Sumber Berita Hal. Kol. mpasiana ...drive.batan.go.id/gunber/2015/2015-07-10 www...Hampir semua...
Transcript of Sumber Berita Hal. Kol. mpasiana ...drive.batan.go.id/gunber/2015/2015-07-10 www...Hampir semua...
Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A
Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional
GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/07/2015
Hari, tanggal Jumat, 10 Juli 2015
Sumber Berita http://linkis.com/www.kompasiana.com/b/anjtw
Hal. Kol.
Copy dikirim kepada Yth.: 1. Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir 2. Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir 3. Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir
Jakarta, Juli 2015 Bagian Humas,
Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama
4. Sekretariat Utama 5. BGAC-melalui PAIR
Thorium : Sebuah Revolusi Energi
Bayangkan bola dalam genggaman tangan seperti gambar di atas dapat memberikan listrik untuk rumah
anda selama 100 tahun lebih atau sebesar bola basket dapat mengaliri Listrik sebuah Kota selama
setahun atau bahkan sebuah mobil Listrik yang tidak perlu mengisi Listrik seumur Hidup anda memilki
mobil tersebut. Ini semua bukanlah bagian dari fantasi sebuah film Hollywood tetapi akan menjadi
kenyataan dalam 5 – 10 tahun lagi.
Bahan bakar yang kami maksud adalah Thorium yang memilki densitas energi terpadat sehingga 1 ton
Thorium yang hanya sebesar bola basket dapat menjadi bahan bakar pembangkit listrik berdaya 1000
MW selama 1 tahun. Bandingkan dengan uranium yang membutuhkan 200 ton atau batubara yang
membutuhkan 3,5 juta ton. - dan yang lebih menggembirakan bahwa indonesia memilki Cadangan
Thorium untuk 1000 tahun.
Revolusi energi berikutnya adalah Thorium, sebuah sumber energi yang bersih, tidak mengeluarkan emisi
apapun dan karena densitas energi yang sangat tinggi maka energi yang dihasilkan sangat murah.
Thorium akan mengakhiri pengunaan bahan bakar minyak selamanya karena di masa depan kendaraan,
kapal laut bahkan pesawat terbang dapat memakai Thorium sebagai bahan bakar.
Berakhir sudah tarif listrik PLN yang setiap tahun naik terus, karena tarif listrik dapat turun lebih dari 30%
dan tidak akan naik selama anda hidup.
Ini semua bukan fantasi tapi akan menjadi kenyataan dalam waktu kurang dari 10 tahun dari sekarang.
Apakah Thorium ?
Thorium adalah sebuah unsur kimia dengan no 90 yang mempunyai sifat radioaktif yang dapat dipakai
sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Tidak seperti Uranium yang terbilang langka, Thorium terdapat dalam
jumlah cukup banyak di dalam bumi di banding emas, perak, dan timah hampir di setiap negara di dunia
terdapat Thorium.
Di Indonesia, Thorium dapat di temukan di Bangka Belitung sebagai ikutan timah dan menurut Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN) ada sekitar 121.500 ton cadangan Thorium di Babel (hanya Babel belum
seluruh Indonesia) yang dapat memberikan daya 121 Gigawatt selama 1000 tahun (saat ini total produksi
listrik Indonesia masih di bawah 40 Gigawatt). – Bicara tentang kemandirian energi dan ketahanan energi
inilah jawabannya bukan batubara yang akan habis dalam 20 tahun atau gas yang akan habis dalam 38
tahun.
Sejarah Thorium
Hampir semua bahan bakar PLTN di dunia adalah Uranium dalam bentuk padat dengan pendingin air
atau yang disebut Light Water Reactor (LWR) yang memiliki 3 variant yang disebut : Pressurised Water
Reactor (PWR), Boiling Water Reactor (BWR) dan Super Critical Water Reactor (SCWR) – PWR dan
BWR adalah yang terbanyak di pakai di dunia.
Sejak awal penelitian Nuklir selalu di danai oleh militer, sejak Manhattan Project yang menciptakan bom
atom Hiroshima-Nagasaki, karenakan kebutuhan untuk menciptakan bom nuklir yang lebih dahsyat dan
unsur terpenting adalah Plutonium yang tidak di dapat di alam hanya didapat melalui proses fisi nuklir --
jadi sesungguhnya reaktor LWR hanyalah sebuah pabrik plutonium terselubung. Sebagai contoh 1000
MW reaktor PWR menghasilkan sekitar 230 kg/tahun Plutonium yang cukup untuk membuat 30 bom
atom skala Hiroshima.
Adalah Dr Alvin Weinberger, salah satu anggota Manhattan Projectyang mengusulkan
mempergunakan Thorium sebagai bahan bakar reaktor daya sipil (PLTN) yang memiliki efisiensi lebih
dari 90% dibanding uranium yang hanya dibawah 3% ditambah reaksi fisi thorium tidak menghasilkan
Plutonium sehingga lebih aman tetapi ternyata hal ini justru yang tidak membuat Thorium menarik bagi
pihak militer yang masih membiayai riset nuklir saat itu sehingga penelitian Thorium di hentikan pada
tahun 1969.
Pada saat riset thorium di hentikan, Weinberger telah menciptakan sebuah reaktor khusus sipil yang
bukan LWR yang telah beroperasi selama 20,000 jam tanpa masalah. Reaktor ini disebut Molten Salt
Reactor(MSR) karena mempergunakan pendingin garam cair dan bahan bakar cair yang sangat cocok
untuk thorium.
Sejak itu berkakhirlah pamor Thorium/MSR sampai tidak pernah lagi ada pembahasan MSR
dalam dunia fisika nuklir sampai kejadian setelah Fukushima pada tahun 2011 para ahli nuklir
mulai mengkaji ulang desain reaktor pendingin air dan berbahan bakar padat. Pemikiran untuk
memakai bahan bakar cair mulai muncul kembali dan tentunya salah satu yang sudah terbukti
adalah MSR.
Beberapa keunggulan TMSR vs LWR
Walaupun desain MSR selama lebih dari 50 tahun tidak ada yang melirik tetapi ketika pada tahun
2000 berbagai ahli dan pelaku industri nuklir berkumpul untuk membahas desain reaktor nuklir
generasi ke IV dan MSR terpilih sebagai salah satu dari 6 reaktor yang di setujui sebagai reactor
generasi ke IV yang handal dan satu-satunya yang sudah terbukti.
Beberapa keunggulan MSR dengan bahan bakar thorium dan garam cair (TMSR) dibanding reaktor
LWR pada umumnya antara lain :
Reaksi fisi TMSR terjadi dalam tekanan normal (1 ATM) sehingga tidak membutuhkan struktur
pelindung yang berat sehingga tidak akan menimbulkan ledakan bila terjadi kebocoran seperti pada
LWR - Bandingkan dengan tekanan pada reaktor LWR yang pada tekanan 144 ATM atau setara
seperti kedalam 1,5 km di dalam laut. Beton pelindungnya saja setebal 1,5 meter.
TMSR mengkonsumsi lebih dari 90% bahan bakar dibanding LWR yang hanya 3% sehingga sisa
limbah radioaktif sangat kecil dengan tingkat radioaktif jauh lebih kecil di banding Uranium dan
Plutonium dan limbah tersebut dapat di campur lagi sebagai bahan bakar TSMR – Sebagai
perbandingan 1000 MW PLTN LWR menghasilkan limbah 35 ton sementara TSMR hanya 170 Kg.
Menghasilkan panas yang lebih tinggi di banding LWR sehingga menghasilkan efisiensi konversi
energi dari panas ke listrik yang jauh lebih baik dari batubara, gas ataupun LWR.
Reaksi fisi dapat berhenti dalam sekejap (dalam hitungan menit) tanpa adanya decay heat yang
berkepanjangan tidak seperti LWR bahkan setelah control rod dimasukan untuk menghentikan
reaksi fisi tetapi decay heat pada tempratur 900 C masih tetap berlangsung yang menyebabkan
akumulasi gas Hidrogen dapat menyebabkan terjadi meltdown dan ledakan yang meruntuhkan
struktur pelindung -- seperti kasus Fukushima.
Ketika terjadi hilangnya listrik atau bencana lainnya maka garam cair akan meluncur ke tempat
penampungan di bawah tanah secara otomatis tanpa bantuan listrik atau manusia secara gravitasi
dan karena tidak adanya pemanasan maka dalam waktu singkat garam cair akan mengeras menjadi
kristal sehingga aman. – TMSR dapat dikatakan Anti-Meltdown -- hal inilah yang di sebut “passive
safety” atau “walk away safety” yang hampir menjadi kriteria utama semua jenis reaktor generasi ke
IV, tentunya bagi jenis LWR hal ini sangat sulit di laksanakan dengan mudah, karena prinsip LWR
adalah pendingin air, maka untuk melaksanakan fungsinya pompa air harus bekerja.
TMSR memilki desain reaktor paling sederhana dengan bahan bakar cair membuat reaktor dapat di
buat kecil dengan daya kecil seperti 25 MW yang tidak mungkin di lakukan oleh reaktor LWR
konvensional. Hal ini membuat TSMR sangat ideal untuk negara-negara berkembang yang
konsumsi listrik masih rendah atau di Indonesia bagian Timur yang konsumsi listrik tidak terlalu
tinggi. Karena TSMR tidak memakai air sebagai pendingin maka TMSR tidak harus di bangun di
pinggir laut atau sungai karena tidak membutuhkan air dalam jumlah besar, sehingga dapat di
posisikan di tengah daratan seperti wilayah Kalimantan Tengah atau di perbatasan Kalimantan.
Mungkin salah satu keunggulan TMSR yang pastinya akan di sukai oleh PLN adalah Load
Following karena bahan bakarnya cair maka daya yang di hasilkan dapat di naikan dan di turunkan
dalam waktu cepat. Hal ini berguna khususnya pada waktu-waktu beban puncak yang biasanya hanya
berlangsung tidak lebih dari 2 jam. Sebagian besar pembangkit listrik PLN adalah base load (PLTU
dan PLTA) dimana sulit untuk menaikan dan menurunkan daya dengan cepat sehingga PLN harus
memakai pembangkit listrik seperti Genset diesel atau Gas yang biayanya mahal untuk mensuplai
daya pada beban puncak – Artinya TMSR memiliki kemapuan base load dan load following yang tidak
di miliki oleh jenis reaktor bahan bakar pada seperti LWR dan HTGR.
Salah satu keunggulan yang terpenting adalah keekonomisan yang tinggi. Karena desain TMSR
adalah desain reaktor yang paling sederhana sehingga kontruksi dapat di lakukan secara fabrikasi di
pabrik dan di rakit dilokasi membuat biaya pembangunan menjadi murah bahkan lebih murah dari
PLTU di perkirakan rata-rata dibawah USD 2,5 Juta per MW bandingkan dengan LWR yang di kisaran
7 – 8 Juta per MW . Di karenakan harga thorium sangat murah dan efisiensi yang tinggi maka biaya
produksi listrik TMSR tidak akan lebih dari USD 3 sen/kwh, sementara rata-rata biaya produksi listrik
PLN saat ini di atas 10 – 12 sen dan tarif listrik di kisaran 9 sen maka dari tahun ke tahun subsidi listrik
naik terus dan mungkin dapat membuat PLN menjadi untung karena selama rugi terus – Bayangkan
pemerintah tidak perlu lagi mensubsidi PLN bahkan tarif listrik mungkin dapat turun.
Walaupun perusahaan Nuklir besar yang membangun PLTN saat ini mencoba mendesain generasi
berikut reaktor jenis PWR dengan beberapa fitur pasive safety, modularity dan keekonomisan yang
lebih tinggi seperti , AP1000 (Westinghouse), Areva EPR (Areva), ACP 100 (CNNC china), Korea
SMART, NuSclae (NuScale), M-Power (Babcock & Wilcox), dan banyak lagi, tetapi tetap pada akhirnya
tidak dapat menandingi TMSR dari sisi keselamatan dan keekonomisan - TMSR akan menjadi reaktor
yang termurah biayanya.
Analoginya adalah ketika tahun 80'an pertama muncul Personal Computer dan saat itu ada berbagai
jenis operating sistem yang meniru Microsoft DOS dan ada yang lain sama sekali seperti Apple, bahkan
ketika Microsoft merelis windows pada tahun 1985 banyak yang mencemooh termasuk Apple tapi 10
tahun kemudian Windows menguasai 90% pasar operating system termasuk apple akhirnya menyerah
dan membiarkan aplikasi Windows dapat di pakai di Mac OS. -- Saya yakin hal yang sama akan terjadi
dengan reaktor nuklir. Paska beroperasinya TMSR pada 2020 tidak akan ada lagi pihak yang akan
membangun reaktor yang bukan TMSR dan tidak ada lagi yang akan memakai Uranium sebagai bahan
bakar hanya akan ada 2 pilihan : Thorium atau Limbah Nuklir.
Perkembangan TMSR saat ini
Sejak terjadinya Fukushima pembahasan tentang TMSR mulai hidup kembali bahkan sebuah forum
International, International Thorium Energy Organisation sudah di bentuk dan melakukan konprensi
internasional, International Thorium Energy Confenrences (IThEC) setiap tahun sejak 2010. Bahkan
Sekjen Badan Dunia Energi Nuklir, IAEA,Hans Blix dan Carlo Rubbia, pemenang Hadiah Nobel Fisika
dan juga menjabat Direktur CERN yang keduanya hadir sebagai pembicara pada IThEC 2013 untuk
memberikan dukungan terhadap Thorium yang di sampaikan sebagai sumber energi masa depan --
Hadirnya kedua tokoh Nuklir yang terpandang tersebut menunjukan bahwa Thorium Energy bukanlah
lagi sebuah wacana tetapi merupakan sebuah realita yang akan terjadi dalam waktu dekat. (interview
Hans Blix tentang Thorium Energy dan Presentasi Carlo Rubbia pada IThEO 2013 dapat di lihat dengan
mengklik namanya di atas)
China dan India menjadikan TMSR menjadi program energi nasional danberlomba untuk menjadi yang
pertama. China telah menunjuk Chinese Acedemy of Scince (CAS) sebagai pimpinan proyek TMSR.
Ambisi China menjadi negara pertama yang mengoperasikan TSMR secara komersial, target mereka
pada tahun 2020 TSMR dengan daya listrik 100 MW sudah dapat beroperasi dan 1000 MW pada 2030.
Komitmen China untuk merealisasikan ambisi tersebut jelas terlihat. Pada tahun 2011 CAS di berikan
anggaran USD 350 Juta sebagai anggaran tahap awal dengan komitmen USD 1 Milyar selama 5 tahun
dan CAS sampai saat ini telah merekrut lebih dari 300 Sarjana S3 dalam berbagai bidang. CAS juga telah
melakukan kerjasama dengan Oak Ridge National Laboratory tempat di mana MSR pertama di buat dan
Fakultas Tehnik Nuklir MIT. – Jelas dengan komitmen yang tinggi seperti ini Kami yakin China akan
berhasil mengoperasikan TMSR pertama sebelum 2020.
Ada sekitar 25 perusahaan 12 negara di Dunia yang saat ini melakukan pengembangan TMSR termasuk
China dan India tetapi sebagian besar adalah dibiayai oleh Swasta, hanya China dan India yang menjadi
program Nasional. Salah satunya adalah Terrapower yang biayai oleh Bill Gates, pendiri Microsoft.
Gates menghabiskan lebih dari 10 tahun dan hampir USD 10 Milyar untuk membiayai berbagai teknologi
energi bersih mulai dari teknologi baterai, Photovoltaic sampai Reaktor Nuklir dengan tujuan untuk
membantu negara-negara terkebelakang seperti di Afrika untuk mendapatkan listrik murah dan bersih
untuk mengangkat negara tersebut dari kemiskinan.
Ketika pada akhirnya ia memilih Reaktor Nuklir variant MSR yang diberi nama Travelling Wave Reactor
(TWR) yang mempergunakan bahan bakar limbah nuklir cair – Hal ini membuktikan bahwa TSMR adalah
sumber energi masa depan -- Tentunya sebagai seorang derwawan dan pendukung gerakan hijau Gates
pastinya sudah mempertimbangkannya dengan matang sampai akhirnya memilih TMSR.
Pola bisnis mempergunakan limbah nuklir yang menjadi masalah bagi negara-negara nuklir sebagai
bahan bakar MSR bukan hanya di lakukan oleh Terrapower tetapi berapa perusahaan lainnya. –
Sehinggga MSR dapat menjadi solusi bagi industri Nuklir yang selama ini tidak ada jalan keluar selain
di simpan dalam bunker di dalam tanah.
Ketika China pada tahun 2020 mengoperasikan TSMR maka saat itu adalah hari kematian energi
fossil, seperti batubara, minyak bumi, gas bumi bahkan Jenis reaktor turunan LWR lainnya tidak akan
ada yang memakai lagi. Karena dari sisi keekonomisan jelas tidak akan tertandingi dari jenis
pembangkitan energi lainnya sampai mungkin teknologi Cold Fusion muncul.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Di Indonesia, tidak banyak ahli Nuklir yang menyadari tentang TMSR. Bahkan ESDM dan BATAN
dalam Buku Putih PLTN 5000 MW, menargetkan Indonesia akan mengoperasikan PLTN pertama
pada 2030 dengan pilihan Pressurised Water Reactor (PWR) -- yang harus di ingat adalah Buku Putih
tersbut adalah perencanaan 15 tahun dari sekarang yang mana saat itu PWR sudah menjadi teknologi
usang (apalagi isu proliferasi yang bertambah kuat - PWR menghasilkan Plutonium) yang tidak akan
lagi dipakai setelah kemunculan MSR atau reaktor generasi ke IV lainnya.
Seharus sebuah perencanaan jangka panjang di atas 5 tahun tidak saja melihat teknologi apa yang
ada sekarang tetapi mempertimbangkan apa yang sedang dalam pengembangan. -- Ingat hanya di
butuhkan waktu 10 tahun untuk teknologi seluler menggantikan dominasi fixed line telephone dan 5
tahun kemudian seluler dapat mengakses internet -- Bila saja pihak Telkom berpikir seperti ESDM dan
BATAN dan tidak mendirikan PT Telkomsel pada tahun 1995 ketika seluler baru saja muncul, sangat
mungkin saat ini PT Telkom sudah bangkrut. Karena faktanya Income terbesar PT Telkom adalah dari
Telkomsel.
Dari sisi bahan bakar menurut data BATAN sendiri dalam Buku Putih PLTN, Indonesia hanya memiliki
Cadangan Uranium 63.000 ton yang hanya cukup untuk 7 PLTN berdaya 1000 MW selama 40 tahun –
sementara di buku yang sama BATAN menulis bahawa cadangan Thorium ada sekitar 121.500 (1
ton/tahun untuk 1000 MW) artinya cukup untuk 121 PLTN TMSR berdaya 1000 MW selama 1000
tahun. – Jelas thorium adalah pilihan yang rasional di banding Uranium.
Dari sisi keekonomisan BATAN dan ESDM masih menghitung biaya pembangunan PLTN pada
kisaran USD 7 Juta/ MW padahal dalam dokumen IAEA tentang Small-Modular-Reactor (SMR), di
perkirankan reaktor generasi IV SMR akan di desain dengan target biaya di kisaran USD 3 juta / MW.
Karena ketidaktahuan tentang adanya teknologi Nukir yang jauh lebih aman dibanding LWR maka
Dewan Energi Nasional (DEN) dalam dokumen Kebijakan Energi Nasional menempatkan Nuklir
sebagai opsi terakhir. – Hal ini karena kekuatiran terhadap : Kecelakan (meltdown) dan radiasi yang
sesungguhnya lebih banyak isu daripada faktanya, seperti pernah saya tulis dalam tulisan saya
sebelumnya PLTN antara isu dan fakta. Tapi sayang dari pihak BATAN maupun ESDM tidak ada
yang memberikan keterangan pembelaan terhadap PLTN sehingga kalimat "opsi terakhir" masuk
dalam dokumen Kebijakan Energi Nasional.
Pada tahun 2030 China dan India sudah mulai akan mengoperasikan TMSR 1000 MW dan pada saat
itu sangat mungkin China akan sudah akan menjual TSMR ke Indonesia dengan harga murah -- Bila
Indonesia ingin memiliki kemandirian energi melalui penguasaan teknologi nuklir inilah saatnya
sebagaimana di amanatkan oleh Presiden Soekarno ketika meresmikan reaktor nuklir pertama di
Bandung pada tahun 1965, satu tahun sebelum Jepang memiliki reaktor Nuklir. Tetapi 57 tahun
kemudian setelah memiliki 3 reaktor eksperimen, 2 lembaga Nuklir (BATAN dan BAPETEN) dan 2
fakultas nuklir (ITB, UGM) Indonesia masih bermimpi memiliki PLTN.
Masalah ini sebenarnya sangat sederhana saja. Perintahkan BUMN yang begerak dalam bidang
Nuklir, PT INUKI (Industri Nuklir Indonesia) untuk bekerjasama dengan salah satu perusahaan yang
sedang melakukan pengembangan MSR yang sebagian besar adalah startup dan membutuhkan
suntikan dana -- sama seperti yang di lakukan oleh Nurtanio yang bekerjasama dengan CASA ketika
membuat pesawat pertamanya CN-212 yang berhasil melambungkan Nurtanio dalam waktu singkat
menjadi Industri Pesawat Terbang kelas Dunia. Maka bila hal ini dilakukan dalam masa pemerintahan
ini, saya yakin sebelum 2025 Indonesia sudah akan memiliki PLTN MSR skala 50 - 100 MW yang
patennya di miliki bersama oleh Indonesia.
Semoga tulisan ini dapat menjadi inspirasi dan masukan bagi para pengambil keputusan di Indonesia
untuk dapat mengkaji ulang perencanaan energi masa depan Indonesia, khususnya Nuklir.
Gallery :
Gambar diatas memperlihatkan berita di koran ketika reaktor MSR menjadi Critical pada 2 Juni 1965.
Salah satu kalimat yang menarik adalah :
"The MSRE will now be operated at gradually increasing power levels. Then it will be shutdown for
examination. Then it will be started up again..."
kalimat ini sangat signifikan bagi ahli nuklir menceritakan bagaiman dengan mudah daya reaktor dapat
di naikan dan reaktor dapat di berhentikan dengan mudah kemudian di start kembali sesuatu yang tidak
dapat dilakukan dengan mudah oleh reaktor LWR.
Bill Gates ingin bekerjasama dengan China untuk mengembangkan Reaktor Nuklir MSR
dikarenkan proses licensing di Amerika yang cukup rumit dan memakan waktu lama. Sementara
Gates ingin mengoperasikan reaktor sebelum 2020.
Untuk mendorong pengembangan, penelitian dan promosi Thorium, berbagai pihak dari multisektor
membentuk Thorium Working Group Indonesia, yang terdiri dari personil PT INUKI, UGM, Bapeten dan
BATAN. (penulis : no 2 dari kanan)
PT INUKI telah bekerjasama dengan ThorCon Power dalam pengembangan MSR yang rencananya
akan di bangun di Indonesia. Pemilihan ThorCon adalah karena pemanfaatan galangan kapal sebagai
fabrikasi reaktor yang dapat mendorong industri maritim.
Desain reaktor MSR milik ThorCon yang dibuat secara modular dengan teknologi galangan kapal
sehingga dapat dibuat secara cepat dan dapat meningkatkan kapasitas kemampuan galangan kapal
Indonesia - Reaktor 1000 MW di desain untuk dapat masuk kedalam kapal ukuran ULCC (550,000 DWT)
sehingga reaktor secara utuh dapat di angkut dengan kapal ke lokasi.
Bob S. Effendi
/bob911
Pelaku industri migas dan energi terbarukan,
konsultan ICT, pemerhati pertahanan, trainer &
motivator, aktifis sosial dan konservasi
keanekaragaman hayati
Selengkapnya...