SUMARDJO Penyuluhan untuk Majukan...

1
BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (NATIONAL NARCOTICS BOARD REPUBLIC OF INDONESIA) Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang Jakarta Timur J A K A R T A PENGUMUMAN NOMOR : PENG/01/IX/2010/BNN Dalam Tahun Anggaran 2010 Badan Narkotika Nasional akan mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi kebutuhan Pegawai sesuai dengan penambahan Struktur Baru yang ada pada Badan Narkotika Nasional . Pengumuman lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran, jumlah dan kualikasi pendidikan yang dibu- tuhkan, serta jadual pendaftaran dan seleksi dapat dilihat di Kantor BNN atau melalui www.bnn.go.id Jakarta, 28 September 2010 a.n. Kepala Badan Narkotika Nasional Kepala Biro Kepegawaian & Organisasi Selaku Ketua Panitia Penerimaan CPNS BNN T.A. 2010 Ttd Drs. Tri Utoyo S UMARDJO hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat masyarakat di sebuah desa di Bogor pasrah menjual setandan pisang seharga Rp5.000. Padahal di Kalimantan, sesisir pisang sudah dihargai Rp6.000. “Ini contoh sederhana ba- gaimana perlunya mengomu- nikasikan dan memperdalam in- formasi sekaligus mengajarkan per- saingan pasar yang sesungguhnya. Jadi petani pisang bisa memiliki daya tawar yang lebih baik,” jelasnya saat ditemui di institut Pertanian Bogor, beberapa waktu lalu. Profesor bidang ekologi manu- sia tersebut mengatakan stagnasi kemajuan masyarakat banyak disebabkan terlalu lebarnya ju- rang pemisah antara masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, dengan berbagai kema- juan dan pencapaian bangsa ini. Sumardjo melanjutkan masyarakat perlu sebuah jembatan yang dapat menghubungkannya dengan ide-ide besar tidak hanya di In- donesia, tapi juga dunia. Tidak sekedar menghubungkan, ujarnya, tetapi juga dapat menstimulasi daya kritis dan analisis yang sehat. “Di bidang hukum misalnya, saat ini kepastian hukum sangat lemah. Masyarakat menjadi bingung mana yang benar mana yang tidak. Amendemen UUD saja tak banyak yang tahu, ba- gaimana mau menciptakan masyarakat sadar hukum?” sindirnya tajam. Pengolahan sebuah informasi menjadi sebuah pencerahan yang menggerakkan perubahan dan kemajuan menurut Su- mardjo bisa dicapai dengan sebuah me- tode sederhana bernama penyuluhan. “Informasi memang banyak tersedia, apalagi di dunia modern akses infor- masi sangat banyak. Namun, informasi hanyalah bersifat persepsi, sedangkan penyuluhan mengolahnya, memper- dalamnya, kemudian menggerakkan seseorang atas pemahaman yang dida- patnya,” jelas lelaki 52 tahun itu. Salah penerapan Sayangnya konsep penyuluhan yang ada, lanjut Sumardjo, tidak mengikutser- takan masyarakat dalam mengeksplorasi informasi yang ada. Di masa Orde Baru, juru penerangan (jupen) yang sempat ada hanya menerapkan penyuluhan satu arah dan mematikan daya kritis masyarakat. “Penyuluhan nonpartisipatif yang seperti ini justru akan mengarah ke- pada apatisme dan ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain. Ujung- ujungnya masyarakat jadi masa bodoh saja,” jelasnya. Pria berusia 52 tahun ini memaparkan penyuluhan gaya lama tersebut lebih banyak memperdayai masyarakat dari- pada memberdayakan masyarakat. Se- ring pula penyuluhan tak dioptimalkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat guna. Ia mencontohkan sebuah desa di Papua yang dibangunkan jalan aspal oleh pemerintah. Pemerintah berasumsi, aspal akan memajukan perekonomian rakyat. Nyatanya tak perlu menunggu jangka waktu tahunan, rakyat di desa- desa tersebut justru semakin kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan hidup. “Ternyata desa-desa di sana hidup degan sistem barter, mereka tidak butuh aspal. Aspal membuat kekayaan desa mereka diangkut dengan cepat ke luar, dan mereka tak punya apa pun untuk dibarter,” jelasnya. Ia lantas menggelontorkan contoh lagi. “Hasil-hasil penelitian banyak, tapi siapa yang menyambungkannya ke masyarakat awam? Kebijakan-kebijakan pusat, sebagus apa pun konsepnya, kalau tak disambungkan, tak akan jadi apa- apa,” tandasnya. Berantas kemiskinan Beragam studi kasus yang ditemuinya di lapangan meyakinkan Sumardjo un- tuk terus mengembangkan penyuluhan sebagai solusi pemberantasan kemiskin- an. “Menyejahterakan masyarakat tak se- lalu menyangkut uang. Lewat penyulu- han partisipatif, masyarakat harus diajak memperjelas ide kemajuannya apa, apa yang mau diwujudkan? Kalau ada tu- juan, hidup akan jauh lebih nikmat. Set- elah itu, gali masyarakat, temukan cara wujudkan mimpi mereka,” jelasnya. Tentunya keberhasilan sebuah pe- nyuluhan, bagi Sumardjo, harus ditun- jang dengan keseriusan pemerintah menyediakan tenaga-tenaga penyuluh yang profesional. “Seringnya penyuluh hanya pegawai magang yang tidak punya dasar ilmu yang kuat. Padahal di luar negeri sana yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat adalah para profesor lang- sung,” ucapnya dengan nada miris. Meski sudah meraih gelar guru be- sar, Sumardjo memang dikenal tidak pernah malu untuk turun langsung ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan. Baginya berkarya adalah beribadah. Saat ia membagikan ilmu dan pemahamannya ke masyarakat itu adalah ibadah. “Mendidik, mengajar, meneliti asal diniatkan untuk Tuhan, bagi saya itu ibadah,” pungkasnya. (M-4) [email protected] Informasi hanyalah bersifat persepsi, sedangkan penyuluhan mengolahnya, memperdalamnya, kemudian menggerakkan seseorang.” PENYULUH masih saja di- anggap bukan sebuah profesi. Sepertinya siapa pun, berlatar apa pun bisa-bisa saja jadi pe- nyuluh, benarkah? Sumardjo, guru besar ilmu ekologi manusia Institut Perta- nian Bogor ini menjelaskan pro- fesionalisme seorang penyuluh akan berdampak signifikan terhadap pengembangan cara berpikir masyarakat. Salah besar jika menganggap penyuluhan dapat dilakukan tanpa bekal. “Kenapa negara ini tidak berkembang juga? Itu karena ada kesenjangan yang harus dicari titik temunya. Ini tak mudah karena penyuluh harus memiliki beberapa skill yang perlu dilatih. Terutama skill andragogik, yakni keterampilan memberitahukan orang yang lebih dewasa tanpa kesan men- gajari. Secara psikologis orang yang lebih tua tak pernah sudi digurui,” jelasnya. Tak hanya itu, menurut Su- mardjo, seorang penyuluh haruslah membekali dirinya dengan berbagai ilmu pengeta- huan dan budaya untuk mendu- kung fungsinya. Ia harus mema- hami benar bahasa masyarakat lokal. Sumardjo mengaku percaya belum terlambat membentuk penyuluh profesional yang mampu mengembangkan po- tensi individu dan potensi so- sial. Langkah awalnya dapat dimulai dengan membakukan kompetensi seorang penyuluh. “Sampai sekarang tak ada kompetensi yang dibakukan. Kalau pemerintah punya kom- petensi baku, tak sulit melatih seorang penyuluh. Kalau seka- rang standar saja tidak ada, kurikulum pendidikan dan pelatihan juga tidak ada. Ka- lau pelatihannya terstandar, ujung-ujungnya pemerintah bisa memberikan sertikat kom- petensi,” jelasnya. Sertikat tersebut, lanjut Su- mardjo, dapat digunakan se- bagai semacam lisensi bagi pe- nyuluh yang ingin menjalankan prakteknya. Lisensi itu berguna untuk mencegah malapraktek penyuluh. “Bukan hanya dokter saja yang bisa malapraktek. Jadi tidak bisa lagi ada orang yang asal main ajarkan pembasmian hama dengan obat yang be- lum jelas. Semua ada aturan selayaknya profesi yang profe- sional,” tegas Sumardjo. Sumardjo bahkan berharap suatu saat nanti penyuluh pun dapat mempunyai semacam asosiasi profesi yang dapat mengontrol kualitas mereka de- ngan sebuah kode etik. Namun, untuk mewujudkannya ia me- ngakui tantangan terbesar justru ada di tangan para pemimpin negeri ini. Keberpihakan mer- eka untuk mengutamakan pem- bangunan manusia, tak seka- dar sik dapat diterjemahkan dengan keseriusan mengelola penyuluhan partisipatif yang profesional. “Jangan sampai pemimpin pusat atau daerah justru membirokrasi atau seba- liknya tak memandang sebelah mata efek sebuah penyuluhan,” tandasnya. (*/M-4) Bukan Profesi Biasa Sosok | 15 SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Penyuluhan untuk Majukan Bangsa Komunikasi yang sehat bisa menjadi motivasi yang menggerakkan, bukan cuma memaparkan perspektif lewat media. Penyuluhan bisa memberantas kemiskinan. SUMARDJO Vini Mariyane Rosya MI/ DEDE SUSIANTI

Transcript of SUMARDJO Penyuluhan untuk Majukan...

Page 1: SUMARDJO Penyuluhan untuk Majukan Bangsaftp.unpad.ac.id/koran/mediaindonesia/2010-09-28/mediaindonesia_2010-09-28_015.pdf · tode sederhana bernama penyuluhan. “Informasi memang

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA(NATIONAL NARCOTICS BOARD REPUBLIC OF INDONESIA)

Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang Jakarta TimurJ A K A R T A

PENGUMUMANNOMOR : PENG/01/IX/2010/BNN

Dalam Tahun Anggaran 2010 Badan Narkotika Nasional akan mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi kebutuhan Pegawai sesuai dengan penambahan Struktur Baru yang ada pada Badan Narkotika Nasional .

Pengumuman lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran, jumlah dan kualifikasi pendidikan yang dibu-tuhkan, serta jadual pendaftaran dan seleksi dapat dilihat di Kantor BNN atau melalui www.bnn.go.id

Jakarta, 28 September 2010a.n. Kepala Badan Narkotika Nasional

Kepala Biro Kepegawaian & OrganisasiSelaku Ketua Panitia Penerimaan CPNS BNN T.A. 2010

Ttd

Drs. Tri Utoyo

SUMARDJO hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat masyarakat di sebuah desa di Bogor

pasrah menjual setandan pisang seharga Rp5.000. Padahal di Kalimantan, sesisir pisang sudah dihargai Rp6.000.

“Ini contoh sederhana ba-gaimana perlunya mengomu-

nikasikan dan memperdalam in-formasi sekaligus mengajarkan per-saingan pasar yang sesungguhnya.

Jadi petani pisang bisa memiliki daya tawar yang lebih baik,” jelasnya saat ditemui di institut Pertanian Bogor, beberapa waktu lalu.

Profesor bidang ekologi manu-sia tersebut mengatakan stagnasi kemajuan masyarakat banyak disebabkan terlalu lebarnya ju-rang pemisah antara masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, dengan berbagai kema-juan dan pencapaian bangsa ini.

S u m a r d j o m e l a n j u t k a n masyarakat perlu sebuah jembatan

yang dapat menghubungkannya dengan ide-ide besar tidak hanya di In-donesia, tapi juga dunia. Tidak sekedar menghubungkan, ujarnya, tetapi juga dapat menstimulasi daya kritis dan analisis yang sehat.

“Di bidang hukum misalnya, saat ini kepastian hukum sangat lemah. Masyarakat menjadi bingung mana yang benar mana yang tidak. Amendemen UUD saja tak banyak yang tahu, ba-

gaimana mau menciptakan masyarakat sadar hukum?” sindirnya tajam.

Pengolahan sebuah informasi menjadi sebuah pencerahan yang menggerakkan perubahan dan kemajuan menurut Su-mardjo bisa dicapai dengan sebuah me-tode sederhana bernama penyuluhan.

“Informasi memang banyak tersedia, apalagi di dunia modern akses infor-masi sangat banyak. Namun, informasi hanyalah bersifat persepsi, sedangkan penyuluhan mengolahnya, memper-dalamnya, kemudian menggerakkan seseorang atas pemahaman yang dida-patnya,” jelas lelaki 52 tahun itu.

Salah penerapanSayangnya konsep penyuluhan yang

ada, lanjut Sumardjo, tidak mengikutser-takan masyarakat dalam mengeksplorasi informasi yang ada. Di masa Orde Baru, juru penerangan (jupen) yang sempat ada hanya menerapkan penyuluhan satu arah dan mematikan daya kritis masyarakat.

“Penyuluhan nonpartisipatif yang seperti ini justru akan mengarah ke-pada apatisme dan ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain. Ujung-ujungnya masyarakat jadi masa bodoh saja,” jelasnya.

Pria berusia 52 tahun ini memaparkan penyuluhan gaya lama tersebut lebih banyak memperdayai masyarakat dari-pada memberdayakan masyarakat. Se-ring pula penyuluhan tak dioptimalkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat guna.

Ia mencontohkan sebuah desa di Papua yang dibangunkan jalan aspal oleh pemerintah. Pemerintah berasumsi, aspal akan memajukan perekonomian rakyat. Nyatanya tak perlu menunggu jangka waktu tahunan, rakyat di desa-desa tersebut justru semakin kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan hidup.

“Ternyata desa-desa di sana hidup degan sistem barter, mereka tidak butuh aspal. Aspal membuat kekayaan desa mereka diangkut dengan cepat ke luar, dan mereka tak punya apa pun untuk dibarter,” jelasnya.

Ia lantas menggelontorkan contoh lagi. “Hasil-hasil penelitian banyak, tapi siapa yang menyambungkannya ke masyarakat awam? Kebijakan-kebijakan pusat, sebagus apa pun konsepnya, kalau tak disambungkan, tak akan jadi apa-apa,” tandasnya.

Berantas kemiskinanBeragam studi kasus yang ditemuinya

di lapangan meyakinkan Sumardjo un-tuk terus mengembangkan penyuluhan sebagai solusi pemberantasan kemiskin-an.

“Menyejahterakan masyarakat tak se-lalu menyangkut uang. Lewat penyulu-han partisipatif, masyarakat harus diajak memperjelas ide kemajuannya apa, apa yang mau diwujudkan? Kalau ada tu-juan, hidup akan jauh lebih nikmat. Set-elah itu, gali masyarakat, temukan cara wujudkan mimpi mereka,” jelasnya.

Tentunya keberhasilan sebuah pe-nyuluhan, bagi Sumardjo, harus ditun-jang dengan keseriusan pemerintah menyediakan tenaga-tenaga penyuluh yang profesional.

“Seringnya penyuluh hanya pegawai magang yang tidak punya dasar ilmu yang kuat. Padahal di luar negeri sana yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat adalah para profesor lang-sung,” ucapnya dengan nada miris.

Meski sudah meraih gelar guru be-sar, Sumardjo memang dikenal tidak pernah malu untuk turun langsung ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan. Baginya berkarya adalah beribadah. Saat ia membagikan ilmu dan pemahamannya ke masyarakat itu adalah ibadah.

“Mendidik, mengajar, meneliti asal diniatkan untuk Tuhan, bagi saya itu ibadah,” pungkasnya. (M-4)

[email protected]

Informasi hanyalah bersifat persepsi, sedangkan penyuluhan mengolahnya, memperdalamnya, kemudian menggerakkan seseorang.”

PENYULUH masih saja di-anggap bukan sebuah profesi. Seper tinya siapa pun, berlatar apa pun bisa-bisa saja jadi pe-nyuluh, benarkah?

Sumardjo, guru besar ilmu ekologi manusia Institut Perta-nian Bogor ini menjelaskan pro-fesionalisme seorang penyuluh akan berdampak signifikan terhadap pengembangan cara berpikir masyarakat. Salah besar jika menganggap penyuluhan dapat dilakukan tanpa bekal.

“Kenapa negara ini tidak berkembang juga? Itu karena ada kesenjangan yang harus dicari titik temunya. Ini tak mudah karena penyuluh harus memiliki beberapa skill yang perlu dilatih. Terutama skill andragogik, yakni keterampilan memberitahukan orang yang lebih dewasa tanpa kesan men-gajari. Secara psikologis orang yang lebih tua tak pernah sudi digurui,” jelasnya.

Tak hanya itu, menurut Su-mardjo, seorang penyuluh haruslah membekali dirinya

de ngan berbagai ilmu pengeta-huan dan budaya untuk mendu-kung fungsinya. Ia harus mema-hami benar bahasa masyarakat lokal.

Sumardjo mengaku percaya belum terlambat membentuk penyuluh profesional yang mampu mengembangkan po-tensi individu dan potensi so-sial. Langkah awalnya dapat dimulai dengan membakukan kompetensi seorang penyuluh.

“Sampai sekarang tak ada kompetensi yang dibakukan. Kalau pemerintah punya kom-petensi baku, tak sulit melatih seorang penyuluh. Kalau seka-rang standar saja tidak ada, kurikulum pendidikan dan pelatihan juga tidak ada. Ka-lau pelatihannya terstandar, ujung-ujungnya pemerintah bisa memberikan sertifi kat kom-petensi,” jelasnya.

Sertifi kat tersebut, lanjut Su-mardjo, dapat digunakan se-bagai semacam lisensi bagi pe-nyuluh yang ingin menjalankan prakteknya. Lisensi itu berguna

untuk mencegah malapraktek penyuluh. “Bukan hanya dokter saja yang bisa malapraktek. Jadi tidak bisa lagi ada orang yang asal main ajarkan pembasmian hama dengan obat yang be-lum jelas. Semua ada aturan selayaknya profesi yang profe-sional,” tegas Sumardjo.

Sumardjo bahkan berharap suatu saat nanti penyuluh pun dapat mempunyai semacam asosiasi profesi yang dapat me ngontrol kualitas mereka de-ngan sebuah kode etik. Namun, untuk mewujudkannya ia me-ngakui tantangan terbesar justru ada di tangan para pemimpin negeri ini. Keberpihakan mer-eka untuk mengutamakan pem-bangunan manusia, tak seka-dar fi sik dapat diterjemahkan dengan keseriusan mengelola penyuluhan partisipatif yang profesional. “Jangan sampai pemimpin pusat atau daerah justru membirokrasi atau seba-liknya tak memandang sebelah mata efek sebuah penyuluhan,” tandasnya. (*/M-4)

Bukan Profesi Biasa

Sosok | 15SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Penyuluhanuntuk Majukan Bangsa

Komunikasi yang sehat bisa menjadi motivasi yang menggerakkan, bukan cuma memaparkan perspektif lewat media. Penyuluhan bisa memberantas kemiskinan.

S U M A R D J O

Vini Mariyane Rosya

MI/ DEDE SUSIANTI