Surat Dakwaan

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, di dalam hal akan menjatuhkan keputusannya. Tanggal 31 Desember 1981 telah di Undang-undangkan ketentuan Undang- Undang No.08 Tahun 1981 yaitu tentang Hukum Acara Pidana yang sifatnya sudah dilakukan suatu unifikasi, maka secara resmi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku sebelumnya telah dicabut, yaitu misalnya HIR(Het Herzeine Inlandsch Reglement) tidak berlaku lagi sebab tidak sesuai lagi dengan cita-cita hukum nasional. Hukum Acara Pidana yang baru ini telah ada, akan tetapi dalam beberapa pasal materinya tidak jauh atau tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan hukum acara pidana yang lama. Meskipun demikian, perubahan tersebut menjadi kebanggaan kita semua bahwa pemerintah kita telah berhasil membuat suatu karya besar dalam bidang hukum yang isinya telah disesuaikan dengan alam Negara Indonesia merdeka yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang. 1 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Surat Dakwaan

Page 1: Surat Dakwaan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana

dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut

mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, di dalam hal akan menjatuhkan keputusannya.

Tanggal 31 Desember 1981 telah di Undang-undangkan ketentuan Undang-

Undang No.08 Tahun 1981 yaitu tentang Hukum Acara Pidana yang sifatnya sudah

dilakukan suatu unifikasi, maka secara resmi Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana yang berlaku sebelumnya telah dicabut, yaitu misalnya HIR(Het Herzeine

Inlandsch Reglement) tidak berlaku lagi sebab tidak sesuai lagi dengan cita-cita

hukum nasional.

Hukum Acara Pidana yang baru ini telah ada, akan tetapi dalam beberapa pasal

materinya tidak jauh atau tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan

hukum acara pidana yang lama. Meskipun demikian, perubahan tersebut menjadi

kebanggaan kita semua bahwa pemerintah kita telah berhasil membuat suatu karya

besar dalam bidang hukum yang isinya telah disesuaikan dengan alam Negara

Indonesia merdeka yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala

bidang.

1

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Surat Dakwaan

Hukum Acara Pidana yang baru ini mengandung beberapa asas penting, yang

memahami hak asas manusia, diantaranya adalah:1

1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.

2. Penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-undang.

3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan dari pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak, harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

5. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan, selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya juga wajib diberitahu haknya itu, termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum.

6. Pengadilan memeriksa dengan hadirnya terdakwa.

Surat dakwaan merupakan dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya. Kalau

yang disebutkan dalam surat dakwaan tidak terbukti dan/atau tidak merupakan suatu

kejahatan atau pelanggaran, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan.

Walaupun demikian, pentingnya kedudukan dari suatu surat dakwaan itu tidaklah

dapat disangkalkan penyusunannya, sehingga akan mengakibatkan lepasnya si

terdakwa dari segala tuduhan ataupun berakibat pembatalan dari surat dakwaan itu

sendiri.

1Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, (Surabaya: Penerbit Karya Anda, 2003)_

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Surat Dakwaan

Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan, ia dapat mengambil beberapa

sikap, Misalnya: dalam hal tersangkut beberapa orang terdakwa, maksudnya apakah

perkara tersebut dapat diajukan dalam 1(satu) berkas perkara atau dipecah menjadi

beberapa berkas perkara(Splitsing)2. Pemecahan perkara ini biasanya dilakukan

apabila terdapat kekurangan-kekurangan saksi-saksi, sehingga perlu diadakan saksi

mahkota.

Ketentuan Pasal 143 ayat(2) huruf b KUHAP hanya disebutkan hal yang harus

dimuat dalam surat dakwaan ialah uraian secara cermat, jelas, dan lengkap

mengenai delik yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat delik itu

dilakukan. Bagaimana cara menguraikan secara cermat dan jelas, hal itu tidak

ditentukan dalam KUHAP. Tentu masalah ini masih tetap sama dengan kebiasaan

yang berlaku sampai sekarang yang telah diterima oleh yurisprudensi dan doktrin.

Perumusan dakwaan didasarkan pada hasil pemeriksaan pendahuluan dimana

dapat diketemukan baik berupa keterangan terdakwa maupun keterangan saksi dan

alat bukti yang lain termasuk keterangan ahli misalnya Visum Et Repertum,

disitulah dapat ditemukan perbuatan sungguh-sungguh dilakukan (Perbuatan

Materil) dan bagaimana dilakukannya.3

2 Prinst, Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Medan: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama, 2002), hal. 96_

3 Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, Cetakan Kedua, 2008), hal. 170

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Surat Dakwaan

Pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi dengan mencantumkan pasal Undang-

undang pidana yang menjadi dasarnya tidak mengikat penuntut umum untuk

mengikutinya. Penuntut umum dapat membuat perubahan pasal Undang-undang

yang disebut oleh polisi untuk menyesuaikan dakwaan dengan fakta-fakta dan data

serta menyusun dakwaan berdasarkan perumusan delik tersebut.

Cara-cara tradisional untuk membuat surat dakwaan sesuai dengan Pasal 250

HIR dahulu pada kenyataannya tidak perlu dipenuhi. Keterangan singkat tentang

perbuatan yang didakwakan kadang lebih jelas dan hakikatnya lebih membantu

untuk menjamin kepentingan pembelaan. Seluruh unsur delik pada suatu perumusan

harus dimuat dalam dakwaan yang masih dapat dilakukan penyederhanaan metode

dakwaan tersebut. Keterangan singkat tentang perbuatan yang didakwakan

bermanfaat secara praktis jika dilakukan penyederhanaan secara formal terhadap

semua unsur delik yang diisyaratkan dalam dakwaan. Surat dakwaan jelas atau tidak

jelas adalah relatif dan hendaknya ukurannya didasarkan kepada keadaan konkret,

yaitu apakah keadaan itu menunjukan terdakwa dirugikan atau tidak. Jika tedakwa

telah mengetahui apa sebab ia didakwa, maka halnya sudah memadai. Meskipun

terdakwa telah mengerti apa sebab ia didakwa, bentuk-bentuk surat dakwaan harus

memenuhi syarat dan tidak dikaitkan dengan kepentingan terdakwa, oleh karena itu,

menurut KUHAP, surat dakwaan sudah memadai jika waktu dan tempat terjadinya

delik dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap delik(tindak pidana) yang

didakwakan telah disebut. Kebiasaan penuntut umum menguraikan panjang lebar

tentang latar belakang delik itu tidak perlu sama sekali. Bahkan dengan berbuat

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Surat Dakwaan

demikian, ia membuka arena lebih luas lagi, yaitu ia harus membuktikan pula hal-

hal yang ditambahkan itu.

Ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak menyebutkan

pengertian surat dakwaan. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya

menyebutkan cara dan isi dari surat dakwaan seperti dirumuskan dalam Pasal 143

ayat(2), yakni:” Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan

ditanda tangani serta berisi:

a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.

b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Jika memperhatikan Pasal 143 ayat(2) huruf a, b KUHAP tersebut diatas dapat

diketahui bahwa isi surat dakwaan itu dapat digolongkan menjadi 2(dua) bagian.

Pertama: berkaitan dengan identitas terdakwa. Kedua: berkaitan dengan uraian

mengenai tindak pidana. Berkaitan itu pula surat dakwaan harus memenuhi 2(dua)

syarat yakni: syarat formil dan syarat materil, yang dimaksud dengan syarat formil

adalah hal-hal yang berkaitan dengan identitas terdakwa, meliputi nama lengkap,

tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,

agama dan pekerjaan. Tidak terpenuhinya syarat ini berakibatkan surat dakwaan itu

cacat hukum(abscur libelle)(Pasal 143 ayat(2) huruf a KUHAP).

Adapun yang dimaksud dengan syarat materil adalah hal-hal yang berkaitan

dengan uraian-uraian yang lengkap dan cermat tentang perbuatan pidana serta

uraian mengenai tempat dan waktu dilakukannya perbuatan pidana, tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Surat Dakwaan

terpenuhinya syarat ini berarti surat dakwaan itu batal demi hukum(Pasal 143

ayat(3) KUHAP).

Moeljatno menyarankan agar pembuatan surat dakwaan itu berisikan dua hal

sebagaimana juga yang berlaku di Negara-Negara Anglo Saxon, yaitu:4

a. Particulare of offence, yaitu lukisan atau uraian tentang perbuatan terdakwa

dengan kata-kata yang mudah di mengerti.

b. Statement of offence, yaitu pernyataan tentang aturan-aturan atau pasal-pasal

yang dilanggar terdakwa

Dakwaan harus memuat semua unsur syarat-syarat materil ini, tetapi bagaimana

cara menguraikannya dalam dakwaan tidak dijelaskan, hanya ditentukan dakwaan

harus berisi waktu dan tempat terjadinya tindak pidana serta perbuatan yang

dilakukan terdakwa, apa yang di maksud dengan perbuatan tidak dijelaskan sama

sekali, dalam ketentuan baru (KUHAP) surat dakwaan selain harus berisi waktu dan

tempat terjadinya pidana, juga harus di masukkan uraian secara lengkap, cermat dan

jelas mengenai tindak pidana yang didakwakan.

Pentingnya waktu dan tempat di masukkan kedalam dakwaan untuk mengetahui

Pengadilan Negeri mana yang berwenang mengadili dan untuk menjaga jangan

sampai terdakwa akan mengelak dakwaan bahwa ia pada waktu kejadian berada

ditempat lain (alibi), alibi ini jika dapat dibuktikan terdakwa mengakibatkan surat

dakwaan tidak dapat diterima.

4 Moeljatno, dalam Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Cetakan Pertama, (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 2007 ), hlm.84

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Surat Dakwaan

Literature hukum acara pidana pada umumnya dan literatur yang membahas

surat dakwaan khususnya, bahwa yang menjadi penekanan dalam penguraian

syarat-syarat surat dakwaan ialah pada syarat materil, karena tidak terpenuhinya

syarat materil tersebut menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Namun demikian,

bukanlah syarat formil itu tidak lah begitu penting untuk diperhatikan dalam

merumuskan dakwaan, karena kesalahan atau kekeliruan yang menyangkut syarat

formil pun dapat menyebabkan hal yang fatal. Umpamanya saja dapat kita

bayangkan apa akibatnya bila terjadi kekeliruan mengenai orang(error in persona)

yang diajukan sebagai terdakwa. Dalam kasus demikian, tentunya kepada orang

yang secara keliru telah diajukan sebagai terdakwa tersebut tidak dapat

dipertanggung jawabkan atas tindak pidana yang didakwakan terhadapnya, dengan

demikian, ia akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2642 K/Pid/2006, tertanggal

26 September 2007 tentang Mengerjakan dan Menggunakan Kawasan Hutan Secara

Tidak Sah Yang Dilakukan Secara Bersama-sama dan Dalam Bentuk Sebagai

Perbuatan Berlanjut, pada putusan mahkamah agung tersebut diatas, Jaksa Penuntut

Umum dalam surat dakwaannya pada dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua

meletakkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, dalam hal ini terdakwa hanya

sebagai Direktur Utama PT.TORGANDA, serta terdakwa hanya memiliki status

sebagai Wiraswasta ( Direktur PT.TORGANDA dan PT.TORUS GANDA) dan

bukan sebagai Pejabat Negara, sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 1 ayat(2)

huruf a,b,c,d,e dan Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jadi secara hukum Darianus Lungguk

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Surat Dakwaan

Sitorus, dalam hal dakwaan Pertama dan Kedua Jaksa Penuntut Umum yang

mendakwa terdakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi sama sekali

tidak terdapat unsur-unsur yang mengarah kepada Tindak Pidana Korupsi.

a. Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan perumusan surat dakwaan terhadap

terdakwa Darianus Lungguk Sitorus seharusnya tidak terlalu cepat melakukan

suatu perumusan surat dakwaan. Jika perbuatan terdakwa mengarah kepada

perbuatan tindak pidana korupsi serta pengrusakan lingkungan hidup dalam hal

ini kawasan hutan, jadi Jaksa Penuntut Umum dalam merumuskan surat

dakwaannya dengan menggunakan bentuk dakwaan subsidairitas. Sebab

dampak negatif dari perbuatan yang dilakukan terdakwa berindikasi dapat di

jerat dengan lebih dari 1(satu) Undang-undang, sehingga Jaksa Penuntut Umum

tidak mengalami kebinggungan serta kegagalan dalam menyusun serta menjerat

terdakwa atas perbuatan yang telah dilakukan terdakwa, kalau Jaksa Penuntut

Umum menggunakan bentuk surat dakwaan campuran , maka dalam hal ini,

Jaksa Penuntut Umum harus membuktikan satu persatu dari rumusan perbuatan

tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa, akan tetapi prakteknya Jaksa

Penuntut Umum pada saat mendakwa terdakwa dengan menggunakan dakwaan

dalam bentuk Campuran/gabungan jarang sekali menjelaskan secara lengkap

dari masing-masing pasal yang tertera didalam surat dakwaan tersebut.

Tindak pidana korupsi sebagaimana yang dituduh dalam surat dakwaan Jaksa

Penuntut Umum sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur dari delik tindak pidana

korupsi. Jaksa Penuntut Umum dalam membuat identitas terdakwa pada dakwaan

pertama adalah tidak jelas, didalam dakwaan tersebut apakah Saudara terdakwa

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Surat Dakwaan

sebagai pelaku tindak pidana atau perusahaan tersebut yang telah melakukan suatu

tindak pidana(dalam hal ini menyangkut mengenai syarat formil dari suatu surat

dakwaan), dalam hal ini, jaksa penuntut umum dalam merumuskan syarat formil

dari suatu surat dakwaan tersebut kabur sebagaimana telah di sebutkan dalam Pasal

143 ayat 2 huruf a KUHAP, serta kalau saudara Jaksa Penuntut Umum dalam

dakwaannya tersebut mengarah kepada perusahaannya, sehingga Jaksa Penuntut

Umum dalam membuat surat dakwaan harus disusun secara cermat terhadap tindak

pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi. Tindak pidana korporasi tersebut

terdapat satu tindak pidana dengan lebih dari satu pelaku, pelakunya dalam hal ini

adalah personel yang menjadi Directing Mind korporasi dan korporasi itu sendiri.

Sehubungan dengan adanya lebih dari satu pelaku maka timbul permasalahan

hukum sebagai berikut: apakah penuntutan dalam personel korporasi yang

merupakan pelaku tindak pidana dan penuntutan terhadap korporasi harus dibuat

dalam satu surat dakwaan, atau kah boleh bahkan harus, dilakukan dalam dua surat

dakwaan yang berbeda? dan atau apabila surat dakwaan boleh(atau harus) dibuat

dalam dua surat dakwaan, apakah pemeriksaannya di muka pengadilan boleh(harus)

dilakukan sebagai dua perkara yang terpisah?

Masalah tersebut diatas muncul beberapa pendapat bahwa surat dakwaan cukup

dibuat satu saja, pendapat tersebut didasarkan atas dua pertimbangan. Pertimbangan

yang pertama adalah pada tindak pidana korporasi, pertanggung jawaban pidana

korporasi merupakan akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh Directing Mind

korporasi. Tanpa ada manusia yang menjadi pelaku tindak pidana, maka tidak akan

ada pertanggung jawaban pidana korporasi. Dengan demikian, pada pertanggung

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Surat Dakwaan

jawaban jawaban pidana korporasi terdapat hubungan sebab akibat(hubungan

kausalitas). Disamping itu, sebagai pertimbangan kedua, pada tindak pidana

korporasi hanya ada satu tindak pidana tetapi pelakunya ada dua, yaitu manusia

yang menjadi Directing Mind korporasi yang melakukan actus reus dan memiliki

mens rea yang diperlukan, dan korporasi yang harus memikul tanggung jawab atas

perbuatan manusia yang menjadi Directing Mind korporasi. Berdasarkan kedua

pertimbangan tersebut, harus dibuat satu surat dakwaan dengan dua terdakwa, yaitu

personel yang menjadi Directing Mind korporasi yang secara factual melakukan

actus reus dan kepada korporasi yang harus memikul pertanggung jawaban pidana

atas perbuatan personel yang bersangkutan. Dengan demikian pula, pemeriksaan

perkara tersebut harus dilakukan dalam satu pemeriksaan perkara saja oleh Majelis

Hakim yang sama. Sebelum korporasi dapat dituntut dan dinyatakan bertanggung

jawabatas tindak pidana yang dilakukan oleh personel yang bersangkutan, terlebih

dahulu harus dapat dibuktikan terpenuhinya unsure-unsur tersebut.

Apabila unsur-unsur tersebut telah dapat dipastikan oleh penuntut umum, baru

korporasi dapat dituntut berdasarkan surat dakwaan tersebut. Apabila unsur-unsur

tersebut ternyata tidak ada, sehingga karena itu korporasi tidak dapat dibebani

pertanggung jawaban pidana, maka hanya pelakunya yang dituntut dan diajukan

kepengadilan sebagai terdakwa dalam surat dakwaan tersebut.

B. PERUMUSAN MASALAH HUKUM

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang dapat

dijadikan sebagai isu-isu hukum tentang ” Analisis Hukum Terhadap Dakwaan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Surat Dakwaan

Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Studi Putusan Mahkamah

Agung No.2642 K/Pid/2006)”, antara lain:

1. Bagaimanakah penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan

oleh Jaksa Penuntut Umum menurut KUHAP?

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap putusan hakim Mahkamah Agung

No.2642 K/Pid/2006 bila mana didalam putusan Mahkamah Agung tersebut

terdapat surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan Jaksa Penuntut

Umum tidak memenuhi syarat materil dari suatu surat dakwaan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

beberapa tujuan dari peneltian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perumusan serta syarat-syarat surat dakwaan tindak pidana

korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang muncul dari putusan hakim Mahkamah

No.2642 K/Pid/2006, apabila didalam putusan hakim Mahkamah Agung

tersebut terdapat surat dakwaan tindak pidana korupsi yang diajukan Jaksa

Penuntut Umum sama sekali tidak memenuhi syarat materil dari suatu surat

dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat(2) huruf b KUHAP

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Secara Teoritis, penelitian ini di harapkan agar dapat memberikan suatu manfaat

dalam bentuk sumbangan pemikiran serta juga dalam bentuk saran demi

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Surat Dakwaan

kemajuan perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang ilmu

hukum pidana pada khususnya yang berhubungan dengan Perumusan Surat

Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Secara Praktek, sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu

para praktisi, serta akademisi dan juga para aparat penegak hukum khususnya

para aparat kejaksaan yang secara langsung memegang jabatan sebagai Jaksa

Penuntut Umum serta yang mempunyai tugas dalam melakukan perumusan

surat dakwaan dengan benar serta mekanisme penyusunannya tersebut sesuai

dengan hukum acara pidana yang berlaku dalam hal perumusan/ pembuatan

surat dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara

tindak pidana tertentu.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di

kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pasca Sarjana,

maka penelitian dengan judul ” Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana

Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Studi Putusan Mahkamah Agung No.2642

K/Pid/2006)”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya, dengan

demikian, penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung

jawabkan keaslian dari segi isinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Surat Dakwaan

F. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI

1. Kerangka Teori.

a.Teori-teori Tentang Penyusunan Surat Dakwaan Tindak Pidana Korupsi

Pembicaraan tentang teori-teori penyusunan surat dakwaan tindak pidana

korupsi yang terdapat dalam hukum acara pidana, maka ada baiknya untuk

mengetahui secara umum tentang hukum acara pidana, diamana sebenarnya letak

hubungan antara hukum acara pidana dengan penyusunan surat dakwaan tindak

pidana korupsi serta bentuk-bentuk surat dakwaan tindak pidana korupsi dan tujuan

surat dakwaan beserta dengan isi dari surat dakwaan tersebut.

Hukum acara pidana adalah sangat penting bilamana kita hendak mempelajari

disiplin ilmu pengetahuan tertentu, ada beberapa defenisi yang dikemukan oleh para

ahli hukum, diantaranya yaitu:5

1. Wiryono Prodjodikoro, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum

acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang

memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa harus bertindak guna

mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum acara pidana.

2. Achmad Soemadipraja, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum

acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh

Negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnya Undang-undang

pidana.

5 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Penerbit CV.Mandar Maju, 1999), hlm.8

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Surat Dakwaan

3. Sudarto, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana

adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh

aparat penegak hukum.

Pengertian dari beberapa kata (ungkapan) yang dapat dipetik dari surat dakwaan

ini adalah pengertian yang lebih penting dilihat dari kaca mata hukum.

Dalam pengertian sehari-hari, tuduh dapat diartikan dengan sangka. Maka, tuduhan

berarti jika secara harfiah adalah sangkaan, akan tetapi tidak demikian dengan bahasa

hukum. Dengan adanya tuduhan ataupun dakwaan yang tentu harus berdasarkan

bukti-bukti yang ada, Jaksa sebagai penuntut umum menghadapkan terdakwa dimuka

sidang pengadilan, dan pada intinya dengan adanya tuduhan khusus dalam pengertian

hukum pidana, maka seseorang telah dituduh/didakwa melakukan suatu perbuatan

pidana baik berupa kejahatan ataupun pelanggaran.

Guna keperluan diatas yaitu menyampaikan perkara ini dan menghadapkan

seorang pelaku tindak pidana ke muka sidang pengadilan, maka Jaksa Penuntut

Umum akan membuat surat dakwaan. Sekarang timbul pertanyaan apa yang diartikan

surat dakwaan? Maka guna mendapat penjelasan lebih jauh dibawah ini ada beberapa

ahli hukum yang mengartikan surat dakwaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Surat Dakwaan

R.Achmad, mengatakan:” Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang

memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan yang sementara dapat

disimpulkan dari surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar dari hakim

untuk melakukan pemeriksaan yang bila ternyata cukup bukti dapat dijatuhkan

hukuman”.6

R.Wirjono Prodjodikoro, mengatakan sebagai berikut:”Surat tuduhan adalah

dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya, kalau yang disebutkan dalam surat

tuduhan itu tidak terbukti atau tidak merupakan kejahatan atau pelanggaran maka

terdakwa harus dibebaskan dari tuduhan”.7

Didalam hukum acara pidana juga mengatur tentang mekanisme penyusunan

dan atau pembuatan surat dakwaan, sebelum melangkah kepada mekanisme

penyusunan surat dakwaan, maka terlebih dahulu harus mengetahui defenisi tentang

surat dakwaan tersebut, ada pun defenisi tentang surat dakwaan dari para ahli ilmu

hukum, antara lain:8

1. A.Karim Nasution, menyatakan sebagai berikut tuduhan adalah suatu surat atau

akte yang memuat suatu perumusan dari suatu tindak pidana yang dituduhkan

yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang

merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata

cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.

6 Soemadi Pradja, R.Achmad.S, Surat Dakwaan, (Bandung: Penerbit Sinar Bandung, 1985), hlm.33

7 Prodjodikoro, R.Wirjono, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit Sumur, 2000), hlm.71

8 M.Husein, Harun, Surat Dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi, Dan Permasalahannya, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994), hlm 44-45.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Surat Dakwaan

2. Yahya Harahap, menyatakan bahwa pada umumnya surat dakwaan diartikan oleh

para ahli ilmu hukum berupa pengertian: surat/akte yang memuat perumusan

tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan

disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan

pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan surat

dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang

pengadilan.

3. A.Soetomo, merumuskan surat dakwaan sebagai berikut, surat dakwaan adalah

surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada

waktu melimpahkan berkas perkara kepengadilan yang memuat nama dan

identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan dimana perbuatan dilakukan serta

uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang

didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-

pasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan

dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan

apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul

terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggung jawabkan untuk perbuatan

tersebut.

Djoko Prakoso, mengatakan: ”Bahwa salah satu asas yang paling fundamental

dalam proses pidana adalah keharusan pembuatan surat dakwaan, ia menentukan

batas-batas pemeriksaan dan penilaian hakim, ia memuat fakta-fakta yang

didakwakan terhadap seorang terdakwa, dan hakim hanya boleh memutuskan atas

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Surat Dakwaan

dasar fakta-fakta tersebut, tidak boleh kurang atau lebih sehingga oleh sebab itulah

surat dakwaan di pandang sebagai suatu yang penting”.9

Adanya beberapa pengertian dari surat dakwaan yang diberikan para sarjana

diatas sudah barang tentu sedikit akan memberikan gambaran yang jelas bagi kita

tentang surat dakwaan itu, karena seperti diketahui Undang-Undang No.08 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak ada memberikan defenisi yang jelas dari

surat dakwaan itu, melainkan hanya mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi

dan hal-hal lain yang berhubungan dengan surat dakwaan itu sendiri.

Penuntut umum telah menentukan bahwa dari hasil pemeriksaan penyidikan

dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Adapun setiap penuntut umum melimpahkan perkara kepengadilan selalu disertai

dengan surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim di

pengadilan.

Gambaran betapa pentingnya untuk memperhatikan kecermatan dalam

merumuskan syarat formil maupun syarat materil dalam surat dakwaan, di bawah

ini beberapa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyangkut hal

tersebut, antara lain:

9 Prakoso, Djoko, Tugas dan Peran Jaksa Dalam Pembangunan, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 1981), hlm.4

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Surat Dakwaan

1.Putusan Mahkamah Agung RI No.104 K/Kr/1971 tanggal 31 Januari 1973,

menyatakan:”Putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi harus dibatalkan

karena tuduhan merupakan Obscuur Libel yang hanya mengemukakan rumusan

delik Pasal 378 KUHP, tanpa mengkhususkan tentang perbuatan-perbuatan

tertuduh yang dianggap menipu dalam arti Pasal 378 KUHP”.

Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, jelaslah bahwa yang menjadi dasar

pertimbangan pembatalan dakwaan adalah karena dakwaan Obscuur

Libel(perumusan tindak pidana yang didakwakan kabur), karena penuntut umum

dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan hanya merumuskan kualifikasi

tindak pidana penipuan saja, tanpa menguraikan perbuatan nyata(fakta) yang

memenuhi rumusan unsur-unsur tindak pidana tersebut.

2.Putusan Mahkamah Agung RI No. 74 K/Kr/1973 tanggal 10 Desember 1974,

menyatakan:” Tindak Pidana secara prinsipil berbeda dengan tindak pidana

penipuan. Ia harus tegas dirumuskan dalam tuduhan dan tidak cukup menunjuk

kepada tuduhan primair saja.

Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, yang menjadi dasar pembatalan

dakwaan adalah karena dalam dakwaan penipuan (dakwaan alternative), cara-cara

terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan tidak dirumuskan secara jelas dan

tegas tetapi ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Memang dalam praktek sering

penuntut umum membuat perumusan demikian, padahal sebagaimana kita ketahui

bahwa antara tindak pidana penipuan dan penggelapan terdapat perbedaan yang

prinsipil yaitu dalam hal penipuan beralihnya barang dari eigenaar atau beziternya

kepada terdakwa disebabkan karena telah digunakannya cara-cara penipuan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Surat Dakwaan

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP sedangkan dalam penggelapan

beralihnya barang kepada terdakwa bukan karena dilakukannya cara penipuan

tersebut. Barang tersebut dari semula memang sudah berada dalam tangan terdakwa

karena alas hak yang sah, umpamanya karena adanya hubungan pinjam-meminjam,

atau karena adanya hubungan titip-menitip, umpamanya dijual atau digadaikan,

dipinjamkan kepada orang lain atau sebagainya. Oleh karena perbedaan yang

prinsipil itu adalah tidak benar bila dalam dakwaan subsidiair, cara-cara terdakwa

melakukan perbuatan ditunjuk saja kepada dakwaan primair. Sebaiknya, apabila

akan melakukan penunjukan demikian, hanya dilakukan terhadap waktu dan tempat

yang telah dirumuskan dalam dakwaan primer saja, sebab tidak pernah ada dua

tindak pidana yang satu dan yang lain sama persis unsur-unsurnya.

3.Putusan Mahkamah Agung RI No.41 K/Kr/1973 tanggal 25 Januari 1975,

menyatakan:” bahwa dalam tuduhan kedua diatas, ternyata disebutkan semua

unsur delik Pasal 378 KUHP dan meskipun disebutkan waktu dan tempat

perbuatan dilakukan, tetapi tidak dengan jelas dan tepat dilukiskan hal ikhwal

perbuatan terdakwa”.

Pembatalan surat dakwaan dalam putusan Mahkamah Agung tersebut diatas,

disebabkan penuntut umum tidak merumuskan secara cermat, jelas dan lengkap

tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa

4.Putusan Mahkamah Agung RI No.600 K/Pid/1982 tanggal 09 November 1983

menyatakan: “dalam surat dakwaan kumulasi yang diajukan penuntut umum tidak

jelas corak kumulasinya, apakah concursus idealis atau concursus realis, serta

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Surat Dakwaan

sangat sulit untuk memahami dalam tindak pidana mana para terdakwa

dikumulasikan dan dalam tindak pidana pula mereka berdiri sendiri”.

Putusan Mahkamah Agung RI No.808/K/Pid/ 1984 tertanggal 6 Juni 1985 yang

menyatakan: Dakwaan tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus

dinyatakan batal demi hukum

Proses penyusunan surat dakwaan tindak pidana korupsi tersebut diarahkan

kepada beberapa teori tujuan hukum yaitu Teori Utilitas dari Bentham, yaitu hukum

bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang, maka menurut

pendapat ini tujuan hukum dirumuskan sebagai berikut: hukum bertujuan menjamin

adanya bahagia sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya10

Aristoteles, dalam teorinya Tujuan Hukum menghendaki keadilan semata-mata

dan isi dari pada hokum ditentukan oleh kesadaran etis apa yang dikatakan adil dan

apa yang tidak adil11

Teori-teori tersebut diatas ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum, agar jaksa

dalam menerapkan hukum atau peraturan kepada seseorang sesuai dengan apa yang

telah dilakukan oleh terdakwa dan adil sehingga dengan penerapan hukum yang

dilakukan oleh Jaksa tersebut dapat membawa faedah dan/atau bermanfaat serta adil

kepada terdakwa.

Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bentuk surat dakwaan

selain ketentuan tersebut hanya mengatur syarat-syarat pembuatan surat dakwaan.

10 E.Utrecht, Saleh Djindang, Moh, Pengantar Dalanm Hukum Indonesia, Cetakan Kesebelas, (Jakarta: Penerbit PT.Ichtiar Baru, 1983), hal. 12

11 Soeroso, R, “Pengantar Ilmu Hukum”, edisi pertama, Cetakan ke-empat, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2001), hal. 58

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Surat Dakwaan

Bentuk surat dakwaan adalah penting bagi penuntut umum dalam rangka

menyusun strategi penuntutan untuk menghadapi banyak ragamnya kejahatan yang

terjadi, dalam praktek peradilan bentuk surat dakwaan sebagai berikut:12

1. Surat dakwaan berbentuk tunggal

2. Surat dakwaan berbentuk berlapis

3. Surat dakwaan berbentuk alternatif

4. Surat dakwaan berbentuk kumulatif

5. Surat dakwaan berbentuk gabungan(Kombinasi)

6. Surat dakwaan atas tindak pidana yang terdapat perbedaan wewenang yang

menyidik

7. Surat dakwaan atas suatu perkara yang terdapat dua tindak pidana yang berbeda

kekuasaan mengadili.

Selain itu, didalam literatur yang berbeda terdapat pembagian bentuk surat

dakwaan yang berbeda dari literatur yang lainnya, melakukan perumusan surat

dakwaan.

12 RM, Suharto, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1994), hal. 67

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Surat Dakwaan

Perumusan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan dilakukan suatu perumusan

kedalam 4 bentuk surat dakwaan, antara lain:

1. Surat dakwaan biasa.

2. Surat dakwaan alternatif

3. Surat dakwaan subsidair

4. Surat dakwaan kumulasi

Ad.1. Surat Dakwaan Biasa.

Bentuk surat dakwaan biasa adalah surat dakwaan yang disusun dalam rumusan

tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan, umumnya perumusan

dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung

faktor-faktor penyertaan(mededaderschap) atau faktor concursus maupun faktor

alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang

dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup

dirumuskan dalam bentuk tunggal.

Ad.2. Surat Dakwaan Alternatif

Bentuk surat dakwaan alternatif ini antara dakwaan yang satu dengan yang lain

saling mengecualikan, atau One That Substitutes For Another, dengan demikian

pengertian yang diberikan kepada bentuk dakwaan yang bersifat alternatif, antara isi

rumusan dakwaan yang satu dengan yang lain, yaitu:

1. Saling mengecualikan, dan

2. Memberi pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan

mana yang tepat dipertanggung jawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan

tindak pidana yang dilakukannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Surat Dakwaan

Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan alternatif, pada dasarnya

bertitik tolak dari pemikiran atau perkiraan:13

a. Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggung jawaban

hukum pidana.

b. Memberikan pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat

Ad.3 Surat Dakwaan Subsidair.

Surat dakwaan ini disusun untuk menuntut perkara pidana lebih dari satu

dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana yang berat

ditempatkan pada deretan pertama, yang disebut dakwaan primer, kemudian yang

disusul dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai dakwaan

subsider. Mungkin masih ada lagi bobot pidana yang lebih ringan, diurutkan lagi

dengan urutan ketiga dengan dakwaan lebih subsider.

Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis-lapis yaitu di mulai

dari dakwaan terberat sampai yang ringan, berupa susunan secara primer, subsider,

lebih subsider, lebih-lebih subsider dan seterusnya atau dapat pula disusun dengan

istilah terutama, penggantinya, penggantinya lagi dan seterusnya.

13 Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Cetakan Ke-8, Edisi Ke-2, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), hal. 400-401

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Surat Dakwaan

Fungsi surat dakwaan dalam pemeriksaan suatu perkara:14 a. Bagi Hakim

1. Merupakan dasar dan sekaligus menentukan ruang lingkup pemeriksaan siding.

2. Merupakan dasar penilaian/ pertimbangan dan musyawarah majelis hakim dalam rangka mengambil keputusan tentang perbuatan dan kesalahan terdakwa.

b. Bagi Penuntut Umum 1. Merupakan dasar pelimpahan perkara 2. Merupakan dasar pembuktian/pembahasan yuridis 3. Merupakan dasar tuntutan pidana 4. Merupakan dasar pengajuan upaya hukum

c. Bagi terdakwa/penasehat hukumnya 1. Merupakan dasar pengajuan eksepsi 2. Merupakan dasar pembelaan diri, karena itu dakwaan harus cermat, jelas, dan

lengkap agar dapat di mengerti oleh terdakwa.

Dasar pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan

perbuatan pidana adalah norma yang tidak tertulis: tidak dipidana jika tidak ada

kesalahan, dasar ni adalah mengenai di pertanggung jawaban seseorang atas

perbuatan yang dilakukannya.

Dasar ini adalah mengenai dipertanggung jawabakannya seseorang atas

perbuatan yang dilakukannya, jadi, mengenai Criminal Responsiblitiy atau Criminal

Liability, akan tetapi, mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan, yaitu

mengenai perbuatan pidananya sendiri, mengenai Criminal Act, juga ada dasar yang

pokok, yaitu asas Legalitas, asas yang menentukan bahwa tiada perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam

perundang-undangan, biasanya ini dikenal dengan bahasa latin sebagai Nullum

Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege( Tiada delik, tidak ada pidana tanpa

peraturan lebih dahulu).

14 Hamid, Hamrat, M.Husein, Harun, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, (Jakarta: Penerbit:Sinar Grafika, 1992), hal. 25

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Surat Dakwaan

Biasanya asas legalitas ini di maksud mengandung 3 pengertian, yaitu:15

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu

terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan

analogi(kias)

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Berbagai defenisi sebagaimana diuraikan diatas, kelihatannya berbeda satu sama

lain, namun demikian bila diteliti dengan seksama maka dalam perbedaan tersebut

terkandung persamaan pula pada intinya.

inti persamaan tersebut berkisar pada hal-hal sebagai berikut:

a. Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akte.

b. Bahwa setiap defenisi surat dakwaan tersebut selalu mengandung elemen yang

sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta

waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana.

c. Bahwa dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa,

haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan

dalam ketentuan perUndang-undangan.

15 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2008), hal. 27

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Surat Dakwaan

d. Bahwa surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang

pengadilan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor:47 K/Kr/1956

tanggal 23 Maret 1957, yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar

pemeriksaan oleh pengadilan ialah surat tuduhan( dakwaan), bukan tuduhan

yang dibuat oleh polisi.

Azas Oportunitas

Hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang untuk

melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut penuntut umum.

Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya

tiada badan lain yang boleh melakukan itu, ini disebut Dominus Litis ditangan

penuntut umum atau Jaksa.

Hubungan dengan hak penuntutan dikenal 2(dua) asas yaitu disebut dengan asas

Legalitas dan asas oportunitasa, menurut asas oportunitas, penuntut umum tidak

wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya

akan merugikan kepentingan umum, jadi demi kepentingan umum, seseorang yang

melakukan delik tidak dituntut16

Menurut A.Z.Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai

berikut:17

“Asas hukum yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum untut menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum”

16 Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Penerbit CV.Sapta Artha Jaya, 1996), hal. 15

17 A.Z.Abidin Farid, dalam bukunya Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Penerbit CV.Sapta Artha Jaya, 1996), hal. 15

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Surat Dakwaan

Perumusan surat dakwaan telah ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi

sebagaiman diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu:

a. Syarat Formil, adalah surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh

penuntut umum. Surat dakwaan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur, atau

tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal dan agama.

Akan tetapi, berdasarkan kelaziman dalam praktek sesuai dengan Keputusan

Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-518/A/J.A/11/2001 tanggal 01 November

2001 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana di samping identitas terdakwa

tersebut juga dilengkapi dengan pendidikan, yaitu untuk acara biasa dengan bentuk P-

29 dan acara singkat dengan P-30.

Konkretnya, dicantumkannya tanggal dan tanda tangan diperlukan untuk

memenuhi syarat sebagai suatu akta untuk menghindari Error In Persona. Tidak

dipenuhinya syarat formal tidaklah menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum,

tetapi surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan atau dinyatakan batal sebagaimana

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.41 K/Kr/1973 tanggal 25

Januari 1975

b. Syarat Materil, adalah surat dakwaan yang memuat uraian secara cermat, jelas

dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan

Pengertian cermat, jelas dan lengkap maksudnya ketelitian Jaksa Penuntut

Umum untuk mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan undang-undang yang

berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan-kekurangan atau kekeliruan

yang dapat dibuktikan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Surat Dakwaan

Pengertian jelas adalah bahwa Jaksa Penuntut Umum harus mampu

merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan, sekaligus memadukan uraian

dengan perbuatan materil yang dilakukan oleh terdakwa.

Pengertian lengkap adalah uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsur

yang ditentukan undang-undang jangan sampai terjadi adanya unsur yang tidak

dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas

dalam dakwaan, yang dapat berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak

pidana.Rumusan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan harus dirumuskan secara

tegas dan dijelaskan unsur-unsur yang subjektif dan objektif.

Perumusan unsur objektif adalah mengenai bentuk atau macam tindakan dan

acara-acara terdakwa melakukan tindak pidana tersebut. Perumusan unsur subjektif

adalah mengenai masalah pertanggung jawaban seseorang menurut hukum,

misalnya adanya unsur kesengajaan, kekeliruan dan sebagainya.

Pada hakikatnya, dakwaan subsidaritas hampir sama dengan jenis dakwaan

alternatif, akan tetapi, perbedaannya kalau dalam dakwaan alternatif hakim

langsung dapat memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian

dipersidangan, sedangkan pada dakwaan subsidaritas hakim terlebih dahulu

mempertimbangkan dakwaan terberat(misalnya Primer), apabila dakwaan primer

tidak terbukti, kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan yang berikutnya atau

subsider dan seterusnya. Sebaliknya apabila dakwaan telah terbukti, dakwaan

selebihnya(subsider dan seterusnya) tidak perlu dibuktikan lagi.18

18 Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 102-103.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Surat Dakwaan

Ad.4. Surat Dakwaan Kumulatif

Apabila surat dakwaan disusun secara kumulatif, maka tiap perbuatan (delik) itu

harus dibuktikan tersendiri-sendiri pula, walaupun pidananya disesuaikan dengan

peraturan tentang delik gabungan dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP

2. Kerangka Konsepsi

a. Analisis hukum adalah: kegiatan penelaahan dan interpretasi atas fakta-fakta

hukum yang telah dikemukakan19

b. Surat dakwaan adalah surat tuntutan20

c. Jaksa adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.21

d. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.22

e. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-

undang ini.23

19 Syamsudin, M, Mahir Menulis Legal Memorandum, Cetakan Ke-3, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media, 2007), hal. 45

20 Andi Hamzah, Jur, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), hal. 167

21 Pasal 1 angka 6 huruf a Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP 22 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan 23 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Surat Dakwaan

f. Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-

undang untuk mengadili.24

g. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.25

24 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.08 Tahun 1981 tentang KUHAP 25 Pasal 1 Undang-Undang No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.14

Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Surat Dakwaan

G. Metode Penelitian.

1. Spesifikasi Penelitian.

Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris: Research yang berarti usaha

atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu

dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan,

sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.26

Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali

pemecahan terhadap segala permasalahan. Didalam penelitian dikenal adanya

beberapa macam teori untuk menerapkan salah satu metode yang relevan terhadap

permasalahan tertentu.

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang di hadapi.27

Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran

dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian

sangat ditentukan oleh metode yang dipergunakan dalam peneltian.

26 Subagyo, P.Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Cetakan ke-5, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2006), hal. 2

27 Sahrin, Alvi, Bahan Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum Pasca Sarjana Hukum USU

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Surat Dakwaan

Dilihat dari sifatnya, didalam uraian mengenai besar ilmu hukum, titik-tolak

yang dipergunakan adalah disiplin hukum. Disiplin merupakan suatu sistem ajaran

tentang kenyataan, yang biasanya mencakup disiplin analitis dan disiplin

preskriptif. Disiplin hukum lazimnya digolongkan kedalam disiplin preskriptif.

Hal itu disebabkan, oleh karena dalam pandangan tersebut titik-tolak diambil

dari pendapat bahwa hukum hanya mencakup segi normatif belaka.28

Dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan

kasus(Case Approach), yang didasarkan pada pertimbangan bahwa, dalam

menggunakan pendekatan kasus(Case Approach), yang perlu dipahami adalah Ratio

Decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai

pada putusannya.29

28 Soekanto, Soerjono, Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 2

29 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke-4, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2008), hal. 119

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Surat Dakwaan

Menurut Goodheart, Ratio Decidendi dapat diketemukan dengan

memperhatikan fakta materil, fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan

segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materil

tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan

hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut, Ratio Decidendi

inilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat

Preskriptif, bukan deskriptif, sedangkan diktum yaitu putusannya merupakan

sesuatu yang bersifat deskriptif.30 Oleh karena itulah pendekatan kasus(Case

Approach) bukanlah merujuk kepada diktum putusan pengadilan, melainkan

merujuk kepada Ratio Decidendi terhadap Analisis Hukum Terhadap Dakwaan

Jaksa Penuntut Umum Telaah Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006

tertanggal 26 September 2007 tentang Mengerjakan dan Menggunakan Kawasan

Hutan Secara Tidak Sah Yang Dilakukan Secara Bersama-sama Dan Dalam Bentuk

Sebagai Perbuatan Berlanjut

2. Sumber-Sunber Bahan Hukum

Penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum

dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan

sumber-sumber penelitian.

30 Goodheart, dalam bukunya Mahmud Marzuki, Peter, Peneltian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-4, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2008), hal. 119

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Surat Dakwaan

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum

sekunder

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat Autoritatif artinya

mempunyai otoritas.

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari:

1. Perundang-undangan,

2. Catatan-catatan resmi

3. Risalah dalam pembuatan perundang-undangan

4. Putusan-putusan hakim

Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Bahan-bahan hukum sekunder terdiri dari:

1. Buku-buku teks,

2. Kamus-kamus hukum,

3. Jurnal-jurnal hukum,

4. Komentar-komentar atas putusan pengadilan

Universitas Sumatera Utara