma

- luka bakar

- peritonitis

Patofisiologi

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok.

Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan

mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat

pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi

tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan system

pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan

terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang

terjadi adalah melalui:

1. Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh

darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap

baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke

pusat juga berkurang sehingga akan terjadi :

- Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre

- Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan

takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan

kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus

merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan

darah.

2. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun

sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila

12

terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah

vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.

3. Cerebral ischkemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi

sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada

reseptor-reseptor perifer .

4. Reseptor humoral

Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormon-

hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormon

yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari

hormon ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi.

Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload,

isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofise posterior juga

meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

5. Retensi air dan garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh

apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I.

angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang

mempunyai sifat :

- Vasokonstriksi kuat

- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi

natrium di tubulus ginjal.

- Menigkatkan sekresi vasopressin.

13

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi

6. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan

agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat

keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular

atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik

intravascular akan menurun makan akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke

intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari

kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses

ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.

14

Volume sirkulasi↓

Ginjal

Ngiotensi, vasopressin, aldosteron

HR↑, kontraktilitas otot jantung ↑, vasokonstriksi

Output simpatetik meningkatkat,output parasimpatetik menurun

Aktivasi cardiostimulator Cardio inhibitor center

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic

Volume sekuncup ↓

Preload ↓

Akibat dari semua ini maka akan terjadi:

a. Vasokonstriksi yang luas

Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal,

splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi

vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai

usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin pada syok.

Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit

menjadi pucat.

b. Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada

fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini

tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin menurun sampai

tidak teratur.

c. Takikardia

d. Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi

asidosis metabolic

e. Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga

keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan

kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri dan

vena.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka

metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya

menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik

dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa

akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi

penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi

menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi

kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium

keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan

kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau

terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.

15

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi

sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal,

dan sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan

akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah

(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga

melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur

pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen,

yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan

darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari

bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik

dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan

pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur

oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah

pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke

otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus

gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan

sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi

angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang

keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu

vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari

korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan

akhirnya akan menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan

meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari

glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah

(dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang

16

dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan

peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus

kolektivus, dan lengkung Henle.

Manifestasi klinis

Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah

cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan

stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu

fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible

Blood loss (%) Sampai 25 25 – 40 > 40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan

Sistolik

Normal Normal/menurun Tidak terukur

Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Capillary refill Normal/meningkat

3-5 detik

Meningkat > 5

detik

Meningkat ++

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly

pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing

respiration

Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi -/ hanya

17

bereaksi terhadap nyeri

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan

cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial

seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan

ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar

cekng, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, karal

dingin, dan penurunan status mental.

Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda

gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan penurunan

status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan

darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok

akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40%

volume.

Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi

Penderita

Pemeriksaan laobarotorium

18

Hemoglobin dan hematokrit

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit

masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan

berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan

hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan

tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.

Urin

Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat

>1,020. Sering didapat adanya proteinuria

Pemeriksaan BGA

pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus

maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda

kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2

dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan

vena.

Pemeriksaan elektrolit serum

Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit

seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita

dengan asidosis

Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting

pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal

Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

Penatalaksanaan

1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan

ventilator support.

2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali.

Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di

19

pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB

dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons

belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi.

Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).

3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan

kardiogenik.

- Dopamin : 2-5 tg/kg BB/ menit.

- Epinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap

sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3

µg/kg BB/ menit.

- Dobutamin : 5 µg/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20

µg/KgBB/menit iv.

- Norepinephrine : 0,1 µg/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek

yang diharapkan.

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50

mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara

continuous infusion.

20

Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.

Komplikasi

- Gagal ginjal akut

- ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)

- Depresi miokard-gagal jantung

- Gangguan koagulasi/pembekuan

- SSP dan Organ lain

21

Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat

sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.

- Renjatan ireversibel.

3.2 Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang

mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan

fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan

penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan

tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan

perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya

tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard

yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli

paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada

adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama

pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.

Etiologi syok kardiogenik

- Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung

- Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup

aorta, insufisiensi katup aorta

- Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular

takikardi

- Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok,

sinoaurikular blok.

Patofisiologi Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang

mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali. Secara

mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh

22

karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel

kiri, kanan ataupun keduanya.

Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti

dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri

pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus

papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP

sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.

Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah

jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan,

akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi

kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran darah ke otak.

Gambar Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari

kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah

jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan

arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus

karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi,

takikardi, dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan

menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum

23

starling melalui retensi natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok

kardiogenik akan memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir

dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan

tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru

buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard.

Aliran darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark)

menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai

oksigen terhadap miokardium.

Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana

terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial

contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output

dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi

miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.

Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama

dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel

kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada

kongesti paru.

Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia,

disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward

spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian.

Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response

syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan

(inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan

nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis)

syok kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok.

Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem

paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian

berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia

miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH <7,25) mengurangi daya

kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi

katekolamin (catecholamines).

24

Manifestasi klinis

Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :

Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah

sebelumnya

Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :

Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam

urin

Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan lembab

Gangguan fungsi mental

Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2

Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP)

18-21 mmHg

Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:

a. Keluhan Utama Syok Kardiogenik

- Oliguri (urin < 20 mL/jam).

- Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).

- Nyeri substernal seperti IMA.

b. Tanda Penting Syok Kardiogenik

- Tensi turun < 80-90 mmHg.

- Takipneu dan dalam.

- Takikardi.

- Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.

- Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.

- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.

- Sianosis.

- Diaforesis (mandi keringat).

- Ekstremitas dingin.

- Perubahan mental.

25

Diagnosis

Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-

tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang

luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,

tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.

Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari

90mHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital :

1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam

2. Gangguan mental, gelisah, sopourus

3. Akral dingin

4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat

kardial.

5. Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin

plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.

Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder,

terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis

metabolic. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok

kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular

keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.

Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus

(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac

index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:

1. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari

semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.

2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.

3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,

rendah sampai meninggi.

4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.

5. Resistensi sistemis.

6. Asidosis.

26

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang segera dilakukan :

- Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.

- Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)

- Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)

- Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan

kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat

renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.

- Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.

Pemeriksaan yang harus direncanakan

- EKG, ekokardiografi. foto polos dada

Komplikasi Syok Kardiogenik

1. Cardiopulmonary arrest

2. Disritmi

3. Gagal multisistem organ

4. Stroke

5. Tromboemboli

Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :

Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan

intubasi.

Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk

mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg

Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus

diatasi dengan pemberian morfin.

Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang

terjadi.

Bila mungkin pasang CVP.

Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

27

Medikamentosa :

1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.

2. Anti ansietas, bila cemas.

3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.

4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung

tidak adekuat.

Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.

6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon

IV.

7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.

8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.

9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

3.3 Syok septik

Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-kuman

atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-kuman. Organism

yang paling sering menyebabkan shock septic dalah kuman gram negative. Tetapi

shock juga bias disebabkn oleh kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan

bermacam-macam virus dapat menimbulkan shock yang sifatnya tidak banyak

berbeda.

Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam

tubuh ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya.

28

Kuman (pencetus)

neuroendokrin Reaksi penderita

kelainan metabolisme status imunologi

keadaan host sebelumnya:

status volume darah status nutrisi status kompetensi miokard

Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:

1. Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap

sistem kardiovaskuler.

2. Kekacauan system metabolisme

3. Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder

karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan

toksin.

4. Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.

5. Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi

sepsis

Etiologi

Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%

(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi

bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus),

infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses),

protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan

adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik

29

yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram

positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002). Syok septik sering terjadi pada :

a. Bayi baru lahir,

b. Usia diatas 50 tahun,

c. Penderita gangguan sistem kekebalan.

Table. Terminologi dan Definisi Sepsis

Sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap

inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :

- suhu > 38o C

- frekuensi jantung > 90 kali/menit

- frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

- leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%

sepsis

keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS

sepsis berat

sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi

termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

Sepsis dengan hipotensi

Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan

darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi

Renjatan septic

Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara

adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah

dan perfusi organ.

Patofisiologi

Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan

humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada

30

dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel

bakteri gram positif dapat mengaktifkan:

1. Sistem komplemen,

2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,

3. Faktor XII (Hageman faktor).

Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk

saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan

derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga

memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi

kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat

secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida

radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan

cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel

endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam,

perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.

Gambar 3.3

31

Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam

teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah

aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor

XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein

mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial

bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya

kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan – perubahan metabolik,

perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.

Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.

Manifestasi Klinis

Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk

menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:

1. Demam tinggi

2. Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang

terinfeksi.

3. Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan oleh

adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik

yang tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh, akibat dari

rangsangan toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang

tinggi.

4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah

merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami degenerasi.

5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang

disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menyebabkan faktor-

faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan di

banyak jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.

Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan

tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah

infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara

langsung ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah

32

pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang

terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak

berbeda dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya

sangat berlainan pada kedua macam syok tersebut.

Diagnosis

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau

sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal,

kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan

meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya

konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan

irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.

Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

Penatalaksanaan

1. Memberantas infeksi :

Meningitis, umur > 1 bulan

Ampiciline 300 – 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis

Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis

Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida dan

derivat penisilin

Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III

untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerob

Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B

Dosis 0.25 – 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 – 6 jam

Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0.1 – 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 –

1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 – 14

hari

Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus

segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh,

dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk

33

pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi

infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.

Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.

Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen

(pseudomonas aureginosa, enterococcus).

2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :

a. Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :

- Ringer laktat 10–20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk

memperbaiki volume cairan intravaskuler

b. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP

c. Tekanan vena sentral 5–6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid

lagi 10–20 ml/KgBB selama 10 menit

d. Tekanan vena sentral 6–10 cmH2O ® cairan kristaloid 5–10 ml/KgBB

sampai tekanan vena sentral mencapai 10–15 cmH2O

e. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35–40 %

f. Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.

Jika dalam keadaan darurat diberi 1–2 mEq/KgBB dengan kecepatan

1mEq/kgBB/menit

g. Obat-obat vasoaktif ®bila curah jantung tetap rendah walaupun pemberian

cairan sudah adekuat atau bila ada edema paru diberikan:

- Golongan xanthine (aminophyllin)

- Glucagon

- Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya

h. Golongan steroid yang diberikan :

- Dexamethasone 1 – 3 mg/kgBB atau

- Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam

3. Ventilasi

a. Jalan nafas harus bebas

b. Oksigenasi yang adekuat

34

c. Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :

- Hiperventilasi

- Hipoksemia berat

- Hiperkapnea

- Bila terjadi “adult respiratory distress syndrome” ® PEEP dan ventilator

mekanik

4. Pengobatan supportif

- Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral

- Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal

- Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau trombosit)

3.4 Syok Anafilaksis

Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi

sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan

tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat.

Etiologi

1. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.

2. Allergen immunotherapy

3. Gigitan atau sengatan serangga

4. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID

5. Latex

6. Vaksin

7. Exercise induce

8. Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui

penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge

test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran

histamine.

35

Patofisiologi

Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus

yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang

menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek

utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan

prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin selanjutnya

menyebabkan

1. Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena,

2. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun,

dan

3. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan

protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu

penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan seringkali menimbulkan

syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit.

Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema,

spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah,

vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.

Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak

lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang

bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi

degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini

menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi

hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan

peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa

terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E

sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di

tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut

kepada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang

36

menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel

plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen

tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast

(Mastosit) dan basofil.

b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan

antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa

granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain

masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan

diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan

mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa

bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed

mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat

dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin

(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly

formed mediators.

c. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)

sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas

farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek

bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya

menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin

meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi

otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan

meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.

Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin

yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan

Leukotrien.

Manifestasi Klinis

Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen.

- Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan.

37

- Gejala saluran nafas : sekret hidung enter, hidung gatal, udema

hipopharing/laring, gejala asma.

- Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.

- Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.

- Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.

Diagnosis

a. Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,

disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran

mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing,

mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.

b. Fisik diagnostik

- Keadaan umum : baik sampai buruk

- Kesadaran: Composmentis sampai Koma

- Tensi : Hipotensi,

- Nadi :Tachycardi,

- Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema

periorbita, perioral, rhinitis

- Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan

wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat

- Ekstremitas : Urticaria, edema.

c. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan

jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor

pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan

metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel

meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal /

turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi

- X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,

- EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau

menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah

yang tidak memadai ke otot jantung.

38

- Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya

konsentrasi oksigen

Penatalaksanaan

1. Resusitasi (A B C)

2. Adrenalin 1%:0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada

perbaikan, diulang 10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali).

3. Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan

adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.

4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.

Aminophylline intravena atau α adrenergic bronkodilator (albuterol,

terbutalin) parenteral atau nebulizer.

5. Antihistamin :

- Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per oral.

- Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema

pruritus.

6. Kortikosteroid : Hydrocortisone 6- 8 mg/kg BB/ 6-8 jam

Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten,

atau angioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.

3.5 Syok Neurogenik

Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi

hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).

Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak

di seluruh tubuh.Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari

syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang

diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal,

atau anestesi umum yang dalam).

39

Etiologi

Penyebabnya antara lain :

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada

fraktur tulang.

3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi

spinal/lumbal.

4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Patofisiologi

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi

jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial

karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular

resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume

plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di

pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena

peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer

yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan

penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan

aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam

sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera

spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi

atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal

berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus,

sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh

suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga

akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut

jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya

pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal,

obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan

40

tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan

meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang

menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok

neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke

pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya

hipotensi dan bradikardia.

Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik

terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat

lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa

quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien

menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya

pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak

hangat dan cepat berwarna kemerahan.

Diagnosis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik

terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat

lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa

quadriplegia atau paraplegia.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya

sama-sama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor

tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan

menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah

syok distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang

lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu

menegakkan diagnosis.

41

Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif

seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan

penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar

darah yang berkumpul ditempat tersebut.

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi

Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan

menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi

yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat

dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal

yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator

mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan

menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi

cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya

diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan

yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output

untuk menilai respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat

vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan

seperti ruptur lien).

5. Pemberian obat-obatan

Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10

mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi

takikardi. Dosis dopamine yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit

Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan

tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang

rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara

adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya

diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena

42

pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap

jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah

normal kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.

Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna

dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama

kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini

harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.

Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak

boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin

0,05-2 mcg/kg/menit.

Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh

menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah

melalui vasodilatasi perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10

mcg/kg/menit.

43