SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

16
228 Hukum dan Pembangunan SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PROFESI ADVOKAT Akhiar Salmi Menurut penulis ini. walaupun peranan advokat sangat penting dalam sis/em peradilan pidana dan dalam mencapai tujuan hukum. namun sejak kita merdeka sampai sam ini be/um ada undang-undang yang mengatur profesi advokat. Berbeda dengan komponen sistem peradilan pidana yang lain (Kepolisian . Kejaksaan. Pengadilan. dall Pemasyarakaran). semuallya sudah diatur oleh undallg-undang dan bahkan sudah beberapa kali undang-ulldang yang mellgatumya dirubah atau disempumakan. Sehingga munculnya Rancangan Ulldang- llndallg tentang Profesi Advokat pantas kita sambut dengan gembira dall mendorong pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk cepat menyelesaikannya. Pendahuluan Sistem peradiIan pidana terdiri dari sub-sub sistelll. yaitu: KepoIisian . Kejaksaan. PengadiIan. dan Pemasyarakatan. Advokat merupakan unsur atau komponen daIam sistem per ad ilan pidana. Ia sudah dapat berperan sejak sub sistem peradiIan pidana pertama (KepoIisian) bekerja salllpai sub sistem terakhir. yaitu Pemasyarakatan. sebagailllana diatur oIeh PasaI 54 KUHAP yang berbunyi: "Guna kepentingan pembeIaan. tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum seIama daIam waktu dan pada setiap tingkat peme- riksaan. menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini". Dan Pasal 71 ayat I KUHAP yang berbunyi: "Penasihat hukum. sesuai dengan tingkat pemeriksaan. dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oIeh penyidik, penuntut umum. dan pertugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan " . lull - September 2001

Transcript of SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Page 1: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

228 Hukum dan Pembangunan

SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PROFESI ADVOKAT

Akhiar Salmi

Menurut penulis ini. walaupun peranan advokat sangat penting dalam sis/em peradilan pidana dan dalam mencapai tujuan hukum. namun sejak kita merdeka sampai sam ini be/um ada undang-undang yang mengatur profesi advokat. Berbeda dengan komponen sistem peradilan pidana yang lain (Kepolisian . Kejaksaan. Pengadilan. dall Pemasyarakaran). semuallya sudah diatur oleh undallg-undang dan bahkan sudah beberapa kali undang-ulldang yang mellgatumya dirubah atau disempumakan. Sehingga munculnya Rancangan Ulldang­llndallg tentang Profesi Advokat pantas kita sambut dengan gembira dall mendorong

pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk cepat menyelesaikannya.

Pendahuluan

Sistem peradiIan pidana terdiri dari sub-sub sistelll. yaitu: KepoIisian . Kejaksaan. PengadiIan. dan Pemasyarakatan. Advokat merupakan unsur atau komponen daIam sistem perad ilan pidana. Ia sudah dapat berperan sejak sub sistem peradiIan pidana pertama (KepoIisian) bekerja salllpai sub sistem terakhir. yaitu Pemasyarakatan. sebagailllana diatur oIeh PasaI 54 KUHAP yang berbunyi:

"Guna kepentingan pembeIaan. tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum seIama daIam waktu dan pada setiap tingkat peme­riksaan. menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini".

Dan Pasal 71 ayat I KUHAP yang berbunyi:

"Penasihat hukum. sesuai dengan tingkat pemeriksaan. dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oIeh penyidik, penuntut umum. dan pertugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan" .

lull - September 2001

Page 2: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 229

Oleh karena itu, dilihat dari sistem peradilan pidana peranan advokat sang at penting. Hal ini semakin terasa jika kita melihat tujuan dari sistem peradi lan pidana, yaitn:

a. mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan; b. menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas

bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; dan c. mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya. I

Dan tujuan hukum, yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan.

Walaupun peranan advokat sangat penting dalam sistem peradilan pidana dan dalam mencapai tujuan hukum, namun sejak kita l11erdeka sampai saat ini belum ada undang-undang yang mengatur profesi advokal. Berbeda dengan komponen sistem peradilan pidana yang lain (Kepolisian. Kejaksaan, Pengadilan, dan Pemasyarakatan), semuanya sudah diatur oleh undang-undang dan "ahkan sudah beberapa kali undang-undang yang mengaturnya dirubah atau disempurnakan. Sehingga munculnya Rancangan Undang-undang tentang Profesi Advokat pantas kita sam but gel11bira dan mendorong pel11erintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk cepat l11enyelesaikannya.

Dalal11 rangka l11enyal11but lahirnya Rancangan Undang-undang tentang Profesi Advokat maka l11elalui tu lisan ini disal11paikan sekelumit sumbangan pemikiran sebagail11ana terurai di bawah.

I. Istilah

Sal11pai saat ini banyak istilah yang dipergunakan masyarakat Indonesia untuk sebutan advokat. Ada penasihat hukum dan ada pula pengacara sena lawyer. Menurut hemat penulis kita harus memilih salah satu diantara istilah tersebut. Tampaknya Direktorat lenderal Hukum dan Perundang-undangan Depanemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Rancangan Undang-undang Tentang Profesi Advokat yang mereka persiapkan. memakai istilah Advokat. Penanyaan bagi penulis. apakah pemerintah (perancang undang-undang in i) lupa bahwa istilah resmi dalam

, ManJjono Reksodipulro. Hak Asasi Manusia Dalam Sislem Perauilan Pidaml. Cetakan pertamil, Jakarta, Penerbit Pusal Pelayanan KemJilan dan Pengabdian Hukum Universilas Indonesia. 1994. halaman 84-85.

Nomar 3 Tahun XXXI

Page 3: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

230 Hukum dan Pembangunan

perundang-undangan kita terhadap advokat adalah Penasihat Hukum. Hal ini antara lain bisa dijumpai dalam:

Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 28 ayat 2 yang berbunyi, "Apabila seorang Hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai sederajad ketiga atau semenda dengan Ketua, salah seorang Hakim anggota, laksa. Penasehat Hukum atau Panitera dalam suatu perkara tertentu, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu".

Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1.13 berbunyi. "Penasehat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan hukum".

Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 36 yang berbunyi, "Mahkmah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasehat Hukum dan Notaris".

Undang-undang No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pasal 54 ayat I berbunyi : "Ketua Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan penasehat hukum dan notaris di daerah hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman".

Atau memang untuk mas a yang akan datang istilah yang dipergunakan adalah advokat. Bagi penulis, istilah yang manapun yang akan dipergunakan dalam perundang-undangan kita tidak ada masalah, asal konsisten.

Kalau sekiranya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menggunakan istilah Advokat maka kita harus konsisten menggunakannya di setiap peraturan perundang-undangan yang akan datang maupun perundang-undangan yang sudah ada. Terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada konsekwensinya harus merubah istilah Penasehat Hukum menjadi Advokat dalam undang-undang tersebut di atas, ini tentu membutuhkan sumber daya yang besar dan agak sulit dilaksanakan. Oleh karena itu pada tahun 1996 dalam Diskusi Panel tentang Kedudukan Advokat/Penasehat Hukum sebagai Penegak Hukum yang diselenggarakan oleh Direktorat lenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman Republik Indonesia bekerja sama dengan lkatan Advokat Indonesia (IKADlN). Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan Ikatan Penasehat Hukum Indonesia pada tanggal 5 dan 6 November 1996 di Hotel Indonesia Jakarta, penulis

Juti - September 2001

Page 4: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Projesi Advokar 231

sebagai salah seorang penyaji makalah atas dasar pertimbangan teknis dan konsistensi pemakaian istilah mengusulkan tetap menggunakan istilah Penasehat Hukum.

Sampai saat ini pemerintah masih mendua dalam penggunaan istilah. Di satu sisi menggunakan istilah advokat dalam rancangan undang­undang profesi advokat, sedangkan di sisi lain masih tetap menggunakan istilah penasehat hukum sebagaimana dapat kita temui dalam Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal I butir 13 yang berbunyi "Penasehat Hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan Undang-undang untuk memberi bantuan hukum" dan Bab VII tentang Bantuan Hukum (Pasal 67-72) dimana istilah penasehat hukum tetap dipergunakan. Sekali lagi, dualisme penggunaan istilah dalam perundang-undangan harus ditiadakan, pilih sa lah satu dan jika pilihan telah diputuskan maka harus konsisten menggunakan istilah tersebm di setiap perundang-undangan.

II. Pengangkatan

Bagian kesatu Rancangan Undang-undang Profesi Advokat mengatur tentang Pengangkatan, akan tetapi tidak satu pasal atau satu ayat-pun yang mengatur tentang siapa yang berwenang mengangkat advokat. Hal ini perlu diatur secara tegas agar tidak terjadi perbedaan penafsiran di kemudian hari yang pada akhirnya akan merugikan kita semua, khususnya dunia hukum.

Bila dilihat Rancangan Undang-undang Advokat Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi "Sal inan surat kepurusan pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri " , jo Pasal 9 ayat I yang berbunyi . "Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat", maka dapat disimpulkan bahwa yang berwenang mengangkat advokat adalah organisasi advokat. Sedangkan dari dulu sampai saat ini advokat (termasuk pengacara praktek) diangkat oleh Departemen Kehakiman.

Pelimpahan wewenang pengangkatan advokat kepada Organisasi Advokat dengan melihat kondisi saat ini perlu mendapat pertimbangan yang mendalam karena begitu banyak organisasi advokat yang ada. Pertanyaan, organisasi advokat yang mana yang berwenang mengangkat advokat? Kalau melihat Rancangan Undang-undang Profesi Advokat Pasal 31 ayat 3 yang berbunyi "Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokal sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini,

Nomor 3 Tahun XXXI

Page 5: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

232 Hukum dan Pembangullall

dijalankan bersama oJeh Ikatan Advokat Indonesia (iKADlN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), [katan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) dan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) " , maka yang berwenang adalah himpunan dari IKADIN , AAI, [PHI, dan AKHI sampai terbentuknya wadah tunggaJ organisasi advokat. lawaban meJaJui PasaJ 3 J ayat 3 Rancangan Undang-undang Profesi Advokat masi h dapat dipertanyakan karena daJam kenyataan organisasi advokat atau penasehal hukum atau pengacara tidak hanya terbatas dalam empat organisasi tersebut. Masih banyak yang lain. Hal ini merupakan probJem tersendiri yang perlu mendapat pemikiran dan pengaturan yang tepat daJam Undang­undang Profesi Advokat agar tidak muncuJ masaJah di kemudian hari. JaJan keluarnya, antara lain dituntut peranan Pemerintah untuk mendorong terbentuknya wadah tunggaJ organisasi advokat dengan tidak mengabaikan PasaJ 28 UUD 1945. AJangkah baiknya apabiJa keinginan mewujudkan satu organisasi advokat itu muncuJ dari para advokat sendiri. LcpaskanJah "egoisme sektoraJ". Jihat kepentingan yang Jebih besar dengan memandang jauh ke depan. Sebentar lagi kita akan memasuki era perdagangan bebas. Bukan mustahil negara-negara maju akan menuntul dan bahkan "memaksa" agar Jawyer mereka dapat berpraktek di Indonesia. Bila advokat tidak bernaung daJam satu organisasi temu akan Iebih sulit untuk menoJak tuntutan tersebut.

lika benar kesimpuJan temang yang berwenang mengangkat advokat adaJah IKADIN , AAI, IPHI , dan AKHI maka kewenangan itu dibatasi seJama Jima tahun sejak berlakunya Undang-undang Profesi Advokat. Setelah itu yang berwenang adaJah Organisasi Advokat sebagaimana tertuang daJam PasaJ 31 ayat 4 Rancangan Undang-undang Profesi Advokat yang berbunyi "DaJam waktu seJambat-Jambatnya 5 (lima) tahun seteJah berJakunya Undang-undang ini, Organisas i Advokat terbentuk" . Apakah mungkin daJam jangka waktu 5 (lima) tahun akan terbentuk wadah tunggaJ advokat? MeJihat sejarah organisasi advokat selama ini yang begitu dinamis maka tidak berkeJebihan rasanya kaJau penuJis berpendapat bahwa sulit untuk memenuhi batas waktu tersebut dan bahkan tidak tertutup kemungkinan akan Jahir organisasi advokat yang baru. Pertanyaan seJanjutnya, bagaimana kaJu seJama Jima tahun tidak juga terbentuk wadah tunggal? Siapa yang berwenang mengankat seorang advokat? Apa kembali pada kondisi semula, yaitu Pemerintah daJam hal ini Departemen Kehakiman atau tidak ada pengangkatan advokat sampai terbentuknya Organisasi Advokat. I ika demikian adanya maka masih perlu

Juli - Sep1elnber 2001

Page 6: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 233

dipertimbangkan kembali tentang siapa yang berwenang mengangkat advokat dalam Rancangan Undang-undang Profesi Advokat ini.

Sepanjang wadah tunggal belum terbentuk maka lebih baik pengangkatan advokat tetap berada di bawah wewenang Pemerintah (Departemen Kehakiman) atau Mahkamah Agung atau oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

III. Penempatan dan Jumlah Advokat

Sulit untuk mengetahui berapa jumlall advokat (termasuk pengacara praktek dan konsultan hukum) yang ada saat ini. Bisakah kita ketahui jumlah yang pasti melalui organisasi advokat? Rasanya sulit dan bahkan tidak tertutup kemungkinan seorang advokat terdaftar di heberapa organisasi advokat atau bisa saja seorang advokat tidak lerdaftar sama sekali dalam organisasi advokat.

Mengetahui jumlah advokal adalah penting untuk menentukan berapa lagi advokat yang akan diangkat sesuai dengan kebutuhan alau jumlah ideal keberadaan advokat. Sulit untuk menetapkan kriteria tentang jumlah ideal advokat. namun perlu ditetapkan. Mungkin salah satu kriterianya adalall perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah advokat. Mengenai jumlah advokat perlu dibuatkan peraturannya dan bahkan diatur dalam Undang-undang Profesi Advokat. Masalahnya, siapakah yang menentukan jumlah advokat? Rancangan Undang-undang Profesi Advokat tidak tegas mengaturnya. Akan telapi secara sekilas dapm kita temui dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi "Ketentuan ini dimaksudkan agar Advokal dalam menjalankan prakteknya selalu dapat dipantau oleh Mahkamah Agung, selain dipantau juga oleh Organisasi Advokat sendiri. Di samping itu, secara administrtif, keberadaan Advokat perlu ditata, baik mengenai tempat prakteknya, maupun jumlah Advokat yang berpraktek, garis bawah olell penulis.

Penulis berpendapat bahwa penataan tempat dan jumlah advokat jangan diserahkan kepada organisasi advokat karena dikhawatirkan akan muncul penempatan dan pembatasan sesuai kesepakatan anggota organisasi advokat yang sudah ada. Jika hal ini terjadi maka bagaimana dengan lulusan perguruan tinggi hukum yang bercita-c ita menjadi advokat? Jangan tutup kesempatan mereka , biarlah para ad avo kat bersaing secara alamiah. Dengan kata lain bahwa tidak perlu ada pembatasan tempat dan jumlah advokat. Bukankah kita sudah mengintrodusir Undang-undang Anti Monopoli dan memang kita hidup di alam modern yang salah satu cirinya adalah persaingan bebas.

Nomor 3 Tahun XXXI

Page 7: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

234 Hukum dan Pembangunan

IV. Syarat menjadi Advokat.

Pada prinsipnya seluruh warga negara Indonesia yang berijasah Sarjana Hukum dapat diangkat menjadi advokat, kecuali mereka yang berstatus Pegawai Negeri atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai tertera dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c dan e Rancangan Undang-undang Profesi Advokat. Akan tetapi larangan bagi Pegawai Negeri menjadi advokat dikecualikan oleh Pasal 3 ayat 3 Rancangan Undang-undang Profesi Advokat yang berbunyi "Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huru!" c tidak berlaku bagi Advokat yang menjalankan profesi di bidang Non-Ligitasi yang berkarya di Lembaga Pendidikan di bidang hukum" .

Pengecualian tersebut hanya di bidang Non-Ligitasi, tidak termasuk bidang Ligitasi. Pembatasan ini tidaklah tepat, biarkanlah dosen, pegawai negeri , yang berkarya di lembaga pendidikan di bidang hukum diijinkan menjadi advokat, baik ligitasi maupun non-ligitas i. Hal ini pernah dibahas secara mendalam pad a Seminar dan Lokakarya Rancangan Undang-undang Profesi Advokat di Fakultas Hukum Unive rsitas Indonesia, tanggal 13 - 14 Desember 2000 yang diikuti oleh 10 (sepuluh) Fakultas Hukum Negeri di Indonesia, amara lain menghasilkan :

A, Kesimpnian

I. Para pemakalah dan peserta setuju dan / atau tidak berkeberatan bahwa dosen pegawai negeri sipil (PNS) dari fakultas hukum perguruan tinggi negeri (FH PTN) dapat diangkat menjadi advokat baik di dalam maupun di luar pengadilan (ligitasi dan non-ligitasi), dengan alasan/ argumen sebagai berikut:

I. Pembatasan dosen PNS pada FH PTN untuk menjadi advokat ligitasi bertentangan dengan rasa keadilan dan bersifat diskrill1inatif.

2. Tanggung-jawab dosen PNS pada FH PTN pada hakekatnya tidak berbeda dengan tanggung-jawab dosen FH PTS dalall1 ll1ell1persiapkan sarjana siap pakai sebagaimana tujuan pendidikan tinggi nasional , sehingga diperlukan dosen yang mell1punyai pengalaman praktek sebagai advokat baik ligitasi maupun non-ligitasi.

3. Dosen PNS pad a FH PTN yang menjalankan profesi sebagai advokat (ligitasi dan non-ligitasi) secara langsung mengaplikasikan ilmu pengetahuan hukum ke dalam praktek hukum dan pengalaman

Juli - September 200/

Page 8: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 235

praktek hukum sang at bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum.

4. Profesi advokat menj adi salah satu sarana bagi dosen PNS di FH PTN umuk mengap likasikan dharma pengabdian masyarakat sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi.

5. Dunia praktek penegakkan hukum akan sangat diwarnai oleh nilai­nilai idealisme dan ditingkatkan mutunya oleh dosen yang berpraktek sebagai advokat ligitasi.

6. Di negara-negara lain , baik negara maju maupun negara berkembang, dosen pegawai nege ri dapat berprofesi sebaga i advokat lig itasi dan non-ligitasi. misalnya di Amerika Serikat. Jerman , dan Malaysia.

7. Dosen pegawai nege ri lain (misalnya dokter, apoteker. sarjana teknik , akuman , psikolog) tidak dilarang berpraktek da lam bidang profesinya. sedang dosen PNS FH PTN dilarang. Hal ini jelas merupakan diskriminsai antar dosen pegawai negeri.

8. Kurikulum nasional mencantumkan mata kuliah Ketrampilan dan Kemahiran Hukum, oleh karena itu diperlukan dosen PNS FH PTN yang mempunya i pengalaman praktek untuk dapat mengajar mata kuliah tersebut.

9. Pendidikan hukum klinis hanya dapat dibimbing oleh dosen-dosen yang mempunya i pengalaman praktek ligitasi.

II. Kekhawatiran sementara kalangan bahwa apab ila dosen PNS pad a FH PTN menjadi advokat ligi tas i akan berdampak :

I. mengurangi " Iahan " advokat;

2. mengganggu proses belajar-mengajar;

3. menimbulkan benturan kepentingan dalam menjalankan tugasnya;

adalah suatu kekhawatiran yang sama sekali tidak benar dan berlebihan, sebab :

ad. I) a . Jumlah dosen Pegawai Negeri FH PTN sangat sedikit dibandingkan dosen Fakultas Hukum PTS;

b. prosentasi dosen Pegawai Negeri FH PTN yang herminat mel~adi advokat, kJ1Ususnya advokat ligitasi. sangat kecil jumlahnya;

c. jumlah dosen Pegawai Negeri FH PTN yang berprofesi sebagai advokat ligitasi sangat tidak berarti bila

Nomor 3 Tahun XXXI

Page 9: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

236 Hukum dall Pembangunan

dibandingkan dengan jumlah advokatipengacara praktek yang diangkat setiap tahunnya.

ad.2) a. Dosen Pegawai Negeri FH PTN yang berprofesi sebagai advokat ligitasi tentunya dapat mengatur waktunya seperti halnya: * dosen Pegawai Negeri FH PTN yang berprofesi

sebagai advokat non-ligitasi; * dosen Pegawai Negeri PTN yang berprofesi sebagai

dokter, akuntan, sarjana teknik, psikologi. dll . * serra dosen FH PTS.

b. Waktu mengajar sudah terjadwal dan dosen berpraktek sebagai advokat di luar jadwal yang telah ditetapkan serra di bawah pengawasan pimpinan Fakultas Hukum.

ad.3) Dosen sebagai pegawai negen mempunyai kebebasan akademik dan dharma pengabdian masyarakat sehingga tidak mungkin terjadi benturan kepentingan dalam menjalankan profesinya sebagai advokat ligitasi .'

Oleh karena itu rumusan Pasal 3 ayat 3 Rancangan Undang­undang Profesi Advokat perlu dirubah menjadi "Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak berlaku bagi seorang pegawai negeri dari suatu lembaga pendidikan hukum negeri yang bekerja sebagai dosen" .

Persyaratan magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di kamor Advokat juga perlu dipertimbangkan sebagai syarat untuk diangkat menjadi advokat. Maksud diadakannya syarat magang adalah baik . agar yang bersangkutan terampil dan mahir menjalankan profes inya. Tapi syarat tersebut bisa menimbulkan berbagai masalah, antara lain:

1. Ditolaknya calon advokat magang di Kantor Advokat . bisa karena terbatasnya daya tampung dan bisa pula karena tidak mau menerima yang magang.

2. Nepotisme akan muncul dalam menentukan diterima atau tidaknya calon advokat magang di kantor advokat.

2 Hasil-hasil Semiloka RUU Profesi Advokat dalam Rangka Sistem Peradilan Tt!rpadu . diselenggarakan oleh Fakuhas Hukum Universitas Indonesia , Depok 13 - 14 Desemher 2000.

luli - September 200/

Page 10: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Surnbangal! Pernikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 237

Jika persyaratan ini tetap dipertahankan maka dikhawatirkan sed ikit sekali yang bisa menjadi advokat dan yang menjadi advokat adalah yang mempunyai hubungan dekat (nepotisme) dengan advokat. Untuk menghindari agar kekhawatiran ini tidak menjadi kenyataan maka langkah-Iangkah sebagai solusinya adalah:

I. Perlu diatur secara tegas dalam Undang-undang Profesi Advokat tentang kewajiban advokat menerima setiap calon advokat untuk magang di Kantor advokat yang dituju oleh calon advokat dan dia tidak boleh menolak. Jika menolak dikenakan sanki mulai dari teguran sampai pemberhenrian sebagai advokat.

2. Mendirikan pendidikan profesi advokat. Mereka yang berminat menjadi advokat cukup mengikuti pendidikan profesi advokat. Kurikulumnya diramu sedemikian rupa, perpaduan antara teoritis dan praktis. Leb ih diberatkan kepada melatih keterampilan dalam membuat dokumen-dokumen hukum, termasuk jawab-menjawab dan pembelaan terhadap klien. Pengajarnya terdiri dari kalangan teoritis dan praktisi hukum. Penyelenggara pendidikan adalah organisasi advokat bekerjasama dengan fakultas hukum tertentu. Mereka yang telah lulus dari pendidikan ini langsung bisa berpraktek tanpa harus magang lagi dan diberi gelar tersendiri, k:alau memungkink:an berstatus Magister (S2).

V. Penegak Hukum

Polisi. Jaksa. Hakim dan Petugas Pemasyarakatan merupakan sub sistem dari sistem peradilan pidana disebut sebagai Penegak Hukum oleh Undang-undang, yaitu:

Undang-undang No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia , Pasal 3 yang berbunyi "Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakkan hukum ... "

Undang-undang NO.5 tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pertimbangan huruf a yang berbunyi ".. untuk lebih memantapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dalam susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan" .

Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27 (I) yang berbunyi "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan ... ".

Nornor 3 Tahun XXXI

Page 11: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

238 Hukum dan Pembangunan

Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 8 (1) yang berbunyi "Petugas pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (l) merupakan pejabat fungsional penegak hukum .

Advokat sebagai unsur dalam berfungsinya sistem peradilan pidana belum dinyatakan sebagai penegak hukum oleh perundang­undangan kita. Mungkin karena itulah pasal 5 (1) Rancangan Undang­undang Profesi Advokat menyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum.

Kecenderungan memasukkan advokat sebagai penegak hukum sudah dikemukakan oleh Prof. Mardjono Reksodiputro sejak tanggal 25 Novembe 1987 dalam Seminar Peningkatan Wibawa Penegak Hukum di Universitas Lampung. "Istilah kedua adalah 'penegak hukum'. yang sebenarnya merupakan terjemahan dari law enforcement officer. yang dalam arti sempit hanya berarti polisi, tetapi dapat juga mencakup jaksa. Namun, di Indonesia biasanya diperluas pula dengan para hakim dan ada kecenderungan kuat memasukkan pula dalam pengertian 'penegak hukum' ini para pengacara (advokat)" .'

Pencantuman advokat sebagai penegak hukum dalam Pasal 5 (I) Rancangan Undang-undang Profesi Advokat masih dipertanyakan ketepatannya. Antara lain oleh Prof. Mardjono Reksodiputro, "Apakah tepat mengatakan ballwa profesi advokat adalall profesi "penegak hukum"?

1. "penegak hukum" adalah alih bahasa Indonesia dari istilah " law enforcement officer"; kalau ini benar, maka perlu diperhatikan bahwa dalam bahasa pustaka internasional konsep " law enforcement officer" adalah hanya untuk profesi polisi (Police officer) dan profesi penuntut umum (public prosecutor).

2. Di Indonesia konsep "penegak hukum" dipergunakan berlebihan. ridak saja untuk polisi dan penuntut umum, tapi juga untuk:

2.1. hakim (sebaliknya penegak atau pemberi keadilan?):

2.2. noraris (sebaiknya pejabat publik di bidang keperdataan'l):

2.3. petugas pemasyarakatan (sebaiknya: pejabat pengawas dan pembina terpidana?);

2.4. dan sekarang untuk "advokat" (sebaiknya berarti: pembela; penasehar hukum; "konsultan hukum"?).

3. pengertian "penegak hukum" (law enforcer; wetshandhaver) merujuk pada kewenangan "memaksakan" hukum; apakah profesi advokat juga

3 Mardjono Reksodiputro. op.cil. , hal. 78.

Juli - September 2001

Page 12: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Projesi Advoka( 239

dianggap berada dalam kategori yang sama sebagai "pemaksa llulcum" ataukah "keinginan" ini hanya disebabkan karena merasa profesi advokat "kurang wibawa" dibandingkan dengan profesi pOlisi dan penuntut umum (yang berseragam serupa militer)?'

Penegak hukum dapat dibedakan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah setiap orang yang mentaati hulcum, sedangkan dalam arti sempit terbatas pada setiap orang yang diberi wewenang memaksa oleh undang-undang untuk menegakkan hukum.

Penulis tidak berkeberatan mengkategorikan advokat sebagai penegak hukum dan mencantumkannya pada Undang-undang Profesi Advokat, asal dalam arti luas. Hal ini harus disebutkan secara tegas dan merupakan bagian rumusan pasal 5 (J) Rancangan Undang-undang Profesi Advokat atau setidak-tidaknya disebutkan daJam penjelasan. Apabila tidak dinyatakan secara tegas maka potensial untuk menimbulkan masalah di kemudian hari, terutama dalam pelaksanaan hak-hak advokat.

Penyebutan advokat secara tegas sebagai penegak hukum pada hakekatnya memperberat beban para advokat (terutama beban moral) dan organisasi advokat dalam membina dan mengawasi tindak-tanduk anggotanya . Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Kantor Adnan Buyung Nasution & Partners pada tanggal 14 Maret 2001 mengadakan Seminar tentang "Menggugat Advokat" , Tantangan Profesi Advokat di Abad Baru dalam Penegakan Hukum dan Keadilan" dimana penulis salah satu pembicaranya, saat itu mempertanyakan peranan advokat dalam mewujudkan peradilan yang bersih. Peradilan yang bersih merupakan syarat mutlak untuk tegaknya hulcum dan keadilan. Mampukan advokat menyandang "gelar" baru sebagai penegak hukum? Sejarahlah yang akan menjawabnya.

VI. Hak dan kewajiban

Mengenai hak dan kewajiban advokat dalam Bab IV (pasa l 14 - 19) Rancangan Undang-undang Profesi Advokat. Pasa l 14 dan 15 mengatur tentang kebebasan dan kekebalan advokat dalam menjalankan profesi untuk kepentingan pembelaan klien di pengadilan, lembaga peradilan

4 Mardjono Reksodipurro, Kedudukan Advokat Dalam Sistem Peradilan Pidamt (dalam rangka Integrated Judiciary System), makalah disampaikan rada Semiloka di Fakulras Hukum Universilas Indonesia. 13 - 14 Desember 2000. halaman 2.

Nomor 3 Tahun XXXI

Page 13: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

240 Hukum dan Pembangunan

lainnya dan saat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat dimana advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

Kebebasan itu sebaiknya perlu dibatasi. Tidaklah tepat apabila advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pertanyaan dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas menu rut norma kesusilaan at au kesopanan yang berlaku di masyarakat. Advokat sebagai profesi terhormat, apalagi sebagai penegak hukum maka berkewajiban memberi contoh kepada masyarakat tentang cara mengeluarkan pendapat atau pernyataan tetap perlu pada batasnya, dibatasi oleh norma-norma kesusilaan atau norma-norma hukum. Apabila melanggar kepatutan atau peraturan perundang-undangan maka advokat tetap dapat dituntut secara hukum, baik perdata maupun pidana. Sehingga pasal 14 dan 15 Rancangan Undang-undangan Profesi Advokat perlu direvisi.

Pasal 16 yang berbunyi "Dalam menjalankan profesinya. advokat berhak memperoleh infonnasi. data, dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya. baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut", perlu disempurnakan dengan menambahkan kata-kata atas perintah Pengadilan di akhir kalimat pasal tersebut. Apab il a tidak alas dasar perintah Pengadilan maka bisa terjadi penyalahgunaan hak dan persoalan hukum yang merugikan pihak tertentu.

Pasal 18 terdiri dari 2 (dua) ayat, yang berintikan bahwa advokat wajib merahasiakan dan melindungi berkas sena dokumen terhadap penyitaan. Pasal 18 ini perlu ditambah dengan ayat ketiga dengan bunyi "Kerahasiaan sebagaimana diatur pad a ayat (I) dan ayat (2) pasal ini dapat dibuka atas perintah Pengadilan".

Tidak satupun dalam Bab IV mengatur tentang hak dan kewajiban atau hubungan antara advokat dengan klien. Secara sepintas hal ini diatur oleh Bab V, yaitu tentang honorarium. Ini pun hanya mengatur hak advokat memperoleh honorarium atas jasa hukum yang telah diberikannya kepada klien. Akan tetapi tidak ada mengatur tentang hak klien terhadap advokat. Tidak berkelebihan rasanya apabila dalam Undang-undang Profesi Advokat harus mengatur pula tentang hak dan kewajiban advokat dengan klien secara lebih tegas dan rinci.

VII. Kontradiksi dan Duplikasi

Apabila diperhatikan bunyi pasal 16 dan 18 Rancangan Undang­undang Profesi Advokat, sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka

Juli - September 2001

Page 14: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 241

dapat dikatakan adanya kontradiksi satu sam a lain. Di satu sisi advokat bebas memperoleh informasi dari siapapun, tapi di sisi lain menutup pihak lain mendapatkan infonnasi dan bahkan tidak dapat menyita dokumen kliennya. Suatu ketentuan yang tidak fair, sehingga perlu disempurnakan sebagaimana diusulkan sebelumnya.

Penulis menemukan duplikasi penggunaan istilah dalam Rancangan Undang-undang Profesi Advokat, antara lain pada pasal 25 dan 26. Pasal 25 ayat (1) menggunakan istilah "Dewan Kehormatan Organisasi Profesi Advokat", sedangkan pasal 25 (3) memakai istilah "Dewan Kehormatan Profesi Advokat". tanpa ada kata organisasi. Kemudian pasal 26 (2) mengintrodusir istilah "Dewan Kehormatan" tanpa ada kala Organisasi Profesi Advokat alau kata Profesi Advokat. Padahal tiga istilah itu berada di bawah bab yang sama yaitu Bab IX tentang Kode Etik dan Dewan Kehormatan Profesi Advokat. Pertanyaannya, apakah ada bed a pengertian atau ruang lingkup we we nang pada ketiga istilah tersebut? Penjelasan pasal 25 dan 26 menyatakan cukup jelas, yang menurut penulis itu tidak jelas.

Keanekaragaman penggunaan istilah semakin benambah bila membaca pasal 7 (2) dan 8(1) Rancangan Undang-undang Profesi Advokat. Pasal tersebut menggunakan istilah "Dewan Kehormatan Organisasi Advokat" .

Banyaknya atau duplikasi penggunaan istilah perlu ditinjau dan dijelaskan lebih lanjut apabila masing-masing istilah mempunyal ruang lingkup tugas dan wewenang yang berbeda.

VIII. Pengertian

Perlu dirumuskan beberapa pengertian lagi dalam pasal 1 Rancangan Undang-undang Profesi Advokat. Antara lain tentang penegak hukum (advokat sebagai penegak hukum dalam arti luas), tentang apa yang dimaksud dengan istilah yang terdapat dalam pasal 7 (2), 8 (I), 25, dan 26.

Pengertian jasa hukum yang tenera dalam pasal 1 angka 2 perlu ditambah dengan kata-kata "guna mewujudkan kebenaran dan kepastian hukum serta keadilan". Jadi tidak hanya sebatas kepentingan hukum klien. akan tetapi perlu ditegaskan bahwa semuanya itu untuk mencapai tujuan hukum. Sehingga baru sempurna untuk menyebut advokat sebagai penegak hukum.

Nomor 3 Tahun XXXI

Page 15: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

242 Hukum dan Pembangunan

Pembedaan pengertian jasa hukum dengan bantuan hukum juga kurang tepat. Pembedaan itu mungkin atas dasar ada tidaknya honorarium dalam menangani suatu kasus. Pasal I butir to berbunyi "Bantuan H ukum adalah jasa hukum yang diberikan baik oleh advokat atau Pembela Umum secara cuma-cuma" .

Bantuan hukum secara cuma-cuma menu rut hemat penulis termasuk ke dalam pengertian jasa hukum. Oleh karena itu pasal I butir to dimasukkan ke dalam pengertian jasa hukum yang saat ini diatur dalam pasal I butir 2 dan disempurnakan menjadi "Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan advokat kepada klien dengan memperoleh honorarium alau secara cuma-cuma dalam memberikan konsultasi, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kJien guna mewujudkan kebenaran dan kepastian hukum serta keadilan".

IX_ Asas-asas Sistem Peradilan Pidall3

Agar tujuan sistem peradilan pidana lercapai maka peraturan perundang-undangan yang mellgatur setiap sub sistem peradilan pidana sebaiknya memuat atau setidak-tidaknya mencerminkan asas-asas sistem peradilan pidana. Asas tersebut antara lain adalah : I. Persamaan di muka hukum; 2 . Praduga tak bersalah; 3. Sederhana, cepat dan biaya ringan; 4. Transparan atau terbuka untuk umum; 5. Ne bis in idem; 6 . Due process of law; 7. Perlindungall Hak Asasi Manusia; 8. Efektif dan efisien; 9. Bersih dan jujur; 10. Mekanisme kontrol; II. Akuntabilitas publik dan orientasi pada korban.

Jika diperhatikan rumusan pasal demi pasal Rancangan Undang­undang Profesi Advokat maka sebagian besar asas-asas tersebut di atas sudah terpenuhi. Ada yang dirumuskan secara eksplisil dan ada pula secara implisit. Namun ada asas yang penting yang belum diatur, yaitu asas sederhana. cepat dan biaya ringan. Terutama tentang biaya ringan belum mendapat perhatian agar masyarakat bisa menggunakan jasa hukum dari advokat handal. Atau memang dianggap sudah cukup ditampung dengan ketentuan bantu an hukum cuma-cuma (vide pasal 21 Rancangan Undang-undangan Profesi Advokat). Kalau dianggap cukup maka pasa l 21 sebaiknya ditambah dengan ketentuan temang perbandingan atau prosentase antara jasa hukum yang ada honorariumnya dengan jasa hukum cuma-cuma yang harus ditangani oleh advokat.

Juli - Seplember 2001

Page 16: SUMBANGAN PEMIKlRAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG …

Sumbangan Pemikiran Terhadap RUU Profesi Advokat 243

Penutup

Demikianlah sekelumit sumbangan pemikiran terhadap Rancangan Undang-undang Profesi Advokat. Pemikiran-pemikiran ini masih perlu mendapat penyempurnaan. Banyak hal-hal yang belum terlihat oleh penulis dan bahkan hal-hal yang sudah dikomentaripun belm teranalisa secara tajam. Oleh karena iru, rugas pembacalah unruk menyempurnakannya.

Daftar Pustaka

I. BUKU

Reksodiputro, Mardjono. Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. Cetakan Pertama. Jakarta, Pusat Pelayanan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia , 1994.

---------. Hak Asasi Mal1usia Dalam Sistem Peradilan Pidana. Cetakan Pertama. Jakarta. Pusat Pelayanan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1994.

Soekanto , Soeryono, Efektifitas Hukum dan Peranal1 Sanksi. Cetakan Pertama. Bandung, Remaja Karya , 1985.

II. MAKALAH

Reksodiputro , Mardjono. Kedudukan Advokat Dalam Sistem Peradilan Pidana. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hasi/-hasi/ Semi/oka RUU Profesi Advokat Dalam Rangka Sistem Peradilan Terpadu. 2000.

Nomor 3 Tahun XXXI