Suku asmat real

17

Click here to load reader

Transcript of Suku asmat real

Page 1: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

2

Latar Belakang

Suku Asmat merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku Asmat

berdiam di daerah-daerah yang terpencil dan daerah tersebut merupakan tempat

alam yang liar. Mereka tinggal di pesisir barat daya Irian Jaya (Papua). Awal

mulanya mereka tinggal di wilayah administrative Kabupaten Merauke.

Suku Asmat mempunyai kebiasaan dan adat istiadat yang khas diantaranya

membuat ukiran tanpa ada sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran yang di buat oleh

orang Asmat memiliki makna sebagai persembahan atau ucapan rasa syukur

kepada nenek moyang. Mengukir adalah jalan untuk berinteraksi dengan leluluhur.

Pesta Bis, Pesta Perah, Pesta Ulat Sagu dan pesta Topeng sebagai bentuk upaya

menghindarkan diri dari musibah dan marabahaya. Selain itu, Suku Asmat juga suka

berhias.

Page 2: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

3

Asal Usul Suku Asmat

Menurut Pastor Zegwaard, seorang misionaris Katolik berbangsa Belanda,

orang-orang Asmat mempercayai bahwa mereka berasal dari Fumeripits (Sang

Pencipta). Konon, Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak

sadarkan diri. Namun nyawanya diselamatkan oleh sekolompok burung sehingga ia

kembali pulih. . Kemudian ia hidup sendirian di sebuah daerah yang baru. Karena

kesepian, ia membangun sebuah rumah panjang yang diisi dengan patung-patung

dari kayu hasil ukirannya sendiri. Namun ia masih merasa kesepian, kemudian ia

membuat sebuah tifa yang ditabuhnya setiap hari.

Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang sudah dibuatnya tersebut

mengikuti irama tifa yang dimainkan. Sungguh ajaib, patung-patung itu pun

kemudian berubah menjadi wujud manusia yang hidup. Mereka menari-nari

mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaki agak terbuka dan kedua lutut

bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Semenjak itu, Fumeripits terus mengembara

dan di setiap daerah yang disinggahinya, ia membangun rumah panjang dan

menciptakan manusia-manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat

seperti saat ini. Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang

berdiam di pegunungan tengah atau di bagian pantai lainnya.

Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan daerah

tersebut masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal di pesisir barat

daya Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal di wilayah administratif

Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas 4 kecamatan, yaitu Sarwa-Erma,

Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini Asmat telah masuk ke dalam kabupaten baru,

yaitu kabupaten Asmat.

Page 3: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

4

Perkampungan orang Asmat yang jumlahnya tidak kurang dari 120 buah

tersebar dengan jarak yang saling berjauhan. Kampung mereka didirikan dengan

pola memanjang di tepi-tepi sungai dan dibangun sedemikian rupa sehingga mudah

mengamati musuh. Sedikitnya ada 3 kategori kampung bila dilihat dari jumlah

warganya. Kampung besar, yang umumnya terletak di bagian tengah, dihuni oleh

sekitar 500-1000 jiwa. Kampung di daerah pantai, rata-rata dihuni oleh sekitar 100-

500 jiwa. Kampung di bagian hulu sungai, jumlah warganya lebih kecil ,

berpenduduk sekitar 50-90 jiwa.

Suku Asmat mempunyai

kebiasaan dan adat istiadat yang khas

diantaranya membuat ukiran tanpa

ada sketsa dulu. Ukiran-ukiran yang

dibuat oleh orang Asmat memiliki

makna sebagai persembahan atau

ucapan rasa syukur kepada nenek

moyang. Mengukir adalah jalan untuk

berinteraksi dengan leluluhur. Pesta

Bis, Pesta Perah, Pesta Ulat Sagu dan

pesta Topeng sebagai bentuk upaya

menghindarkan diri dari musibah dan

marabahaya. Selain itu, Suku Asmat

juga suka berhias.

Page 4: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

5

Serba – Serbi Suku Asmat

Kondisi Alam Suku Asmat

Wilayah yang mereka tinggali sangat unik. Dataran coklat lembek yang

tertutup oleh jaring laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali Suku Asmat ini telah

menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 Kecamatan

atau Distrik. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3000-4000

milimeter/tahun. Setiap hari juga pasang surut laut masuk kewilayah ini,sehingga

tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan

hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk diatas tanah yang lembek. Praktis tidak

semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-

hati agar tidak terpeleset,terutama saat hujan.

Pertentangan & Persebaran Suku Asmat

Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling

mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya.

Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan

dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan

lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang

dipanggang dan dimakan. Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi

dari ingatan.

Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut arafuru dan

pegunungan jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang

ditempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa

kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa

dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku

Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu

jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan

sebagainya.

Page 5: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

6

Kampung Asmat

Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung.

Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah

Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni

oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri.

Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak

Asmat sedang bersekolah.

Ciri Fisik & Mata Pencaharian Suku Asmat

Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas,berkulit hitam

dan berambut keriting. Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang Asmat

wanita sekitar 162cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm. Ciri-ciri bagian

tubuh lainnya adalah bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis,

hidung mancung, dan kulit hitam. Orang Asmat pada umumnya tidak banyak

menggunakan kaki untuk berjalan jauh, oleh karena itu betis mereka terlihat menjadi

kecil. Namun setiap saat mereka mendayung dengan posisi berdiri sehingga otot-

otot tangan dan dadanya tampak terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan

kelihatan kurus karena banyaknya perkerjaan yang harus mereka lakukan.

Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan

suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat

darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari

nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular, kasuari, burung, babi hutan dll.

mereka juga selalu meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan

yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan, kehidupan dari ketiga suku ini

ternyata telah berubah.

Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungan sekitarnya,terutama untuk

mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun, yang tentunya masih

menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana. Masakan suku Asmat

tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka adalah ulat sagu. Namun

sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.

Page 6: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

7

Makanan Pokok Suku Asmat

Makanan Pokok orang Asmat adalah sagu,hampir setiap hari mereka makan

sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar dalam bara api.Kegemaran lain

adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu,biasanya ulat sagu

dibungkus dengan daun nipah,ditaburi sagu,dan dibakar dalam bara api.Selain itu

sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun yang memprihatinkan adalah

masalah sumber air bersih.Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan

tanah berawa.Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih

untuk kebutuhan sehari-hari.

Cara Merias DIri Suku Asmat

Suku asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka.

mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk

menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah

dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang

dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan

tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh.

Adat Istiadat Suku asmat

Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan

masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal

agama lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah

menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.

Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya,

masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu :

Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga

dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau

ibu mertua.

Page 7: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

8

Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan

secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan

Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI

sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.

Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah

berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah

pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita

dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang

kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam

penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan

selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya

walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.

Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya

disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila

masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan

nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota

keluarga yang ditinggalkan.

Page 8: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

9

Rumah Adat Suku Asmat

Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25

meter.Sampai

sekarang masih

dijumpai Rumah

Tradisional ini jika

kita berkunjung ke

Asmat Pedalaman.

Bahkan masih ada

juga di antara

mereka yang

membangun rumah

tinggal diatas

pohon.

Kepercayaan Dasar Suku Asmat

Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal

dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap

sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan

pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga

percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing

mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi

masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang

Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai

macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.

Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.

Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.

Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.

Page 9: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

10

Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar

menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh

nenek moyang seperti berikut ini :

Mbismbu (pembuat tiang)

Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)

Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)

Yamasy pokumbu (upacara perisai)

Mbipokumbu (Upacara Topeng)

Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah

meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana,

bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah,

mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta

patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.

Roh-Roh & Kekuatan Magis

Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya.

Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-

makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke

dalam 2 kategori :

Roh Setan

1. Setan yang membahayakan hidup. Setan yang membahayakan hidup

ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam

nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah

meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang

membawa penyakit dan bencana (Osbopan).

Page 10: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

11

2. Setan yang tidak membahayakan hidup. Setan dalam kategori ini

dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak

membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-

nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal

roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari

roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow.

Kekuatan Magis & Ilmu Sihir

Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang

kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang pantang dilakukan

dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan

makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan pemburuan binatang.

Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang

hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga

yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan

mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.

Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat

Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi

masyarakat Asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung kakatua dan nuri,serta

bakung), seperti kata Asmat diatas, menunjukkan bagaimana sesungguhnya

masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka.

Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam

gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu

realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.

Page 11: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

12

Derita perempuan Asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku

tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan

anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada

mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari

hutan,memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat

masak termaksud mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan

minum keluarga.

Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati

makanan yang disediakan istrinya,mengisap tembakau,dan berjudi. Kadang suami

membuat rumah atau perahu,namun dengan batuan istri. Ada pula suami yang mau

menemani istrinya mencari kayu bakar. Sayangnya mereka hanya benar-benar

menemani. Mendayung perahu,menebang kayu,dan membawanya pulang adalah

tugas istri. Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak

istrinya.

Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan,maka

istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi,maka istri pula

yang akan dijadikan obyek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa

pula untuk mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk, sehingga istripun yang

akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.

Kadangkala laki-laki Asmat mengukir,jika mereka ingin tau atau jika hendak

menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan

semakin bertambah. Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan

lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir.

Semakin lama laki-laki mengukir,semakin banyak pula makanan yang harus mereka

sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat, karena harus

memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan bahkan menjaring ikan, lebih

tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual, maka uangnya hanya untuk suami yang

membuatnya, perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih

payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiran pun tidak

akan selesai dibuat.

Page 12: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

13

Bencana yang waspadai Suku Asmat

Bencana bagi Suku Asmat kurang lebih ada 3,yaitu ;

Penyakit Malaria

Buaya

HIV/AIDS

Setelah virus HIV/AIDS marak di Asmat dan mulai merenggut korban jiwa,

semakin bertumpuk daftar persoalan yang harus dihadapi PEMDA dan seluruh

masyarakat Asmat. Sebagai sebuah Kabupaten baru yang tengah sibuk-sibuknya

melakukan pembenahan infrastruktur dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan baru, dalam berbagi aspek,

berjangkitnya HIV/AIDS ini merupakan sebuah pukulan telak yang bakal menyedot

dana, waktu, tenaga, dan pikiran dari segenap komponen masyarakat Asmat

,instansi-instansi terkait dalam jajaran pemerintahan Kabupaten Asmat khususnya

dan sudah pasti butuh Pemerintah Pusat perlu segera mengambil langkah-langkah

penanggulanggannya.

Upacara Adat Suku Asmat

Ritual Kematian

Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah

meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak

mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir

hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap

hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh

bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian orang dewasa

mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.

Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang

terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari

kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan

pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada

siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di

Page 13: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

14

kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad

20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap

sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan

membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk

dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.

Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul

mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya.

Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit.

Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si sakit

akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi

rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon

nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan

menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan

keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. Sementara itu, orang-orang

di sekitar rumah kematian telah menutup semua lubang dan jalan masuk (kecuali

jalan masuk utama) dengan maksud menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat

yang berkeliaran pada saat menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan

kesedihan dengan cara menangis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri

tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah

berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga akan menikah lagi) dan

menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain.

Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman

bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak,

tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak

kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang

meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah meninggal

tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu

diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yangtingginya 5-8 meter.

Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan

perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan

seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.

Page 14: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

15

Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur

jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-

laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur

dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman

umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-

semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat

menemukan kuburannya.

Ritual Pembuatan & Pengukuhan Perahu Lesung

Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru

Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu

diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan

kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu.

Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah

dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua

adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat

Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka

batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.

Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada

kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya

menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang dipimpin oleh

seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah agar perahu

itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.

Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar

berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk keluarga

yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya.Setelah dicat,

perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan

terlebih dahulu. Para pemilik perahu baru bersama dengan perahu masing-masing

berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di kampung tempat

diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa.

Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam

perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih dan

Page 15: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

16

merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan wanita bersorak-sorai

memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada juga yang

menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.

Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu

penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu -perahu ini dicoba

menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan memancing

suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih

terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.

Upacara Iblis

Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku

Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis) apabila ada

permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini diadakan untuk

memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus

segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.

Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang telah meninggal

diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah

panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak

diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam masa-masa pembuatan patung bis,

biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini

bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada

saat tertentu, seperti peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara

perang-perangan antara wanita dan pria yang diadakan tiap sore.

Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan

pada waktu ini, wanita berkesempatan untuk memukul pria yang dibencinya atau

pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak

ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi mala petaka di kampung

atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut

kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum

diantar ketempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.

Page 16: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

17

Patung bis menggambarkan rupa dari anggota keluarga yang telah

meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan paling utama

berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan hiasan-hiasan. Usai

didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun dirumah

panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan bahwa

pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar roh-roh

yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang. Mereka juga

memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan diberikan kesuburan.

Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan di daerah sagu hingga

rusak.

Upacara Pengukuhan & Pembuatan Rumah Bujang [yentpokmbu]

Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan

rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat.

Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya.

Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun

yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila ada

suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upacara tertentu, wanita

dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus

untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan

rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-

tarian dan penabuhan tifa.

Page 17: Suku asmat real

Kebudayaan Suku Asmat

18