STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan...

76
STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU BARRANGLOMPO SKRIPSI Oleh : SETIAWAN MANGANDO JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

Transcript of STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan...

Page 1: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

i

STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU BARRANGLOMPO

SKRIPSI

Oleh : SETIAWAN MANGANDO

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2014

Page 2: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

ii

STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU BARRANGLOMPO

Oleh: SETIAWAN MANGANDO

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2014

Page 3: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

iii

ABSTAK

SETIAWAN MANGANDO. L111 10 258. Studi Rekolonisasi Lamun di Pulau Barranglompo. Dibimbing oleh M. NATSIR NESSA dan SUPRIADI.

Lamun memiliki peran ekologis yang cukup penting bagi berbagai biota laut. Namun demikian lamun tidak terlepas dari gangguan yang dapat menyebabkan kerusakan dan hilangnya lamun dalam skala besar. Ancaman tersebut dapat berasal dari alam maupun aktifitas manusia. Salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan lamun adalah transplantasi. Kegiatan ini membutuhkan daerah donor yang merupakan tempat mengambil lamun yang akan ditransplantasi. Pengambilan lamun dalam jumlah besar akan menjadi masalah tersendiri jika tidak dipertimbangkan dengan matang, baik jumlah maupun jenis yang diambil. Hal tersebut mendasari dilakukannya penelitian mengenai kemampuan lamun untuk berekolonisasi. Tujuan penelitian untuk membandingkan kecepatan penjalaran rhizoma, jumlah tegakan, dan persen penutupan beberapa jenis lamun monospesies dan campuran di Pulau Barranglompo. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013 di Pulau Barranglompo. Penelitian terbagi dalam tiga stasiun dengan dua kategori, yaitu stasiun I spesies campuran (Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis), stasiun II monospesies Halophila ovalis dan stasiun III monospesies Enhalus acoroides. Stasiun terdiri dari tiga plot dengan meletakkan transek 1x1 m tanpa kisi dan mengosongkan lamun yang berada dalam transek tersebut. Selanjutnya meletakkan transek 40x40 cm di tengah transek 1x1 m. Kemudian mengeluarkan transek 1x1 m. Pengamatan rekolonisasi dilihat pada transek 40x40 cm. Hasil penelitian menunjukkan laju penambahan panjang rhizoma monospesies Halophila ovalis lebih tinggi yaitu 1,42 cm/hari, spesies campuran 0,30 cm/hari, sementara monospesies Enhalus acoroides belum mencapai plot sampai akhir penelitian. Jumlah tegakan pada monospesies Halophila ovalis lebih tinggi yaitu 3 tegakan/minggu, spesies campuran 1 tegakan/minggu, sementara monospesies Enhalus acoroides belum ada tegakan masuk ke dalam plot. Persen penutupan ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Selama penelitian kisaran suhu sebesar 18,67-37,00 , salinitas 29,00-38,67‰, kecepatan arus 0,01-0,007 m/detik, TSS 16,03-41,67 mg/L, tinggi gelombang signifikan 1,29-31,24 cm, tekstur berpasir, nitrat sedimen 0,88-1,47 ppm, nitrat air 0,04-0,08 ppm, fosfat sedimen 10,76-14,59 ppm, fosfat air 0,47-0,89 ppm.

Kata kunci : rekolonisasi, lamun, Pulau Barranglompo.

Page 4: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Studi Rekolonisasi Lamun di Pulau Barranglompo Nama : Setiawan Mangando Nomor Pokok : L111 10 258 Program Studi : Ilmu Kelautan Jurusan : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. H. Natsir Nessa, MS. NIP. 194812271973031001

Pembimbing Anggota

Dr. Supriadi, ST., M.Si. NIP. 196912011995031002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Prof. Dr. Ir. Jamaluddin, M.Sc. NIP. 196703081990031001

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dr. Mahatma Lanuru, ST., M.Sc. NIP. 197010291995031001

Tanggal lulus : 26 Mei 2014

Page 5: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pa’gasingan, Tana Toraja

pada tanggal 10 September 1992 dari pasangan

Petrus Simpan dan Dina Salea. Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara. Penulis

mengawali pendidikan formal di SDN 108 Rantelemo,

Kabupaten Tana Toraja pada tahun 1998 dan lulus

pada tahun 2004 kemudian melanjutkan sekolah ke

SMPN 2 Makale, Kabupaten Tana Toraja dan lulus

pada tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Makale,

Kabupaten Tana Toraja dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai Mahasiswa di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar melalui jalur tulis

SNMPTN.

Selama masa studi penulis aktif pada berbagai organisasi diantaranya

menjadi anggota senat mahasiswa Ilmu Kelautan, Persekutuan Mahasiswa

Kristen (PERMAKRIS) Ilmu Kelautan sebagai anggota divisi kerohanian dan

sekretaris umum, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Drum Corps-Pramuka

UNHAS, dan Kelompok Vokal Impromptu Choral Makassar (ICM). Selain itu

penulis pernah menjabat sebagai asisten mata kuliah Biologi Laut, Oseanografi

Kimia, Oseanografi Fisika, dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut secara

Terpadu (PWPLT). Penulis juga telah mengikuti rangkaian Kuliah Kerja Nyata

Reguler (KKN) Gelombang 85 tahun 2013 di Desa Campurjo, Kecamatan

Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Praktek Kerja

Lapang (PKL) di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali

Mandar, Sulawesi Barat.

Page 6: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

vi

KATA PENGANTAR

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh

menghina hikmat dan didikan”

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan anugrah-Nya

sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kemampuan sehingga penyusunan

skripsi ini dengan judul “Studi Rekolonisasi Lamun di Pulau Barranglompo”

dapat selesai meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin. Segala upaya dan usaha telah dilakukan dalam penyusunan skripsi

ini, akan tetapi penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan terdapat kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan

penulis. Untuk itu, penulis senantiasa terbuka terhadap segala kritik dan saran

yang bermanfaat dari semua pihak yang membaca skripsi ini.

Selama studi hingga akhir penulisan skripsi ini, penulis sadar bahwa semua ini

dapat terselesaikan berkat dukungan doa, bantuan, dan dorongan serta

semangat yang diberikan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Natsir Nessa, MS. selaku pembimbing utama dan

Bapak Dr. Supriadi, ST., M.Si. selaku pembimbing anggota dalam

penyelesaian skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan

motivasi, serta bantuan dalam konsultasi dengan penuh dedikasi dan

kesabaran.

2. Ibu Rohani AR., M.Si. selaku penguji dan pembimbing lapangan atas

segala bantuan, semangat dan dorongan, kritik dan saran selama

melakukan penelitian sampai akhir penulisan skripsi.

Page 7: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

vii

3. Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST., M.Sc. selaku penguji dan ketua jurusan

Ilmu Kelautan, Bapak Dr. Khaerul Amri, ST., M.Sc.Stud. selaku penguji

yang telah memberikan kritik dan saran selama penelitian.

4. Bapak Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si. dan Bapak Dr. Muhammad Lukman, ST.,

M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan

dan arahan sehingga dapat menyelesaikan kuliah pada Jurusan Ilmu

Kelautan.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kelautan yang telah membagikan

pengetahuan dan pengalaman kepada penulis.

6. Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, yang telah membantu dan

melayani penulis dengan baik dan tulus.

7. Kedua orang tua penulis : Ayahanda tercinta Petrus Simpan dan ibunda

tersayang Dina Salea atas setiap doa, bimbingan, pengorbanan, nasehat,

dan kasih sayang, serta bantuan tenaga dan materil sampai saat ini. Tak

dapat ku balas cintamu dan takkan kulupakan nasehatmu.

8. Saudaraku tercinta Medi dan Citra yang telah memberi dukungan dan

semangat dalam menapaki hidup ini.

9. Nenek Bertha, Kakek Jhon, Tante Lisya, Tante Ata, Yeyen dan Ucok

yang telah memberikan nasehat dan bantuan yang tulus kepada penulis.

10. Tante Cici, Tante Rita, Tante Pina, Om Ben, Tante Omi, Tante Jeni, Om

Ayu, Om Yohanis, sepupuku Ira, Dedi, Rhay, Wiwin, Eji, Kurni dan

semua keluarga besar yang telah memberi bantuan dan ajaran, serta

nasehat selama menuntut ilmu di bangku kuliah.

11. Tim Seagrass Ifa, Nenni, Zusan, dan Nisa atas kerjasama, bantuan dan

semangat, suka dan duka selama di lapangan sampai penyusunan skripsi.

Page 8: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

viii

12. Prof. Susan, Dale, Jesica, Bryan, Kak Steven, Kak Imma, Kak Tri, Kak

Jeszy, Kak Eny, Kak Ahmad, dan Pak Ridwan atas segala bantuan dan

arahan selama di lapangan.

13. Saudara dan saudariku KONSERVASI (2010) : Nenni, Eky, Frans,

Akram, Iswan, Hans, Ikram, Ifa, Nisa, Zusan, Hesty, Fira, Mardi, Budy,

Januar, Eka, Putra, Andri, Weindri, Tuti, Asri, Talib, Dian, Dilah, Saldi,

Sulfi, Ulil, Azan, Mudin, Ria, Roni, Tendri, Cute, Ashar, Chandra, Cia,

Mito, Ipul, Uli’, dan Wahid. Kita adalah orang yang memiliki perbedaan

tetapi menjadi satu keluarga yang telah melewati berbagai kondisi,

membuat berbagi pengalaman dan menciptakan berbagai pelajaran dan

impian. Jangan melupakan kebersamaan dalam suka dan duka yang telah

terjadi selama ini.

14. Kawan-kawan KEMA Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin atas

dukungan, doa, serta canda tawanya.

15. Terima kasih kepada Alfrianty dan Tirsa atas segala dukungan dan

bantuan selama ini.

16. Teman-teman KKN Desa Campurjo : Anto, Angga, Alya, Boy, Nita, dan

Shela serta Pak Wage dan Ibu atas bantuan dan tumpangannya.

17. Teman-teman PERMAKRIS, Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

Choral Makassar (ICM) yang telah memberikan saya ajaran dan

pengetahuan, serta kebersamaan.

18. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat

disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala bantuannya, semoga

Tuhan membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah

diberikan.

Page 9: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

ix

Akhir kata penulis dengan kerendahan hati mempersembahkan skripsi ini,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua

pihak.

Page 10: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................ 3 C. Ruang Lingkup ....................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

A. Deskripsi Umum Lamun ......................................................................... 4 B. Fungsi dan Peranan Padang Lamun ...................................................... 5 C. Jenis-Jenis Lamun di Pulau Barranglompo ............................................ 6 D. Kerusakan Lamun ................................................................................ 12 E. Rekolonisasi Lamun ............................................................................. 13 F. Parameter Pertumbuhan Lamun .......................................................... 15

1. Suhu ................................................................................................ 15 2. Salinitas ........................................................................................... 15 3. Kecepatan Arus ............................................................................... 15 4. Substrat ........................................................................................... 16 5. Kedalaman ...................................................................................... 16 6. Gelombang ...................................................................................... 16 7. Nitrat ................................................................................................ 17 8. Fosfat .............................................................................................. 17 9. Total Suspended Solid (TSS) .......................................................... 18

III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 19

A. Waktu dan Tempat ............................................................................... 19 B. Alat dan Bahan .................................................................................... 20 C. Prosedur Penelitian .............................................................................. 20

1. Tahap Persiapan ............................................................................. 20 2. Penentuan Stasiun .......................................................................... 21 3. Pembuatan Plot ............................................................................... 21 4. Pengamatan Rekolonisasi ............................................................... 22 5. Kondisi Osenografi .......................................................................... 24

D. Pengolahan Data ................................................................................. 28 E. Analisis Data ........................................................................................ 31

Page 11: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

xi

Halaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 32

A. Penambahan Panjang Rhizoma ........................................................... 32 B. Penambahan Jumlah Tegakan ............................................................ 37 C. Persen Penutupan ............................................................................... 40 D. Parameter Oseanografi ........................................................................ 42

V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 50

A. Simpulan .............................................................................................. 50 B. Saran ................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 52

LAMPIRAN ....................................................................................................... 57

Page 12: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penggolongan kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfatnya .......... 17

2. Alat dan bahan penelitian ............................................................................. 20

3. Kisaran hasil pengukuran parameter oseanografi .......................................... 43

4. Data kisaran hasil pengukuran gelombang .................................................... 46

5. Rata-rata nitrat pada sedimen dan air (ppm) .................................................. 48

6. Rata-rata fosfat pada sedimen dan air (ppm) ................................................. 49

Page 13: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Enhalus acoroides (Waycott et al, 2004 ) ......................................................... 7

2. Cymodocea rotundata (Waycott et al, 2004) .................................................... 8

3.Thalassia hemprichii (Waycott et al, 2004) ........................................................ 8

4. Halophila ovalis (Waycott et al, 2004) .............................................................. 9

5. Halodule uninervis (Waycott et al, 2004) ........................................................ 10

6. Syringodium isoetifolium (Waycott et al, 2004)............................................... 10

7. Cymodocea serrulata (Waycott et al, 2004) ................................................... 11

8. Halodule pinifolia ........................................................................................... 12

9. Peta lokasi penelitian ..................................................................................... 19

10. Sketsa stasiun penelitian ............................................................................. 21

11. Sketsa plot penelitian ................................................................................... 22

12. Estimasi persen tutupan lamun (McKenzie, et.al, 2001) ............................... 23

13. Rata-rata panjang rhizoma (cm)................................................................... 32

14. Laju penambahan panjang rhizoma (cm/hari) .............................................. 33

15. Laju penambahan panjang rhizoma (cm/hari) .............................................. 36

16. Rata-rata jumlah tegakan lamun .................................................................. 37

17. Laju penambahan tegakan (tegakan/hari) .................................................... 38

18. Jumlah tegakan setiap minggu (tegakan/plot) .............................................. 39

19. Rata-rata persen penutupan setiap minggu (%) ........................................... 40

20. Ikan pemangsa yang ditemukan pada stasiun penelitian ............................. 41

21. Rata-rata persen penutupan (%) .................................................................. 42

22. Hasil pengukuran persen tekstur substrat .................................................... 47

Page 14: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis one way ANOVA penambahan panjang rhizoma .............................. 57

2. Analisis one way ANOVA panjang rhizoma setiap minggu ............................. 58

3. Analisis one way ANOVA jumlah tegakan setiap minggu ............................... 59

4. Analisis one way ANOVA penambahan jumlah tegakan ................................ 59

5. Analisis one way ANOVA persen penutupan ................................................. 60

6. Pengukuran gelombang setiap minggu .......................................................... 61

7. Penjalaran rhizoma pada minggu ke-27 ......................................................... 61

8. Dokumentasi penelitian .................................................................................. 62

Page 15: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lamun adalah tumbuhan air tingkat tinggi dan berbunga yang termasuk ke

dalam tumbuhan berbiji satu (monospesies cotyledonae) yang mempunyai akar,

rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah dengan kemampuan adaptasi untuk

hidup pada lingkungan laut. Lamun adalah sumber utama produktivitas primer

yang penting bagi organisme laut di perairan dangkal (Nybakken, 1992). Lamun

dapat membentuk hamparan luas yang disebut padang lamun, dimana dapat

terbentuk dari satu jenis lamun (monospesies specific) atau lebih (mixed

vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat atau jarang dan dihuni oleh

berbagai jenis organisme laut seperti bintang laut, teripang, dan berbagai jenis

ikan (Azkab, 2006).

Lamun mempunyai peranan memberikan tempat perlindungan dan tempat

menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Di samping itu,

padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang

pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan

karang (Wood, et al., 1969 dan Dawes, 1981 dalam Supriharyono, 2000).

Padang lamun memiliki peranan penting pada ekosistem perairan pantai. Lamun

memiliki banyak fungsi seperti sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah

mencari makan (feeding ground) dan sebagai daerah pemijahan (spawning

ground) ikan-ikan dan biota lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Secara fisik

lamun juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai dan penambat sedimen

(Bengen, 2004).

Keberadaan lamun dengan berbagai peranan tersebut tidak terlepas dari

gangguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik

berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia. Banyak

Page 16: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

2

kegiatan atau proses baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang

mengancam kelangsungan ekosistem lamun, akan tetapi penyebab utama

kerusakan yang menyebabkan penurunan luas padang lamun di seluruh dunia

adalah aktivitas manusia di daratan (Short and Wyllie-Echeverria 1996, Duarte

2002, Orth et al. 2006). Ancaman kerusakan padang lamun dapat berupa

sedimentasi dari darat yang membatasi fotosintesis, limbah industri dan

pertanian, penambangan pasir di daerah padang lamun, dan jangkar kapal pada

daerah padang lamun.

Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan kondisi padang lamun

adalah dengan perkembangbiakkan secara generatif dengan metode

transplantasi. Transplantasi adalah memindahkan dan menanam kembali lamun

di tempat lain atau mencabut dan memasang pada tanah lain atau situasi lain

(Azkab, 1999). Untuk melakukan transplantasi dibutuhkan suatu daerah yang

dijadikan sebagai daerah donor, dimana indukan lamun yang akan

ditransplantasi berasal. Akan tetapi, pengambilan dari daerah donor akan

menyebabkan hilangnya lamun di sekitar daerah tersebut. Sehingga dibutuhkan

data mengenai kecepatan dan lama waktu yang dibutuhkan lamun untuk

menutupi kembali daerah yang telah rusak (rekolonisasi).

Rekolonisasi lamun membutuhkan waktu yang lama untuk kembali ke

kondisi semula. Waktu tersebut berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan

dari masing-masing spesies lamun. Selain itu, komposisi lamun yang berada

pada sekitar area yang rusak tersebut berpengaruh pada kecepatan

pertumbuhan lamun. Komposisi lamun yang hanya terdiri dari satu spesies

(monospesies) dengan lamun yang terdiri dari beberapa spesies (spesies

campuran) memiliki perbedaan pertumbuhan karena adanya persaingan ruang

dan nutrien pada area tersebut.

Page 17: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

3

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui bagaimana rekolonisasi dari padang lamun dengan berbagai jenis

lamun. Pulau Barranglompo merupakan salah satu pulau yang masuk ke dalam

Kepulauan Spermonde. Pulau Barranglompo dijadikan sebagai lokasi penelitian

yang memiliki hamparan padang lamun dengan berbagai jenis lamun. Selain itu

pulau Barranglompo merupakan pulau yang sudah dijadikan sebagai areal

transplantasi lamun dan menjadi daerah donor pada saat melakukan

transplantasi.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kecepatan penjalaran

rhizoma, jumlah tegakan, dan persen penutupan beberapa jenis lamun pada

monospesies dan campuran di Pulau Barranglompo. Hasil penelitian diharapkan

dapat menjadi informasi dasar bagi pihak terkait dan masyarakat mengenai

kecepatan rekolonisasi beberapa jenis lamun.

C. Ruang Lingkup

Penelitian dibatasi pada pengukuran penambahan panjang rhizoma,

penambahan jumlah tegakan dan persen penutupan dari masing-masing jenis

monospesies (Halophila ovalis dan Enhalus acoroides) dan lamun campuran

(Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Thalassia

hemprichii, Halodule uninervis). Beberapa parameter oseanografi yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan lamun meliputi suhu, salinitas, arus, gelombang,

kedalaman, Total Suspended Solid (TSS), tekstur substrat, nitrat dan fosfat

sedimen dan air.

Page 18: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Umum Lamun

Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) yang

memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati, yang hidup terbenam di dalam air laut

(Bengen, 2004). Hal serupa dinyatakan oleh Den Hartog (1977) bahwa lamun

merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di dalam air laut yang memiliki daun,

akar, batang rimpang (rhizoma), buah dan berkembangbiak dengan biji.

Tumbuhan lamun kadang-kadang membentuk komunitas yang lebat yang

disebut padang lamun. Padang lamun merupakan sumberdaya laut yang penting

baik secara ekologi maupun ekonomi (Nontji, 2002).

Ekosistem lamun merupakan salah ekosistem yang paling produktif pada

laut dangkal. Eksosistem lamun memiliki peran penting dalam menunjang

kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, yaitu sebagai

produsen primer, habitat biota, penjebak sedimen dan penjebak zat hara

(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Adaptasi lamun untuk hidup di perairan laut

memerlukan adaptasi sehingga dapat berkembangbiak dengan baik. Beberapa

adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap kadar garam yang tinggi,

kemampuan menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan kemampuan

untuk tumbuh dan bereproduksi pada saat terbenam (Coles et al, 2004).

Di Indonesia ditemukan 13 jenis lamun dari 60 jenis lamun yang ada di

dunia. Tiga belas jenis berasal dari dua familia, yaitu familia Hydrocharitaceae

dan familia Cymodoceaceae dapat ditemukan di Indonesia (Kuo, 2007 dan

Kuriandewa, 2009).

Page 19: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

5

B. Fungsi dan Peranan Padang Lamun

Fungsi dan peran dari komunitas lamun pada ekosistem perairan dangkal,

antara lain sebagai (Azkab, 2000 dan Tangke, 2010) :

1. Produsen Primer : Lamun memiliki tingkat produktivitas primer tertinggi

bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal

seperti eksoistem mangrove dan terumbu karang.

2. Stabilisator Dasar Perairan. Sebagai akibat dari pertumbuhan daun yang

lebat dan sistem perakaran yang padat, maka vegetasi lamun dapat

memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak serta

menyebabkan perairan di sekitarnya tenang. Rimpang dan akar lamun

dapat menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan

stabilitas permukaan di bawahnya dan pada saat yang sama menjadikan

air lebih jernih.

3. Pendaur Unsur Hara. Lamun memegang fungi yang utama dalam daur

berbagai zat hara dan oleh elemen- elemen langka di lingkungan laut.

Sebagai contoh akar Zostera dapat mengambil fosfat yang keluar dari

daun yang membusuk yang terdapat pada celah-celah sedimen. Zat hara

tersebut secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka

berada dalam medium yang miskin fosfat.

4. Sumber Makanan. Lamun dapat dimakan oleh beberapa organisme. Dari

avertebrata hanya bulu babi yang memakan langsung lamun, sedangkan

dari vertebrata yaitu beberapa ikan (Scaridae, Acanthuridae), penyu dan

duyung, sedangkan bebek dan angsa memakan lamun jika lamun

tersebut muncul pada surut terendah.

5. Tempat Asuhan dan Tempat Tinggal. Padang lamun merupakan daerah

asuhan untuk beberapa organisme. Lamun memberikan tempat

perlindungan dan tempat menempel beberapa hewan dan tumbuhan-

Page 20: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

6

tumbuhan. Sejumlah jenis fauna tergantung pada padang lamun,

walaupun mereka tidak mempunyai hubungan dengan lamun itu sendiri.

Beberapa organisme hanya menghabiskan sebagian waktu hidupnya di

padang lamun dan beberapa dari mereka adalah ikan dan udang ekonomi

penting. Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga

sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan dari

berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes).

6. Sebagai Penangkap Sedimen. Daun lamun yang lebat akan

memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga

perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar

lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat

menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun

yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi.

C. Jenis-Jenis Lamun di Pulau Barranglompo

Pulau Barranglompo merupakan salah satu pulau yang berada di Kepulauan

Spermonde. Pulau Barrang Lompo berada pada posisi 119o 19’ 48” BT dan 05o

02’ 48” LS. Pulau Barranglompo masuk ke dalam Kecamatan Ujung Tanah, Kota

Makassar, Sulawesi Selatan. Jarak dari ibukota provinsi adalah 12 km dengan

menggunakan perahu motor dapat ditempuh dalam waktu 45 menit

(Muqaddas, 2007).

Menurut Supriadi et al (2012) terdapat 8 jenis lamun yang ditemukan di

Pulau Barranglompo yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila

ovalis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis,

Halodule pinifolia dan Syringodium isoetifolium. Adapun deskripsi dari jenis

lamun yang terdapat di Pulau Barranglompo (Waycott et al, 2004 ) sebagai

berikut :

Page 21: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

7

1. Enhalus acoroides

Jenis lamun yang besar dengan panjang daun 30-200 cm dan lebar 1,2-2

cm. Tepi daun menggulung dengan permukaan halus. Memiliki bristel yaitu bulu

kaku berwarna hitam seperti yang terlihat pada gambar 1.

Adapun klasifikasi dari Enhalus acoroides menurut den Hartog (1970) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus

Species : Enhalus acoroides

Gambar 1. Enhalus acoroides (Waycott et al, 2004 )

2. Cymodocea rotundata

Rhizoma kecil dan lebih rapuh berwarna putih. Daun kecil dengan ujung

bulat dengan tepi yang bergerigi. Daun biasanya muncul dari batang vertikal.

Adapun klasifikasi dari Cymodocea rotundata menurut den Hartog (1970)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Potamogenonaceae

Genus : Cymodocea

Species : Cymodocea rotundata

Page 22: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

8

Gambar 2. Cymodocea rotundata (Waycott et al, 2004)

3. Thalassia hemprichii

Daun melengkung dengan bintik-bintik kecil berwarna hitam, ujung daun

bulat dan bergerigi, memiliki rhizoma tebal. Ditemukan pada daerah subtidal

dengan kedalaman 10 m. Daun panjangnya 10-40 cm, lebar 4-11 cm (Short et al,

2001).

Adapun klasifikasi dari Thalassia hemprichii menurut den Hartog (1970)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Hydrocharitaceae

Genus : Thalassia

Species : Thalassia hemprichii

Gambar 3.Thalassia hemprichii (Waycott et al, 2004)

Page 23: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

9

4. Halophila ovalis

Bentuk daun oval dengan tepi daun halus tidak bergerigi, daun muncul dari

rizhoma berjumlah sepasang. Ukuran daun 0,5-15 cm, lebar 0,3-2,5 cm, dengan

tangkai 0 ,4-8 cm. daun memiliki cross-vein yang jelas dan intermarginal-vein.

Adapun klasifikasi dari Halophila ovalis menurut den Hartog (1970) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Hydrocharitaceae

Genus : Halophila

Species : Halophila ovalis

Gambar 4. Halophila ovalis (Waycott et al, 2004)

5. Halodule uninervis

Daun muncul dari rhizoma dengan ujung daun berbentuk trisula. Rhizoma

berwarna putih dengan sedikit serat kecil hitam pada node. Panjang daun 15 cm

dan lebar 0,25-3,5 cm (Short et al, 2001).

Adapun klasifikasi dari Halodule uninervis menurut den Hartog (1970) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Potamogetonaceae

Genus : Halodule

Species : Halodule uninervis

Page 24: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

10

Gambar 5. Halodule uninervis (Waycott et al, 2004)

6. Syringodium isoetifolium

Daun tipis seperti tabung dengan ujung runcing halus yang mengandung

rongga udara. Panjang daun 5-50 cm dan bercabang.

Adapun klasifikasi dari Syringodium isoetifolium menurut den Hartog (1970)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Potamogetonaceae

Genus : Syringodium

Species : Syringodium isoetifolium

Gambar 6. Syringodium isoetifolium (Waycott et al, 2004)

7. Cymodocea serrulata

Panjang daun 5-16 cm dan lebar 0,4-1 cm dengan ujung daun bulat dan

bergerigi, daun biasanya melengkung. Memiliki rimpang yang kuat dengan warna

Page 25: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

11

bervariasi kadang hijau atau orange tergantung paparan cahaya. Kelopak daun

datar dan membentuk huruf V (Gambar 7).

Adapun klasifikasi dari Cymodocea serrulata menurut den Hartog (1970)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Potamogenonaceae

Genus : Cymodocea

Species : Cymodocea serrulata

Gambar 7. Cymodocea serrulata (Waycott et al, 2004)

8. Halodule pinifolia

Ujung daun bulat bergerigi dan bergerigi dengan panjang 5-20 cm dan lebar

0,6-1,2 mm. Rimpang memiliki 2-3 akar pada setiap node (Gambar 8).

Adapun klasifikasi dari Halodule pinifolia menurut den Hartog (1970) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Anthophyta

Class : Angiospermae

Order : Helobiae

Family : Potamogetonaceae

Genus : Halodule

Species : Halodule pinifolia

Page 26: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

12

Gambar 8. Halodule pinifolia

D. Kerusakan Lamun

Fungsi lamun tidak banyak dipahami, banyak padang lamun yang rusak oleh

berbagai aktivitas manusia. Padang lamun di Indonesia mengalami penyusutan

luasan 30-40% dari luas keseluruhanya yang diakibatkan oleh aktivitas manusia

secara langsung. Lamun berkurang secara luas terjadi di belahan dunia sebagai

akibat dari dampak langsung kegiatan manusia termasuk kerusakan secara

mekanis (pengerukan dan jangkar), eutrofikasi, budidaya perikanan,

pengendapan, pengaruh pembangunan konstruksi pesisir, dan perubahan jaring

makanan. Padang lamun yang mulai hilang ini diduga akan terus meningkat

akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir menyebabkan

berkembangnya kegiatan manusia di daerah pesisir (Kiswara, 2004).

Supriadi et al (2012) menyatakan permasalahan utama yang mempengaruhi

padang lamun di seluruh dunia adalah kerusakan padang lamun akibat kegiatan

pengerukan dan penimbunan (reklamasi), pencemaran air, wasting disease

(penyakit), tingginya laju sedimentasi, kegiatan penambatan perahu dan kegiatan

budidaya laut. Rusak atau hilangnya padang lamun di suatu tempat tidak hanya

berakibat buruk terhadap biota-biota laut lainnya, tetapi juga resiko terjadinya

pengikisan pantai oleh aksi ombak dan arus meningkat.

Page 27: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

13

Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah banyak mengorbankan

ekosistem padang lamun. Kegiatan reklamasi untuk pembangunan kawasan

industri atau pelabuhan menyebabkan terjadi pengurangan terhadap luasan

kawasan padang lamun. Sehingga pertumbuhan, produksi ataupun biomassanya

akan mengalami penyusutan. Meskipun data mengenai kerusakan ekosistem

padang lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah banyak mengalami degradasi

akibat aktivitas di darat. Dampak nyata dari degradasi padang lamun mengarah

pada menurunnya keragaman biota laut sebagai akibat hilang atau menurunnya

fungsi ekologi dari ekosistem lamun.

Sebagai contoh di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah

mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah industri dan

pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami

kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan pulau Lombok gangguan bersumber dari

penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan

kerapatan spesies lamun (Fortes, 1989).

Pulau Barranglompo merupakan salah satu pulau yang terpadat

penduduknya di kawasan Kepulauan Spermonde sehingga akan berpengaruh

terhadap ekosistem yang ada, termasuk ekosistem lamun. Menurut Amri et al

(2011), penurunan kondisi lamun di Pulau Barranglompo lebih banyak

disebabkan oleh aktifitas manusia (antropogenik).

E. Rekolonisasi Lamun

Rekolonisasi lamun adalah kemampuan lamun untuk tumbuh kembali

menutupi (recovery) daerah padang lamun yang kosong akibat kerusakan.

Rekolonisasi terjadi karena adanya daerah padang lamun yang dulunya terdapat

lamun karena adanya gangguan seperti kerusakan akibat faktor alam maupun

manusia dan dijadikan daerah donor sehingga menyebabkan lamun di daerah

Page 28: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

14

tersebut hilang. Kemungkinan tumbuhnya lamun di daerah yang telah kosong

tersebut masih ada karena adanya lamun yang masih berada di sekitar daerah

yang telah kosong tersebut. Hal ini menyebabkan lamun akan menjalar masuk ke

dalam daerah kosong tersebut, akan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk kembali

ke kondisi semula tidak cepat.

Kecepatan rekolonisasi lamun tergantung dari kondisi lingkungan dan jenis

lamun yang berada di lokasi rekolonisasi. Sebagai contoh lamun dengan daun

memanjang dan agar lebar seperti Cymodocea dan Thalassia merupakan bentuk

ukuran medium dengan toleransi yang tinggi terhadap variasi lingkungan.

Sehingga lamun tersebut dapat tumbuh pada habitat yang luas, tetapi lamun ini

berkompetisi dengan lamun yang memiliki daun panjang dan kaku seperti

Enhalus. Pada akhirnya lamun yang berukuran kecil, seperti Halophila dengan

daun yang berbentuk bulat telur dan Halodule dengan daun panjang yang sempit

memiliki kompetisi rendah. Lamun ini tumbuh pada semua jenis habitat yang

tidak cocok dengan jenis lamun lainnya (Azkab, 2000). Sehingga jenis lamun

Halophila dan Halodule memiliki kemungkinan kecepatan rekolonisasi yang cepat

dibandingkan dengan jenis lain.

Rekolonisasi ekosistem lamun dari kerusakan yang telah terjadi

membutuhkan waktu antara 5 - 15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam

mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar 22.800

- 684.000 US$/ha (Fortes, 1989). Sebagai contoh hasil penelitian Rollon et al.

(1998) menyatakan bahwa Thalassia sepenuhnya dapat pulih dalam waktu 2

tahun sementara Enhalus dapat mencapai kondisi semula dalam waktu sekitar

10 tahun setelah terjadinya gangguan.

Page 29: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

15

F. Parameter Pertumbuhan Lamun

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

penyebaran lamun. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengganggu proses

fotosintesis, terjadinya kenaikan laju respirasi yang mengakibatkan meningkatnya

laju metabolisme dan terganggunya proses fisiologis dalam sel (Hemminga dan

Duarte 2000; Short dan Coles 2003). Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan

lamun adalah 25–30oC. Nybakken (1992) menyatakan bahwa suhu optimum

pertumbuhan lamun adalah 28–30oC. Apabila suhu lingkungan berada di luar

suhu optimum tersebut maka proses fotosintesis akan menurun (Dahuri et al,

2001).

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu variabel yang menentukan kehidupan

organisme akuatik seperti halnya lamun. Besaran salinitas dipengaruhi oleh

kandungan garam dalam air laut dan suplai air tawar, baik oleh air hujan maupun

oleh masukan (input) dari sungai. Salinitas memiliki kaitannya dengan suhu,

biasanya peningkatan suhu akan diikuti oleh peningkatan salinitas (Hamid,

1996).

Lamun pada umumnya memiliki kisaran yang luas terhadap salinitas, yaitu

10-40o/oo. Nilai optimum toleransi tumbuhan lamun terhadap salinitas perairan

laut adalah 35o/oo. Penurunan salinitas menyebabkan penurunan kemampuan laju

fotosintesis lamun (Dahuri et al, 2001).

3. Kecepatan Arus

Arus memiliki peran dalam pertumbuhan lamun, arus dapat mendistribusikan

suhu dan salinitas. Lamun mempunyai kemampuan maksimum pada saat

kecepatan arus sekitar 0,5 m/det (Dahuri et al, 2001). Hal ini tidak berbeda jauh

Page 30: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

16

seperti yang dikatakan Phillips dan Menez (1988) bahwa lamun dapat tumbuh

dengan baik pada perairan dengan kecepatan arus sampai 0,7 m/det.

4. Substrat

Substrat merupakan medium tumbuhan memperoleh nutrien dan

menunjukkan sejauh mana lamun dapat tumbuh. Lamun dapat tumbuh pada

berbagai substrat mulai dari lumpur kuarsa, sampai sedimen dasar yang terdiri

dari 40% endapan lumpur dan lumpur halus. Ketebalan substrat mempengaruhi

kehidupan lamun semakin tipis substrat menyebabkan kehidupan lamun tidak

stabil, sebaliknya semakin tebal substrat maka pertumbuhan lamun akan mejadi

subur (Berwich, 1983). Substrat berperan dalam menstabilkan lamun, sebagai

media tumbuh untuk melindungi lamun sehingga tidak terbawa oleh arus dan

gelombang dan sebagai media untuk pengolahan dan pemasok unsur hara

(Dahuri et al, 2001).

5. Kedalaman

Kedalaman perairan membatasi penyebaran dan pertumbuhan lamun.

Kedalaman yang masih dapat ditembus oleh cahaya menjadi tempat yang baik

untuk pertumbuhan lamun terkait proses fotosintesis. Selain itu kedalaman terkait

dengan ketergenangan lamun dalam air pada saat surut terendah. Sebaran

lamun dapat mencapai kedalaman 40 meter (Kiswara, 2004). Semakin dalam

suatu perairan maka cahaya yang menembus kolom perairan akan semakin

terbatas dan hal ini akan menghambat laju fotosisntesis lamun.

6. Gelombang

Gelombang sangat berpengaruh bagi komunitas lamun yang tumbuh di

daerah perairan yang dangkal. Sedangkan saat musim gelombang/ombak yang

besar, kebanyakan daun lamun akan gugur, terlepas dari batang atau

rhizomanya (Short dan Coles, 2003).

Page 31: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

17

7. Nitrat

Nitrat (NO3) merupakan salah satu zat hara yang berperan dalam

pertumbuhan lamun. Nitrat berasal dari dekomposisi bahan organik dalam

sedimen dan proses fiksasi nitrogen. Nitrat dapat diserap oleh lamun mealui akar

dan daun. Rhizoma dan akar lamun yang mati akan menambah kandungan nitrat

dalam sedimen. Nitrat dalam tanah diserap secara cepat untuk membentuk

biomassa. Kandungan nitrat di perairan laut rata-rata sebesar 25 ppm. Senyawa

tersebut dapat melewati batas pada wilayah permukaan air (Effendi, 2003). Nitrat

dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan. Perairan

oligtrofik memiliki kadar nitrat antara 0–5 mg/L, perairan mesotrofik memiliki

kadar nitrat antara 1–5 mg/L, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang

berkisar antara 5–50 mg/L ( Effendi, 2003).

8. Fosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan

sebagai unsur yang esensial sehingga menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan

akuatik termasuk lamun. Fosfat di padang lamun berasal dari kolom air yang

kadarnya relatif rendah dan dari dekomposisi bahan organik dalam sedimen.

Lamun memanfaatkan fosfat di kolom air melalui daun dan di sedimen melalui

akar dan rhizoma. Fosfat digunakan dalam proses fotosintesis dan respirasi

lamun. Senyawa ini menunjukkan subur tidaknya suatu perairan (Effendi, 2003).

Sulaeman (2005), mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan

kandungan fosfat di perairan (Tabel 1) sebagai berikut:

Tabel 1. Penggolongan kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfatnya

No Kandungan Fosfat Tingkat Kesuburan

1 <5 ppm Kesuburan sangat rendah

2 5 – 10 ppm Kesuburan rendah

3 11 – 15 ppm Kesuburan sedang

4 16 – 20 ppm Kesuburan baik sekali

5 >21 ppm Kesuburan sangat baik

Page 32: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

18

9. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) merupakan salah stau parameter yang

digunakan dalam pengukuran kualitas air. Pengukuran TSS menggunakan filter

yang biasanya memiliki ukuran pori 0,45 m. Pengukuran TSS didasarkan pada

berat partikel kering yang terperangkap oleh filter (Clescerl, 1905).

Kandungan TSS mempunyai hubungan erat dengan kecerahan. Dimana

padatan tersuspensi akan mengakibatkan perairan menjadi keruh sehingga

menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan mengakibatkan

proses fotosintesis lamun dapat terganggu (Bloom, 1994). Nilai TSS akan

semakin rendah ke arah laut hal ini terjadi karena padatan tersuspensi dari

daratan masuk melalui sungai. TSS memberi dampak yang baik apabila tidak

melebihi standar yang telah ditentukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup

tentang toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas air adalah 70 mg/ml

(Herfinalis, 2005).

Page 33: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

19

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada awal Bulan September 2013 sampai akhir

Desember 2013. Lokasi penelitian di Pulau Barranglompo, Kecamatan Ujung

Tanah, Kota Makassar. Stasiun I pada titik koordinat S 05°02'53,7" dan E

119°19'51,0", stasiun II S 05°02'00,3" dan E 119°19'42,5" dan stasiun III S

05°02'56,9" dan E 119°19'36,8" (Gambar 9). Pengukuran suhu, salinitas,

kecepatan arus, kedalaman, gelombang dilakukan secara in situ. Analisis nitrat

dan fosfat air dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Sedangkan analisis nitrat dan

fosfat sedimen serta tekstur substrat dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.

Gambar 9. Peta lokasi penelitian

Page 34: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

20

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang terdapat

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan penelitian

Alat dan Bahan Kegunaan

GPS (Global Positioning System) Menentukan titik koordinat stasiun

Transek 1 mx1 m dan 40 cmx40 cm

tanpa grid

Plot stasiun

Sekop Membantu dalam mengambil lamun

yang berada dalam plot

Jangkar Menjepit transek agar tidak terlepas

Palu Memudahkan dalam memasang

jangkar

Alat selam SCUBA Membantu dalam pengambilan data

Bola Pelampung Penanda stasiun penelitian

Mistar Mengukur panjang rhizoma

Kamera underwater Mendokumentasikan penelitian

Termometer Mengukur suhu perairan

Handrefraktometer Mengukur salinitas

Layang-layang arus dan stopwatch Mengukur arah dan kecepatan arus

Kompas Bidik Mengetahui arah arus

Tiang skala Mengukur gelombang

Name tag Penamaan setiap plot dalam stasiun

Kantong sampel Tempat substrat yang akan dianalisis

Sabak dan alat tulis menulis Mencatat data di lapangan

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi konsultasi dengan pembimbing, observasi awal

lokasi penelitian, studi literatur untuk mencari referensi yang sesuai dengan topik

penelitian, pengumpulan dan persiapan peralatan penelitian yang akan

digunakan.

Page 35: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

21

2. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun didasarkan pada hasil observasi awal. Dimana

penentuan stasiun dilakukan dengan melihat keberadaan lamun yang akan

diteliti pada lokasi penelitian. Penentuan stasiun juga dilihat dari kerapatan dan

kesuburan lamun. Kemudian ditentukan stasiun pengamatan yang dapat

mewakili semua jenis lamun yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu

monospesies dan spesies campuran. Untuk spesies campuran terdiri dari satu

stasiun, yaitu stasiun I yang di dalam stasiun tersebut terdapat jenis Halophila

ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium,

dan Halodule uninervis. Sedangkan untuk monospesies terdiri dari dua stasiun,

yaitu stasiun II dengan spesies Halophila ovalis yang mewakili lamun pionir dan

stasiun III dengan spesies Enhalus acoroides yang mewakili lamun klimaks.

Penempatan plot dalam stasiun tegak lurus garis pantai dengan jarak setiap plot

sekitar 1 m (Gambar 10).

Gambar 10. Sketsa stasiun penelitian

3. Pembuatan Plot

Pada masing-masing stasiun terdapat tiga plot yang diletakkan tegak lurus

garis pantai ke arah laut. Pembuatan plot dilakukan dengan cara meletakkan

transek 1 mx1 m tanpa kisi pada lokasi yang telah ditentukan. Kemudian lamun

yang berada di dalam plot tersebut dikosongkan dan dikeluarkan. Pengosongan

lamun dilakukan dengan cara mengeluarkan lamun dari plot bersama dengan

1 m 1 m

lamun lamun

lamun lamun

Page 36: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

22

rhizoma sampai benar-benar bersih. Selanjutnya diletakkan transek 40 cmx40

cm di tengah-tengah transek 1 mx1 m. Setelah itu mengeluarkan transek 1 mx1

m. Pengamatan rekolonisasi dilihat pada plot 40 cmx40 cm. Penggunaan plot 1

mx1 m dimaksudkan untuk melihat seberapa lama rekolonisasi tersebut sampai

menutupi plot 40 cmx40 cm (Gambar 11).

Gambar 11. Sketsa plot penelitian

4. Pengamatan Rekolonisasi

a. Persen Penutupan

Pengamatan persen penutupan dilakukan dengan cara mengambil gambar

dari setiap plot setiap minggu. Selanjutnya untuk pengamatan persen penutupan

lamun dilihat berapa persen suatu jenis menutupi areal pengamatan berdasarkan

buku Mckenzie, 2001 dengan judul “Seagrass Percentage Cover” (Gambar 12).

1 m

40 cm

40 cm

30 cm

30 cm

Page 37: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

23

Gambar 12. Estimasi persen tutupan lamun (McKenzie, et.al., 2001)

b. Jumlah Tegakan

Perhitungan jumlah tegakan dilakukan dengan menghitung jumlah tegakan

dari setiap spesies dalam setiap plot setiap minggunya kemudian mencatat

hasilnya.

c. Panjang Rhizoma

Pengukuran panjang rhizoma dilakukan setiap minggu selama 3 bulan

dengan mengukur rhizoma dari setiap spesies dalam setiap plot dengan

menggunakan mistar skala 1 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur

rhizoma yang masuk ke dalam plot, dimulai saat rhizoma masuk melewati plot

bagian dalam.

Page 38: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

24

5. Kondisi Osenografi

a. Suhu

Pengukuran suhu perairan dilakukan langsung di lapangan dengan

menggunakan termometer dengan cara termometer dicelupkan ke dalam

perairan kemudian membaca dan mencatat hasil yang tertera pada skala

termometer.

b. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan handrefraktometer dan dilakukan

langsung di lapangan. Sampel air diambil kemudian ditetesi pada lensa

handrefraktometer yang telah dibersihkan setelah itu menutup lensa. Kemudian

diarahkan ke sumber cahaya dan diamati skala yang tertera pada

handrefraktometer.

c. Arah dan Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan layang-layang arus yang

dilengkapi tali sepanjang 5 m. Layang-layang arus dilepaskan di perairan dan

dibiarkan hanyut sampai tali tegang. Bersamaan dengan itu melihat waktu pada

saat layang-layang arus dilepaskan sampai tali tegang.

d. Kedalaman

Kedalaman diukur menggunakan tiang skala yang ditenggelamkan tegak

lurus sampai menyentuh dasar perairan, kemudian mencatat nilai yang

ditunjukkan oleh muka air laut. Penentuan kedalaman perairan akan

dihubungkan dengan pasang surut. Data pasang surut diambil dari data

sekunder.

e. Tekstur Substrat

Tekstur substrat diamati dengan mengambil substrat dan memasukkan

kedalam kantong sampel dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian dengan prosedur sebagai berikut :

Page 39: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

25

a) Substat ditimbang sebanyak 10,00 g, kemudian dimasukkan ke dalam

gelas piala 800 ml, ditambah 50 ml H2O2 10% kemudian dibiarkan

semalam.

b) Keesokan harinya ditambah 25 ml H2O2 30% dipanaskan sampai tidak

berbusa, selanjutnya ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl.

c) Didihkan di atas pemanas listrik selama kurang lebih 10 menit. Angkat

dan setelah agak dingin diencerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml.

Dicuci dengan air bebas ion menggunakan penyaring Berkefield atau

diendap-tuangkan sampai bebas asam, kemudian ditambah 10 ml larutan

peptisator Na4P2O7 4%.

1) Pemisahan pasir

Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 mikron

sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk

pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan pada ayakan dipindahkan ke

dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion

menggunakan botol semprot. Keringkan (hingga bebas air) dalam oven pada

suhu 105oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (berat pasir = A g).

2) Pemisahan debu dan liat

Filtrat dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 1 menit dan

segera dipipet sebanyak 20 ml ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikeringkan

pada suhu 105oC (biasanya 1 malam), didinginkan dalam eksikator dan

ditimbang (berat debu + liat + peptisator = B g). Untuk pemisahan liat diaduk lagi

selama 1 menit lalu dibiarkan selama 3 jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi

liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm dari permukaan cairan dan

dimasukkan ke dalam pinggan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven

pada suhu 105oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (berat liat +

peptisator = C g).

Page 40: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

26

f. Gelombang

Pengukuran gelombang langsung dilakukan di lapangan dengan

menggunakan tiang skala. Pengukuran gelombang dilakukan dua orang, dimana

salah satu orang melihat puncak dan yang lain melihat lembah pada tiang skala.

Pengukuran gelombang dilakukan sebanyak 51 kali secara signifikan dengan

tiga kali pengulangan. Pada saat pengukuran gelombang dilakukan juga

pengukuran waktu yang dibutuhkan gelombang sampai mencapai 51 kali.

g. Nitrat

Pengukuran nitrat air dilakukan di laboratorium dengan tahap sebagai berikut

:

a) Botol sampel yang steril diisi dengan air laut lalu menambahkan H2SO4

sebanyak lima tetes lalu didinginkan ke dalam cool box.

b) Mengambil sebanyak 2 ml ke dalam tabung rekasi lalu menambahkan

dengan larutan brucine sebanyak 5 tetes.

c) Ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat di ruang asam (warna kekuningan).

d) Mengambil sebanyak 1 takaran botol spektrofotometer lalu mencatat

absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm.

Pengukuran nitrat sedimen dengan cara destilasi dilakukan di laboratorium

dengan tahap sebagai berikut :

a) Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, masukan ke dalam

tabung digest. Tambahkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat

pekat, didestruksi hingga suhu 350oC (3-4 jam). Destruksi selesai bila

keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam).

b) Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan

air bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan

semalam agar partikel mengendap.

Page 41: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

27

c) Seluruh ekstrak contoh dipindahkan secara kualitatif ke dalam labu didih

(gunakan air bebas ion dan labu semprot).

d) Ditambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah

volume labu. Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu

erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes

indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat

destilasi.

e) Dengan gelas ukur, ditambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam

labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup.

f) Didestilasi hingga volume penampung mencapai 50–75 ml (berwarna

hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda.

Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).

h. Fosfat

Pengukuran fosfat air dilakukan di laboratorium dengan tahap sebagai

berikut :

a) Mengisi air laut pada botol sampel yang steril kemudian ditambahkan

H2SO4 sebanyak 5 tetes lalu didinginkan ke dalam cool box.

b) Mengambil sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi lalu menambahkan

dengan larutan asam borat sebanyak 2 ml.

c) Menambahkan 3 ml larutan pengoksid (warna kebiruan).

d) Mengambil sebanyak 1 takar botol spektrofotometer lalu mencatat

absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm.

Pengukuran fosfat sedimen dilakukan di laboratorium dengan tahap sebagai

berikut :

a) Sedimen ditimbang sebanyak 1,000 g, kemudian dimasukkan ke dalam

botol kocok, ditambah 20 ml pengekstrak Olsen, kemudian dikocok

selama 30 menit.

Page 42: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

28

b) Saring dan bila larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula.

c) Ekstrak dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama

deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat, kocok hingga

homogen dan biarkan 30 menit.

d) Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 693 nm.

i. Total Suspended Solid (TSS)

Pengukuran Total suspended solid (TSS) dilakukan dengan mengambil

sampel air laut di lapangan dengan menggunakan botol sampel. Botol sampel

dimasukkan ke dalam perairan sampai botol sampel terisi penuh dengan air

sebanyak 350 ml, kemudian botol ditutup rapat. Kemudian dilakukan analisis

dilaboratorium dengan cara kertas saring miliopore 0,45 µm ditimbang terlebih

dahulu sebagai berat filter (A mg), kemudian air contoh yang diambil disaring

dengan menggunakan filter miliopore 0,45 µm melalui vacum pump. Kertas

saring miliopore 0,45 µm kemudian dikeringkan pada suhu 105°C dan ditimbang

sebagai berat fiter+residu (B mg). Setelah didapatkan berat filter dan

filter+residu, kemudian dihitung.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dari faktor oseanografi, yaitu :

1. Kecepatan Arus

Dimana;

V = kecepatan arus (m/s) s = jarak (m) t = waktu (s)

V =

Page 43: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

29

H1/3 =

H = (Puncak ombak – lembah ombak)

H 1/3 = 1/3 rata-rata dari gelombang

terbesar

2. Gelombang

Tinggi ombak :

Tinggi ombak signifikan (H1/3) :

Keterangan :

N = Banyaknya ombak Hi = Tinggi ombak (m)

3. Tekstur Sedimen

4. Nitrat

a. Nitrat Air

Pengukuran NO3 menggunakan rumus :

Dimana :

6,69 = pembuatan standar NO3

Abs = pemantulan spektral NO3

b. Nitrat Sedimen

Fraksi pasir = A g Fraksi debu = 25 (B - C) g Fraksi liat = 25 (C - 0,0095) g Jumlah fraksi = A + 25 (B - 0,0095) g Pasir (%) = A / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100 Debu (%) = {25(B - C)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100 Liat (%) = {25 (C - 0,0095)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100

Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk = (Vc - Vb) x N x 14 x 100 500-1 x fk = (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk

NO3 = 6,69 x Abs sampel = … mg/liter

Page 44: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

30

Keterangan :

Vc, b = ml titar contoh dan blanko

N = normalitas larutan baku H2SO4

14 = bobot setara nitrogen

100 = konversi ke %

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

5. Fosfat

a. Fosfat Air

Pengukuran PO4 menggunakan rumus :

Dimana :

19,2 = pembuatan standar PO4

Abs = pemantulan spektral PO4

b. Fosfat Sedimen

Kadar P2O5 tersedia (ppm)

Keterangan: ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva antara deret

standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. Fp = faktor pengenceran (bila ada) 142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5 fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

6. Total Suspended Solid (TSS)

Keterangan :

TSS = Total suspension solid (mg/l) A = Berat kertas miliopore 0,45 µm setelah disaring B = Berat kertas kosong miliopore 0,45 µm

= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g/g contoh x fp x 142/90 x fk = ppm kurva x 20/1.000 x 1.000/1 x 142/90 x fk = ppm kurva x 20 x 142/90 x fk

PO4 = 19,2 x Abs sampel = … mg/liter

TSS(

) = (A-B)

Page 45: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

31

E. Analisis Data

Semua hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel

dan gambar. Analisis data jumlah tegakan, panjang rhizoma dan persen

penutupan dibandingkan dari setiap jenis lamun dengan menggunakan one-way

ANOVA. Jika terdapat perbedaan nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut

Tukey HSD untuk membandingkan perbedaan masing-masing stasiun. Proses

Perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0.

Page 46: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penambahan Panjang Rhizoma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan panjang rhizoma pada

ketiga stasiun bervariasi. Penambahan panjang rhizoma tertinggi ditemukan

pada stasiun II (monospesies Halophila ovalis), kemudian stasiun I (stasiun

campuran). Sementara pada stasiun III (monospesies Enhalus acoroides) belum

ditemukan rhizoma yang mencapai plot sampai akhir penelitian (Gambar 13).

Gambar 13. Rata-rata panjang rhizoma (cm)

Rhizoma yang masuk ke dalam plot pada setiap stasiun penelitian berbeda-

beda. Pada stasiun I yang merupakan campuran dari spesies Halophila ovalis,

Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan

Halodule uninervis, hanya jenis Halophila ovalis yang menjalar sampai ke dalam

plot sejak minggu ke-7. Sementara jenis lamun lainnya belum ditemukan

penjalaran rhizoma mencapai plot sampai akhir penelitian (minggu ke-12).

Namun pada pengamatan setelah penelitian pada stasiun I (spesies campuran)

spesies Halodule uninervis sudah mencapai plot pada minggu ke-19,

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pan

jan

g r

hiz

om

a (

cm

)

MINGGU

ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis) ST III (Monospesies E. acoroides)

Page 47: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

33

selanjutnya pada minggu ke-27 spesies Syringodium isoetifolium dan Thalassia

hemprichii sudah mencapai plot (Lampiran 5). Penjalaran rhizoma pada stasiun II

mencapai plot pada minggu ke-5, sementara pada stasiun III rhizoma Enhalus

acoroides belum mencapai plot sampai akhir penelitian. Hal ini menunjukkan

bahwa penjalaran rhizoma pada stasiun II lebih cepat dibanding stasiun I dan

stasiun III.

Panjang rhizoma yang masuk ke dalam plot pada stasiun I sebesar 1,033 cm

pada minggu ke-7 dan pada minggu ke-12 menjadi 7,87 cm. Panjang rhizoma

Halophila ovalis pada stasiun II sebesar 2,47 cm pada minggu ke-5 dan pada

minggu ke-12 menjadi 56,83 cm, sementara rhizoma Enhalus acoroides belum

ditemukan di dalam plot sampai minggu ke-12.

Rata-rata laju penambahan panjang rhizoma pada setiap stasiun juga

menunjukkan nilai yang bervariasi. Rata-rata laju penambahan panjang rhizoma

pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun I. Laju penambahan

panjang rhizoma stasiun I sebesar 0,30 cm/hari dan pada stasiun II sebesar 1,42

cm/hari. Sementara stasiun III belum mencapai plot sampai akhir penelitian

(Gambar 14).

Gambar 14. Laju penambahan panjang rhizoma (cm/hari)

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

I (Campuran) II (Monospesies H. Ovalis)

III (Monospesies E. acoroides)

Laju

pen

am

ba

ha

n p

an

jan

g

rhiz

om

a (

cm

/hari

)

STASIUN

a

ab

ac

Page 48: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

34

Hasil uji one way anova menunjukkan adanya perbedaan laju penambahan

panjang rhizoma pada ketiga stasiun (p<0,05). Selanjutnya uji lanjut Tukey HSD

menunjukkan bahwa laju penambahan panjang rhizoma pada stasiun

monospesies Halophila ovalis berbeda nyata (p<0,05) dengan stasiun

monospesies Enhalus acoroides, sedangkan stasiun campuran tidak signifikan

terhadap stasiun monospesies Halophila ovalis dan stasiun monospesies

Enhalus acoroides (p>0,05) (Lampiran 1).

Tingginya laju penambahan panjang rhizoma pada stasiun II diduga karena

tidak adanya persaingan ruang dengan lamun lainnya. Stasiun II hanya terdiri

dari spesies Halophila ovalis. Selain itu Halophila ovalis merupakan lamun pionir

dengan ukuran rhizoma yang kecil dan kandungan nutrien berupa nitrat dan

fosfat pada air dan sedimen yang relatif lebih tinggi (Tabel 6). Pada stasiun I

terdiri dari beberapa spesies sehingga ada persaingan ruang antar spesies,

walaupun hanya jenis Halophila ovalis yang mampu mencapai plot sampai akhir

penelitian. Stasiun III (monospesies Enhalus acoroides) merupakan stasiun yang

hanya terdiri dari spesies Enhalus acoroides, namun belum ada penjalaran

rhizoma ke dalam plot sampai akhir penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa

Enhalus acoroides yang merupakan lamun klimaks memiliki kecepatan

pertumbuhan yang lambat. Ukuran rhizoma Enhalus acoroides yang relatif lebih

besar dibanding rhizoma lamun jenis lainnya. Sedangkan parameter oseanografi

lainnya seperti suhu, salinitas, arus, dan kedalaman pada masing-masing stasiun

masih dalam toleransi pertumbuhan lamun (Tabel 4).

Laju penambahan rhizoma seperti hasil kompilasi dari Duarte (1991) dan

Marba & Duarte (1998) yang menyatakan bahwa kisaran penambahan panjang

rhizoma yang paling cepat adalah Halophila ovalis sebesar 0,39–1,57 cm/hari,

sedangkan Enhalus acoroides paling lambat sebesar 0,002–0,014 cm/hari.

Sementara untuk spesies Syringodium isoetifolium sebesar 0,21–0,37 cm/hari,

Page 49: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

35

Cymodocea rotundata sebesar 0,09–1,13 cm/hari, Thalassia hemprichii sebesar

0,06–0,24 cm/hari, dan Halodule uninervis sebesar 0,08–0,38 cm/hari.

Selanjutnya hasil penelitian Vermaat et al (1995) mengenai penambahan

panjang rhizoma lamun di Filipina menyatakan bahwa penambahan panjang

rhizoma Halophila ovalis sebesar 0,386 cm/hari, Enhalus acoroides sebesar

0,015 cm/hari, Syringodium isoetifolium sebesar 0,369 cm/hari, Cymodocea

rotundata sebesar 0,093 cm/hari, Thalassia hemprichii sebesar 0,056 cm/hari,

dan Halodule uninervis sebesar 0,078 cm/hari. Selain itu hasil penelitian Azkab

(1999) menyatakan bahwa penambahan panjang rhizoma untuk spesies

Thalassia hemprichii berkisar 0,1–2,0 mm/hari, Syringodium isoetifolium berkisar

0,3–4,5 mm/hari dan Cymodocea rotundata berkisar 0,2 – 5,7 mm/hari. Hal ini

menunjukkan bahwa spesies Halophila ovalis memiliki bawaan pertumbuhan

yang paling cepat dari spesies lain, sementara Enhalus acoroides memiliki

pertumbuhan yang paling lambat.

Laju penambahan panjang rhizoma setiap minggu pada masing-masing

stasiun memiliki nilai yang beragam. Laju penambahan rhizoma tertinggi pada

stasiun I dan stasiun II ditemukan masing-masing pada minggu ke-8 (Gambar

15).

Page 50: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

36

Gambar 15. Laju penambahan panjang rhizoma (cm/hari)

Laju penambahan panjang rhizoma pada setiap minggu tidak selamanya

mengalami peningkatan, akan tetapi beberapa minggu mengalami penurunan.

Pada stasiun I laju penambahan panjang rhizoma pada, minggu pertama

masuknya rhizoma ke dalam plot (minggu ke-7) sebesar 1,03 cm/hari,

selanjutnya pada minggu ke-8 sebesar 0,58 cm/hari dan mengalami penurunan

sampai pada minggu ke-12 menjadi 0,09 cm/hari. Pada stasiun II laju

penambahan rhizoma pada minggu ke-5 sebesar 2,47 cm/hari, selanjutnya

mengalami peningkatan sampa minggu ke-8 menjadi 2,28 cm/hari dan

mengalami penurunan sampai pada minggu ke-12 menjadi 0,66 cm/hari.

Hal ini diduga terjadi karena pada minggu pertama masuknya rhizoma ke

dalam plot sampai pada minggu ke-8 lamun sudah dapat beradaptasi dengan

lingkungan. Setelah minggu ke-8 mengalami penurunan kemungkinan terjadi

karena adanya peralihan musim yang menimbulkan gelombang menjadi besar

setelah minggu ke-8 sehingga sedimen tidak menjadi stabil mengakibatkan

rhizoma dapat terangkat sehingga rhizmoma patah dan membusuk (Lampiran 4).

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Laju

pen

am

bah

an

pan

ajn

g

rhiz

om

a

(cm

/hari

)

MINGGU

ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis) ST III (Monospesies E. acoroides)

Page 51: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

37

Hasil analisis oneway ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan antar

stasiun. Uji lanjut Tukey HSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan panjang

rhizoma yang signifikan antara stasiun II (monospesies Halophila) dengan

stasiun I (spesies campuran) dan stasiun III (monospesies Enhalus), sedangkan

stasiun I (spesies campuran) tidak signifikan dengan stasiun III (monospesies

Enhalus).

B. Penambahan Jumlah Tegakan

Jumlah tegakan yang ada di dalam plot menunjukkan peningkatan seiring

penambahan waktu. Pada minggu ke-7 rata-rata jumlah tegakan pada stasiun I

sebanyak 1 tegakan/plot dan terus meningkat sampai mencapai 3 tegakan/plot

pada minggu ke-12. Pada stasiun II jumlah tegakan lebih cepat bertambah

dibanding stasiun I. Pada minggu ke-5, jumlah tegakan pada stasiun II sebanyak

0,333 tegakan, namun meningkat relatif cepat sampai mencapai 18 tegakan

pada minggu ke-12 (Gambar 16).

Gambar 16. Rata-rata jumlah tegakan lamun

Rata-rata penambahan tegakan lamun pada stasiun I lebih rendah dibanding

pada stasiun II. Sementara pada stasiun III belum ditemukan tegakan yang

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Ju

mla

h t

eg

aka

n (

teg

aka

n/p

lot)

MINGGU

ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis) ST III (Monospesies E. acoroides)

Page 52: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

38

masuk ke plot sampai minggu ke-12 (Gambar 16). Penambahan tegakan pada

stasiun I sebesar 1 tegakan/minggu, sedangkan pada stasiun II sebesar 3

tegakan/minggu. Penambahan tegakan yang lebih tinggi pada stasiun II

disebabkan karena tidak ada persaingan ruang dengan jenis lain. Selain itu, laju

penambahan panjang rhizoma yang tinggi memungkinkan semakin banyak

nodus sebagai tempat tumbuhnya tegakan baru. Tingginya penambahan panjang

rhizoma kemungkinan diakibatkan karena kandungan nutrien berupa nitrat dan

fosfat pada air dan sedimen (Tabel 6). Sedangkan untuk faktor oseanografi

lainnya seperti suhu, salinitas, kedalaman, dan arus pada masing-masing stasiun

masih dalam batas toleransi pertumbuhan lamun (Tabel 4).

Gambar 17. Laju penambahan tegakan (tegakan/hari)

Hasil uji one way anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

antar ketiga stasiun dan uji lanjut menunjukkan bahwa stasiun monospesies

Halophila ovalis dengan stasiun monospesies Enhalus acoroides berbeda nyata

(p<0,05), sedangkan stasiun campuran dengan stasiun monospesies Halophila

ovalis dan stasiun monospesies Enhalus acoroides tidak berbeda nyata (p>0,05)

(Lampiran 2).

0

1

2

3

4

5

ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis)

ST III (Monospesies E. acoroides)

Ju

mla

h p

en

am

ba

ha

n t

eg

aka

n

(te

ga

ka

n/h

ari

)

STASIUN

a

ab

ac

Page 53: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

39

Gambar 18. Jumlah tegakan setiap minggu (tegakan/plot)

Jumlah tegakan pada setiap minggu menunjukkan perbedaan antara stasiun

dan mengalami fluktuasi antar minggu selama pengamatan. Jumlah tegakan

pada awal masuknya rhizoma ke dalam plot pada stasiun I sebesar 1

tegakan/plot (minggu ke-7), stasiun II sebesar 1 tegakan/plot (minggu ke-5),

sementara pada stasiun III belum ada tegakan yang mencapai plot selama

penelitian. Tegakan tertinggi pada stasiun I dan stasiun II pada minggu ke-8

sebesar 2 tegakan/plot dan 7 tegakan/plot. Setelah minggu ke-8 terjadi

penurunan jumlah tegakan sampai akhir penelitian (minggu ke-12) pada stasiun I

sebesar 0 tegakan/plot dan stasiun II sebesar 3 tegakan/plot (Gambar 18).

Terjadinya penurunan jumlah tegakan hal ini diduga karena terjadinya perubahan

musim yang mengakibatkan gelombang besar sehingga rhizoma sebagai tempat

tumbuhnya tegakan lamun akan menjadi patah. Selain itu diduga adanya ikan

herbivora yang memangsa tegakan lamun sehingga mengakibatkan

berkurangnya jumlah tegakan lamun.

Hasil analisis oneway ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan antar

stasiun. Uji lanjut Tukey HSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Ju

mla

h t

eg

aka

n (

teg

aka

n/p

lot)

MINGGU ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis) ST III (Monospesies E. acoroides)

Page 54: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

40

tegakan yang signifikan antara stasiun II (monospesies Halophila) dengan

stasiun I (spesies campuran) dan stasiun III (monospesies Enhalus), sedangkan

stasiun I (spesies campuran) tidak signifikan dengan stasiun III (monospesies

Enhalus).

C. Persen Penutupan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen penutupan dari masing-masing

stasiun bervariasi. Persen penutupan dari lamun yang mengalami rekolonisasi

pada stasiun II lebih tinggi dibanding pada stasiun I, sementara stasiun III belum

ada lamun yang masuk ke dalam plot (Gambar 19).

Gambar 19. Rata-rata persen penutupan setiap minggu (%)

Rata-rata persen penutupan pada saat pertama kali penjalaran rhizoma ke

dalam plot pada stasiun I sebesar 0,43% (minggu ke-7) dan pada minggu ke-12

sebesar 0,40%, pada stasiun II sebesar 0,45% (minggu ke-5) dan pada minggu

ke-12 sebesar 3,01%, sementara pada stasiun III belum ada penjalaran lamun

yang sampai ke dalam plot selama penelitian (Gambar 19).

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pe

rse

n p

en

utu

pa

n (

%)

MINGGU

ST I (Campuran) ST II (Monospesies H. Ovalis) ST III (Monospesies E. acoroides)

Page 55: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

41

Persen penutupan lamun yang tinggi pada stasiun II disebabkan karena

pada stasiun II kecepatan penjalaran rhizoma dan jumlah tegakan dari spesies

Halophila ovalis lebih tinggi daripada stasiun I yang merupakan stasiun

campuran. Penutupan pada stasiun I hanya dari spesies Halophila ovalis untuk

spesies lainnya belum ada yang mencapai plot selama penelitian. Kecepatan

rekolonisasi tersebut berhubungan dengan kecepatan penjalaran dari spesies

Halophila ovalis, sedangkan pada stasiun III yang merupakan spesies Enhalus

acoroides tidak terjadi penutupan dalam plot karena spesies ini membutuhkan

waktu perambatan yang lama dibandingkan dengan spesies lain.

Penutupan tertinggi pada stasiun I ditemukan pada minggu ke-8 sebesar

0,50% dan stasiun II sebesar 6,92% (Gambar 19). Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pada minggu tersebut Halophila ovalis sudah mampu

beradaptasi dengan lingkungan. Rata-rata persen penutupan lamun pada stasiun

I dan stasiun II tidak secara terus-menerus mengalami peningkatan setiap

minggu akan tetapi setelah minggu ke-8 mengalami penurunan hal ini diduga

karena lamun mengalami patahan dan pembusukan akibat dari tingginya

gelombang serta adanya ikan herbivora yang memakan daun Halophila ovalis

(Gambar 20).

Gambar 20. Ikan pemangsa yang ditemukan pada stasiun penelitian

Page 56: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

42

Rata-rata persen penutupan pada masing-masing stasiun menunjukkan nilai

yang berbeda. Persen penutupan tertinggi pada stasiun II dan terendah pada

stasiun III. Rata-rata persen penutupan pada stasiun I sebesar 0,22%, stasiun II

sebesar 2,50%, sementara untuk stasiun III belum ada lamun yang mencapai

plot sampai akhir penelitian (Gambar 21).

Gambar 21. Rata-rata persen penutupan (%)

Hasil uji one way anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara persen penutupan stasiun I, stasiun II, dan stasiun III. Menurut

Rollon et al (1998) spesies Enhalus acoroides untuk sepenuhnya pulih

membutuhkan waktu sekitar 10 tahun, sedangkan untuk spesies Thalassia

hemprichii membutuhkan waktu sekitar 2 tahun.

D. Parameter Oseanografi

Parameter oseanografi yang diukur dan diamati dalam penelitian sebagai

data pendukung adalah suhu, salinitas, arus, gelombang, kedalaman, TSS,

tekstur substrat, nitrat dan fosfat sedimen dan air.

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

I (Campuran) II (Monospesies H. Ovalis) III (Monospesies E. acoroides)

Pe

rse

n p

en

utu

pa

n (

%)

STASIUN

a

a

a

Page 57: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

43

Tabel 3. Kisaran hasil pengukuran parameter oseanografi

Parameter Stasiun

I II III

Suhu (oC) 28,67–32,33 29,00–32,33 28,67–37,00

Salinitas (‰) 29,67–35,00 29,33–36,67 29,00–38,67

Arus (m/detik) 0,01–0,07 0,01–0,04 0,01–0,04

Kedalaman (cm) 114,33–204,00 84,67–187,00 64,67–140,67

TSS (mg/L) 18,93–21,07 17,89–41,67 16,03–25,44

1. Suhu

Kisaran suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan pada masing-

masing stasiun tidak memperlihatkan perbedaan yang besar. Pada stasiun I

(spesies campuran) sebesar 28,67–32,33oC, stasiun II (monospesies Halophila

ovalis) sebesar 29,00–32,33oC, dan stasiun III (monospesies Enhalus acoroides)

sebesar 28,67–37,00oC (Tabel 3). Pengukuran kisaran suhu yang diperoleh

melebihi kisaran suhu pertumbuhan lamun. Akan tetapi lamun masih dapat

tumbuh dalam kisaran tersebut. Nybakken (1992) menyatakan bahwa suhu

optimum pertumbuhan lamun adalah 28–30oC.

2. Salinitas

Kisaran salinitas pada masing-masing stasiun tidak memperlihatkan hasil

yang begitu berbeda. Pada stasiun I (spesies campuran) sebesar 29,67-35,00‰,

stasiun II (monospesies Halophila ovalis) sebesar 29,33-36,67‰, dan stasiun III

(monospesies Enhalus acoroides) sebesar 29,00-38,67‰ (Tabel 3). Salinitas

pada ketiga stasiun tidak terlalu berbeda jauh dengan nilai optimum

pertumbuhan lamun. Dahuri et al (2001) menyatakan bahwa nilai optimum

toleransi tumbuhan lamun terhadap salinitas perairan laut adalah 35‰ apabila

terjadi penurunan salinitas maka akan terjadi penurunan laju fotosintesis lamun.

Hamid (1996) menyatakan bahwa salinitas berkaitan dengan suhu, apabila suhu

meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan salinitas.

Page 58: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

44

3. Arus

Kisaran kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama pengukuran

dilapangan memiliki nilai yang bervariasi, akan tetapi tidak memperlihatkan

perbedaan yang begitu tinggi. Kecepatan arus tertinggi pada stasiun I, kemudian

stasiun II, dan terendah pada stasiun III. Pada stasiun I sebesar 0,01–0,07

m/detik, stasiun II sebesar 0,01–0,04 m/detik dan stasiun III sebesar 0,01–0,04

m/detik (Tabel 3).

Kecepatan arus pada stasiun I lebih tinggi kemungkinan disebabkan karena

merupakan perairan terbuka dan perairannya lebih dalam selain itu pada saat

pengamatan kecepatan angin besar. Pada stasiun III merupakan perairan yang

dangkal dan Enhalus acoroides memiliki daun yang besar yang dapat meredam

arus. Kecepatan arus yang didapatkan masih berada pada batas toleransi

pertumbuhan lamun karena kurang dari 0,5 m/detik. Dahuri et al (2001)

mengemukakan bahwa lamun mempunyai kemampuan maksimum pada saat

kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.

4. Kedalaman

Kisaran kedalaman yang diperoleh selama pengukuran dilapangan memiliki

nilai yang berbeda. Kedalaman tertinggi pada stasiun I, kemudian stasiun II, dan

terendah pada stasiun III. Pada stasiun I sebesar 114,33–204,00 cm, stasiun II

sebesar 84,67–187,00 cm dan stasiun III (monospesies Enhalus acoroides)

sebesar 64,67–140,67 cm (Tabel 3). Kedalaman yang diperoleh masih dalam

batas normal sebaran lamun. Dahuri (2001) menyatakan bahwa distribusi lamun

terbatas pada perairan dengan kedalaman kurang dari 10 m. Hal ini dilakukan

karena lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu

proses fotosintesis. Sehingga semakin dalam perairan maka semakin terbatas

cahaya yang akan menembus kolom perairan yang menyebabkan laju

fotosintesis terhambat.

Page 59: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

45

5. Total Suspended Solid (TSS)

Hasil pengukuran TSS pada masing-masing stasiun memiliki konsentrasi

yang bervariasi. Dimana tertinggi pada stasiun monospesies Halophila dan

terendah pada spesies campuran. Hasil pengukuran rata-rata TSS yang

diperoleh pada stasiun I sebesar 18,93–21,07 mg/ml, stasiun II sebesar 17,89–

41,67 mg/ml dan stasiun III sebesar 16,03–25,44 mg/ml (Tabel 3). Tingginya

konsentrasi TSS pada stasiun II hal ini dikarenakan pada stasiun II berada dekat

dengan daratan dan pemukiman warga. Stasiun I dan stasiun III memiliki

konsentrasi yang rendah karena jarak dari daratan relatif jauh dibandingkan

dengan stasiun II. Seperti yang dikemukakan Herfinalis (2005) bahwa

konsentrasi TSS akan semakin rendah ke arah laut hal ini terjadi karena padatan

tersuspensi dari daratan.

Konsentrasi TSS yang diperoleh lebih tinggi dari standar baku mutu yang

diperbolehkan untuk biota yang ditetapkan oleh peraturan Gubernur Sulawesi

Selatan Nomor 69 (2010) yaitu untuk lamun sebesar 20 mg/l, tetapi lamun masih

dapat tumbuh pada lokasi penelitian yang memiliki konsentrasi TSS lebih dari 20

mg/l. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada lokasi penelitian cahaya masih

menembus sampai pada dasar perairan sehingga lamun masih dapat

berfotosintesis walaupun konsentrasi TSS tinggi. Hal ini seperti hasil penelitian

yang didapatkan Lanuru (2011) dimana konsentrasi TSS yang didapatkan lebih

tinggi daripada standar baku mutu yaitu berkisar 160–360 mg/l akan tetapi lamun

masih bisa hidup.

6. Gelombang

Hasil pengukuran gelombang yang diperoleh menunjukkan nilai yang

bervariasi pada ketiga stasiun. Tinggi signifikan gelombang tertinggi pada stasiun

I, kemudian stasiun II, dan terendah pada stasiun III (Tabel 4).

Page 60: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

46

Tabel 4. Data kisaran hasil pengukuran gelombang

STASIUN H (cm) H1/3 (cm)

I 2,21–21,29 3,27–31,24

II 2,39–16,85 3,41–24,73

III 1,10–10,15 1,29,–14,90

Hasil pengukuran gelombang menunjukkan kisaran tinggi ombak signifikan

pada stasiun I sebesar 3,27–31,24 cm, pada stasiun II sebesar 3,41–24,73 cm,

dan pada stasiun III sebesar 1,29–14,90 cm. Tinggi gelombang pada stasiun I

sebesar 2,21–21,29 cm, stasiun II sebesar 2,39–16,85 cm, dan stasiun III

sebesar 1,10–10,15 cm. Tingginya kisaran gelombang diakibatkan karena

terjadinya peralihan musim pada saat penelitian menyebabkan gelombang

menjadi besar karena angin kencang. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh

Lanuru (2011) bahwa pada bulan September dan Oktober biasanya terjadi

musim peralihan dari musim timur ke barat. Pada musim peralihan terjadi

kecepatan angin yang sangat besar sehingga menyebabkan gelombang dan

arus yang kuat.

7. Tekstur Substrat

Hasil pengukuran persen berat tekstur substrat pada ketiga stasiun memiliki

nilai yang berbeda baik berupa tekstur pasir, debu, maupun liat. Persen tekstur

pasir tertinggi ditemukan pada stasiun II, kemudian pada stasiun I dan terendah

pada stasiun III. Untuk tekstur debu tertinggi pada stasiun I, kemudian pada

stasiun III dan terendah pada stasiun II. Untuk tekstur liat tertinggi pada stasiun

III, kemudian pada stasiun I dan terendah pada stasiun II (Gambar 22).

Page 61: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

47

Gambar 22. Hasil pengukuran persen tekstur substrat

Rata-rata pengukuran persen tekstur substrat pada stasiun I untuk tekstur

pasir sebesar 70,67%, debu sebesar 19,67%, dan liat sebesar 9,67%. Pada

stasiun II untuk tekstur pasir sebesar 75,00%, debu sebesar 16,00, dan liat

sebesar 9,00. Pada stasiun III tekstur pasir sebesar 64,67%, debu sebesar

17,00% dan liat sebesar 18,33%.

Tekstur halus pada stasiun III lebih tinggi kemungkinan disebabkan karena

memiliki perairan yang relatif tenang diakibatkan daun dari Enhalus acoroides

yang berukuran besar dapat memperlambat arus. Pertumbuhan lamun seperti

yang dikemukakan oleh Den Hartog (1970) bahwa lamun jenis Halophila ovalis

tumbuh pada substrat mulai dari lumpur lembut sampai pecahan karang kasar.

Enhalus acoroides umumnya tumbuh pada sedimen halus hingga lumpur akan

tetapi spesies ini memiliki akar yang panjang dan kuat sehingga mampu hidup

pada sedimen sedang hingga kasar Tomascik dkk. (1997).

8. Nitrat pada Sedimen dan Air

Hasil rata-rata pengukuran nitrat pada sedimen dan air masing-masing

stasiun memiliki nilai yang berbeda. Nitrat pada sedimen tertinggi pada stasiun

III, kemudian stasiun II dan terendah pada stasiun I. sedangkan nitrat pada air

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

I (Campuran) II (Monospesies H. Ovalis) III (Monospesies E. acoroides)

Ra

ta-r

ata

pe

rse

n b

era

t (%

)

STASIUN

Pasir Debu Liat

Page 62: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

48

tertinggi pada stasiun II, kemudian staisun III dan terendah pada stasiun I (Tabel

5).

Tabel 5. Rata-rata nitrat pada sedimen dan air (ppm)

Parameter Stasiun

I II III

Nitrat Sedimen 0,88 1,25 1,47

Air 0,04 0,08 0,04

Hasil rata-rata pengukuran nitrat sedimen pada stasiun I sebesar 0,88 ppm,

pada stasiun II sebesar 1,25 ppm, dan stasiun III sebesar 1,47 ppm. Sedangkan

rata-rata pengukuran nitrat air pada stasiun I sebesar 0,04 ppm, pada stasiun II

sebesar 0,08 ppm, dan pada stasiun III sebesar 0,04 ppm.

Hal ini berhubungan dengan substrat pada masing-masing stasiun, dimana

pada stasiun III sedimen dengan tekstur halus lebih tinggi daripada stasiun

lainnya. Dimana substrat halus lebih baik menyerap nitrat daripada substrat

kasar. Seperti yang dikatakan Tomascik (1997) bahwa sedimen halus

mempunyai kandungan nutrien lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen kasar.

Berdasarkan Olsen dan Dean (1995) dalam Monoarfa (1992) membagi

konsentrasi nitrat dalam tanah menjadi 3 bagian yaitu <3 ppm = rendah, 3 – 10

ppm = sedang, dan >10 ppm = tinggi, maka konsentrasi nitrat sedimen pada

ketiga stasiun tergolong rendah.

Konsentrasi nitrat air ketiga stasiun termasuk ke dalam perairan oligotrofik,

seperti yang dikemukakan oleh Effendi (2003) dimana perairan oligotrofik

memiliki kadar nitrat antara 0 – 5 mg/L.

9. Fosfat pada Sedimen dan Air

Hasil rata-rata pengukuran fosfat pada air dan sedimen memperlihatkan nilai

yang berbeda. Fosfat pada sedimen dan air tertinggi pada stasiun III, kemudian

stasiun III dan terendah pada stasiun I (Tabel 6).

Page 63: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

49

Tabel 6. Rata-rata fosfat pada sedimen dan air (ppm)

Parameter Stasiun

I II III

Fosfat Sedimen 10,76 14,59 11,68

Air 0,47 0,89 0,77

Hasil rata-rata pengukuran fosfat sedimen pada stasiun I sebesar 10,76

ppm, pada stasiun II sebesar 14,59 ppm, dan stasiun III sebesar 11,68 ppm.

Sedangkan rata-rata pengukuran fosfat air pada stasiun I sebesar 0,47 ppm,

pada stasiun II sebesar 0,89 ppm, dan pada stasiun III sebesar 0,77 ppm.

Berdasarkan pernyataan Olsen dan Dean (1995) dalam Monoarfa (1992)

membagi konsentrasi fosfat dalam tanah menjadi 4 bagian yaitu, < 3 ppm

(sangat rendah), 3 – 7 (rendah) ppm, 7 – 20 (sedang) ppm, dan > 20 (tinggi)

ppm, maka konsentrasi fosfat pada ketiga stasiun tergolong sedang. Untuk

konsentrasi fosfat air ketiga stasiun termasuk ke dalam kategori sangat rendah,

hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sulaeman (2005) dimana konsentrasi

fosfat <5 ppm termasuk ke dalam perairan dengan tingkat kesuburan rendah.

Page 64: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

50

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Beberapa simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah :

1. Rata-rata laju penambahan panjang rhizoma paling tinggi didapatkan

pada Halophila ovalis (monospesies) sebesar 1,42 cm/hari. Pada spesies

campuran (terdiri dari Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium,

Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis)

hanya jenis Halophila ovalis yang sudah memasuki plot dengan

kecepatan penambahan panjang rhizoma sebesar 0,30 cm/hari,

sementara monospesies Enhalus acoroides belum mencapai plot sampai

akhir penelitian.

2. Jumlah tegakan paling banyak pada Halophila ovalis (monospesies)

sebanyak 3 tegakan/minggu, kemudian Halophila ovalis (speseis

campuran) sebanyak 1 tegakan/minggu, sementara monospesies

Enhalus acoroides belum mencapai plot sampai akhir penelitian.

3. Persen penutupan pada Halophila ovalis (monospesies), Halophila ovalis

(spesies campuran) dan Enhalus acoroides (monospesies) relatif kecil,

masing-masing 0,22%, 2,50% dan 0% serta tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata antara ketiganya.

B. Saran

Berdasarkan kecepatan rekolonisasi lamun pada daerah donor untuk

keperluan rehabilitasi, maka disarankan untuk menggunakan jenis lamun

Halophila ovalis jika daerahnya memungkinkan dengan menggunakan metode

yang tepat, karena kemampuan rekolonisasi jenis lamun ini relatif cepat.

Sementara jika akan menggunakan lamun Enhalus acoroides untuk kegiatan

rehabilitasi, sebaiknya pengambilan lamun tidak dilakukan pada daerah donor

Page 65: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

51

dengan kondisi kepadatan yang rendah, karena jenis ini memiliki waktu

rekolonisasi yang relatif lama.

Page 66: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

52

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., D. Setiadi, I. Qayim, D. Djokosetiyanto. 2011. Nutrient content of seagrasss Enhalus acoroides leaves in Barranglompo and Bonebatang Islands: implication to increased antrhropogenic pressure. Ilmu Kelautan 16 (4): 181-186.

Azkab, M.H. 1999. Kecepatan Tumbuh dan Produksi Lamun dari Teluk Kuta, Lombok. Dalam : Dinamika Komunitas Biologis pada Ekosistem Lamun di Pulau Lombok, Indonesia. S. Soemodihardjo, O. H. Arinardi, I. Aswandy. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta : hal. 26-33.

Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oseana, Volume XXIV, Nomor 3, 1999 : 11 – 25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas Lamun. Oseana, Volume XXV, Nomor 1, 2000 : 1 – 11. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi-LIPI. Jakarta.

Azkab, M.H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Oseana, Volume XXXI, Nomor 3, 2006 : 45 – 55. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi-LIPI. Jakarta.

Bengen, D.G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Berwich, N.L. 1983. Guidelines for Analysis of Biophsycal Impact to Tropical Costal Marine Resources. The Bombay Natural History Society Ententy Seminar Conservation in Developing Counties – Problems an Prospects, Bombay : 6 – 10 December 1983. p : 28 – 35.

Blom, G., dan E.H.S. Fonseca. 2001. Seagrass Transplantation and Other Seagrass Restoration Methods. In: Short, F.T., Coles, R.G (Eds), Global Seagrass Research Methods. Elsivier, Amsterdam, pp 425–443.

Braun-Blanquet, J. 1965. Plant Sociology: The Study of Plant Communities. (Trans. rev. and ed. By C.D. Fuller and H.S. Conard). Hafner. London.

Clescerl, S.L., A.E. Greenberg, A.D. Eaton (Eds). 1905. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (20th ed.) Amerikan Public Health Association, Washington, DC.

Coles R, L. Mckenzie, S. Campbell, J. Mellores, M. Waycott, dan L. Goggin. 2004. Seagrasses in Queenland Waters. Current State of Knowledge. CRC Reef Research Center. Australia.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

den Hartog, C. 1970. The Seagrass of the World. North Holland Amsterdam. PP. 275.

Page 67: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

53

den Hartog, C. 1977. Structure, function and Classification in Seagrass Ecosystem : A Scientific Perspective (eds. Mc. Roy and Helfferich). Marcel Dekker Inc. p. 53-87.

Duarte, C.M. 1991. Allometric scaling of seagrass form and productivity. Marine Ecology Progress Series, 11, 289-300.

Duarte, C.M. 2002. The Future of Seagrass Meadows. Enviromental Conservation 29 :192-206.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP, IPB. Bogor.

Fortes, M.D. 1989. Seagrasses, a resource unknown in the ASEAN region. ICLARM Education Series 5. International Centre for Living Aquatic Resources Management, Manila, The Philippines.

Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan Enhalus acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang-Bojongara Kabupaten Serang, Jawa Barat. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Hemminga, M.A. dan C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge University Press, Cambridge, UK. 298pp.

Herfinalis. 2005. Kandungan Total Suspended Solid dan Sedimen Dasar di Perairan Panimbang. Makara, Sains, Vol. 9, No. 2 : 45–51.

Kiswara, W. 2004. Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25 : 31-49.

Kuo, J. 2007. New Monoecious seagrass of Halophila sulawesii (Hydrocharitaceae) from Indonesia. Aquatic Botany 87 (2007) 171–175.

Kuriandewa, T.E. 2009. Tinjauan tentang lamun di Indonesia. Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun: Peran Ekosistem Lamun dalam Produktivitas Hayati dan Meregulasi Perubahan Iklim. Jakarta, 18 November 2009.

Lanuru, M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South Sulawesi (Indonesia). 3rd International Conference on Chemical, Biological and Environmental Engineering IPCBEE vol. 20 (2011) © (2011) IACSIT Press, Singapore.

Marba, N. dan C.M. Duarte. 1998. Rhizome elongation and seagrass clonal growth. Marine Ecology Progress Series, 174, 269-80.

McKenzie, L.J. 2001. Seagrass Percentage Cover. Seagrass Watch, Northern Fisheries Centre : Australia.

Monoarfa, W.D. 1992. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Blotong Dalam Produksi Klekap Pada Tanah Tambak berstekstur Liat. Tesis Fakultas Pasca Sarjana. UNHAS. Ujung Pandang.

Page 68: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

54

Muqaddas, S. 2007. Efek Penciptaan Habitat Baru Dengan Lamun Buatan Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Pulau Barrang Lompo, Makssar. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin : Makassar.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Orth, R.J., T.J.B. Carruthers, dan W.C. Dennison. 2006. A Global Crisis for Seagrass Ecosystems. BioScience 56 : 987-996.

Phillips, R.C. dan E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smithsonian Institution Press, Washington, D.C. 104 pp.

Rollon, R.N., E.D.D.R.V. Steveninck, W.V. Vierssen, dan M.D. Fortes. 1998. Contrasting Recolonization Strategies in Multi-Species Seagrass Meadows. Marine Pollution Bulletin Vol. 37, Nos. 8±12, pp. 450±459. Quezon City. Philippines.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Short, F.T. dan R.G. Coles (eds.). 2003. Global Seagrass Research Methods. Elsevier Science. Netherlands.

Short, F.T. dan S. Wyllie-Echeverria. 1996. Natural and Human-Induced Distrubance of Seagrasses. Enviromental Conservation 23 :17-27.

Short, F.T. dan R.G. Coles (eds.). 2001. Global Seagrass Research Methods. Elsevier Science B.V., Amsterdam.

Sulaeman. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penilitian Tanah dan Pengembangan Paertanian, Deprtemen Pertanian. Bogor.

Supriadi, R.F. Kaswadji, D.G. Bengen, dan M. Hutomo. 2012. Komunitas Lamun di Pulau Barranglompo Makassar : Kondisi dan Karakteristik Habitat. Maspari Journal, 2012, 4 (2), 148-158.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia. Jakarta.

Tangke. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010).

Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji dan M.K. Moosa 1997. The Ecologi Of Indonesian Seas Part two. The Ecologi of Indonesia Series. Volume VII.Tomascik. Canada: Periplus Edition.

Vermaat J.E., N.S.R. Agawin, C.M. Duarte, M.D. Fortes, N. Marba, dan J. S. Uri. 1995. Meadow maintenance, growth and productivity of a mixed Philippine bed. Marine Ecology Progress Series 124: 215-225.

Page 69: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

55

Waycott, M., K. McMahon, J. Mellors, A. Calladine, dan D. Kleine, 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo- West Pacific. James Cook University, Townsville Queensland Australia.

Page 70: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

56

Page 71: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

57

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis one way ANOVA penambahan panjang rhizoma

Oneway

ANOVA

PANJANG_RHIZOMA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.376 2 1.688 5.358 .046

Within Groups 1.890 6 .315

Total 5.266 8

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

PANJANG_RHIZOMA

Tukey HSD

(I) STASIUN (J) STASIUN

Mean

Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

CAMPURAN MONOSPESIES HP -1.1248333 .4582752 .108 -2.530947 .281281

MONOSPESIES EH .2971333 .4582752 .800 -1.108981 1.703247

MONOSPESIES

HP

CAMPURAN 1.1248333 .4582752 .108 -.281281 2.530947

MONOSPESIES EH 1.4219667* .4582752 .048 .015853 2.828081

MONOSPESIES

EH

CAMPURAN -.2971333 .4582752 .800 -1.703247 1.108981

MONOSPESIES HP -1.4219667* .4582752 .048 -2.828081 -.015853

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 72: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

58

Lampiran 2. Analisis one way ANOVA panjang rhizoma setiap minggu

ANOVA

Panjang_Rhizoma

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 4.375 2 2.188 7.601 .002

Within Groups 9.497 33 .288

Total 13.872 35

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Panjang_Rhi

zoma

Tukey HSD

(I) Stasiun (J) Stasiun

Mean

Difference (I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper

Bound

STASIUN

CAMPURAN

STASIUN MONO

HP -.62007

* .21978 .021 -1.1594 -.0808

STASIUN MONO

EH .17455 .22393 .718 -.3749 .7240

STASIUN

MONO HP

STASIUN

CAMPURAN .62007

* .21978 .021 .0808 1.1594

STASIUN MONO

EH .79462

* .21476 .002 .2676 1.3216

STASIUN

MONO EH

STASIUN

CAMPURAN -.17455 .22393 .718 -.7240 .3749

STASIUN MONO

HP -.79462

* .21476 .002 -1.3216 -.2676

*. The mean difference is significant at the 0.05

level.

Page 73: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

59

Lampiran 3. Analisis one way ANOVA jumlah tegakan setiap minggu

ANOVA

Jumlah_Tegakan

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 54.889 2 27.444 10.956 .000

Within Groups 82.667 33 2.505

Total 137.556 35

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Jumlah_Tegakan

Tukey HSD

(I) Stasiun (J) Stasiun

Mean

Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

CAMPURAN MONO HP -2.33333* .64615 .003 -3.9188 -.7478

MONO EH .50000 .64615 .721 -1.0855 2.0855

MONO HP CAMPURAN 2.33333* .64615 .003 .7478 3.9188

MONO EH 2.83333* .64615 .000 1.2478 4.4188

MONO EH CAMPURAN -.50000 .64615 .721 -2.0855 1.0855

MONO HP -2.83333* .64615 .000 -4.4188 -1.2478

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 4. Analisis one way ANOVA penambahan jumlah tegakan

Oneway

ANOVA

JUMLAH_TEGAKAN

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 16.728 2 8.364 5.731 .041

Within Groups 8.758 6 1.460

Total 25.486 8

Page 74: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

60

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

JUMLAH_TEGAKAN

Tukey HSD

(I) STASIUN (J) STASIUN

Mean

Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

CAMPURAN MONOSPESIES HP -2.359667 .986437 .117 -5.38633 .66699

MONOSPESIES EH .866667 .986437 .672 -2.15999 3.89333

MONOSPESIES

HP

CAMPURAN 2.359667 .986437 .117 -.66699 5.38633

MONOSPESIES EH 3.226333* .986437 .039 .19967 6.25299

MONOSPESIES

EH

CAMPURAN -.866667 .986437 .672 -3.89333 2.15999

MONOSPESIES HP -3.226333* .986437 .039 -6.25299 -.19967

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 5. Analisis one way ANOVA persen penutupan

ANOVA

Persen_penutupan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 11.497 2 5.748 4.638 .061

Within Groups 7.437 6 1.239

Total 18.934 8

Page 75: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

61

Lampiran 6. Pengukuran gelombang setiap minggu

WAKTU PENGAMATAN

STASIUN I STASIUN II STASIUN III

H H1/3 H H1/3 H H1/3

V 4,82 6,45 2,39 3,41 6,38 10,25

VI 21,29 31,24 4,07 5,08 1,10 1,29

VII 2,22 3,67 3,59 5,04 3,71 4,71

VIII 3,97 6,08 2,39 4,08 3,46 5,06

IX 5,26 8,25 3,58 5,43 4,48 5,90

X 2,21 3,27 16,85 24,73 1,71 2,84

XI 4,31 6,22 2,93 4,63 10,15 14,90

XII 6,75 10,14 3,54 6,18 1,16 1,47

Lampiran 7. Penjalaran rhizoma pada minggu ke-27

Page 76: STUDI REKOLONISASI LAMUN DI PULAU …. 196703081990031001 Ketua Program Studi ... Para Staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, ... Drum Corps-Pramuka UNHAS dan Impromptu

62

Lampiran 8. Dokumentasi penelitian

Pembersihan transek Transek yang sudah dibersihkan

Transek yang masih kosong Transek pada saat lamun mulai masuk

Lamun mulai tumbuh dalam transek Lamun yang patah dan membusuk