SVT

18
TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR Takikardi supraventrikular (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. 1,2 Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung. 3,4 ELEKTROFISIOLOGI Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang. a. Gangguan pembentukan rangsang Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti). - Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry - Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk

description

dr. david perdana

Transcript of SVT

Page 1: SVT

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Takikardi supraventrikular (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan

perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150

kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi

dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS

normal.1,2 Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.3,4

ELEKTROFISIOLOGI

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan

rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran

rangsang.

a. Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk

secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama

ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama

pengganti).

- Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan

fenomena reentry

- Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum

sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum

atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan

rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.

- Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan

automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan

normal.

- Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade

terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk

kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa

refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila

reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa

tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.

Page 2: SVT

b. Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran

rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran

rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk

dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang

mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri

sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.

c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang

bersama gangguan hantaran rangsang.

Mekanisme Terjadinya SVT

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya

takikardi supraventrikular yaitu:

1) Otomatisasi (automaticity)

Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami

percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction,

bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi

adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus

takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia

berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik

seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis.

2) Reentry

Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah

dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry

adalah:

a) Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun

proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.

b) Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.

c) Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok

memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok

searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada

jalur konduksi tersebut.

Page 3: SVT

Gambar 1. Proses terjadinya SVT

KLASIFIKASI

Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)

Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini

jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau

karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak

adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,

tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak

tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).

2. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi

antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd

terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah

takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera

setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad

terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-

purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang

lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah

kompleks QRS.

Page 4: SVT

3. Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan

mekanisme yang paling sering menimbulkan SVT pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup

pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi

lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini

disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak

adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera

setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena

gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi

pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis

atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi

dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang

cukup jauh setelah komplek QRS.

Gambar 2. Gambaran EKG pada SVT

Penyebab

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya

terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya

setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan

interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan

langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.2

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)

Page 5: SVT

Gejala Klinis

Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada usia yang

lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun yang

tersembunyi (concealed). Berbeda dengan SVT pada bayi, pada kelompok ini tidak dijumpai

tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang lebih lambat.

Yang sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar dan perasaan tidak

enak.1

SVT kronik dapat berlangsung selama berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun.

Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama,

gejalanya lebih ringan dan juga lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada

sebagian besar pasien terdapat disfungsi miokard akibat SVT pada saat serangan atau pada

SVT sebelumnya.1,2

Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri

dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri

kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.6,12,13

Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi

risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak

dengan penyakit jantung.6 Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya

gagal jantung berat dan hidrops fetalis.4

DIAGNOSIS

Diagnosis SVT berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:3,10

a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum

b. Denyut jantung; 150-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)

c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)

d. EKG

PENATALAKSANAAN

Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok,yaitu:2

a. Penatalaksanaan segera

b. Penatalaksanaan jangka panjang

a. Penatalaksanaan segera

Page 6: SVT

1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava

tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Perasat valsava berupa

pemijatan sinus karotis, dan tekanan pada bola mata akan tetapi berisiko terjadinya

luka pada mata dan retina.6,11 Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau

kegagalan sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang

dianjurkan oleh karena sering dilaporkan berhasil (lebih kurang pada 25% kasus)

adalah dengan menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es (sekitar 10-20

detik) dan jangan sekali-sekali membenamkan muka bayi ke`dalam air es. Cara ini

efektif pada jenis takikardi yang melibatkan nodus AV tapi responnya kurang baik

pada sebagian besar bentuk takikardi atrial primer.1,2,11

2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat

kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan

berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal.

Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan

cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera

pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry.

Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.1,4,6

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi SVT

karena dapat menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya dilaporkan pada

sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush

saline, mulai dengan dosis 50 μg/kg dan dinaikkan 50 μ/kg setiap 1 sampai 2 menit

(maksimal 250 μ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 μg/kg. Pada

sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.1,11,14

Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan

terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus

node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi

A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa

menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.6

3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera SVT pada anak berusia di atas 12

bulan, akan tetapi saat ini mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini

mulai bekerja 2 sampai 3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak

laporan terjadinya hipotensi berat dan henti jantung pada bayi berusia di bawah 6

bulan. Oleh karena itu verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang berusia

kurang dari 2 tahun karena risiko kolap kardiovaskular.4,6 Jika diberikan verapamil,

Page 7: SVT

persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10

mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa

verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak

memberikan respon dengan adenosin.1 Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk15,

menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien SVT.

4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja

memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur

cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat

loading dose diberikan.1

5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan SVT pada anak.

Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera SVT dan sebaiknya dihindari

pada anak yang lebih besar dengan WPW sindromkarena ada risiko percepatan

konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung

kongestif.1,11 Penelitian oleh Wren dkk16 tahun 1990, pada 29 bayi dengan SVT,

pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik

melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi

vagus.10

6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau

kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct

current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25

watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu

sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang

T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis

sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya

fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock

kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka

diperlukan tindakan invasif.2

7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis

secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½

dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali

berturut-turut berselang 8 jam.2

8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan,

dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi

cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat

Page 8: SVT

dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-

synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek

vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode

ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan

afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10

mg ditambahkan ke dalam200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan

pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi

150-170 mmHg.2,4

9. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol

untuk SVT yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan

sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol SVT

yang refrakter.13

10. Penelitian oleh Etheridge dkk7 tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%

pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien

dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi

memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada

beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan

amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan.

Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat

fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.10

Page 9: SVT

Gambar 3. Algoritma Manajemen Jangka Pendek SVT17

b. Penanganan Jangka Panjang

Umur pasien dengan SVT digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang SVT. Di

antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala SVT, kurang lebih sepertiganya

akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi

atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi

berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk

pengobatan.1

Page 10: SVT

Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang SVT17

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda

yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang

jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan

simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron,

terutama untuk tahun pertama kehidupan.1

Pada pasien SVT dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka

panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid,

quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.4 Pada pasien dengan serangan

yang sering dan berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan

pengobatan pilihan. Pasien yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini

umumnya takikardinya tidak mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak

tahan atau kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi

dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila SVT refrakter terhadap obat anti aritmia atau

Page 11: SVT

ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun

sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam

kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.1

PACU JANTUNG DAN TERAPI BEDAH

Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung untuk

bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic multiprogrammable

overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya pada pasien yang

memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah pemotongan bundel HIS,

yaitu pada pasien dengan SVT automatik yang tidak dapat diatasi. Tindakan ini merupakan

pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung gagal.1

Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka

keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan, akhir-

akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa. Telah dicoba pula

tindakan bedah pada SVT yang disebabkan mekanisme automatik dengan jalan

menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu kasus

dengan fokus ektopik di A-V junction yang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi

dilanjutkan dengan pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.2

Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai ditinggalkan. Akan

tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan ablasi transkateter dapat diatasi

dengan pendekatan bedah dengan menggunakan tehnik kombinasi insisi dan cryoablation

jaringan. Pada saat yang sama adanya residu kelainan hemodinamik yang menyebabkan

hipertensi atrium dan ventrikel dapat dikoreksi sekaligus.1

Page 12: SVT

DAFTAR PUSTAKA

1. Park M, George R. Cardiac Arrhytmias. Dalam : Park M, George R, ed. Pediatric

cardiology for practitioner 5th ed Philadelphia : Mosby, 2008, p 507-543.

2. Doniger S.J, Sharieff G.Q. Pediatric Dysrythmia. Pediatric Clin N. Am J 2006;53: 85-105 

3. Park M, Guntheroth W. How to read pediatric EGCs.3rd edition. St. Louis : Mosby Year

Book ; 1992, p42-55. 

4. Porter J. Pediatric Arrythmias. Dalam : Murphy Joseph G, ed Mayo Clinic Cardiology 3rd

ed Mayo Clinic Scintific Press, p345-9.

5. Triedman John K, Arrythmia in Pediatric Patiens Dalam : Ganz Leonard I, ed Management

of Cardiac Arrythmia, Humana Press 2002, p461-85.

6. Madiyono Bambang, Disritmia. Dalam:Sastroasmoro S, buku Ajar Kardiologi Anak,

penerbit IDAI, 1994, h : 443-69.

7. Kartman JR, Madan N, Arrythmia and suddent cardiac death: Dalam Vetter V.L, Pediatric

Cardiology the requsites in pediatric, Philadelphia : Mosby, 2006, p171-94. 

8. American Heart Association.2005. American Heart Associaion (AHA) guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of

Pediatric and Neonatal Patients : Pediatric Advanced Life Support, 2006,e1005-27.

9. Hanna C, Greenes D. How much tachycardia in infant can be attributed to fever ? Ann.

Emerg Med, 2004 ;43:699-705.

10. Ackerman MJ. The Long QT Syndrome, in Pediatric Review 1998; 19 (7): 232-8.

11. Garson A, Dick M, Fournier A, et al. The QT syndrome in children : an international of

287 patients. Circulation 1993; 87 : 1866 – 72.

12. Alimurung MM, Joseph LG, Craige E. The Q-T interval in normal Infants and Children.

Circulation. 2009;1;1329-37.

13. Surrey London K, Sussex, Neonatal Transfer Service. Cardiac Arrythmia guidelines,

Agustus 2007.

14. Balaji H, Harris L. atrial Arrythmia in Congenital Heart Disease. Cardiologi Clinic

2002;20 : 459-68.

15. Martha J. W, Drug Induced Long QT dalam Jurnal Kardiologi Indonesia, 2008 ; 29 (1) ,

hal 25-31