Svt

40
BAB I PENDAHULUAN Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda. Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan tatalaksana terhadap takikardi supraventikular pada bayi dan anak.

description

jx

Transcript of Svt

BAB IPENDAHULUAN

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan tatalaksana terhadap takikardi supraventikular pada bayi dan anak.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISISupraventricular tachycardia (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat. Perubahan denyut jantung pada bayi dengan SVT umumnya menjadi berkisar antara 220 kali/menit sampai 280 kali/menit (Doniger & Sharieff, 2006). Sedangkan, denyut jantung pada anak-anak yang berusia lebih dari 1 tahun umumnya lebih lambat, yaitu berkisar 180 kali/menit sampai dengan 240 kali/menit (Schlechte, et al., 2008).Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schlechte, et al., 2008).

B. EPIDEMIOLOGITakikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian SVT diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250. Angka kekerapan masing-masing bentuk SVT pada anak berbeda dengan SVT pada dewasa (Chun & Van Hare, 2004). Kasus SVT pada anak-anak diperkirakan hampir 50-60% terjadi pada tahun pertama kehidupan, tapi sering terjadi sebelum umur 4 bulan (Schlechte, et al., 2008). Sebagian besar SVT pada bayi dengan struktur jantung yang normal dan hanya 15% bayi SVT yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obatan atau karena demam (Kantoch, 2005). SVT akan menghilang secara spontan pada beberapa bayi pada usia 6 sampai 12 bulan (Hanisch, 2001). Namun, sampai dengan 33% pasien tersebut akan mengalami kekambuhan pada usia sekitar 8 tahun (Schlechte, et al., 2008). Bahkan, untuk SVT jenis atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT) biasanya tidak dapat sembuh secara spontan dan membutuhkan ablasi radiofrekuensi (Sekar, 2008).

C. ETIOLOGI1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA)

D. KLASIFIKASIBerikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular:1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :a. Sinus tachycardiab. Inappropriate sinus tachycardiac. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)2) SVT yang melibatkan jaringan atrial :a. Atrial tachycardia (Unifocal) (AT)b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)c. Atrial fibrillation d. Atrial flutter 3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)b. AV reentrant tachycardia (AVRT)c. Junctional ectopic tachycardia

E. ELEKTROFISIOLOGIGangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang.1) Gangguan pembentukan rangsangGangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti). Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.2) Gangguan konduksiKelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard. 3) Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.

F. MEKANISME TERJADINYA SVTBerdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu:1(1). Otomatisasi (automaticity)Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. (2). ReentryIni adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:1. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.1. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.1. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

Gambar 1. Proses terjadinya TSV9

Mekanisme tersering yang menyebabkan timbulnya supraventrikular takikardi adalah atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT), atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia (AVRT), and atrial tachycardia (Link, 2012).1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan takikardi jenis tersebut, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang bersamaan, gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada depolarisasi atrium kadang-kadang akan memunculkan gelombang P pada akhir kompleks QRS pada lead V1 (Link, 2012).

Gambar 1. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan antidromik (Doniger & Sharieff, 2006). Pada AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati nodus AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya konduksi retrograde (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006). Sedangkan impuls listrik pada AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena jalur aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar dibandingkan biasanya (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006).

Gambar 2. Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

3) Atrial tachycardiaTerdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan) (Manole & Saladino, 2007).Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan bersifat regular atau regular-ireguler. Pada gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan penampakan sawtooth. Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang terbentuk biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS cenderung konsisten, atrial flutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel (Doniger & Sharieff, 2006; Link, 2012).

Gambar 3. Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

G. GEJALA KLINIS1.Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.2.Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah3.Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.4.Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

H. DIAGNOSISDiagnosis SVT berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:a. Pada bayi : sukar minum, muntah, iritabelm mudah mengantuk, mudah pingsan, keringat berlebihan. Bila gagal jantung, maka dapat menjadi pucat, batuk, distress respirasi dan sianosis (Schlechte, et al., 2008).b. Pada balita dan anak usia sekolah : palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pingsan (Schlechte, et al., 2008).c. Pada anak usia dewasa : palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah lelah, toleransi latihan fisik menurun, kecemasan meningkat dan pingsan (Schlechte, et al., 2008).d. Denyut jantung: pada bayi 220 280 kali/menit, pada anak-anak yang berusia lebih dari 1 tahun 180 240 kali/menit (Manole & Saladino, 2007)e. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)

1. AnamnesaDalam menganamnesa pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui durasi dan frekuensi episode SVT, onsetnya, penyakit jantung sebelumnya dan hal hal yang dapat memicu terjadinya SVT. Hal hal yang dapat memicu SVT adalah alkohol, kafein, pergerakan yang tiba tiba, stress emosional, kelelahan dan obat obatan. Gambaran ini dapat membedakan supraventrikular takikardi dengan takiaritmia lainnya. Supraventrikular takikardi memiliki onset dan terminasi palpitasi yang tiba tiba, sedangkan sinus takikardi memiliki onset yang mengalami percepatan ataupun perlambatan secara bertahap.(lihat tabel 1). Dengan adanya gejala yang khas pada anamnese yaitu onset yang tiba tiba, cepat, palpitasi yang reguler, dapat ditegakkan diagnosis supraventrikular takikardi tanpa dibutuhkannya pemeriksaan EKG berulang. Adapun, pasien yang mengalami onset supraventrikular takikardi yang tidak tiba tiba sering kali mengalami misdiagnosa dengan gangguan panik. 1, 2,3Karena keparahan gejala supraventrikular takikardi tergantung pada adanya gangguan pada struktur jantung atau hemodinamik dari pasien, pasien dengan paroksismal supraventrikular takikardi dapat memiliki gejala kardiopulmoner ringan atau berat. Palpitasi dan dizziness merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien supraventrikular takikardi. Nyeri dada dapat dijumpai sekunder terhadap nadi yang cepat dan biasanya berkurang setelah terminasi dari takikardi. 4Gejala supraventrikular takikardi paroksismal yang sering dan frekuensinya 4:1. Palpitasi lebih dari 96 %1. Dizziness 75%1. Nafas pendek 47 %1. Pingsan- 20%1. Nyeri dada- 35 %1. Fatigue- 23 %1. Diaforesis- 17 %1. Mual- 13 %

1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan respirasi. Pasien sering tampak terganggu dan mungkin takikardi satu satunya yang dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik yang baik. Sedangkan pada pasien dengan gangguan hemodinamik dapat dijumpai takipnu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat djumpai dan pulsasi vena jugularis juga dapat terlihat. 4Pada pemeriksaaan fisik pada saat episode dapat menunjukkan frog sign penonjolan vena jugularis , gelombang yang timbul akibat kontraksi atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup. 2

1. EKGPersentasi EKG pada pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya terdapat QRS kompleks yang sempit ( QRS interval kurang dari 120msec), tetapi beberapa kasus ( kurang dari 10 %), dapat dijumpai QRS kompleks yang lebar jika berhubungan dengan pre existing or rate related bundle branch block. Pada QRS kompleks yang lebar, lebih baik kita mengasumsikan takikardi berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah kembali ke irama sinus rhythm, ke 12 lead EKG harus diperhatikan ada apa tidaknya gelombang delta (slurred upstroke at the onset of QRS complex), yang mengindikasikan adanya jalur tambahan ( accessory pathway). Adapun bukti adanya preexcitation dapat minimal ataupun absen jika jalur tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan concealed. Pada pasien ambulatori dengan episode SVT sering ( dua atau lebih per bulan), rekaman EKG dan lanjutan sampai 7 hari dapat berguna untuk dokumentasi aritmia.2Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT1. Atrioventricular nodal re- entrant tachycardia(AVNRT)31. Bentuk yang paling sering1. Sirkuit re- entrant melibatkan nodus AV1. Gelombang p retrograd dapat terlihat tertanam (buried within) atau hanya setelah kompleks QRS pada takikardia (lihat gambar 1)

1. Atrioventricular re- entrant tachycardia (AVRT)1. Bentuk kedua yang paling sering1. Sirkuit re- entrant melibatkan jalur tambahan1. Beberapa jalur disebut concealed pathway, hanya berkonduksi dengan arah retrograd. (lihat gambar 1)1. Jalur yang berkonduksi dengan arah anterograd menunjukkan preexcitation pada EKG (Wolf-Parkinson-White Syndrome) 3

Gambar 1. The P wave of the atrial ectopic beat is visible as a distortion of the T wave of the preceding beat (solid arrow). Retrograde P waves are visible immediately after the QRS complex (dotted arrows). This tachycardia may be due to atrioventricular re-entrant tachycardia with a concealed pathway, or atrioventricular node re-entry. This patient did not elect to undergo an electrophysiology study and ablation therapy, and is not on maintenance medical therapy. 3

1. Atrial tachycardia1. Bentuk ketiga yang paling sering1. Takikardi berasal dari fokus pada jaringan atrium 1. Fokus muncul dari karakteristik lokasi di atrium1. Morfologi gelombang p dapt digunkaan untuk mengindetifikasi asal dari takikardi3

Gambar 2. Atrial tachycardia 51. Sinus takikardia1. Physiological sinus tachycardia, respon yang sesuai terhadap stress fisiologis atau patologis1. Inappropriate sinus tachycardia, sering pada wanita terutama pekerja kesehatan, elevasi persisten sinus rate pada siang hari dan normal ketika tidur. 3

Gambar 2. Sinus tachycardia 51. Postural orthostatic tachycardia syndrome, Inappropriate sinus tachycardia pada posisi berdiri dan gejala autonomik lainnya bisa didapat. 3

1. Pemeriksaan penunjang,Ekokardiografi dan Electrophysiological testing

I. PENATALAKSANAANPenanggulangannya tergantung keadaan. Apabila tidak membahayakan atau hemodinamik penderita masih stabil, maka dapat dicoba dengan perangsangan vagus misalnya dengan masase karotis, valsava manuver, gagging atau merendam muka di air dingin. Obat-obat seperti valium dan fenobarbital juga sangat efektif. Pada kasus yang lebih berat dapat diberi injeksi adenosin atau verapamil.Masase Karotis Memijat ( masase ) arteri karotis dapat membantu mendiagnosis dan menghentikan serangan. Baroreseptor yang merasakan perubahan tekanan darah terletak pada sudut mandibula tempat arteri karotis komunis bercabang dua. Bila tekanan darah meningkat, baroreseptor ini mengirimkan isyarat sepanjang saraf vagus ke jantung. Masukan vagus mengurangi frekuensi pacuan nodus sinus, dan yang lebih penting memperlambat konduksi melalui nodus AV. Baroreseptor karotis ini tidak begitu cerdas, dan tidak dapat dikelabui agar menganggap bahwa tekanan darah naik dengan penekanan ringan dari luar pada arteri karotis ( untuk hal ini, sesuatu yang meningkatkan tekanan darah, seperti manuver valsava atau jongkok akan merangsang input vagus ke jantung, tetapi masase karotis adalah manuver yang paling sederhana dan paling luas digunakan ). Karena pada sebagian besar kasus, mekanisme yang mendasari takikardi supraventrikular paroksismal adalah sirkuit re-entran yang melibatkan nodus AV, masase karotis dapat :0. Mengganggu sirkuit re-entran tersebut, sehingga menghentikan aritmianya.0. Paling kurang memperlambat aritmia sehingga ada atau tidak adanya gelombang P dapat lebih mudah ditentukan dan aritmianya terdiagnosis.Masase karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hatia. Auskultasi untuk mencari bruit karotis.Jika ada penyakit karotis yang berarti jangan melakukan masase karotis.b. Tidur terlentang, leher ekstensic. Raba arteri karotis dan lakukan tekanan halusselama 10-15 detik.d. Jangan menekan kedua arteri karotis secarabersamaan.e. Coba dulu arteri karotis yang kanan, jika gagal baru dilanjutkan ke arteri karotis yang kiri.f. Rekam EKG selama tindakan sehingga dapat dilihatapa yang sedang terjadi.

Pengobatan SVT tergantung pada frekuensi serangan, lamanya serangan terdahulu dan sekarang, adanya kolaps sirkulasi, gagal jantung, angina, dan riwayat pengobatan yang efektif.

Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.1) Penatalaksanaan segera1.Penatalaksanaan segeraPemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 /kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.b.Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.c.Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.d.Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.e.Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.f.Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.g.Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang refrakter.h.Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.

Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Jangka Pendek SVT

2.Penanganan Jangka PanjangUmur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan.Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.

Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang SVT

PEMERIKSAAN PENUNJANGPEMERIKSAAN PENUNJANG TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR1.EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.2.Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.3.Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.4.Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.5.Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.6.Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.7.Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.8.Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.9.Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.10.GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia1. EkokardiografiDipertimbangkan pada pasien untuk memeriksa adanya gangguan struktural jantung walaupun hal ini jarang ditemukan. Kebanyakan pasien normal. 21. Electrophysiological testingUntuk mengidentifikasi mekanisme aritmia, tetapi pemeriksaan ini hanya dilakukan apabila ablasi kateter dipertimbangkan. 2

BAB IIIKESIMPULAN

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab SVT adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA).Gejala klinis lain SVT dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata, palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan. Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.Diagnosis SVT berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan EKG. Penatalaksanaan SVT berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang. Penatalaksanaan segera dapat menggunakan Direct Current Synchronized Cardioversion, maneuver vagal dan medikamentosa. Sedangkan penatalaksanaan jangka panjang yang dapat dilakukan yaitu medikamentosa, DC shock, ablasi kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association, 2005. Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care: Pediatric advanced life support. Circulation, Volume 112, pp. 167-187.Chun, T. U. H. & Van Hare, G. F., 2004. Advances in the approach to treatment of supraventricular tachycardia in the pediatric population. Current Cardiology Reports, Volume 6, pp. 322-326.Delacrtaz, E., 2006. Supraventricular Tachycardia. New England Journal of Medicine, 354(10), pp. 1039-1051.Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2006. Pediatric Dysrythmias. Pediatric Clinics of North America, Volume 53, pp. 85-105.Dubin, A., 2007. Cardiac arrhythmias. In: R. Kliegmann, R. Behrmann, H. Jenson & B. Stanton, eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. Philadelphia: Saunders, Elsevier, pp. 1942-1950.Hanash, C. R. & Crosson, J. E., 2010. Emergency Diagnosis and Management of Pediatric Arrhythmias. J Emerg Trauma Shock, Volume 3(3), p. 251260.Hanisch, D., 2001. Pediatric arrhythmias. Journal of Pediatric Nursing, Volume 16, pp. 351-362.Iyer, V. R., 2008. Drug Therapy Considerations in Arrhythmias in Children. Indian Pacing and Electrophysiology Journal, Volume 8 (3), pp. 202-210.Kannankeril, P. & Fish, F., 2008. Disorders of Cardiac Rhythm and Conduction. In: , eds. . 7th ed.. In: H. Allen, D. Driscoll, R. Shaddy & T. Feltes, eds. Moss and Adams' Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents: Including the Fetus and Young Adults 7th Ed. Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins, pp. 293-342.Kantoch, M. J., 2005. Supraventricular tachycardia in children. Indian Journal of Pediatrics, Volume 72, pp. 609-619.Kim, Y. H., Park, H.-S., Hyun, M. C. & Kim, Y.-N., 2012. Pediatric Tachyarrhythmia and Radiofrequency Catheter Ablation: Results From 1993 to 2011. Korean Circulation Journal, Volume 42, pp. 735-740.Kothari, D. S. & Skinner, J. R., 2006. Neonatal tachycardias: an update. Arch Dis Child Fetal Neonatal, Volume 91, p. 136144.Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia. The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2007. Emergency Department Management of the Pediatric Patient With Supraventricular Tachycardia. Pediatric Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2008. Efficacy of Adenosine for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia in Infants and Children. The Journal of Tehran University Heart Center, Volume 3(3), pp. 157-162.Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2008. Supraventricular Tachycardia in the Pediatric Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management. Journal of Pediatric Health Care, 22(5), pp. 289-299.Sekar, R. P., 2008. Epidemiology of Arrhythmias in Children. Indian Pacing and Electrophysiology Journal, Volume 8, pp. 8-13.Wong, K. K., Potts, J. E., Etheridge, S. P. & Sanatani, S., 2006. Medications used to manage supraventricular tachycardia in the infant: A North American Survey. Pediatric Cardiology, Volume 27, pp. 199-203.

REFERATSUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDIA PADA ANAK

Disusun Oleh :Rahmah Fitri UtamiG1A212042

Pembimbing :dr. Ariadne Tiara H., Sp.A., Msi. Med

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATANSMF ILMU KESEHATAN ANAKRSUD Prof.Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO2014LEMBAR PENGESAHANREFERATSUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDIA PADA ANAK

Diajukan untuk memenuhi syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikanPada tanggal Maret 2014

Disusun oleh :Rahmah Fitri UtamiG1A212042

Purwokerto, Maret 2014Pembimbing,

dr. Ariadne Tiara H., Sp.A., Msi. Med13