Sumber Daya Air

50
NILAI SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR Dipersiapkan untuk : THE NATURE CONSERVANCY Indonesia Program Dipersiapkan oleh : ESG International Inc. 361 Southgate Drive Guelph, Ontario NIG3M5

Transcript of Sumber Daya Air

Page 1: Sumber Daya Air

NILAI SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR

Dipersiapkan untuk : THE NATURE CONSERVANCY

Indonesia Program

Dipersiapkan oleh : ESG International Inc. 361 Southgate Drive

Guelph, Ontario NIG3M5

Page 2: Sumber Daya Air

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penelitian ini telah meneliti secara lebih rinci tentang kontribusi air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah terhadap ekonomi Kabupaten Berau melalui penilaian terhadap: produk pertanian; inventaris ternak dan sumber protein lain; dan konsumsi air oleh rumah tangga dari dua sungai. Penelitian ini juga membuat perkiraan jumlah total orang yang tergantung pada air Sungai Kelay dan Sungai Segah untuk minum, mencuci, mandi, dan kegiatan sehari-hari lainnya, demikian juga total area lahan yang mendapat irigasi dari air kedua sungai tersebut. Penelitian ini dilaksanakan antara bulan April sampai Juni 2002. Metoda yang digunakan selama penelitian ini termasuk penelitian pustaka, wawancara dengan instansi pemerintah daerah dan LSM, dan analisis data primer maupun sekunder. Data primer didapatkan melalui pelaksanaan prosedur Survey Pertanian dan Pengguna Air yang dikumpulkan dari 306 rumah tangga pada masyarakat di sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah. Penelitian ini memperkirakan bahwa 86.791 orang dari 21.457 rumah tangga tergantung pada air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah. Air dari kedua sungai tersebut mengairi sekitar 3.949,2 hektar lahan pertanian yang pertahunnya menghasilkan sekitar Rp 26.5 miliar dari tanaman pertanian dan perkebunan. Air ini juga menyediakan jasa untuk inventaris ternak dan mendukung penangkapan ikan di darat yang penting sebagai sumber protein lokal. Nilai konsumsi sumber protein ini diperkirakan Rp 21.3 miliar/tahun. Sekitar 22.3 % rumah tangga dalam area penelitian membayar untuk air yang disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); dan selebihnya kebanyakan mengambil air langsung dari sungai. Kondisi seperti ini, nilai air yang digunakan oleh rumah tangga mencerminkan nilai konsumsi, dan bukan keuntungan yang dihasilkan dari penjualan air. Secara total, konsumsi air rumah tangga di area penelitian dikalkulasikan menjadi 2.16 juta meter kubik per tahun, dengan nilai sebesar Rp 432.2 miliar. Secara total, air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah diperkirakan memiliki nilai per tahun saat ini sekitar Rp. 48.2 miliar, atau sekitar US $ 5.62 juta. Area berhutan dari daerah aliran sungai (DAS) Kelay dan Segah juga memberikan fungsi ekologi yang penting dalam pengaturan kecepatan arus dan muatan sedimen, dan penyediaan air untuk masyarakat dan sistem pertanian. Melalui penyediaan fungsi-fungsi tersebut infrastruktur penting dan sistem pengairan dilindungi, dan kualitas air terjaga. Hutan-hutan tersebut merupakan bagian penting dari karakter fisik dan ekonomi Kabupaten Berau, dan akan terus menjalankan peran penting pada pembangunan masa mendatang. Hubungan antara hutan, air, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, seperti terungkap dalam laporan ini, perlu dipertimbangkan bagi para perencana dan pembuat kebijakan, dan bahwa kebutuhan untuk melestarikan hutan Berau harus dimasukan ke dalam semua perencanaan pengembangan kabupaten. Laporan ini memberikan dasar ekonomi untuk konservasi. Robert Turland, Direktur Proyek Vincent Deschamp, Manajer Proyek

Page 3: Sumber Daya Air

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR I. LATAR BELAKANG 1 II. TUJUAN DAN SASARAN 2 III. METODE PENELITIAN DAN RENCANA KERJA 3

3.1. Metode Penelitian 3 3.2. Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air 8 3.3. Rencana Kerja 8

IV. AREA PENELITIAN 11 4.1. Karakteristik Biofisik 11

4.1.1. Geografi dan Klimat 11 4.1.2. Geologi 12 4.1.3. Vegetasi 12 4.1.4. Tangkapan Sungai 13

4.2. Karakteristik Sosio-ekonomi 18 4.2.1. Kelompok Etnis 18 4.2.2. Ekonomi 19

V. NILAI SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN BERAU 22 5.1. Ketergantungan Terhadap air Sungai Kelay dan Sungai Segah 22

5.1.1. Jumlah Pengguna 22 5.1.2. Rumah Tangga Petani 22 5.1.3. Hasil Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air 24 5.1.4. Konsumsi Air Rumah Tangga 25

5.2. Lahan Irigasi 26 5.2.1. Irigasi Bantuan Pemerintah 27 5.2.2. Pengairan Tradisional 27 5.2.3. Total Area Lahan Irigasi 28

5.3. Tanaman Pertanian dan Perkebunan 28 5.3.1. Pertanian Irigasi 29 5.3.2. Pertanian non-irigasi 29 5.3.3. Nilai Tanaman Pertanian dan Perkebunan 30

5.4. Sumber Protein Hewani 30 5.4.1. Inventaris Ternak 31 5.4.2. Penangkapan Ikan di Perairan Darat Terbuka 31 5.4.3. Perburuan Binatang 32 5.4.4. Nilai Total Sumber Protein Hewani 32

5.5. Ringkasan 33 VI. NILAI PENGATURAN AREA BERHUTAN 34 VII. PRESENTASI MULTI STAKEHOLDER 38 VIII. KEGIATAN DAN PENELITIAN TAMBAHAN 39 IX. PUSTAKA 40

Page 4: Sumber Daya Air

DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Logical Framework Analysis untuk penelitian Sumber daya air di Berau 4 Tabel 3.2. Rencana Kerja 8 Tabel 4.1. Area berdasarkan Ketinggian tempat di Kabupaten Berau 11 Tabel 4.2. Data Iklim Bulanan untuk Tanjung Redeb 12 Tabel 4.3. Tutupan Vegetasi di Berau, 2001 13 Tabel 4.4. Kegiatan Ekonomi di Berau , 2000 19 Tabel 5.1. Populsi dan Rumah Tangga di sekitar Sungai Segah, Kelay dan

Berau per Kecamatan, 2000 22 Tabel 5.2. Lokasi Responden Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air 24 Tabel 5.3. Pengairan Bantuan Pemerintah yang ada 27 Tabel 5.4. Produksi dan Nilai Pertanian non-pengairan 30 Tabel 5.5. Inventaris Ternak 31 Tabel 5.6. Konsumsi Ternak Pertahun 31 Tabel 5.7. Nilai Sumber Protein Hewani 33 Tabel 5.8. Ringkasan Hasil 33 Tabel 6.1. Dampak Konversi Hutan dan Sedimentasi 35

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Lokasi area Penelitian 10 Gambar 4.2. Masyarakat tepi sungai Long Gi sepanjang Sungai Kelay 14 Gambar 4.3. DAS Segah dan Kelay 15 Gambar 4.4. Kawasan PT Berau Coal pada Pagat Bukur, Sungai Kelay 16 Gambar 4.5. Pengangkutan pisang di Sungai Kelay 16 Gambar 4.6. Sarana pembongkaran kayu di Sungai Segah 17 Gambar 4.7. Sarana dermaga di Tanjung Redeb 18 Gambar 4.8. Pohon tempat bertengger kelelawar sepanjang Sungai Berau 18 Gambar 5.1. Unit Administrasi 23

LAMPIRAN Lampiran A. Survey Produsen Pertanian dan Pengguna air 41 Lampiran B. Format Penelitian Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat 45

Page 5: Sumber Daya Air

1. LATAR BELAKANG

Kalimantan, pulau dengan banyak sungai, memiliki dua sungai terpanjang si Asia tenggara, yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Mahakam. Sungai-sungai di Kalimantan menyediakan sumber air utama untuk rumah tangga dan pertanian, dan menyediakan jasa rute pengangkutan penting bagi masyarakat dan industri. Rumah bagi flora dan fauna tergantung pada ekosistem perairan yang sehat di Kalimantan, termasuk banyak jenis endemik, langka dan ternacam punah. Di Kalimantan Timur, The Nature Conservancy (TNC) mengambil peran pemula dalam Pengelolaan Kolaborasi untuk melestarikan hamparan lahan dan bentang laut dengan mengembangkan insentif yang cukup sehingga industri, pemerintah daerah dan masyarakat yang tergantung hutan berpartisipasi dalam konservasi. TNC memiliki 10 tahun pengalaman melaksanakan pengelolaan kolaborasi di Sulawesi Tengah di Taman Nasional Lore Lindu. Saat ini TNC mengadaptasikan model Lore Lindu untuk Kalimantan Timur, dengan memfokuskan pada Kabupaten Berau, di mana tidak ada kawasan dilindungi yang telah ditentukan. Dengan tidak adanya kawasan dilindungi di Berau, inisiativ konservasi harus digulirkan baik keuntungan ekonomi alternativ dan/atau secara efektiv menciptakan kesadaran akan keuntungan nyata, sedemikian hingga masyarakat, industri dan Pemda dapat menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan dengan masalah konservasi. Khususnya di Berau, TNC menerapkan pendekatan ‘dari gunung sampai ke terumbu karang’ pada tingkat bentang alam untuk konservasi. Keberhasilan pelaksanaan pendekatan harus difokuskan pada terpeliharanya ekosistem airtawar yang sehat, yang merupakan penghubung antara ekosistem darat dengan laut. Di Berau, ada dua sungai utama, Kelay dan Segah, yang bermula dan berakhir di Kabupaten yang sama dan keduanya meliputi DAS seluas 15.000 km2. Pada awal 2002, TNC Indonesia Program menunjuk ESG International Inc., dari Guelph, Kanada, untuk melakukan penelitian terhadap nilai sumber daya air yang mengalir dari ke dua sungai tersebut.

Page 6: Sumber Daya Air

II. TUJUAN DAN SASARAN

ToR April 2002 mengidentifikasi tujuan keseluruhan penelitian ‘Membuat penilaian ekonomi sistem Sungai Kelay dan Sungai Segah’. Penelitian ini juga mungkin bisa menjadi model untuk memandu prakarsa konservasi di Berau, dan di Sungai Mahakan, Kalimantan Timur. Untuk mencapai tujuan ini, ToR mengidentifikasi sasaran berikut:

1. Menaksir jumlah orang yang tergantung pada sungai untuk mencuci, minum, pertanian, perkebunan, pengangkutan dan penggunaan lain.

2. Menaksir area yang diairi oleh air dari sungai-sungai tersebut di Berau, tingkat produksi dan nilai ekonomi produksi.

3. Menaksir kontribusi sumber protein hewani (ikan, ampibi, reptile dan ternak) yang dihasilkan dari sungai di Berau.

4. Menaksir pengaruh yang mungkin timbul dari pengelolaan hutan yang buruk terhadap kecepatan sedimentasi.

5. Menaksir pengaruh yang mungkin timbul dari deforestasi terhadap kualitas air, kecepatan arus, dan stabilitas aliran yang tersedia untuk sistem pertanian.

6. Mempresentasikan hasil temuan kepada para pihak di Berau dan Samarinda. Sebagai tambahan, disebutkan: nilai pengaturan area berhutan di Berau untuk mengatur banjir di area pedesaan, dan memelihara kecepatan arus, kontribusi sungai yang mengalir dari pegunungan dan hutan kapur di Berau untuk mengisi dan memelihara cadangan air tanah; nilai ekonomi sungai dalam hal komersial dan industri pengangkutan (batubara, kayu, dll.); pengaruh pertambangan emas (baik legal maupun illegal) terhadap kualitas air dan kesehatan manusia; dan potensi penggunaan air untuk sumber listrik tenaga air bagi desa-desa.

Page 7: Sumber Daya Air

III. METODOLOGI DAN RENCANA KERJA

3.1 Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan Logical Frame Analysis (LFA) untuk membuat indikator masing-masing sasaran penelitian. LFA adalah kerangka kerja yang berhubungan dengan organisasi, biasanya merupakan matrik 4 x 4, yang mengidentifikasi komponen untuk program atau proyek dalam fase perencanaan, pemantauan, dan evaluasinya (Cummings, 1997: 588). LFA dikembangkan oleh USAID pada akhir tahun 1960an dan awal 1970an. Baru-baru ini, CIDA (Canadian International Development Agency) dan negara-negara donor lain mempromosikan penggunaan LFA dalam mengembangkan perencanaan dan pengelolaan proyek (Sawadago and Dunlop, 1997:598) LFA dapat mudah diadaptasikan untuk penelitian terapan, dan belakangan ini digunakan untuk penelitian yang dilaksanakan TNC dalam menaksir nilai sumber daya air dari Taman Nasional Lore Lindu (ESG International, 2001). LFA tradisional, yang digunakan dalam penelitian tersebut, memakai urutan ganda-urutan horizontal dan urutan vertical- ditampilkan dalam matrik 4 baris dan 4 kolom, membentuk 16 tampilan nilai sumber daya air di lokasi penelitian. Prinsip kunci dari LFA ini adalah keterkaitan sebab dan akibat, tidak ada hubungan tumpang tindih antar elemen urutan vertikal, yang mewakili keterkaitan antara empat tingkatan hirarki (Tujuan, Sasaran, Output, dan Input). Tingkatan-tingkatan tersebut dijabarkan sebagai berikut: Tujuan: Hirarki tertinggi, diletakkan di baris paling atas. Ini menunjukkan

keseluruhan tujuan penelitian. Sasaran: Sasaran menunjukkan sasaran penelitian yang didiskripsikan dalam ToR.

Sasaran-sasaran mewakili pengaruh yang diharapkan, dan akibat operasional, akibat dari output, dari mana keberhasilan biasanya ditentukan. Sasaran bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan.

Output: Output berhubungan dengan pencapaian kegiatan tertentu yang

diakibatkan penggunaan input, dan dimaksudkan untuk menjadi sebab tercapainya sasaran.

Input: Input mengacu pada sumberdaya, lingkungan sosio-ekonomi di lokasi

penelitian yang digunakan untuk menginisiasi output. Dengan fokus penelitian ini, hanya input yang berhubungan dengan sumber daya air di Berau yang dipertimbangkan.

Tabel 3.1 menampilkan LFA yang digunakan dalam penelitian ini.(Lihal lampiran)

Page 8: Sumber Daya Air

Urutan Komponen LFA Bagian ini mendiskripsikan urutan horizontal dan vertikal yang digunakan oleh LFA untuk penelitian ini. Urutan horizontal yang ditampilkan dalam kolom LFA, berhubungan dengan tiga elemen utama: ringkasan narasi, yang menggambarkan tingkatan; indikator verifiksi sasaran tingkatan matrik; dan alat verifikasi untuk pengukuran indikator. LFA juga mengidentifikasi asumsi penting di luar kendali penelitian, tetapi dapat mempengaruhi pengukuran indikator, dan tentu saja keakuratan dan validasi penelitian. Asumsi-asumsi ini termasuk konteks di mana penelitian dilakukan dan resiko yang mungkin melekat dengan konteks. Input (tampilan 1 sampai 4) Urutan vertikal Diskripsi yang komprehensif mengenai lingkungan biofisik dan sosio-ekonomi terkini lokasi penelitian disediakan, dengan tekanan khusus pada input terkait dengan air di Berau. Diskripsi ini berhubungan dengan input lokal terhadap sistem, dan memberikan dasar untuk membuat perbandingan dalam evaluasi selanjutnya terhadap sistem yang sama, atau ketika membadingkan dengan sistem yang sejenis. Urutan Horisontal Khususnya dalam menyediakan bidikan tepat pada waktunya yang dapat dengan mudah diulang. Mengandalkan pada kajian pustaka, terutama data yang diterbitkan, dengan tujuan membuat standarisasi dan konsistensi dalam merumuskan bidikan. Output (tampilan 5 sampai 8) Urutan vertical Output, terutama infrastruktur fisik pola penggunaan lahan, hasil kegiatan yang berdasar pada konsumsi air, dicapai melalui penggunaan input oleh pihak kunci di lokasi penelitian. Kumpulan output yang terpadu membentuk kerangka kerja untuk konsumsi air oleh produsen pertanian, rumah tangga, industri, dan yang lain di lokasi penelitian, dan mengisi sasaran pada tingkatan berikutnya. Urutan Horizontal Outpur diukur secara individu dengan tekanan pada prakarsa infrastruktur pemerintah yang berhubungan dengan air di tingkat kabupaten dan kecamatan. Informasi dikumpulkan melalui wawancara informan kunci terstruktur, dan didukung oleh dokumentasi dari lembaga yang relevan. Selama penelitian, wawancara dilaksanakan dengan perwakilan instansi pemerintah sebagai berikut:

• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BAPPEDA • Badan Pengelola Lingkungan Daerah, BAPELDA

Page 9: Sumber Daya Air

• Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan • Dinas Perikanan dan kelautan • Perusahaan Daerah Air Minum, PDAM

Instansi-instansi tersebut menyediakan data sekunder spesifik kegiatan mereka. Data sekunder dari instansi lain dikumpulkan melalui publikasi yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Instansi tersebut antara lain: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian, Pedagang dan Koperasi, Dinas Kehutanan, dan Dinas Pertambangan dan Energi. Data dari BFMP disediakan oleh TNC. Sasaran (tampilan 9 sampai 12) Urutan Vertikal Sasaran mengisi tujuan dengan memfokuskan perkiraan konsumsi air dan produk pertanian secara hati-hati Urutan Horizontal Perkiraan nilai konsumsi air dan produk pertanian tergantung pada bagaimana masyarakat menentukan dan mengukur penggunaan sumber daya mereka. Ini dicapai melalui aplikasi Survei Produk Pertanian dan Pengguna Air; survey rumah tangga pada masyarakat penerima keuntngan utama yang secara statistik mewakili, yang mengukur konsumsi air setiap hari, produk pertanian, masalah kesehatan manusia yang berkaitan dengan air, dan prioritas untuk mendapatkan air dari Berau. Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air di uraikan decara rinci pada bagian 3.2. Tujuan (tampilan 13 sampai 16) Urutan Vertikal Air adalah satu dari banyak sumber daya alam di Berau. Air merupakan kontributor utama terhadap kesehatan ekonomi dan kesejahteraan sosial di Berau dan sekitarnya. Hasil dari penelitian ini akan memberikan input terhadap prakarsa perencanaan regional, dan akan memberikan kontribusi pada penggunaan air dan sumber daya alam lain yang bijaksana pada masa mendatang. Penelitian juga dimaksudkan untuk memberikan kontribusi pada sebuah kerangka kerja yang komprehensif mengenai penelitian penilaian sumber daya di Kabupaten Berau, dan manjadi model dalam merumuskan penelitian masa mendatang. Urutan Horizontal Kombinasi data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai institusi pemerintah maupun swasta dan data primer yang dikumpulkan melalui Survei Produksen Pertanian dan Pengguna Air, yang memberikan perkiraan total nilai sumber daya air dari Berau secara hati-hati tapi dapat dipertanggung jawabkan.

Page 10: Sumber Daya Air

3.2 Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air dikembangkan untuk mengumpulkan data primer pada tingkat rumah tangga dari masayarakat pemakai di lokasi penelitian. Survey ditulis dalam bahasa Indonesia, dan asisten lapangan tambahan di ambil dari masyarakat yang disurvey untuk membantu dialek setempat. Terjemahan kuesioner ke dalam bahasa Inggris disediakan dalam lampiran A. TNC dan tim peneliti berperan penting dalam memfasilitasi proses penelitian dengan menginformasikan kepada Pemda dan penduduk yang disurvey dan pelibatan anggota LSM Tanjung Redeb untuk melaksanakan survey. Pelatihan cara melaksanakan survey diberikan kepada pelaksana survey pada tanggal 14 Mei 2002, dan survey dilaksanakan dari tanggal 15 sampai dengan 21 Mei 2002. Hasil survey ditampilkan pada bagian 5.1.3. 3.3 Rencana Kerja Setelah mendapatkan informasi dan literatur di Kanada dan Jakarta, peneliti utama dari ESG International datang ke Kalimantan Timur pada tanggal 2 Mei 2002. Komponen penelitian lapangan dilaksanakan antara 2 Mei sampai 31 Mei. Selama berjalannya komponen lapangan, operasional berpusat di kantor lapangan TNC di Tanjung Redeb, pusat administrasi dan industri Berau. Antara 2 Mei dan 6 Mei waktu diberikan kepada peneliti utama untuk mengenal staf TNC dan fasilitas, kota Tanjung Redeb dan mempersiapkan rencana kerja. Komponen lapangan penelitian menyimpulkan dengan mempresentasikan hasil laporan pendahuluan kepada kelompok multi pihak di Tanjung Redeb pada tanggal 30 Mei, dan di Samarinda pada 11 Juni 2002. Kantor lapangan TNC Tanjung Redeb membuat tim penelitian terdiri dari peneliti utama dan tiga staf TNC yang berpengalaman dalam bidang ekologi, SIG dan pengelolaan sumber daya alam untuk membantu dalam menjalankan penelitian. Asisten tambahan dalam melaksanakan survey lapangan disediakan oleh anggota LSM dan masyarakat. Rencana kerja ditampilkan dalam Tabel 3.2, dan meliputi kegiatan yang dilaksanakan sepanjang berjalannya penelitian, termasuk beberapa perjalanan ke Sungai Kelay, Segah dan Sungai Berau. Tabel 3.2 Rencana Kerja

Waktu Tugas-tugas Lokasi/tenaga diperlukan 21/22 April

Mendapatkan literature dan informasi lain di Kanada

Kanada: 1 orang (Peneliti utama)

23-25 April

Perjalanan ke Indonesia, bertemu dengan staf TNC Jakarta.

Jakarta: 1 orang (Peneliti utama)

2-6 Mei Perkenalan dengan staf TNC & fasilitas di Kalimantan Timur, persiapan rencana kerja

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

6 Mei Mendapatkan data sensus dan data sekunder lain. Menyiapkan peta cirri-ciri lingkungan yang penting, tata guna lahan, kegiatan ekonomi sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah.

Tanjung Redeb: 2 orang (Peneliti utama dan Teknisi GIS TNC)

7 Mei Pengenalan lapang ke Long Gi, Sungai Long Gi : 1 orang (Peneliti

Page 11: Sumber Daya Air

Kelay. utama) 8/9 Mei Menyiapkan Survey Produk Pertanian dan

Pengguna Air. Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

10 Mei Mengumpulkan Tim untuk memperkenalkan penelitian dan uraian tugas.

Tanjung Redeb: 4 orang (Tim peneliti: Peneliti utama, ahli monitoring dan 2 staf TNC)

11-13 Mei

Mengkaji latar belakang dan menyiapkan profil area penelitian

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

14 Mei Mengumpulkan tim untuk pelatihan survey Tanjung Redeb: 10 orang (Tim penelitian dan 6 pelaksana survey lapangan)

15-21 Mei

Melaksanakan Survey Produk Pertanian dan Pengguna Air.

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama) Sungai Kelay: 4 orang (1 staf lapangan TNC, 3 pelaksanan survey) Sungai Segah: 4 orang (1 staf lapangan TNC, 3 pelaksanan survey)

17 Mei Pengenalan lapangan sepanjang Sungai Segah ke Labanan Makarti.

Sungai Segah:1 orang (Peneliti utama)

18 Mei Pengenalan lapangan sepanjang Sungai Kelay ke Long Lanuk.

Sungai Kelay: 1 orang (Peneliti utama)

19 Mei Pengenalan lapangan sepanjang Sungai Berau ke Pegat.

Sungai Berau: 1 orang (Peneliti utama)

20 Mei Menyiapkan database untuk Survey Produk Pertanian dan Pengguna Air

Tanjung Redeb : 1 orang (Peneliti utama)

21-29 Mei

Wawancara dengan Instansi pemerintah dan institusi lain.

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

22 Mei Mengumpulkan tim untuk mendiskusikan survey dan hasilnya

Tanjung Redeb: 10 orang (tim Peneliti dan pelaksana survey)

22-24 Mei

Input dan analisa data survey Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

25-30 Mei

Menyatukan informasi dan menyiapkan laporan awal

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

31 Mei Mempresentasikan laporan awal kepada multipihak di Tanjung Redeb

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

31 Mei Mendiskusikan hasil penelitian dan laporan awal dengan staf TNC Kalimantan Timur

Tanjung Redeb: 1 orang (Peneliti utama)

11 Juni Mempresentasikan laporan awal kepada instansi pemerintah dan institusi lain pada tingkat propinsi di Samarinda

Samarinda: I orang (peneliti utama)

12-25 Juni

Kembali ke Kanada dan membuat laporan akhir

Kanada: 1 orang (Peneliti utama)

Page 12: Sumber Daya Air

IV. AREA PENELITIAN

4.1 Karakteristik Biofisika 4.1.1 Geografi dan Iklim Kabupaten Berau terletak persis dibawah ekuator, di Propinsi Kalimantan Timur, Pulau Borneo, Indonesia (Gambar 4.1). Berau meliputi area seluas 24.201 kilometer persegi, dan berbatasan di sebelah utara dan Barat dengan Bulungan, sebelah Selatan dengan Kutai Barat, dan sebelah Timur dengan Laut Sulawesi. Meskipun sebagian besar berada di bawah ketinggian 500 meter, area pada ketinggian dengan variasi yang luas, dari permukaan laut sepanjang pesisir timur sampai 2.467 meter pada Gunung Mantan (aka Gunung Guguang), kelompok pegunungan tinggi yang rapat terletak di barat Tanjung Redeb, pusat administrasi kabupaten tersebut. Tabel 4.1 menunjukkan total area berdasarkan ketinggian di Berau. Tabel 4.1 Area Kabupaten Berau Berdasarkan Ketinggian Rentang ketinggian (dpl) Area (hektar) % dari Total area

Permukaan laut 296.100 12,2 % 0 – 7 m 79.544,37 3,3 % 8 - 25 m 175.629,40 7,3 % 26 – 100 561.534,34 23,2 %

101 – 500 897.881,20 37,1 % 501 – 1000 345.550,25 14,3 %

> 1000 63.860,44 2,6 % Total 2.420.100 100 %

Sumber: BPS/BAPPEDA Kabupaten Berau, 2000 Berau memiliki iklim tropis dengan kelembaban yang tinggi. Temperatur bervariasi hanya beberapa derajat sepanjang tahun. Rata-rata temperatur siang hari di Tanjung Redeb berkisar antara 32 sampai 35 derajat C. Area di sekitar dataran tinggi secara nyata lebih dingin, karena temperature udara biasanya turun 6 derajat C setiap kenaikan 1100 meter ketinggian tempat. Curah hujan adalah variable iklim yang utama di Borneo, dengan periode yang paling hebat terjadi pada saat monsoon Barat laut (November sampai April). Di Kalimantan Timur, pengaruh monsoon barat laut adalah lemah, karena kebanyakan hujan jatuh di tengah pegunungan. Sebagai akibatnya, pesisir Kalimantan Timur biasanya menerima curah hujan lebih sedikit dibanding bagian Borneo lainnya, dan iklim lokal dipengaruhi oleh beberapa gunung-gunung yang rendah. Seluruh Berau, sebaran curah hujan bervariasi dari area dengan basah selama 9 bulan ( misalnya bulan-bulan dengan curah hujan lebih dari 200 milimeter), di hulu DAS Kelay dan Segah, ke pesisir timur yang mengalami kurang dari tiga bulan basah setiap tahunnya. Di Tanjung Redeb, curah hujan relativ rendah dan kadang kurang dari 200 milimeter tiap bulannya. Umumnya Berau mengalami dua sampai tiga bulan kering (misalnya curah hujan kurang dari 100 milimeter) setiap tahunnya (MacKinnon et al., 1996:33). Pada tahun 2000, curah hujan di Tanjung Redeb total 2.480 mm. Tabel 4.2 memberikan data iklim bulanan di Tanjung Redeb.

Page 13: Sumber Daya Air

Tabel 4.2. Data Klimat Bulanan Tanjung Redeb Bulan Temperatur (0 Celsius) Curah Hujan Kelembaban (%)

Maksimum Minimum # Hari Total (mm)

Maks Min

Januari 32,2 19,2 28 192,9 98 64 Februari 33,8 20,0 23 238,4 98 61 Maret 33,6 19,4 23 224,3 98 61 April 34,0 20,4 23 191,3 98 62 Mei 35,4 21,4 19 292.4 98 63 Juni 33,6 21,0 21 237.6 98 67 Juli 34,6 21,6 13 144.8 98 60 Agustus 35,2 20,0 17 79.1 98 59 September 34,4 21,6 14 78.1 98 57 Oktober 34,0 21,8 22 264.8 98 60 Nopember 34,0 22,0 22 253.1 98 62 Desember 34,8 22,0 17 283.1 98 62

Sumber:BPS/BAPPEDA Kabupaten Berau, 2001 Meskipun pola iklim Borneo secara umum adalah salah satu yang curah hujannya tinggi, periode kering tahunan yang pendek penting, terutama untuk kehidupan tumbuhan, pola pembungaan dan pembuahan. Periode kering secara berkala semakin panjang sampai lama periode yang tidak umum, dan mungkin berasosiasi dengan El Nino Southern Oscillation (MacKinnon et al.,1996:34). 4.1.2 Geologi Kebanyakan Kalimantan terdiri dari gabungan dan semi gabungan batuan, termasuk quartenary limestone, batuan vulkanik, dan endapan tertier. Banyak dari Berau bagian timur tersusun dari endapan batuan seperti batu gamping dan serpihan. Kebanykan dari formasi sediment tersebut relative muda, dan termasuk batu bara dan batuan sumber minyak. Di bagian Berau barat, 4.1.3 Vegetasi Pada tahun 1997, 99,2 % tutupan hutan Berau, sekitar 1.940.000 hektar (BFMP, 2001). Ini termasuk formasi tidak terganggu sampai yang sangat terganggu. Pada tahun 2000, area berkurang menjadi 86,2 %, sekitar 1.800.000 hektar. Pengurangan area hutan seluruhnya 6%, ditunjukkan dengan hilangnya hutan sangat sehat, bekas tebangan sedikit terganggu, yang formasinya hilang 28 % dari areanya. Alasan yang prinsip untuk hilangnya hutan bernilai konservasi tinggi menjadi HTI, yang meningkat dari 39.000 menjadi 109.000 hektar pada tahun 2000. Tidak semua lahan hutan yang dibersihkan untuk HTI ditanami; kebanyakan ditumbuhi semak atau rumput. Data terakhir dari analisa BFMP dan peta yang memberikan data rinci mengenai tutupan vegetasi di Berau (Tabel 4.3).

Page 14: Sumber Daya Air

Tabel 4.3 Tutupan Vegetasi di Berau, 2001 Tipe Utama Area (hektar) Subtipe Area (hektar)

Hutan Dataran tinggi

248.366 Hutan sub pegunungan primer lembab Hutan sub pegunungan lembab bekas tebangan

244.129 4.237

Hutan dataran rendah

450.128 Hutan primer lembab Hutan batu calcareous Hutan bekas tebangan pada batu calcareous Hutan rawa

276.219 100.782 43.003 30.095

Hutan pesisir 80.166 Hutan palma Hutan Nipah Hutan Nipah dengan kelapa Hutan mangrove Hutan pasang surut

969 23.302 600 47.989 7.307

Hutan bekas ditebang

1.011.931 Sangat sehat, sedikit terganggu Sangat sehat, terganggu Sangat sehat, baru terganggu Sehat, terganggu Tidak sehat, sangat terganggu Sangat tidak sehat, terganggu

46.951 188.569 63.462 408.422 143.212 161.316

Hutan lain 27.415 Hutan sehat 27.415 Perkebunan, pertanian

89.364 Kelapa dengan perkampungan Acacia Gmelina Karet Kelapa sawit

1.639 73.833 9.969 2.894 1.029

Pemukiman 10.851 Kampung Transmigrasi

4.222 6.629

Pertanian 24.924 Ladang gilir balik Ladang Sawah pasang surut

2.955 21.764 204

Lahan Basah 7.707 Lahan basah 7.707 Semak 96.149 Semak dengan kampong

Semak dengan lading Semak dengan hutan rusak Semak dengan padang rumpul

56.352 25.134 9.883 400

4.1.4 Tangkapan Sungai Kalimantan adalah daratan dengan banyak sungai, termasuk dua sungai terpanjang di Asia Tenggara, Kapuas (1.143 kilometer) di Kalimantan Barat: Barito (900 kilometer) di Kalimantan Tengah dan Selatan: dan Mahakam (775 kilometer) di Kalimantan Timur. Sungai-sungai di Kalimantan menyediakan sumber air utama untuk rumah tangga dan pertanian dan melayani rute pengangkutan penting untuk masyarakat dan industri. Rumah bagi flora dan fauna tergantung pada ekosistem perairan yang sehat di

Page 15: Sumber Daya Air

Kalimantan, termasuk banyak jenis endemik, langka dan terancam. Di Berau ada dua sungai utama, Kelay dan Segah, yang mulai dan berakhir pada kabupaten yang sama, dan bersama membentuk DAS seluas 15.000 kilometer persegi, atau sekitar 62% total area Berau. Semua masyarakat di Kecamatan Kelay dan Segah bertempat di sepanjang Sungai Kelay atau Sungai Segah, atau salah satu dari anak sungainya, dan masyarakat lokal menggunakan air sungai untuk sebagian besar kebutuhan setiap hari mereka (Gambar 4.2). Sungai-sungai tersebut bergabung membentuk Sungai Berau di kota Tanjung Redeb, ibu kota Berau, dan mengalir sekitar 40 kilometer ke arah timur menuju Laut Sulawesi (Gambar 4.3). Gambar 4.2 Masyarakat tepi sungai Long Gi sepanjang Sungai Kelay

Sungai Kelay Sungai Kelay adalah sungai yang terpanjang di Berau, sejauh 254 kilometer dari Gunung Mantam area di sebelah Baratdaya Berau, sebelah hulu kampung Dayak Long Gi. Di Muara Lesan, Sungai Lesan bergabung dengan Sungai Kelay, yang merupakan anak sungai utamanya, berasal dari 64 kilometer sebelah hulu di dekat Gunung Nyapa. Beberapa anak sungai dari Sungai Lesan berasal dari formasi kapur di area sekitar Gunung Buntung. Kebanyakan DAS hulu Sungai Lesan berasal dari hutan yang tumpang tindih dengan batu gamping, oleh karena itu konservasi hutan tersebut penting untuk konservasi sumber air dari Lesan. Anak sungai dari Sungai Kelay yang lain antara lain Sungai Long Gi (49 kilometer) dan Sungai Tawon (50 kilometer). Sungai Kelay dan anak-anak sungainya mengaliri setengah area Berau sebelah selatan sampai bergabung dengan Sungai Segah di Tanjung Redeb membentuk Sungai Berau. Secara tradisional, Sungai Kelay melayani rute pengangkutan utama bagi penumpang dan barang ke bagian selatan Berau. Industri skala besar sepanjang Sungai Kelay tidak sebanyak seperti di sepanjang Sungai Segah, meskipun beberapa kegiatan HPH terbukti ada di sepanjang antara Tanjung Redeb dan kampung Pagat Bukur. Industri yang paling terkemuka sepanjang Sungai Kelay adalah PT Berau Coal di Desa Pagat Bukur (Gambar 4.4). Pelayanan jalan yang ditingkatkan antara masyarakat sepanjang Sungai Kelay ke Tanjung Redeb dan daerah pesisir sekarang menjadi jalur utama untuk pengangkutan kayu dan batu bara. Di sebelah hulu Pagat Bukur Sungai Kelay menjadi

Page 16: Sumber Daya Air
Page 17: Sumber Daya Air

jauh lebih sempit, dengan arus yang lebih deras dan banyak berliku-liku, menyebabkan navigasi untuk kapal besar dan tongkang sulit dan berbahaya. Gambar 4.4 PT Berau Coal di Pagat Bukur, Sungai Kelay

Kebanyakan lahan di dekat Sungai Kelay, ditanami beberapa jenis produk pertanian, yang paling mencolok adalah perkebunan pisang ekstensif antara Pagat Bukur dengan Tumbit Melayu. Beberapa area sekitar Tumbit Dayak dan Long Lanuk telah dibuka untuk padang penggebalaan untuk sapi dan babi. Di kalangan masyarakat ini sungai melayani fungsi pengangkutan tradisional, membantu pengangkutan produk pertanian masyarakat lokal menuju pasar di bagian hilir (Gambar 4.5). Kegiatan yang mencolok lainnya di sepanjang Sungai Kelay, bagian hulu Tumbit Melayu adalah pendulangan emas. Gambar 4.5 Pengangkutan Pisang di Sungai Kelay

Page 18: Sumber Daya Air

Sungai Segah Sungai Segah membentang sepanjang 152 kilometer dari hulu sungainya, di area Gunung Kundas, bagian hulu kota Malinau di sudut timur laut Berau, ke arah Tanjung Redeb. Sungai Segah mengaliri setengah area Berau sebelah utara, dan di pasok oleh beberapa sungai yang lebih kecil seperti Sungai Malinau (58 kilometer), Pura (72 kilometer), Siagung (38 km) dan Siduung (83 km). Sungai Segah melayani rute pengangkutan utama untuk Berau Utara, karena jalan yang bisa dilalui di desa Tepian Buah terbatas. Sungai menjadi saluran utama untuk pengangkutan kayu dari pedalaman ke kapal, dan banyak jalan menghubungkan HPH dengan fasilitas pembongkaran sepanjang sungai Segah tampak antara Labanan dan Tanjung Redeb (gambar 4.6). PT Berau Coal juga menggunakan sungai untuk mengangkut batubara dari lokasi operasional dekat Teluk Bayur ke Tanjung Redeb dan sekitarnya. Pembabatan vegetasi dan lalu lintas kendaraan pada fasilitas pembongkaran memberi kontribusi terhadap erosi tanah dan meningkatkan sedimentasi sungai. Gambar 4.6 Fasilitas pembongkaran kayu di Sungai Segah

Sungai Berau Sungai Kelay dan Sungai Segah bergabung di Tanjung Redeb menjadi Sungai Berau. Sungai Berau lebar, berarus lambat dibatasi terutama oleh Nipah dan mangrove sepanjang 40 km dari Laut Sulawesi. Sungai tersebut merupakan koridor pengangkutan industri yang penting dengan banyak stasiun pembongkaran untuk kayu dan batu bara, dan menjadi rute utama untuk pengangkutan barang dan orang dari Tanjung Redeb ke Samarinda, Balikpapan dan tempat lain (Gambar 4.7). Sungai tersebut juga merupakan rute pengangkutan penting bagi fasilitas wisata di Kepulauan Sangalaki (misalnya dive resort di pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban dan Maratua). Di samping pengangkutan batu bara dan kayu, industri lokal sepanjang Sungai Berau antara lain penambangan pasir (misalnya pasir yang dikeruk dari dasar sungai) dan perikanan. Konversi hutan Nipah menjadi tambak terjadi di sepanjang sungai, dan terutama di dekat kampung Kassai.

Page 19: Sumber Daya Air

Gambar 4.7 Fasilitas pelabuhan di Tanjung Redeb

Meskipun banyak industri, sejumlah jenis binatang liar terdapat sepanjang tepian sungai Berau seperti Bekantan (Nasalis larvatus), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), dan pohon tempat bertengger Kalong besar (Pteropus vampirus), kelelawar terbesar di dunia (gambar 4.8). Primata adalah yang paling tampak pada waktu petang saat datang ke tepian sungai untuk tidur pada malam hari. Burung Elang Bondol (Haliastur indus) selalu terlihat di atas sungai, dan berbagai jenis egret dan raja udang sering dijumpai di sepanjang tepian sungai. Gambar 4.8 Pohon tempat bertengger kelelawar pemakan buah sepanjagn Sungai

Berau

4.2 Karakteristik Sosio-Ekonomi 4.2.1 Kelompok Etnis Kabupaten Berau memiliki beragam etnik yang bercampur. Seperti banyak bagian Kalimantan, kebanyakan masyarakat pesisir Berau adalah Melayu, kelompok

Page 20: Sumber Daya Air

heterogen yang dipersatukan oleh bahasa yang umum. Kelompok Melayu yang dominan di kabupaten adalah suku Berau, yang menyatakan dirinya sebagai orang pesisir asli di daerah tersebut. Tanjung Redeb juga merupakan rumah bagi banyak pendatang dari Jawa yang pindah ke Berau melalui program transmigrasi, atau karena mencari kerja. Area sungai dan pesisir juga merupakan rumah bagi pendatang Bugis dari pulau tetangga Sulawesi. Pengaruh kelompok ini di sepanjang sungai Kelay hadir jauh ke hulu sampai Tumbit Melayu, dan jauh ke hulu sampai Labanan sepanjang Sungai Segah. Dari Tumbit Melayu dan Labanan, kebanyakan area hulu secara turun temurun didomonasi oleh masyarakat Dayak beragama Kristen dari kelompok Kayan dan Kenyah, yang bersama-sama dengan kelompok Iban membuat legenda tentang ngayau (perburuan kepala manusia) di Borneo. Istilah “Dayak” dalam literatur berarti orang pedalaman dan merupakan nama kolektiv untuk bermacam kelompok etnis yang berbeda bahasa, bentuk kesenian dan banyak elemen budaya dan organisasi sosial. Orang Dayak utamanya peladang gilir balik yang tinggal di tepian hulu sungai di Borneo, kadang-kadang di rumah panjang, dan mematuhi adat. Kebanyakan, jika tidak semua, masyarakat Dayak di Berau telah meninggalkan kehidupan rumah panjang, atas anjuran pemerintah untuk tinggal dalam masing-masing rumah perkeluarga. Orang Punan semi nomaden dilaporkan hidup di sudut barat Berau. Belakangan ini pemerintah Indonesia menganjurkan masyarakat Punan secara aktiv untuk meninggalkan kehidupan berpindah-pindah dan menetap di pemukiman permanen. Ini telah membawa mereka lebih dekat dengan budaya dan sosial petani Dayak yang menetap, dengan siapa biasanya masyarakat Punan secara tradisional melakukan perdagangna. 4.2.2 Ekonomi Ekonomi Berau banyak tegantung pada industri primer: pertanian, kehutanan dan pertambangan. Tabel 4.4 menampilkan kegiatan ekonomi Berau secara detil untuk tahun 2000 (BPS, 2001). Pertambangan memberikan kontribusi dengan persentas pendapatan terbesar terhadap ekonomi Kabupaten, terutama dari kegiatan PT Berau Coal. Meskipun timbunan emas ada di hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah, tidak ada operasi penambangan emas skala besar di kedua sungai tersebut saat ini, dan ekstraksi emas terbatas pada pendulangan emas oleh masyarakat Dayak. Tabel 4.4 Kegiatan Ekonomi di Berau, 2000.

Sektor Industri Produk Regional Domestik kotor

(Miliar Rp)

% produk regional

domestik kotor

Pertumbuhan 1995-2000

% Tenaga kerja

Pertanian 586,72 26,2% 1,9% 55,3% Pertambangan & penggalian

814,62 36,4% 33,75 4,4%

Pabrik 493,91 22,1% 81,0% 7,2% Listrik & pemasokan air

1,73 0,1 % 16,9% 0,4%

Page 21: Sumber Daya Air

Konstruksi 16,24 0,7% -9,4% 2,9% Perdagangan, Hotel & Restoran

181,30 8,1% -11,2% 11,4%

Pengangkutan & Komunikasi

117,91 5,3% 29,6% 3,8%

Keuangan dan Penyewaan

0,39 0,01% -39,9% 0,7%

Jasa. 26,52 1,2% 10,1% 13,9% Total 2.239,34 100% 10,2% 100% Sumber: BPS, 2001 Pertanian, termasuk juga kehutanan, menyediakan proporsi pendapatan terbesar ke dua terhadap ekonomi lokal, dan menyediakan lapangan kerja untuk lebih dari setengah tenaga kerja. Industri utama yang berperan di Berau adalah pabrik bubur kertas PT Kiani Kertas dan perkebunan yang berasosiasi dijalankan oleh perusahaan PT Tanjung Redeb Inhutani. Pabrik memerlukan 7.000 metrik ton kayu per hari, 350 hari per tahun. Pabrik adalah sektor ke tiga terbesar, dan merupakan sektor ekonomi yang paling cepat bertumbuh. Antara tahun 1995 dan 2000, penurunan terjadi dalam sektor-sektor berikut, utamanya karena krisis ekonomi yang mencengkeram Asia sejak 1997 dan selanjutnya: Konstruksi, perdagangan, Hotel dan restoran; dan keuangan dan sewa-menyewa. Potensi Pertanian Kesan pertama, pulau Borneo tampak memiliki potensi produsen pertanian yang besar. Lebih dari separoh pulau terletak di bawah ketinggian 150 meter, dan lebih dari 70 % mengalami tujuh sampai sembilan bulan basah berturutan dan lebih sedikit dari dua bulan kering setiap tahun (MacKinnon et al,. 1996;531). Meskipun demikian, keberhasilan pertanian tanaman pangan besar tergantung pada tiga factor: iklim (terutama jumlah dan distribusi curah hujan); topografi; dan kesuburan tanah. Banyak tanaman pangan, terutama padi, memerlukan musim kering untuk pemasakan dan pemanenan. Seperti disampaikan pada bagian 4.1.1, Berau memiliki periode kurang curah hujan pada bulan Juli, Agustus dan September untuk mengakomodasi tiga siklus pertumbuhan. Topografi, termasuk relief, kelerengan dan ketinggian tempat, adalah faktor fisik utama yang mempengaruhi penggunaan dan pengelolaan lahan (MacKinnon et al,. 1996;532). Ketinggian tempat mempengaruhi temperatur dan curah hujan. Relief dan kelerengan mempengaruhi erosi, pengeringan tanah dan aliran permukaan, berkurangnya penanaman dan jenis tanaman pertanian. Seperti diuraikan pada bagian 4.1.1, lebih dari 83 persen lahan di Berau terletak di bawah ketinggian 500 meter, memberikan cukup tempat untuk potensi produksi pertanian. Meskipun tanah Borneo mendukung hutan hujan yang subur, ini tidak mengindikasikan kesuburan tanah yang tinggi. Endapan batuan, serpihan dan batu kapur merupakan

Page 22: Sumber Daya Air

materi induk yang dominan di seluruh pulau, dan menghasilkan tanah dengan kesuburan yang rendah. Temperatur tinggi dan kelembaban tropis mempercepat kerusakan oleh hujan dan angin dan pelepasan garam-garaman yang berakibat kebanyakan tanah di Kalimantan menjadi asam (MacKinnon et.al., 1996:533). Jika hutan di babad untuk lahan pertanian, sering memberikan hasil yang jelek. Umumnya dan salahnya, dikatakan bahwa ini disebabkan karena kebanyakan penimbunan nutrien anorganik terjadi di hutan bukan di tanah. Kenyataannya banyak pemecahan timbunan tersebut ada di lantai hutan dan tanah, terjadi di lapisan humus. Lapisan humus sering dihancurkan setelah kebakaran yang berulang menyusul pembabadan hutan, dan nutrient tercuci setelah tanah mendapat hujan deras (macKinnon et.al., 1996:534). Sebagai hasil kombinasi dari ke tiga faktor tersebut, sebagian besar lahan di Berau cocok untuk produksi padi lahan kering dan perladangan gilir balik. Area ini antara lain DAS bagian tengan dan hulu Kelay dan Segah yang terletak di torehan gunung yang tajam di atas 500 meter, dengan kelerengan lebih dari 30 persen pada lempung humus yang sangat asam. Meskipun demikian, lahan di sekitar bagian tengah dan hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah, dan Sungai Berau ke pantai sangat cocok untuk produksi padi sawah. Area ini terletak pada lempengan tingkat rendah tidak terpotong sampai sedikit terpotong di bawah 100 meter, dengan kelerengna antara nol sampai delapan persen pada tanah alluvial netral dengan pengeringan buruk.

Page 23: Sumber Daya Air

V. NILAI SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN BERAU

5.1 Ketergantungan Terhadap Air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah Jumlah orang yang tergantung pada air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah untuk mencuci, minum, mencari ikan, pertanian, perkebunan, pengangkutan dan penggunaan lain telah diperkirakan menggunakan data resmi, penelitian TNC sebelumnya, dan survey produsen pertanian dan pengguna air. Bagian ini menyajikan secara rinci penghitungan taksiran. 5.1.1 Jumlah Pengguna Penelitian sebelumnya oleh TNC telah mengidentifikasi 41 kelompok masyarakat sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah sebelah hulu dari pertemuan kedua sungai tersebut di sebelah Timur laut Tanjung Redeb. Kota Tanjung Redeb termasuk dalam kategori masyarakat tersebut di atas. TNC juga telah mengidentifikasi 18 komunitas lain sepanjang Sungai Berau, yang terbentuk dari pertemuan Sungai Kelay dan Sungai Segah, dan dengan demikian dimasukan dalam taksiran ini. Masyarakat pemakai bertempat di 6 Kecamatan tersebar di Kabupaten Berau (Gambar 5.1). Seperti disajikan dalam Table 5.1, kabupaten memiliki total populasi 86.791 dalam 21.457 rumah tangga (BPS, 2001). Dengan demikian, dapat ditaksir bahwa jumlah ini mewakili jumlah total orang dan rumah tangga yang tergantung secara langsung terhadap air dari Sungai Segah, Kelay dan Sungai Berau untuk minum, mencuci, mandi, dan kegiatan sehari-hari yang memerlukan sumber daya air. Berdasar pada data yang diterbitkan BPS pada tahun 2001, ini mewakili sekitar 73,4 % dari total populasi. Tabel 5.1.Populasi dan Rumah Tangga sekitar Sungai Segah, Kelay dan Berau,

menurut Kecamatan, 2000 Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Populasi

Gunung Tabur 3.885 13.175 Kelay 1.019 3.757 Sambaliung 4.930 18.570 Segah 1.206 4.841 Tanjung Redeb 10.417 46.448 Total 21.457 86.791 Sumber: BPS/BAPPEDA Kabupaten Berau, 2001 5.1.2. Rumah Tangga Petani Berdasarkan Survey sensus populasi 1995 (BPS, 1996), di Berau ketergantungan terhadap pertanian sebagai sumber pendapatan utama terhitung sebesar 69,2 % dari rumah tangga pedesaan. Secara keseluruhan, pertanian memberikan kontribusi terhadap pendapatan pedesaan di Berau sebesar 79,7 %. Dengan demikian dapat ditaksirkan bahwa pertanian merupakan sumber pendapatan utama untuk 7.640 rumah tangga pedesaan di Berau (11.040 rumah tangga di luar Tanjung Redeb x 69,2

Page 24: Sumber Daya Air

96%), dan berkontribusi terhadap pendapatan 8.799 rumah tangga pedesaan di Berau (11.040 x 79,7%). Di perkotaan seperti Tanjung Redeb, pertanian dulu merupakan sumber utama pendapatan untuk 13,8 % rumah tangga, meningkat menjadi 20,6 % rumah tangga jika digabungkan dengan sumber pendapatan rumah tangga yang lain. Dengan menggunakan gambaran ini, dapat ditaksirkan bahwa 1.438 rumah tangga di Tanjung Redeb bergantung pada pertanian sebagai sumber pendapatan (10.417 rumah tangga di Tanjung Redeb x 13,8%), dan total 2.146 jika pertanian digabungkan sebagai bagian dari pendapatan rumah tangga mereka. Dengan demikian, jumlah total rumah tangga dalam lokasi penelitian di mana pertanian merupakan sumber pendapatan utama adalah 9.078. Secara keseluruhan jumlah total rumah tangga petani dalam lokasi penelitian adalah 10.945. 5.1.3. Hasil Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air. Sebagaimana digambarkan pada bagian 3.2., Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air telah dilaksanakan antara 15-21 Mei. Dengan menggunakan gambaran 11.040 rumah tangga di pedesaan, dan 79,7 % dari rumah tangga di pedesaan bergantung pada pertanian untuk semua atau sebagian pendapatan mereka, paling sedikit 243 responden telah memenuhi 95 % tingkat kepercayaan. Sejumlah 306 survey dilaksanakan pada 12 masyarakat pedesaan (Tabel 5.2). Tabel 5.2 Lokasi Responden Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air Tangkapan Sungai Kecamatan Masyarakat Jumlah survey

Teluk Bayur Labanan Makarti 30 Tepian Buah 19 Gunung Sari 10 Punan Malinau 30 Long Ayan 30

Sungai Segah Segah

Long Laai 30 Teluk Bayur Tumbit Melayu 32 Sambaliung Merasa 37

Muara Lesan 11 Lesan Dayak 24 Long Gi 30

Sungai Kelay

Kelay

Long Duhung 23 Dengan asumsi bahwa konsumsi air tingkat rumah tangga konsisten antara rumah tangga pedesaan dan perkotaan, dan bahwa produksi pertanian konsisten antara rumah tangga petani pedesaan dan rumah tangga petani perkotaan, hasil yang diberikan oleh survey juga telah digunakan untuk menaksir konsumsi air tingkat rumah tangga dan produksi pertanian di perkotaan.

Page 25: Sumber Daya Air

5.1.4. Konsumsi Air Rumah Tangga Konsumsi air rumah tangga ditaksir melalui gabungan data yang didapatkan dari Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air, dengan informasi yang diberikan oleh PDAM. Volume Konsumsi Rumah Tangga. Sebagaimana dijelaskan pada bagian 5.1.1, ada 21.457 rumah tangga yang menggunakan air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah. PDAM mengambil air langsung dari empat lokasi sepanjang Sungai Segah. Sebanyak 4.779 rumah tangga di Tanjung Redeb mendapat pelayanan dari PDAM. Dengan menggunakan data 1997, rumah tangga yang dilayani PDAM mengkonsumsi rata-rata 695 liter setiap hari (PDAM, 1998; Tabel 4.9). Seluruhnya 16.678 rumah tangga, baik mengambil air langsung dari sungai ataupun dari sumber air tanah yang dipasok dari sungai. Survey menanyakan kepada rumah tangga yang mengambil air sendiri untuk menaksir jumlah total konsumsi air rata-rata setiap hari. Ini termasuk air yang digunakan di rumah untuk minum, memasak, mencuci dan mandi, tetapi tidak termasuk mencuci atau mandi langsung dari sungai. Rata-rata rumah tangga yang mengambil air sendiri melaporkan mengkonsumsi 156 liter air per hari untuk kegiatan yang disebutkan di atas. Perbedaan mendasar antara ke dua kelompok dijelaskan oleh perbedaan sumber air untuk mandi dan mencuci. Rumah tangga yang mendapatkan pelayanan PDAM menyalurkan air melalui pipa untuk mandi dan mencuci, sedangkan rumah tangga di pedesaan umumnya mandi dan mencuci di sungai. Menggunakan gambaran ini, total taksiran konsumsi air rumah tangga dari sungai tersebut diperkirakan lebih dari 2,16 juta meter kubik/tahun, terdiri dari 1.212.313 meter kubik disediakan oleh PDAM, dan 949,485 juta meter kubik/tahun diambil langsung dari sungai. Dari perspektif kesehatan, menarik untuk dicatat bahwa 80,5 % rumah tangga pedesaan, sama seperti PDAM, mengambil air untuk masak dan minum langsung dari Sungai Kelay dan Sungai Segah. Secara bersamaan, 70,1 % dari rumah tangga ini juga menggunakan sungai untuk buang air besar. Nilai Konsumsi Rumah Tangga PDAM telah membuat standar harga yang berguna dalam menentukan nilai konsumsi. Harga yang dikenakan PDAM di Berau untuk rumah yang sederhana Rp 200,-per meter kubik, dan merupakan harga termurah di antara PDAM di Indonesia (V. Deschamps, komunikasi pribadi dengan PDAM, Mei, 2002). Dengan menggunkan standar harga dan konsumsi rumah tangga, perkiraan komparatif nilai konsumsi air rumah tangga/tahun dari Sungai Kelay dan Sungai Segah adalah Rp 432,3 juta. 5.2. Lahan Irigasi Area lahan yang diairi oleh Sungai Kelay dan Sungai Segah telah ditaksir sebanyak area lahan yang diairi oleh sistem pengairan pemerintah, sebagaimana diterbitkan

Page 26: Sumber Daya Air

oleh sumber pemerintah, ditambah dengan area lahan yang diairi secara tradisional seperti diperkirakan melalui Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air. 5.2.1. Irigasi Pemerintah Di seluruh lokasi penelitian, irigasi atas biaya pemerintah dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum berkoordinasi dengan BAPPEDA. Berdasarkan data resmi, ada 2.175 hektar lahan yang saat ini diairi oleh proyek irigasi pemerintah menggunkaan air yang disalurkan baik dari Sungai Kelay ataupun Sungai Segah (BPS, 2001). Area ini dibagi dalam 4 Kecamatan di Berau seperti ditunjukkan dalam Tabel 5.3, dengan konsentrasi tertinggi di Labanan Kecamatan Gunung Tabur (sekarang Teluk Bayur), dan Tasuk di Kecamatan Gunung Tabur. Meskipun data belum tersedia, BAPPEDA telah merencanakan perluasan area lahan irigasi untuk pertanian di Berau ( Deschamps komunikasi pribadi dengan BAPPEDA, Mei 2002 ). Sampai saat ini BAPPEDA telah melakukan latihan pemetaan desa untuk menentukan potensi pembangunan lahan irigasi baru dan juga memperluas sampai sistem dam dan saluran yang ada di Gunung Tabur/Teluk Bayur. Tabel 5.3 Irigasi Pemerintah yang ada

Kecamatan Area lahan yang diairi (hektar) Gunung Tabur 1.555 Kelay 0 Sambaliung 756 Segah 31 Tanjung Redeb 373 Total 2.715 5.2.2 Irigasi Tradisional Selain proyek irigasi pemerintah yang disebutkan pada bagian sebelumnya, ada juga lahan di sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat untuk sawah dan produksi sayur. Ini termasuk lahan yang telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat, dan tidak termasuk dalam proses perencanaan formal. Ini tidak membuat kegiatan ini illegal, kecuali kalau mereka berada di area yang dibatasi. Meskipun demikian pendekatan yang berbeda perlu untuk mengkalkulasi perluasan lahan irigasi tersebut. Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air memungkinkan team peneliti mengumpulkan data primer dari sampel produsen pertanian dan pengguna air yang secara statistik mewakili dalam rangka menyediakan informasi spesifik mengenai penggunaan air pada tingkat rumah tangga. Dari 306 rumah tangga yang disurvey, 286 memberikan informasi mengenai total area lahan pertanian dan lahan pertanian yang diairi yang mereka gunakan untuk kegiatan pengusahaan pertanian. Ke 286 rumah tangga melaporkan penggunaan rata-rata 2,31 hektar lahan pertanian, yang diantaranya 0,11 (4,8 %) adalah lahan pertanian irigasi.

Page 27: Sumber Daya Air

Dengan menggunakan penggandaan sampel, ini dapat ditaksir jumlah penggunaan lahan pertanian yang digunakan oleh rumah tangga petani dalam lokasi penelitian adalah 25.299,8 hektar (10.945 rumah tangga petani x 2,31 hektar lahan pertanian per rumah tangga). Dari jumlah itu, sekitar 1.234,2 hektar adalah lahan diairi 10.915 rumah tangga petani x 0,11 hektar lahan pertanian per rumah tangga petani. 5.2.3. Total Area Lahan Irigasi Dengan memadukan informasi yang diterbitkan BAPPEDA dan Dinas Pekerjaan Umum dengan data yang dihasilkan dari Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air, perkiraan secara hati-hati total area lahan pertanian di Berau yang diari air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah adalah 3.949,2 hektar. Seperti digambarkan pada bagian 4.1.4, perpaduan daerah aliran Sungai Kelay dan Sungai Segah meliputi sekitar 15.000 kilometer persegi. Dengan demikian hanya sekitar 0,26 % dari DAS digunakan untuk lahan pertanian teririgasi. 5.3. Tanaman Pertanian dan Perkebunan Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air adalah alat utama untuk menaksir tingkat produksi tanaman pertanian dan perkebunan dari lahan yang diairi dari Sungai Kelay dan Sungai Segah. Tingkat peroduksi dari delapan jenis tanaman pertanian yang paling umum di panen dalam lokasi penelitian ditentukan berdasarkan data yang didapat dari survey. Daftar tanaman pertanian diseleksi memalui diskusi dengan staf TNC, dan juga pengkajian terhadap dokumentasi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan. Meskipun sebagian besar tanaman pertanian tersebut dikenal tidak membutuhkan pengairan langsung, dalam formulir pada bagian 5.2, namun dianggap penting memasukan tanaman pertanian tersebut sebagai bagian dari penelitian untuk mengembangkan pemahaman yang lengkap mengenai penggandaan produk pertanian dalam lokasi penelitian, dan peran irigasi pertanian. Dengan demikian daftar tanaman pertanian yang terpilih untuk survey antara lain:

Cokelat Kelapa Kopi Padi ladang Buah Merica Sayur-sayuran Padi sawah

Peserta survey diminta untuk memberikan data mengenai masing-masing produksi tanaman pertanian rumah tangga, unit harga yang diterima untuk masing-masing, dan persentasi yang dikonsumsi dalam rumah tangga dan yang dijual. Karena rumah tangga biasanya menghasilkan lebih dari satu macam buah atau sayuran, mereka diminta untuk memberikan informasi mengenai macam produk utama yang dihasilkan oleh rumah tangga. Ini membantu memastikan perkiraan yang lebih baik.

Page 28: Sumber Daya Air

5.3.1. Pertanian Irigasi Dua jenis tanaman pertanian memerlukan pengairan langsung. Ke duanya adalah padi sawah dan sayuran. Di antara ke duanya, padi sawah memberikan produksi dan nilai yang lebih tinggi. Produksi Padi Sawah Meskipun padi merupakan makanan pokok di Berau seperti halnya di seluruh Indonesia, padi sawah tidak seekstensiv seperti di tempat lain di kepulauan ini. Kesuburan tanah, topografi dan cuaca di Kalimantan lebih cocok untuk padi ladang, sebagai hasilnya, jenis pertanian ini lebih dominan di Berau. Namun demikian ada tempat di Berau yang cocok untuk padi sawah seperti disebutkan dalam bagian potensi pertanian. Rata-rata, rumah tangga petani dalam lokasi penelitian menghasilkan 11,7 kg padi kering per tahun. Sebagian besar (85%) dikonsumsi sendiri. Sisanya dijual atau dibarter dengan komoditi lain. Nilai rata-rata produksi padi kering per rumah tangga, berdasarkan harga di pasar lokal yang dilaporkan oleh produsen adalah Rp. 35.098. Dengan menggunakan data ini, jumlah total produksi padi kering di lokasi penelitian diperkirakan sekitar 128 ton per tahun, dengan harga pasar lokal sekitar Rp 384,1 juta. Menurut sumber yang diterbitkan, total produksi padi kering dalam lokasi penelitian mewakili sekitar 12 % total produksi padi kering di Berau (BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Berau, 2001: table 5.1.1). Gambaran yang kecil ini disebabkan karena dominannya produksi padi ladang di lokasi penelitian. Produksi Sayur Survey mengungkapkan bahwa rumah tangga petani menghasilkan rata-rata 17,4 kilo sayuran tiap tahun. Kira-kira setengah hasil sayuran (46,1%) dikonsumsi sendiri. Harga produksi sayuran rata-rata Rp 23.500,- per rumah tangga petani dalam lokasi penelitian. Gambaran ini telah digunakan untuk menaksir total produksi sayuran di lokasi penelitian yaitu sekitar 190,2 ton per tahun. Nilai produk ini, dengan harga pasar lokal adalah Rp 257,9 juta. Nilai Pertanian Irigasi Dengan menjumlahkan gambaran di atas, nilai total tanaman pertanian irigasi di lokasi penelitian diperkirakan Rp. 642,0 juta per tahun. Ini terdiri dari total produksi padi sawah dan sayuran di lokasi penelitian. Kira-kira 72,1 % dari jumlah produksi tersebut (Rp 462,7 juta) dikonsumsi sendiri, sementara sisanya 27,9 % (Rp. 179,3 juta) dijual atau dibarterkan. 5.3.2 Pertanian non-irigasi Produk pertanian lain di lokasi penelitian membutuhkan air, tetapi tidak memerlukan irigasi langsung dalam bentuk yang didiskripsikan dalam bagian 5.2. Produk ini antara lain: cokelat, kelapa, kopi, padi ladang, buah dan merica. Meskipun tanaman

Page 29: Sumber Daya Air

pertanian tidak memerlukan irigasi langsung, tanam-tanaman ini di tanam di DAS Sungai Kelay dan Segah oleh masyarakat yang bergantung pada sungai-sungai tersebut untuk kebutuhan air mereka, dan menggunakan air yang dihasilkan dari DAS yang berhubungan dengan sungai-sungai tersebut. Total nilai pertanian non-irigasi yang dihasilkan oleh rumah tangga petani di lokasi penelitian diperkirakan sekitar Rp. 25,9 miliar pertahun. Kebanyakan dari produksi pertanian non-irigasi adalah dalam bentuk padi ladang (67,5 %), dan produk sisanya dikenal sebagai produk pertanian perdagangan; buah, kopi, dan cokelat terutama penting untuk ekonomi pertanian lokal. Kira-kira 30,0 % dari produk pertanian non-irigasi dijual atau dibarterkan, dan memberikan pendapatan tunai Rp. 711.000 per rumah tangga petani. Tabel 5.4 menampilkan secara rinci mengenai produksi dan nilai produk pertanian non-irigasi oleh rumah tangga petani di lokasi penelitian. Tabel 5.4 Produksi dan Nilai Pertanian Non-irigasi

Produk

Rata-rata Produksi/rumah tangga/tahun

(kg)

digunakan dijual/dibarter

Total Perkiraan Produksi

(ton)

Nilai Total (Rp)

Cokelat 30,8 1,0 % 99,0 % 337,5 2,25 miliar Kelapa 37,1 58,2 % 41,8 % 406,4 607,2 juta Kopi 10,8 56,5 % 43,5 % 117,7 690,6 juta Padi ladang

555,4 87,2 % 12,8 % 6.079,9 17,48 miliar

Buah 123 43,5 % 56,5 % 1.334,9 4,83 miliar Merica 0,2 5,7 % 94,3 % 1,9 37,9 juta Sumber: Survey Produsen Petanian dan Pengguna Air, 2002 5.3.3 Nilai Tanaman Pertanian dan Perkebunan Berdasarkan gambaran yang disajikan di atas, total nilai tanaman pertanian dan perkebunan per tahun yang menggunakan lahan irigasi dari Sungai Kelay dan Sungai Segah diperkirakan sekitar Rp 26,5 miliar. Ini terdiri dari Rp. 642,0 miliar produk pertanian irigasi, dan Rp 25,9 miliar produk pertanian non-irigasi. 5.4. Sumber Protein Hewani Sumber protein hewani yang dihasilkan dari lahan irigasi Sungai Kelay dan Sungai Segah dibedakan dalam tiga kategori:

• Ternak • Penangkapan Ikan di Perairan Darat • Binatang buruan

Data yang diperoleh dari Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air, dan telah di cek ulang dengan data yang diterbitkan dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, dan Dinas Perikanan dan Kelautan untuk memastikan ke absahan taksirannya.

Page 30: Sumber Daya Air

5.4.1 Inventaris Ternak Semua ternak yang dipelihara oleh rumah tangga petani dianggap memerlukan air untuk pemeliharaan setiap hari, seperti minum dan mencuci. Jenis ternak yang terdapat di lokasi penelitian antara lain: ayam, lembu, itik, kambing, dan babi. Responden survey ditanya mengenai jumlah setiap macam ternak yang mereka miliki, dan harga pasar dari inventaris rumah tangga. Nilai total ternak di lokasi penelitian diperkirakan sekitar Rp 20,7 miliar. Tabel 5.5. memberikan perkiraan secara rinci inventaris ternak di lokasi penelitian. Dengan catatan, jumlahnya mungkin tidak dijumlahkan secara benar terhadap total nilai perkiraan karena pembulatan. Tabel 5.5 Inventaris Ternak

Jenis Ternak Jumlah rata-rata / rumah tangga petani Perkiraan populasi Perkiraan nilai (Rp)

Ayam 8,5 92.532 2,22 miliar Lembu 0,5 5.437 14,73 miliar Itik 1,1 11.075 308,7 juta Kambing 0,01 143 84,1 juta Babi 1,1 12.054 3,34 miliar Sumber: Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air, 2002 Konsumsi Per tahun Kira-kira 26,7 % nilai, total inventaris ternak dikonsumsi setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, beberapa jenis ternak seperti ayam dan itik, lebih dari 50 % dikonsumsi. Nilai konsumsi setiap tahunnya sekitar Rp 5,5 miliar, dan mewakili kontribusi inventaris ternak per tahun untuk tujuan penelitian ini. Tabel 5.6 memberikan tingkat dan nilai konsumsi untuk masing-masing jenis ternak di lokasi penelitian. Tabel 5.6 Konsumsi Ternak Tanunan

Jenis Ternak Konsumsi Tahunan Perkiraan nilai konsumsi per tahun (Rp)

Ayam 80,8 % 1,60 miliar Lembu 16,3 % 2,40 miliar Itik 61,0 % 188,4 juta Kambing 16,1 % 13,5 miliar Babi 33,9 % 1,13 miliar Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, 2001 & Survey Produser Pertyanian dan pengguna Air, 2002. 5.4.2. Penangkapan Ikan di Perairan Darat Penangkapan ikan dilakukan di danau, sungai, dan lahan basah di seluruh lokasi penelitian. Responden survey memberikan data mengenai jumlah ikan yang ditangkap

Page 31: Sumber Daya Air

setiap tahun, nilai pasar tangkapan ini dan proporsi ikan yang dikonsumsi sendiri, dijual atau dibarterkan. Rata-rata rumah tangga petani menangkap 169,4 kilogram ikan air tawar per tahun. Sebagian besar, 78,9 % dikonsumsi sendiri. Total yang dipanen setiap tahun diperkirakan 1.853.7 ton, dengan total nilai Rp 9,7 miliar. Tidak ada perikanan di darat, seperti kolam air tawar, keramba atau minapadi (pemeliharaan ikan di sawah) yang tercatat menjadi bagian dari daftar kegiatan produksi rumah tangga petani dalam lokasi penelitian. Dinas Perikanan dan Kelautan telah mengkaji kemungkinan mengembangkan perikanan darat pada masyarakat sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah, tetapi sampai saat ini sangat kecil ketertarikan masyarakat untuk mengembangkannya, karena persediaan di alam masih dianggap banyak (V. Deschamps komunikasi pribadi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan, Mei 2002). Dinas khawatir bahwa persediaan di alam tidak dapat mendukung pengambilan dalam jumlah banyak, oleh karena itu harus dikaji alternative-alternativ. Kekhawatiran mereka beralasan, dengan contoh yang terjadi sebelum ini, yaitu kurangnya ketersediaan di sistem sungai yang lebih besar di Kalimantan seperti di Sungai Mahakan dan Kapuas. Perikanan darat telah terbukti berhasil di tempat lain di Berau, menghasilkan 1.027,4 ton ikan dengan nilai lebih dari Rp 5,5 miliar pada tahun 2000 (BPS, Dinas Perikanan dan Kelautan, 2001: Tabel 5.4.4). 5.4.3. Perburuan Binatang Masyarakat Dayak memiliki tradisi sangat tergantung dengan perburuan binatang liar sebagai sumber makanan. Ini mewakili sumber protein yang penting untuk orang di paling hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah. Yang paling penting adalah konsumsi babi hutan (Sus barbatus). Berdasarkan survey rumah tangga petani yang memburu babi (Rumah tangga Dayak), mengkonsumsi rata-rata 71,1 kilogram daging babi setiap tahunnya, atau 13,1 kilogran per orang. Perkiraan ini sangat dekat dengan 12 kilogram daging binatang buruan yang dikonsumsi per orang di Sarawak (Mac Kinnon et al., 1996:380). Total pemanenan tiap tahun di lokasi penelitian diperkirakan 38.920 babi, dengan nilai kira-kira Rp. 4,9 miliar. Bentuk lain binatang buruan juga dicatat selama survey termasuk Rusa, penyu sungai, monyet, dan musang, meskipun jenis lain juga diketahui dikonsumsi termasuk beruang madu dan orangutan. Nilai rata-rata pemanenan daging non-babi diperkirakan Rp 12 juta pertahun. Dengan demikian total nilai daging binatang buruan liar yang dipanen diperkirakan Rp 6,1 miliar. 5.4.4. Nilai Total Sumber Protein Hewani Perkiraan nilai total ternak dan sumber protein lain diperkirakan Rp 21,3 miliar. Perkiraan ini menggabungkan dengan kontribusi ternak per tahun, penangkapan ikan perairan darat, dan perburuan binatang liar, dan ditunjukkan dalam Tabel 5.7.

Page 32: Sumber Daya Air

Tabel 5.7 Nilai Sumber Protein Hewani Sumber Protein Nilai (Rp) Ternak 5,5 miliar Penangkapan ikan di perairan darat 9,7 miliar Perburuan binatang liar 6,1 miliar 5.5 Ringkasan: Nilai Ekonomi Air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah Sesuai dengan ToR penelitian ini, nilai ekonomi air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah setiap tahun diperkirakan Rp 48,2 miliar. Air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah dibutuhkan oleh lebih dari 21.000 rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan setiap hari untuk minum, mandi dan memasak. Seperti di beberapa tempat di Indonesia, pertanian adalah arus utama perekonomian lokal. Sungai Kelay dan Sungai Segah mengairi lebih dari 3.900 hektar produksi sawah dan sayuran, dan menyediakan air untuk ternak dan perikanan. DAS untuk ke dua sungai ini juga mendukung pertanian non-irigasi dan sumber binatang buruan di Berau. Tabel 5.8 memberikan ringkasan nilai ekonomi Sungai Kelay dan Sungai Segah. Tabel 5.8 Ringkasan Hasil Komponen Keuntungan per tahun/Nilai Ekonomi Keuntungan Total 86.791 orang dari 21.457 rumah tangga Nilai Konsumsi air rumah tangga Rp 432,2 juta Total Lahan Irigasi 3.949,2 hektar Nilai tanaman pertanian &perkebunan Rp 26,5 miliar Nilai ternak dan sumber protein Rp 21,3 miliar Dengan nilai tukar saat ini (US $1= Rp 8.575, Juni 2002), kontribusi setiap tahun setara dengan US $5,62 juta. Seperti dinyatakan sebelumnya, metodologi yang digunakan untuk mendapatkan perkiraan sengaja dilakukan secara kasar tapi dapat dipertahankan. Nilai Sungai Kelay dan Sungai Segah mungkin jauh lebih tinggi jika seandainya, seperti rute pengangkutan dimasukkan dalam rumus nilai sungai ini. Pada tahun 2000, 20,704 meter kubik papan, 741.675 meter kubik log, 4.738.851 ton batu bara, dan 18.678 ton kargo umum telah diangkut dan atau dibongkar dipelabutan Tanjung Redeb (BPS, 2001:125). Pelabuhan juga digunakan oleh 90.324 penumpang datang dan berangkat dari kota tersebut (BPS, 2001: 124). Karena pengangkutan bukan konsumsi langsung terhadap sumber daya air, itu tidak dimasukkan dalam bagian penaksiran. Bagaimanapun juga, kepentingan sungai-sungai ini untuk rute pengangkutan tidak boleh diabaikan.

Page 33: Sumber Daya Air

VI. NILAI PENGATURAN AREA BERHUTAN Perbukitan dan hutan Kabupaten Berau membentuk daerah hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah; dua sungai yang terbesar dan paling penting secara ekonomi di Berau. Kecepatan arus dan muatan sedimentasi dari sungai-sungai tersebut belum didokumentasikan secara baik; akan bermanfaat bagi TNC untuk membuat program monitoring untuk ke dua sungai tersebut, bersamaan dengan BAPELDA, sebagai bagian dari pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat. Bagian ini menguji dampak pengelolaan hutan di DAS Sungai Kelay dan Sungai Segah yang lebih besar melalui

• Pengaruh konversi hutan terhadap sedimentasi; dan • Pengaruh deforestasi terhadap kualitas air, Kecepatan arus, dan stabilitas aliran

yang tersedia untuk sistem pertanian. Pengaruh Konversi Hutan terhadap Sedimentasi Meluapnya air secara berkala dan erosi lereng adalah fenomena alam yang diperburuk oleh kegiatan manusia. Telah diperkirakan bahwa 30 % daratan Kalimantan mudah terjadi longsor, dengan zona yang paling kritis adalah area berbukit dan bergunung yang hutannya telah dibuka atau sebagian ditebang (Mac Kinnon, 1996:535). Dengan kebiasaan perladangan berpindah dan konversi hutan di kawasan berbukit di Berau, besar kemungkinan terjadi erosi ketika vegetasi penutup dibuang, terutama di lereng yang terjal. Penelitian yang dilakukan TNC di Taman Nasional Lore Lindu menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara pembukaan hutan dengan meningkatnya aliran permukaan, dan beban sedimentasi yang lebih berat terhadap sungai (Widjajanto, 2001). Ini juga tampak menjadi masalah di Sungai Kelay dan Sungai Segah. Laporan setempat, bahwa meningkatnya beban sediment berat di sungai telah diakibatkan dari kecepatan erosi lereng dari daerah tangkapan di bagian hulu sungai tersebut sebagai pengaruh kegiatan konversi hutan yang terakumulasi. Erosi dan hilangnya produktivitas lahan telah dilaporkan oleh masyarakat sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah. Erosi lahan produksi telah berdampak terhadap 19,6 % rumah tangga pedesaan. Informasi anekdot dari Dinas Perikanan dan Kelautan mengatakan bahwa dahulu sekitar dua puluh lima tahun lalu mungkin bisa melihat ikan di dasar Sungai Kelay dan Sungai Segah di Tanjung Redeb. Saat ini di tempat tersebut air sangat keruh dan visibilitasnya hampir 0 (V. Deschamps, komunikasi personal dengan Dinas Perikanan dan Kelautan, Mei 2002). Seperti disebutkan pada bagian 4.1.3, hutan alam yang sehat di Berau sedang dikonversi untuk kegunaan lain dengan laju yang sangat cepat, meningkatkan potensi untuk sedimentasi di sungai dekat lahan yang dikonversi. Tabel 6.1 menunjukkan bahwa potensi meningkatnya sedimentasi untuk kegiatan konversi hutan primer di Berau.

Page 34: Sumber Daya Air

Tabel 6.1 Pengaruh Konversi Hutan terhadap Sedimentasi Kegiatan konversi hutan Potensi meningkatnya sedimentasi Hutan alam menjadi lading 500 kali Hutan alam menjadi pertanian gilir balik 400 kali Hutan alam menjadi perkebunan 500-800 kali Hutan alam menjadi semak & padang rumput 300 kali Hutan alam menjadi hutan produksi (tebang bersih)

500 kali

Hutan alam menjadi hutan produksi (tebang pilih) 200 kali Hutan alam menjadi tanah pertanian gundul 1000 kali Sumber: MacKinnon et al., 1996:537 Antara tahun 1997 dan 2000, 130.145 hektar hutan Berau telah dikonversi menjadi kegunaan lain (BFMP, 2001). 63.651 hektar hutan sehat lain menjadi hutan yang terganggu selama periode yang sama (BFMP, 2001). Kecepatan konversi hutan dan resiko meningkatnya sedimentasi yang berasosiasi, merupakan ancaman yang potensial terhadap kesehatan Sungai Kelay dan Sungai Segah. Pengelolaan hutan yang kurang baik bersamaan dengan kondisi kering memiliki dampak utama terhadap hutan dan komunitas tumbuhan, dan bersamaan dengan dampak pembukaan hutan yang berkaitan dengan penebangan hutan, pertanian dan pemukiman, dapat mengakibatkan kebakaran hutan yang merupakan bencana. Deforestasi lahan yang tumpang tindih dengan timbunan batubara merupakan keprihatinan tersendiri. Kekeringan dan kebakaran hutan pada tahun 1982-1983 berdampak terhadap sekitar 3,6 juta hektar hutan di Kalimantan Timur, dan beberapa hektar di Sabah yang berdekatan (MacKinnon et al., 1996:340). Kebakaran hutan tahun 1997-1998 berdampak terhadap sekitar 5 juta hektar di seluruh Indonesia, termasuk 3,06 juta hektar di Kalimantan. Total nilai ekonomi kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran hutan 1997-1998 diperkirakan senilai US $ 4.47 miliar, yang kebanyakan terjadi di Indonesia (Glover dan Jessup, 1999:141). Telah diperkirakan Kalimantan kehilangan lebih dari 500.000 hektar hutan setiap tahunnya (MacKinnon et al.,1996:34), menunjukkan bahwa ancaman kebakaran hutan di Kalimantan Timur masih tetap ada. Sejauh ini kebakaran hutan belum berdampak besar terhadap rumah tangga pedesaan sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah. Hanya 4,6 % responden dari Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air melaporkan telah terpengaruh oleh kebakaran hutan setiap tahun, dengan insiden terbanyak terjadi dari kegiatan pertanian tebas bakar. 6.2 Pengaruh Deforestasi Terhadap Kualitas, Kecepatan arus dan Stabilitas Aliran yang Tersedia untuk Pertanian Penelitian terdahulu yang dilakukan TNC di Taman Nasional Lore Lindu menunjukkan bahwa hutan menyediakan keuntungan yang terukur melalui pengaturan Kecepatan arus dan muatan sedimentasi. Diperkirakan biaya pemeliharaan 1 hektar sistem irigasi pemerintah yang diakibatkan sedimentasi sekitar Rp 60.000 (ESG International, 2001:49). Biaya pemeliharaan lahan irigasi tradisional kira-kira 15 % dari kerja pemeliharaan sipil, atau sekitar Rp 9.000 per hektar. Dengan menggunakan gambaran ini, dapat ditaksir nilai perlindungan yang disediakan untuk sistem irigasi pertanian oleh

Page 35: Sumber Daya Air

area berhutan DAS Kelay dan Segah yang lebih besar kira-kira Rp 173 juta (2.715 hektar x Rp 60.000/hektar pada irigasi yang dibangun pemerintah, dan 1.234,2 x Rp 9.000/hektar pada irigasi tradisional). Ketika hutan alam dikonversi menjadi lahan pertanian, kemampuan agroekosistem untuk mendukung perkembangan biasanya kecil (MacKinnon et al., 1996:535). Konversi sering melibatkan biaya tersembunyi seperti:

• Hilangnya kesuburan tanah dengan cepat setelah penebangan hutan yang hanya dapat digantikan dengan investasi pemupukan;

• Hilangnya kelangsungan pemanenan hasil hutan; • Meningkatkan erosi tanah; dan • Pergeseran sistem hidrologi DAS

Kecepatan arus air yang tidak teratur mempengaruhi masyarakat pedesaan sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah. Berdasarkan data yang dihimpun dari Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air, 84% rumah tangga pedesaan sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah dipengaruhi oleh banjir paling sedikit satu kali setahun, dan 12,1% melaporkan masa-masa kekurangan suplai air. Kualitas air juga merupakan masalah penting, karena 40,8 % rumah tangga pedesan menyatakan air mereka kotor. Penyakit yang terkait dengan air, umum pada masyarakat di sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah; 81,4% rumah tangga pedesaan pernah menderita malaria paling sedikit satu kali setahun, dan 60,5% menderita diare. Meskipun kedua penyakit terjadi secara wajar, masyarakat lebih rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut pada keadaan kualitas air dan sanitasi dasar tidak tersedia. Masyarakat setempat sepanjang Sungai Kelay khawatir terhadap dampak potensial pada Kecepatan arus dan stabilitas yang mungkin diakibatkan oleh usulan dam PLTA Kelai-1 di hulu desa Long Duhung. Proyek infrastruktur ini diusulkan untuk menyediakan listrik untuk Tanjung Redeb, Samarinda dan Balikpapan, demikian juga sebagai sumber air minum bagi populasi yang sedang berkembang di Tanjung Redeb. Pengkajian teknis awal terhadap fasilitas telah dilakukan oleh konsultan, dan sedang dikaji oleh yang berwenang di Samarinda (V. Deschamps komunikasi pribadi dengan BAPPEDA, Mei 2002). Pejabat BAPPEDA di Tanjung Redeb menyatakan bahwa penelitian lebih lanjut akan dilaksanakan untuk menguji dampak lingkungan dan sosial dari pembangunan dan pengoperasian dam. Kesadaran terhadap resiko kesehatan akibat kegiatan penambangan emas skala besar harus dikembangkan pada masyarakat sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah. Sianida dan merkuri buangan dari kegiatan penambangan emas merupakan pencemar potensial yang dapat membahayakan kehidupan di air; ikan khususnya peka terhadap konsentrasi sianida yang rendah (MacKinnon et al., 1996:578). Limbah sianida dan merkuri yang dibuang dari ekstraksi emas ke anak sungai dan sungai berbahaya karena limbah ini bisa hanyut sampai ke tempat yang jauh dari sumbernya, atau menjadi bagian dari jaring-jaring makanan. Kangkung adalah sayur yang paling utama dalam diet masyarakat setempat, tetapi dapat tercemar karena menyerap merkuri dari badan air. Pada saat penelitian, ekstraksi emas dibatasi hanya mendulang sepanjang sungai oleh masyarakat Dayak setempat. Tidak semestinya diucapkan,

Page 36: Sumber Daya Air

meskipun demikian kegiatan skala besar nungkin tidak berkembang pada masa mendatang. Mungkin sekali, meningkatnya pembabatan hutan akan mengakibatkan meningkatnya keseringan banjir dan erosi, dan akan mengkibatkan dampak negatif terhadap sistem pertanian dan rumah tangga yang hidup di bagian hilir. Nilai perlindungan yang diberikan oleh hutan di DAS Kelay dan Segah yang lebih besar panting untuk menjaga viabilitas ekonomi sistem ini dan juga memastikan keamanan dan kesejahteraan orang yang tinggal di sana.

Page 37: Sumber Daya Air

VII. PRESENTASI MULTIPIHAK Presentasi kepada kelompok multipihak dilaksanakan di kantor BAPPEDA Tanjung Redeb pada tanggal 31 Mei 2002. Lebih dari 30 orang dari berbagai instansi pemerintah dan LSM menghadiri presentasi ini. Mereka meliputi wakil dari BAPPEDA, BAPELDA, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian dan Peternakan, PDAM Berau dan TNC. Presentasi ke dua dilaksanakan di Kantor Gubernur, Samarinda, pada 11 Juni 2002 kepada institusi tingkat propinsi. Metode dan hasil penelitian secara rinci dipresentasikan dalam kedua even tersebut. Laporan awal mengenai kesimpulan komponen lapangan penelitian ini diberikan kepada Program Manager TNC Kalimantan Timur.

Page 38: Sumber Daya Air

VIII. KEGIATAN PENELITIAN TAMBAHAN Hasil dari penelitian ini telah ditambahkan ke dalam kegiatan dan penelitian yang dpat dilaksanakan oleh TNC sebagai bagian dari upaya konservasi yang berhubungan dengan air di Berau dan seluruh Kalimantan Timur. Jika mungkin, agen dan organisasi mitra yang diidentifikasi akan memiliki pengembangan kapasitas TNC dan mitranya di Kalimantan Timur. Kegiatan dan penelitian tambahan yang direkomendasikan antara lain:

1. Bersama dengan BAPELDA, mengembangkan dan melaksanakan monitoringuntuk mengukur dan memperkirakan kecepatan arus dan sedimentasi sepanjang Sungai Kelay dan Segah dan anak-anak sungainya. Meskipun kecepatan arus pada semua susunan sungai pertama dan kedua pada mulanyatermasuk sebagai tugas dalam ToR untuk penelitian ini, melaksanakan tugas semacam ini dianggap tidak praktis karena waktu yang tersedia untuk penelitian pendek, banyaknya jumlah sungai kecil yang harus diukur, variasi fluktuasi sungai kecil sepanjang tahun.

2. Mempromosikan penggunaan sumber daya air yang bijaksana di Berau,

dengan tekanan pada masalah kualitas air dalam kaitan dengan konservasi hutan dan kesehatan manusia. Program penyuluhan harus dilaksankan dengan kelompok pihak berkepentingan dari masyarakat lokal, industri dan pemerintah. Mungkin mitra seperti CARE International, yang telah memiliki kantor lapangan di Tanjung Redeb.

3. Melaksanakan penelitian terhadap Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

pada masyarakat sekitar HPH di Berau untuk mengevaluasi dan memantau tingkat keuntungan social dan pengaruh keragaman hayati lokal. Format penelitian semacam itu ada dalam lampiran B.

4. Melaksanakan penelitian terhadap nilai sumber daya air di sungai Mahakan.

Penelitian yang diminta oleh pemeintah tingkat propinsi pada presentasi 11 Juni di Samarinda, akan memberikan alasan untuk memperluas kegiatan TNC ke seluruh propinsi Kalimantan Timur, dengan penekanan mempromosikan praktek pengelolaan hutan yang baik dan konservasi air di DAS Sungai Mahakam.

Page 39: Sumber Daya Air

IX. BIBLIOGRAFI

Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau. 2001. Berau Regency in Figure 2000. Central Board of Statistics of Berau Regency and Regional Development Planning Board of Berau Regency. Tanjung Redeb, East Kalimantan. 146 page.

Biro Pusat Statistik. 1996. Population of East Kalimantan: Result of the 1995 Intercensal

Population Survey. Series S2.21. C entral Beureau of statistic. Jakarta, Indonesia. 301 pages.

Cimmungs, F.Harry. 1997.”Logic Models, Logic Frameworks and Result-Based

Management: Contrast and Comparison. ”In Result-Based Performance Review and evaluation, Special Issue. Canadian Journal of Development Studies. Volume XVIII. University of Ottawa and the Canadian Association for the Study of International Development.pp.578-596.

Deschamps, Vincent. 2000. Biodiversity and Social Benefit in Community-Based Forest

Management: The Leuser Ecosystem, Indonesia. University of Guelph School of Rural Planning and Development. Guelph, Canada.184 pages.

Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi Kalimantan Timur. 2000. Laporan Tahunan:

2001. Pemerintah Kabupaten Berau. Tanjung Redeb, East Kalimantan .68 pages. ESG International. 2001. The Value of Water Resources in Lore Lindu National Park,

Central Sulawesi, Indonesia. Technical Report G1842. Guelph, Ontario. 54 pages.

Berau Forest Management Project. 2001. East Kalimantan Natural Resources Planning

and Management Project Financing Proposal. Annex 8:Project Identification and Mission Main Repport. October 2001.

Glover, David and Tomothy Jessup. 1999. Indonesia’s Fire and Haze: The Cost of

Catastrophe. Institute of Southeast Asian Studies. Singapore. 184 pages. MacKinnon, Kathy, Gusti Hatta, Hakimah Halim, and Arthur Mangalik. 1996. The

Ecology of Kalimantan, Indoensia Borneo. The Ecology of Indonesia Series Volume III. Periplus Editions. Hongkong. 872 pages.

Sawadago, Jean-Baptiste and Kathryn Dunlop. 1997.” Managing for Results with a

Dynamic Logical Framework Approach: From Project Design to Impact Measurement.” In Result-Based Performace Review and Evaluations, Special Issue. Canadian Journal of Development Studies. Volume XVIII. University of Ottawa and the Canadian Association for the Study of International Development. Pp. 597-612.

Widjajanto, Danang. 2001. Studi Air Di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (Dalam

Tinjauan Konservasi Tanah Dan Air). The Nature Conservancy unpublished report. Palu, 2001.198 pages.

Page 40: Sumber Daya Air

LAMPIRAN A SURVEY PRODUSEN PERTANIAN DAN PENGGUNA AIR

SURVEY PRODUSEN PERTANIAN DAN PENGGUNA AIR BERAU

Demografi 1. Desa mana tempat anda tinggal?_______________ 2. Ada berapa anggota dalam rumah tangga anda?____________ Penggunan air rumah tangga 3. Apa sumber air utama keluarga anda? 1Pipa 1Pompa 1Sumur 1Sumber air 1Sungai 1Hujan 1Botol 1Sumber lain 4. Sarana kakus apa yang digunkan di keluarga anda? 1Kakus pribadi 1Kakus bersama 1Jamban 1Semak 1Kolam 1Sungai 1lain 5. Rata-rata berapa liter air yang diperlukan setiap hari untuk semua kegiatan

keluarga (memasak, minum, mandi, mencuci pakaian, dll)?___________liter 6. Seberapa bersih air yang tersedia untuk anda? 1Sangat bersih 1agak bersih 1agak kotor 1sangat kotor 7. Pada tahun-tahun yang lalu, berapa kali keluarga anda terpengaruh oleh yang

berikut? Banjir_________ Erosi________ Kebakaran hutan_______ Malaria_________ Diare_______ Cacingan________ Kekeringan ____________ lain-lain _________

Page 41: Sumber Daya Air

8. Seberapa penting fungsi sungai, sungai kecil atau danau bagi anda untuk yang berikut?

Fungsi Kepentingan (tinggi, sedang, rendah)

Pengendali erosi

Minum dan masak

Pertanian dan irigasi

Mencuci dan mandi

Pengangkutan

Rekreasi

Menangkap ikan

Pengendali banjir

Lain-lain________ 9. Seberapa sering menggunakan sungai atau danau untuk kegiatan berikut? Sekali sehari Sekali seminggu Sekali sebulan Sekali setahun Pengangkutan

Rekreasi

Kegunaan lain

Produksi Pertanian 10. Berapa hektar lahan yang anda gunakan untuk produksi pertanian?________ 11. Berapa hektar yang diirigasi?_________

12. Berapa banyak waktu yang anda gunakan untuk berkebun, mencari ikan atau

mengumpulkan hasil hutan? A)___________jam per hari B)__________hari per minggu

Page 42: Sumber Daya Air

13. Kegiatan pertanian mana yang anda lakukan?

Produk Total

dihasilkan 1 tahun

% digunakan dl. Rumah

tangga

% dijual atau

barter Harga pasar

Lahan irigasi

digunakan (hektar)

Buah ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Cokelat ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Kelapa ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Kopi ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Merica ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Padi lading ______kilo Rp _______/kilo ________ha

Padi sawah ______kilo Rp _______/kilo ________ha

sayuran ______kilo Rp _______/kilo ________ha

14. Ternak apa yang anda miliki?

Ternak Jumlah Harga pasar Lahan irigasi digunakan Ayam ________ekor Rp__________/ekor _____________ha

Babi ________ekor Rp__________/ekor _____________ha

Itik ________ekor Rp__________/ekor _____________ha

Kambing ________ekor Rp__________/ekor _____________ha

Lembu ________ekor Rp__________/ekor _____________ha

Page 43: Sumber Daya Air

15.Hasil hutan apa yang anda ambil?

Produk Jumlah yang

diambil dalam setahun

% digunakan dalam rumah

tangga

% dijual atau barter Harga pasar

Gaharu ______kilo Rp________/kilo

Damar ______kilo Rp________/kilo Sarang burung ______kilo Rp________/kilo Ikan air tawar ______kilo Rp________/kilo Kayu ______kilo Rp________/kilo Madu ______kilo Rp________/kilo Babi hutan ______kilo Rp________/kilo Daging Non-babi

______kilo Rp________/kilo

Tumbuhan obat

_____tumbuhan Rp_____/tumbuhan

Rotan ______kilo Rp________/kilo

Page 44: Sumber Daya Air

LAMPIRAN B FORMAT PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

Kelebihan format ini untuk melaksanakan penelitian terhadap Pengelolaan Hutan Kemasyarakat di Berau menggunakan Logical Framework Analysis (LFA) sebagai bagian dari rancangan quasi-experimental, digunakan dalam penelitian perbandingan lokasi penelitian primer terhadap data dasar sosial ekonomi, demografi dan keragaman hayati dari tipe penggunaan lahan alternative demikian juga data regional dari Kabupaten (Berau) dan Propinsi (Kalimantan Timur). 1. Logical Framework Analysis Seperti zona penyangga pada kawasan dilindungi, hutan masyarakat dirancang untuk mengamankan keutuhan ekosistem di zona inti kawasan konservasi. Mengukur keberhasilan hutan masyarakat dalam mencapai tujuan ini dapat diukur melalui tiga sasaran:

a) Pengembangan dan komitmen jangka panjang terhadap kelestarian sistem Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan;

b) Menstabilkan atau mengurangi tingkat ketergantungan terhadap hasil hutan dari kawasan; dan,

c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Meskipun dua sasaran pertama mudah diterima dan diaplikasikan oleh pelaku konservasi keragaman hayati, pimpinan proyek dan pimpinan kawasan dilindungi, sasaran ke tiga masih diperdebatkan. Dalam banyak kasus, ‘meningkatkan’ diinterpretasikan sebagai membangkitkan keuntungan tambahan (lawan dari alternative) pada tingkat keuangan, dan diukur melalui hal demikian sebagai indicator kesejahteraan. Dari sudut pandang konservasi, prakarsa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dengan cara ini sering kontradiksi dengan fokus konservasi, dan prakarsa dapat mengalami kegagalan. Namun demikian jika kesejahteraan didefinisikan sebagai keuntungan yang diberikan terhadap masyarakat setempat melalui jasa yang berhubungan dengan ekosistem, dan prakarsa bertujuan untuk meningkatkan jasa ini, maka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat menjadi sasaran yang dapat dijalankan. Sebagai pengamanan, batas yang menentukan kesejahtraaan ini, dan inikator yang dikembangkan untuk mengukur, harus dipilih secara hati-hati dan obyektiv. LFA untuk menguji keutuhan ekosistem pada zona penyangga hutan kemasyarakatan ditampilkan dalam Table 1 pada halaman berikut. 2. Urutan Komponen LFA Urutan horizontal, seperti ditampilkan dalam kolom LFA, berkenaan dengan elemen utama: ringkasan narasi yang mendiskripsikan tingkatan proyek; Indikator verifikasi sasaran dari ke empat tingkatan proyek, dan alat verifikasi untuk pencapaian dari indikator-indikator tersebut. LFA juga mengidetifikasi asumsi penting yang mungkin mempengaruhi pencapaian hasil pada keempat tingkatan dan keseluruhan keberhasilan proyek atau program. Asumsi ini termasuk situasi di mana proyek

Page 45: Sumber Daya Air

dilaksanakan dan resiko yang mungkin terjadi terkait dengan situasi tersebut. Bagian ini memberikan diskripsi urutan vertikal dan horizontal yang diaplikasikan untuk LFA tingkatan proyek. Masukan (Tampilan 1 sampai 4) Urutan vertical: Daftar yang komprehensiv mendiskripsikan keadaan lingkungan social-ekonomi saat ini di Kabupaten dan tingkat masyarakat pengguna, demikian juga sasaran konservasi dari kawasan konservasi inti. Daftar mengkondisikan input setempat utama terhadap sistem, demikian juga memberikan dasar untuk membuat perbandingan dengan evaluasi berikutnya terhadap sistem yang sama. Urutan Horisontal: Menekankan pada tempat dalam memberikan bidikan tepat yang dengan mudah ditiru. Tergantung pada kajian literature dan wawancara dengan informan kunci dengan tujuan untuk membangun standarisasi pemahaman dalam merumuskan bidikan Hasil (tampilan 5 sampai 8) Urutan Vertikal: Hasil, utamanya mekanisme pengambilan keputusan, pola penggunaan lahan dan hasil kegiatan konsumtiv, dicapai melalui input oleh masyarakat setempat; rasa memiliki dan tanggung jawab terjamin. Rangkaian hasil yang terintegarasi membentuk kengkan kerja untuk sistem Hutan kemasyarakatan, yang mengisi sasaran untuk tingkat berikutnya. Urutan horizontal: Kesempatan di alam dan skop kegiatan konsumtiv diukur secara individual dan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang lebih besar. Lagi, membantu penghitungan dasar keuntungan adalah alat utama pengukuran. Sasaran (tampilan 9 sampai 12) Urutan vertical: Sasaran mengisi tujuan dengan memfokuskan pada sasaran bedasar pendapatan utama dengan melibatkan masyarakat. Sasaran tersebut tidak berubah di lingkungan alam secara langsung, tetapi melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk mencapainya. Ini memperkuat konsep tentang memasukkan kegiatan manusia sebagai bagian dari ekosistem. Urutan Horisontal: Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan bergantung pada bagaimana masyarakat menentukan dan mengukur sasaran mereka sendiri. Ini dipenuhi melalui pengembangan dan pengukuran indikator biotik (misalnya konsumsi) dan abiotik (misalnya ketergantungan, kesejahteraan). Juga bertujuan mengkondisikan

Page 46: Sumber Daya Air

kesejahteraan masyarakat dalam hubuingan dengan area administrasi yang lebih luas dan prakarsa zona penyangga alternativ. Tujuan (tampilan 13 sampai 16) Urutan vertical: Hutan masyarakat adalah salah satu tipe hutan di dekat area yang penting untuk konservasi, yang dapat berupa perkebunan dan hutan produksi. Meskipun tidak tampak dalam LFA, hutan masyarakat berkontribusi kepada jaringan tipe hutan pada skala yang lebih besar yang memberikan sumbangan terhadap konservasi di Berau. Urutan horisontal: Tujuan berisi bias konservasi yang kuat seluruhnya. Dengan demikian menyertakan kegiatan manusia sebagai bagian dari fungsi ekosistem dan pengetahuan lokal sebagai alat verifikasi dan monitoring. Masyarakat biasanya tidak beroperasi pada tingkat ini, karena kebutuhan primer mereka biasanya terpenuhi dengan memulai pendapatan pada tingkat sasaran. 3. Indikator Sejumlah indicator telah diadaptasikan dari ‘Paduan Pemantauan dan Evaluasi untuk proyek Keragaman hayati’ The Global Environment Facility’s (World Bank unpublished report, 1998) untuk digunakan pada LFA. Seperti dikemukakan pada kolom kedua LFA, indicator verifikasi sasaran yang digunakan dalam evaluasi ini ditentukan sebagai berikut: Populasi: Populasi dan kepadatan penting dalam menghitung potensi

tekanan manusia terhadap hutan. Pertumbuhan penduduk yang cepat sering berasosiasi dengan hilangnya keragaman hayati.

Profil Demografi: Struktur demografi penting dalam menguji karakter populasi. Indikator Kesejahteraan: Meskipun beberapa indicator kekayaan ‘tradisional’ akan

dimasukkan, tekanan diberikan kepada indicator yang menyajikan pilihan bagi pengguna untuk memilih antara produk lokal dan produk pabrik.

Pengguna sumberdaya: Jumlah pengguna sumber daya memberikan perkiraan yang

lebih akurat akan tekanan manusia terhadpa hutan. Jumlah pengguna sumber daya pada waktu tertentu juga akan menentukan jumlah sample mewakili dalam survey yang akan dilaksanakan, demikian juga mengembangkan penggandaan yang digunakan dalam penghitungan total konsumsi oleh pengguna sumber daya.

Pengguna setempat/luar: Perbandingan consumen setempat: luar menunjukkan permintaan sumber untuk hasil hutan.

Page 47: Sumber Daya Air

Batas: Batas lokasi area konservasi inti dan zona penyangga mewakili batas fisik definitive untuk kegiatan Pengelolaan hutan kemasyarakatan. Meskipun cirri ini masih tetap, perbatasan dapat berubah berdasatrkan waktu untuk merefleksikan kondisi lapangan yang lebih tepat.

Indikator Output Pada tingkat ini, indicator digunakan untuk membuat kategori dan diskripsi singkat sifat komponen Hutan Kemasyarakatan. Data untuk indikator ini dikumpulkan melalui wawancara dengan informan kunci, antara lain:pemimpin kampung, pimpinan proyek dan pegiat proyek konservasi dan pembangunan terpadu. Pembuat keputusan: Kehadiran pembuat keputusan/mekanisme pengelolaan yang

ada telah mapan dan struktur terdiskripsi, termasuk peran penting Adat. Kecepatan kecocokan terhadap sistem telah diukur melalui jumlah pelanggaran yang terjadi setiap tahunnya.

Zona Hutan: Definisi jumlah dan tipe zona hutan dalam sistem hutan kerakyatan. Lokasi zona-zona tersebut dipetakan untuk digunakan selama pengumpulan data indicator sasaran dan tujuan.

Tipe Kegiatan: Daftar yang komprehensiv dan diskripsi tipe-tipe kegiatan hutan

kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat pengguna sumber daya pada zona hutan. Daftar ini juga digunakan sebagai bagian dari Survey pengguns sumber daya.

Indikator Sasaran Indikator pada tingkat ini bertujuan untuk menguji keberlanjutan sistem hutan kemasyarakatan, dengan mendirikan tingkat konsumsi sumber daya pada zona-zona hutan, keuntungan yang dihasilkan, ketergantungan terhadap produk konsumsi ini dan tingkat kesejahteraan masyarakat tingkat rumah tangga. Mengukur pengaruh kegiatan konsumsi terhadap keragaman hayati yang spesifik rumit dan memakan waktu; menggabungkan serangkaian kegiatan dengan mengukur perubahan pada mereka dari waktu ke waktu memberikan indicator yang relativ akurat terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan yang diterapkan. Data untuk indicator ini dikumpulkan melalui penerapan survey pengguna sumber daya, menggunakan sample yang mewakili diambil dari masyarakat tuan rumah. Indikator Konsumsi Sumber Daya Tingkat konsumsi: Frekuensi, durasi, distribusi dan besarnya konsumsi oleh rumah

tangga pengguna di hutan. Frekwensi diukur dengan jumlah hari per minggu yang digunakan untuk melakukan kegiatan di hutan. Durasi diukur dari berapa juam yang digunakan per perjalanan . Distribusi diukur dari area hutan yang dijelajah selama satu tahun. Besarnya mengukur seberapa luas kegiatan hutan kemasyarakatan dilakukan oleh anggota masyarakat.

Page 48: Sumber Daya Air

Keuntungan diperoleh: Keuntungan diperoleh dari kegiatan hutan kemasyarakatan diukur melalui profil sebuah kegiatan, yang meliputi tipe kegiatan, zona hutan di mana kegiatan dilaksanakan, pendapatan dicapai per kegiatan per tahun dan proporsi hasil panen digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga atau dijual untuk mendapat keuntungan. Dari sample yang mewakili, penggandaan di terapkan untuk menghitung total konsumsi oleh seluruh masyarakat.

Indikator ketergantungan Persen pendapatan: Proporsi total pendapatan rumah tangga yang dihasilkan dari

kegiatan hutan kemasyarakatan membantu dalam menentukan tingkat ketergantungan terhadap hasil hutan pada tingkat rumah tangga.

Indikator peningkatan Indikator kejadian: frekwensi kejadian tertentu membantu menentukan tingkat

kesejahteraan pada masyarakat, pada tingkat rumah tangga. Indikator Tujuan Indikator keragaman hayati Tingkat ini terutama berkaitan dengan keberlanjutan keragaman hayati dalam batas hutan kemasyarakatan. Jenis kunci dan jenis lain yang penting dalan area penelitian diikutsertakan, karena perubahan jumlah dan distribusi mereka dapat membantu dalam mengukur tekanan terhadap ekosistem. Data untuk indikator ini dikumpulkan melalui penerapan pengguna survey sumber daya, menggunakan sample yang mewakili, diambil dari setempat dan pengamatan personal. Jenis kunci: Frekwensi pengamatan oleh pengguna sumber daya terhadap jenis kunci

dan jenis satwa liar penting di zona hutan. 4. Pembatasan dan Perbatasan LFA Seperti disampaikan di sini, LFA adalah yang paling tepat untuk mengukur keefektifan dan efisiensi hutan kemasyarakatan, tetapi dapat juga diterapkan pada zona hutan lain, tidak kecuali di hutan perkebunan. Potensi untuk mengumpulkan data kuantitatif penting. LFA juga bisa diterapkan dalam mengukur jangkauan dan keseimbangan karena bias konservasi zona hutan yang kuat, dan kecenderungan untuk mengalamatkan masalah pada area yang lebih miskin semacam ini dipengaruhi oleh pengambilan hasil hutan secara berlebihan. Lagi, peringatan harus digunakan ketika usaha/percobaan untuk menentukan dan menilai keuntungan masyarakat setempat; indikator harus punya hubungan yang jelas terhadap jasa ekosistem yang diberikan.

Page 49: Sumber Daya Air

Tabel 3.1.Logical Framework Aanalysis untuk Penelitian Sumber Daya Air Berau Ringkasan Narasi Indikator Verifikasi Sasaran Alat Verifikasi Asumsi penting

Tampilan 13: Tujuan Tampilan 14: Indikator Tujuan Tampilan 15: Pengukuran Tujuan

Tampilan 16: Asumsi Tujuan

Nilai total air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah

Total keuntungan dihasilkan dari konsumsi berbasis air dan pembangunan

Analisa data primer dan sekunder

Tidak ada data overlap antara system sungai

Tampilan 9: Sasaran Tampilan 10: Indikator Sasaran

Tampilan 11: Pengukuran Sasaran

Tampulan 12: Asusmsi Sasaran

Konsumsi Rumah tangga dan nilai air dari Sungai Kelay dan Sungai Segah

Populasi pada masyarakatyagn diuntungkan

Irigasi oleh Sungai Kelay dan Sungai Segah

Total hektar lahan irigasi

Produksi pertanian sepanjang Sungia Kelay dan Sungai Segah

Tingkat produksi pertanian Nilai ekonomi produksi

Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air

Konsumsi tingkat rumah tangga, produksi pertanian dan sumber protein relativ seragam di seluruh lokasi penelitian

Sumber protein hewani sepanjang Sungai Kelay dan Sungai Segah

Tingkat kualitas air Kecepatan arus Stabilitas arus untuk system pertanian

Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air Observasi lapangan

Dampak deforestasi tersebar merata seluruh lokasi penelitian

Pengaturan air oleh area berhutan di DAS Kelay dan Segah

Tingkat sedimentasi di sungai Survey Produsen Pertanian dan Pengguna Air Observasi lapangan

Penyebab sedimentasi teridentifikasi

Tampilan 5: Output Tampilan 6: Indikator Output Tampilan 7: Pengukuran Output

Tampilan 8:Asumsi Output

Sistem Pertanian Inventris jenis produk pertanian, termasuk perkebunan, ternak, pertanian irigasi dan non-irigasi, dan kecepatan produksi di Berau

Data sekunder dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan peternakan

Sistem penangkapan ikan di Kecepatan pemanenan di Data sekunder dari Dinas

Gambaran produksi komprehensif, akurat dan memasukkan kegiatan berbasis kampung

Page 50: Sumber Daya Air

daratan Berau Perikanan dan Kelautan Sistem Industri Tingkat penggunaan sungai

untuk pengangkutan Data sekunder dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan koperasi, Dinas Kehutanan/BFMP, Dinas Pertambangan dan Energi

Inventaris kegiatan industri komprehensiv

Sistem air kota Harga air terjaga per tahun Harga per unit air disediakan

Data sekunder dari PDAM Berau

Nilai unit air pada masyarakat pedesaan setara dengan harga PDAM

Infastruktur yang berhubungan dengan air

Inventaris dan nilai proyek infrastruktur

Kajian rencana irigasi BAPPEDA Data sekunder dari Dinas Pekerjaan Umum

Sistem irigasi pemerintah dan tradisional tidak tergantung

Tampilan 1: Input Tampilan2: Indikator Input Tampilan 3:Pengukuran Input Tampilan 4: Asumsi Input Sumber daya air di Berau Curah hujan, topografi dan

tangkapan sungia Kajian literatur dan kunjungan lapangan

Informasi akurat dengan kondisi sekarang

Kondisi Sosial ekonomi di Berau

Populasi di sekitar Sungai Kelay dan Sungai Segah

Kajian data sensus & data demografi TNC

Data tersedia, terkini dan akurat