Surveilans penyakit Karantina
-
Upload
dina-rofidah -
Category
Documents
-
view
143 -
download
8
description
Transcript of Surveilans penyakit Karantina
Tugas Surveilans Epidemiologi
Penyakit Potensial Diwaspadai pada Pelaksanaan Surveilans dan Kesehatan Haji
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan
kewajiban bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Sedangkan pengertian
penyelenggaraan ibadah haji adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haji.
Sesuai Undang-undang Nomor 17 tahun 1999 tersebut penataan kesehatan haji
bertujuan untuk tercapainya kondisi kesehatan calon jamaah haji/jamaah haji Indonesia
secara optimal, lancar, dan nyaman sesuai dengan tutunan agama dan jamaah haji dapat
melaksankan ibadah secara mandiri sehingga diperoleh haji yang mabrur, serta terbebasnya
masyarakat Indonesia dari transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk
calon/jamaah haji Indonesia.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2407/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pelayanan Kesehatan Haji, Pelayanan kesehatan
adalah pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan calon jemaah haji dan
jemaah haji.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
442/MENKES/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia,
Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji
meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan
kesehatan, imunisasi, surveilans, SKD dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah
massal,kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.
Terkait dengan surveilans penyelenggaraan ibadah haji ini, penting untuk dipahami
sejak dini epidemiologi dan pola penyakit yang dimungkinkan dapat timbul selama proses
penyelenggaraan ibadah ini. Beberapa jenis penyakit menular yang penting untuk
diwaspadai karena dapat ditularkan dalam perjalanan (ibadah haji), antara lain mengacu
pada Undang-undang No 2 tahun 1962 tentang karantina pelabuhan dan Undang-undang
No 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.
Penyakit-penyakit yang ditularkan dalam perjalanan/bepergian keluar negeri dan
tidak diizinkan oleh Pemerintah untuk menunaikan ibadah haji, tercantum dalam Undang-
undang Nomor 2 tahun 1962 tentang karantina pelabuhan dan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Beberapa diantaranya antara lain :
Nama : Dina Rofidah
NIM : 1011015093
Kelas : FKM A/2010
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS):
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 424 tahun 2003 maka
bagi orang-orang yang menjadi tersangka SARS harus dikarantina. Hal ini juga merujuk
pada penerapan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.
Mereka yang bertanggung jawab dalam lingkungannya yang mengetahui adanya penderita
atau tersangka menderita, wajib melaporkan ke pelayanan kesehatan terdekat. Nahkoda
ataupun pilot wajib memberikan pertolongan serta mencegah penularan SARS ke
penumpang lain. Kemudian melaporkan ke Kesehatan Karantina Pelabuhan laut atau
bandar udara bahwa alat angkut yang dibawanya terdapat kasus tersangka SARS.
Meningitis:
Berdasarkan data yang ada, di Indonesia infeksi meningitis meningokokus sangat
jarang ditemukan. Namun demikian hasil penelitian menununjukkan (Lepow dkk, 1999),
bahwa pemberian vaksin serogroup A, B, dan C adalah yang paling virulen untuk terjadinya
meningokokus. Pemberian vaksinasi pada orang dewasa baru menimbulkan kekebalan
setelah 2 minggu sejak pemberian. Pemberian 50 mg vaksin serogroup C pada orang
dewasa didapatkan antibodi dalam jangka waktu 2 tahun. Vaksin stabil pada suhu 40C
dalam 2 minggu, suhu –200C dalam 6 bulan dan lebih dari 5 tahun pada penyimpanan –
700C. Antibodi pada usia dewasa menetap 30% kadar antibodi setelah 4 tahun vaksinasi.
Dengan berkumpulnya berjuta jamaah termasuk dari Afrika yang merupakan daerah
endemis meningitis meningokokus, maka managemen dan kewaspadaan tinggi pada
kemungkinan penularan penyakit ini sangat penting dikelola. Jamaah Haji Indonesia yang
pada umumnya belum mempunyai kekebalan meningitis meningokokus akan beresiko
terkena meningitis meningokokus. Sejak tahun 1988, Pemerintah Saudi Arabia telah
mewajibkan vaksinasi meningitis meningokokus terhadap seluruh jamaah haji maupun
TKHI. Vaksin yang diberikan pada calon jamaah haji Indonesia adalah vaksin serogroup A
dan C yang disuntikan ke area deltoid atau glutea dengan dosis 0,5 ml subkutan. Vaksin
diberikan paling lambat 2 minggu sebelum tiba di Tanah suci dan akan menimbulkan
kekebalan selama 3 tahun.
Kholera:
Kholera merupakan masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang seperti Afrika,Asia dan Amerika Selatan. Diperkirakan ada 5,5 juta kasus kolera
terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika. Penyebaran kolera secara primer melalui air
minum yang terkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
binatang laut seperti kerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting, dapat juga menjadi
perantara (vehicle) transmisi yang penting untuk infeksi Vibrio. Kholera di dibawa melalui
jalur-jalur pelayaran, perdagangan, dan perjalanan haji. Setelah masa inkubasi 1-4 hari, tiba-
tiba timbul nausea dan muntah-muntah dan diare hebat dengan sakit perut. Angka kematian
kasus tanpa diobati antara 25-50%. Pengawasan dilakukan dengan perbaikan sanitasi,
khususnya makanan dan air. Penderita harus diisolasi, ekskretanya didesinfeksi dan kontak
harus diamati.
Hepatitis:
Setidaknya 25 juta orang di Indonesia diperkirakan terjangkit hepatitis B dan hepatitis
C. Indonesia termasuk negara dengan prevalensi hepatitis B tinggi, di atas 8 persen.
”Jumlah terinfeksi hepatitis B lebih tinggi daripada hepatitis C. Masa inkubasi penyakit
berkisar antara 2-12 minggu. Cara penularan hepatitis ini melalui tinja, mulut, kontak erat
yang pribai. Virus hepatitis B tersebar diseluruh dunia. Ada kiras-kira 200 juta pembawa
virus, dan 1 juta diantaranya berada di Amerika serikat. Pencegahan sampai saat ini
dilakukan dengan vaksinasi untuk Hepatitis Virus Tipe B. Penyakit ini menjadi penting untuk
diwaspadai selama penyelenggaraan ibadah haji karena besarnya mobilitas orang dan
sumber daya terkait pengelolaan makanan yang terlibat di dalamnya.
Demam kuning (Yellow fever):
Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan virus demam kuning. Demam
kuning adalah suatu penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam kuning
disebabkan oleh virus demam kuning yang disebut Flavivirus yang ditularkan oleh gigitan
nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk demam kuning biasanya adalah nyamuk Aedes aegypti.
Virus demam kuning ditemukan di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan
dan Afrika, tetapi tidak di Asia. Manusia dan monyet merupakan binatang utama yang
terinfeksi oleh virus ini. Masa inkubasi antara 3-6 hari. Waktu penyakit timbul penderita
mengalami demam, menggigil, sakit kepala, dan sakit pinggang diikuti nausea, dan muntah-
muntah. Demam kuning dapat dicegah dengan vaksinasi. serta menghindari gigitan nyamuk
ketika bepergian di daerah tropis. Nyamuk demam kuning yang menyebar biasanya
menggigit pada siang hari,khususnya pada senja dan fajar.
Plague (Pes):
Pes(sampar)merupakan penyakit yang terdaftar dalam Karantina International dan
juga disebut reemerging disease, dan masih merupakan masalah kesehatan yang dapat
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) ataupun wabah. Pes adalah penyakit menular
dengan demam yang akut dan angka kematian cukup tinggi, disebabkan oleh Yersinia
pestis, dimulai dengan gejala febris serta menggigil yang segera diikuti dengan kelemahan
dan delirium, nyeri kepala, vomitus, serta diare.
Pes merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat
ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut disebabkan
oleh kuman/bakteri. Selain itu pes juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau
Yersiniosis/Plague. Penyakit ini semula merupakan penyakit pada tikus dan hewan
penggerat yang terinfeksi lewat gigitan pinjal, penularannya dapat juga melalui penderita.
Penyakit in terdapat di belahan dunia, daerah enzootik terutama adalah India, Asia Timur,
Afrika selatan, Amerika Selatan, dan Negara bagian barat Amerika utara dan Meksiko. Pinjal
tikus (Xenopsylla cheopsis) adalah vektor utama yang menularkan penyakit ke manusia.
Segera setelah pneumonia terjadi pada manusia, penularan langsung dari orang ke orang
melalui droplet. Pengawasan ketat dilakukan pada kasus pes dan observasi adanya pes
pneumonia.
Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal .Pinjal yang efektif kemudian
menggigit manusia. Penularan pes dari orang ke orang dapat pula terjadi melalui gigitan
pinjal manusia Culex Irritans (Human flea). Sedangkan penularan pes dari orang yang
menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan.
Tifus:
Tifus epidemik disebabkan oleh Rickettsia prowazekii. Penyakit ini ditandai
manifestasi klinis tifus termasuk sakit kepala, menggigil, demam, dan mialgia. lemah, lesu,
ruam kulit, dan pembesaran limpa dan hati. Penyakit lebih berat dan lebih sering fatal pada
usia diatas 40 tahun, selama epidemi angka kematian berkisar antara 6-30%. Penyakit ini
mempunyai siklus hidup yang terbatas pada manusia. Tuma memperoleh penyakit ini
menggigit manusia yang terinfeksi dan menyebarkannya dengan ekskresi tinja pada
permukaan kulit orang.
Refference, antara lain :
- Pedoman Penanggulangan SARS, Dirjen P2MPL. 2003.
- Meningitis Meningokokus, Pedoman Bagi Jamaah Haji Indonesia,Dirjen P2M PLP.
1998.
- Pembinaan Kesehatan Jamaah Calon Jamaah Haji Indonesia, Dirjen P2M PLP.
1998
Dikutip dari : http://www.indonesian-publichealth.com/2012/12/surveilans-haji.html
Pembahasan :
Berdasarkan artikel diatas diketahui bahwa, dalam penyelenggaraan ibadah haji ke
tanah suci mekkah para jamaah mempunyai potensi terjangkit penyakit-penyakit karantina.
Oleh karena itu sebelum melakukan ibadah haji, perlu dilaksanakan serangkaian pelayanan
kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, dan imunisasi penyakit-
penyakit karantina contohnya meningitis.
Dalam hal ini sebelum membahas mengenai penyakit karantina yang perlu kita
ketahui adalah definisi dari surveilans epidemiologi itu sendiri yaitu sebuah rangkaian
kegiatan mengumpulkan berbagai data atau informasi dari kejadian penyakit secara teratur
dan terus menerus untuk menentukan beberapa tindakan yang diambil oleh petugas atau
pengambil kebijakan dalam kesehatan.
Pada penyakit karantina yang perlu dilakukan adalah surveilans individu (individual
surveillance) yaitu jenis surveilans epidemiologi yang mendeteksi dan memonitor individu
individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis,
tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi
institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan.
Karena seperti yang kita ketahui bahwa saat melaksanakan ibadah haji para jamaah
tidak hanya bertemu dengan orang-orang dari Asia melainkan dari seluruh dunia dimana
jenis-jenis penyakit yang dibawa oleh masing-masing jamaah dari seluruh dunia ini berbeda-
beda pula. Ada beberapa penyakit yang sebelumnya belum pernah terjadi di Indonesia dan
oleh sebab itu perlu dilakukan kegiatan surveilans mengenai penyakit-penyakit apa saja
yang berpotensi besar akan terjadi di tanah suci.
Setelah diketahui jenis-jenis penyakit apa saja yang berpotensi terjadi di tanah Suci
maka perlu dilakukan pengamatan atau surveilans yang meliputi :
1. Pengumpulan atau pencatatan kejadian (data) yang dapat dipercaya mengenai
kejadian penyakit karantina yang telah terjadi di tahun sebelumnya. Contohnya
kejadian kholera pada tahun 2011 yang dialami oleh jamaah haji.
2. Pengelolaan data, pada umumnya data masih dalam bentuk data mentah sehingga
perlu diolah menjadi bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk
lainnya. Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti
mengenai kejadian penyakit karantina tersebut.
3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan. Data yang telah disusun dan
dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk memberikan arti
dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada telah terjadi pada para jamaah
haji.
4. Perencanaan penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya. Setelah
analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup jelas dan
sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan
kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan
sebagai mana mestinya atau sebagai bahan evaluasi untuk penyelenggaraan ibadah
haji selanjutnya.
5. Evaluasi atau penilaian hasil kegiatan. Hasil evaluasi terhadap data sistem
surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan
khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up),
untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan
program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
Dalam hal ini kegiatan surveilans berfungsi untuk mengetahui penyebab terjadinya
penyakit tersebut, bagaimana proses penularan antar sesama manusia, dan bagaimana
mencegah agar penyakit itu tidak sampai berdampak atau terjangkit kepada para jamaah
haji dari Indonesia.
Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat
keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit.
Dalam hal ini yaitu panitia penyelenggara haji terutama yang bersangkutan dengan bagian
kesehatan.