Subdural Hematome Kronik

download Subdural Hematome Kronik

of 15

Transcript of Subdural Hematome Kronik

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    1/15

    DEFINISI

    Subdural hematom atau perdarahan subdural adalah salah satu bentuk cedera otak

    dimana perdarahannya terjadi diantara duramater ( lapisan pelindung terluar dari otak)

    dan arachnoid (lapisan tengah meningens).

    EPIDEMIOLOGI

    Pada hematoma subdural dapat terjadi pada semua umur. Biasanya terdapat pada

    bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan komplikasi dari kelahiran dan trauma

    pasca natal. Orang tua memiliki resiko yang meningkat untuk menderita hematom

    subdural akut setelah trauma kepala. Hematom subdural kronik biasanya terjadi pada

    orang usia lanjut yang umurnya lebih dari 50 tahun. Sepertiga sampai setengah penderita

    hematom subdural kronik tidak memiliki riwayat trauma kepala. Kalaupun memiliki

    riwayat trauma, biasanya merupakan trauma ringan. Laki-laki lebih banyak terkena

    dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1. Kebanyakan pemeriksaan pada saat

    ini menunjukkan terjadinya peningkatan insiden, dikarenakan semakin majunya alat-alat

    radiologi.

    ANATOMI

    Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.

    Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, akan mudah sekali terkena cedera dan

    mengalami kerusakan. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeuratika, suatu jaringan

    fibrosa, padat dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan

    trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan

    membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-

    pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah

    yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea

    terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika.

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    2/15

    Cranium

    Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

    memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau

    tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan

    dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu

    kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna

    mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior.

    Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri

    ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat

    menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.

    Gambar Lapisan meningen otak

    Duramater

    Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningens. Ketiga lapisan meningensadalah duramater, arachnoid, dan piamater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri

    dan strukturnya berbeda dari struktur lainnya.

    Duramater adalah membran luar yang semitranslusen dan tidak elastis. Terdiri

    dari lamina meningealis dan lamina endostealis. Fungsinya adalah :

    1. Melindungi otak

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    3/15

    2. Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas duramater dan lapisan endotelial sajatanpa jaringan vaskular)

    3. Membentuk periosteum tabula interna.Duramater melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak. Oleh karena itu, bila

    duramater robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara akan

    timbul berbagai masalah. Lamina meningealis mempunyai permukaan yang licin dan

    dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa yaitu:

    1. Falx cerebri2. Tentorium cerebella3. Falx cerebelli4. Diaphragma sellae

    Falx cerebri berbentuk bulan sabit dengan arah vertikal dan terletak di dalam

    fissura longitudinalis cerebri, memisahkan hemispherium cerebri sinister terhadap

    hemispherium dexter. Tepi cranial falx serebri berbentuk konveks, melekat pada facies

    interna calvaria cranii di linea mediana, membentuk sinus sagitalis superior. Tepi caudal

    falx cerebri berbentuk konkaf, berada bebas dan membentuk sinus sagitalis inferior,

    terletak di sebelah superior serta mengikuti lengkungan corpus callosum. Di sepanjang

    tempat perlekatan falx cerebri pada tentorium cerebelli terdapat sinus rectus.Tentorium

    cerebelli memisahkan cerebellum terhadap lobus occipitalis cerebri. Tepi posteriornya

    berbentuk konveks, melekat pada tepi sulcus transversus, membentuk sinus transverses.

    Ke arah lateral, tentorium cerebelli melekat pada tepi cranial pars petrosa ossis

    temporalis, membentuk sinus petrosus superior.

    Duramater mempunyai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior

    disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis

    interna. Pembuluh anterior dan etmoid juga merupakan cabang dari arteria karotis interna

    dan menyuplai fossa anterior. Arteri meningea posterior yaitu cabang dari arteria

    oksipitalis, menyuplai darah ke fossa posterior.

    Di dekat duramater tetapi tidak menempel padanya adalah membran halus,

    fibrosa, dan elastis yang dikenal sebagai arakhnoid. Membran ini tidak melekat pada

    duramater, akan tetapi ruangan antara kedua membran tersebut - ruang subdural -

    merupakan ruangan yang potensial. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    4/15

    mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali cedera dan

    robek pada trauma kepala (otak).

    ETIOLOGI

    Pada hematom subdural biasanya disebabkan robekan vena-vena di daerah

    corteks cerebri atau bridging vein oleh suatu trauma. Kebanyakan perdarahan subdural

    disebabkan karena trauma kepala yang merusakkan vena-vena kecil di dalam lapisan

    meninges. Pada orang muda yang sehat, perdarahan biasanya dipicu oleh pengaruh yang

    jelas, seperti kecelakaan pada kendaraan dengan kecepatan tinggi. Sebaliknya, orang tua

    dapat mengalami perdarahan subdural akibat trauma kecil seperti jatuh dari kursi.

    Subdural hematom dapat terjadi pada bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan

    komplikasi dari kelahiran dan trauma pasca natal.

    PATOFISIOLOGI

    Pada hematoma subdural, daerah yang terdapat diantara arachnoid dan duramater

    (disebut daerah subdural), dimana tidak seperti pada daerah epidural, tidak dibatasi oleh

    sutura kranialis. Jembatan-jembatan vena (Bridging veins) melintasi daerah ini, berjalan

    dari permukaan kortikal menuju sinus dural. Pendarahan pada vena-vena ini dapat terjadi

    sebagai akibat dari mekanisme sobekan (dapat pula karena dorongan rotasional atau

    linear) di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatik dari vena-vena, yang

    dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular.

    Karena permukaan subdural tidak dibatasi oleh sutura cranialis, darah dapat

    menyebar di seluruh hemisper dan masuk ke dalam fisura hemisfer, hanya dibatasi oleh

    refleksi dural. Kemampuan darah untuk menyebar relatif berakhir tak terkendali dan

    memberikan gambaran yang meluas.

    Mekanisme yang biasa menyebabkan munculnya hematom subdural akut adalah

    benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Karena otak yang bermandikan cairan

    serebrospinal (CSS) dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir,

    berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus

    pada tempat dimana mereka menembus duramater, dengan akibat terjadi perdarahan di

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    5/15

    dalam ruang subdural. Subdural hematom akut biasanya ada hubungannya dengan trauma

    yang jelas dan seringkali disertai dengan laserasi atau kontusi otak.

    Hematoma subdural kronik lebih kurang nyata gejalanya. Korban yang sering

    adalah orang yang lanjut usia dan peminum alkohol. Pada penderita demikian, biasanya

    didapatkan atrofi otak yang berakibat bertambah bebasnya pergerakan otak didalam

    ruang tengkorak. Kebebasan bergerak ini berarti pula meningkatnya kemungkinan ruptur

    dari vena-vena jembatan, dan pada pendenta -penderita ini, dapat terjadi secara perlahan-

    lahan oleh trauma ringan saja atau bahkan tidak diketahui adanya trauma sebelumnya.

    Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7-10

    hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Dengan adanya

    selisih tekanan osmotik yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi

    kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang

    menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di

    sekelilingnya. Oleh karena hematom subdural disebabkan perdarahan vena, maka

    meningginya tekanan intrakranial terjadi secara lambat.

    MANIFESTASI KLINIK

    Pada subdural hematom diklasifikasikan menjadi subdural hematom akut

    (hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 48 jam setelah trauma.

    Subdural hematom subakut (isodens) antara 2-3 minggu, dan subdural hematom kronik

    bila lebih dari 3 minggu setelah trauma.

    Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom dan

    derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala

    neurologis yang sering muncul adalah :

    1. Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi penurunan kesadaran

    2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom

    3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya

    4. Hemiparesis kontralateral

    5. Papiledema

    Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil secara unilateral

    merupakan tanda-tanda dari hematoma yang membesar.

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    6/15

    Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala yang

    menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang

    perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu, penderita memperlihatkan tanda-

    tanda status neurologis yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-

    lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring dengan

    pembesaran hematom, penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak

    memberikan respon terhadap rangsang bicara dan nyeri.

    Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya tersembunyi, dengan

    gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan, disfungsi kognitif

    dan gangguan memori, hemiparesis, sakit kepala, dan afasia. Sakit kepala berfluktuasi

    tergantung dari derajat keparahan, biasanya karena perubahan posisi. Pada pasien umur

    60 tahun atau lebih, hemiparesis atau refleks yang asimetris lebih sering tampak.

    Sedangkan pada pasien yang lebih muda dari umur 60 tahun, gejala yang paling sering

    adalah sakit kepala.

    PENATALAKSANAAN

    Penanganan darurat :

    1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom.Terapi medikamentosa

    Elevasi kepala 30 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal

    atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan

    meningkakan drainase vena. Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah

    golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),

    mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri

    yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.

    Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam

    pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka

    panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana

    (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara

    teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    7/15

    intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi

    dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa

    diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan

    dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum

    3-4mg%.

    Terapi Operatif

    Operasi di lakukan bila terdapat :

    1. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)2. Keadaan pasien memburuk3. Pendorongan garis tengah > 3 mm

    Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk

    fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi

    emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi

    untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume:

    - > 25 cc = desak ruang supra tentorial- > 10 cc = desak ruang infratentorial- > 5 cc = desak ruang thalamus

    Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

    - Penurunan klinis- Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

    penurunan klinis yang progresif.

    - Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm denganpenurunan klinis yang progresif.

    KOMPLIKASI

    1. Kelainan neurologik (deficit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadidalam beberapa jam sampai bebrapa bulan.

    2. Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental.3. Kematian.

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    8/15

    PROGNOSIS

    Prognosis tergantung pada :

    Lokasinya (infratentorial lebih jelek).

    Besarnya hematom.

    Kesadaran saat masuk kamar operasi.

    Prognosis subdural hematoma baik bila diagnosis ditegakkan lebih awal. Operasi

    diperlukan sebelum kondisi pasien semakin memburuk. Pada kasus tersebut, dapat terjadi

    penyembuhan yang sempurna. Pada kasus yang lain, penderita gagal untuk merespon

    aliran hematoma. Echlin melaporkan tingkat kematian sekitar 39 % dari 300 kasus yang

    ada. McKissock membagi kasus-kasus tersebut ke dalam akut, subakut, dan kronik

    dimana tingkat mortalitas sekitar 57 % pada kasus yang bersifat akut, 24 % pada kasus

    yang bersifat subakut, dan 6% pada kasus yang bersifat kronik. Prognosis memburuk

    pada orang tua dan bayi.

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    9/15

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

    2. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono,Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

    3. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral, Updates InNeuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    10/15

    ILUSTRASI KASUS

    Seorang pasien laki-laki, usia 62 tahun masuk IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang

    pada tanggal 13 September 2011 dengan:

    Keluhan Utama: Penurunan kesadaran

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    - Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasiensedang duduk kemudian ketika pasien akan berdiri tiba-tiba terjatuh lalu tidak

    sadarkan diri. Pasien tidak berespon ketika dipanggil dan ditepuk oleh keluarga.

    - Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, nyeri kepaladirasakan hilang timbul, namun nyeri kepala ini dirasakan semakin bertambah dalam

    1 minggu ini. Nyeri kepala dirasakan di seluruh bagian kepala.

    - Kelemahan anggota gerak kanan dirasakan sejak 1 minggu ini, namun pasien masihmampu berjalan dengan menyeret.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    - Riwayat trauma kepala ada yaitu 1 bulan yang lalu, pasien jatuh saat di kamar mandihingga kepala terbentur ke dinding kamar mandi, tidak ada luka robek, hanya terdapat

    benjolan akibat benturan.

    - Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan stroke sebelumnya tidakada.

    Riwayat Penyakit Keluarga :

    - Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat menderita hipertensi, diabetes mellitus,dan penyakit jantung.

    Riwayat Pribadi dan Sosial :

    Pasien tidak bekerja, pasien tinggal bersama anak.

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    11/15

    PEMERIKSAAN FISIK

    Status Generalis :

    Keadaan umum : buruk

    Kesadaran : soporous (GCS E2M4V3 = 9)

    Tekanan darah : 130/80 mmHg

    Nadi : 87x/menit

    Nafas : 26x/menit, teratur

    Suhu : 36,9oC

    BB : 53 kg

    TB : 164 cm

    Status Internus :

    Kulit : tidak ada kelainan

    KGB : tidak teraba pembesaran

    Kepala : tidak ada kelainan

    Rambut : tidak ada kelainan

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    THT : tidak ada kelainan

    Mulut : tidak ada kelainan

    Leher : JVP 5-2 cmH2O

    THORAK : - Paru: Inspeksi : simetris kiri = kanan

    Palpasi : fremitus normal kanan sama dengan kiri

    Perkusi : sonor

    Auskiltasi : vesikuler normal, ronchi (-), wheezing (-)

    - Jantung: Inspeksi : iktus tidak terlihat

    Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

    Perkus : batas-batas jantung dalam batas normal

    Auskultasi : irama teratur, murni, bising (-)

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    12/15

    - Abdomen : Inspeksi : tidak membuncitPalpasi : hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : tympani

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    - Punggung : Inspeksi : penonjolan (-)

    Palpasi : nyeri tekan (-)

    Perkusi : nyeri ketok (-)

    - Anus dan Genitalia : tidak diperiksa

    Status Neurologis :

    A. Tanda rangsangan meningealKaku kuduk : (-) Brudzinki I : (-)

    Brudzinki II : (-) Tanda Kernig : (-)

    B. Tanda Peningkatan Tekanan IntrakranialPupil : anisokor, diameter 3 mm/4 mm, reflek cahaya +/-

    Muntah proyektil : tidak ada

    Sakit kepala : sukar dinilai

    C. Pemeriksaan Nervus KranialisN I. Olfaktorius : sukar dinilai

    N II. Optikus : funduskopi = edema papil

    N III, IV, & VI : doll eyes movement bergerak

    N V : reflek kornea +/+

    N VII. Fasialis : wajah simetris, plica nasolabialis kanan=kiri

    N VIII Vestibularis : sukar dinilai

    N IX. Glossophariengeus : reflek muntah (+)

    N X. Vagus : nadi teratur

    N XI. Assesorius : sukar dinilai

    N XII. Hipoglosus : sukar dinilai

    D. Pemeriksaan Koordinasi : sukar dinilaiE. Pemeriksaan Fungsi Motorik

    Tes jatuh : lateralisasi ke kanan

    F. Sensorik : respon (+) dengan rangsangan nyeri

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    13/15

    G. Sistem reflexFisiologis : + ++

    + ++

    Patologis : - -

    - -

    H. Fungsi luhur : sukar dinilaiTanda dementia : tidak ada

    Pemeriksaan laboratorium :

    Darah :

    Hb : 15 gr/dl

    Leukosit : 13.200/mm3

    Ht : 40%

    Trombosit : 298.000/mm3

    Diagnosa Klinis : penurunan kesadaran + hemiparese dekstra

    Diagnosa Topik : subdural

    Diagnosa Etiologi : trauma kapitis

    Diagnosis Sekunder : -

    Pemeriksaan Anjuran :

    EKG

    Brain CT Scan

    Penatalaksanaan :

    1. Umum- Bedrest, elevasi kepala 300- O2 3L/menit- Pasang NGT- Pasang kateter, balance cairan- IVFD Nal 0,9% 12 jam/kolf

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    14/15

    - Diet MC 1650 kkal2. Khusus

    Dexamethasone : 4 x 10 mg (IV)

    Paracetamol 3 x 500 mg (po)

    Prognosis :

    Quo ad vitam : Dubia at malam

    Quo ad sanam : Dubia at malam

    Quo ad fungsionam : Dubia at malam

  • 7/30/2019 Subdural Hematome Kronik

    15/15

    DISKUSI

    Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 62 tahun sejak tanggal 13

    September 2011 di RSUP Dr.M. Djamil Padang dengan diagnosis klinik pada saat

    pasien masuk adalah penurunan kesadaran + hemiparesis dekstra. Diagnosa topik yaitu

    subdural. Diagnosis etiologi adalah trauma kapitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

    anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

    Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang penurunan kesadaran

    sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang duduk kemudian

    ketika pasien akan berdiri tiba-tiba terjatuh lalu tidak sadarkan diri. Pasien tidak

    berespon ketika dipanggil dan ditepuk oleh keluarga. Pasien juga mengeluhkan adanya

    nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, nyeri kepala dirasakan hilang timbul, namun nyeri

    kepala ini dirasakan semakin bertambah dalam 1 minggu ini. Nyeri kepala dirasakan di

    seluruh bagian kepala. Kelemahan anggota gerak kanan dirasakan sejak 1 minggu ini,

    namun pasien masih mampu berjalan dengan menyeret. Pasien pernah mengalami

    trauma kepala 1 bulan yang lalu, pasien jatuh saat di kamar mandi hingga kepala

    terbentur ke dinding kamar mandi, tidak ada luka robek, hanya terdapat benjolan akibat

    benturan.Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien soporous (GCS: E2M4V3),

    tanda rangsang meningeal (-) TIK (+) berupa pupil anisokor 3 mm/4 mm. Dari

    pemeriksaan funduskopi didapatkan edema papil, Dolls Eye Movement (+), plica

    nasolabialis kanan = kiri, reflek muntah (+), motorik : tes jatuh lateralisasi ke kanan.

    Reflex fisiologis berkurang untuk anggota gerak kanan dibandingkan anggota gerak

    kiri. Reflex patologis negatif pada anggota gerak atas dan bawah.

    Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah elevasi kepala 30

    o

    untukmengurangi tekanan intracranial, O2 3 liter/menit, Diet MC, IVFD NaCl 0,9% 12

    jam/kolf. Penatalaksanaan khusus pada pasien ini adalah Dexamethason 4 x 10 mg IV

    untuk mengurangi tekanan intrakranial, Paracetamol 3 x 500 mg.