Subiarto, Herlan Martono

14
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ASPEK KESELAMATAN PENGGUNAAN CANISTER SEBAGAI W ADAH GELAS - LIMBAH ISSN 1693 - 7902 Subiarto, Herlan Martono Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2PLR) - BA TAN ABSTRAK ASPEK KESELAMA T AN PENGGUNAAN CANISTER SEBAGAI W ADAH GELAS-LIMBAH. Canister digunakan sebagai wadah gelas- limbah hasil vitrifikasi. Lelehan gelas-limbah pada suhu 11OO°Cdalam melter dituang ke dalam canister. Gelas- limbah juga menimbulkan suhu yang tinggi, di atas 500°C, karena radiasi gamma radionuklida hasil belah. Akibat suhu tinggi terhadap bahan canister yaitu terjadinya korosi batas butir. Adanya korosi batas butir ini akan meningkatkan korosi bahan canister, sehingga menurunkan ketahanan canister. Hal ini berarti menurunkan keselamatan karena kerusakan canister akan meningkatkan potensi terlepasnya radionuklida ke lingkungan. Untuk mencegah terjadinya korosi batas butir, maka perlu dikondisikan hal yang berkaitan dengan suhu dan waktu selama proses penuangan, penanganan, dan penyimpanan sementara canister. Kata kunci : Canister, gelas-limbah, korosi batas butir, baja tahan karat austenitik AISI 304. ABSTRACT THE SAFETY ASPECT OF THE USE OF A CANISTER AS A WASTE-GLASS CONT AINER. A canister was used as a waste-glass container from vitrification. The trickle of 1100 ° C waste-glass in a melter was poured into the canister. Waste- glass also produced heat with temperature over 500°C, resulting from the g~ma radiation of fission product radionuc1ides. The high temperature resulted in sensitization on canister material. This sensitization would increase canister material corrosion, so that the durability of canister would be decreased. This lead to the decrease of the safety, because the damage of the canister would increase the release potency of radionuclides into the environment. To avoid sensitization, it needed certain condition related to temperature and time during drain process, handling and interim storage of the canister. Keywords: Canister, waste-glass, sensitization, AISI 304 austenitic stainless steel. 207

Transcript of Subiarto, Herlan Martono

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003

ASPEK KESELAMATAN PENGGUNAAN CANISTERSEBAGAI W ADAH GELAS - LIMBAH

ISSN 1693 - 7902

Subiarto, Herlan MartonoPusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2PLR) - BA TAN

ABSTRAK

ASPEK KESELAMA T AN PENGGUNAAN CANISTER SEBAGAI WADAHGELAS-LIMBAH. Canister digunakan sebagai wadah gelas- limbah hasil vitrifikasi.

Lelehan gelas-limbah pada suhu 11OO°Cdalam melter dituang ke dalam canister. Gelas­limbah juga menimbulkan suhu yang tinggi, di atas 500°C, karena radiasi gammaradionuklida hasil belah. Akibat suhu tinggi terhadap bahan canister yaitu terjadinyakorosi batas butir. Adanya korosi batas butir ini akan meningkatkan korosi bahancanister, sehingga menurunkan ketahanan canister. Hal ini berarti menurunkan

keselamatan karena kerusakan canister akan meningkatkan potensi terlepasnyaradionuklida ke lingkungan. Untuk mencegah terjadinya korosi batas butir, maka perludikondisikan hal yang berkaitan dengan suhu dan waktu selama proses penuangan,penanganan, dan penyimpanan sementara canister.Kata kunci : Canister, gelas-limbah, korosi batas butir, baja tahan karat austenitik AISI

304.

ABSTRACT

THE SAFETY ASPECT OF THE USE OF A CANISTER AS A WASTE-GLASSCONT AINER. A canister was used as a waste-glass container from vitrification. The

trickle of 1100 ° C waste-glass in a melter was poured into the canister. Waste- glassalso produced heat with temperature over 500°C, resulting from the g~ma radiationof fission product radionuc1ides. The high temperature resulted in sensitization oncanister material. This sensitization would increase canister material corrosion, so thatthe durability of canister would be decreased. This lead to the decrease of the safety,because the damage of the canister would increase the release potency of radionuclidesinto the environment. To avoid sensitization, it needed certain condition related totemperature and time during drain process, handling and interim storage of the canister.Keywords: Canister, waste-glass, sensitization, AISI 304 austenitic stainless steel.

207

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003

PENDAHULUAN

ISSN 1693 - 7902

Pada siklus I proses olah ulang bahan bakar bekas reactor nuklir, dilakukan

pemisahan U, Pu, dan unsur aktinida yang lain dari hasil belah. Larutan yang

mengandung U, Pu, unsur aktinida yang lain dan sedikit hasil belah diproses lebih lanjut

untuk dipungut U dan Pu- nya. Larutan lain yang terpisahkan banyak mengandung hasil

belah dan sedikit aktinida sebagai limbah cair aktivitas tinggi (LCA T). Karakteristik

LCAT mempunyai aktivitas yang tinggi, sebesar 4.105 Ci sehingga menimbulkan panas

yang tinggi, 1,4 kW dalam setiap canister. Agar radionuklida dalam LCAT tidak

menyebar ke lingkungan, maka LCAT disolidifikasi dengan gelas borosilikat, yang

dikenal dengan proses vitrifikasi. Pertimbangan penggunaan gelas borosilikat adalah

kareria ketahanannya dalam jangka lama, lebih tahan korosi dibanding gelas fosfat,

lebih mudah pembuatannya dan suhu pembuatannya relatif lebih rendah dibanding

keramik (1). Suhu pembuatan yang lebih rendah memungkinkan umur melter lebih lama

dan limbah padat radioaktif yang ditimbulkan relatif lebih sedikit.

Umurnnya vitrifikasi dilakukan pada suhu 1150°C dengan menggunakan bahan

pembentuk gelas yang meleleh pada suhu terse but, dan yang telah mempertimbangkan

sifat fisik, kimia, ketahanan radiasi gelas-limbah hasil serta korosi melter (1).

Setelah gelas-limbah diproses dalam me Iter, maka lelehan gelas-limbah dituang

ke dalam wadah berbentuk sHinder dari baja tahan karat austenitic, yang disebut

canister. Penuangan lelehan gelas-limbah ke dalam wadah dilakukan pada 1000°C,

sehingga baja kontak dengan lelehan gelas pada suhu 600 - 1000°C selama 2 jam.

Sebagai contoh adalah wadah milik Power Reactor and Nuclear Fuel Development

Corporation (PNC) - Jepang yang berisi 300 kg gelas-limbah dengan kandungan 25%

berat limbah yang ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan perancangan dengan

pertimbangan tertentu, wadah terse but berdiameter 430 mm, tinggi 1040 mm, tebal

bahan 6 mm. Volume wadah 118 liter dan 93% volume wadah (110 liter) berisi gelas­

limbah (2). Wadah dirancang mampu mengalami kekuatan tarik 2000 kg (0,24 kglmm2)

berkaitan pengangkatan dengan "crane" pada saat transportasi dan mampu me nahan

beban 2400 kg pada saat ditumpuk ditempat penyimpanan sementara (2).

Penanganan selanjutnya meliputi transportasi wadah ke temp at penyimpanan

sementara. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi proses pengelasan tutup

wadah, pendinginan dengan udara, dekontaminasi dengan air untuk menghilangkan

208

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

kontarninan zat radioaktif yang rnungkin rnenernpel di permukaan wadah, pengarnatan

adanya kontarninan, pengarnatan kebocoran las-Iasan, pengarnatan perubahan dirnensi

wadah karena panas, transportasi sarnpai ke ternpat penyirnpanan sernentara (2). Selarna

proses penuangan lelehan gelas-lirnbah dan transportasi, baja rnengalarni pernanasan

dari gelas-lirnbah dan dari panas radiasi yang ditirnbulkan oleh radionuklida dalarn

lirnbah.

.~ wa I J

t hie k nes s .

.----->

I u._ "1__-"--']- ..... -->r- .. - --'. -_~t t..::-..::-::.---".. ._

[--.- . J __ ~

.. ~------ ---- ---------.------- /' --- ._ ...

• -- m •••• II u i

~ I II ; __ ._.I-­I

iI

I

II

I

i·...··--I ...

.. . --- ..... --

top

materialSS 304 L

bottom~

Gambar 1. Wadah dari Baja Tahan Karat Austenitik AISI 304

Baja tahan karat austenitik paling baik terhadap ketahanan korosi dan marnpu las.

Kelernahan baja tersebut yaitu dapat terjadi korosi antar butir (sensitisasi), korosi celah

("crevis corrosion") dan retakan korosi tegangan (3). Korosi antar butir disebabkan

karena presipitasi krorn karbida pada batas butir sehingga daerah didekatnya

kekurangan Cr. Presipitasi krorn karbida terjadi pada suhu 500 - 900°C dan pada 600 ..

209

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

800°C terjadinya presipitasi paling tinggi (3). Pada pengelasan logam, korosi antar butir

dapat terjadi pada daerah yang dipengaruhi panas (HAZ =:: "Heat Affected Zone").

Terjadinya sensitisasi dapat mempercepat korosi lebih lanjut. Canister baja tahan karat

dapat untuk wadah bahan bakar bekas. Baja tahan karat akan menerima panas yang

tinggi sehingga mengalami korosi antar butir seperti diatas.

Berkaitan dengan hal diatas, maka akan diuji perubahan struktur mikro dan sifat

mekanik baja tahan karat yang mengalami pemanasan dari 600 - 1000°C selama 2 jam,

yang diikuti dengan pendinginan udara.

TRANSPORT ASI CANISTER

Sistem transportasi canister ditunjukkan pada Gambar 2. Dari gambar terse but

dapat dijelaskan sebagai berikut :

• Transportasi canister kosong dengan transfer car, sampai d bawah melter.

•. Di bawah melter, canister dihubungkan dengan drain nozzle (lubang

pengeluaran gelas-limbah) dari melter. Berat canister kosong mula-mula

diukur.

• Selanjutnya drain nozzle dibuka, sehingga lelehan gelas-limbah mengalir dari

melter ke dalam canister melalui nozzle yang dibuat dari inconel 690. Suhu

nozzle sekitar 1000°C yang dipanaskan secara induksi. Laju alir lelehan

gelas-limbah tergantung viskositas dan viskositas tergantung komposisi dan

suhu. Berat gelas-limbah dalam canister diukur terus-menerus. Jika berat

gelas-limbah dalam canister mencapai 295 - 300 kg (volumenya 110 liter,

yaitu 93% volume canister), maka penuangan lelehan gelas-limbah dihentikan

dengan cara mendinginkan drain nozzle menggunakan pendingin udara sdan

menutupnya.

• Hubungan canister dengan drain nozzle melter dilepas. Dengan transfer car,

canister dipindahkan ke tempat peralatan las. Pengelasan tutup canister

dilakukan dengan peralatan las. Pendinginan canister dilakukan selama 24

jam.

• Canister diangkat dan dipindahkan dengan "crane' ke peralatan

dekontaminasi. Dekontaminasi dilakukan dengan air dan sikat kawat.

210

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

• Canister dipindahkan dengan "crane" ke peralatan inspeksi kontaminasi

permukaan. Kontaminasi pada permukaan canister diuji dengan "smear test"

dan kemudian diukur dengan detektor.

• Pengamatan secara visual dilakukan.

• "Sealing inspection" (pengujian segel) , canister yang berisi gelas-limbah

diuji pada beberapa kondisi yang diperkirakan di dalam fasilitas penyimpanan

sementara, sehingga canister akan dipanaskan sebelum "sealing inspection"

dilakukan. Aliran sistem "sealing inspection" ditunjukkan pada Gambar 3

(1). Canister dipanaskan pada suhu antara 350 - 400°C. Udara yang

melewati "bell jar" yang menutupi tutup canister diamati. Jika unsur

radioaktif lepas dari canister melewati pori hasillas, Cs akan disaring dengan

filter HEP A dan Ru diabsorpsi dengan kolom penyerap berisi campuran

larutan HCI 6 N dan etanol pada O°e. Aktivitas terserap diukur dengan

detektor.

• Pengamatan dimensi, untuk menguji perubahan diameter dan tinggi.

Pengamatan ini untuk menentukan canister dapat dimasukkan ke dalam

lubang ditempat penyimpanan sementara.

• Canister yang berisi gelas-limbah selanjutnya dipindahkan ketempat

penyimpanan sementara dan disimpan selama 30 - 50 tahun, dengan sistem

pendingin untuk mencegah terjadinya devitrifikasi.

:Jf~QBf!IHJ; 9tfil~ll' F'ef~q'fi~~"'SI· ~f . 'T~''\I:r\VI~)g ~ , ... , ,.

Gambar 2. Sistem Transportasi Canister (1)

211

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003

KARAKTERISTIK BAJA TAHAN KARAT

ISSN 1693- 7902

Bahan baja tahan karat austenitic AISI 304 dengan komposisi C = 0,08; Mn =

1,740; Si = 0,700; P = 0,160; S = 0,03; Cr = 18,090 dan Ni = 7,110 % berat (4).

Berdasarkan penerapan baja tahan karat austenitic AISI 304 untuk wadah gelas-limbah

hasil vitrifikasi dan baja terse but kontak dengan gelas-limbah pada 600 - 1000°C, maka

akan ditinjau korosi batas butir (sensitisasi), sifat mekanik dan kekerasan baja akibat

panas. Struktur mikro baja tahan karat yang tidak dipanaskan dapat dilihat pada Gambar

4. Pada gambar terse but nampak adanya garis kasar berupa alur yang menunjukkan

bahwa pelat baja merupakan hasil proses rolling.

Struktur mikro baja tahan karat yang dipanaskan pada 600°C selama 2 jam dapat

dilihat pada Gambar 5. Perlakuan panas pada 600°C menyebabkan garis kasar yang

berupa alur semakin hilang. Pada struktur mikro tampak jelas adanya bentuk

"tw inning".

Struktur mikro baja tahan karat yangg dipanaskan pada 700°C selama 2 jam dapat

dilihat pada Gambar 6. Pada gggambar tersebut nampak bahwa batas butir membesar,

austenit dan "twinning" makin terlihat, sedangkan garis kasar yang berupa alur semakin

menghilang.

Struktur mikro baja tahan karat yan dipanaskan pada 800°C selama 2 jam dapat

dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut nampak adanya austenit dan "twinning".

Pada batas butir nampak adanya krom karbida (Cr23C6) berwama hitam yang

memungkinkan timbulnya korosi. Kesimpulan adanya krom karbida ini didukung

dengan pengamatan struktur mikro menggunakan SEM (Scanning Electron

Microscope), yang dapat dilihat pada Gambar 8.

212

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir -Jakarta, II Desember 2003

..

ISSN 1693 - 7902

<I>"FIG'w'~o~ttot ,ViI .•.,.;·,~'ti1 fed"r:~nf.(~::~ Nr~ict " ,"'1II"el) JarQi)' lI~A,teF'(1;)', HItcr-m' Ads~rb~r t'~loi';1I

,~ Hoitdlt~et" ..~ ..,B lover

Gambar 3. Aliran Sistem "Sealing Inspection"

Gambar 4. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang tidakdipanaskan dilihat dengan miikroskop optik pada perbesaran 200kali.

213

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Gambar 5. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskanpada 600°C selama 2 jam, dilihat dengan mikroskop optik pad aperbesaran 200 kali.

Gambar 6. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskanpada 700°C selama 2 jam, dengan perbesaran 200 kali

214

Scminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir· Jakarta, 11 Descmber 2003 ISSN 1693 - 7902

Gambar 7. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskanpada 800°C selama 2 jam, dilihat dengan mikroskop optik pad aperbesaran 200 kali.

Gambar 8. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskanpada 800°C selama 2 jam, dilihat dengan SEM, pada perbesaran 500kali.

215

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir • Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Struktur mikro baja tahan karat yang dipanaskan pada 900°C ditunjukkan pada

Gambar 9. Pada gambar nampak bahwa bentuk austenit dan "twinning" semakin ban yak

dan krom karbida pada batas butir semakin nampak tebal. Hal ini memungkinkan

terjadinya korosi.

Struktur mikro baja tahan karat yang dipanaskan pada 1000°C dapat dilihat pad a

Gambar 10. Pada gambar nampak bahwa bentuk austenit dan "twinning" berkurang,

sedangkan krom karbida semakin melarut.

Aspek metalurgi baja tahan karat austenitik yang tidak diinginkan yaitu terjadinya

endapan krom karbida pada batas butir. Pembentukan karbida ini mengurangi kadar

krom pada daerah sekitar batas butir sehingga ketahanan korosi menurun dan kondisi ini

disebut sensitisasi. Pengendapan karbida pada batas butir tergantung pad a tinggi suhu

dan lamanya pemanasan pada suhu terse but.

Gambar 9. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskanpada 900°C selama 2 jam, dilihat dengan mikroskop optik padaperbesaran 200 kali.

Gambar 10. Struktur mikro baja tahan karat austenitik AISI 304 yangdipanaskan pad a 1000°C selama 2 jam, dilihat dengan mikroskopoptik pada perbesaran 200 kali.

216

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Krom dan karbon didistribusi ke seluruh struktur austenit dan dapat bergabung

membentuk krom karbida pada suhu sekitar 650°C. Pada percobaan ini adanya krom

karbida nampak pada suhu 800°C. Perlakuan panas akan menghilangkan tegangan sisa.

Pada struktur mikro nampak adanya garis kasar yang berupa alur pad a baja tahan karat

yang tidak mengalami perlakuan panas. Garis terse but menunjukkan adanya tegangan

sisa karena proses "rolling ". Pada pemanasan 600, 700°C , garis tersebut makin

menghilang dan pada pemanasan 800°C garis tidak nampak lagi. Baja tahan karat

austenitik AISI 304 jenis ini mempunyai kadar karbon 0,08% berat sehingga tidak

mempunyai ketahanan terhadap korosi batas butir.

-- --..-e~. --(] m

,

J

'---+" ..•

'f'.

Gambar 11. Kekuatan tarik plat baja tahan karat austenitik AISI 304 sebagaifungsi suhu perlakuan panas selama 2 jam.

Umumnya kadar karbon lebih kecil dari 0,03% berat, baja tahan karat austenitik

Inl mempunyai ketahanan terhadap korosi batas butir. Untuk mencegah terjadinya

korosi batas butir dapat dilakukan dengan menambahkan unsur paduan yang

mempunyai afinitas terhadap karbon lebih tinggi daripada krom. Unsur-unsur tersebut

adalah titanium, tantalum atau niobium sehingga pada pemanasan dalam daerah suhu

sensitisasi akan terbentuk titanium karbida atau niobium karbida. Akibatnya kadar krom

dalam baja tahan karat tidak berkurang. Baja tahan karat austenitik AISI 321 adalah baja

217

Seminar Tahunan Pengawasan PC!T,anfaatan Tcnaga Nuklir • Jakarta, II Dcsember 2003 ISSN 1693 - 7902

tahan karat yang tahan terhadap korosi batas butir karena mengandung unsur-unsur

terse but.

Kekuatan tarik pelat baja tahan karat austenitik AISI 304 dapat dilihat pada

Gambar 11. Dari grafik nampak bahwa plat baja tahan karat yang tidak mengalami

perlakuan panas, mempunyai kekuatan tarik 68,13 kglmm2 dan batas mulur yang tinggi,

yaitu 25,23 kglmm2• Hal ini karena baja masih mempunyai tegangan sisa akibat proses

"rolling", yang dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai garis kasar yang berupa alur.

Perlakuan panas baja tahan karat austenitik AISI 304 pada suhu 600-800°C

menyebabkan kekuatan tarik menurun (60,06 - 58,30 kg/mm2) karena tegangan sisa

semakin berkurang. Pada suhu 800-900°C , kekuatan tarik meningkat lagi (58,30 ­

60,02 kglmm2 ) karena terbentuknya krom karbida yang memiliki sifat keras dan rapuh.

Adanya sifat keras dan rapuh dari krom karbida menurunkan batas mulurnya (24,87 ­

21,41 kglmm2 ). Pada suhu 1000°C, kekuatan tarik sedikit turun karena larutnya krom

karbida di batas butir dan makin besarnya ukuran butir austenit.

Berdasarkan uraian diatas maka baja tahan karat austenitik AISI 304 yang telah

men galami pemanasan pada 600°C atau lebih, kekuatan tariknya (60,06 - 59,50

kg/mm2) masih memenuhi persyaratan sesuai penggunaannya dalam transportasi wadah,

yaitu 0,24 kglmm2•

Pada pemanasan 800°C atau lebih, secara mikroskopis nampak adanya krom

karbida pada batas butir. Adanya krom karbida akan mempercepat laju korosi bahan

wadah pada penyimpanan lestari di dalam formasi tanah dalam.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Baja tahan karat austenitik AISI 304 yang dipanaskan pada suhu 600-800°C

selama 2 jam, kekuatan tariknya menurun dari 60,06 - 58,30 kglmm2 karena turunnya

tegangan sisa. Pada pemanasan 800 - 900°C selam 2 jam, kekuatan tariknya naik dari

58,30 - 60,02 kglmm2 karena timbulnya krom karbida yang bersifat keras dan rapuh.

Pada pemanasan 1000°C, kekuatan tariknya 59,50 kglmm2 sedikit menurun karena

melarutnya krom karbida di batas butir dan makin besamya butir austenit.

218

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta. II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Akibat pemanasan pada suhu 600 - 1000 °C selama 2 jam, wadah gelas-limbah

dari baja tahan karat austenitik AISI 304 masih memenuhi persyaratan dari segi

kekuatan tariknya.

Untuk mencegah korosi batas butir yang meningkatkan laju korosi baja, maka

perlakuan panas canister harus jauh di bawah 800°C. Penyimpanan sementara dengan

sistem pendingin disamping mencegah devitrifikasi, juga mencegah sensitisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. IAEA," Characteristics of solidified high level waste products", Technical

Report Series No. 187, IAEA, Vienna, 1979;

2. MARTONO H, "Characterization of waste glass and treatment of high level

liquid waste, Report at Tokai Works - PNC, Japan, 1988;

3. SMITH W.F, " Structure and Properties of Engineering Alloys", Mc. Graw- Hill,

New York, 1981;

4. Biro Klasifikasi Indonesia, Hasil analisis baja tahan karat AISI 304, Jakarta, 1996;

5. BECKER W. et all, " Properties of Radioactive Wastes and waste Container",

Brookhaven National Laboratory, New York, 1979;

6. MENDEL lE, " The Fixation of High Level Waste in Glasses", Pacific

Northwest Laboratory, Washington, 1985;

7. SIDNEY H.A, " Introduction to Physical Metallurgy", Mc. Graw-Hill

Internarional Edition, 1974;

8. WILLIAM F.S, " Principles of Material Science and Engineering", Mc. Graw­

Hill International Editions, 1990;

9. DONALD P. et all, " Handbook of Stainless Steel", Mc. Graw-Hill, New York,

1977.

219

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003

DISKUSI

ISSN 1693 - 7902

Pertanyaan (Djarwani S. - Universitas Indonesia)

1. Apakah BATAN menggunakan biaya anstenitik AISI 321, atau AISI 304?

2. Berapa dalam limbah disimpan?

Jawaban (Subiarto, P2PLR - BArAN)

1. BAT AN belum menggunakan canester baja ini dalam pengelolaan limbahnya.

Makalah ini hasH studiltraining Bapak Herlan Martono di Jepang mengenai

pengelolaan limbah aktivitas tinggi. AISI 321 memang mengandung tantalum,

niobium atau titanium yang afinitasnya terhadap karbon lebih tinggi daripada krom,

tetapi yang digunakan di Jepang saat studi adalah baja anstenitik AISI 304.

2. Limbah aktifitas tinggi disimpan di formasi tanah dalam (kedalaman:::: 500 m).

220