Syauwal Fitrah.doc

download Syauwal Fitrah.doc

of 18

Transcript of Syauwal Fitrah.doc

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LAPAS KLAS IIA BANDA ACEHOleh : Syauwal Fitrah

ABSTRAK

Transparansi adalah salah satu dari prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan rinci mengenai proses perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya. Penerapan prinsip transparansi ini mengambil Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) klas IIA Banda Aceh sebagai objek penelitian terkait pemberian informasi kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tentang hak-hak mereka yaitu remisi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta prosedur yang menyertainya. Dalam observasi penulisan ini penulis menemukan bahwa didapatkan informasi bahwa penerapan prinsip transparansi di lapas tersebut masih belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya jumlah pegawai Lapas dan minimnya pelatihan/diklat bagi pegawai di lembaga tesebut sehingga informasi tentang hak-hak mereka dapat mereka peroleh apabila warga binaan tersebut aktif mencari informasi secara mandiri. Dengan demikia, penulis menyarankan perlunya peningkatan jumlah pegawai dan pengikurtsertaan pegawai lapas dalam penyelenggaraan seminar/diklat, dan bimbingan teknis (bimtek) mengenai pelaksanaan pemberian remisi, pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta prosedur yang menyertainya

Kata kunci: Penerapan, Pelayanan, PemasyarakatanI. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia telah menjalani era reformasi di segala bidang pasca runtuhnya Orde Baru. Reformasi tersebut ditandai dengan proses demokratisasi yang semakin tumbuh dan berkembang, pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat di berbagai bidang, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan, penghormatan hak-hak asasi manusia dan lain-lain yang menyangkut hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Proses perubahan tersebut tanpa disadari memiliki kesearahan dengan kecenderungan perkembangan pembangunan dan pemerintahan secara global. Di berbagai belahan dunia, negara-negara maupun lembaga-lembaga internasional yang bergerak dalam pemberian bantuan dan asistensi pembangunan dalam dasawarsa terakhir ini sedang giat menggalakkan perubahan sistem pemerintahan dan pembangunan berdasarkan konsep kepemerintahan yang baik (Good governance).Trend perubahan global tersebut didorong oleh semangat belajar dari pengalaman berbagai kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dalam beberapa dekade lalu cenderung berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat. Pengalaman menunjukkan meskipun masyarakat mengalami peningkatan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik dan keamanan di satu sisi, tapi di sisi lain masyarakat malah semakin terpuruk dalam kemiskinan dan ketertinggalan.Dalam konteks yang lebih luas, sebagian masyarakat memiliki akses dan kesempatan berperan aktif dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi, politik dan keamanan; tapi sebagian yang lainnya justru mengalami kerawanan pangan, menjadi korban penyakit yang mematikan, mengalami kemiskinan, tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber mata pencaharian dan kesempatan kerja karena tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan yang memadai, bahkan menjadi korban eksploitasi dan politisasi rezim pemerintahan yang berkuasa maupun kelompok masyarakat lainnya yang justru memperoleh berbagai kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. Oleh sebab itulah masyarakat Indonesia khususnya yang dulu merasa hidup dalam sistem kepemerintahan yang mereka angggap buruk (bad governance) sangat mendambakan hidup dalam bingkai kepemerintahan yang baik (good governance).B. DEFINISI GOOD GOVERNANCE (KEPEMERINTAHAN YANG BAIK) DAN PRINSIP-PRINSIPNYA

Kepemerintahan yang baik sebagai terjemahan dari good governance mengandung artipenyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan bertanggungjawab serta efektif dan efisien dengan mensinergiskan interaksi yang medukung satu sama lain yaitu antara unsur Negara,sektor swasta dan masyarakat sebagaimana yang dikemukakan oleh Suhady (2005). Oleh karena good governance bersenyawa dengan sistem administrasi Negara, maka upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik merupakan upaya melakukan penyempurnaan sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Dalam hal ini, Bagir Manan (1999) menyatakan bahwa Sangat wajar apabila tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik terutama ditujukan kepada pembaharuan administrasi Negara dan pembaharuan penegakan hukum. Menurut beliau pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang yang memberikan berbagai kemudahan, kepastian dan bersih dalam menyediakan pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-wenang bagi seluruh rakyatnya.Adapun karakteristik prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) yang dijadikan patokan sebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 adalah sebagai berikut:

a) Profesionalitas

b) Akuntabilitas

c) Transparansi

d) Pelayanan prima

e) Demokrasi

f) Efisisensi

g) Efektifitas

h) Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat

Dalam perkembangan selanjutnya,, dikemukakan adanya empat unsur utama yang dapat memberikan gambaran suatu administrasi publik yang bercirikan kepemerintahan yang baik yaitu:

a) Akuntabilitas, yaitu adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penangungjawab dan penanggunggugat atas segala tindakan dan kebijkan yang ditetapkannya.

b) Transparansi, yaitu keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan rinci mengenai proses perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya.

c) Keterbukaan, yaitu prinsip yang menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.

d) Aturan hukum yaitu kepemerintahan yang baik harus memberikan jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.

Lembaga administrasi publik yang dimaksud dalam penulisan ini adalah lembaga pemasyarakatan. Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemenjaraan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah ditetapkan dengan suatu sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia yang dinamakan dengan Sistem Pemasyarakatan.Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh Almarhum Bapak SAHARDJO, SH (Menteri Kehakiman pada saat itu) pada tanggal 5 juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia. Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara.Satu tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1964 dalam Konperensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah pemasyarakatan di bakukan sebagai pengganti kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam konperensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan di dalam masyarakat.

Kemudian pelaksanaan sistem pemasyarakatan semakin mantap dengan diundangkannya Undang Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dengan adanya Undang-Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-usaha untuk mewujudkan visi Sistem Pemasyarakatan, sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Lembaga yang dimaksudkan yang dijadikan objek penelitian untuk menjalankan salah satu prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu transparansi adalah Lapas kelas II A Banda Aceh.Prinsip transparansi pada dasarnya adalah prinsip yang menjamin akses/kebebasan bagi setiap orang terutama bagi narapidana atau sekarang disebut dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) untuk memperoleh informasi tentang kebijakan, proses pelaksanaan baik di instansi lain maupun di Lapas Kelas II A Banda Aceh. Dalam hal ini adalah transparansi untuk memperoleh informasi tentangremisi (pengurangan hukuman), pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta prosedur yang menyertainya.C. PROFIL LAPAS KELAS II A BANDA ACEH

Pada mulanya, Lapas Kelas II A Banda Aceh beralamat di Jln. Cut Mutia No.47, namun setelah terjadinya musibah gempa dan tsunami Lapas ini dipindahkan ke daerah Lambaro. Lapas yang dibangun dibangun dengan asistensi dari BRR NAD-NIAS ini berkapasitas 800 orang, sedangkan penghuni hingga saat ini 503 napi dan tahanan.Lapas ini sekarang dipimpin oleh Ibnu Syukur,Bc.IP,SH.D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, dapatlah disusun beberapa permasalahan sebagai berikut:

a) Bagaimana penerapan prinsip transparansi sebagai salah satu prinsip good governance terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas II A Banda Aceh terkait informasi informasi tentang remisi (pengurangan hukuman), pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta langkah-langkah untuk mendapatkannya?b) Masalah apa yang dihadapi oleh pihak yang berwenang untuk menerapkan prinsip transparansi di lapas tersebut?

E. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a) Mengetahui bagaimana penerapan prinsip transparansi di Lapas Kelas II A Banda Aceh,

b) Mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh pihak yang berwenang untuk mengatasi hambatan terkait penerapan prinsip transparansi di lapas tersebut.II. METODE

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.Sesuai dengan sumber data serta maksud dan tujuan penyusunan tugas akhir ini maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :a.Studi Kepustakaan

Suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan dan mempelajari buku-buku, internet, atau media lain yang ada hubungannya dengan masalah karya tulis ini.b.Penelitian Lapangan

Penelitian Lapangan yaitu usaha yang dilakukan penulis dalam rangka memperoleh data dengan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi mengenai penelitian ini diantaranya dengan:i. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.ii. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dimana penelitian dilakukan secara langsung oleh penulis pada objek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang lebih nyata dalam pembahasan masalah ini.III. PEMBAHASAN

A. Transparansi Menyangkut Hak-Hak Warga Binaan Seperti Informasi Tentang Pengajuan Remisi (Pengurangan Hukuman), Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan AssimilasiPenerapan prinsip transparansi di Lapas Kelas IIA Banda Aceh masih belum maksimal dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Pegawai di lapas tersebut untuk melaksanakan sosialisasi mengenai remisi (pengurangan hukuman), pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi bagi setiap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan lemahnya sosialisasi tentang tata cara pengurusan remisi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi tersebut.a. REMISIRemisi adalah masa pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Remisi ada 3 jenis yaitu remisi umum yang diberikan pada hari peringatatn Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, remisi khusus yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh WBP yang bersangkutan; apabila dalam setahun ada lebih dari satu hari besar keagamaan maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan dan remisi tambahan yang diberikan kepada WBP yang telah berjasa pada negara, melakukan sesutu yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan serta melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas.

Remisi bagi WBP terbagi 2 yaitu yang diberikan pada WBP Umum dan WBP khusus (WBP yang melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan HAM yang berat serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya).Remisi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Umum

a. Persyaratan: berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

b. Kelengkapan dokumen: fotokopi keputusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, surat keterangan tidak sedang menjalani kurungan pengganti pidana denda dari Kepala Lapas, Surat Keterangan tidak sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas dari Kepala Lapas, Salinan register F dan salinan daftar perubahan perilaku dari Kepala Lapas.

c. Tata cara Pemberian

TPP lapas merekomendasikan usulan pemberian remisi kepada Kepala Lapas,

Bila Kepala Lapas menyetujui usulan pemberian remisi, maka usulan tersebut diteruskan kepad Kepala Kanwil,

Kepala Kanwil atas nama Menteri menetaokan keputusan pemberian remisi berdasarkan rekomendasi TPP Kanwil,

Keputusan tersebut disampaikan kepada Kepala Kanwil untuk diberitahukan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dengan tembusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Remisi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Khusus

a) Persyaratan: bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukan, berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

Khusus bagi tindak pidana terorisme, mereka harus dinyatakan telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar kesetiaan kepada NKRI secara tertulis bagi WNI dan berjanji tidak mengulangi perbuatan yang sama bagi WNA.

Sedangkan bagi pelaku tidak kejahatan korupsi, mereka diharuskan membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.

b) Kelengkapan dokumen: surat keterangan bersedia bekerjasama untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya yang ditetapkan oleh instansi penegak hukum, fotokopi keputusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, surat keterangan tidak sedang menjalani kurungan pengganti pidana denda dari Kepala Lapas, Surat Keterangan tidak sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas dari Kepala Lapas, Salinan register F, salinan daftar perubahan perilaku dari Kepala Lapas, Surat keterangan telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (bagi pelaku kejahatan terorisme) dan melampirkan bukti telah membayar membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan (bagi pelaku kejahatan terorisme)

c) Tata cara Pemberian

TPP lapas merekomendasikan usulan pemberian remisi kepada Kepala Lapas,

Bila Kepala Lapas menyetujui usulan pemberian remisi, maka usulan tersebut diteruskan kepada Kepala Kanwil,

Usulan pemberian remisi yang telah disetujui oleh Kepala Kanwil disampaikan

Kepala Kanwil atas nama Menteri menetapkan keputusan pemberian remisi berdasarkan rekomendasi TPP Kanwil ddisampaikan kepada Direktur Jenderal,

Usulan pemberian reisi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi TPP Direktur Jenderal disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan dengan Keeputuan Menteri,

Keputusan pemberian remisi ditetaokan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri dan/ataupimpinan lembaaga terkait,

Bila menteri tdiak menyampaikan pertimbangan pemberian remisi dalam jangka waktu 12(dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal disampaikannya permintaan pertimbangan dari menteri, pemberian remisi tetap dilaksanakan.

b. PEMBEBASAN BERSYARAT (PB)Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidannya minimal 9 (sembilan) bulan.

PB bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Tindak Pidana Umum

a) Persyaratan Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan; Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 masa pidana; Telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun dan bersemangat; Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Warga Binaan Pemsyarakatan.b) Kelengkapan dokumen fotokopi keputusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan; Lporan perkembangan pembinaan yang dibuat oleh Wali Pemasyakaratanatau hasil penilaian resiko dan penilaian kebutuhan yang dilakukan oleh im Penilai; Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarataan yang diketahui oleh Kepala Lapas Salinan register F Salinan daftar perubahan perilaku dari Kepala Lapas Surat pernyataan dari tang bersangkutan tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum Surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga yang diketahui oleh Lurah atau Kepala DesaBagi Warga Binaan WNA, dilengkapi dengan:

Surat jaminan tidak melarikan diri dan akan menaati persyaatan yang telah ditentukan dari Kedutaan Besar, keluarga atau orang yang bertaanggung jawab atas keberadaan yang bersangkutan selama berada di Wilayah NKRI, Surat keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan dibebaskan daari kewajiban memiliki izin tinggal dan Surat keterangan tidak terdaftar dalam red notice atau jaringan kejahatan transnaasional terorganisasi lainnya dari sekretariat NCB Interpol Indonesia.

c) Tata Cara Pemberian Petugas pemasyarakatan mendata warga binaan yang telah memenuhi syarat beserta kelengkapan dokumennya, TPP Lapas merkomendasikan usulan pemberian PB kepada Kepala Lapas, Bila Kepala Lapas menyetujui usulan pemberian remisi, maka usulan tersebut diteruskan kepada Kepala Kanwil,

Kepala Kanwil menyampaiakan usulan pemberian PB berdasarkan rekomendasi TPP Kanwil kepada Direktur Jenderal Usulan tersebut berupa rekapitulasi data warga binaan dengan melampirkan hasil sidang TPP Kanwil, Fotokopi putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan salinan daftar perubahan perilaku dati Kepala Lapas Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan pemberian PB berdasarkan rekomendasi TPP Direktorat Jenderal.Pembebasan Bersyarat Warga Binaan Tindak Pidana Khusus

a) persyaratan telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan; Berkelakuan Baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana; telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana; bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; dan telah menjalani Asimilasi (Kerja Sosial) paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.b) Kelengkapan dokumen suratketeranganbersedia bekerjasama untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya yang ditetapkan oleh instansi penegak hukum; fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan; laporan perkembangan pembinaan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan atauhasilassessmentresiko danassessmentkebutuhan yang dilakukan oleh asesor; Litmas yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh KepalaBapas; Keterangan tidak ada M.A.P atau Surat Pemberitahuan PB ke Kejaksaan Negeri ; Salinan Register F; Salinan Daftar Perubahan; Surat Pernyataan dari Narapidana tidak akantidak akan melarikan diridan tidakmelakukan perbuatan melanggar hukum;dan Surat Jaminan Keluarga yang diketahui Lurah atau Kepala Desa.c) Tata Cara Pemberian PB TPPLapasmerekomendasikan usulanpemberianPBkepada Kepala Lapas; JikaKepala Lapasmenyetujui usulanpemberianPB, Kepala Lapas menyampaikan usulanpemberianPBkepada Kepala Kanwil; KepalaKanwil menyampaikan usulanpemberianPBberdasarkan rekomendasiTPPKanwil kepadaDirjen PAS. Dirjen PAS menyampaikanpertimbanganpemberianPBkepada Menteriberdasarkan rekomendasiTPPDitjen PASdan rekomendasi dari instansi terkait(Polri, Kejagung dan/atau KPK); Persetujuan pemberianPBditetapkan dengan Keputusan Menteri. PB diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Dirjen PAS. Dirjen PAS dalam memberikan pertimbangan : (a). wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.(b). wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait (Polri, Kejagung dan/atau KPK); Rekomendasi disampaikan secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktupaling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari Dirjen PAS. JIka telah lewat waktu 12 hari, instansi terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Dirjen PAS menyampaikanpertimbanganPB kepada Menteri.c. CUTI BERSYARATCuti bersyarat adalah proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan bagi warga binaan yang dipidana 1 (satu) tahun ke bawah, sekurang-kurangnya telah menjalani 2/3 mas pidana minimal 6 (enam) bulan.

Persyaratan

Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas perbuatanya Telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan Masyarakat lebih dapat menerima kegiatan pembinaan narapidana yang bersangkutan Tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin dalam waktu 6 bulan Telah menjalani 2/3 dan jangka waktu cuti paling lama 3 bulan Kelengkapan dokumen

Salinan putusan/Ekstrak vonis Surat keterangan tidak ada perkara lain dari Kejaksaan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari BAPAS tentang Keluarga Narapidana ybs Surat jaminan dan pernyataan kesanggupan dari keluarga Surat keterangan dari Dokter Salinan Daftar huruf F Daftar perobahan Salinan kartu pembinaan Laporan hasil sidang TPP Untuk Warga Negara Asing harus melampirkanSurat Ket. Sanggup menjamin dari Kedutaaan Besar atau Konsulat negara asing yang bersangkutan, Surat Rekomendasi dari Kantor Imigrasi setempat dan tidak termasuk dalam Daftar Cekal pada Direktorat Jenderal Imigrasid. CUTI MENJELANG BEBASCuti Menjelang Bebas adalah proses pembinaan Narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan.Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Warga Binaan Pemasyarakatan adalah:

1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis);

2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan warga binaan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan;

3. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Cuti Menjelang Bebas tterhadap Warga binaan Pemasyarakatan yang bersangkutan;

4. Salinan register, F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima warga binaan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;

7. Bagi Warga Binaan warga negara asing diperlukan syarat tambahan:

Surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat;

Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan

e. ASSIMILASIASIMILASIadalah proses pembinaan warga binaan yang dilaksanakan denganmembaurkan Narapidanadalam kehidupan masyarakat dimana ia telah menjalani dari mas pidananya.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Warga Binaan Pemasyarakatan adalah:

1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis);

2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan warga binaan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan;

3. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang bersangkutan;

4. Salinan register, F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;

7. Bagi Warga Binaan warga negara asing diperlukan syarat tambahan:

Surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat;

Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutanB. Hambatan Yang Dihadapi

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Bimnadik di Lapas Kelas II A Banda Aceh, Bapak Iskandar Tambunan, didapatkan informasi bahwa penerapan prinsip transparansi di lapas tersebut masih belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya jumlah pegawai Lapas untuk melakukan sosialisasi mengenai informasi tentang hak-hak warga binaan (remisi, pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi) di lembaga pemasyarakatan tesebut dan minimnya pelatihan/diklat bagi pegawai di lembaga tesebut sehingga informasi tentang hak-hak mereka dapat mereka peroleh apabila warga binaan tersebut aktif mencari informasi secara mandiri.Dari hambatan tersebut diatas, hal-hal yang sering terjadi di Lapas berkapasitas 800 orang warga binaan tersebut adalah setiap Warga binaan kurang mengetahui informasi tentang tata cara pelaksanan pengurusan remisi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi. Sehinggga sering terjadi keterlambatan dan kebingungan di kalangan mereka dalam pengurusan administrasi berkas-berkas yang harus dilengkapi, begitu pula ketika mereka harus mengembalikan berkas ketika sudah mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi.IV. KESIMPULAN DAN SARANA. KESIMPULAN

1. Bangsa Indonesia telah menjalani era reformasi di segala bidang pasca runtuhnya Orde Baru. Reformasi tersebut ditandai dengan proses demokratisasi yang semakin tumbuh dan berkembang, pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat di berbagai bidang, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan, penghormatan hak-hak asasi manusia dan lain-lain yang menyangkut hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Reformasi ini memabwa perubahan dari suatu sistem pemerintahan yang buruk (bad governance) ke suatu sistem kepemerintahan yang baik (good governance).2. Transparansi adalah salah satu dari prinsip-prinsip good governance dimana keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan rinci mengenai proses perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya.dalam konteks penulisan karya tulis ini, penerapan prinsip tersebut sebagai bagian menuju suat kepemerintahan yang baik yaitu transparansi adalah keterbukaan informasi mengenai hak-hak warga binaan pemasyarakatan di lapas Kelas IIA Banda Aceh terkait pemberian remisi, pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi.

3. Penerapan prinsip transparansi di lapas II A Banda Aceh masih belum maksimal. Hambatan yang dihadapi dalam penerapan prinsip transparansi di lapas tersebut adalah kurangnya jumlah Pegawai Lapas dan kurangnya sosialisasi informasi mengenai hak-hak warga binaan.

B. SARAN

1. Untuk mengatasi kekurangan jumlah pegawai, maka dianggap perlu adanya peningkatan jumlah pegawai di lapas tersebut.

2. Untuk mengatasi kurangnya tersedia informasi mengenai hak-hak warga binaan mengenai pemberian remisi, pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta prosedur yang menyertainya, disamping penambahan jumlah pegawai juga hendaknya para pegawai di lingkungan lapas tersebut ditatar atau diikutkan dalam seminar/diklat, dan bimbingan teknis (bimtek) mengenai pelaksanaan pemberian remisi, pembebasan bersyarat,cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan assimilasi serta prosedur yang menyertainya

DAFTAR PUSTAKA

Suhady, Idup & Fernanda, Desi.(2005). Dasar-Dasar Kepemerintahan yang Baik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara-Republik Indonesia.

Rivai, Andi Wijaya. (2014). Buku Pintar Kemasyarakatan. Jakarta: Lembaga Kajian Kemasyarakatan.

Simanjuntak, S. (2003). Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Tata Usaha Pemasyarakatan. Jakarta: Pusat Diklat Akademi Ilmu Pemasyarakatan.

Harian Serambi Indonesia edisi sabtu 3 Mei 2014http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/layanan-pemasyarakatan/selayang-pandang-pemasyarakatan, diambil tanggal 7 Mai 2014.

http://rutanblora.wordpress.com/profil/tujuan-fungsi-sasaran-pemasyarakatan/, diambil tanggal 7Mai 2014.

http://wana-putrabdg.blogspot.com/2011/12/asimilasi-pembebasan-bersyarat-cuti.html, diambil tanggal 7Mai 2014.

1