Surabaya Krisis Udara Segar

2

Click here to load reader

description

Artikel tentang faktor penyebab pencemaran udara di Surabaya dan solusi untuk mengatasinya

Transcript of Surabaya Krisis Udara Segar

  • SURABAYA KRISIS UDARA SEGAR

    Pernahkah kamu merasakan temperatur yang panas saat kamu berada di Kota Surabaya? Apa

    yang sebenarnya terjadi? Tentu kita sering mendengar istilah global warming. Global warming

    merupakan fenomena bertambah panasnya bumi lantaran kenaikan temperatur. Pada dasarnya global

    warming merupakan suatu efek berbahaya yang berasal dari pihak-pihak yang tidak peduli terhadap

    kesehatan lingkungan, utamanya di kota-kota besar. Meski masalah global warming ini menyimpan

    efek berbahaya dan berpotensi menjadi sumber timbulnya beberapa masalah di berbagai aspek

    kehidupan bagi kota-kota besar, namun pada dasarnya kota-kota besar memikul tanggung jawab yang

    besar pula terhadap bertambah parahnya global warming. Pasalnya, tidak dapat dipungkiri bahwa

    kota-kota besar merupakan agen utama polusi udara. Padahal, kita tahu bahwa salah satu faktor

    terpenting penyebab global warming ialah pencemaran udara.

    Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau

    komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menurun

    sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

    sesuai dengan peruntukannya (Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I

    No. KEP-03/MENKLH/II/1991). Salah satu kota besar di Indonesia yang tingkat pencemaran

    udaranya tingi adalah Surabaya. Tingginya pencemaran udara di Kota Surabaya dipengaruhi oleh

    beberapa faktor, diantaranya frekuensi kendaraan bermotor dan jumlah asap industri yang semakin

    meningkat dari waktu ke waktu serta masih minimnya kapasitas ruang hijau.

    Faktor pertama penyebab pencemaran udara di Kota Surabaya yakni peningkatan frekuensi

    kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Surabaya tahun 2004 sebanyak 1.097.900

    dan pada tahun 2009 melonjak hingga mencapai jumlah 3.753.366 (UPTD PKB Dishub Kota

    Surabaya, 2011). Fakta ini menujukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun jumlah kendaraan

    bermotor mampu meningkat hingga tiga kali lipat. Padahal banyaknya jumlah kendaraan bermotor

    tersebut akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total emisi SPM10. Dari data BPS

    tahun 1999, diperoleh bahwa emisi kendaraan bermotor merupakan kontribusi terbesar terhadap

    konsentrasi NO2 dan CO di udara yang jumlahnya lebih dari 50% di beberapa propinsi, terutama di

    kota-kota besar seperti Medan, Surabaya dan Jakarta (Sudrajad, 2005). Menurut Soedomo, dkk,

    (1990), transportasi darat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap setengah dari total emisi

    SPM10, untuk sebagian besar timbal, CO, HC, dan NOx di daerah perkotaan, dengan konsentrasi

    utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, di mana tingkat pencemaran udara sudah dan/atau

    hampir melampaui standar kualitas udara ambient. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap vegetasi di

    sekitar area. Indikasi bahwa vegetasi terpapar pencemaran udara adalah menghitamnya batang pohon

    hingga daun di sepanjang jalan (Walikota Surabaya Tri Rismaharini dalam Tempo.co, 2011).

  • Faktor kedua yaitu banyaknya asap yang ditimbulkan dari aktivitas industri. Beberapa titik di

    Surabaya mengalami pemanasan lokal akibat tingginya polusi yang disebabkan asap kendaraan dan

    industri. Bahkan, kadar polusi Surabaya melebihi Jakarta. Beberapa titik yang banyak menyumbang

    polusi adalah kawasan Rungkut Industri SIER, kawasan Industri Kalianak, dan Margomulyo (Pakar

    Hukum Lingkungan Universitas Airlangga Suparto Wijoyo dalam detiksurabaya.com, 2007).

    Sewaktu-waktu warga kota bisa terkena infeksi saluran pernapasan, asma, maupun kanker paru akibat

    asap yang dihasilkan oleh berbagai industri. Pencemaran udara sangat mempengaruhi kesehatan. Ini

    disebabkan oleh partikulat matter. Partikulat ini diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang

    disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan. Pada konsentrasi 140 m/m3 dapat menurunkan

    fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 m/m3 dapat memperparah kondisi

    penderita bronchitis.( UAQ-I SDP, 2006)

    Selanjutnya, faktor penyebab ketiga ialah masih minimnya kapasitas ruang hijau. Sebenarnya

    pemerintah Kota Surabaya sudah memaksimalkan pengadaan wilayah bagi ruang hijau. Hal ini dapat

    dibuktikan oleh keberadaan Taman Bungkul, Taman Pelangi, Taman Lansia, Taman Flora, dll. Selain

    itu pemerintah juga telah mengupayakan penanaman pohon di sejumlah jalan protokol di kota

    Surabaya seperti di Jalan A. Yani dan Jalan Darmo. Namun pada kenyataannya, pengadaan wilayah

    bagi ruang hijau masih belum mumpuni untuk dapat berkontribusi meminimalisir polusi yang sudah

    menyelimuti sebagian besar wilayah Surabaya. Maraknya pembangunan pemukiman dan ruko-ruko

    menyebabkan berkurangnya lahan bagi pengadaan ruang hijau, padahal sebenarnya penataan ruang

    terbuka hijau secara tepat dapat meningkatkan kualitas udara kota, penyegaran udara, menurunkan

    suhu kota, menyapu debu permukaan kota, dan menurunkan kadar polusi udara, di mana dengan

    dominasi tegakan vegetasi dapat menciptakan iklim mikro dan mengurangi kadar CO2 di udara yang

    dihasilkan kegiatan industri maupun emisi kendaraan (Hakim dan Utomo, 2003).

    Lantas, solusi bagaimana yang dapat diupayakan? Merunut dari faktor penyebab yang tidak

    hanya berasal dari satu aspek, maka jelas bahwa solusi yang diupayakan tidak akan berdampak

    siknifikan bila masih dilakukan secara parsial, melainkan harus secara menyeluruh dan bersama-sama.

    Artinya partisipasi semua pihak juga diperlukan, mulai dari pemerintah daerah hingga seluruh

    masyarakat yang notabene mendiami Surabaya, baik itu masyarakat asli maupun pendatang. Banyak

    sektor yang mesti dibenahi mulai dari sektor transportasi, misalnya dengan melakukan uji emisi asap

    kendaraan bermotor, dan mengoptimalkan pelaksanaan car free day, hingga sektor lingkungan dengan

    lebih memaksimalkan pengadaan ruang hijau serta terus melakukan penanaman pohon di sepanjang

    tepi jalan, utamanya di jalan-jalan protokol. Bila pembenahan mampu terealisasi secara maksimal,

    maka pencemaran udara tentu dapat ditekan. Itu artinya udara di Surabaya akan sedikit tersegarkan.