Subdural Hematome Kronik
-
Upload
ferdy-moreza -
Category
Documents
-
view
242 -
download
0
Transcript of Subdural Hematome Kronik
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
1/15
DEFINISI
Subdural hematom atau perdarahan subdural adalah salah satu bentuk cedera otak
dimana perdarahannya terjadi diantara duramater ( lapisan pelindung terluar dari otak)
dan arachnoid (lapisan tengah meningens).
EPIDEMIOLOGI
Pada hematoma subdural dapat terjadi pada semua umur. Biasanya terdapat pada
bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan komplikasi dari kelahiran dan trauma
pasca natal. Orang tua memiliki resiko yang meningkat untuk menderita hematom
subdural akut setelah trauma kepala. Hematom subdural kronik biasanya terjadi pada
orang usia lanjut yang umurnya lebih dari 50 tahun. Sepertiga sampai setengah penderita
hematom subdural kronik tidak memiliki riwayat trauma kepala. Kalaupun memiliki
riwayat trauma, biasanya merupakan trauma ringan. Laki-laki lebih banyak terkena
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1. Kebanyakan pemeriksaan pada saat
ini menunjukkan terjadinya peningkatan insiden, dikarenakan semakin majunya alat-alat
radiologi.
ANATOMI
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeuratika, suatu jaringan
fibrosa, padat dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-
pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah
yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea
terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika.
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
2/15
Cranium
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau
tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan
dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu
kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna
mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri
ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat
menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.
Gambar Lapisan meningen otak
Duramater
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningens. Ketiga lapisan meningensadalah duramater, arachnoid, dan piamater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri
dan strukturnya berbeda dari struktur lainnya.
Duramater adalah membran luar yang semitranslusen dan tidak elastis. Terdiri
dari lamina meningealis dan lamina endostealis. Fungsinya adalah :
1. Melindungi otak
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
3/15
2. Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas duramater dan lapisan endotelial sajatanpa jaringan vaskular)
3. Membentuk periosteum tabula interna.Duramater melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak. Oleh karena itu, bila
duramater robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara akan
timbul berbagai masalah. Lamina meningealis mempunyai permukaan yang licin dan
dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa yaitu:
1. Falx cerebri2. Tentorium cerebella3. Falx cerebelli4. Diaphragma sellae
Falx cerebri berbentuk bulan sabit dengan arah vertikal dan terletak di dalam
fissura longitudinalis cerebri, memisahkan hemispherium cerebri sinister terhadap
hemispherium dexter. Tepi cranial falx serebri berbentuk konveks, melekat pada facies
interna calvaria cranii di linea mediana, membentuk sinus sagitalis superior. Tepi caudal
falx cerebri berbentuk konkaf, berada bebas dan membentuk sinus sagitalis inferior,
terletak di sebelah superior serta mengikuti lengkungan corpus callosum. Di sepanjang
tempat perlekatan falx cerebri pada tentorium cerebelli terdapat sinus rectus.Tentorium
cerebelli memisahkan cerebellum terhadap lobus occipitalis cerebri. Tepi posteriornya
berbentuk konveks, melekat pada tepi sulcus transversus, membentuk sinus transverses.
Ke arah lateral, tentorium cerebelli melekat pada tepi cranial pars petrosa ossis
temporalis, membentuk sinus petrosus superior.
Duramater mempunyai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior
disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis
interna. Pembuluh anterior dan etmoid juga merupakan cabang dari arteria karotis interna
dan menyuplai fossa anterior. Arteri meningea posterior yaitu cabang dari arteria
oksipitalis, menyuplai darah ke fossa posterior.
Di dekat duramater tetapi tidak menempel padanya adalah membran halus,
fibrosa, dan elastis yang dikenal sebagai arakhnoid. Membran ini tidak melekat pada
duramater, akan tetapi ruangan antara kedua membran tersebut - ruang subdural -
merupakan ruangan yang potensial. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
4/15
mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali cedera dan
robek pada trauma kepala (otak).
ETIOLOGI
Pada hematom subdural biasanya disebabkan robekan vena-vena di daerah
corteks cerebri atau bridging vein oleh suatu trauma. Kebanyakan perdarahan subdural
disebabkan karena trauma kepala yang merusakkan vena-vena kecil di dalam lapisan
meninges. Pada orang muda yang sehat, perdarahan biasanya dipicu oleh pengaruh yang
jelas, seperti kecelakaan pada kendaraan dengan kecepatan tinggi. Sebaliknya, orang tua
dapat mengalami perdarahan subdural akibat trauma kecil seperti jatuh dari kursi.
Subdural hematom dapat terjadi pada bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan
komplikasi dari kelahiran dan trauma pasca natal.
PATOFISIOLOGI
Pada hematoma subdural, daerah yang terdapat diantara arachnoid dan duramater
(disebut daerah subdural), dimana tidak seperti pada daerah epidural, tidak dibatasi oleh
sutura kranialis. Jembatan-jembatan vena (Bridging veins) melintasi daerah ini, berjalan
dari permukaan kortikal menuju sinus dural. Pendarahan pada vena-vena ini dapat terjadi
sebagai akibat dari mekanisme sobekan (dapat pula karena dorongan rotasional atau
linear) di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatik dari vena-vena, yang
dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular.
Karena permukaan subdural tidak dibatasi oleh sutura cranialis, darah dapat
menyebar di seluruh hemisper dan masuk ke dalam fisura hemisfer, hanya dibatasi oleh
refleksi dural. Kemampuan darah untuk menyebar relatif berakhir tak terkendali dan
memberikan gambaran yang meluas.
Mekanisme yang biasa menyebabkan munculnya hematom subdural akut adalah
benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Karena otak yang bermandikan cairan
serebrospinal (CSS) dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir,
berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus
pada tempat dimana mereka menembus duramater, dengan akibat terjadi perdarahan di
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
5/15
dalam ruang subdural. Subdural hematom akut biasanya ada hubungannya dengan trauma
yang jelas dan seringkali disertai dengan laserasi atau kontusi otak.
Hematoma subdural kronik lebih kurang nyata gejalanya. Korban yang sering
adalah orang yang lanjut usia dan peminum alkohol. Pada penderita demikian, biasanya
didapatkan atrofi otak yang berakibat bertambah bebasnya pergerakan otak didalam
ruang tengkorak. Kebebasan bergerak ini berarti pula meningkatnya kemungkinan ruptur
dari vena-vena jembatan, dan pada pendenta -penderita ini, dapat terjadi secara perlahan-
lahan oleh trauma ringan saja atau bahkan tidak diketahui adanya trauma sebelumnya.
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7-10
hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Dengan adanya
selisih tekanan osmotik yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi
kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang
menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di
sekelilingnya. Oleh karena hematom subdural disebabkan perdarahan vena, maka
meningginya tekanan intrakranial terjadi secara lambat.
MANIFESTASI KLINIK
Pada subdural hematom diklasifikasikan menjadi subdural hematom akut
(hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 48 jam setelah trauma.
Subdural hematom subakut (isodens) antara 2-3 minggu, dan subdural hematom kronik
bila lebih dari 3 minggu setelah trauma.
Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom dan
derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala
neurologis yang sering muncul adalah :
1. Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi penurunan kesadaran
2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom
3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
4. Hemiparesis kontralateral
5. Papiledema
Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil secara unilateral
merupakan tanda-tanda dari hematoma yang membesar.
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
6/15
Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu, penderita memperlihatkan tanda-
tanda status neurologis yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-
lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring dengan
pembesaran hematom, penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsang bicara dan nyeri.
Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya tersembunyi, dengan
gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan, disfungsi kognitif
dan gangguan memori, hemiparesis, sakit kepala, dan afasia. Sakit kepala berfluktuasi
tergantung dari derajat keparahan, biasanya karena perubahan posisi. Pada pasien umur
60 tahun atau lebih, hemiparesis atau refleks yang asimetris lebih sering tampak.
Sedangkan pada pasien yang lebih muda dari umur 60 tahun, gejala yang paling sering
adalah sakit kepala.
PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom.Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 30 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena. Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah
golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri
yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.
Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam
pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka
panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana
(THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara
teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
7/15
intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi
dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa
diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum
3-4mg%.
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
1. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)2. Keadaan pasien memburuk3. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi
untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume:
- > 25 cc = desak ruang supra tentorial- > 10 cc = desak ruang infratentorial- > 5 cc = desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
- Penurunan klinis- Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
- Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm denganpenurunan klinis yang progresif.
KOMPLIKASI
1. Kelainan neurologik (deficit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadidalam beberapa jam sampai bebrapa bulan.
2. Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental.3. Kematian.
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
8/15
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada :
Lokasinya (infratentorial lebih jelek).
Besarnya hematom.
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Prognosis subdural hematoma baik bila diagnosis ditegakkan lebih awal. Operasi
diperlukan sebelum kondisi pasien semakin memburuk. Pada kasus tersebut, dapat terjadi
penyembuhan yang sempurna. Pada kasus yang lain, penderita gagal untuk merespon
aliran hematoma. Echlin melaporkan tingkat kematian sekitar 39 % dari 300 kasus yang
ada. McKissock membagi kasus-kasus tersebut ke dalam akut, subakut, dan kronik
dimana tingkat mortalitas sekitar 57 % pada kasus yang bersifat akut, 24 % pada kasus
yang bersifat subakut, dan 6% pada kasus yang bersifat kronik. Prognosis memburuk
pada orang tua dan bayi.
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
9/15
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono,Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
3. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral, Updates InNeuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
10/15
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki, usia 62 tahun masuk IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 13 September 2011 dengan:
Keluhan Utama: Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasiensedang duduk kemudian ketika pasien akan berdiri tiba-tiba terjatuh lalu tidak
sadarkan diri. Pasien tidak berespon ketika dipanggil dan ditepuk oleh keluarga.
- Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, nyeri kepaladirasakan hilang timbul, namun nyeri kepala ini dirasakan semakin bertambah dalam
1 minggu ini. Nyeri kepala dirasakan di seluruh bagian kepala.
- Kelemahan anggota gerak kanan dirasakan sejak 1 minggu ini, namun pasien masihmampu berjalan dengan menyeret.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat trauma kepala ada yaitu 1 bulan yang lalu, pasien jatuh saat di kamar mandihingga kepala terbentur ke dinding kamar mandi, tidak ada luka robek, hanya terdapat
benjolan akibat benturan.
- Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan stroke sebelumnya tidakada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat menderita hipertensi, diabetes mellitus,dan penyakit jantung.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tidak bekerja, pasien tinggal bersama anak.
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
11/15
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum : buruk
Kesadaran : soporous (GCS E2M4V3 = 9)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87x/menit
Nafas : 26x/menit, teratur
Suhu : 36,9oC
BB : 53 kg
TB : 164 cm
Status Internus :
Kulit : tidak ada kelainan
KGB : tidak teraba pembesaran
Kepala : tidak ada kelainan
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
THORAK : - Paru: Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus normal kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor
Auskiltasi : vesikuler normal, ronchi (-), wheezing (-)
- Jantung: Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkus : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, murni, bising (-)
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
12/15
- Abdomen : Inspeksi : tidak membuncitPalpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Punggung : Inspeksi : penonjolan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketok (-)
- Anus dan Genitalia : tidak diperiksa
Status Neurologis :
A. Tanda rangsangan meningealKaku kuduk : (-) Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-) Tanda Kernig : (-)
B. Tanda Peningkatan Tekanan IntrakranialPupil : anisokor, diameter 3 mm/4 mm, reflek cahaya +/-
Muntah proyektil : tidak ada
Sakit kepala : sukar dinilai
C. Pemeriksaan Nervus KranialisN I. Olfaktorius : sukar dinilai
N II. Optikus : funduskopi = edema papil
N III, IV, & VI : doll eyes movement bergerak
N V : reflek kornea +/+
N VII. Fasialis : wajah simetris, plica nasolabialis kanan=kiri
N VIII Vestibularis : sukar dinilai
N IX. Glossophariengeus : reflek muntah (+)
N X. Vagus : nadi teratur
N XI. Assesorius : sukar dinilai
N XII. Hipoglosus : sukar dinilai
D. Pemeriksaan Koordinasi : sukar dinilaiE. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Tes jatuh : lateralisasi ke kanan
F. Sensorik : respon (+) dengan rangsangan nyeri
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
13/15
G. Sistem reflexFisiologis : + ++
+ ++
Patologis : - -
- -
H. Fungsi luhur : sukar dinilaiTanda dementia : tidak ada
Pemeriksaan laboratorium :
Darah :
Hb : 15 gr/dl
Leukosit : 13.200/mm3
Ht : 40%
Trombosit : 298.000/mm3
Diagnosa Klinis : penurunan kesadaran + hemiparese dekstra
Diagnosa Topik : subdural
Diagnosa Etiologi : trauma kapitis
Diagnosis Sekunder : -
Pemeriksaan Anjuran :
EKG
Brain CT Scan
Penatalaksanaan :
1. Umum- Bedrest, elevasi kepala 300- O2 3L/menit- Pasang NGT- Pasang kateter, balance cairan- IVFD Nal 0,9% 12 jam/kolf
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
14/15
- Diet MC 1650 kkal2. Khusus
Dexamethasone : 4 x 10 mg (IV)
Paracetamol 3 x 500 mg (po)
Prognosis :
Quo ad vitam : Dubia at malam
Quo ad sanam : Dubia at malam
Quo ad fungsionam : Dubia at malam
-
7/30/2019 Subdural Hematome Kronik
15/15
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 62 tahun sejak tanggal 13
September 2011 di RSUP Dr.M. Djamil Padang dengan diagnosis klinik pada saat
pasien masuk adalah penurunan kesadaran + hemiparesis dekstra. Diagnosa topik yaitu
subdural. Diagnosis etiologi adalah trauma kapitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang penurunan kesadaran
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang duduk kemudian
ketika pasien akan berdiri tiba-tiba terjatuh lalu tidak sadarkan diri. Pasien tidak
berespon ketika dipanggil dan ditepuk oleh keluarga. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, nyeri kepala dirasakan hilang timbul, namun nyeri
kepala ini dirasakan semakin bertambah dalam 1 minggu ini. Nyeri kepala dirasakan di
seluruh bagian kepala. Kelemahan anggota gerak kanan dirasakan sejak 1 minggu ini,
namun pasien masih mampu berjalan dengan menyeret. Pasien pernah mengalami
trauma kepala 1 bulan yang lalu, pasien jatuh saat di kamar mandi hingga kepala
terbentur ke dinding kamar mandi, tidak ada luka robek, hanya terdapat benjolan akibat
benturan.Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien soporous (GCS: E2M4V3),
tanda rangsang meningeal (-) TIK (+) berupa pupil anisokor 3 mm/4 mm. Dari
pemeriksaan funduskopi didapatkan edema papil, Dolls Eye Movement (+), plica
nasolabialis kanan = kiri, reflek muntah (+), motorik : tes jatuh lateralisasi ke kanan.
Reflex fisiologis berkurang untuk anggota gerak kanan dibandingkan anggota gerak
kiri. Reflex patologis negatif pada anggota gerak atas dan bawah.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah elevasi kepala 30
o
untukmengurangi tekanan intracranial, O2 3 liter/menit, Diet MC, IVFD NaCl 0,9% 12
jam/kolf. Penatalaksanaan khusus pada pasien ini adalah Dexamethason 4 x 10 mg IV
untuk mengurangi tekanan intrakranial, Paracetamol 3 x 500 mg.