STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI …/Studi... · Jangan lihat masa lampau dengan...
Transcript of STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI …/Studi... · Jangan lihat masa lampau dengan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT
JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
PONCO PUTRA
NIM : E0007178
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Ponco Putra
NIM : E0007178
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI
DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar saya
yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 10 Juli 2012
yang membuat pernyataan,
Ponco Putra
NIM. E0007178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Adat basandi syara’, syara basandi Kitabullah
(Minangkabau)
Janganlah tertawa melihat orang jatuh, sebab tidak ada suatu yang jatuh
disengaja, tetapi bersyukurlah kepada Tuhan karena kita sendiri tidak jatuh. Di
dalam hal jatuh janganlah percaya kepada diri sendiri dan kepada datarnya jalan
karena menurut laporan dinas lalu lintas lebih banyak mobil jatuh di tempat
datar. Jika dibandingkan dengan yang jatuh di tempat pendakian atau penurunan
yang berbelok – belok
(Buya Hamka)
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan
saya percaya pada diri saya sendiri.
(Muhammad Ali)
Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan
dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran
(James Thurber)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini, akan penulis persembahkan kepada:
· Bapak dan Ibu penulis tercinta atas doa dan kasih saying yang tak ternilai
harganya dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya.
· Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Ponco Putra, E 0007178. 2012. STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penghapusan Merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan akibat hukum penghapusan Merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Data sekunder didukung dengan penelitian terhadap putusan-putusan Pengadilan Niaga mengenai penerapan penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dan gugatan oleh pihak ketiga. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.
Hasil yang diperoleh dalam penulisan hukum ini, faktor-faktor itu adalah penghapusan Merek terdaftar dapat dilakukan karena Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Akibat hukum bagi Direktorat Merek adalah taat pada putusan pengadilan dan melaksanakan penghapusan Merek. Sedangkan, bagi pemilik yang mereknya dihapuskan akan kehilangan hak perlindungan atas Merek miliknya maka pihak ketiga yang terdaftar memenangkan gugatan penghapusan dapat menikmati Merek miliknya sebagaimana haknya.
Kata Kunci : Penghapusan, Merek Terdaftar, Direktorat Jenderal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
PONCO PUTRA, E 0070178. 2012. A STUDY ON THE REMOVAL OF BRAND ENLISTED IN DIRECTORATE GENERAL OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHT. Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the factors of enlisted brand removal according to the Act Number 15 of 2001 about Brand, and legal consequence of the removal of brand enlisted to the concerned.
This study was a juridical normative research, by studying literature constituting the secondary data. The secondary data was also supported by the studies on Commercial Court’s verdicts about the application bland registration removal on the initiation of Directorate General and the prosecution from the third party. The result of research was analyzed using qualitative method.
The result obtained in this article showed that the factors included: the brand could be removed from the Brand General List on the initiation of Directorate General of Intellectual Property Right because the brand was not used for 3 (three) years consecutively in product and/or service trading since the registration date or final used, unless there was no reason that could be accepted by the Directorate General; or the brand was used for the product and/or service type inconsistent with the product or service filed in the registration, including the use of brand inconsistent with the Brand enlisted. The legal consequences to the Brand Directorate were the compliance with the court’s verdict and the implementation of Brand removal. Meanwhile, the consequence to the holder of removed brand was the loss of protection right for the holder brand, so that the third enlisted party would win the removal prosecution and could enjoy the holder Brand as holder right.
Keywords: Removal, Enlisted Brand, Directorate General
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Berkah, Rahmat dan Hidiayahnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “STUDI
TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT
JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL” ini dengan baik dan lancar.
Penulisan hukum disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan guna
memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum (skripsi) ini
tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik materiil maupun non materiil yang
diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
penyusunan penulisan hukum ini.
2. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan saran dan nasehat kepada penulis selama belajar di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dr. M. Hudi Asrori S, S.H., M.Hum. dan Bapak Hernawan Hadi, S.H.,
M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu,
membimbing, dan mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
4. Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H., selaku selaku Ketua Bagian Hukum Perdata
yang sangat membantu penulis dalam memberi masukan terhadap judul
penulisan hukum yang penulis ajukan.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Bapak Zulfahmi Nurdin dan Ibu Darwita Darwis yaitu kedua orangtua penulis yang
tercinta yang selalu berdoa agar anaknya selalu diberi kemudahan dalam
menyelesaikan penulisan hukum ini untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
semoga penulis dapat mewujudkan apa yang Papa dan Mama harapkan.
7. Uda Fahrizal David, S.Kom, Uda Doni Vingky, A.Md, Uda Sandi Maulana,
dan Uda Ahmad Iqbal, S.Sastra yang telah memberikan do’a dan dukungan
moril maupun materiil hingga penulis menyelesaikan penulisan hukum ini,
dan untuk adik-adikku tercinta Allan Fitrah semoga bisa cepat bisa
mendapatkan gelar S1 juga, begitu pula untuk adikku Apriyadi Tanjung dan
Sheila Melianda dapat menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua,
masyarakat, bangsa dan Negara.
8. Kepada keluarga besar yang ada di Panularan ( Ibu, mbak Fajar Wati), serta di
Gedongan (Uda Zainul Asri dan Mbak Nina) penulis ucapkan terima kasih
atas kebaikan kalian selama penulis tinggal di kota solo.
9. Saudara-saudaraku di Keluarga Besar Gopala Valentara Agung, Sandi, Binar,
Dedi, Surya dan para wanita-wanita tangguh, terima kasih penulis ucapkan
atas persahabatan kita selama ini dan selamanya.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan
bantuan baik langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan hukum ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, April 2012
Ponco Putra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………..
MOTTO…………………………………………………………………….
PERSEMBAHAN…………………………………………………………..
ABSTRAK………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah………………………………………
B. Perumusan Masalah……………………………………….......
C. Tujuan Penelitian……………………………………………...
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….
E. Metode Penelitian……………………………………………..
F. Sistematika Penulisan Hukum………………………………...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
A. Kerangka Teori…………………………………………………
1. Tinjauan Umum Tentang HaKI …………………………...
a. Pengertian HaKI……………………………………….
b. Pembagian HaKI……………….....................................
2. Tinjauan Umum Tentang Merek…………………………...
a. Pengertian Merek………………………………………
b. Pengertian Hak Atas Merek……………………………
c. Jenis Merek…………………………………………….
d. Syarat Pendaftaran Merek……………………………..
e. Sistem Pendaftaran Merek…………………………….
f. Prosedur Pendaftaran Merek…………………………..
g. Fungsi Merek…………………………………………..
h. Alternatif Penyelesaian Sengketa……………………...
3. Penghapusan Merek ……………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
1
1
6
7
7
8
11
14
14
14
14
15
15
15
20
21
22
24
26
27
30
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4. Pengalihan Hak Atas Merek……………………………….
a. Macam-macam Pengalihan Hak Atas Merek………….
b. Lisensi Merek………………………………………….
5. Konvensi Internasional Tentang Merek…………………...
a. Konvensi Paris…………………………………………
b. Perjanjian Madrid……………………………………...
c. TRIPs-WTO…………………………………………...
B. Kerangka Pemikiran……………………………………………
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………
A. Faktor-faktor Penyebab Penghapusan Merek Terdaftar Menurut
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
Merek…………………………………………………………..
1. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Digunakan 3 (Tiga)
Tahun Berturut-Turut……………………………..
2. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Sesuai dengan Jenis
Barang atau Jasa yang Dimohonkan
Pendaftarannya…………………………………………...
B. Akibat Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Terhadap Para Pihak
Yang Terkait……………………………………………
1. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Prakarsa Direktorat
Merek……………………………………………………..
2. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pemilik
Merek……………………………………………………..
3. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pihak Ketiga
Berdasarkan Putusan Pengadilan…………………
BAB IV PENUTUP………………………………………………………...
A. Kesimpulan……………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
LAMPIRAN………………………………………………………………..
34
34
35
38
38
39
40
42
46
46
53
68
71
72
74
75
78
78
79
81
84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak dasawarsa terakhir ini, Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)
atau Intellectual Property Rights, demikian berkembangnya dan menarik
perhatian serta menjadi sangat penting terutama di bidang industri dan
perdagangan antar bangsa, HaKi juga dapat memberi warna sendiri.
Keadaan demikian, membawa pengaruh terhadap penataan HaKI di
tingkat nasional (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009:3).
Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian
seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang
masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin
meluasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya
maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.
Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat
iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang
sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-
perjanjian internasional yang telah di ratifikasi Indonesia serta
pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 18) sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya
disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu undang-undang
tentang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
(Adrian Sutedi, 2009 : 89 - 90).
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat
dalam era globalisasi ini, ikut pula mendorong globalisasi HaKI. Suatu
barang dan jasa yang hari ini di produksi suatu negara, di saat berikutnya
telah dapat dipasarkan di negara lain. Kehadiran barang dan jasa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
proses produksinya menggunakan HaKi, memerlukan perlindungan
hukum. Sehubungan dengan itu, pemberian perlindungan yang semakin
efektif terhadap HaKI perlu lebih ditingkatkan lagi.
Dalam dunia perdagangan, merek sebagai salah satu bentuk HaKI
telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peranan yang
penting karena merek digunakan untuk membedakan asal-usul mengenai
produk barang dan jasa. Merek juga digunakan dalam dunia periklanan
dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau
reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat
menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial, dan seringkali
merek lah yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bahkan lebih
bernilai dibandingkan dengan perusahaan tersebut (Eddy Damian dkk,
2003 : 131).
Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu, gengsi seseorang
terletak pada barang yang dipakai atau jasa yang digunakan. Alasan yang
sering kali diajukan adalah demi kualitas, bonafiditas, atau investasi.
Terkadang merek menjadi gaya hidup. Merek bisa menjadi seseorang
percaya diri atau bahkan menentukan kelas sosialnya (Mulyanto, 1994).
Memakai barang-barang yang mereknya terkenal merupakan kebanggaan
tersendiri bagi konsumen, apalagi bila barang-barang tersebut merupakan
produk asli yang sulit didapat dan dijangkau oleh kebanyakan konsumen
(Abdul Rahman, 1997 : 29). Beragamnya merek produk yang ditawarkan
oleh produsen kepada konsumen menjadikan konsumen dihadapkan oleh
berbagai macam pilihan, bergantung pada daya beli atau kemampuan
konsumen. Masyarakat menengah ke bawah yang tidak mau ketinggalan
menggunakan barang-barang merek terkenal membeli barang palsu,
imitasi dan bermutu rendah, tidak menjadi masalah asalkan dapat terbeli.
Tahapan sebuah merek dari suatu produk menjadi sebuah merek
yang dikenal (well known/famous mark) oleh masyarakat konsumen dan
menjadikan merek yang dikenal oleh masyarakat sebagai aset perusahaan
adalah tahapan yang sangat diharapkan oleh baik produsen maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pemilik merek. Tahapan ini disebut ekuitas merek. Setelah suatu
perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh
masyarakat konsumen, dapat menimbulkan terdapat kompetitor yang
beritikad tidak baik untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara
peniruan, pembajakan. Bahkan, mungkin dengan cara pemalsuan produk
(counterfeiting product) bermerek dengan mendapatkan keuntungan
dagang dalam waktu singkat.
Terkenalnya suatu merek menjadi suatu well known/famous mark,
dapat memicu tindakan-tindakan pelanggaran merek baik yang berskala
nasional maupun internasional. Merek terkenal harus diberikan
perlindungan baik secara nasional maupun internasional. Pelanggaran
merek terkenal tidak saja berskala nasional, tetapi juga internasional.
Suatu merek yang sudah terkenal mengalami perluasan perdagangan
melintasi batas-batas negara (Julius Rizaldi, 2009 : 3 - 4).
Dengan terjadinya pemalsuan merek, perdagangan tentunya tidak
akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk citra
Indonesia sebagai pelanggar HaKI. Tahun 2004 saja Negara Amerika
Serikat (AS) yang selalu memantau penegakan hukum HaKI di Indonesia,
menempatkan Indonesia pada peringkat priority watch list karena
tingginya tingkat pelanggaran HaKI. Berdasarkan hal inilah sebenarnya
ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar bisa
meningkatkan kepercayaan para investor asing untuk mau
menginvestasikan modalnya, yaitu stabilitas politik, keamanan, dan juga
penegakan hukum (law enforcement). Penegakan hukum berfungsi sebagai
perlindungan bagi manusia, untuk itu hukum harus dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi
dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Untuk itu hukum yang telah
dilanggar ini harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum
itu menjadi kenyataan (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009 : 4).
Di Indonesia sendiri dengan telah mengubah dan menambah
Undang-Undang Merek sedemikian rupa sejak Undang-Undang Nomor 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tahun 1961 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1992, dan kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1997, dan terakhir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001, membuktikan bahwa peranan merek sangat penting.
Dibutuhkan adanya pengaturan yang lebih luwes seiring dengan
perkembangan dunia usaha yang sangat pesat.
Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 yang
merupakan Undang-Undang Merek terakhir, disebutkan bahwa merek
merupakan tanda yang dapat divisualisasikan melalui gambar, nama, kata,
huruf, angka, atau kombinasi dari kesemuanya yang mempunyai ciri khas
tersendiri sehingga mempunyai daya pembeda dengan produk merek lain
dan digunakan dalam dunia perdagangan barang maupun jasa.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan
dan Merek Perniagaan (Undang-Undang tentang Merek Dagang), memulai
perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas merek yang pertama.
Undang-Undang ini menganut asas first to use system atau stelsel
Deklaratif yang artinya siapa yang memakai “pertama kali” suatu merek,
dialah yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dari upaya-upaya
peniruan suatu merek. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 ini
sebenarnya lebih merupakan terjemahan dari Undang-undang Merek
Belanda dan fokus Undang-Undang ini lebih mengarah kepada
perlindungan konsumen terhadap barang bajakan dari penggunaan merek
tanpa izin oleh pihak lain, ataupun mengambil tindakan hukum terhadap
pelaku pelanggaran merek (Eddy Damian dkk, 2003 : 69).
Pada tanggal 28 Agustus 1992 terbitlah Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1961. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992
mulai dianut stelsel Konstitutif atau asas first to file system. Pemilik merek
yang dianggap sah adalah pemilik merek yang telah mendaftar ke
Direktorat Merek terlebih dahulu, sampai dibuktikan apakah pendaftaran
tersebut dilakukan atas iktikad baik atau iktikad buruk. Perubahan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
penyempurnaan dalam sistem merek ini dilakukan dengan tujuan untuk
melindungi masyarakat dari produk-produk palsu dan untuk melindungi
produsen pemilik merek dari penggunaan merek yang tidak berhak
(Ahmad Ramli dan Muhammad Amirulloh, 2002).
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 kemudian diubah oleh
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Perubahan Undang-
undang Merek pada Tahun 1997 dilakukan karena ketentuan Persetujuan
Putaran Uruguay mengenai kesepakatan atas desakan Negara maju
(khusunya Uni Eropa) yang menginginkan merek dimasukkan ke dalam
pengaturan di bidang Perdagangan Internasional. Indonesia berusaha
mematuhi aturan-aturan pokok yang terkandung dalam TRIPs, yaitu
kewajiban bagi Negara anggota untuk menyesuaikan peraturan perundang-
undangan hak milik intelektualnya dengan berbagai konvensi internasional
di bidang HaKI (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 8).
Era perdagangan yang berkembang demikian pesat ini hanya dapat
dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini
merek memegang peranan penting yang memerlukan sistem pengaturan
yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan
dengan konvensi-konvensi internasional yang telah di ratifikasi oleh
Indonesia, diperlukan penyempurnaan Undang-undang Merek yang baru
yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
Merek dapat disebut sebagai benda immaterial (Abdulkadir
Muhammad, 1994: 75). Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 bagian menimbang butir a, menyatakan bahwa:
“Bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-
konvensi internasional yang telah di ratifikasi Indonesia, peranan merek
menjadi sangat penting, terutama dalam persaingan usaha yang sehat”.
Merek dilindungi apabila didaftarkan di Direktorat Merek. Dalam
perjanjian TRIPs yang ditandatangani Indonesia dan juga dalam Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Undang Nomor 15 Tahun 2001, pemilik merek terdaftar memiliki hak
eksklusif untuk melarang pihak ketiga yang tanpa izin dan sepengetahuan
pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk barang
atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu (Sudargo Gautama, 1994:
19). Namun, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar tersebut bukan
merupakan jaminan. Ada kalanya apabila terdapat cukup alasan,
pendaftaran merek dapat dihapus atau dibatalkan.
Menghapuskan merek berarti menghapuskan hak. Apabila suatu
merek dihapus oleh pihak-pihak lain selain pemilik merek, masih ada
perlindungan hukum dapat dilakukan oleh pemilik merek yang keberatan
mereknya dihapus. Upaya ini dilakukan agar dapat memberikan kepastian
hukum, keadilan serta menghargai hak asasi manusia.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
tertarik dalam penulisan hukum ini untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul: “STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK
TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan agar pembahasan
lebih jelas serta mendalam sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka
diperlukan adanya suatu rumusan masalah. Dalam penelitian ini penulis
merumuskan masalah sebagai berikut ini :
1. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab penghapusan merek
terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek ?
2. Bagaimana akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para
pihak yang terkait?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang
hendak dicapai oleh peneliti. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penghapusan merek
terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek.
b. Untuk mengetahui akibat hukum penghapusan merek terdaftar
terhadap para pihak yang terkait.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk melengkapi persyaratan akademis guna mencapai derajat
sarjana (strata 1) ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan
analisis penulis di bidang ilmu hukum baik dari segi teori maupun
praktek dalam hal ini lingkup Hukum Perdata, khususnya Hukum
Hak Kekayaan Intelektual.
c. Untuk meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah
penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat
yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian
tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat menambah
wawasan kepustakaan terkait permasalahan yang berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti, melatih
mengembangkan pola pikir yang sistematis sekaligus untuk
mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh.
b. Untuk memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan pada
masyarakat mengenai faktor-faktor penyebab penghapusan merek
terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya
ilmiah dari penulis dalam perkembangan hukum HaKI pada
khususnya hukum Merek dan bermanfaat menjadi referensi sebagai
bahan acuan dalam penelitian pada masa yang akan datang.
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini
adalah penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Penelitian
hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan pendapat berdasarkan logika keilmuan hukum
berdasarkan ilmu hukum itu sendiri sebagai obyeknya, dalam hal ini
yaitu peraturan-peraturan hukum (Jhony Ibrahim, 2006 : 57).
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat preskriptif dan
terapan. Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai
ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter
Mahmud Marzuki, 2010: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian normatif dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan. Dari pendekatan itu yang akan diperoleh jawaban yang
diharapkan atas permasalahan hukum yang diajukan. Pendekatan yang
dipakai dalam penelitian hukum yaitu :
a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach);
b. Pendekatan kasus (case approach);
c. Pendekatan historis (historical approach);
d. Pendekatan perbandingan (comparative approach);
e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud
Marzuki, 2010 : 93).
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan ini
dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek. Penggunaan pendekatan kasus (case approach)
dalam penelitian ini karena penulis juga ingin menelaah kasus-kasus
yang berkaitan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter
Mahmud Marzuki, 2010 : 94). Sedangkan pendekatan komparatif
(comparative approach) yang penulis maksud dalam penelitian ini
yaitu dengan membandingkan Undang-Undang Merek yang lama
dengan Undang-Undang Merek yang Baru.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum
yang dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer, bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan, cetakan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum sekunder
adalah semua publikasi tidak resmi yang berkaitan dengan hukum.
Publikasi hukum tersebut meliputi buku-buku teks, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141).
Adapun bahan-bahan hukum yang penulis pergunakan
meliputi:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat antara lain :
1) Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property
Rights (TRIPs).
2) Konvensi Paris untuk Hak atas Kekayaan Industri WIPO 1995.
3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara
Permintaan Pendaftaran Merek.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya
ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, internet, dan
makalah.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan-bahan hukum
yang besifat yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder
yang berupa kamus.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum
primer yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Sedangkan bahan hukum primer adalah semua bahan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
memberi penjelasan terhadap hukum primer, meliputi buku-buku teks
dibidang hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum pustaka,
baik dari media cetak maupun elektronik serta literatur yang erat
kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan
dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang dalam penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian
normatif teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode
silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola berfikir
deduktif. Silogisme yang penulis gunakan adalah menggunakan
silogisme pendekatan deduktif yaitu proses penalaran yang bermula
dari keadaan umum ke keadaan khusus kemudian ditarik kesimpulan
sebagai pernyataan akhir yang mengandung kebenaran (Jhony
Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan interpretasi atau penafsiran
yang digunakan penulis adalah berdasarkan interpretasi perundang-
undangan yakni merupakan metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan yang gambling terkait teks undang-undang agar ruang
lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa
tertentu.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual
2. Tinjauan Umum Tentang Merek
3. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan Merek
4. Tinjauan Umum Tentang Pengalihan Hak Atas
Merek
5. Tinjauan Umum Tentang Konvensi Internasional di
Bidang Merek
B. Kerangka Pemikiran
BAB III PEMBAHASAN
Pada BAB III penulis menguraikan mengenai pembahasan
dan hasil yang diperoleh dari penelitian berdasarkan
rumusan masalah yang telah dibuat dengan menggunakan
tinjauan pustaka sebagai pisau analisisnya, dua pokok
permasalahan yang diangkat adalah :
A. Apakah faktor-faktor penyebab penghapusan merek
terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek?
B. Bagaimanakah akibat hukum penghapusan merek
terdaftar terhadap para pihak yang terkait?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB IV PENUTUP
Pada BAB IV penulis menguraikan dua hal yang berisi
antara lain:
A. Simpulan dan;
B. Saran berdasarkan penulisan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang HaKI
a. Pengertian HaKI
Istilah Intellectual property right sebagai terminologi
hukum di Indonesia diterjemahkan menjadi beberapa istilah
diantaranya adalah Hak Kekayaan Intelektual, Hak Atas
Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, Hak Atas
Kekayaan Intelektual. Perbedaan terjemahan terletak pada kata
property. Memang dapat diartikan sebagai kekayaan, tetapi juga
dapat diartikan sebagai milik. Para penulis hukum ada yang
menggunakan istilah Hak Milik Intelektual, adapula yang
menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual (Abdulkadir
Muhammad, 2000: 1).
Istilah Hak Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan
langsung dari Intellectual Property. Selain istilah Intellectual
Property juga dikenal dengan istilah intangible property, creative
property, dan incorporeal property. Di Perancis orang
menyatakannya sebagai propriete intellectuelle dan propriete
industrielle. Di Belanda biasa disebut milik intelektual dan milik
perindustrian (Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, 1997: 19).
WIPO sebagai organisasi internasional yang mengurus bidang hak
milik intelektual memakai istilah Intellectual Property yang
mempunyai pengertian luas dan mencakup antara lain karya
kesusastraan, artistik maupun ilmu pengetahuan (scientific),
pertunjukan oleh para artis, kaset atau penyiaran audio visual,
penemuan dalam segala bidang usaha, dan penentuan komersial
dan perlindungan terhadap persaingan curang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI”, adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property
Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil otak yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk
manusia (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Departemen Hukum dan HAM :13).
Hak kekayaan intelektual muncul dari cipta, rasa, karsa,
dan karya manusia, atau dapat pula disebut sebagai hak atas
kekayaaan yang lahir dari kemampuan intelektualitas manusia.
Atas hasil kreasi tersebut, maka individu, kelompok, atau
perusahaan yang menciptakan memiliki hak yang dijamin dan
dilindungi peraturan yang ada untuk menggunakannya dan
mengambil keuntungan atas hasil kreasinya tersebut.
b. Pembagian HaKI
HaKI dapat dibagi dalam:
1) Hak Cipta (copyright)
2) Hak atas Kekayaan Industri (industrial property right)
a) Patent (patent)
b) Merek (trade mark)
c) Rahasia Dagang (trade secret)
d) Desain Industri (industrial design)
e) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (layout design of
integrated sircuit) (OK. Saidin, 2010 : 13-14)
2. Tinjauan Umum tentang Merek
a. Pengertian Merek
Secara yuridis pengertian merek tercantum dalam Pasal
1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek yang berbunyi : “Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa”.
Pengertian merek yang serupa juga ditemui dalam
Black Law Dictionary yang menyebutkan:
“Trademark is a distinctive mark of authenticity
through which the product of particular manufacturers or the
rendible commondities of particular merchants may be
distinguished from those of others”. (Merek adalah suatu tanda
autentisitas khusus/spesifik yang membedakan produk dari
pabrik-pabrik tertentu atau komoditas dari pedagang-pedagang
tertentu dari produk atau komoditas dari pabrik-pabrik ataupun
pedagang-pedagang yang lainnya).
Pengertian merek dapat ditemukan dalam beberapa
literatur Hak Kekayaan Intelektual, yakni pendapat para sarjana
yang coba memberi rumusan tentang merek, antara lain
dikemukakan oleh:
1) R.M. Suryodiningrat, menyatakan bahwa:
“Merek adalah Barang-barang yang dihasilkan oleh
pabriknya dengan dibungkus pada bungkusnya dibubuhi
tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari
barang sejenis hasil dari perusahaan lain, tanda inilah yang
disebut merek perusahaan” (Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 426
PK/Pdt/1994,Tanggal 03 November 1995).
2) H.M.N. Purwo Sutjipto, yang dikutip dari buku OK. Saidin,
bahwa:
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu
benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan
dengan benda lain yang sejenis” (H. OK Saidin, 2010 :
343).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3) R. Soekardono, yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa:
“Merek adalah sebuah tanda dengan mana
dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga
dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitasnya
barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis
yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau
badan-badan perusahaan lain” (H. OK Saidin, 2010: 344).
4) OK Saidin, menyatakan di dalam bukunya, bahwa:
“Merek adalah suatu tanda (sign) untuk
membedakan barang-barang yangsejenis yang dihasilkan
atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau
badan hukum dengan barang-barang sejenis yang
dihasilkan oranglain, yang memiliki daya pembeda maupun
sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan atau jasa” (H. OK Saidin, 2010 :
345).
5) Sudargo Gautama, yang dikutip dari buku Sentosa
Sembiring bahwa:
“Menurut perumusan pada Paris Convention, maka
trademark atau merek pada umumnya di definisikan
sebagai usaha tanda yang berperan untuk membedakan
barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang
dari perusahaan lain” (Sentosa Sembiring, 2002: 32).
6) Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar,
memberikan rumusan yang dikutip dari buku OK. Saidin
bahwa:
“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah
suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas
bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan
barang-barang sejenis lainnya” (H. OK Saidin, 2010: 344).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
7) Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan
meninjau merek dari aspek fungsinya yang dikutip dari
buku OK. Saidin, yaitu:
“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan
barang yang bersangkutan dari barang yang sejenis lainnya
oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi
merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap
mutunya” (H. OK Saidin, 2010: 344).
8) Essel R. Dillavou, sebagaimana dikutip oleh Pratisius
Daritan, merumuskan seraya memberi komentar yang
dikutip pula dari buku OK. Saidin, bahwa:
No complete definition can be given for a trade mark generally its any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it. Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism (H. OK Saidin, 2010: 344-345).
Yang terjemahannya adalah:
(Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan
untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu
lambing, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di
dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh
seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan
barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain
mempunyai hak sah untuk memakai desain atau trade mark
menunjukan keaslian tetapi itu sekarang dipakai sebagai
suatu mekanisme periklanan).
9) Harsono Adisumatro, merumuskan pengertian merek yang
dikutip dari buku OK. Saidin bahwa:
Merek adalah tanda pengenal yang membedakan
milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada
punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat
penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu
memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukan
bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang
tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek
digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda
pembedaan (H. OK Saidin, 2010: 345).
10) Phillip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan
pengertian merek yang dikutip dari buku OK. Saidin,
bahwa:
A trade mark is a mark used in conection with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual manufacture of goods, in order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they merely pass through his hand is the course of trade (H. OK Saidin, 2010: 345).
Yang terjemahannya adalah:
(Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh
seseorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan
bahwa suatu bentuk tertentu dari barang-barang
kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak
perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk
memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek,
cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya
dalam lalu lintas perdagangan).
Dari penjelasan tersebut, secara sederhana dapat
dikemukakan bahwa merek adalah tanda yang digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian
secara teoritis konsumen dapat menentukan pilihan mana yang
terbaik baginya. Apabila ada beberapa jenis merek untuk satu
jenis barang yang sama, maka disini yang menentukan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kualitas barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen, untuk
itulah dirasa perlu adanya perlindungan terhadap merek agar
produk yang ada dapat dilindungi. Seperti pada umumnya
setiap konsumen yang menginginkan suatu merek misalnya
peminat merek “Giordano” dengan alasan prestige (prestise)
dan berkualitas, tentu akan mencari barang dengan merek
tersebut, dan jika ada pemalsuan atau peniruan terhadap merek
ini sehingga konsumen terkecoh, tentu akan sangat merugikan
pihak produsen dan konsumen. Di Indonesia acuan yang
dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah
Pasal 6 bis Konvensi Paris, yang menafsirkan secara implisit
yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai
negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu leih dari 20
(dua puluh) tahun maka dapat dianggap sebagai merek
terkenal.
Menurut Susy Frankel, menjelaskan di dalam jurnal WIPO
:
The purposes of trade marks are not such lofty claims as innovation and creativity; rather they are to ensure the origin of and sometimes the quality of goods or services to which the trade mark relates. Within the field of trade mark law the boundaries of protection are contested. Broadly, the contest is over whether the value of trade marks is in the marks themselves as a commodity and not just their value as a badge of origin (Susy Frankel, 2009 : 1).
Selain dari itu, untuk menentukan dan mendefenisikan
suatu merek adalah merek terkenal atau merek biasa maka
diserahkan kepada hakim atau pengadilan untuk memberikan
penilaian dalam penyelesaian sengketa merek.
b. Pengertian Hak Atas Merek
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan
sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
menggunakannya (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001).
Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang
beritikad baik dan hanya berlaku untuk barang atau jasa
tertentu.
Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan
pengakuannya oleh negara, maka pendaftaran atas mereknya
merupakan suatu keharusan apabila ia menghendaki agar
menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas
merek. Bagi orang yang mendaftarkan mereknya terdapat suatu
kepastian hukum bahwa dialah yang berhak atas merek
tersebut. Sebaliknya bagi pihak lain yangmencoba akan
mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa
lainnya yang sejenis oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak
Kekayaan Intelektual tentunya akan ditolak pendaftarannya.
c. Jenis Merek
Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur
tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Merek Tahun 2001 yaitu
merek dagang dan merek jasa.
Pengertian merek dagang Pasal 1 butir 2 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 merumuskan sebagai berikut:
merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya.
Sedangkan, merek jasa menurut Pasal 1 butir 3 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 diartikan sebagai merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat
dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek
kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa.
Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara
kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini diambil alih dari
Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.
Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas
ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk
atau wujudnya. Soeryatin membedakan dari barang sejenis
milik orang lain dengan beberapa jenis merek:
1) Merek lukisan (beel mark)
2) Merek kata (word mark)
3) Merek bentuk (form mark)
4) Merek bunyi-bunyian (klank mark)
5) Merek judul (title mark)
Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik
untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek
lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat
untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak
mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata
dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya:
“Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran),
menjadi “Sfinks” atau “Svinks” (H. OK Saidin, 2010: 346).
Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan
merek dalam tiga jenis yang dikutip dari buku OK. Saidin
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1) Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja.
Misalnya: Good Year, Dunlop, sebagai merek untuk ban
mobil dan ban sepeda.
2) Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja
yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali
dipergunakan.
3) Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali
dipergunakan.
Misalnya: Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari
lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan
dibawahnya “Pendawa Lima” (H. OK Saidin, 2010: 347).
d. Syarat Pendaftaran Merek
Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi
oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai
suatu merek, agar supaya merek itu harus dapat diterima dan
dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang
harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya
pembedaan yang cukup (H. OK Saidin, 2010: 348).
Sudargo Gautama, mengemukakan bahwa:
Merek ini harus merupakan suatu tanda.Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube, dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek (H. OK Saidin, 2010: 348-349).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Merek Tahun 2001,
merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu
unsur dibawah ini:
1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum;
2) Tidak memilik daya pembeda;
3) Telah menjadi milik umum; atau
4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau
jasa yang dimohonkan pendaftaranya.
Sedangkan menurut Pasal 6 Undang-Undang Merek
Tahun 2001, Direktorat Jenderal harus menolak merek tersebut,
apabila:
1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah
terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis;
2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis lainnya;
3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah
dikenal;
4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto,
atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali
atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
5) Merupaka tiruan atau menyerupai nama atau singkatan
nama, bendera, lambang, atau simbol atau emblem Negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
atau lembaga nasional maupun lembaga internasional,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau
stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga
pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang.
Meskipun Undang-Undang sudah mengatur ketentuan
pendaftara merek sedemikian rupa, namun pada prakteknya
seringkali timbul beberapa masalah dalam pemeriksaan merek.
Salah satu yang menonjol adalah berkaitan dengan “persamaan.
Bagaimana menentukan ada tidaknya suatu persamaan merek
baik persamaan pada pokoknya maupun persamaan pada
keseluruhannya seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a hal
tidak mudah (Agus Mardiyanto, 2010: 44).
e. Sistem Pendaftaran Merek
Dalam menentukan siapa yang berhak atas merek
tergantung sistem pendaftaran merek yang dianut oleh negara
yang bersangkutan. Sistem pendaftaran merek yang biasanya
dikenal adalah sistem konstitutif dan sistem deklaratif. Sistem
konstitutif adalah hak atas merek tercipta atau terlahir karena
pendaftaran. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem
deklaratif adalah hak atas merek tercipta atau lahir karena
pemakaian pertama, walaupun tidak didaftarkan.
Sistem pendaftaran merek di Indonesia menurut
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem
konstitutif, yaitu hak atas merek diberikan kepada pemilik
merek terdaftar, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, yang
berbunyi : Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan
sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
menggunakannya. Dengan demikian seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum yangmemiliki
merek, agar merek tersebut mendapat pengakuan dan
perlindungan hukum, maka harus mengajukan pendaftaran ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran
adalah satu-satunya yang mudah diketahui dan yang dapat
dipakai sebagai dasar yang kokoh dan pasti untuk dijadikan
dasar pemberian hak atas merek. Jadi, siapa yang mereknya
terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, maka dialah yang berhak atas merek
tersebut. Sistem ini akan lebih menjamin adanya kepastian
hukum. Bentuk jaminan kepastian hukum ini yaitu adanya
tanda bukti pendaftaran dalam bentuk sertifikat sebagai bukti
hak atas merek sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama
merek yang bersangkutan. Karena itu sistem konstitutif ini
sangat menguntungkan pemilik merek untuk mendapatkan
kepastian hukum apabila terjadi sengketa merek dikemudian
hari.
f. Prosedur Pendaftaran Merek
1) Umum
Permintaan pendaftaran merek diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual. Surat permintaan pendaftaran
merek mencantumkan:
a) tanggal, bulan, dan tahun;
b) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c) nama lengkap, dan alamat Kuasa apabila Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
d) warna-warna apabila merek yang dimohonkan
pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
e) nama negara tempat tinggal permintaan merek yang
pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan
Hak Prioritas.
2) Dengan Hak Prioritas
Setiap orang yang telah mengajukan aplikasi
permintaan suatu hak merek kepada suatu negara dari
peserta Uni akan memperoleh hak prioritas untuk
mengajukan pendaftaran di negara lain ( Pasal 4 A ayat(1)
Konvensi Paris revisi Stockholm 1967).
Permohonan pendaftaran merek dengan hak
prioritas diatur dalam Pasal 11 -12 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001. Hak prioritas adalah hak pemohon
untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara
yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection
of Industrial Property atau Agreement Establishing the
World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan
bahwa tanggal penerimaan (filling date) di Negara asal
merupakan tanggal prioritas (priority date) di Negara
tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian
tersebut.
Permohonan dengan menggunakan hak prioritas
harus diajukan dalam kurun waktu paling lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran merek yang pertama kali diterima di negara
lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau Agreement
Establishing the World Trade Organization. Permohonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan menggunakan hak prioritas wajib dilengkapi
dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran
merek yang pertama kali menimbulkan hak prioritas
tersebut. Bukti hak prioritas tersebut harus diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia.
g. Fungsi Merek
Secara umum, fungsi merek dapat dilihat dari sudut
produsen, pedagang dan juga konsumen. Produsen
menggunakan mereknya untuk jaminan nilai hasil produksi
khususnya kualitas dan pemakainya. Pedagang menggunakan
merek untuk promosi barang-barang dagangannya guna
mencari dan memperluas pasar, sedangkan konsumen
menggunakan merek untuk mengadakan pilihan barang yang
akan dibeli (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 46).
Merek menjadi demikian penting dalam periklanan dan
perdagangan karena masyarakat dapat melihat dari merek
tertentu tersebut atas nama baik, kualitas, serta reputasi dari
barang dan jasa tertentu. Nantinya pun suatu merek bisa
menjadi kekayaan komersial yang luar biasa dan sangat
berharga dan sering kali nama usaha/merek suatu perusahaan
lebih berharga daripada aset perusahaan yang berwujud, missal:
tanah, bangunan, mesin-mesin, dan perlengkapan kantor
(Suyud Margono, 2002: 146).
Merek merupakan suatu tanda pengenal dalamkegiatan
perdagangan barang dan jasa yang sejenis dansekaligus
merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk
barang atau jasa sejenis yang dibuat pihak lain. Merek tersebut
bisa merek dagang atau bisa juga merek jasa. Merek dagang
diperuntukkan sebagai pembeda bagi barang-barang yang
sejenis yang dibuat perushaan lain, sedangkan merek jasa
diperuntukkan sebagai pembeda pada perdagangan jasa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sejenis. Dengan melihat, membaca atau mendengar suatu
merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persis bentuk
dan kualitas suatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan
oleh pembuatnya (Rachmadi Usman, 2003: 321).
Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan
nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas,
kemudahan pemakaiannya, atau hal-hal lain yang pada
umumnya berkenaan dengan teknologinya. Sedangkan bagi
pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang
dagangannya, guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari
pihak konsumen, merek diperlukan untuk mengadakan pilihan
barang yang akan dibeli (Harsono Adisumarto, 1990: 45).
Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan
industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan
semua pihak. Diakui oleh Commercial Advisory Foundation in
Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan trademark di
Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi
Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-
usaha industri dalam rangka penanaman modal. Realisasi dari
pengaturan merek tersebut juga akan sangat penting bagi
kemantapan perkembangan ekonomi jangka panjang. Juga
merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam menghadapi
mekanisme pasar bebas yang akan dihadapi dalam globalisasi
pasar internasional. Pamor Indonesia pun akan bertambah serta
dianggap sebagai negara yang sudah cukup dewasa untuk turut
serta dalam pergaulan antar bangsa-bangsa (Muhammad
Djumhana dan Djubadillah, 1997: 160).
Fungsi merek lainnya, antara lain sebagai berikut:
1) Sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk
perusahaan yang satu dengan yang lain (product identity).
Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika
diperdagangkan.
2) Sebagai sarana promosi untuk berdagang (means of trade
promotion). Promosi dilakukan melalui iklan. Merek
merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen,
merupakan symbol pengusaha untuk memperluas pasar
produk atau barang dagangannya.
3) Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa (quality
guarantee). Hal ini menguntungkan pemilik merek dan
juga memberikan perlindungan jaminan mutu barang atau
jasa bagi konsumen.
4) Sebagai penunjukkan asal barang atau jasa yang dihasilkan
(source of origins). Merek merupakan tanda pengenal asal
barang atau jasa yang menghubungkannya dengan produsen
atau daerah/Negara asalnya (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009:
47).
Di dalam dunia perdagangan semakin meluas dan
global merek seringkali digunakan sebagai salah satu carauntuk
menciptakan dan mempertahankan good will dimata konsumen
dan sekaligus sebagai sarana untukmemperluas pasaran sesuatu
barang atau jasa ke seluruh dunia, karena bagaimana pun merek
yang sudah mempunyai reputasi tinggi menjadikan good will
bagi pemilik barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu
yangtidak ternilai.
h. Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute
Resolution /ADR)
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud
dalam bagian pertama bab ini, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan
alternative penyelesaian sengketa telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikenal
bebarapa cara penyelesaian sengketa, yaitu:
1) Arbitrase;
2) Konsultasi;
3) Negosiasi;
4) Mediasi;
5) Konsiliasi; atau
6) Penilaian ahli
Di antara keenam cara penyelesaian sengketa diluar
pengadilan tersebut, hanya penyelesaian sengketa melalui
arbitrase yang menghasilkan putusan memaksa yang dijatuhkan
oleh pihak ketiga, yaitu arbiter atau majelis arbiter, sedangkan
cara penyelesaian lainnya tergolong dalam alternatif
penyelesaian sengketa, penyelesaiannya diserahkan kepada
para pihak, paling tidak hanya mendapat saran dari pihak ketiga
yang memfasilitasi perundingan para pihak (Ahmadi Miru,
2007 : 102).
Sedangkan menurut David Allen Bernstein, kelemahan
Alternatif Penyelesaian Sengketa di bidang merek :
there are several disadvantages of using any form of ADR in trademark disputes. One major problem with ADR is that there is usually no direct appellate review. If a party is left dissatisfied, it can bring the case to federal court to be heard denovo, which means many of the costs which were supposed to be avoided are reintroduced (David Allen Bernstein, 2006 : Vol 7 page 139).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3. Penghapusan Merek
Tentang penghapusan pendaftaran merek ini diatur dalam Pasal
61 sampai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentnag Merek.
Ada dua cara untuk penghapusan pendaftaran merek tersebut,
yaitu :
a. Atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI
b. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik
merek yang bersangkutan.
Untuk penghapusan pendaftran merek atas prakarsa sendiri
undang-unang tidak menentukan persyaratannya. Tetapi jika dalam
perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas menyampingkan
adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu
dimintakan sebagai syarat kelengkapan untuk penghapusan
pendaftaran merek tersebut (OK Saidin, 2010 : 393).
Di samping itu pemerintah juga mengenakan biaya untuk
pencatatan penghapusan pendaftaran merek tersebut, dan ini akan
ditetapkan dengan peraturan pemerintah (Pasal 75).
Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan prakarsa
Direktorat Jenderal HaKI dapat pula diajukkan oleh pihak ketiga.
Pengajuan permintaan tersebut dilakukan dengan gugatan melalui
Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa, terhadap putusan Pengadilan
Niaga tersebut tidak dapat diajukkan permohonan banding.
Apabila gugatan penghapusan pendaftaran merek tersebut
diterima dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka,
Direktorat Jenderal HaKI akan melaksanakan penghapusan merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya
dalam Berita Resmi Merek.
Untuk semua penghapusan pendaftaran merek, dilakukan oleh
Direktorat Jenderal HaKI dengan mencoret merek yang bersangkutan
dari Daftar Umum Merek, untuk itu harus pula diberikan catatan
tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut. Untuk selanjutnya
diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya,
dengan menyebutkan alasannya dan disertai dengan penegasan bahwa
sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek maka Sertifikat
Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penghapusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti
yang cukup bahwa merek yang bersangkutan (OK Saidin, 2010 : 394) :
a. Tidak pakai (non use) berturut-turut selama 3 tahun atau lebih
dalam perdagangan barang atau jasa terhitung sejak tanggal
pendaftaran atau pemakaian terakhir. Namun demikian apabila ada
alasan yang kuat, mengapa merek itu tidak digunakan, Direktorat
Jenderal HaKI dapat mempertimbangkan untuk tidak dilakukan
penghapusan atas merek tersebut.
b. Dipakai untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau tidak
sesuai dengan merek yang diatur.
Permintaan penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan
seluruhnya atau sebagian jenis barang atau jasa yang termasuk dalam
satu kelas permintaan penghapusan itu diajukkan kepada Direktorat
Jenderal HaKI untuk kemudian dicatat dalam Daftar Umum Merek dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Permintaan penghapusan itu dapat juga terhadap merek yang
sudah terikat dengan perjanjian lisensi, tetapi untuk permintaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
penghapusannya hanya dapat dilakukan dengan adanya persetujuan
secara tertulis dari penerima lisensi.
Dengan penghapusan pendaftaran merek tersebut maka
berakhirlah perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan (OK
Saidin, 2010 : 395).
4. Pengalihan Hak Atas Merek
a. Macam-macam Pengalihan Hak Atas Merek
Hak atas merek merupakan hak khusus yang diberikan oleh
Negara kepada pemilik merek terdaftar (Dwi Rezki Sri Astarini,
2009: 56). Karena itu, pihak lain tidak dapat menggunakan merek
terdaftar tanpa izin pemiliknya. Pengalihan hak atas merek
terdaftar merupakan suatu tindakan pemilik merek mula-mula
untuk mengalihkan hak kepemilikannya kepada orang lain. Pasal
40 ayat (1) Undang-Undang Merek 2001 menyatakan hak atas
merek terdaftar dapat di alihkan karena:
1) Pewarisan;
2) Hibah;
3) Wasiat;
4) Perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Merek.
Pengalihan hak atas merek terdaftar wajib dimohonkan
pencatatannya pada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dengan
disertai dokumen yang mendukung. Jika pencatatan tidak
dilakukan, pengalihan hak atas merek tidak berakibat hukum
kepada pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan prinsip kekuatan
berlaku terhadap pihak ketiga pada umumnya karena pencatatan
dalam suatu daftar umum (Sudargo Gautama, 1992: 6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek mengemukakan bahwa pengalihan hak atas merek terdaftar
dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi atau lain-
lainnya yang terkait dengan merek bersangkutan. Dalam Pasal ini
menyirat kan bahwa goodwill atau nama baik mempunyai nilai
tersendiri untuk dapat dialihkan, dan Pasal 42 Undang-Undang
yang sama menyatakan bahwa Pencatatan pengalihan hak atas
merek terdaftar hanya dapat dilakukan disertai pernyataan tertulis
dari penerima pengalihan bahwa atas merek tersebut akan
digunakan bagi perdagangan barang atau jasa (Dwi Rezki Sri
Astarini, 2009: 56).
b. Lisensi Merek
Merek memainkan fungsi yang bernilai untuk
mengidentifikasi asal produk dan teknologi. Merek juga diyakini
dapat membantu mempererat kesetiaan para pelanggan. Beberapa
kajian menunjukkan bahwa ingatan pelanggan sama efektifnya
dengan menarik pelanggan baru (Kamil Idris, Jurnal Wipo: 18).
Selain meningkatkan penjualan produk dan mempertahankan
kesetiaan pelanggan, merek juga dapat digunakan untuk
memperluas dan mengembangkan pasar modal melalui lisensi
(Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 57).
Orang yang berminat menggunakan merek milik orang lain
yang terdaftar harus terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisensi
dan mendaftarkannya ke Direktorat Merek.
Secara umum, dalam Black’s Law Dictionary, Lisensi
diartikan sebagai yang dikutip dari buku Gunawan Widjaya “the
permission by competent authority to do an act which, without
such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise
would not allowable” (Gunawan Widjaja, 2002: 15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Hal ini mengandung arti bahwa lisensi merupakan bentuk
hak untuk melakukan satu maupun serangkaian perbuatan yang
diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Tanpa
adanya izin, tindakan atau perbuatan tersebut menjadi terlarang,
tidak sah dan melawan hukum. Seseorang memilih pemberian
lisensi dalam upaya pengembangan usahanya disebabkan oleh
factor-faktor tersebut (Gunawan Widjaja, 2002: 15):
1) Menambah sumber daya pengusaha pemberi lisensi (lisensor)
secara tidak langsung. Dengan mengoptimalkan sumber daya
yang ada pada penerima lisensi (lisensee), sesungguhnya
pemberian lisensi telah mengoptimalkan pengembangan
usahanya;
2) Memungkinkan perluasan wilayah secara tidak langsung;
3) Memperluas pasar dari produk hingga dapat menjangkau pasar
yang semula berada diluar pangsa pasar lisensor;
4) Mempercepat proses pengembangan usaha bagi industry-
industri padat modal dengan menyerahkan sebagia proses
melalui teknologi yang dilisensikan;
5) Penyebaran produk juga menjadi lebih mudah dan terfokus pada
pasar, karena ada produk-produk tertentu yang akan lebih
mudah dipasarkan jika dijual dalam bentuk paket dengan produk
lainnya, baik karena sifatnya yang komplementer, suplementer
atau pelengkap terhadap suatu produk yang sudah dikenal
masyarakat;
6) Pihak lisensor dan lisensee dapat mengurangi tingkat
kompetensi hingga pada suatu batas tertentu;
7) Pihak lisensor maupun lisensee dapat melakukan trade off
(barter) teknologi. Ini berarti para pihak mempunyai kesempatan
untuk mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh
suatu teknologi yang diperlukan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
8) Memberikan keuntungan dalam bentuk nama besar dan goodwill
dan lisensor, sehingga pihak penerima lisensi tidak memerlukan
biaya yang besar untuk melakukan promosi atau kegiatan
usahanya.
9) Pemberian lisensi memungkinkan lisensor untuk sampai pada
batas waktu tertentu melakukan control atas pengelolaan
jalannya kegiatan usaha yang dilisensikan tanpa harus
mengeluarkan biaya yang besar.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek pada
Pasal 1 Butir 13 menyatakan bahwa:
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam waktu dan syarat tertentu.
Pemberian lisensi terhadap penggunaan merek yang
dilisensikan bisa sebagian atau keseluruhan jenis barang dan jasa,
dan jangka waktu berlakunya lisensi tidak diperbolehkan lebih
lama dari jangka waktu berlakunya pendaftaran merek yang
dilisensikan tersebut, sedangkan wilayah berlakunya perjanjian
lisensi adalah seluruh Indonesia keceuali hal ini diperjanjikan
secara tegas dalam perjanjian.
Perjanjian lisensi tidak boleh atau dilarang membuat
ketentuan yang langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa
Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada
umumnya. Contohnya, apabila dalam perjanjian lisensi dimuat
ketentuan yang melarang lisensee untuk melakukan perbaikan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
perbaikan atas mutu barang (Suyud Margono dan Longginus Hadi,
2002: 77).
Perjanjian lisensi tidak menyebabkan pemilik merek
terdaftar kehilangan hak untuk menggunakan sendiri atau
memberikan lisensi kepada pihak lainnya untuk menggunakan
merek terdaftar. Pada perjanjian lisensi juga dapat diperjanjikan
bahwa penerima lisensi merek terdaftar bisa menberi lisensi lebih
lanjut (sub lisensi) kepada pihak lain. Hal ini tercantum pada Pasal
45 Undang-Undang Merek Tahun 2001.
Undang-Undang Merek Tahun 2001 pun memberi
perlindungan hukum kepada lisensee yang beritikad baik. Pasal 48
menjelaskan bahwa apabila merek dalam perjanjian lisensi
dibatalkan karena sama pada pokoknya atau sama pada
keseluruhannya, penerima lisensi tetap berhak menjalankan isi
perjanjian lisensi sampai dengan berakhirnya perjanjian lisensi.
Konsekuensinya lisensee tidak lagi memberikan royalty kepada
lisensor, tetapi memberikan lisensi tersebut kepada pemilik merek
yang sah.
Apabila lisensor sudah terlebih dahulu menerima royalty
secara sekaligus dari lisensee lisensor tersebut wajib menyerahkan
bagian daro royalty yang diterimanya kepada pemilik merek yang
tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka
waktu perjanjian lisensi.
5. Konvensi Internasional Di Bidang Merek
a. Konvensi Paris
Secara keseluruhan konvensi Internasional di bidang merek
dimulai pada tahun 1883 dengan ditanda tanganinya The Paris
Convention for the Protection of Industrial Property (selanjutnya
disebut konvensi Paris) yang merupakan salah satu konvensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
intelektual pertama dan terpenting. Awalnya konvensi ini
ditandatangani oleh 11 negara peserta, kemudian bertambah hingga
tahun 1976 berjumlah 82 negara, dan Indonesia termasuk
didalamnya. Dalam konvensi Paris, terminologi HKI meliputi
(Pasal 1 Konvensi Paris : WIPO), patent, utility model, industrial
design, trademarks, service marks, tradenames, indications of
source or appellation of origin, dan repression of unfair
competition.
Salah satu tujuan Konvensi Paris adalah untuk mencapai
unifikasi dibidang Perundang-Undangan merek sedapat mungkin,
dengan harapan agar tercipta satu macam hukum tentang merek
atau cap dagang yang dapat mengatur soal-soal merek secara
seragam di seluruh dunia. Ada 3 (tiga) hal penting yang diatur
dalam konvensi Paris ini, yaitu national treatment, yang artinya
bahwa setiap negara peserta Konvensi Paris bisa mengklaim
Negara peserta lainnya, agar ia diperlakukan sama dengan warga
negaranya sendiri, dalam hal pemberian perlindungan merek,
priority rights, yaitu hak-hak prioritas yang diberikan kepada
setiap warga negara peserta konvensi untuk mendaftarkan
mereknya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal pendaftaran mereknya dinegara peserta konvensi Paris, dan
registration yang merupakan harmonisasi secara global
sehubungan dengan pendaftaran merek bagi setiap peserta
konvensi Paris.
b. Perjanjian Madrid
Perjanjian Internasional lainnya mengenai merek adalah
Perjanjian Madrid (Madrid Agreement) tahun 1891 yang direvisi
di Stockholm padatahun 1967. Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3
Perjanjian Madrid ditentukan bahwa Perjanjian Madrid
berhubungan dengan perjanjian hak merek dagang melalui
pendaftaran merek dagang Internasional, yang berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pendaftaran di negara asal. Pendaftaran Internasional tersebut
memungkinkan diperolehnya perlindungan merek dagang
diseluruh negara anggota peserta Perjanjian Madrid melalui satu
pendaftaran saja. Sehingga tujuan yang hendak dicapai dari
Perjanjian merek di berbagai negara dan juga menghindarkan
pemberitahuan asal barang secara palsu. Negara anggota peserta
dalam Perjanjian Madrid ini adalah 29 negara. Indonesia sendiri
sampai saat ini belum masuk sebagai anggota Perjanjian Madrid.
c. TRIPs-WTO
Perjanjian mengenai pembentukan World Trade
Organization (WTO) ditandatangani tanggal 15 April 1994 di
Marrakesh sebagai hasil konkret perundingan putaran Uruguay
yang dimulai pada tahun 1986. Tujuan utamanya adalah untuk
menciptakan sistem perdagangan Internasional yang lebih bebas
dan adil dengan tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan
khusus negara berkembang. Salah satu topik yang dibahas dalam
putaran Uruguay adalah TRIPs (Agreement on Trade Related
Aspects Of Intelectual Property Rights, Including Trade in
Counterfiet Goods ) atau aspek dagang yang terkait dengan HKI
(Normin Pakpahan, 1998, Vol.3), Sebagai salah satu bagian
persetujuan pembentukan WTO, TRIPs telahmemicu perubahan
yang sangat fenomenal dalam perkembangan sistem perlindungan
HKI di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Persetujuan TRIPs menentukan standar-standar
Internasional tertentu bagi penegakan yang bersifat perintah dan
mengharuskan Negara anggota menyediakan perangkat kerja
hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak kekayaan
intelektual, termasuk didalamnya merek. Setiap negara anggota
memiliki kewajiban internasional untuk memasukkan TRIPs
kedalam hukum nasional tentang hak kekayaanintelektual. Untuk
itu, Indonesia beberapa kali mengubah, menambah dan melengkapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
ketentuan didalam Undang-Undang Merek sebagai konsekuensi
Indonesia meratifikasi TRIPs-WTO. Beberapa ketentuan merek
yang diatur dalam persetujuan TRIPs cukup banyak yang telah
diadopsi dalam Undang-Undang Merek Indonesia. Diantaranya
seperti lisensi dan indikasi geografis.
Secara keseluruhan, TRIPs telah mempengaruhi dan
membantu terciptanya suatu kecenderungan yang umum ke arah
penyempurnaan perundang-undangan merek. TRIPs berguna
sebagai suatu kesempatan positif bagi suatu negara untuk
menigkatkan pembangunan ekonomi dan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang
atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau
kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang
sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda
Merek Terdaftar
Penghapusan Pembatalan
Alasan:
Pasal 61 ayat (2) UU No. 15/2001
Alasan:
Ps 4, Ps 5, dan Ps 6 UU No. 15/2001
Sengketa Merek
Penyelesaian Sengketa Merek
Litigasi, melalui Gugatan Ke Pengadilan Niaga
Non-Litigasi, melalui Arbitrase atau Alteranatif Penyelesaian Sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa (OK. Saidin, 2010: 345). Merek tersendiri
terbagi menjadi merek jasa dan merek dagang.
Indonesia memiliki peraturan khusus yang membahas tentang
merek. Undang-Undang yang mengatur spesifik tentang Merek di
Indonesia ada sejak tahun 1961. Undang-Undang Merek yang terbaru di
Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Permasalahan yang muncul yang menjadi pertanyaan penulis
adalah ketika pihak ketiga yang belum terdaftar akan melakukan
penghapusan terhadap merek terdaftar. Sedangkan, kewenangan
melakukan Penghapusan terhadap merek terdaftar adalah milik Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Pemilik Merek yang
bersangkutan, dan Putusan Hakim berdasarkan gugatan Pihak Ketiga yang
memiliki merek terdaftar sama pada pokoknya atau keseluruhannya. Bisa
juga merek hapus akibat tidak dilakukannya perpanjangan terhadap
Pendaftaran Merek tersebut.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam
Pasal 61 ayat (2) menyebutkan alasan Penghapusan pendaftara Merek atas
Prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika : a. Merek tidak
digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang
dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali
apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau b.
Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai
dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk
pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.
Selain itu, disini akan menimbulkan permasalahan menyangkut
kewenangan pihak ketiga yang belum terdaftar melakukan gugatan
terhadap merek terdaftar sangat tidak sesuai dengan sistem konstitutif atau
first to file yang dianut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Sedangkan, proses pembatalan merek terdaftar berbeda dengan
penghapusan merek terdaftar. Pengaturan mengenai pembatalan merek
terdaftar ini dapatditemukan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Pembatalan merek terdaftar
hanya dapat diajukanoleh pihak yang berkepentingan seperti jaksa,
yayasan atau lembaga dibidang konsumen dan majelis lembaga keuangan
atau juga oleh pemilik merek dengan mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Niaga, yang wilayah hukumnya meliputi alamat pemilik merek
terdaftar yang akan dibatalkan. Kecuali apabila pemilik merek terdaftar
sebagai tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan ke Pengadilan
Niaga di Jakarta.
Pasal 68 (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan
bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan berdasarkan
alasan yang terdapat dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. Pasal 4
menyatakan bahwa merek tidak didaftar oleh pemohon beriktikad tidak
baik. Pasal 5 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar bila
bertentangan dengan Undang-Undang, tidak memiliki daya pembeda,
merek menjadi milik umum dan merupakan keterangan yang berkaitan
dengan barang ataujasa yang dimohonkan pendaftaran. Dan Pasal 6
menyatakan bahwa permohonan merek ditolak bila mempunyai persamaan
dengan merek milik pihak lain, serta dengan indikasi geografis yang sudah
terkenal, bendera, lambang Negara, cap resmi Negara kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Tenggang waktu gugatan pembatalan merek terdaftar tercantum
dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 adalah 5 (lima)
tahun sejak tanggal pendaftaran. Namun, khusus untuk gugatan
pembatalan yang didasarkan atas alasan bertentangan dengan moralitas
agama, kesusilaan, atau ketertiban umum dapat diajukan kapan saja tanpa
batas waktu. Seperti yang telah diketahui, gugatan pembatalan merek
terdaftar diajukan kepada Pengadilan Niaga, dan terhadap putusan
Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan kasasi. Setelah putusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual akan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar
Umum Merek dengan member catatan tentang alasan dan tanggal
pembatalannya serta atau kuasanya. Dengan pembatalan merek terdaftar
tersebut, berakhir pula perlindungan hukum atas merek yang
bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Penyebab Penghapusan Merek Terdaftar Menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
Pengaturan mengenai Penghapusan Merek terdaftar yang berlaku
sekarang diatur dalam Bab VIII mengenai Penghapusan dan Pembatalan
Pendaftaran Merek dari Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 untuk bagian
Penghapusan. Sedangkan, bagian pembatalan mulai dari Pasal 68 sampai
dengan Pasal 72. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, disebutkan pula 3 (tiga) pihak yang dapat menghapuskan merek.
Merek yang terdaftar pada Direktorat Jenderal HKI dapat dihapus
(invalidation) dari Daftar Umum Merek. Menurut Pasal 61 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001, penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum
Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI atau
berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan. Kemudian Pasal
63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa penghapusan
pendaftaran Merek dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk
gugatan kepada Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga dan Pasal 67
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa penghapusan
pendaftaran merek kolektif dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam
bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Dengan demikian, berdasarkan
Pasal-pasal 61, 63, dan 67 ini, terdapat tiga cara penghapusan merek terdaftar,
yaitu: pertama, atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI; kedua, oleh pemilik
merek sendiri dan ketiga, adanya gugatan oleh pihak ketiga.
Direktorat Jenderal HKI atas prakarsanya sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001,
dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek terdaftar jika :
1. Merek tidak digunakan (non use) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Direktorat Jenderal HKI. Pemakaian terakhir adalah penggunaan merek
tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat
pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian
sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di
masyarakat, atau
2. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai
dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk
pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.
Ketidaksesuaian dalam penggunaan meliputi pula ketidaksesuaian dalam
bentuk penulisan kata atau huruf atau ketidaksesuaian dalam penggunaan
warna yang berbeda.
Ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek memuat pengecualian terhadap tidak digunakannya merek
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, apabila disebabkan alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Terdapatnya larangan impor;
2. Terdapatnya larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang
yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak
yang berwenang yang bersifat sementara; dan
3. Terdapatnya larangan yang serupa lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Namun, menurut pendapat penulis suatu merek dapat dihapuskan jika
suatu merek tersebut melanggar asas hukum khusus. Asas hukum khusus
merupakan asas hukum yang ada dalam bidang tertentu saja, maksudnya asas
ini belum tentu dapat dicari dalam bidang hukum yang lain. Berikut akan
dicari asas hukum khusus mengenai peniruan merek yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Asas Iktikad Tidak Baik
Adanya asas ini memiliki arti bahwa setiap pemohon pendaftaran
merek harus mendaftarkan dengan dilandasai iktikad baik. Iktikad baik
disini diartikan sebagai ketiadaan niat untuk meniru, membonceng, atau
menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya. Asas
ini memang telah tampak tersirat secara gamblang pada ketentuan Pasal 4
dengan adanya keharusan pemilik merek untuk memiliki iktikad baik
ketika mendaftarkan merek miliknya. Apabila pemohon dinilai tidak
memiliki iktikad tidak baik maka mereknya tidak dapat didaftarkan dan
menjadi penilai dalam hal ini merupakan kewenangan Pemerintah
Republik Indonesia cq. Kementerian Hukum dan HAM cq. Direktorat
Jenderal HKI cq. Direktorat Merek.
Asas ini secara tidak langung mengatakan bahwa Direktorat Merek
diberi kewenangan untuk menentukan apakah pemohon pendaftar merek
mempunyai iktikad baik atau tidak. Apabila pemohon pendaftar merek
tidak mempunyai iktikad baik maka merek yang dimohonkan
pendaftarannya tidak dapat didaftarkan. Dengan demikian merek yang
sudah terdaftar di dalam Daftar Umum Merek pada saat didaftarkan dinilai
mempunyai iktikad baik oleh Direktorat Merek.
2. Asas Perlindungan Merek Terdaftar
Bersumber dari kalimat dapat dilihat bahwa asas ini mengandung
makna bahwa merek yang dapat perlindungan secara hukum adalah merek
terdaftar. Hal ini sesuai dengan asas dalam pendaftaran merek yang
digunakan di Indonesia yaitu asas konstitutif (first to file). Dalam hal
peniruan merek hal ini berarti merek dapat perlindungan dari pihak lain
apabila sudah terdaftar sebelumnya. Jika hal ini dikaitkan dengan
pengertian merek, dapat dimaknai bahwa perlindungan hukum ini
diberikan terbatas pada tanda yang berupa gambar, nama, kata, dan
seterusnya yang didaftarkan. Dengan demikian berlaku sebaliknya,
apabila suatu tanda tidak didaftarkan maka tidak dapat dimintakan
perlindungan secara hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Perlu diperhatikan bahwa perlindungan merek terdaftar ini
diberikan untuk barang dan/atau jasa dalam kategori barang dalam kelas
yang sama. Menggunakan kalimat yang berbeda, apabila merek memiliki
persamaan dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu namun
berada dalam kelas barang yang berbeda maka merek tersebut masih
dimungkinkan untuk didaftarkan.
3. Asas Persamaan dan Ketidaksamaan
Berbicara mengenai asas persamaan berarti berbicara mengenai
sesuatu yang tidak dikehendaki berkaitan dengan merek. Sebab salah satu
unsur dari merek adalah adanya daya pembeda. Artinya merek harus
diharuskan memiliki ketidaksamaan dengan merek yang lain. Hal yang
demikian adalah kondisi ideal yang diharapkan oleh pembentuk Undang-
Undang. Namun demikian hal yang ideal ini pada kenyataannya tidak
terjadi sehingga muncullah peniruan merek. Berbicara mengenai peniruan
merek berarti berbicara mengenai usaha untuk menyamar agar seolah-olah
sama dengan merek lain yang sukses dalam pemasaran. Usaha menyamar
merupakan usaha agar diri terlihat sama dengan lingkungannya, dalam hal
ini dengan merek lain. Pengertian yang demikian menurut Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentan Merek digolongkan dalam memiliki
persamaan pada pokoknya. Pengertian pada pokoknya menurut Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah ditulis di atas,
menjadi catatan mengenai persamaan pada pokoknya dikaitkan dengan
peniruan merek dijelaskan sebagai berikut. Peniruan merek merupakan
usaha menyamar agar sama dengan lingkungannya, dengan demikian
peniruan merek selalu berlangsung dalam kategori barang dan/atau jasa
yang sama. Sementara pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek hanya memungkinkan peniruan dimasukkan
dalam pengertian persamaan pada pokoknya. Hal ini mengandung akibat
bahwa peniruan merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek jika diterapkan pada merek yang telah terdaftar terlebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dahulu atau diterapkan pada merek terkenal pada kategori barang dan/atau
jasa sejenis merupakan tindakan melanggar hukum.
Asas persamaan dan ketidaksamaan juga mengandung arti bahwa
persamaan merek dimungkinkan diterapkan pada merek barang dan/atau
jasa yang tidak terkenal. Selain itu juga dimungkin untuk diterapkan pada
merek barang dan/atau jasa yang termasuk merek terkenal namun tidak
termasuk dalam kategori barang sejenis atau dalam kelas barang yang
sama. Hal ini dimungkinkan sebab belum ada Peraturan Pemerintah yang
mengatur, dengan demikian terjadi kekosongan hukum sehingga apabila
terjadi masalah terkait dalam hal ini hakim harus mengisi kekosongan
tersebut.
Pemilik merek terdaftar telah mengusahakan mereknya eksis dalam
masyarakat melalui berbagai cara dengan investasi dan strategi tertentu.
Oleh karena itu pihak tidak mempunyai andil dalam usaha itu tidak berhak
untuk menikmati hasil yang didapatkan. Hal ini juga termasuk dalam hal
peniruan merek, merek yang sukses dalam pemasaran merupakan tindakan
ingin ikut menikmati hasil dalam tuaian dari sesuatu yang ditabur.
Menggunakan kacamata Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, tindakan yang demikian termasuk dikategorikan dalam
tindakannya yang memiliki iktikad tidak baik.
Penghapusan pendaftaran merek dilakukan atas prakarsa Direktorat
Jenderal HKI dengan tidak mengurangi kesempatan bagi pemilik merek yang
dihapuskan guna mempertahankan haknya.
Pemilik merek dapat mengajukan keberatan atas keputusan
penghapusan pendaftaran merek kepada Pengadilan Niaga sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek.
Pasal 63 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
menyatakan, bahwa penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
atas dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada
Pengadilan Niaga. Terhadap putusan Pengadilan Niaga dimaksud hanya dapat
diajukan kasasi. Panitera pengadilan yang bersangkutan segera menyampaikan
isi putusan badan peradilan tersebut kepada Direktorat Jenderal HKI setelah
tanggal putusan diucapkan. Direktorat Jenderal HKI hanya akan
melaksanakan penghapusan merek yang bersangkutan dari Daftar Umum
Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan
badan peradilannya telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI
juga dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi
Merek. Keberatan terhadap keputusan penghapusan merek terdaftar ini dapat
diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Pemilik atau kuasanya dapat pula mengajukan permohonan
penghapusan pendaftaran merek secara tertulis, baik sebagian atau seluruh
jenis barang dan/atau jasa kepada Direktorat Jenderal HKI. Direktorat Jenderal
HKI akan mencatat penghapusan pendaftaran merek dalam Daftar Umum
Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Tetapi untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tidak menentukan persyaratannya.
Tetapi jika dalam perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas
menyampingkan adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu
tidak perlu dimintakan sebagai syarat kelengkapan untuk penghapusan
pendaftaran merek tersebut.
Di samping itu pemerintah juga mengenakan biaya untuk pencatatan
penghapusan pendaftaran merek tersebut, dan ini akan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (Pasal 75).
Bagaimana cara penghapusan pendaftaran merek, Pasal 65 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan cara mencoret merek
yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang
alasan dan tanggal penghapusannya. Selanjutnya, hal itu diberitahukan secara
tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan
penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar
Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku
lagi. Dengan penghapusan pendaftaran merek, mengakibatkan berakhirnya
perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.
Mengenai penghapusan pendaftaran merek kolektif, Pasal 66 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa Direktorat Jenderal HKI
dapat menghapus pendaftaran merek kolektif atas dasar:
1. Permohonan sendiri dari pemilik merek kolektif dengan persetujuan
tertulis semua pemakai merek kolektif;
2. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak dipakai selama 3
(tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian
terakhir kecuali apabila alasan yang dapat diterima oleh Direktorat
Jenderal HKI;
3. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif digunakan untuk jenis barang atau
jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya; atau
4. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak digunakan sesuai
dengan peraturan penggunaan merek kolektif.
Berdasarkan salah satu alasan tersebut Direktorat Jenderal HaKI dapat
menghapus pendaftaran merek kolektif. Penghapusannya juga dicatat dalam
Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Di
samping itu, pihak ketiga juga dalam mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Niaga guna menghapus pendaftaran merek kolektif berdasarkan salah satu
alasan di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Berikut contoh kasus-kasus yang berkaitan dengan penghapusan
pendaftaran merek kepada Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:
3. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Digunakan 3 (Tiga) Tahun
Berturut-Turut.
a. Kasus Penghapusan Pendaftaran Merek SINKO Antara Sinko
Kogyo Kabushiki Kaisha (Penggugat) Melawan Pemerintah
Republik Indonesia Cq. Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Cq. Direktorat Merek (Tergugat) (Putusan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
03/Merek/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 11 Februari 2002 Jo Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 K/N/Haki/2002 tanggal
5 Juni 2002 Jo Putusan Peninjauan Kembali No. 02 PK/N/Haki/2002
tanggal 19 Februari 2003).
Dalam kasus gugatan penghapusan merek terdaftar Sinko,
Sinko Kogyo Kabushiki Kaisha atau Sinko Kogyo Co., Ltd. adalah
sebuah perseroan yang didirikan menurut Hukum Jepang yang
memproduksi produk Pendingin Udara (Air Conditioner/AC) dengan
merek dagang Sinko. Sinko dapat dikatakan sebagai merek terkenal
karena selain terdaftar di Jepang, juga telah terdaftar di Australia,
Kamboja, Cina, Korea, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan Vietnam
(lihat putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
No. 03/Merek/PN/Niaga.JKT.PST.).
Di Indonesia, Sinko terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, cq. Direktorat Merek dengan No. 317184 dan
mendapat perlindungan selama 10 tahun dalam jangka waktu sampai
dengan tanggal 24 November 2002. Namun, karena alasann adanya
informasi tidak dipergunakannya merek dagang Sinko di Indonesia
tanggal 29 Agustus 2001 merek dagang Sinko dihapus dan dicoret dari
Daftar Umum Merek oleh Direktorat Merek, sehingga dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dihapusnya pendaftaran merek Sinko dari dalam Daftar Umum Merek
sehingga berakhir pula perlindungan hukum atas merek tersebut.
Pihak Sinko amat berkeberatan dan dirugikan dengan
penghapusan yang dilakukan oleh Direktorat Merek karena pihak
Sinko masih menggunakan merek tersebut untuk perdagangan. Atas
dasar itulah, pihak Sinko mengajukan gugatan pembatalan
penghapusan merek ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang pada petitumnya antara lain mengabulkan gugatan
Penggugat yaitu pihak Sinko dan menghukum Tergugat pihak
Direktorat Merek untuk mendaftarkan kembali merek dagang Sinko
dalam Daftar Umum Merek.
Dalam jawabannya, Direktorat Merek sebagai Tergugat
mendalihkan bahwa pertimbangan yang dilakukan oleh Tergugat
sampai akhirnya merek tersebut dihapuskan adalah sebagai berikut:
1) Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1997 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahuh
2001 tentang Merek, menyebutkan:
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Dari pasal ini tersirat bahwa selain mengutamakan kepentingan
umum, juga mempertimbangkan sisi perekonomian bangsa.
Dengan demikian, walaupun secara hukum suatu merek telah
mendapat perlindungan hukum, tetapi tidak dapat meninggalkan
nilai ekonomisnya begitu saja dan harus digunakan dalam kegiatan
produksi dan perdagangan.
2) Tergugat telah melakukan survey persurat terlebih dahulu dengan
instansi terkait seperti Kantor Departemen Perindustrian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Perdagangan Kota Jakarta Timur, Direktorat Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Direktorat
Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika serta ke pemilik merek
terdaftar itu sendiri.
3) Tergugat memberi waktu kepada pihak Sinko untuk
memperlihatkan produk barang merek Sinko yang beredar di
pasaran, tetapi pihak Sinko hanya dapat memperlihatkan barang
bukti berupa surat tanpa dapat menghadirkan barang bukti berupa
Air Conditioner dengan merek Sinko.
4) Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, Tergugat sebagai instansi
yang melakukan pendaftaran merek, menghapus merek Sinko dari
Daftar Umum Merek.
Dalam Perkara ini, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat mengabulkan Permohonan Penggugat yaitu pihak Sinko
dan menghukum Tergugat untuk mendaftarkan kembali merek dagang
Sinko dalam Daftar Umum Merek. Alasan yang dikemukakan oleh
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat secara ringkas adalah sebagai berikut:
1) Setelah meneliti data-data yang diminta oleh Tergugat dengan
instansi terkait, ternyata tidak menyangkut penggunaan merek
Sinko oleh Penggugat dalam perdagangan barang, tetapi lebih
menitikberatkan pada izin usaha Penggugat;
2) Memang benar Tergugat secara aktif mencari bukti-bukti sebelum
menghapuskan merek Sinko, tetapi Tergugat seharusnya
mendengar dan memberi kesempatan kepada Penggugat untuk
membela diri;
3) Dalam kurun waktu antara tahun 1966 sampai dengan tahun 2001
Penggugat masih tetap memasarkan barang-barang produksinya di
Indonesia, hal ini juga didukung oleh produk AC Sentral sebagai
produk Penggugat di Jepang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
4) Terbukti bahwa Penggugat masih menggunakan merek Sinko
untuk produknya dalam perdagangan di Indonesia dan juga terbukti
bahwa Penggugat masih memproduksi barang-barang berupa AC
dengan merek Sinko;
5) Terungkapnya alasan non use yang didalilkan Tergugat disebabkan
Penggugat telah memberi lisensi kepada perusahaan di Singapura
sebagai pemegang hak tunggal untuk memproduksi dan menjual
unit-unit produk merek Sinko untuk wilayah ASEAN, dan
Singapura tersebut menyepakati pendirian PT. Sinko Industries
Indonesia dengan perusahaan di Indonesia yang berkedudukan di
Jakarta. Hal ini berarti tindakan Perusahaan Singapura untuk
memohon kepada Tergugat atas investigasi non use merek
Penggugat dilandasi keinginan yang lebih baik.
Pandangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga itu merupakan hal
yang logis. Penggugat juga dapat meyakinkan majelis hakim
Pengadilan Niaga Jakarta bahwa Penggugat masih memasarkan
barang-barang produksinya dengan menggunakan merek Sinko
berdasarkan transaksi yang dilakukan oleh Penggugat dan
konsumennya, serta Penggugat juga berhasil memperlihatkan barang
bukti berupa AC dan suku cadangnya.
Alasan Tergugat yang menyatakan bahwa pendaftaran merek
yang sifatnya hanya untuk didaftar tanpa pernah dipergunakan dalam
kegiatan produksi dan perdagangan, memang dapat menghalangi iklim
tumbuhnya perekonomian bangsa dan secara nyata akan berpengaruh
terhadap iklim investasi di Indonesia memang tepat. Namun, dalam
menghapuskan pendaftaran merek, Direktorat Merek seharusnya
memberi kesempatan kepada pemilik merek yang mereknya akan
dihapus untuk melakukan hak jawabnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dari fakta di persidangan terungkap bahwa Penggugat tidak
diberikan kesempatan yang cukup untuk melakukan hak jawabnya.
Penggugat juga diketahui mempunyai perjanjian lisensi dengan
perusahaan di Singapura sebagai penerima lisensi untuk memproduksi
dan menjual unit-unit merek Sinko untuk wilayah ASEAN, yang
kemudian oleh perusahaan di Singapura di adakan perjanjian lisensi
lebih lanjut kepada perusahaan di Indonesia yaitu PT. Sinko Industries.
Walaupun penerima lisensi dapat memberi lisensi lebih lanjut kepada
pihak ketiga yang dalam hal ini PT. Sinko Industries Indonesia
berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tetapi
hal tersebut harus diperjanjikan terlebih dahulu antara lisensor dan
lisensee.
Karena itu, adanya informasi dari pihak ketiga yang memohon
Tergugat untuk melakukan investigasi non use merek Penggugat,
dilandasi oleh suatu keinginan dari pihak ketiga untuk menggunakan
merek Sinko yang telah terdaftar atas nama Penggugat sebagai barang-
barang produksi PT. Sinko Industries Indonesia. Keinginan ini tentu
saja didasarkan atas iktikad yang tidak baik. Undang-Undang Merek
sendiri tidak melindungi seseorang yang tidak berhak atau yang
beritikad tidak baik dalam pendaftaran merek (Imam Sjahputra Dkk,
1997 : 27). Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
dinyatakan bahwa:
“Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang
diajukkan oleh pemohon yang beritikad tidak baik”.
Pihak Tergugat kemudian mengajukkan permohonan Kasasi ke
Mahkamah Agung pada tanggal 21 Februari 2002, tetapi memori
kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat tanggal 4 Maret 2002 sehingga permohonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kasasi telah melampaui jangka waktu ditentukan dalam Pasal 83 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang menyatakan:
“Pemohon kasasi telah harus menyampaikan memori kasasi
kepada Panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal
permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)”.
Telatnya pengajuan memori kasasi oleh pemohon kasasi bisa
dikatakan bahwa permohonan kasasi yang dimohonkan harus disertai
dengan dimasukkannya memori kasasi kepada Panitera paling lambat 7
hari sejak permohonan kasasi didaftarkan. Hal ini memperlihatkan
bahwa Kantor Direktorat Merekpun bisa lalai dalam menerapkan
undang-undang dari merek itu sendiri.
Atas putusan kasasi Mahkamah Agung, Direktorat Merek
mengajukkan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Alasan-alasan
yang diajukan oleh Direktorat Merek selaku pemohon Peninjauan
Kembali pada pokoknya adalah (Lihat Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 02 PK/N/HaKI/2002) :
1) Majelis Hakim tingkat kasasi telah salah menerapkan hukum yang
diberlakukan untuk perhitungan tenggang waktu mengajukan
memori kasasi dengan berpedoman pada Pasal 83 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001, karena apabila dicermati, ketentuan
Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 sebenarnya tidak mengatur mengenai penghapusan merek
terdaftar, tetapi hanya mengatur mengenai gugatan pembatalan
merek, sehingga mengenai tata cara pengajuan kasasi dan memori
kasasi dalam hal keberatan terhadap penghapusan merek tidak
diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2) Terdapat kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata, karena
majelis hakim tingkat kasasi tidak memahami ketentuan hukum
tentang penghapusan merek.
Majelis hakim tingkat kasasi tidak dapat membenarkan
keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi karena tidak terdapatnya
kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dari majelis hakim tingkat
kasasi. Sehingga, permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Direktorat Merek tidak beralasan dan harus ditolak.
Penulis tidak sependapat dengan keputusan putusan Peninjauan
Kembali yang menolak permohonan Peninjauan Kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali yaitu pihak Direktorat Merek, karena
alasan-alasan yang dikemukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
sungguh sangat jelas tersirat bahwa penerapan Pasal 83 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tentang
perhitungan tenggang waktu mengajukan memori kasasi tidak tepat
diterapkan pada kasus ini yang merupakan kasus penggugatan
pembatalan penghapusan merek seperti yang penulis akan kemukakan
kembali sebagai berikut:
Pasal 83 ayat (3), berbunyi:
“Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi
kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal
permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)”.
Kembali pada Pasal 83 ayat (1) seperti bunyi perintah ayat (3),
berbunyi:
“Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang
telah memutus gugatan tersebut”.
Kembali pada Pasal 82 mengikuti bunyi Pasal 83 ayat (1),
berbunyi:
“Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (8) hanya dapat diajukan kasasi”.
Sedangkan bunyi Pasal 80 ayat (8) seperti bunyi Pasal 82,
berbunyi:
“Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling
lama 90 (Sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan
dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas
persetujuan Ketua Mahkamah Agung”.
Jelas kenapa Penulis tidak sependapat dengan putusan
Peninjauan Kembali No. 02 PK/N/Haki/2002 yang menolak alasan
Pemohon Peninjauan Kembali yang beranggapan Majelis Hakim
Tingkat Kasasi telah khilaf dan melakukan kekeliruan yang nyata,
sehingga Majelis Hakim Tingkat Kasasi sungguh tidak cerdas dalam
pemahamam ketentuan tentang penghapusan merek.
Untuk kedepan alangkah baiknya jika didalam Undang-Undang
Merek terdapat ketentuan yang jelas mengenai jangka waktu hak jawab
yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar yang mereknya dicurigai
tidak digunakan atau non use, agar sedapat mungkin meminimalisasi
adanya gugatan pembatalan penghapusan merek terdaftar yang
dilakukan oleh Direktorat Merek.
b. Kasus Penghapusan Pendaftaran Merek DAVIDOFF Antara
Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH (Penggugat) Melawan NV.
Sumatra Tobacco Trading Company (Tergugat) (Putusan
Pengadilan Niaga Jakarta No. 54/Merek/2002/PN.Niaga JKT.PST.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tanggal 28 Januari 2003 Jo. Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 012 K/N/HaKI/2003 Tanggal 13 Juni 2003 Jo Putusan
Peninjauan Kembali No. 012 PK/N/HaKI/2003 Tanggal 22 Desember
2003).
Dalam kasus gugatan penghapusan merek Davidoff, Reemtsma
Cigarettenfabriken GmbH, adalah sebuah perseroan yang didirikan
menurut Undang-undang Negara Jerman merupakan pemegang lisensi
merek Davidoff yang memproduksi produk rokok. Davidoff dapat
dikatakan sebagai merek terkenal dan sukses di Asia (Lihat Putusan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
54/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST.).
Di Indonesia, Davidoff telah mengajukan permintaan
pendaftaran merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektua,
cq. Direktorat Merek dengan No. Agenda DOO 2002 13092, 13230,
No. Agenda DOO 2002 13091 13229 dan No. Agenda DOO 2002
20578 20803, semuanya untuk kelas barang 34. Namun, karena alasan
adanya informasi telah dipergunakannya merek dagang Davidoff oleh
Tergugat di Indonesia menjadi penghalang untuk pelaksanaan
perjanjian lisensi untuk menggunakan merek Davidoff dan kerja sama
penanaman modal/investasi sebagai tujuan utama dari Penggugat
untuk memperluas bidang usahanya di Indonesia setelah sukses di
Asia.
Pihak Tergugat diketahui tidak menggunakan merek Davidoff
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan minimal sejak
tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Bahwa, apabila merek
tidak digunakan dalam perdagangan barang dan/atau jasa, maka merek
terdaftar tersebut dapat dihapuskan dari Daftar Umum Merek atar
Prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan gugatan pihak ketiga
yang berkepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) huruf
a Jo. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pihak Penggugat dalam hal ini bertindak sebagai pihak ketiga
yang memiliki iktikad baik dan kepentingan untuk menggunakan
merek Davidoff tersebut yaitu sebagai pemegang lisensi sebagaimana
termaksud dalam uraian diatas, dan karenanya berhak untuk
mengajukan gugatan penghapusan pendaftaran merek berdasarkan
Pasal 63 Jo Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 terhadap merek Davidoff dalam kelas barang 34 di bawah
Daftar No. 276068, 304906, 304907 atas nama Tergugat yang telah
tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal
pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Bahwa Penggugat telah meminta bantuan pihak ketiga
(perusahaan NFO Indonesia) sebagai pihak yang netral untuk
melakukan penelitian pasar (market survey) diberbagai kota besar di
Indonesia untuk memeriksa apakah merek Davidoff untuk jenis barang
yang termasuk dalam kelas 34 atas nama Tergugat beredar di Pasaran.
NFO Indonesia pun mempunyai hasil dari market survey yang mereka
lakukan menunjukan bahwa tidak diketemukannya produk-produk
rokok dengan merek Davidoff yang diproduksi oleh Tergugat, namun
yang ditemukan adalah merek Davidoff produksi dari Reemtsma
Cigarettenfabriken GmbH/Penggugat.
Selain melakukan market survey, NFO Indonesia juga
melakukan penelitian grosir (whosaler survey) di 10 (sepuluh) toko-
toko grosir di Jakarta dan 10 (sepulu) toko-toko grosir di Medan untuk
memeriksa apakah ada rokok-rokok dengan merek Davidoff yang
diproduksi oleh Tergugat, namun yang didapat selalu produksi dari
Penggugat.
Dalam hal ini NFO Indonesia hanyalah sebagai pihak yang
netral guna untuk keperluan mendapatkan informasi yang dapat
dipercaya bahwa Tergugat telah tidak menggunakan dan/atau menjual
produk rokok-rokok dengan merek Davidoff setidak-tidaknya selama 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
(tiga) tahun berturut-turut dala perdagangan barang dan/atau jasa sejak
tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Selain melakukan market survey dan whosaler survey yang
dilakukan oleh NFO Indonesia, Penggugat juga melakukan
penyelidikan (investigation) melalui Mainguard Security Service (S)
Pte. Ltd., suatu perusahaan yang berpengalaman untuk melakukan
penyelidikan di Pematang Siantar yang merupakan kedudukan hukum
dari Tergugat. Penyelidikan tersebut menghasilkan Tergugat tidak
menggunakan merek Davidoff untuk barang jenis rokok-rokok.
AC Nielsen, suatu perusahaan agensi di bidang penelitian pasar
(market survey) yang dikenal secara internasional pun dikerahkan
untuk melakukan audit menyatakan bahwa di indonesia dari tahun
1999-2001 tidak ditemukan produk-produk rokok dengan merek
Davidoff dipasaran yang diproduksi oleh Tergugat.
Bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh semua pihak ketiga
sebagai pihak netral menghasilkan kesimpulan bahwa merek Davidoff
dan variasinya atas nama Tergugat tidak digunakan selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak
tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Di samping itu juga Penggugat mencari informasi di Kantor
Bea & Cukai mengenai pembelian pita cukai/bandrol, didapatkan
informasi bahwa meskipun telah membayar pita cukai belum dapat
dipastikan bahwa perusahaan memproduksi barang-barang tersebut.
Pembayaran pita cukai hanyalah pembayaran pajak ke Kantor Bea &
Cukai dan bukan jaminan perusahaan memproduksi barang-barang
dan/atau menggunakan merek tersebut.
Dalam jawabannya, NV. Sumatra Tobacco Trading Company
sebagai Tergugat mengajukan Eksepsi dan Rekonpensi untuk
mempertahankan Hak Atas Merek Davidoff yang dia miliki. Dalam
Eksepsinya Tergugat berdalih:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1) Bahwa penggugat mengajukan gugatan ini dalam kedudukannya
selaku pemegang lisensi (licensee) dari Davidoff & Cie S.A. selaku
pemberi lisensi (licensor);
2) Bahwa menurut Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, perjanjian lisensinya
lainnya dapat diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru
mengikat pihak ketiga setelah dicatat pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual;
3) Bahwa Davidoff & Cie S.A. tidak memiliki pendaftaran merek
Davidoff di Indonesia dan peraturan pelaksanaan mengenai
pencatatan perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud dalam pasal
49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 belum dikeluarkan,
sehingga dapat dipastikan perjanjian lisensi antara Davidoff & Cie
S.A. dengan Penggugat belum dicatat pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual;
4) Bahwa dengan demikian, maka yang mempunyai hak penggugat
(vorderingsrecht) dalam perkara ini adalah Davidoff dan Cie S.A.
Sedangkan dalam Rekonpensi pihak Tergugat menggugat:
1) Tergugat merupakan pemilik atas merek dagang Davidoff yang
terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di
bawah No. 276068 (perpanjangan dari No. 146541), 304906
(perpanjangan dari 180556) dan 304907 (perpanjangan dari
174130) untuk jenis barang rokok yang telah dan masih digunakan
dalam perdagangan di Indonesia;
2) Bahwa Davidoff & Cie S.A./Zino Davidoff S.A. selaku licensor
dari Penggugat telah mengajukaan gugatan pembatalan atas merek-
merek tersebut sebanyak 3 (tiga) kali ke Penagdilan Niaga Jakarta
yang semuanya telah memperoleh putusan Mahkamah Agung;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3) Tergugat berhak menuntut agar pemakaian merek Davidoff
dinyatakan secara tegas dalam amar putusan Pengadilan dan
Penggugat serta licensornya dinyatakan beritikad buruk.
Dalam perkara ini, putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat No. 54/Merek/2002/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal
28 Januari 2002, menolak gugatan Penggugat dalam konpensi
sedangkan gugatan dalam rekonpensi dinyatakan tidak dapat diterima.
Pihak Penggugat kemudian mengajukan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH dan
membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga No.
54/Merek/2002/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 28 Januari 2002.
Atas putusan kasasi Mahkamah Agung, pihak NV. Sumatra
Tobacco Trading Company mengajukan permohonan Peninjauan
Kembali ke Mahkamah Agung. Alasan-alasan yang diajukan oleh
pihak Pemohon Peninjauan Kembali pada pokoknya adalah (Lihat
Putusan Mahkamah Agung No. 12 K/N/HaKI/2003):
1) Majelis hakim tingkat kasasi telah membatalkan putusan judex
facti dan menyatakan judex facti salah menerapkan hukum, namun
tanpa menunjuk dimana letak kesalahan penerapan hukumnya.
Berpedoman pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 sebagaimana sudah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahhun
1985 tentang Mahkamah Agung, karena telah bertindak sebagai
judex facti dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo, yakni
memeriksan dan menilai surat-surat bukti yang menurut hukum
merupakan wewenang judex facti;
2) Majelis hakim tingkat kasasi telah mengambil alih pertimbangan
judex facti dalam eksepsi, padahal pertimbangan judex facti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
tersebut adalah salah dan melanggar Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu
dengan alasan-alasan sebagai berikut
a) Menurut Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek, suatu perjanjian lisensi hanya
dapat diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru
mengikat pihak ketiga;
b) Pihak Davidoff & Cie S.A. bukan pemilik merek Davidoff
yang terdaftar di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan
mengenai perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud Pasal 49
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum
dikeluarkan;
c) Pihak yang mempunyai hak menggugat (voorderingsrecht)
dalam perkara ini adalah Davidoff & Cie. S.A. sendiri selaku
pihak yang mengklaim kepemilikan merek-merek yang
digugat;
d) Pihak Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH tidak mempunyai
hak menggugat karena kedudukannya selaku pemegang lisensi
belum dicatat pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual.
Mahkamah Agung tidak dapat membenarkan keberatan
yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali karena tidak
terdapatnya kesalahan atau kekhilafan yang nyata dari majelis
hakim tingkat kasasi. Sehingga, permohonan peninjauan kembali
yang diajukan oleh pihak NV. Sumatra Tobacco Trading Company
tidak beralasan dan harus ditolak.
Penulis tidak sependapat dengan putusan peninjauan
kembali Mahkamah Agung yang menolak permohonan peninjauan
kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali, karena alasan-alasan
yang dikemukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali sungguh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sangat jelas tersirat bahwa pihak Reemtsma Cigarettenfabriken
GmbH selaku pemegang lisensi dari pihak Davidoff & Cie S.A.
yang tidak memiliki pendaftaran merek Davidoff di Indonesia dan
peraturan mengenai peraturan pelaksanaan pencatatan perjanjian
lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 belum dikeluarkan, sehingga dapat
dikatakan perjanjian lisensi antara Davidoff & Cie S.A. dengan
Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH belum tercantum di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian,
maka yang mempunyai hak Penggugat dalan perkara ini adalah
Davidoff & Cie S.A. selaku pihak yang ingin mengklaim
kepemilikan merek Davidoff yang akan digugat.
Pada Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek, perjanjian lisensinya dapat
diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru mengikat
pihak ketiga setelah dicatat pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Sedangkan, pihak Davidoff & Cie S.A. baru
mengajukan pendaftaran yang belum melalui pemeriksaan
subtantif.
Alangkah baiknya di aturan lisensi pada undang-undang
merek diperbaiki untuk undang-undang merek selanjutnya, bahwa
pihak ketiga apakah harus diatur di undang-undang atau cukup
perjanjian antar licensee dengan licensor saja agar jelas pihak mana
yang berhak melakukan gugatan sebagai pihak ketiga.
Walaupun penulis mengharapkan adanya perbaikan pada
aturan lisensi untuk materi Undang-Undang Merek selanjutnya,
tidak sepenuhnya bisa disalahkan karena Undang-Undang Merek
Nomor 15 Tahun 2001 tentang tidak mengatur aturan tentang
lisensi merek, tetapi menurut penulis hanya pihak yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
mengerti aturan hukum saja masih melakukan pendaftaran
terhadap suatu merek walaupun merek tersebut belum sepenuhnya
terdaftar didalam Daftar Umum Merek. Menurut penulis, pihak
NV. Sumatra Tobacco Trading Company merupakan pihak yang
mengerti hukum tetapi mereka memang sengaja mencari celah
kesalahan pada aturan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek untuk melakukan suatu kecurangan untuk
menyerobot ketenaran merek Davidoff milik Davidoff & Cie S.A.
yang sudah dilisensikan pada pihak Remtsma Cigarettenfabriken
GmbH walaupun belum dilakukan pendaftaran dan pencatatan atas
lisensi merek di Direktorat Merek Direktorat Jenderal HKI, karena
undang-undang yang sekarang ini hanya mengintruksikan lisensi
hanya dapat dilakukan pencatatan pada pemilik merek yang sudah
terdaftar.
4. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Sesuai dengan Jenis Barang
atau Jasa yang Dimohonkan Pendaftarannya.
Kasus Merek Top 1 + Lukisan Melawan Merek Megatop + 1 + New
Formula (Putusan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
02/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 24 Maret 2003 Jo Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 16 K/N/HaKI/2003 tanggal 1
September 2003 Jo Putusan Peninjauan Kembali No. 14 PK/N/HaKI/2003
tanggal 6 Januari 2004).
Kasus ini berawal dari PT. Topindo Atlas Asia sebagai pemilik
merek TOP 1 dan lukisannya yang telah terdaftar dalam Daftar Umum
Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan Nomor
504089 tertanggal 4 April 2002 untuk jenis barang minyak pelumas untuk
motor yang masuk dalam kelas 4. Kemudian diketahui pula bahwa telah
terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, merek kata MEGATOP yang terdaftar dengan Nomor 411000
tanggal 10 Maret 1998 atas nama PT. Lumasindo Perkasa yang juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dilindungi untuk jenis barang kelas 4 (empat) jenis pelumas (Lihat Putusan
Pengadilan Niaga Jakarta No. 02/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST).
Berdasarkan data-data hasil monitoring dipasaran yang diperoleh
pihak PT. Topindo Atlas, diketemukan fakta bahwa PT. Lumasindo
Perkasa yang hanya mendaftarkan mereknya dengan kata MEGATOP
dengan tulisan kata MEGATOP dalam elips, 1 kata New Formula dalam
angka 1 dan lukisan serta menggunakan unsure warna merah dan kuning
yang hampir sama dengan merek yang didaftarkan oleh TOP 1.
Dengan beredarnya produk oli merek TOP 1 dan MEGATOP yang
serupa di pasaran, telah menimbulkan persepsi yang keliru di kalangan
konsumen yang beranggapan bahwa oli merek MEGATOP adalah produk
TOP 1. Hal ini merupakan upaya pendomplengan merek yang dilakukan
PT. Lumasindo Perkasa terhadap merek milik PT. Topindo Atlas. Atas
dasar itulah, PT. Topindo Atlas menggugat penghapusan merek
MEGATOP yang dalam kegiatan produksi barangnya menambahkan kata
1 dalam elips serta menggunakan unsure merah dan kuning.
Atas dasar itulah PT. Topindo Atlas selaku Penggugat menggugat
PT. Lumasindo Perkasa selaku Tergugat untuk menghapuskan pendaftaran
merek MEGATOP yang tidak sesuai dengan yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek. Hal ini sesuai dengan Pasal 61 ayat (2) huruf b tentang
penghapusan pendaftaran merek yang dapat dilakukan apabila merek
tersebut digunakan untuk jenis barang yang tidak sesuai dengan jenis
barang yang dimohonkan pendaftarannya. Penggugat juga menggugat
Direktorat Merek sebagai Turut Tergugat karena Direktorat Merek sebagai
instansi yang melaksanakan pendaftaran merek yang dapat menghapus
merek dari Daftar Umum Merek.
Dalam jawabannya, Tergugat menyatakan bahwa:
1) Logo angka satu berikut kata MEGATOP mempunyai tujuan sebagai
tanda kualitas produk juga telah dilindungi secara hukum sebagai logo
seni dalam hak cipta;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
2) Tergugat membedakan antara unsur merek dan mana yang menjadi
kemasan dan unsur seni logo, dan menyatakan bahwa Penggugat
mencampuradukkan antara merek dan kemasan.
Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta dalam
memutus kasus ini adalah meskipun gugatan yang berkaitan dengan Hak
Kekayaan Intelektual dapat digabungkan dalam satu gugatan, tetapi dalam
perkara ini selain tidak dituntut dalam gugatan juga didasarkan atas
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Pengadilan Niaga baru
berwenang mengadili Hak Cipta pada bulan Juli 2003 (vide Pasal 78
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002). Berdasarkan pertimbangan
majelis hakim diatas, majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat.
Penggugat yang tidak puas dengan keputusan majelis hakim
Pengadilan Niaga Jakarta langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung. Oleh, Mahkamah Agung, kasasi Penggugat dikabulkan karena
dalam pertimbangan Mahkamah Agung, merek yang digunakan oleh
Termohon Kasasi dengan penambahan unsur angka 1 dengan tulisan kata
MEGATOP dalam elips dan 1 serta kata New Formula, walaupun sudah
terdaftar sebagai jenis ciptaan seni logo, tetapi tidak dapat digunakan oleh
Termohon Kasasi pada produk barangnya sehingga merupakan merek dari
barang tersebut (Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 16
K/N/HaKI/2003).
Penulis sependapat dengan Putusan Mahkamah Agung, karena
memang penggunaan kata MEGATOP dengan penambahan angka 1
dengan tulisan kata MEGATOP dalama elips dan angka 1 serta kata New
Formula sudah tidak sesuai antara yang terdaftar di Direktorat Merek
dengan yang dipergunakan di dalam kegiatan perdagangan. Hal ini tentu
saja dapat dijadikan alasan penghapusan merek sesuai dengan Pasal 61
ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Ditambah lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dengan penambahan angka 1 berbentuk elips pada merek MEGATOP
menyerupai merek yang dipergunakan oleh TOP 1 dalam kegiatan
perdagangannya. Dapat dikatakan merek MEGATOP milik PT.
Lumasindo Perkasa secara sengaja ingin mendompleng ketenaran merek
TOP 1 yang telah dikenal masyarakat, serta hal ini akan berakibat
kebingungan dalam masyarakat yang akan beranggapan bahwa antara
merek TOP 1 dengan MEGATOP ada suatu hubungan produk.
Pada kasus ini pihak PT. Lumasindo Indo Perkasa sebagai pemilik
Merek MEGATOP menurut hemat penulis terbukti melakukan
pelanggaran terhadap asas iktikad baik sebagai pelaku usaha yang
menginginkan suatu ketenaran merek dengan instan dengan cara
mendompleng ketenaran pada merek TOP 1 milik PT. Topindo Atlas Asia.
Selain melanggar asas iktikad baik pihak PT. Lumasindo Indo Perkasa
juga melakukan pelanggaran terhadap asas siapa yang tidak bekerja maka
janganlah dia makan, seolah-olah penulis ibaratkan PT. Lumasindo Indo
Perkasa merupakan pihak yang tidak tahu diri karena tidak mau berusaha
untuk melakukan pemasaran untuk mereknya agar bisa dikenal
masyarakat, tetapi melakukan kecurangan dengan mendompleng ketenaran
merek lain sehingga PT. Lumasindo Indo Perkasa tidak layak menikmati
atau memakan hasil dari produksi barangnya yang laku dipasaran yang
terindikasi tindakan yang curang.
B. Akibat Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Terhadap Para Pihak
Yang Terkait
Suatu merek yang sudah terdaftar dan bersertifikat dilindungi selama
10 tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek.
Waktu ini dapat diperpanjang lagi atas permohonan si pemilik selama waktu
yang sama selama merek tetap digunakan dalam dunia bisnis. Permohonan
perpanjangan diajukan dalam jangka waktu 12 bulan sebelum berakhir jangka
waktu perlindungan merek yang sudah terdaftar, apabila selama 3 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
berturut-turut merek tersebut tidak digunakan maka akan mengakibatkan
batal.
Akibat dari ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek, yang membahas tentang penghapusan merek yang tidak
digunakan dalam perdagangan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yang tidak
bersifat imperatif tetapi fakultatif, maka dalam masyarakat pun muncul merek-
merek yang terdaftar di Daftar Umum Merek tetapi tidak digunakan dalam
perdagangan selama 3 tahun berturut-turut, bahkan tidak dihapuskan yang
disebabkan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan penghapusan
pendaftaran merek terdaftar dimaksud.
Berdasarkan ketentuan penghapusan pendaftaran merek dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 61, Pasal 62,
Pasal 63, dan Pasal 67 dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) pihak yang dapat
melakukan penghapusan pendaftaran merek, yaitu:
1. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Prakarsa Direktorat Merek
Direktorat Merek diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk
melakukan pengawasan represif, yang secara ex-officio dilakukan
berdasarkan kuasa yang diberikan Undang-Undang dapat melakukan
penghapusan pendaftaran merek. Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, memperingatkan apabila Direktorat
Merek hendak mengambil tindakan menghapus pendaftaran merek atas
prakarsa sendiri, selain harus berdasarkan alasan yang sah menurut
Undang-Undang, juga mesti didukung oleh bukti yang cukup bahwa:
a. Merek tidak dipergunakan berturu-turut selama 3 (tiga) tahun atau
lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran
atau pemakaian terakhir.
b. Merek yang digunakan untuk jenis barang atau jasa tidak sesuai
dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Merek
sendiri disikapi oleh Direktorat Merek dengan mencari bukti-bukti atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
mendasarkan pada informasi dari masyarakat guna dijadikan bahan
pertimbangan. Pemilik merek diberikan kesempatan untuk melakukan
upaya pembelaan untuk dikecualikan dari ketentuan tentang penghapusan
ide dengan mengajukan alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan oleh
Direktorat Merek, misalnya produk makanan dan minuman yang izin
peredarannya menjadi kewenangan instansi lain atau keputusan pengadilan
yang bersifat sementara mengenai penghentian sementara pemakaian
merek selama perkara berlangsung (Sudargo Gautama dan Rizwanto
Utama Winata, 1997:175).
Apabila didapat bukti yang cukup untuk menghapus pendaftaran
merek, penghapusan pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat
Merek akan dicoret dalam Daftar Umum Merek dan akan diumumkan
dalam Berita Resmi Merek. Pencoretan merek dari Daftar Umum Merek
mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek tersebut.
Jika dilakukan pengamatan pada Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, Direktorat dituntut untuk bekerja aktif untuk
melakukan pengawasan pelaksanaan pemakaian merek terdaftar. Hal ini
tentu bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena untuk mendapatkan
bukti-bukti penggunaan merek yang menyimpang, tentu saja itu bukan
perkara mudah (Gatot Supramono, 1996 : 55). Apabila Direktorat Merek
mengambil keputusan yang keliru, Direktorat Merek pun dapat digugat
oleh pemilik merek yang mereknya dihapus. Pemilik merek yang ingin
membatalkan penghapusan pendaftaran mereknya oleh Direktorat Merek
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dimana Direktorat Merek berdomisili di Tangerang sehingga
masuk kompetensi relatif Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
2. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pemilik Merek
Pada prinsipnya, Merek dapat dilakukan pengajukan penghapusan
pendaftaran oleh pemilik merek terdaftar bersangkutan. Landasan prinsip
ini dapat disimpulkan dari Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, yang menegaskan:
“Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau
Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan
kepada Direktorat Jenderal”.
Permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar oleh pemilik
merek ini dapat diajukan sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa
yang termasuk dalam satu kelas. Pertimbangan yang diambil pemilik
merek itu sendiri dalam hal ini biasanya dikarenakan mereknya sudah
dianggap tidak menguntungkan lagi bagi dia. Permintaan penghapusan
pendaftaran merek terdaftar oleh pemilik merek diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Merek dengan menyebutkan
merek terdaftar dan nomor pendaftaran merek yang bersangkutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang
Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek, Pasal 21 menjelaskan
permintaan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek
dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut :
a. Bukti identitas dari pemilik merek terdaftar yang dimintakan
penghapusannya;
b. Surat kuasa khusus bagi permintaan penghapusan apabila penghapusan
tersebut dilakukan oleh kuasa pemilik merek;
c. Surat pernyataan persetujuan tertulis dari penerima lisensi, apabila
pendaftaran merek yang dimintakan penghapusan masih terikat
perjanjian lisensi;
d. Pembayaran biaya dalam rangka permintaan penghapusan pendaftaran
merek terdaftar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Apabila penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh pemilik
merek yang masih terikat dengan perjanjian lisensi, penghapusan hanya
dapat dilakukan apabila hal ini disetujui oleh penerima lisensi, kecuali
apabila telah terdapat kesepakatan tertulis dalam perjanjian lisensi dari
penerima lisensi (Suyud Margono dan Longginus Hadi, 2002 : 62).
Permohonan penghapusan pendaftaran merek terdaftar yang diterima oleh
Direktorat Merek akan dilaksanakan dengan cara mencoret merek tersebut
dalam Daftar Umum Merek dan diberi catatan tentang alasan tanggal
penghapusan. Selanjutnya, diberitahukan secara tertulis kepada pemilik
merek atau kuasanya dengan diberikan penegasan bahwa sejak tanggal
pencoretan merek dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang
bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi (OK. Saidin, 2010 : 394).
3. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pihak Ketiga
Berdasarkan Putusan Pengadilan
Gugatan pihak ketiga merupalan pihak terakhir yang dapat
melakukan penghapusan pendaftaran merek terdaftar yang diatur oleh
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pembuat Undang-
Undang menghendaki selain pemilik merek dan Direktorat Merek yang
dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek, kontrol dari masyarakat
juga diperlukan tentang pelaksanaan merek yang telah didaftarkan.
Penghapusan pendaftaran merek atas permintaan pihak ketiga
diatur dalam Pasal 63 Jo Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-undang memberikan hak
kepada pihak ketiga mengajukan permintaan penghapusan pendaftaran
merek terdaftar dengan cara mengajukan gugatan penghapusan
pendaftaran merek terdaftar ke Pengadilan Niaga. Gugatan penghapusan
pendaftaran merek terdaftar tersebut akan diperiksa dan diputus sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan
Hukum Acara Perdata, dalam hal ini HIR ataupun Rbg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak
secara rinci mengatur siapa aja yang termasuk pihak ketiga, akan tetapi
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah
pihak selain Direktorat Merek dan pemilik merek yaitu pihak yang
mempunyai kepentingan hukum dan kepentingan ekonomi atas merek
yang terdaftar namun tidak dipergunakan tesebut. Gugatan penghapusan
pendaftaran merek yang dimohonkan oleh pihak ketiga diajukan ke
Pengadilan Niaga sesuai dimana kompetensi relatif domisili atau tempat
tinggal Tergugat. Hal ini menunjukan kompetensi relatif dari suatu
Pengadilan. Terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga di Indonesia, yaitu
Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Jakarta, Pengadilan Semarang,
Pengadilan Niaga Surabaya, dan Pengadilan Niaga Makasar.
Pada saat terjadi sengketa penghapusan pendaftaran merek tidak
cukup pemilik merek saja yang menjadi Tergugat, tetapi juga harus
melibatkan pihak Direktorat Merek sebagai pihak Turut Tergugat. Hal ini
dilakukan karena Direktorat Merek sebagai instansi yang melakukan
pelaksanaan pendaftaran merek yang dapat mencoret suatu merek dari
Daftar Umum Merek sehingga dalam petitum gugatan Penggugat perlu
dimintakan agar pihak Direktorat Merek diperintahkan untuk menuruti
perintah vonis majelis hakim untuk mencoret merek dari Daftar Umum
Merek. Gugatan dalam sengketa penghapusan pendaftaran merek tidak
dimungkinkan menggunakan dasar hukum lain, selain alasan tercantum
dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek. Apabila dalil gugatan menyimpang dari itu, akan berakibat
gugatan menjadi kabur (obscuur libel) atau tidak mempunyai dasar
hukum. Akibat daripada itu adalah gugatan akan dinyatakan tidak dapat
diterima.
Mengenai tata cara penghapusan pendaftaran merek, Pasal 65
Undang-Undang Merek 2001 menyatakan bahwa penghapusan
pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal HaKI dengan cara
mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusannya. Selanjutnya,
hal itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya
dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak
tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang
bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan penghapusan
pendaftaran merek, mengakibatkan berakhiranya perlindungan hukum atas
merek yang bersangkutan (Iswi Hariyani, 2010 : 47).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut, bahwa :
1. Penghapusan terhadap merek terdaftar menurut Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah Penghapusan pendaftarn
Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan :
a. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam
perdagangan barang dan /atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima
oleh Direktorat Jenderal ; atau
b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak
sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan
Merek yang didaftar.
Dari faktor-faktor di atas bahwa penghapusan merek terdaftar
dapat dilakukan. Ternyata selain itu masih ada faktor-faktor yang
masih bisa memicu terjadinya penghapusan merek terdaftar, namun di
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tidak ditemukan aturan
tersebut, yaitu :
a. Setelah 10 (sepuluh) tahun setelah tanggal pendaftaran dan tidak
dilakukan pembaharuan untuk meneruskan perlindungan atas
merek tersebut.
b. Di nyatakan hapus dari Daftar Umum Merek oleh Putusan
Pengadilan Niaga setelah dilakukan gugatan untuk penghapusan
merek yang tidak pernah digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Penghapusan merek terdaftar akan berdampak kepada pemegang hak
akan kehilangan haknya atas merek yang tadinya terdaftar kemudian
terjadi penghapusan atas prakarsa Direktorat Jenderal dan / atau
gugatan dari pihak ketiga. Sedangkan, bagi Direktorat Merek berakibat
hukum menuruti keputusan dan tunduk atas putusan Pengadilan Niaga
yang memerintahkan penghapusan tersebut dilakukan oleh Direktorat
Merek. Pihak ketiga yang mempunyai kepentingan atau tertarik
terhadap merek yang sudah lepas atau bebas dari pemiliknya dapat
mendaftarkannya.
Upaya penghapusan pendaftaran merek merupakan suatu
keuntungan bagi pihak ketiga dikarenakan suatu peluang untuk
merebut ketenaran merek pihak lawan yang sudah dikenal oleh
masyarakat tetapi tidak mempunyai kreativitas atau inovasi untuk
mengembangkan merek tersebut menjadi lebih berharga.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang perlu penulis perlu
sampaikan, antara lain:
1. Untuk melakukan penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan oleh
3 (tiga) para pihak tentunya, salah satunya pihak ketiga yang
berkepentingan yang mereknya telah terdaftar di dalam Daftar Umum
Merek Direktorat Merek Direktorat Jenderal HKI, Undang-Undang
mengatur demikian tetapi pada prakteknya sering terjadi yang
namanya pemilik merek baru melakukan pendaftaran dan baru
mempunyai Nomor Agenda namun dia belum lolos pemeriksaan
substantif pejabat kantor merek, sudah dapat melakukan gugatan
penghapusan sebagai pihak ketiga, sehingga menurut penulis kurang
fair apabila terjadi demikian karena di dalam aturan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 sudah di atur sedemikian baiknya dan tidak
ada klausula mutatis mutandis namun beda pada praktiknya, sehingga
saran penulis agar upaya gugatan boleh-boleh saja diajukan namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
pada praktiknya bermainlah sesuai aturan Undang-Undang yang
berlaku sekarang yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 agar
tidak menciderai asas fair.
2. Direktorat Merek merupakan pihak yang secara khusus diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan merek oleh pemilik
merek dan sekaligus diberi hak untuk melakukan penindakan dengan
cara penghapusan suatu merek jika terbukti tidak digunakan pada
produksi barang dan jasa. Namun, dengan sekian banyaknya merek-
merek yang terdaftar di dalam Daftar Umum Merek, Direktorat Merek
beralasan tidak mudah untuk melakukan pengawasan sekaligus
penindakan terhadap pelaksanaan penggunaan merek itu sendiri karena
kendala sulitnya mencari bukti-bukti yang kuat untuk dilakukan
penghapusan. Penulis sangat tidak setuju sekali dengan alasan yang
dikemukakan oleh Direktorat Merek bahwa kendala sulitnya
mendapatkan bukti. Seharusnya Direktorat Merek bisa melakukan
pengawasan dengan melakukan mengkoordinasikan para pegawainya
untuk melakukan survey pasar atau berkolaborasi dengan institusi
lainnya dibidang perdagangan untuk melakukan pengawasan atau bisa
saja Direktorat Merek membuat suatu kotak suara pengaduan
masyarakat dan diberikan suatu dana insentif sedikitnya untuk mereka
yang ikut andil dalam melakukan pengawasan. Bahwa penulis yakin
sekali banyak merek di luar sana yang istilahnya hanya titip nama
demi menghambat pihak lain untuk melakukan pendaftaran terhadap
suatu merek.