STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN … · menyukai ikan merupakan salah satu faktor peluang yang...
Transcript of STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN … · menyukai ikan merupakan salah satu faktor peluang yang...
STUDI PELELANGAN BANDENG
DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN,
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ASEP RUDINI SETIAWAN
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul
STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Februari 2009
Asep Rudini Setiawan
C44103026
©Hak Cipta milik Asep Rudini Setiawan, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.
ABSTRAK
ASEP RUDINI SETIAWAN. Studi Pelelangan Bandeng di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh
WAWAN OKTARIZA dan LUKY ADRIANTO
Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep)
didirikan tahun 1960. Objek lelang berupa bandeng yang berukuran 3 jari (0,22
kg/ekor). Total bandeng pada bulan Juli 2007 sekitar 976 ton/bulan. Harga
bandeng di pelelangan sekitar Rp 8856,03/kg. Pelaksanaan lelang dimulai pukul
21:00-03:00 WITA. Pengelolaan pelelangan dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pangkep beserta beberapa
pihak diantaranya petambak, pungawa, pacatto, pagandeng, dan penagih retribusi.
Saluran pemasaran bandeng di pasar lokal diantaranya Petambak-
Pelelangan-Pacatto (S1), Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pengecer Pasar (S2),
Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pagandeng Sepeda (S3), Petambak-Pelelangan-
Pacatto-Pagandeng Motor (S4). Saluran pemasaran S1 memiliki nilai margin dan
biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 3.304,53/kg dan Rp 2.540,38/kg, serta
memiliki nilai indeks efisiensi terkecil yaitu 34,45 %.
Penarikan retribusi diatur Perda No.22 Tahun 2000 tentang Perubahan
Pertama Perda No.4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan.
Mekanisme pelelangan yang terjadi yaitu kegiatan pra lelang, kegiatan lelang,
kegiatan pasca lelang dan beberapa kegiatan penunjang pelelangan. Realisasi
penerimaan retribusi terhadap target tahun 2006 sebesar 72,39 %. Kontribusi
retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir pada tahun 2006 sebesar
71,03% . Kontribusi retribusi pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
tahun 2006 sebesar 0,2 %.
Hasil analisis Internal Factor Evaluation (IFE) diketahui bahwa
pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis internal. Skor IFE yang
diperoleh senilai 2,83. Bandeng Pangkep memenuhi kriteria bandeng berkualitas
salah satu faktor kekuatan yang memiliki skor tertinggi senilai 0,80. Hasil analisis
Eksternal Factor Evaluation (EFE) diketahui bahwa pelelangan bandeng pangkep
memiliki 7 faktor strategis eksternal. Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang
menyukai ikan merupakan salah satu faktor peluang yang memiliki skor tertinggi
senilai 0,72. Skor EFE yang diperoleh senilai 3,17 menunjukan bahwa pelelangan
bandeng berada di atas rata-rata (2,50) dalam kekuatan eksternal. Ini berarti posisi
eksternal pelelangan bandeng cukup kuat. Pelelangan bandeng telah mampu
memanfaatkan peluang maupun ancaman yang terdapat di pelelangan bandeng.
Kata Kunci : pelelangan, bandeng, Pangkep, margin, efisiensi, retribusi
dan faktor strategis
STUDI PELELANGAN BANDENG
DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN,
PROVINSI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ASEP RUDINI SETIAWAN
C44103026
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SKRIPSI
Judul : Studi Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa : Asep Rudini Setiawan
Nomor Pokok : C44103026
Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wawan Oktariza,M.Si.
NIP. 131963528
Dr. Ir. Luky Adrianto,M.Sc.
NIP. 132133398
Diketahui
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.
NIP. 131578799
Tanggal Lulus : Februari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Januari 1985 dari Bapak
Agus Setiawan dan Ibu Dedeh Hayati. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara. Pendidikan Penulis diawali dengan bersekolah di SD Cinangsi
Kecamatan Tanjung Kerta Kabupaten Sumedang pada tahun 1991-1997.
Kemudian tahun 1997-2000 bersekolah di SLTP Negeri 3 Bandung, lalu tahun
2000-2003 melanjutkan sekolah di SMU Negeri 22 Bandung.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Manajemen Bisnis Dan
Ekonomi Perikanan-Kelautan (dulu Departemen Sosial Ekonomi Perikanan).
Selama menjadi mahasiswa Penulis aktif dalam berbagai organisasi intra kampus
dan ekstra kampus, antara lain Staf Departemen Pemberdayaan Sumberdaya
Muslim Lembaga Dakwah Fakultas Forum Keluarga Muslim (FKM-C) Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (2003-2004) , Ketua Departemen Syiar FKM-C
(2004-2005) , Ketua Umum FKM-C (2005-2006), Staff Departemen Sosial
Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor
(2006-2007), Assosiate Trainer ILNA Learning Center Bogor (2007), anggota
Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (Himasepa), pengurus LDK
DKM Al-Hurriyyah IPB (2007-sekarang). Tim Manajemen Radio Komunitas
Muslim Alvo 106,4 FM dan Lembaga Amil Zakat Al-Hurriyyah IPB. Penulis juga
pernah menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air (2006-2007), Pendidikan
Agama Islam (2006 dan 2007). Selain itu pernah mewakili IPB dalam lomba gelar
IPTEK pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke XIX pada tahun 2006.
Penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pelelangan Bandeng di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan” sebagai salah
satu syarat menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Manajemen Bisnis
dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut
Pertanian Bogor dibawah bimbingan Ir. Wawan Oktariza, M.Si. dan Dr. Ir. Luky
Adrianto, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat waktu. Skripsi yang berjudul ”Studi Pelelangan Bandeng Di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan” ini
merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Pelelangan Bandeng Kabupaten
Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni- September 2007.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Wawan Oktariza, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. selaku dosen
pembimbing, Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc. selaku ketua program studi, dan
Bapak Dr. Ir. Suharno, MA.Dev. selaku dosen penguji, serta dosen-dosen di
Departemen Sosial Ekonomi Perikanan (SEI) serta semua pihak yang telah
memberikan masukan dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini
diantaranya Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep, Bapak Ir. Syafrudin, M.Si.,
Bapak Djamil, dan Anggota Legislatif DPRD Tingkat I Kabupaten Pangkep atas
perhatian dan dukungan selama penelitian.. Kedua orang tua yaitu Bapak Agus
Setiawan, Ibu Dedeh Hayati, adik-adik tercinta dan Nenek Djuarsih selaku tim
support dari pihak keluarga. Teman-teman di Masjid Al-Hurriyyah IPB, FKM-C,
Alvo 106,4 FM, SEI 40, PUTIH NADA dan ILNA diantaranya Rudi Kusdianto,
S.Pi., Adiyta Herri Emawan, S.Pi., Kastana Sapanli, S.Pi., M.Si., M. Iqbal
Hanafri, S.Pi., Iwan Permana, S.Pi., Dian Purnama, Hanhan Ahmad
Burhanuddien, A.Md., Nelly Sapta Yanti, SP, Eni Kustanti, S.Pi.,Ika Fitri Yuliati,
Nursita Adhiyani, Fatwa, Satwika, Oktama Forestian, Aris Yaman, dan Ery
Bunyamin Gufron.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga saran dan kritik membangun diharapkan untuk perbaikan penulisan ke
depan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna untuk pihak-pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Februari 2009
Asep Rudini Setiawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................. 4
1.3 Tujuan dan Manfaat................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Bandeng....................................................................... 6
2.2 Pelelangan................................................................................ 7
2.2.1 Pengertian Lelang........................................................... 7
2.2.2 Teori Lelang …............................................................... 8
2.2.3 Prinsip Pelelangan........................................................... 8
2.2.4 Tipologi Lelang............................................................... 8
2.2.5 Alur Fungí dan Manfaat.................................................. 9
2.2.6 Lelang Efektif.................................................................. 10
2.3 Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT).............................. 10
2.4 Saluran Pemasaran.................................................................... 11
2.5 Lembaga Pemasaran................................................................. 12
2.6 Efisiensi,Biaya, dan Margin..................................................... 13
2.7 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan...................................... 15
2.8 Faktor Strategis Internal dan Eksternal.................................... 16
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
IV. METODOLOGI
4.1 Metode Penelitian.................................................................... 19
4.2 Jenis dan Sumber Data............................................................. 19
4.3 Metode Penarikan Sampel....................................................... 19
4.4 Metode Analisis Data............................................................... 20
4.4.1 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin…………............. 20
4.4.2 Farmer’s Share..................................…………............. 22
4.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran.......................................... 22
4.4.4 Analisis Retribusi Pelelangan......................................... 22
4.4.3 Penentuan Bobot............................................................. 24
4.4.4 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)..................... 25
4.4.5 Analisis External Factor Evaluation (EFE)................... 26
4.5 Definisi Operasional.................................................................. 27
4.6 Tempat dan Waktu Penelitian................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................ 30
5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis............................................. 30
5.1.2 Kependudukan................................................................... 31
5.2 Keadaan Umum Pelelangan..................................................... 31
5.2.1 Sejarah Pelelangan Bandeng Kabupaten Pangkep......... 31
5.2.2 Bandeng Pangkep........................................................... 32
5.2.3 Ukuran Bandeng............................................................. 33
5.2.4 Jumlah Bandeng…………………………………......... 35
5.2.5 Harga Bandeng…………………………………........... 35
5.2.6 Lokasi dan Fasilitas Pelelangan………………………. 36
5.2.7 Waktu Pelelangan……………....................................... 37
5.2.8 Pengelolaan Pelelangan……………………………….. 38
5.2.9 Stakeholder Pelelangan ................................................. 39
5.2.10 Landasan Hukum Pelelangan......................................... 46
5.2.11 Mekanisme Pelelangan................................................... 46
5.2.12 Retribusi dan Pembiyaan Pelelangan............................. 51
5.2.13 Distorsi dalam pelelangan ............................................. 52
5.2.14 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) dan Tempat Pelelangan Hasil
Tambak (TPHT) ............................................................ 52
5.3 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin....................................... 59
5.4 Analisis Retribusi Pelelangan................................................... 62
5.5 Analisis Faktor Internal dan Eksternal..................................... 64
5.5.1 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) .....….............. 64
5.5.2 Analisis Internal Factor Evaluation (EFE)....................... 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan................................................................................ 70
6.2 Saran.......................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 72
LAMPIRAN.......................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan Produksi Budidaya Bandeng Lima Provinsi
di Indonesia Tahun 20032007........................................................... 2
2 Perkembangan Luas Tambak Menurut Kecamatan di Kabupaten
Pangkep Tahun 2001-2006 (ha)....................................................... 2
3 Perkembangan Produksi Budidaya Beberapa Komunitas Utama di
Kabupaten Pangkep (ton).................................................................. 3
4 Posisi Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Kabupaten Pangkep
dibandingkan dengan Lima Kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2006........................................................................... 3
5 Jumlah Responden............................................................................ 20
6 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Pelelangan...................... 25
7 Peilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Pelelangan...................... 25
8 Matrik Internal Factor Evaluation (IFE).......................................... 26
9 Matrik External Factor Evaluation (IFE)......................................... 27
10 Luas Wilayah per kecamatan dan Jumlah Penduduk di kabupaten
Pangkep Tahun 2006...............................…..................................... 31
11 Retribusi Jasa Pasar Grosir dan atau Pertokoan ............................... 51
12 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang TPI dan TPHT di
Indonesia........................................................................................... 57
13 Keuntungan, Biaya dan Margin Pemasaran Bandeng Ukuran 3
serta Farmer’s Share di Kab. Pangkep bulan Juli 2007................... 55
14 Efisiensi Pemasaran Bandeng di Kabupaten Pangkep...................... 60
15 Kontribusi Retribusi Pelelangan Bandeng terhadap Retribusi
Pasar Grosir dan Pertokoan dan Pendapatan Asli Daerah................ 62
16 Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan
Tahun 2006....................................................................................... 63
17 Pembobotan Faktor Strategis Internal…………..…........................ 66
18 Pembobotan Faktor Strategi Eksternal…………………………..... 68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ikan Bandeng.................................................................................... 7
2 Kerangka Pendekatan Studi.............................................................. 20
3 Denah Lokasi Pelelangan Bandeng ................................................. 36
4 Pola Pengelolaan Pelelangan oleh Dinas Pendapatan Daerah.......... 39
5 Peran Petambak dan Pacatto di Pelelangan Bandeng....................... 41
6 Alur Waktu dan Aktivitas Kerja Pelelangan Bandeng Pangkep...... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Kabupaten Pangkep................................................................... 77
2 Perkembangan Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut
Provinsi Tahun 2002-2007................................................................ 78
3 Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007.................................................. 79
4 Nilai Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007.................................................. 80
5 Perkembangan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Tahun
2002-2006 (ha).................................................................................. 81
6 Produksi Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep
tahun 2006........................................................................................ 82
7 Daftar Nama Pungawa ..................................................................... 83
8 Daftar Nama-Nama Pengecer Pasar................................................. 84
9 Profil Budidaya Kabupaten Pangkep Tahun 2006............................ 85
10 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) dan
Kedudukan Pelelangan bandeng Pangkep........................................ 86
11 Contah Nota Pembelian Bandeng di Pelelangan bandeng................ 87
12 Stakeholder Pelelangan dan Mekanisme Lelang.............................. 88
13 Bandeng Ukuran 3 Jari di Pelelangan Bandeng............................... 89
14 Jumlah Transaksi dan Jumlah Petambak.......................................... 90
15 Konversi Menggunakan Ikan yang digunakan Paccato.................... 92
16 Ukuran yang terdapat di pelelangan................................................. 93
17 Harga Bandeng Bulanan di Pengecer (Tahun 2004-2006) .............. 94
18 Pencatatan Transaksi di Pelelangan.................................................. 95
19 Keadaan di Petambak...................................................................... 97
20 Pembobotan Internal Factor Evaluation (IFE)................................. 98
21 Pembobotan External Factor Evaluation EFE................................. 99
22 Biaya, Margin dan Farmer’s Share Pemasaran Bandeng di Pasar Lokal
Kabupaten Pangkep.......................................................................... 100
26 Perda No.4 Tahun 1999………………………………..................... 101
27 Perda No. 22 Tahun 2000.................................................................. 117
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.502 pulau dengan
panjang garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki potensi besar dalam
pengembangan perikanan budidaya. Area potensial pengembangan perikanan
budidaya tahun 2006-2007 meningkat 11,39 % dengan pertumbuhan produksi
sebesar 19,05% (DKP 2007). Pertumbuhan produksi perikanan budidaya pada
tahun 2002-2007 sebesar 23,60 % dan pertumbuhan ini lebih besar dibanding
produksi perikanan tangkap (8,12%) (DKP 2008). Namun peningkatan produksi
(supply) ikan (perikanan tangkap maupun perikanan budidaya) menurut
Kusumastanto (2001) belum sebanding dengan permintaan (demand) ikan.
Alasannya karena menguatnya pasar domestik dan standar kecukupan tingkat
konsumsi ikan (26,55 kg/kapita/tahun) tahun 2007 belum terpenuhi.
Bandeng merupakan salah satu komoditas budidaya dengan peningkatan
produksi tahun 2006-2007 sebesar 11,52 % (DKP 2008). Ikan ini menurut
Pasaribu (2004) memiliki keunggulan komparatif, bersifat herbivor, memiliki
respon baik terhadap pakan buatan. Pengembangan dapat dilakukan dengan teknik
intensif maupun teknik semi intensif.
Bandeng tidak hanya dikonsumsi masyarakat lokal, tetapi juga diekspor
untuk memenuhi permintaan negara lain. Permintaan bandeng menurut Gumelar
(2003) dari tahun ke tahun meningkat untuk tujuan konsumsi, umpan tuna
cakalang, maupun ekspor. Permintaan ini berdasarkan Sistem Informasi Terpadu
Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) (2003) tahun 1990-2003 rata-rata
meningkat 6,33% per tahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82%.
Permintaan pasar berdasarkan Swastha dan Irawan (2005) ditentukan oleh
beberapa faktor seperti harga produk, harga produk lain, penghasilan pembeli dan
selera pembeli.
Pengembangan budidaya bandeng tersebar di beberapa provinsi di
Indonesia seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku
Utara (Lampiran 2). Provinsi Sulawesi Selatan merupakan produsen bandeng
2
terbesar di Indonesia. Pertumbuhan produksi bandeng di Sulawesi Selatan
berdasarkan Tabel 1 mengalami kenaikan sebesar 5,24 % dari 57.013 ton tahun
2006 menjadi 59.999 tahun 2007.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Budidaya Bandeng Lima Provinsi di Indonesia
Tahun 2003-2007 (ton) Provinsi 2003 2004 2005 2006 2007 Sulawesi Selatan 61.238 68.073 58.715 57.013 59.999 Jawa Timur 58.278 68.196 83.889 38.696 37.629 Jawa Tengah 38.770 35.778 33.649 36.386 39.428 JawaBarat 25.600 23.802 24.073 30.053 32.581 NAD 8.131 8.844 4.424 8.007 14.421
Sumber : Ditjen.Budidaya DKP (2008)
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) merupakan salah satu
kabupaten yang memiliki potensi tambak terbesar di Pantai Barat Sulawesi
Selatan. Luas tambak berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2002-2005 mengalami
peningkatan sebesar 11,8 % dari 9.121,48 (2002) menjadi 10.200,88 ton (2006).
Peningkatan terbesar berada di Kecamatan Mandalle (146,72 %), Kecamatan
Segeri (38,78 %), dan Liukang Tupabbiring (24, 15%). Adapun produksi tahun
2002-2006 berdasarkan Tabel 3 mengalami peningkatan sebesar 39,4 %.
Tabel 2. Perkembangan Luas Tambak Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep Tahun 2001-2006 (ha)
Kecamatan 2002 2003 2004 2005 2006 LK.Tupabbiring 109,38 120,40 120,40 120,40 135,80 Pangkajene 2.036,92 2.276,40 2.276,40 2.276,40 2.276,40 Bungoro 1.047,50 1054,00 1.054,00 1054,00 1054,00 Labakkang 2.628,27 2.569,63 2.569,63 2.569,63 2.569,63 Ma’rang 2.062,52 2.457,37 2.457,37 2.457,37 2.457,37 Segeri 428,50 594,66 594,66 594,66 594,66 Minasa te’ne 630,74 674,72 674,72 674,72 674,72 Mandalle 177,65 438,30 438,30 438,30 438,30
9.121,48 10.185,48 10.185,48 10.185,48 10.200,88 Sumber : DKP Kab. Pangkep (2006)
Volume Produksi Bandeng di Kabupaten Pangkep tahun 2006 pada Tabel
3 sebesar 9023,7 ton sedangkan pada Tabel 4 sebesar 7527,3 ton. Perbedaan ini
disebabkan kriteria ukuran bandeng. Pada Tabel 3 total bandeng berukuran 2 jari,
3 jari dan 4 jari, sedangkan pada Tabel 3 hanya yang berukuran 3 jari. Volume
produksi bandeng Pangkep tahun 2006 berada pada posisi ke-4 di tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan berada di bawah Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang,
3
Kabupaten Wajo. Sedangkan nilai produksinya di posisi ke-2 setelah Kabupaten
Wajo dengan nilai sebesar Rp 79.402.40. Pangkep merupakan pusat transaksi
penjualan dan pembelian bandeng antarkabupaten.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Budidaya Tambak Beberapa Komoditas Utama di Kabupaten Pangkep (ton)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Perubahan 2002-2006 (%)
Bandeng 5.885,90 7.819,50 5.493,50 3.557,10 9.023,70 53,31 Udang Windu 1.616,20 751,10 589,30 369,50 846,70 -47,61 Udang Putih 16,80 8,00 13,10 95,70 233,60 1.290,48 Ikan Campuran 76,60 307,40 106,40 161,10 488,20 537,34 Jumlah 7.595,50 8.886,00 6.202,30 4.183,40 10.592,20 39,45
Sumber : DKP Kab. Pangkep (2007) Tabel 4. Posisi Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Kabupaten Pangkep
Dibandingkan dengan Lima Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006
Kabupaten Produksi (ton) Posisi Nilai Produksi Posisi Barru 21.659,10 1 62.548.000 3 Pinrang 12.248,30 2 54.826.000 4 Wajo 11.251,70 3 213.871.713 1 Pangkep 7.527,30 4 79.402.400 2 Maros 7.100.50 5 30.498.400 5
Sumber : DKP Provinsi Sulawesi Selatan (2007)
Dalam sistem agribisnis, besar penerimaan produksi dipengaruhi besarnya
harga. Harga merupakan salah satu faktor penting yang menjadi penentu
maksimalisasi pendapatan. Besarnya pendapatan dipengaruhi oleh optimasi harga
output dan minimalisasi harga barang input. Lelang menurut Adrianto (2006)
merupakan salah satu tools (alat) pembentuk harga. Pelelangan Bandeng Pangkep
merupakan salah satu pusat transaksi bandeng yang berada di Sulawesi Selatan.
Selain di Pangkep, terdapat Pelelangan Bandeng Gresik dan Sidoarjo. Pelelangan
Bandeng Gresik dan Pelelangan Bandeng Sidoarjo biasanya terjadi setiap tahun
menjelang Hari Raya. Pelelangan Bandeng Gresik dilaksanakan setiap Hari Raya
Idul Fitri atau Tahun Baru Islam, sedangkan Pelelangan Bandeng Sidoarjo
biasanya dilakukan setiap Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW. Berbeda
halnya dengan Pelelangan Bandeng Pangkep dilaksanakan setiap hari sepanjang
tahun.
Pelelangan ini awalnya merupakan bentukan dari satu orang Pungawa dan
akhirnya diikuti oleh beberapa orang yang lainnya. Lokasi pelelangan berada
4
dibawah koordinasi Pasar Sentral Palampang, salah satu pasar terbesar di
Kecamatan Pangkajene, ibukota Kabupaten Pangkep.
1.2 Perumusan Masalah
Pelelangan menurut Friedmen dan Sunder (1984) adalah suatu institusi
ekonomi yang didalamnya terdapat seorang penjual yang menawarkan suatu
satuan barang kepada beberapa pembeli, para pembeli tersebut mengajukan harga
sebagai suatu indikator dari tingkat pembayaran yang disanggupi oleh pembeli
atas barang yang ditawarkan. Sedangkan pelelangan menurut Mardjoko (2004)
adalah bagian dari saluran pemasaran yang efektif dimana proses pembentukan
harga transparan dan menghasilkan keuntungan yang sama antara pembeli dan
penjual.
Pelelangan atau secara umum disebut sistem lelang diharapkan dapat
mengatasi beberapa permasalahan petani/nelayan seperti lemahnya posisi tawar
petani, harga pasar yang tidak sesuai dengan opportunity cost yang harus dibayar
petani, kualitas produk yang rendah dan panjangnya rantai distribusi barang. Sifat
produk perikanan yang bersifat perishable (mudah rusak) memerlukan
pengelolaan pelelangan yang baik. Nilai produktivitas pelelangan ikan di
Indonesia pada umumnya berdasarkan Adrianto (2006) tergolong rendah. Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan pasar yang belum terorganisir dengan baik,
pembentukan harga yang tidak transparan menyebabkan rendahnya perolehan
harga dan pendapatan petani serta lemahnya daya saing produk.
Pangkep merupakan pusat transaksi penjualan dan pembelian bandeng
antarkabupaten di Sulawesi Selatan dengan mekanisme pelelangan, yang disebut
Pelelangan Bandeng Pangkep. Pelelangan ini didirikan oleh H. Baharuddin (salah
satu pungawa) tahun 1960. Lokasinya berada di areal Pasar Sentral Palampang.
Transaksi lelang dilakukan pada malam hari oleh banyak juru lelang yang
memiliki los lelang tersendiri. Pelelangan dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah
(Dipenda). Berbeda dengan pelelangan lainnya, Pelelangan Bandeng Pangkep
tidak dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Hal ini disebabkan Pelelangan
Bandeng belum menjadi prioritas pembangunan perikanan di Kabupaten Pangkep.
5
Secara kuantitatif, volume produksi bandeng di Kabupaten Pangkep tahun
2006 sebesar 7527,3 ton berada pada urutan ke 4 di tingkat Provinsi Sulawesi
Selatan, namun nilai produksi bandeng Kabupaten Pangkep berada di posisi ke-2
setelah Kabupaten Wajo dengan nilai produksi sebesar Rp 79.402.675. Pelelangan
Bandeng Pangkep cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. Berdasarkan uraian di
atas, terdapat beberapa perumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kondisi umum Pelelangan Bandeng Pangkep ?
2. Bagaimana biaya dan margin pelaku Pelelangan Bandeng Pangkep di pasar
lokal?
3. Bagaimana kontribusi retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep terhadap
Retribusi Pasar Grosir dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ?
4. Apa saja faktor strategis internal dan eksternal di dalam Pelelangan Bandeng
Pangkep ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi umum Pelelangan Bandeng Pangkep.
2. Mengetahui biaya, margin, dan efisiensi pemasaran bandeng melalui
Pelelangan Bandeng Pangkep di pasar lokal.
3. Mengetahui kontribusi retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep terhadap
Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4. Mengidentifikasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang paling
dominan di Pelelangan Bandeng Pangkep
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
2. Memberikan informasi awal kepada peneliti dan pemerintah daerah dalam
melakukan evalusi dan monitoring pelaksanaan Pelelangan Bandeng Pangkep.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Bandeng
Klasifikasi ikan bandeng berdasarkan Saanin (1968) adalah :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus: Chanos
Spesies: Chanos-chanos
Sumber : Atmomarsomo (2003)
Gambar 1. Ikan Bandeng
Bandeng menurut SIPUK (2003) dapat hidup di air tawar, air asin maupun
air payau. Selain itu, Bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit.
Budidaya bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat dikelola
dengan teknologi yang relatif sederhana. Pemeliharaan yang sehat mensyaratkan
adanya air dan tambak yang tidak tercemar.
Ikan bandeng merupakan komoditas yang potensial untuk ditingkatkan
melalui pengembangan budidaya berupa budidaya tambak. Alasan pengembangan
budidaya tambak intensif bandeng cukup digemari masyarakat sebagai
bahan pangan bergizi tinggi, termasuk dalam ikan ekonomis penting karena
memiliki nilai jual yang tinggi, serta mudah beradaptasi dan bertoleransi
terhadap salinitas (0-158 ppt), tahan terhadap penyakit dan tidak
bersifat kanibal, sebagai sumber protein hewani yang
7
mempunyai resiko kolestrol kecil, serta sebagai sumber lemak, mineral serta
vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Zulkarnaen 2004)
Sulawesi Selatan berdasarkan Sedyawati dan Mulyadi (2007) kaya dengan
keanekaragaman kuliner. Keanekaragaman ini mencerminkan kekayaan alamnya.
Jumlah yang melimpah dan harga ikan yang relatif murah menjadikan ikan
sebagai lauk pauk favorit. Beberapa jenis makanan ikan diantaranya ikan bakar,
juku kambu (bahan dasar ikan bandeng), juku pallumara (bandeng), dan tuing-
tuing (telur ikan terbang). Bandeng menurut SIPUK (2003) banyak dikonsumsi
oleh masyarakat perkotaan daripada masyarakat pedesaan. Daerah produksi
bandeng umumnya berada di pantai yang relatif dekat dengan perkotaan. Makin
tinggi pendapatan masyarakat maka makin tinggi pula tingkat konsumsi bandeng
karena makin tingginya pendapatan didukung oleh tingkat pendidikan dan daya
beli serta kebutuhan sumber protein hewani yang semakin tinggi pula.
2.2 Pelelangan
2.2.1 Pengertian Lelang
Lelang (auction) adalah salah satu tools pembentuk harga melalui
artificial market dengan mempertemukan penjual (sellers) dan pembeli (buyers).
Dalam konteks ini penjual dan pembeli langsung bertransaksi untuk mencapai
harga keseimbangan (Adrianto 2006). Pelelangan menurut Friedmen dan Sunder
(1984) adalah suatu institusi ekonomi yang didalamnya terdapat seorang penjual
yang menawarkan suatu satuan barang kepada beberapa pembeli, para pembeli
tersebut mengajukan sebagai suatu indikator dari tingkat pembayaran yang
disanggupi oleh pembeli atas barang yang ditawarkan.
“Secara umum lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka
umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan
harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau
dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan para peminat”. (Kep. Men. Keu RI. No.337/KMK.01/2000 Bab.I,
Ps.1)
2.2.2 Teori Lelang
Dalam teori ekonomi, pelelangan (auction) adalah salah satu mekanisme
pembentukan harga (price formation) yang ditujukan untuk mendapatkan level
8
harga yang paling efesien bagi pembeli (buyers) maupun penjual (sellers). Salah
satu teori penting dalam pelelangan ikan berdasarkan Vickrey, Klemperer dan
McAfee & McMillan diacu dalam Adrianto (2006) adalah teori kesamaan
pendapatan RET (revenue equivalence theorem). Teori ini menjelaskan bahwa
pada dasarnya pelelangan akan menghasilkan kondisi dimana penjual dan pembeli
akan mendapat keuntungan rata-rata yang sama (equal profit in average) dari
apapun jenis pelelangannya (standard and non-standard)
2.2.3 Prinsip Pelelangan
Pelelangan menurut Kurniawan (2006) dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip
good governance yang dicerminkan melalui pemberian kesempatan yang sama
kepada semua pihak, serta menyeleksi calon pemegang ijin usaha yang kredibel,
kapabel dan bonafit dalam mengelola sumberdayanya.
1. Adil dan Aman, karena bersifat terbuka / transparan dan lelang disaksikan /
dipimpin oleh Pejabat Lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen.
Sistem lelang mengharuskan pejabat lelang meneliti kebenaran formal subjek
dan objek lelang.
2. Cepat dan Efisien, karena pelaksanaan lelang biasanya didahului dengan
pengumuman sehingga peserta lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang
dan dengan pembayaran secara tunai.
3. Kepastian Hukum, karena atas pelaksanaan lelang, pejabat lelang membuat
Berita Acara Lelang yang disebut Risalah Lelang.
4. Kompetitif, mewujudkan harga yang wajar karena pembentukan harga lelang
pada dasarnya menggunakan sistem penawaran yang besifat terbuka dan
transparan
2.2.4 Tipologi Lelang
Lelang menurut Hammond dan Dahl (1977) diacu dalam Adrianto (2006)
sangat efisien untuk menemukan harga market-clearing. Tipe lelang menurut
Adrianto (2006) yaitu :
1. Tipe Inggris (English type Auction)
2. Tipe Belanda (Dutch type Auction)
9
3. Tipe lelang tertutup (first-price sealed bid auction);
4. Tipe Vickrey (Vickrey type Auction).
Namun tipe lelang yang biasa ditemui di Indonesia hanya 2 yaitu tipe lelang
Inggris, dan tipe lelang Belanda. Pada lelang Inggris (English Auction) penawaran
dilakukan oleh pembeli terhadap produk akan meningkatkan harga patokan secara
terus menerus sampai tercapai harga tertinggi. Barang yang dilelang pun akan
terjual pada peserta lelang yang mengajukan tawaran tertinggi. Sedangkan pada
lelang Belanda (Dutch Auction) penawaran yang dilakukan oleh pembeli terhadap
produk akan menurun dari harga patokan terus menerus hingga terdapat harga
terendah yang dicapai.
Tipe pelelangan lainnya adalah tipe lelang tertutup dan tipe Vickrey. Tipe
lelang tertutup dilakukan secara tertutup oleh peserta lelang dan secara
independen peserta tidak mengetahui harga lelang yang ditawarkan satu sama lain.
Harga lelang diputuskan dari harga tertinggi (first-price) yang ditawarkan peserta
lelang. Sama halnya dengan Tipe Vickrey termasuk dalam lelang tertutup juga,
namun penentuan harga lelang ditetapkan bukan berdasarkan harga tertinggi tetapi
harga kedua (second-highest price)
2.2.5 Alur Fungsi dan Manfaat Pelelangan
Fungsi tempat pelelangan ikan menurut Adrianto (2006) adalah pelelangan
sebagai penyedia harga ikan yang optimal sehingga memberikan dampak bagi
kesejahteraan nelayan/pembudidaya. Salah satu unsur penting dalam tata kelola
pelelangan ikan berdasarkan konsepsi ideal Adrianto (2006) mencakup 3 hal
yaitu, (1) sebagai lembaga pembentuk harga optimal, (2) sebagai lembaga
penyedia ikan dengan kualitas baik, dan (3) sebagai lembaga pengelola perikanan.
Pelelangan sebagai lembaga pembentuk harga menuntut mekanisme lelang
yang transparan, adil dan efesien. Hal ini lebih ditujukan pada konteks pembeli
(buyers) maupun penjual (sellers). Pembentukan harga dilakukan dengan
memonitor tingkat harga lelang atas dasar dinamika sumberdaya ikan yang
dilelang. Pelelangan sebagai penyedia ikan berkualitas, harus mampu menjamin
pasokan ikan berkualitas bagi konsumen, menjamin kualitas ikan yang
diperdagangkan dan menyediakan infrastruktur distribusi yang mampu menjamin
10
kualitas ikan hingga konsumen akhir. Sedangkan pelelangan dalam konteks
perangkat pengelolaan perikanan menuntut adanya unit manajemen perikanan
dengan menggunakan dinamika data harga dan volume lelang. Pelelangan tidak
hanya berfungsi secara administratif tetapi juga ekonomis (penerimaan retribusi).
2.2.6 Lelang Efektif
Menurut Muelenberg (1992) beberapa kondisi yang harus dipenuhi dalam
pembentukan harga efektif pada saat lelang diantaranya : pembeli harus benar-
benar mengetahui karakteristik barang yang dijual, pembeli benar-benar minat
dengan lelang, lelang mempunyai pangsa pasar yang besar dan berpengaruh pada
pembentukan harga yang optimal, tidak ada persengkokolan antarpembeli dalam
lelang. Hal ini akan dapat diatasi dengan banyaknya pembeli dalam pelelangan,
dan transparansi pasar secara geografis, walaupun adanya pebedaan hanya terjadi
karena perbedaan mutu dan biaya pemasaran.
2.3 Tempat Pelelangan Hasil Tambak
Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) merupakan transaksi lelang
yang terjadi untuk produk hasil budidaya tambak. TPHT ini atau disebut pula TPI
Hasil Tambak (TPIHT) mulai dikembangkan sejak tahun 1974 di Kampung
Mangun Jaya, Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat. Luas lahan yang dimiliki TPHT Karawang seluas 25x25 meter dengan
Gedung lelang seluas 7x15 meter. Gedung tersebut dibagi pula menjadi beberapa
ruangan untuk manajer, tata usaha, dan bagian administrasi yang mencatat
sirkulasi keuangan dan keluar masuknya ikan dalam frekuensi harian. Akses
transportasi jalan darat dan sungai penting sebagai prasarana yang memperlancar
pemasaran hasil tambak (PR dan Tempo 2007)
Mekanisme yang terjadi di TPHT biasanya pembudidaya datang
membawa bakul-bakul berisi udang segar (produk hasil tambak di Karawang)
untuk segera ditimbang. Beragam jenis ikan laut dan tambak biasanya terlihat
menggunduk di atas lantai lelang, seperti ikan sembilang, kakap merah, cumi-
cumi, pari, rajungan, kepiting, udang, mujaer, atau bandeng. Sebagian besar ikan
yang terkumpul di lelang, dijual kepada para pedagang eceran yang biasa
11
berkeliling antar kampung menggunakan sepeda motor. Selain pengecer, ikan dari
lelang tersebut sudah ditunggu beberapa perusahaan di Karawang sebagai bahan
katering yang dikonsumsi para karyawan perusahaan.
Salah satu bentuk TPIHT yaitu Pelelangan bandeng. Pelelangan dengan
objek lelang berupa bandeng di Indonesia diselenggarakan salah satunya di
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Pangkep. Pelelangan
bandeng di Sidoarjo dilaksanakan satu tahun sekali dalam memperingati Maulid
Nabi Muhammad SAW (salah satu hari besar umat Islam). Pelelangan ini
berkembang sejak tahun 1962. Pada awalnya pelelangan dilakukan secara gotong
royong untuk mendapatkan dana sosial Yayasan Bakti Muslim Sidoarjo
(Yabamsi). Perkembangan selanjutnya pelaksanaan lelang dilakukan untuk
menggali dan mencari usaha mendapatkan dana dari pihak swasta, serta
mendorong pembudidaya bandeng untuk meningkatkan hasil produksi tambak
dengan melelang bandeng yang memiliki ukuran terbesar.
Berbeda halnya dengan pelelangan bandeng Sidoarjo, pelelangan bandeng
Gresik dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri, bentuknya seperti pasar
musiman bersifat perayaan. Pelelangan bandeng Gresik dilakukan sejak zaman
Belanda. Sama halnya dengan pelelangan bandeng Sidoarjo, pelelangan gresik
dijadikan sarana untuk mengumpulkan dana sosial.
2.4 Saluran Pemasaran
Pendekatan dasar yang umum dipergunakan untuk mempelajari pemasaran
menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) ada tiga, yaitu ;
1. Pendekatan serba barang,
2. Pendekatan lembaga, dan
3. Pendekatan serba fungsi
Pemasaran harus dihubungkan dengan asas dan hukum ilmu ekonomi
seperti pembentukan harga atau price working, nilai dan harga, penawaran dan
permintaan, bentuk dan corak persaingan dalam pasar monopoli, oligopoli dan
sebagainya, susunan ongkos, elastisitas, dantekanan pada persoalan teoritis
sehingga cara pendekatan gabungannya sesuai dengan pendekatan sudut teori
ekonomi (Economic Theorical Approach).
12
Pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) merupakan suatu
proses pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk
memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor
konsumsi. Fungsi pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) dapat
dikelompokan sebagai berikut :
1. Fungsi pertukaran yang meliputi penjualan, dan pembelian
2. Fungsi pengadaan fisik yang meliputi pengakutan, penyimpanan
3. Fungsi pelancar yang meliputi permodalan, penanggungan resiko, standarisasi
dan grading, informasi pasar
Pemasaran menurut Kotler (2004) adalah suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan , menawarkan dan mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain.
Saluran pemasaran perikanan menurut Hanafiah & Saefuddin (1986)
dibagi menjadi dua yaitu pergerakan hasil perikanan sebagai bahan mentah dari
produsen sehingga sampai pada industri pengolahan (menggambarkan fungsi
pengumpulan) dan pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar
atau produk olahan) dari produsen sampai pada konsumen (menggambarkan
pengumpulan dan penyebaran).
Barang-barang sebelum diterima konsumen telah mengalami proses
pengumpulan dan penyebaran. Pedagang besar merupakan titik akhir
pengumpulan dari produsen atau pedagang pengumpul lokal dan titik awal
penyebaran kepada konsumen, institusional market, atau pedagang ekspor melalui
pedagang eceran.
2.5 Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) adalah badan-
badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran barang-barang dari
pihak produsen sampai pihak konsumen. Pihak produsen misalnya nelayan, petani
ikan, pengolah hasil perikanan bertugas menghasilkan barang-barang. Barang-
barang disalurkan kepada konsumen melalui pedagang perantara. Pedagang
perantara (middleman, intermeditary) menurut Hanafiah & Saefuddin (1986)
13
adalah perorangan, perserikatan atau perseroan yang membeli dan mengumpulkan
barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya kepada konsumen.
Berdasarkan kepemilikan barang dagang, pedagang perantara dibagi menjadi
pedagang yang mempunyai barang dan pedagang yang tidak mempunyai barang.
Lembaga pemasaran yang tergolong pedagang yang mempunyai barang
diantaranya terdiri dari pedagang pengumpul, grosir, eksportir, importir, dan
pedagang eceran. Sedangkan lembaga yang tergolong pedagang yang tidak
mempunyai barang adalah fungsional atau agen, dimana turunannya adalah
komisioner, makelar dan juru lelang.
Pedagang pengumpul umumnya dijumpai di daerah produksi dan membeli
hasil perikanan dari nelayan atau petani ikan. Yang tergolong pedagang
pengumpul adalah pengusaha warung, pembeli yang datang ke usaha perikanan,
koperasi lokal dan pengolahan lokal.
Pedagang besar biasanya aktif di pusat pasar dan memperoleh barang dari
pedagang pengumpul lokal (tengkulak) atau pelelangan. Pedagang besar
memperjualbelikan barang dalam jumlah besar. Target pasarnya adalah pedagang
eceran. Yang tergolong pedagang besar adalah hotel, restoran dan pabrik
pengolahan.
Pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari pedagang lokal atau
dari produsen. Yang tergolong pedagang eceran yaitu bentuk toko (store retailer)
dan dengan bentuk non-toko melalui door to door maupun pedagang kaki lima
(PKL).
Lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah mereka yang
memberikan jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga yang
dilakukan produsen atau perantara. Golongan pemberi jasa dibagi menjadi dua
yaitu pedagang perantara (merchant middleman) dan agent middleman.
2.6 Efisiensi, Biaya, dan Margin
Konsep biaya pemasaran perikanan menurut Hanafiah & Saefuddin (1986)
adalah jumlah pengeluaran perusahaan perikanan yang dikeluarkan oleh nelayan
atau petani ikan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
14
penjualan hasil produksinya dan jumlah pengeluaran oleh lembaga pemasaran
(perantara) dan laba (profit) yang diterima oleh badan bersangkutan.
Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan
harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dijual pada pembeli
terakhir. Pada suatu perusahaan istilah margin merupakan sejumlah uang yang
ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan
laba.
Konsep analisis biaya dan margin tataniaga menurut Azzaino (1982)
merupakan salah satu alat analisis untuk menilai efisiensi sistem tataniaga.
Maksud efisiensi pengusaha swasta menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) akan
berbeda dengan efisiensi dalam konteks konsumen atau sosial. Pengusaha swasta
menganggap efisiensi adalah keuntungan tinggi, biaya rendah dan jasa layanan
baik. Sehingga melahirkan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis
meliputi produksi, pengadaan fisik mencakup prosedur, teknis, skala operasi,
tujuan penghematan fisik dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan efisiensi
ekonomis digunakan sebagai alat ukur margin tataniaga yang meliputi aspek skill
dan pengetahuan dalam menurunkan biaya produksi minimum dan keuntungan
maksimum. Sedangkan efisiensi pada sisi sosial bila terjadi kepuasan maksimun
bagi konsumen dan pemenuhan keputusan-keputusan individu. Pada sisi sosial
lebih berhubungan dengan faktor input dan output. Faktor input dalam upaya
untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan faktor hasil adalah respon yang
diberikan konsumen terhadap hasil.
Tataniaga dikatakan efisien menurut Samad (1982) diacu dalam Siregar
(1985) jika terdapat penyesuaian produksi secara optimal dengan konsumsi.
Tataniaga akan menjadi lebih efisien apabila dalam operasinya memiliki biaya
yang rendah, tetapi menurut Hamin dan Teken (1972) diacu dalam Siregar (1985)
meningkatnya biaya tataniaga belum tentu bahwa suatu tataniaga barang tersebut
efisien, tetapi jika meningkatnya biaya tataniaga itu tidak diikuti dengan kepuasan
konsumen. Demikian halnya dengan berkurangnya margin tataniaga yang tidak
diikuti oleh kepuasan konsumen maka tataniaga ini tidak efisien. Salah satu alat
analisis lainnya sebagai indikator efisiensi tataniaga menurut Siregar (1985)
berupa farmer’s share. Farmer’s share adalah bagian harga konsumen yang
15
diterima produsen. Adapun sistem tataniaga dianggap efisien menurut Mubyarto
(1982) diacu dalam Hanafiah (1986) jika memenuhi syarat yaitu :
1. Mampu menyampaikan barang dari konsumen ke konsumen dengan biaya
semurah-murahnya
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari harga konsumen akhir kepada
semua pihak serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga tersebut. Adil itu
maksudnya pemberian balas jasa seusuai sumbanganya masing-masing.
Efisiensi tataniaga dapat ditingkatkan menurut Converse and Jones (1968)
mengemukan cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi
tataniaga, diantaranya :
1. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat
2. Mengurangi middleman pada saluran vertikal
3. Memakai metode kooperatif
4. Memberi bantuan (subsidi) pada konsumen
5. Standarisasi dan simplikasi
2.7 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan
Untuk membiayai segala keperluan yang ditimbulkan oleh adanya
pelelangan ikan menurut Adrianto (2006) maka organisasi penyelenggaraan ikan
diatur dalam pasal 7 ayat 3 PP No.64 Tahun 1957. Organisasi penyelenggara
lelang dapat memungut retribusi setinggi-tingginya 5% dari hasil penjualan ikan.
Pungutan retribusi dibebankan kepada pihak penjual dan pembeli yang
melaksanakan transaksi lelang. Retribusi dikenakan pada pelelangan jika
pemerintah setempat memberikan fasilitas atau pelayanan pelelangan.
Hasil pungutan retribusi dan alokasi penggunaannya ditetapkan dengan
perda yang pelaksanaannya diatur dengan SK Bupati/walikota pada tiap-tiap
lokasi pelelangan. Garis besar alokasi retribusi digunakan untuk keperluan sebagai
berikut :
1. Penerimaan untuk pemda provinsi
2. Penerimaan untuk pemda kabupaten
3. Biaya penyelenggaraan lelang/pemeliharaan sarana lelang
4. Dana kesejahteraan/asuransi nelayan/pembudidaya
16
Pengelolaan pungutan retribusi berdasarkan Adrianto (2006) digunakan
untuk penyelenggaraan dan pemeliharaan sarana pelelangan. Biaya yang biasanya
digunakan adalah biaya untuk pembinaan dan pengembangan usaha/organisasi
penyelenggara lelang, usaha perkreditan dan penyelenggaraan lelang. Selain itu
retribusi pelelangan dapat digunakan untuk biaya kebersihan dan dana
kesejahteraan nelayan/pembudidaya.
2.8 Faktor Strategis Internal dan Eksternal
Semua organisasi menurut David (2004) akan memiliki kekuatan dan
kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Namun tidak satupun
perusahaan yang mempunyai kekuatan dan kelemahan yang sama di semua
bidang. Kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal
serta pernyataan misi merupakan landasan dalam menetapkan sasaran dan strategi.
Analisis faktor internal memerlukan pengumpulan dan pengolahan informasi
mengenai manajemen pemasaran, keuangan/akutansi, produksi/operasi, penelitian
dan pengembangan dan pengembangan serta sistem informasi manajemen.
Berdasarkan beberapa informasi yang didapatkan di atas akan menjadi faktor-
faktor kunci yang harus diurutkan berdasarkan prioritas, sehingga kekuatan dan
kelemahan perusahaan dapat ditentukan.
Berbeda halnya dengan analisis faktor internal diatas, analisis faktor
eksternal suatu perusahaan harus mengumpulkan informasi mengenai tren
ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum
dan teknologi. Sejumlah orang yang dapat diminta untuk memantau berbagai
sumber informasi seperti majalah, jurnal perdagangan, dan surat kabar ternama.
Ketika informasi sudah terkumpul, informasi harus dicerna dan dievaluasi. Daftar
prioritas faktor-faktor tersebut dapat diperoleh dengan meminta manajer
mengurutkan faktor-faktor yang diidentifikasi. Faktor-faktor utama dapat berbeda
pada setiap waktu atapun industri. Faktor-faktor eksternal menurut David (2004)
penting untuk pencapaian tujuan jangka panjang dan sasaran tahunan, dapat
diukur, berlaku bagi semua perusahaan pesaing, dan berkaitan dengan keseluruhan
perusahaan dan beberapa yang lain.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Tujuan yang telah ditetapkan pada penelitian yaitu mengetahui kondisi
umum pelelangan bandeng di Kabupaten Pangkep, menganalisis biaya, margin,
dan efisiensi pemasaran bandeng, menganalisis kontribusi retribusi Pelelangan
Bandeng Pangkep terhadap Pendapatan Asli Daerah dan menganalisis faktor-
faktor strategis internal dan eksternal pelelangan. Penelitian ini dilakukan melalui
3 tahap yang disesuaikan dengan tujuan tersebut. Tahap pertama mengidentifikasi
rantai pemasaran dari produsen sampai konsumen di lingkungan pelelangan lalu
dilanjutkan tahap kedua mengetahui kontribusi retribusi pelelangan, dan tahap
ketiga menganalisis faktor strategis internal dan faktor eksternal pelelangan.
Pada tahap pertama dibahas mengenai gambaran umum kondisi
pelelangan. Dengan gambaran tersebut akan diketahui stakeholder (pihak yang
terlibat) dalam penyelenggaraan pelelangan dan rantai pemasaran ikan bandeng
dari pembudidaya hingga konsumen yang melalui pelelangan. Rantai pemasaran
yang terbentuk akan menggambarkan besarnya biaya dan margin pada lembaga
pemasaran. Besarnya margin tersebut merupakan bagian dari keuntungan yang
diperoleh oleh lembaga pemasaran. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat
dilihat pada Gambar 2.
Pada tahap kedua dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi
retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir dan pertokoan. Pelelangan
bandeng terkoordinasi pengelolaannya dengan pasar grosir dan pertokoan.
Sehingga besarnya retribusi yang diterima dari pasar grosir dan perkotoan akan
dipengaruhi oleh besarnya retribusi pelelangan. Selain itu dilihat bagaimana
kontribusi retribusi pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Pangkep.
Pada tahap ketiga dalam mengidentifikasi faktor strategis internal dan
eksternal dengan menggunakan matrik pembobotan IFE (Internal Factor
Evaluation)dan EFE (External Factor Evaluation). Tahap analisis lingkungan
internal (Matrik IFE) dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dari
penyelenggaraan pelelangan bandeng. Tahap analisis eksternal (Matrik EFE)
18
menganalisis lingkungan makro dan lingkungan mikro sehingga dapat diketahui
bahwa peluang dan ancaman.
Gambar 2. Kerangka Pendekatan Studi
Pelelangan Bandeng Pasar Sentral Pangkep
Pembudidaya
Pungawa
Pembeli/Pedagang
Penagih Retribusi
Stakeholder dalam Pelelangan Bandeng
Analisis Biaya, Margin, Efisiensi Pemasaran
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Analisis Retribusi Pelelangan
Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Analisis IFE Analisis EFE
Evaluasi
IV. METODOLOGI
4.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kasus dengan satuan
kasus adalah Pelelangan Bandeng Pangkep. Penelitian kasus menurut Maxfield
(1990) diacu dalam Nazir (1988) adalah penelitian tentang status subjek penelitian
yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas. Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran
secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter-karakter khas dari
kasus ataupun status individu, yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan
dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Peneliti ingin mempelajari secara intensif
latar belakang Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkep serta interaksi
lingkungan internal dan eksternal dari kelembagaan pelelangan.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data
image. Penelitian ini mempergunakan data berupa data primer dan data sekunder.
Data primer akan diperoleh langsung melalui pengamatan pelelangan dalam aspek
internal maupun eksternal pelelangan serta wawancara dengan orang/lembaga
yang berhubungan dengan pelelangan bandeng. Data sekunder dikumpulkan dari
dokumentasi, publikasi dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Kelautan
Perikanan, BPS (Badan Pusat Statistik), pemerintah kabupaten Pangkep, aparat
kecamatan dan desa tempat penelitian.
4.3 Metode Penarikan Sampel
Sampel menurut Nazir (1988) merupakan suatu jumlah yang lebih kecil
dari keseluruhan populasi. Metode penarikan sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan pemilihan
anggota populasi yang memenuhi tujuan tertentu dan mengandalkan logika atas
kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari kemampuan judgement peneliti.
Metode purposive sampling menurut Nazir (1988) adalah penentuan sampel yang
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Responden
20
yang diambil adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pelelangan dan
pihak pendukung. Pihak yang langsung terlibat dengan penyelenggara lelang
(juru lelang), pedagang perantara dan pembudidaya/produsen, serta konsumen.
Sedangkan pihak pendukung adalah dinas-dinas terkait yang ada.
Tabel 5. Jumlah Responden
Jenis Responden Jumlah Sampel (orang)
Pembudidaya 4
Pungawa 4
Pacatto 1
Pagandeng 1
Pengecer Pasar 5
Pemerintah Daerah 14
Konsumen 1
Jumlah 30
Sumber : Data Primer (2007)
4.4 Metode Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang
lebih mudah dipahami. Hasil identifikasi terhadap faktor lingkungan internal yang
terdiri dari kekuatan dan kelemahan pelelangan dianalisis melalui IFE (Internal
Factor Evaluation) sedangkan faktor lingkungan eksternal pelelangan terdiri atas
peluang dan ancaman yang dianalisis melalui EFE (External Factor Evalution)
4.4.1 Analisis Efisiensi, Biaya, dan Margin
Berpindahnya barang dari pusat produksi ke pusat konsumsi memerlukan
jarak dan waktu. Hal ini memungkinkan resiko biaya. Dalam teori harga
diasumsikan bahwa penjual dan pembeli bertemu langsung, sehingga harga hanya
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar. Margin pemasaran
adalah perbedaan harga di tingkat pengecer (konsumen akhir) dengan harga di
tingkat pembudidaya (Sudiyono 2002).
Mi = Pki-Ppi................................................................................................... (1)
Keterangan :
Mi : Marjin pemasaran tingkat ke-i
Pki : Harga beli konsumen tingkat ke-i
Ppi : Harga beli konsumen tingkat ke-i
21
Marjin pemasaran dapat pula diperoleh dengan menjumlahkan biaya
pemasaran dan keuntungan setiap lembaga. Komponen margin pemasaran ini
terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk
melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya
fungsional dan keuntungan profit lembaga pemasaran. Apabila dalam pemasaran
suatu produk pertanian, terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-
fungsi pemasaran, maka margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut (Sudiyono 2002) :
.............................................................................(2)
Keterangan
M : margin pemasaran
Cij : biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh
lembaga pemasaran ke-j
πj : keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m : jenis biaya pemasaran
n : jumlah lembaga pemasaran
Berdasarkan dimensi waktunya, marjin pemasaran dapat dilihat dari waktu
yang sangat singkat sekali, yaitu berdasarkan cross section ataupun dalam waktu
yang lama. Marjin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi
pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Alokasi marjin pemasaran ke
dalam biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-
lembaga pemasaran ini membentuk distribusi marjin pemasaran.
4.4.2 Farmer’s Share
Analisis Farmer’s Share (Fs) digunakan untuk membandingkan harga
yang diterima produsen atau pembudidaya dengan harga dibayarkan oleh
konsumen akhir. Perhitungan Fs bertujuan untuk mengetahui keberpihakan pasar
terhadap pembudidaya Goswami (1991) diacu dalam Hossain (2002)
∑∑ ∑= =
+=
m
i
n
j
jCijMij1 1
π
22
Fs = Pf x 100 %................................................................................................... (3)
Pr
Keterangan :
Fs : Persentase yang diterima oleh pembudidaya
Pr : Harga di tingkat konsumen
Pf : Harga di tingkat pembudidaya
4.4.3 Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran diperlukan untuk mengetahui biaya pemasaran yang
digunakan pada setiap nilai penerimaan yang didapatkan (Downey dan Erickson
1992).
Ep = BP x 100 %................................................................................................. (4)
TP
Keterangan :
EP : Efisiensi Pemasaran
BP : Biaya pemasaran yang digunakan
TP : Total nilai pemasaran
Jika Ep > 1 berarti tidak efisien dan Ep < 1 berarti efisien
4.4.4 Analisis Retribusi Pelelangan
Analisis Retribusi Pelelangan berdasarkan Chalid (1995) dapat diketahui
melalui analisis kontribusi retribusi pelelangan terhadap pendapatan retribusi
daerah, kontribusi retribusi pelelangan terhadap PAD, Rasio Efisiensi Biaya
Pengelolaan Retribusi Pelelangan. Retribusi yang diterima oleh Dinas Pendapatan
Daerah dari Pelelangan bandeng memberikan kontribusi pada total retribusi
daerah. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa berapa besar kontribusi retribusi
pelelangan terhadap pendapatan retribusi daerah. Semakin besar kontribusi
retribusi daerah dari retribusi pelelangan, maka pelelangan memiliki pengaruh
besar bagi pendapatan retribusi daerah (Halim 2001).
23
Keterangan :
KRD : Kontribusi Retribusi Pelelangan terhadap Retribusi Daerah per tahun
RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp)
RD : Penerimaan Retribusi Daerah dalam setahun (Rp)
Sumber pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapatkan dari
Retribusi Daerah, Pajak Daerah, pendapatan daerah lainnya. Untuk mengetahui
kontribusi retribusi pelelangan terhadap PAD, sebenarnya berhubungan dengan
retribusi daerah yang dipengaruhi oleh retribusi pelelangan. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk melihat persentase retribusi pelelangan pada PAD. Semakin
besar kontribusi yang diberikan maka pelelangan merupakan sumber pendapatan
(PAD) yang berpengaruh.bagi daerah (Suprapto 1994).
Keterangan :
KPAD : Kontribusi Retribusi Pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah per
tahun
RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp)
PAD : Penerimaan Pendapatan Aslii Daerah dalam setahun (Rp)
Total retribusi pelelangan terkumpul dalam penerimaan retribusi pasar
grosir dan pertokoan. Selanjutnya setiap penerimaan retribusi dikumpulkan
menjadi salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setiap
pengeluaran untuk pengelolaan pelelangan menjadi indikator efisiensi retribusi.
Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan digunakan untuk
mengetahui efisiensi penerimaan retribusi pelelangan (Suprapto 1994).
EBR = BPTPI x 100 %............................................................................... (6)
RTPI
KPAD = RTPI x 100 %............................................................................... (5)
PAD
KRD = RTPI x 100%............................................................................... (4)
RD
24
Keterangan
EBR : Efisiensi Biaya Pengelolaan Pelelangan
BPTPI : Biaya yang digunakan dalam pengelolaan pelengan
RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp)
4.4.5 Penentuan Bobot
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor
strategis internal dan ekstrernal kepada Kepala Pasar Sentral Pangkep dengan
menggunakan metode paired comparison (Kinnera dan Taylor 1991 diacu dalam
Saputra 2006). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot variabel digunakan
skala 1,2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :
1 = Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal
2 = Jika indikator horizontal sama penting dari pada indikator vertikal
3 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal
Indikator horizontal adalah faktor-faktor internal atau eksternal pada
lajur horizontal, sedangkan indikator vertikal adalah faktor-faktor internal atau
eksternal pada lajur vertikal. Metode ini membandingkan secara berpasangan
antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya
terhadap pelelangan bandeng. Bentuk penilaian dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Pelelangan
No Faktor Internal Pelelangan A B C D .... Total Bobot
1 A
2 B
3 C
4 D
Total
Sumber : Rangkuti 2006
Setelah selesai menganalisis faktor-faktor strategis internal, dilakukan
analisis faktor strategis eksternal. Penilaian bobot yang dilakukan sama seperti
yang dilakukan untuk menilai pembobotan faktor internal di atas.
25
Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Pelelangan
No Faktor Eksternal Pelelangan A B C D .... Total Bobot
1 A
2 B
3 C
4 D
... ....
Total
Sumber : Rangkuti 2006
4.4.6 Analisis Internal Faktor Evaluation (IFE)
Menurut Rangkuti (2006) matrik IFE digunakan untuk mengetahui fakor-
faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dianggap penting. Data digali dari beberapa fungsional pelelangan bandeng.
Tahapan kerja matrik IFE menurut David (2004) adalah sebagai berikut
a. Membuat daftar faktor-faktor sukses kritis untuk aspek internal kekuatan
dan kelemahan
b. membuat bobot dari masing-masing faktor sukses kritis dimulai dari skala
1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan
c. Memberikan rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor
yang memiliki nilai :
1 = kelemahan utama
2 = kelemahan kecil
3 = kekuatan kecil
4 = kekuatan utama
d. mengalihkan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk
menentukan nilai skor
e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan
yang dinilai. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tertentu
bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya
26
Tabel 8. Matrik Internal Faktor Evaluation (IFE)
No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
1
2
3
4
5
… Sumber : Rangkuti 2006
4.4.7 Analisis External Factor Evaluation (EFE)
Matrik EFE menurut Rangkuti (2006) digunkan untuk mengevaluasi
faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk
menganalisis hal-hal yang menyangkut ekonomi, sosial, lingkungan politik,
teknologi dan ekologi. Hal tersebut penting karena berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung pada perusahaan (pelelangan bandeng)
Tahapan kerja matrik EFE adalah sebagai berikut :
a. Membuat daftar faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting
bagi kesuksesan dan kegagalan usaha cakupannya peluang dan ancaman
b. Membuat bobot dari faktor-faktor suykses kritis tadi dengan skala yang
lebih tinggi bagi yang punya prestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh skor harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
c. Memberikan rating nilai antara 1 sampai dengan 4 bagi masing-masing
faktor yang memiliki nilai :
1 = di bawah rata-rata
2 = rata-rata
3 = di atas rata-rata
4 = sangat bagus
d. Mengalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor
semua nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan
e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan
yang dinilai.
27
Tabel 9. Matrik External Factor Evaluation (EFE) No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
1
2
3
4
5
…
…
Sumber : Rangkuti 2006
4.6 Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bandeng adalah sebutan bandeng berukuran 3 jari. Sedangkan yang
berukuran kurang dari 3 jari disebut ikan bolu.
2. Pelelangan bandeng adalah tempat terjadinya mekanisme lelang dengan objek
lelang yaitu bandeng.
3. Pangkep adalah singkatan dari Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,
Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Pembudidaya adalah orang yang membudidaya bandeng dan mensuplai ke
pelelangan. Pembudidaya adalah supplier pelelangan bandeng.
5. Pungawa adalah yang menjual bandeng dan mengumpulkannya dari
pembudidaya.
6. Pacatto adalah pembeli besar. Pacatto merupakan konsumen tingkat satu
dalam rantai pemasaran. Pacatto menyalurkan bandeng ke berbagai daerah.
Pacatto berperan dalam memperluas jaringan pemasaran bandeng. Pacatto
membeli bandeng dengan transaksi lelang.
7. Pagandeng adalah pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari
pacatto. Pagandeng tergolong pengecer ada yang berbentuk toko (store
retailer) dan non-toko misalnya melalui door to door dan pedagang kaki
lima. Bentuk door to door yang dilakukan pedagang eceran di Pangkep
berbentuk pagandeng sepeda dan pagandeng motor. Perbedaan antara
pagandeng motor dan pagandeng sepeda terletak pada jumlah ikan yang
diperjualbelikan, alat transportasi yang digunakan serta jangakauan
pemasaran
28
8. Los adalah bagian dari pelelangan. Los merupakan tempat terjadinya
transaksi lelang.
9. Retribusi adalah pungutan yang dikenakan pada organisasi lelang oleh
pemerintah daerah berdasarkan pelayanan yang diberikan.
10. Efisiensi pemasaran adalah suatu analisis pemasaran
11. Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam perusahaan yang
secara langsung mempengaruhi aktivitas pelelangan. Pada lingkungan ini
terdapat variabel kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness) pelelangan.
12. Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar perusahaan yang
secara langsung mempengaruhi aktivitas pelelangan. Pada lingkungan ini
terdapat variabel peluang (opportunities) dan ancaman (threats) pelelangan.
13. IFE adalah singkatan dari Internal Factor Evaluation yang digunakan untuk
mengetahui dan menilai faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh pelelangan yang dianggap
merupakan faktor penting.
14. EFE adalah singkatan dari External Factor Evaluation yang digunakan untuk
mengetahui dan menilai faktor-faktor eksternal perusahaan yang berkaitan
dengan peluang dan ancaman yang dimiliki oleh pelelangan yang dianggap
merupakan faktor penting.
15. Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain
yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar.
16. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya,
keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif
pelelangan.
17. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan
eksternal pelelangan.
18. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam
lingkungan eksternal pelelangan.
29
4.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Juni-10 September 2007 di
Areal Pasar Sentral Palampang, Kelurahan Mapasaile, Kecamatan Pangkajene,
Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) berada di bagian barat
Provinsi Sulawesi Selatan dengan garis koordinat terletak antara 110o sampai
113” Lintang Selatan dan 4o 40’ sampai 8.00 ” Bujur Timur. Secara administratif
berbatasan dengan :
1) Sebelah Utara dengan Kabupaten Barru,
2) Sebelah Selatan dengan Kabupaten Maros,
3) Sebelah Timur Kabupaten Bone dan
4) Sebelah Barat dengan Selat Makassar dan Laut Jawa
Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 kecamatan. Sembilan kecamatan yang
terletak di daratan yaitu Kecamatan Balloci, Tondong Tallasa, Minasa Tene,
Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma’rang, Segeri, Mandalle. Sedangkan
kecamatan yang berada di kepulauan yaitu Kecataman Liukang Tupabbiring,
Liukang Tangaya, Liukang Kalmas. Kabupaten Pangkep memiliki luas wilayah
seluas 1.112,29 km2 dan berjarak 51 km dari Makassar. Wilayah dataran rendah
dan pegunungan memiliki luas 73.721 ha membentang dari garis pantai barat ke
Timur terdiri dari persawahan, tambak, rawa-rawa, empang, Wilayah pegunungan
terletak di sebelah timur berada pada ketinggian 100-1000 meter di atas
permukaan laut. Wilayah ini terdiri dari batu cadas dan batu bara serta berbagai
jenis marmer. Wilayah kepulauan terdiri dari 119 pulau yang 93 pulau diantaranya
berpenghuni dengan penduduk sekitar 80.000 jiwa (Republika 2007) . Pulau-
pulau tersebut diantaranya Kepulauan Pabbiring (pulau Tamba Koron,
P.Kapoposang, P.Karompa, P.Sangkarang, P. Lanyuakan, P.Lakai)
Temperatur udara berada pada kisaran 21°C - 31°C dengan rata-rata
26,40°C. Kondisi angin berada pada kecepatan lemah sampai sedang. Tempat
pendeteksian curah hujan di stasiun Tabo-tabo, Leang Lonrong, dan stasiun
Segeri. Curah hujan berdasarkan pendeteksian di stasiun Tabo-tabo dengan
kelembaban udara tidak merata kondisinya menurun dari 802/159 (2001) menjadi
666/141 (2004) menurun dari 2001 mencapai hari hujan.
31
5.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep tahun 2006 sebanyak 279.887 jiwa
yang terdiri atas 132.002 jiwa (51,6%) jiwa perempuan dan 147.885 jiwa atau
48,4% laki – laki. Tingkat kepadatan mencapai 260 jiwa/km² dengan tingkat
kepadatan penduduk yang terbesar berada di kecamatan Pangkajene yang
mencapai 803,88 jiwa/km², sedangkan tingkat kepadatan penduduk yang terkecil
di Kecamatan Tondong Talasa dengan 85 jiwa/ km². Jumlah rumah tangga sebesar
62.665 Kepala Keluarga (KK) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak
5 orang.
Hampir 99,6% penduduk beragama Islam, selebihnya Kristen Katholik,
Kristen Protestan, dan Hindu/Budha. Sebagian besar penduduk bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Namun ada pula yang menjadi pedagang,
tukang jasa angkutan, dan pegawai pemerintahan.
Tabel 10. Luas Wilayah per kecamatan dan Jumlah Penduduk di kabupaten
Pangkep Tahun 2006
No Kecamatan Luas Wilayah (km2)
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
1 Liukang Kalmas 120,00 16. 263 136
2 Liukang Tangaya 91,5 11.289 123
3 Liukang Tupabbiring 140,00 29.857 213
4 Pangkajene 47,39 38.096 804
5 Balloci 143,48 16.281 113
6 Bungoro 90,12 35.727 396
7 Ma’rang 98,46 40.617 413
8 Labakkang 75,22 29.965 398
9 Segeri 78,28 19.759 252
10 Minasa Te’ne 76,48 29.236 382
11 Tondong Talasa 111.20 9.533 86
12 Mandalle 40.16 12.724 317
Total 1.112.29 289.347 261
Sumber : BPS Kab.Pangkep 2006 (diolah)
5.2 Keadaan Umum Pelelangan Bandeng Pangkep
5.2.1 Sejarah Pelelangan
Keberadaan Pelelangan Bandeng Pangkep dilatarbelakangi oleh
keterbatasan para pembudidaya dan nelayan dalam memperluas jangkauan
pemasaran bandeng ke Makassar. Keterbatasan fasilitas pengangkutan dan jarak
tempuh menjadi kendala utama. Dahulu pembudidaya dan nelayan menggunakan
32
perahu kecil untuk mengangkut ikan. Waktu tempuh sekitar 12 jam (pukul 16.00-
pukul 04.00). Aktivitas ini dilakukan setiap hari, dimana siangnya memanen ikan
lalu dilanjutkan dengan menyusuri sungai dan laut menuju pelabuhan untuk
menjual ikan di Pelelangan Paotere atau Pelelangan Rajawali. Hal ini menjadikan
pembudidaya kelelahan.
Sekitar tahun 1960 diprakarsai oleh Haji Baharuddin (panggilan Haji
Baha) mulai dirintis penjualan ikan dengan mekanisme lelang. Haji Baha
terinspirasi oleh saudaranya (Dora, Abdul Hamman, Yi Embah, Muhammad)
yang kelelahan memasarkan bandeng ke Makassar. Haji Baha menawarkan jasa
penjualan bandeng pada saudaranya dengan mekanisme lelang. Fasilitas yang
digunakan terdiri dari meja, kursi. Mekanisme lelang Haji Baha berkembang dan
akhirnya diikuti pembudidaya yang lainnya. Pembudidaya beralih fungsi ganda
menjadi pungawa. Pungawa adalah yang menjual bandeng dan mengumpulkannya
dari pembudidaya. Pada tahun 1961 mekanisme lelang ini diikuti oleh tiga
pungawa.
5.2.2 Bandeng Pangkep
Bandeng Pangkep memiliki kekhasan dari bau dan rasa. Pembudidaya
meyakini bahwa Perairan Sulawesi relatif belum banyak tercemar. Hal ini
menyebabkan bandeng tidak berbau lumpur. Kekhasan lainnya yaitu rasa khas
keju dari bandeng bakar. Jika ikan disajikan melalui pembakaran, maka bandeng
akan mengeluarkan lelehan minyak seperti keju yang dipanaskan. Hal ini
menyebabakan rasa yang berbeda dengan bandeng lainnya. Propinsi Sulawesi
Selatan berdasarkan Nessa (1982) merupakan pelopor pertambakan di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan kualitas bandeng Pangkep yang berbeda dengan bandeng
lainnya. Pada tahun 2007 ini, Bandeng Bakar Pangkep dijadikan produk makanan
unggulan khas Pangkep disamping Sop Saudara (sejenis sop daging/iga).
Kualitas dan kekhasan bandeng Pangkep menimbulkan perspektif positif
bagi pemasaran bandeng. Hal ini mendorong pembudidaya di luar Pangkep
memasarkan bandeng di Pangkep. Adapaun beberapa kabupaten yang
memasarkan bandeng di Pangkep diantaranya Kabupaten Pinrang, Kabupaten,
33
Wajo, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Siwa, bahkan ada yang berasal dari
Provinsi Kalimantan Timur (Kabupaten Tarakan).
5.2.3 Ukuran Bandeng
Pelelangan belum memanfaatkan alat timbang untuk menghitung berat
bandeng. Perhitungan dilakukan secara manual (by hand) oleh juru hitung. Juru
hitung menggunakan metode yang unik. Perhitungan dilakukan per sepuluh
bandeng. Setiap terhitung sebanyak sepuluh ekor, maka akan dipisahkan satu ekor
sebagai satu hitungan, sehingga total ikan dapat diketahui dari bandeng yang
sudah dipisahkan.
Bandeng di pelelangan memiliki grade ukuran tertentu. Ukuran besar atau
kecilnya bandeng diukur dengan lebar jari tangan (telunjuk-jari tengah-jari manis-
kelingking). Berikut ini ukuran-ukuran yang berlaku di pelelangan :
1. Ukuran 2 jari
Bandeng berukuran 2 jari atau kurang dari 2 jari merupakan stok ukuran
yang jarang terdapat di pelelangan. Suplai bandeng didorong oleh harga bandeng.
Jika bandeng pada hari sebelumnya memiliki harga yang tinggi, maka
kecenderungan pembudidaya untuk memanen ikan akan semakin besar. Panen
yang dilakukan pembudidaya memberikan dampak pada bandeng yang masih
berukuran kecil. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar. Berat bandeng ukuran 2 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan
seberat 0.11 kg/ekor. Jumlah ikan per kg sebanyak 9-10 ekor bandeng. Harga
bandeng sebesar Rp 10.000/kg.
2. Ukuran 3 jari
Bandeng berukuran 3 jari merupakan ukuran yang sering banyak
ditemukan di pelelangan. Ukuran ini sesuai dengan fase budidaya bandeng yang
membutuhkan waktu 3-4 bulan. Ukuran ini sebagai ukuran standar pelelangan,
karena terdapat di pelelangan dengan jumlah yang banyak (Lampiran 16). Berat
bandeng berukuran 3 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan seberat 0.22
kg/ekor. Jumlah ikan per kg sebanyak 5-6 ekor bandeng. Harga bandeng di pasar
sebesar Rp 10.000/kg
34
3. Ukuran 4 jari
Seperti halnya bandeng berukuran 2 jari, stok bandeng berukuran 4 jarang
terdapat di pelelangan. Penyebabnya pada saat panen, bandeng tersebut masih
berada di tambak dan mendapatkan suplai makanan yang teratur.
Pembeli memiliki karakter tersendiri dalam memilih ikan. Berat bandeng
berukuran 4 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan seberat 0.33 kg/ekor.
Jumlah ikan per kg sebanyak 3-4 ekor bandeng.
Variasi ukuran bandeng dipengaruhi oleh kecepatan waktu panen. Selain
itu dipengaruhi oleh musim (pasang pagi dan pasang sore), dan juga tempat
pembesaran. Pasang pagi merupakan kondisi air pasang yang terjadi pada pagi
hari dan yang membawa suhu dingin. Periode pasang pagi terjadi pada bulan
Februari-September. Kondisi ini menyebabkan bandeng sedikit makan sehingga
berdampak pada ukuran bandeng. Bandeng pada waktu pasang pagi berukuran
lebih kecil (ukuran 2 jari atau kurang ukuran 2). Pasang sore merupakan kondisi
pasang yang terjadi pada sore hari dan membawa suhu hangat. Periode pasang
sore terjadi pada bulan Oktober-Januari. Kondisi ini menyebabkan bandeng
mendapatkan banyak sehingga berukuran besar. Bandeng yang mengalami pasang
sore biasanya berukuran 3-4 jari. Kedua kondisi baik pasang pagi maupun pasang
sore akan berdampak pada ukuran ikan.
Teknik pembesaran nener (benih bandeng) berpengaruh terhadap ukuran
bandeng yang dihasilkan. Teknik pembesaran dipengaruhi oleh ketersedian pakan
alami. Kesiapan tambak dengan pakan alami akan menyebabkan bandeng
memiliki suplai makanan dan hal ini akan berdampak pada ukuran bandeng yang
lebih besar. Pakan alami didapatkan dari prosedur budidaya yang baik. Pemberian
pupuk pada tambak yang telah dikeringkan diisi air dengan tinggi ¼ kolam lalu
dibiarkan hingga muncul pakan alami. Tanda munculnya pakan alami di kolam
tambak yaitu tergenangnya sejenis lumut dipermukaan air. Setelah muncul tanda
tersebut nener yang berumur 30 hari telah siap untuk dibudidayakan.
Karakteristik pembeli bandeng berbeda di setiap daerah. Perbedaan ini
dalam ukuran ikan. Pembeli yang berasal dari Jeneponto biasanya lebih menyukai
bandeng yang berukuran kecil (ukuran 2 jari). Berbeda halnya dengan pembeli
untuk restoran atau warung makan. Dimana untuk kebutuhan restoran atau warung
35
makan lebih menyukai bandeng yang berukuran besar (ukuran 4). Pada umumnya
masyarakat lebih menyukai ukuran 3 jari.
5.2.4 Jumlah Bandeng
Pelelangan Bandeng Pangkep dilaksanakan setiap hari dan sepanjang
tahun. Stok bandeng yang terdapat di pelelangan dibedakan menurut ukuran jari.
Jumlah bandeng berukuran 3 jari memiliki berat sekitar 0.22 kg/ekor merupakan
jenis ukuran yang terbanyak. Hampir 45 % bandeng di pelelangan berukuran 3
jari. Total rata-rata bandeng yang terdapat di pelelangan terdapat sebanyak
976 ton per bulan Juli 2007 (Lampiran 18). Bandeng disuplai dari Pangkep dan
luar Pangkep. Bandeng yang berasal dari Pangkep disuplai dari beberapa
kecamatan seperti Ma’rang dan Labakkang. Sedangkan bandeng yang besaral dari
luar Pangkep berasal dari beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan seperti Pinrang
dan Wajo, bahkan dari luar Sulawesi Selatan seperti Kalimantan Timur.
5.2.5 Harga Bandeng
Penawaran harga bandeng di pelelangan berfluktuasi dipengaruhi oleh
ukuran ikan, banyaknya pembeli, banyaknya ikan dan harga ikan laut. Hubungan
tinggi rendahnya harga tergantung dari ukuran bandeng, harga ikan laut, jumlah
pembeli, dan jumlah ikan.
Semakin besar ukuran bandeng akan semakin besar pula harganya.
Semakin banyak pembeli di pelelangan maka akan semakin besar harga bandeng
yang ditawarkan. Berbeda halnya dengan semakin banyaknya bandeng terdapat di
pelelangan maka akan semakin rendah harganya. Semakin tinggi harga ikan laut
harga bandeng akan mahal.
Harga rata-rata bandeng per Juli 2007 sebesar Rp 8856,03/kg
(Lampiran 18) . Harga ini didapatkan dari harga rata-rata dari 16 pungawa yang
terdapat di pelelangan untuk ukuran 3 jari. Harga umum yang berlaku di pasar
lokal menggunakan satuan ekor per ukuran ikan. Harga terendah ikan ukuran 3
jari senilai Rp 1850/ekor dan harga tertinggi dicapai senilai Rp 3600/ekor.
sebesar Rp 10.000 / 3-4 ekor.
36
5.2.6 Lokasi dan Fasilitas Pelelangan
Pelelangan perlu didukung oleh fasilitas dan lokasi pelelangan. Pelelangan
bandeng pangkep mengalami beberapa kali relokasi, namun lokasi tetap berada di
Desa Mappasile, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep. Pada awalnya
pelelangan ini berada di pinggir Jalan Utama Poros Makasar, dekat jembatan
Pangkajene di Pusat Kecamatan Pangkajene. Kemudian berpindah karena adanya
pelebaran jalan dan jauhnya akses sungai maka berpindah ke dekat sungai. Pada
tahun 1997 terjadi pembangunan ruko-ruko di sekitar tempat pelelangan, akhirnya
kembali terjadi relokasi. Relokasi ini mengakibatkan pelelangan bandeng
berpindah ke dalam pasar, dekat Masjid Mujahiddin di desa yang sama.
Keberadaannya masih berdekatan dengan sungai.
Gambar 3. Denah Lokasi Pelelangan Bandeng
Lokasi Pelelangan Bandeng Pangkep dibangun di atas tanah seluas
30 x 10 m2 memanjang dan terbagi menjadi 6 los besar di deretan terdepan dan
Jala
n P
oro
s -P
are
Pelelangan
Bandeng
Sungai Pangkajene
Los Pasar Grosir
Pertokoan
Los Pasar Grosir
Pertokoan
Los Pasar Grosir
Pertokoan Los
Pa
sar
Grosi
r
Per
tok
oan
Lo
s Pa
sar G
rosir
Perto
koan
Maros-Makassar
Barru-Pare-Pare
Kec. Pangkajene
Kec. Bungoro
37
6 los besar di deretan belakang. Setiap pungawa memiliki luas los yang berbeda-
beda. Selain lokasi tempat pelelangan, terdapat area parkir khusus.
Pada tahun 2000 pemerintah daerah dengan Developer Swasta PT Wahana
bekerjasama untuk merekonstruksi bangunan pelelangan bandeng. Pada tahun
2007 pemerintah berencana merelokasi kembali pelelangan bandeng dengan
pembangunan terminal dan pasar di kecamatan Bungoro. Hal tersebut umumnya
ditolak Pungawa pelelangan. Jauhnya jarak dengan sungai menjadi alasan utama.
Prinsip lokasi pelelangan harus berdekatan dengan sungai (Sungai Pangkajene
sebagai sungai terbesar di Kabupaten Pangkep). Berdasarkan prinsip lokasi yang
dipegang oleh pelaku pelelangan. Pemerintah telah mempermudah arus
transportasi ke sungai dengan pembuatan sarana jalan khusus dari Sungai
Pangkajene ke Kecamatan Bungoro.
Fasilitas pelelangan merupakan sarana dan prasarana yang terdapat di
pelelangan. Fasilitas ini berfungsi dalam menunjang penyelenggaraan pelelangan.
Penyelenggaraan pelelangan bandeng dilakukan oleh 16 pungawa. Setiap
pungawa memiliki los lelang tersendiri. Setiap pungawa rata-rata memiliki 1-2 los
lelang. Namun ada juga yang memiliki 3-4 los lelang. Los pelelangan ini
dibangun oleh pemerintah melalui Developer Swasta PT Wahana tahun 1999.
Fasilitas yang terdapat di pelelangan difasilitasi oleh pemerintah maupun
swasta. Sarana dan prasarana yang difasilitasi oleh pemerintah berupa tempat
pelelangan (Dinas Cipta Karya), petugas kebersihan, tenaga keamanan, jasa parkir
dan beberapa box ikan dari Dinas Kelautan Perikanan. Sedangkan sarana dan
prasarana yang difasilitasi dan dikelola pribadi berupa warung kopi, warung nasi,
pabrik es curah/balok dan toko. Keberadaan fasilitas di pelelangan berpengaruh
baik langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan pelelangan.
Berbeda dengan pelelangan ikan lainnya, Pelelangan Bandeng Pangkep
belum memiliki kantor pelelangan. Akses pembeli, pungawa, pembudidaya, dan
dsb dilakukan secara terbuka. Setiap orang bebas keluar masuk pasar.
5.2.7 Waktu Pelelangan
Tingkat kesegaran bandeng yang akan didistribusikan dipengaruhi panjang
pendeknya rantai pemasaran. Waktu pelelangan berperan dalam distribusi ikan.
38
Awalnya pelelangan bandeng ini dilakukan setiap pagi (05:00) setelah shalat
subuh. Sejak tahun 2000, waktu pelelangan bandeng berubah menjadi malam hari.
Aktivitas pelelangan dilaksanakan pada pukul 21:00 WITA. Aktivitas ini ditandai
dengan berdatangannya juru hitung dan pungawa. Dilanjutkan dengan
pembudidaya yang membawa ikan dan pedagang besar yang bersiap mengambil
ikan. Biasanya puncak aktivitas pelelangan terjadi pada pukul 22:00 WITA s.d
24:00 WITA (lamanya tergantung banyaknya ikan).
5.2.8 Pengelolaan Pelelangan
Pola pengelolaan pelelangan menurut Adrianto (2006) dibagi menjadi 3
yaitu pengelolaan oleh pemerintah, pengelolaan oleh koperasi, pengelolaan oleh
swasta/perseorangan. Pengelolaan oleh pemerintah dilakukan melalui Dinas
Kelautan dan Perikanan di Provinsi/Kabupaten/Kota. Pengelolaan oleh koperasi
banyak ditemukan di Jepang. Bentuk pengelolaan oleh koperasi hampir sama
dengan pola pengelolaan pemerintah. Pola pengelolaan oleh swasta/perseorangan
banyak diterapkan di Norwegia, Jerman, Inggris, Islandia, Belanda, Australia, dan
Selandia Baru. Pelelangan yang dikelola oleh swasta/perseorangan ditempatkan
sebagai unit bisnis yang menyediakan jasa pelelangan terpadu. Pelelangan
dijadikan sebagai tempat pembentukan harga optimal, penyedia infrastruktur
lelang, penjamin mutu ikan, penyedia sistem informasi, dan sebagainya.
Pelelangan bandeng dibentuk sekelompok masyarakat pada tahun 1960.
Pada tahun 1999 Dinas Pendapatan Daerah merekonstruksi bangunan pasar grosir
termasuk didalamnya pelelangan. Pelaksana konstruksi dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah yang bekerjasama dengan Developer Swasta PT Wahana.
Melalui rekonstruksi bangunan pasar grosir termasuk pelelangan, pemerintah
mengeluarkan peraturan retribusi pasar grosir. Pedoman penarikan retribusi diatur
dalam Perda No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau
Pertokoan. Sejak peraturan tersebut diberlakukan, pengelolaan Pelelangan
Bandeng Pangkep diserahkan pada Developer Swasta PT Wahana. Jadi pola
pengelolaan pelelangan awalnya dilakukan oleh swasta.
Pada tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Pangkep mengambil alih fungsi
pengelolaan Developer PT Wahana. Pemerintah dalam satu tahun mampu
39
menutupi biaya rekonstruksi bangunan pasar grosir. Sejak tahun 2000, pemerintah
mengeluarkan Perda No.22 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pertama Perda
Kabupaten Pangkep No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau
Pertokoan. Peraturan ini dibuat sebagai tambahan beberapa peraturan pada Perda
No.4 Tahun 1999. Perda No.22 Tahun 2000 menyebutkan dengan jelas bahwa
adanya struktur tarif khusus untuk pelelangan bandeng. Sejak tahun 2000
berdasarkan peraturan tersebut maka pengelolaan Pelelangan Bandeng Pangkep
dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Teknis operasional pengelolaan pelelangan dilakukan oleh Subdinas
Penagihan dan Pembukuan bagian Sie Penagihan yang membawahi Kepala Pasar
Sentral Palampang. Kepala Pasar Palampang membawahi beberapa penagih
pelelangan bandeng. Secara umum Pola Pengelolaan Pelelangan Bandeng
Pangkep adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Pola Pengelolaan Pelelangan oleh Dinas Pendapatan Daerah
5.2.9 Stakeholder Pelelangan
Stakeholder pelelangan adalah pihak yang terkait dengan pelelangan.
Pihak yang terkait dengan pelelangan terdiri : Pembudidaya, Pungawa,
Pacatto/pembeli besar, Pagandeng/Pengecer, Pemerintah Daerah
Dinas Pendapatan Daerah
Subdinas Penagihan dan Pembukuan
Sie Penagihan
Kepala Pasar Palampang
Penagih Retribusi
Pelelangan Bandeng
40
a. Pembudidaya
Pembudidaya adalah supplier pelelangan bandeng. Pembudidaya Pangkep
telah berpengalaman dalam mengembangkan budidaya tambak. Budidaya tambak
di Sulawesi Selatan menurut Jamandre dan Rabanal (1975) lebih maju
dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Teknologi tambak diwariskan secara
turun menurun. Hal ini mengakibatkan pelatihan yang ditawarkan Dinas Kelautan
dan Perikanan (Dislatkan) Pangkep kurang mendapat respon dari pembudidaya.
Pada tahun 2000, udang windu diketahui mudah terserang penyakit.
Pembudidaya mengalihkan lahan tambak udang windu untuk budidaya bandeng.
Alih fungsi lahan tambak mengakibatkan produksi bandeng Kabupaten Pangkep
meningkat Pembudidaya Pangkep berasal dari kecamatan Labbakng, kecamatan
Ma’rang, kecamatan Bungoro, kecamatan Segeri dan kecamatan Mandalle. Setiap
kecamatan di Pangkep memiliki tambak yang luas. Kecamatan Ma’rang dan
kecamatan Labakkang memiliki luas lahan tambak dan produksi yang terbesar
Pembudidaya bandeng yang bertransaksi di pelelangan berasal dari dalam
dan luar Pangkep. Kualitas Bandeng pangkep diakui memiliki kualitas yang baik.
Hal ini menyebabkan Pembudidaya di luar Pangkep yang bertransaksi di
pelelangan. Beberapa pembudidaya diluar Pangkep diantaranya berasal
Kabupaten Wajo, Siwa, dan Maros, bahkan Kabupaten Tarakan (Kalimantan
Timur).
Pembudidaya yang bertransaksi di pelelangan ada pula yang berprofeasi
ganda sebagai pemilik serta penggarap tambak. Sifat kepemilikan tambak terbagi
menjadi 5 bagian yaitu
1. Milik sendiri, dimana seluruh biaya produksi dan pemasaran dilakukan di
tanggung sendiri
2. Milik sendiri dengan sebagian biaya produksi ditanggung pihak lain
(pungawa). Biaya yang ditanggung biasanya biaya pembelian pupuk.
3. Milik sendiri dengan seluruh biaya produksi ditanggung pihak lain (pungawa)
4. Milik pihak lain (pungawa), pembudidaya sebagai penggarap.
5. Sewa pada pihak lain.
Konsekuensi pembudidaya dengan sifat kepemilikan ini berpengaruh pada
keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan (lelang). Konsekuensi sifat
41
kepemilikan poin 2, 3, dan 4 pembudidaya harus menjual hasil tambak ke
pungawa yang telah membantunya. Sedangkan untuk poin 1 dan 5 pembudidaya
memiliki kebebasan untuk memilih.
Dalam upaya peningkatan produksi bandeng disamping pelatihan,
pemerintah Pangkep memberikan bantuan modal melalui Koperasi Serba Usaha
Peduli,. Perusahaan industri yang berkembang di Pangkep seperti Semen Tonasa
memberikan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
pengembangan budidaya tambak. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud
kepedulian perusahaan yang telah berkembang di Pangkep.
Jumlah rata-rata Pembudidaya yang berpartisipasi di pelelangan bandeng
setiap harinya sekitar 85 orang/hari pada Bulan Juli 2007 Rata-rata jumlah
bandeng yang dibawa ke pelelangan sebanyak 0,38 ton/pembudidaya (Lampiran
17). Keuntungan yang diterima pembudidaya sebesar 80% dari total penjualan
bandeng yang dilelang oleh Pungawa. Setiap pembudidaya berdasarkan
banyaknya bandeng yang dibawa ke pelelangan akan memperoleh pendapatan
sebesar Rp 2.676.520, 362 / pembudidaya per hari (Lampiran 22)
Gambar 5. Peran Pembudidaya dan Pacatto di Pelelangan Bandeng
b. Pungawa
Pungawa merupakan pemilik los lelang. Los lelang merupakan tempat
transaksi pelelangan. Berbeda halnya dengan pelelangan di TPI, Pelelangan
Bandeng Pangkep tidak terkoordinasi oleh satu juru lelang. Setiap setiap los
lelang yang ditempati pungawa memilki juru lelang sendiri. Keadaan ini seperi
Pelelangan
Bandeng
Pangkep
Pembudidaya Pacatto
Tambak
Bandeng
1. Aliran Ikan
2. Aliran pembayaran
1 1
2 2
Pungawa
42
pasar lelang. Pasar lelang terdiri dari banyak pembeli dan banyak penjual yang
melelang.
Pungawa yang terlibat di pelelangan berjumlah 16 orang. Setiap pungawa
memiliki luas los lelang yang berbeda-beda. Perbedaan luas los lelang tergantung
dari kekuatan modal yang dimilki pungawa. Secara umum berdasarkan standar
Deperindang, pungawa tergolong pengusaha besar. Pengusaha besar adalah
pengusaha yang mempergunakan modal diatas Rp 500 juta. Pungawa
berkewajiban memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Namun
berdasarkan hasil wawancara dengan Deperindag, tidak ada satu pun Pungawa
yang melakukan prosedur izin dan memilki SIUP. Padahal Pungawa yang
memilki SIUP berhak mendapat layanan browsing untuk mengetahui informasi
pasar secara nasional.
Pungawa berperan sebagai penghubung pembudidaya dan pembeli
bandeng. Peranannya ini sebagai penanggung jawab pelaksanakan lelang. Adapun
rincian tugas yang dilakukan pungawa diantaranya :
1. memimpin dan mengkoordinasi kegiatan lelang
2. mengatur dan mengambil keputusan keuangan dan pembiyaan pelelangan.
3. mengontrol sistem pencatatan sebagai laporan harian transaksi lelang
Dalam proses penyelenggaraan transaksi lelang, pungawa memberikan
kesempatan bekerja bagi penduduk di sekitar pelelangan. Kepemilikan status
Pungawa ini merupakan staus yang turun menurun. Pungawa mengajak anggota
keluarga dalam penyelenggaraan transaksi lelang. Pungawa membagi tugas
anggota keluarga sebagai juru tulis, juru lelang, juru keuangan.
Juru Tulis
Juru tulis berperan sebagai pencatatan dan pelaporan transaksi yang
meliputi jumlah ikan yang masuk, nama pembudidaya, harga, pembeli. Juru tulis
biasanya pun menuliskan total pendapatan yang akan diterima. Juru tulis pun
memberikan tanda khusus bagi para pembeli yang menunda pembayaran.
Pembuatan nota pembayaran dilakukan oleh juru tulis dan ditandatangai oleh
pungawa. Biasanya yang mendapat tugas sebagai juru tulis adalah orang terdekat
seperti anak atau saudara pungawa. Juru tulis mendapat bagian yang berbeda
tergantung kebijakan pungawa.
43
Juru Lelang
Juru lelang bertugas melaksanakan lelang secra terbuka dan
mengumumkan pemenang lelang. Juru lelang pun sebelumnya menata bandeng
yang telah dirapikan juru sortir dan hitung. Setelah pemenang lelang diumumkan
juru lelang memerintahkan kepada pemenang lelang untuk membayar harga ikan
yang besarnya telah disepakati bersama.
Juru Sortir dan Hitung
Mensortir dan menghitung bandeng merupakan tugas yang pertama kali
dilakukan setelah ikan sampai di pelelangan. Juru sortir dan hitung telah
mengetahui klasifikasi bandeng berdasarkan ukuran. Juru sortir dan juru hitung
berasal dari masyarakat sekitar yang mencari penghasilan tambahan. Penghasilan
yang diterima juru sortir dan hitung sebesar Rp 15.000 per bongkar muat bandeng
pembudidaya. Penghasilan ini ditambah dengan bandeng yang dapat dibawa tidak
lebih dari 10 ekor.
Juru Keuangan
Tugas utama juru keuangan yaitu menghitung uang yang masuk dan
keluar. Biasanya juru keuangan dipercayakan pada keluarga dekat misalnya
istrinya yang membantu di pelelangan. Semua aktivitas keuangan ini terkontrol
oleh pungawa.
Pungawa di Pelelangan Bandeng Pangkep umumnya memiliki satu los
pelelangan. Namun ada pula yang memiliki 2 los. Pemilik los terbesar yaitu Haji
Baha (pemrakarsa pelelangan bandeng). Setiap harinya pembudidaya yang
menyimpan bandeng di los Haji Baha hingga 77 orang dengann jumlah ikan yang
dibawa rata-rata berjumlah 2,53 ton/hari (relatif lebih kecil dibandingkan pemilik
los lainnya). Kebanyakan pungawa mendapatkan 4,25 ton /hari dari 12 orang
pembudidaya. Setiap pungawa berdasarkan banyaknya bandeng yang dilelang ke
pelelangan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.900.676,13/ harinya.
c. Pacatto/Pembeli Besar
Pembeli besar atau pacatto merupakan konsumen tingkat satu dalam rantai
pemasaran. Pacatto menyalurkan bandeng ke berbagai daerah. Pacatto berperan
dalam memperluas jaringan pemasaran bandeng. Pacatto membeli bandeng
44
dengan transaksi lelang. Banyaknya jumlah bandeng yang dibeli oleh pedagang
besar sebanyak10 gabus. Setiap gabus menampung 100-125 ekor bandeng.
Pacatto yang terlibat di Pelelangan Bandeng Pangkep berasal dari dalam
dan luar Pangkep. Pacatto dari luar Pangkep berasal dari kabupaten Jeneponto,
kabupaten Takalar, kabupaten Bulukumba, kabupaten Bantaeng dan kabupaten
Gowa. Pembeli lainnya berasal dari Irian dan Maluku. Sedangkan pembeli besar
yang berasal dari Pangkep tidak melakukan transaksi lelang. Pembeli besar dari
Pangkep perpanjangan tangan dari pungawa.
Secara umum pacatto datang ke pelelangan untuk mendapatkan bandeng.
Bandeng tersebut akan kembali dijual di daerah asalnya. Pacatto menggunakan
sarana transportasi berupa mobil untuk mengangkut bandeng. Untuk membantu
pengangkutan dan pengepakan bandeng, pacatto dari luar daerah memiliki tenaga
kerja sebanyak 2-5 orang.
Setelah transaksi lelang, pacatto dan pekerjanya mengangkut bandeng ke
tempat parkir yang berdekatan dengan mobil angkut. Sebelumnya pacatto
mempersiapkan es batu dan gabus. Gabus dan es batu didapatkan dari toko dan
pabrik es yang berdekatan dengan pelelangan. Bandeng yang telah diangkut,
kembali disortasi dan dihitung. Sortasi dilakukan kembali berdasarkan ukuran dan
kualitas kesegaran ikan. Kesegaran ikan menjadi salah satu faktor dalam sortasi.
Metode yang digunakan dengan mengetahui tekstur ikan di bagian perut. Semakin
berisi perut ikan maka kondisi ikan semakin segar. Hasil sortasi dan hitung
disusun dalam gabus. Setiap tumpukan ikan di dalam gabus dilapisi dengan es. Es
yang digunakan sebanyak 1 balok untuk 2 gabus. Harga satuan gabus senilai Rp
25.000/gabus sedangkan harga es balok sebesar Rp 12.000/balok.
d. Pagandeng/Pengecer
Pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari pacatto. Adapun yang
tergolong pengecer ada yang berbentuk toko (store retailer) dan non-toko
misalnya melalui door to door dan pedagang kaki lima. Bentuk door to door yang
dilakukan pedagang eceran di Pangkep berbentuk pagandeng sepeda dan
pagandeng motor. Perbedaan antara pagandeng motor dan pagandeng sepeda
terletak pada jumlah ikan yang diperjualbelikan, alat transportasi yang digunakan
45
serta jangkauan pemasaran. Pagandeng motor memperjualbelikan dengan bandeng
dalam jumlah 100 ekor dan mampu menjangkau daerah pegunungan. Kabupaten
pangkep secara geografis terbagai menjadi 3 yaitu daerah daratan, daerah lautan
dan daerah pegunungan. Pagandeng motor dengan jangkauan ke daerah
pegunungan (kecamatan Tondong Tallasa) membutuhkan biaya transportasi
berupa BBM. Setiap perjalanan memerlukan 1-2 liter. Pagandeng sepeda biasanya
dilakukan oleh orang yang sudah berumur tua sekitar 50-70 tahun. Jumlah ikan
yang dibawa sebanyak 50 dan jangkauan sekitar kecamatan Pangkajene.
Pagandeng sepeda dalam aktivitas pemasarannya dibantu oleh pemerintahan
daerah dengan pemberian kredit tanpa bunga melalui Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) Citra Mas yang baru diresmikan tahun 2007.
e. Pemerintahan Daerah
Retribusi yang dikenakan pada pelelangan yang difasilitasi oleh
pemerintah daerah merupakan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah.
Penarikan retribusi dilakukan oleh penagih retribusi kepada pungawa. Jumlah
penagih retribusi di pelelangan sebanyak 3 orang. Jumlah penagih ditentukan oleh
kepala pasar. Kepala pasar berwenang untuk memilih atau memberhentikan
penangih retribusi. Dinas Pendapatan Daerah memberikan Dana Intensifikasi bagi
Penagih Retribusi sebagai pendapatan bagi penagih.
Penagih bekerja di malam hari pada jam 21.00-01.00 sesuai dengan waktu
terjadinya pelelangan. Penagih harus mengawasi setiap ikan yang masuk ke
pelelangan melalui pungawa. Bentuk pengawasan yang biasanya dilakukan berupa
catatan kecil pada secarik kertas untuk setiap ikan yang masuk ke pelelangan.
Penagih menarik retribusi melalui pungawa. Besarnya retribusi disesuaikan
dengan jumlah ikan yang diterima pungawa per basket. Basket adalah tempat
penampungan bandeng. Per basket dikenakan tarif retribusi sebesar Rp 1000.
Semakin banyak basket yang terkumpul di pungawa maka retribusi yang
dikenakan akan semakin besar. Tarif retribusi pelelangan berdasarkan Perda
No.22 Tahun 2000 sebesar 2% (dua perseratus) dari nilai produksi ikan.
46
f. Pendukung
Pelaksanaan pelelangan tidak terlepas dari dukungan pihak yang tidak
terlibat langsung dalam proses pelelangan. Keberadaannya ada yang terdapat di
sekitar pelelangan bahkan jauh dari pelelangan. Beberapa pendukung pelelangan
yang terdapat di sekitar pelelangan adalah warung nasi, pabrik es, toko box
stereofoam. Sedangkan pendukung yang letaknya jauh dari pelelangan adalah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Citra Mas dan jasa transportasi.
5.2.10 Landasan Hukum Pelelangan
Landasan hukum pelelangan diberlakukan untuk mengatur dan menjamin
keberlangsungan pelelangan. Pelelangan bandeng yang terjadi di Pangkep diatur
melalui Perda No.22 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pertama Perda Kabupaten
Pangkep No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan.
Peraturan ini sebagai tambahan beberapa peraturan pada Perda No.4 Tahun 1999.
Perda No.22 Tahun 2000 menyebutkan dengan jelas bahwa adanya struktur tarif
khusus untuk pelelangan bandeng.
Tempat pelelangan berdasarkan Perda No.4 pasal 1 adalah tempat penjual
dan pembeli melakukan transaksi jual beli secara lelang. Perda No.4 Tahun 1999
mengalami perubahan pada pasal 2, pasal 6 dan pasal 8 setelah pemerintah daerah
tmembayar biaya rekonstruksi pembangunan Developer Swasta PT Wahana.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa retribusi merupakan
pembayaran atas pelayanan penyedia fasilitas berupa tempat dan jasa pada pasar
grosir termasuk pelelangan ikan. Tingkat penggunaan jasa fasilitas tempat
dihitung berdasarkan luas, dan waktu penggunaan fasilitas pasar grosir dan atau
pertokoan serta berdasarkan volume atau nilai jual barang. Adapun struktur tarif
berdasarkan jenis pelayanan fasilitas tempat dan jasa pada pasar grosir dan atau
pertokoan untuk pelayanan jasa pelelangan bandeng (pasal 8 ayat 7d) sebesar 2%
(dua perseratus) dari nilai ikan.
5.2.11 Mekanisme Pelelangan
Pembahasan mekanisme pelelangan dilakukan untuk memberikan
gambaran tentang kegiatan yang dilakukan pada pelelangan bandeng. Pada
47
pelelangan bandeng terdapat urutan kegiatan yang terdiri dari kegiatan pra lelang,
kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang.
a. Kegiatan Pra Lelang
Pelelangan dimulai pukul 21.00 WITA dimana para bos ikan bersiap di los
pelelangan. Aktivitas awal mempersiapkan buku catatan dan peralatan pencatatan
seperti nota, pulpen dan stampel. Dalam pelaksanaan pelelangan Pungawa dibantu
oleh anggota keluarga atau sanak saudara. Anggota keluarga yang terlibat
berperan sebagai juru tulis, juru keuangan atau juru lelang. Gambaran umum kerja
Pungawa biasanya sebagai juru lelang, istri, anak atau keluarga dekat sebagai juru
tulis atau juru keuangan. Ketika pungawa melakukan persiapan pelelangan,
anggota lainnya merapikan dan membersihkan los pelelangan.
Sekitar pukul 22.00 WITA pembeli dan petani pembudidaya berdatangan
ke pelelangan. Pembudidaya membawa bandeng ke pelelangan dengan alat
transportasi. Alat transportasi yang digunakan yaitu mobil angkot (pete-pete
bahasa bugis), bentor (beca motor). Rata-rata jumlah pembudidaya yang
bertransaksi di pelelangan setiap harinya berjumlah 84,7 orang/hari atau sekitar
5,3 orang/pungawa. Rata-rata jumlah bandeng yang dibawa pembudidaya di
pelelangan sebanyak 22,7 ton/hari atau 1,4 ton/pembudidaya.
Setelah tiba di pelelangan, pembudidaya langsung menghubungi pungawa,
sedangkan juru hitung yang berada di pelelangan.melakukan pembongkaran.
Pembongkaran bandeng dimulai dengan mengeluarkan bandeng dari mobil/bentor
lalu dilakukan proses sortasi, penghitungan. Sortasi bandeng dilakukan
berdasarkan ukuran jari. Perhitungan ikan dilakukan dengan metode per sepuluh
ikan.
Sortasi atau pemisahan tidak berdasarkan kualitas. Proses sortasi
dilakukan berdasarkan ukuran untuk menentukan tingkat harga. Hal ini akan
memudahkan juru lelang untuk penentuan harga. Seluruh proses ini dilakukan di
los pelelangan. Penyusunan dan perapian ikan dilakukan di lantai tanpa alas.
Apabila jumlah bandeng yang tedapat di los pelelangan banyak, maka pungawa
menggunakan basket untuk menyimpan ikan.
48
Pembeli berdatangan sekitar pukul 22.00 WITA. Pertemuan antara
pembeli dan pembudidaya melalui pungawa adalah awal puncak aktivitas di
pelelangan. Pembeli yang datang ke pelelangan memiliki kebebasan untuk
memilih pungawa. Pembeli yang terdapat di pelelangan terbagi 2 yaitu pembeli
langganan dan pembeli nonlangganan. Pembeli langganan biasanya mempunyai
hubungan saudara dengan bos ikan dan harus memenuhi permintaan bandeng
untuk kebutuhan industri maupun penjualan kembali (restore).
b. Kegiatan Lelang
Aktivitas pelelangan bandeng dimulai dengan pembentukan harga antara
pembeli dan juru lelang. Pembeli sebelumnya akan berkeliling untuk mengetahui
keadaan ikan yang akan dilelang. Juru lelang mengajukan harga kepada pembeli
lalu terjadi penawaran harga dan juru lelang yang memutuskan harga lelang. Juru
lelang akan menentukan harga berdasarkan mutu ikan, harga rata-rata kemarin dan
jumlah ikan yang terdapat di los pelelangan miliknya serta los pelelangan lainnya.
Untuk menjadi peserta lelang pembeli tidak harus mendaftar kepada
Pungawa atau pemerintah. Pembeli memiliki kebebasan untuk memilih tempat
transaksi lelang. Terdapat 16 pilihan los lelang yang dapat dipilih oleh pembeli.
Pembeli biasanya sudah mengetahui tingkat kesegaran ikan dan keadaan mutu
ikan yang akan dilelang. Pertimbangan pemilihan ikan adalah ukuran ikan, lingkar
perut ikan, warna ikan dan insang. Hal tersebut dilakukan secara manual melalui
penglihatan dan pengambilan sampel ikan untuk diraba. Setelah penetapan harga
dilakukan, juru lelang melaporkan jumlah dan harga ke juru tulis. Pembeli
melakukan pembayaran melalui juru keuangan.
Pembeli melakukan pembayaran dan pungawa melakukan penyerahan ikan
di pelelangan bandeng melalui dua mekanisme yaitu :
1. Penyerahan barang langsung dengan pembayaran langsung. Hal ini biasa
dilakukan oleh para pembeli yang akan menjual kembali ikannya di Makassar
atau daerah lainnya
2. Penyerahan barang langsung dengan kesepakatan pembayaran sampai waktu
habis penjualan. Hal ini biasanya dilakukan oleh para pembeli lokal untuk
dijual kembali di pasar.
49
Pada proses pelelangan petani tambak hanya diam dan mengamati proses
pembelian, tidak ikut campur dalam proses pelelangan. Setelah semua bandeng
yang dibawa habis dibeli atau masih terdapat sisa, semuanya dihitung jumlahnya
dan ditulis dalam nota pembayaran yang dibuat juru keuangan. Juru tulis
menuliskan nota untuk petani tambak. Mekanisme pembayaran uang hasil lelang
kepada pembudidaya bervarisi bentuknya. Terdapat empat mekanisme
pembayaran yang waktunya berbeda-beda, hal ini tergantung dari kebijakan
pungawa. Adapun beberapa mekanisme yang terjadi di pelelangan diantaranya :
1) Pembayaran langsung ditempat setelah ikan habis.
2) Pembayaran ditunda 1-3 hari bahkan sampai 3 minggu
3) Penagihan langsung oleh petani, namun hal ini biasanya terjadi karena
hubungan kerabat
Mekanisme pembayaran 1 di atas lebih disukai oleh petani tambak. Hal ini
menyebabkan petani tambak akan kembali menjual hasil tambaknya pada
pungawa tersebut. Sedangkan bentuk mekanisme 2, 3 di atas menyebabkan petani
tambak yang tidak memiliki ikatan khusus dengan bos ikan akan pindah untuk
menjual bandengnya pada bos ikan yang lain.
c. Kegiatan Pasca Lelang
Kegiatan lanjutan yang dilakukan para pembeli setelah pelelangan berkisar
pada kegiatan pengangkutan, penyortiran kembali, pembersihan, pengepakan dan
pengiriman. Kegiatan penanganan tersebut dilakukan dengan segera setelah
pembeli melakukan pembayaran atas sejumlah ikan.
Pembersihan dan Pengangkutan
Pengangkutan merupakan pemindahan bandeng yang telah dilelang ke
lokasi parkir tempat kendaraan pengangkutan. Pengangkutan ini dibantu oleh
tenaga kerja yang dimiliki pembeli. Sebelum pengangkutan, biasanya dilakukan
pembersihan ikan. Pembersihan dilakukan dengan penyemprotran air pada ikan.
Fasilitas air disediakan oleh pungawa.
Penyortiran dan Pengepakan
Penyortiran merupakan pemilahan bandeng berdasartkan ukuran, dan
tingkatan mutu sesuai dengan standar tertentu. Pembeli bandeng di pelelangan
50
merupakan pedagang besar yang akan mendistribusikan kembali bandeng yang
dibeli. Pedagang besar ini biasanya melakukan penyortiran berdasarkan orientasi
pemasarannya. Pada umumnya sortasi dilakukan berdasarkan ukuran dan
kesegeran ikan. Penyortiran ini merupakan sortasi kedua. Sortasi pertama
dilakukan sebelum pelelangan oleh juru sortasi dan hitung yang dilakukan pada
saat ikan sampai di pelelangan. Pada sortasi kedua ini, pedagang melakukannya
sangat hati-hati.
Pengepakan ini dilakukan setelah penyortiran. Pembeli telah mempersiapan box
ikan berupa box streopoam. Teknik pengepakan berupa penyusunan ikan dalam
box dengan ukuran dan mutu yang sama. Penyusunan ikan disertai dengan
pemberian es curah yang diletakan disetiap lapisan ikan. Adapula pelapisan es
hanya dilakukan di bagian bawah dan atasnya saja. Biasanya dalam box terdapat
100-250 ekor ikan tergantung dari ukuran ikan dan menghabiskan ½ balok es.
Pengiriman
Setelah proses pengepakan selesai, tahapan selanjutnya adalah pengiriman
ke daerah tujuan pemasaran. Armada angkut yang digunakan tergantung dari skala
usaha pedagang/pembeli.
Gambar 6. Alur Waktu dan Aktivitas Kerja Pelelangan Bandeng Pangkep
Pra Lelang
Transaksi Lelang
dan
Pembayaran
Pasca Lelang
21:00-22:00 22:00-24:00 00:00-03:00
Pembudidaya
dan Pembeli
Berdatangan
Pembudidaya
Membawa Ikan
dan
Menghubungi
Pungawa
Bongkar Muat
Sortasi dan
Hitung
Pembersihan
dan
Pengangkutan
Penyortiran dan
Pengepakan
Pengiriman
51
d. Kegiatan Penunjang Pelelangan
Kegiatan penunjang di pelelangan dimaksudkan sebagai aktivitas para
pelaku usaha yang tidak terkait langsung dengan aktivitas pelelangan di wilayah
kerja pelelangan. Para pelaku tersebut ada sejak kedatangan ikan hingga proses
lelang selesai. Penyedia jasa yang berpengaruh adalah keberadaan pada penjual
minuman dan makanan dan penyedia es balok.
Biasanya pungawa menyediakan fasilitas khusus bagi pembudidaya
dengan menyediakan minuman (teh susu). Adapun keberadaan penyedia es balok
sangat dibutuhkan oleh pembeli pada umumnya. Jumlah penyedia es balok yang
dekat dengan pelelangan hanya terdapat satu unit.
5.2.12 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan
Salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep
adalah retribusi daerah. Sumber retribusi Tabel 10 diantaranya Pelayanan
Kesehatan, Pelayanan Kebersihan, Pasar, Terminal, Pasar Grosir dan Pertokoan,
Izin Gangguan, dan Tempat Pendaratan Kapal.
Tabel 11. Retribusi Jasa Pasar Grosir dan atau PertokoanNo Jenis Retribusi
1 Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Bumi
- Pasar Palampang (Palampang II)
- Pasar Labakkang
- Pasar Siloro
- Pasar Segeri
- Pasar Mandalle
2 Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Ikan Bandeng (Palampang I)
3 Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Ikan Laut
- Palampang I
- Maccini Baji
- Limbangan
- Kalibone
- Bawasalo
-Toli-Toli
Sumber : Dipenda Kab. Pangkep (2006)
Retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep merupakan bagian dari kategori
Pasar Grosir dan Pertokoan. Pungutan retribusi dibebankan pada Pungawa.
Retribusi pelelangan diatur oleh Perda No.22 Tahun 2000 Pasal 8d dimana untuk
52
setiap jasa pelayanan pelelangan bandeng dipungut sebesar 2% dari nilai ikan
yang masuk ke Pungawa. Retribusi ditarik oleh bagian penagihan
5.2.13 Distorsi dalam pelelangan
Permasalahan dtimbulkan oleh ketidakpuasan antara petambak dan
pembeli. Petambak mengalami ketidakpuasan pendapataan yang diterima karena
adanya distorsi proses perhitungan jumlah ikan. Sedangkan pembeli mengalami
ketidakpuasan dalam produk yang diterima dari hasil pembelian melalui
mekanisme lelang. Distorsi jumlah ikan dan bandeng yang diterima akan
merugikan pihak terlibat di pelelangan. Kecurangan yang dilakukan juru hitung
ikan. Biasanya juru hitung memalsukan hitungan dengan menyimpan ikan pada
hitungan ke sebelas, bukan pada hitungan ke sepuluh.
Sistem penghitungan ikan di Pelelangan bandeng pangkep dilakukan
secara manual dengan perhitungan per ekor. Setiap kali bongkar muat, juru hitung
akan menghitung ikan per sepuluh ikan dan menyimpan satu ikan sebagai tanda
bahwa sepuluh ikan yang sudah berada dalam keranjang sama dengan satu ikan
yang berada diluar keranjang. Bila juru hitung memasukan sebelas ikan dalam
keranjang dan menyimpan satu ikan diluar keranjang maka akan terdapat
kelebihan ikan dalam keranjang. Jumlah kelebihan biasanya sekitar 50-100
bandeng dalam basket. Pada pasca lelang dan pengangkutan, juru hitung ikan akan
mengambil ikan miliknya saat pembeli keluar dari pelelangan. Tetapi hal tersebut
apat diketahui bila petani tambak sebelumnya menghitung total ikan yang akan
dilelang.
5.3 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
dan Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT)
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah salah bentuk kelembagaan pasar
dalam usaha perikanan tempat berlangsungnya transaksi jual beli antara nelayan
dan bakul ikan sebagai pembeli dengan sistem penawaran tertinggi. TPI
melaksanakan lelang ikan hasil tangkapan. Adanya persaingan antar bakul
(pembeli) dalam mendapatkan ikan hasil tangkapan nelayan yang terbatas
menyebabkan adanya mekanisme pembentukan harga dengan sistem lelang.
53
Proses pembentukan harga dengan mekanisme lelang akan menguntungkan
pelaku pelelangan, karena adanya teori kesamaan pendapatan.. Keuntungan
tersebut terutama dirasakan nelayan didapat karena hasil tangkapan nelayan dalam
waktu singkat dapat dijual pada pembeli.
Beberapa contoh TPI yang terdapat di Indonesia diantaranya adalah TPI
Muara Angke, TPI TPI Beba Kecamatan Galesong Utara, TPI Brondong, TPI
Pelabuhan Muncar dan TPI Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, dan TPI dari
Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Fajar Sidik..Umumnya lokasi TPI berada di
sekitar pelabuhan, seperti yang terdapat di TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan
TPI Paotere, Makassar. Biasanya sarana dan prasarana yang terdapat di TPI
diantaranya dermaga, gedung TPI, tower air tawar, toilet, ruang jaga, parkir, cold
storage, dan gedung pengolahan. Seperti halnya di TPI Paotere, Makassar. Setiap
sarana dan prasarana pelelangan dikelola oleh Dinas Perikanan Sulawesi Selatan.
Dana yang digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana berasal dari
Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN) serta dana dari luar negeri.
Pelaksana operasional TPI biasanya diatur oleh suatu peraturan pemerintah daerah
(Perda). Seperti pelaksana TPI Paotere, sumberdaya manusia di pelelangan terbagi
menjadi 3 bagian yaitu Koperasi Nelayan yang berjumlah 520 orang, Dinas
Perikanan berjumlah 4 orang, dan Dinas Pendapatan Daerah berjumlah 25 orang
(7 staf kedinasan, 5 orang kolektor retribusi, 4 orang tenaga kebersihan, dan 9
orang tenaga keamanan).
Pelaksanaan lelang di TPI diawali dengan sortasi berdasarkan jenis ikan.
Objek lelang di TPI memiliki variasi jenis ikannya.Setelah sortasi berdasarkan
jenis, langkah selanjutnya adalah penimbangan. Biasanya ikan ditimbang dengan
alat standar (kg) lalu diberikan tanda khusus seperti catatan berat dan milik,
biasanya nelayan menyebutnya dengan tagging. Setelah pemberian tanda lalu
setiap ikan dalam jumlah tertentu diurutkan berdasarkan waktu masuk ke
pelelangan, lalu dilakukan penjualan dengan mekanisme lelang.. Proses
pelelangan objek lelang biasanya diumumkan oleh juru lelang dengan penawaran
harga meninggi. Penawaran harga berupa pengumuman pada peserta lelang
(bakul/pembeli) sebanyak 3 kali pengumuman. Jika peserta lelang menerima
tawaran harga tertinggi, maka peserta itu pemenangnya. Para pemenang lelang
54
harus melakukan administrasi pengambilan dan pembayaran objek lelang yang
telah ditawar di tempat registrasi yang tersedia. Petugas yang berada di bagian
registrasi akan mengukur kembali berat ikan dan menghitung pembayaran serta
retribusi yang dikenakan. Pelaksanaan lelang ini yang terjadi di Pelelangan
Rajawali, Makassar.
Seperti halnya di TPI Rajawali, Sulawesi Selatan, pada TPI yang dikelola
olek KUD Mina Fajar Sidik, Subang, Jawa Barat, setelah kapal ditambatkan di
dermaga, nakhoda kapal harus melapor kepada petugas keamanan yang
merangkap sebagai petugas pencatatan kedatangan kapal. Nakhoda harus
memberikan keterangan berupa data-data yang terdiri dari nama kapal, asal
daerah, nama pemilik kapal, dan nama nakhoda. Berbeda halnya dengan Anak
Buah kapal (ABK), para ABK melakukan pembongkaran ikan tangkap dan
disimpan dalam palka kapal. Pembongkaran ikan dimulai dengan mengeluarkan
ikan dari dalam palka untuk memudahkan proses sortasi, pembersihan,
pengepakan, hingga pendaratan. Proses sortasi dilakukan dengan memisahkan
ikan berdasarkan jenis, ukuran, dan keadaan fisik atau mutu ikan. Pengaturan
dalam proses sortasi dilakukan olegh petugas KUD dan dikoordinir oleh manajer
TPI.
Setelah dilakukan sortasi, biasanya juru lelang berkeliling dan memeriksa
keadaan ikan yang akan di lelang. Hal ini dilakukan untuk mendapat gambaran
umum dalam penentuan harga ikan. Para pembeli atau peserta lelang disebut juga
bakul. Untuk menjadi peserta lelang, calon peserta harus mendaftar kepada
Manajement TPI dan diwajibkan menyerahkan jaminan berupa uang. Lelang akan
dimulai dari ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan cepat mengalami
penurunan mutu. Setelah ikan tersebut habis dilelang maka akan dilanjutkan
dengan ikan yang memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dan ikan dengan
mutu rendah.
Lelang dimulai dengan melakukan penawaran terbuka atas ikan yang
dijual. Penawaran dibuka pada suatu tingkat tertentu untuk sejumlah ikan yang
ditunjuk oleh juru lelang. Harga yang ditawarkan akan berubah mengikuti respon
para bakul. Pada harga tertentu bakul akan melakukan sautan (tanda tertentu
kepada juru lelang yang menunjukan bahwa ia berani menawar komoditi yang
55
dilelang). Kegiatan lanjutan setelah bakul mendapat ikan adalah melakukan
penyortiran, pembersihan, pengepakan, dan pengiriman. TPI yang merupakan
salah satu unit usaha KUD Mina Fajar Sidik. TPI memiliki usaha penunjang yang
secara tidak langsung membantu dalaam kelancaran penyelenggaraan lelang.
Usaha penunjang tersebut diantaranya adalah penyedia jasa penyewaan cepon,
penyedia jasa pasar tenaga kasar, penyedia jasa tenaga terampil, dan pejnyedia
tenaga terampil.
Berbeda halnya dengan Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPIHT).
TPIHT adalah salah satu jenis TPI dengan objek lelang berupa ikan hasil tambak.
Istilah TPIHT disebut juga Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) umumnya
digunakan di Kabupaten Karawang dan Tempat Penampungan Hasil Tambak
(TPHT) digunakan di Kabupaten Bekasi. Jumlah TPI pada tahun 2004 di
Karawang berjumlah 11 unit sedangkan jumlah TPHT berjumlah 13 unit. Jumlah
TPHT di Karawang lebih banyak daripada TPI. Keberadaan dan aktivitas TPHT
dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, umumnya aktivitas lelang di
Karawang hanya terjadi di tujuh TPHT, diantaranya yang berada di Kecamatan
Cimalaya Wetan dan Kulon seperti TPHT Muara, Timbul Jaya, dan Satar, di
Kecamatan Pedes seperti TPHT Ciparage, Mekar Jadi, dan Sungai Buntu, serta di
Kecamatan Cibuaya, TPHT Cikilong. TPHT di Karawang mulai dikembangkan
pada tahun 1974 di kampung Mangun Jaya, Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Istilah TPHT di atas banyak digunakan di beberapa wilayah seperti
Karawang, Jawa Barat. Tempat pelelangan hasil tambak pun ada yang dinamai
sesuai dengan objek yang di lelang, misalnya pelelangan bandeng/lelang
bandeng/pasar bandeng. Pelelangan Bandeng digunakan di Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan. Istilah Pasar Bandeng/Lelang Bandeng digunakan di Kabupaten
Sidorjo dan Gresik. Perbedaan Pelelangan Bandeng dan Pasar Bandeng/Lelang
Bandeng pada pembentukan harga objek lelang yang lebih bersifat hiburan dan
tradisi. Pelaksanaan lelang pun dilakukan setiap tahun. Berbeda dengan
Pelelangan Bandeng Pangkep yang pelaksanaan lelangnya dilakukan setiap hari.
Jumlah varian objek lelang hasil tambak biasanya satu jenis komoditas. Namun
ada pula yang terdiri dari berbagai jenis ikan hasil tambak seperti halnya di
56
Karawang. Ikan yang udang, mujaer, dan bandeng. Namun terkadang terlihat
beberapa ikan hasil tangkapan seperti ikan sembilang, kakap merah, cumi, pari,
dan rajungan.
Lokasi TPHT tidak mesti berdekatan dengan pelabuhan. Fasilitas yang
terdapat di TPHT diantaranya gedung lelang, los lelang. Luas lahan yang dimilki
TPHT Karawang misalnya, seluas 25 x 25 m2 dengan besarnya gedung lelang
seluas 7 x 15 m2. Sedangkan di Pelelangan Bandeng Pangkep luas gedung lelang
seluas 30 x 10 m2. Gedung lelang di Pelelangan Bandeng Pangkep berada di
kawasan utama perdagangan kabupaten yaitu di Pasar Sentral Pangkajene.
Mekanisme lelang yang terjadi di TPHT Karawang biasanya diawali
dengan petambak datang membawa bakul-bakul (tempat ikan) berisi udang segar
untuk segera ditimbang. Setelah ditimbang lalu dikumpulkan seperti
gundukan/gunungan. Setelah ikan terkumpul lalu dilelang kepada para pedagang
erecan ataupun perusahaan pengolahan ikan. Adapun mekanisme yang terjadi di
pelelangan bandeng, hampir sama. Aktivitas pelelangan diawali dengan
berdatangannya petambak membawa bandeng. Petambak memilih juru lelang
(pungawa) sebagai tempat untuk melelang bandeng yang dibawa. Petambak
datang dengan alat transportasi yang berbeda-beda tergantung dari jumlah
bandeng yang dibawa. Petambak memilki kebebasan dalam menentukan tempat
untuk menjual bandeng dalam mekanisme lelang. Pada pelelangan bandeng tidak
terkoordinasi oleh satu juru lelang, tetapi terdiri dari 16 juru lelang. Juru lelang ini
dinamakan pula pungawa. Jumlah pungawa di pelelangan berjumlah 16 orang.
Pungawa memilki los (tempat melelang) sendiri. Setelah menentukan pungawa,
selanjutnya petambak melakukan pembongkaran, penghitungan serta penyortasian
ikan berdasarkan ukuran.
57
Tabel 12 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang TPI dan TPHT di Indonesia
Karakteristik TPI TPHT
Objek Lelang ikan hasil tangkapan dan ikan
yang dilelang bervariasi
Ikan hasil tambak dan ikan yang
dilelang biasanya satu jenis.
Misalnya Pelelangan Bandeng.
Lokasi Berdekatan dengan laut dan
pelabuhan. Lokasi telah
memiliki batas yang jelas
dengan adanya pagar/pembatas
sehingga arus masuk dan keluar
barang semakin jelas
Berdekatan dengan sungai atau
berdekatan dengan pasar. Lokasi
terbuka dan belum memilki
pembatas. Hal ini menyebabkan
akses pembeli maupun peneliti
pasar bebas keluar masuk pasar.
Sarana dan Prasarana Umumnya memiliki gedung
lelang, dermaga, tower air tawar,
toilet, ruang jaga, parkir, cold
storage, dan gedung pengolahan.
Telah memilki kantor untuk
tenaga pengelola TPI dan
pembayaran transaksi lelang.
Umumnya memilki gedung lelang,
tempat parkir. Belum memiliki
kantor khusus pengelola lelang.
Waktu lelang Umumnya dilaksanakan pada
pagi hari
Umumnya pagi hari, namun ada
pula yang dilaksanakan pada malam
hari.
Pengelolaan Dilakukan oleh Koperasi,
Swasta, dan Pemerintahan
Daerah (DKP dan Dipenda). Bila
dikelola olek KUD maka TPI
sebagai salah satu unit usaha
utama koperasi.
Secara operasional pengelolaan
pelelangan diserahkan pada juru
lelang. Pemerintah daerah
memberikan fasilitas berupa gedung
lelang dan melakukan pemeliharaan
dengan menarik retribusi.
Retribusi Pembagiannya jelas untuk
pengelola TPI, pembeli, dan
kesejahteraan nelayan
Semua retribusi diakumulasi ke
Dipenda dan dijadikan input bagi
Pendapatan Asli Daerah.
Pelaku lelang Nelayan, juru lelang, manajer
TPI, Bakul (pembeli). Dinas
Perikanan berjumlah 4 orang,
dan Dinas Pendapatan Daerah
berjumlah 25 orang (7 staf
kedinasan, 5 orang kolektor
retribusi, 4 orang tenaga
kebersihan, dan 9 orang tenaga
keamanan).
Pembudidaya, pungawa, pacatto
(pembeli). Pihak lainnya yang
terlibat adalah penagih retribusi.
Alus Proses Pelelangan 1. Nahkoda melaporkan identitas
kapal dan ikan hasil
tangkapan pada petugas
keamanan yang merangkap
sebagai petugas pencatatan.
2. ABK melakukan
pembongkaran ikan yang
berada di palka untuk
dimasukan dalam cepon
(tempat ikan)
3. Ikan masuk ke tempat
pelelangan
4. sortasi ikan berdasarkan jenis
dan kualitas ikan
5. setelah ikan terkumpul dari
1. Pembudidaya memilih pungawa
untuk melelang ikan
2. Setelah penentuan pungawa
petambak dibantu oleh juru
hitung dan sortasi melakukan
pembongkaran ikan
3. Sortasi dilakukan bedasarkan
ukuran ikan
4. setelah terkumpul dari beberapa
petambak ikan siap untuk
dilelang
5. Setiap pungawa memilki
kebebasan memulai transaksi
lelang. Biasanya setelah ada 2
pembeli berkumpul
58
Lanjutan Tabel 12
Karakteristik TPI TPHT
beberapa nahkoda (kurang
lebih satu jam)
6. Juru lelang berkeliling untuk
melihat secara umum kondisi
ikan
7. Urutan proses lelang dimulai
dari ikan yang cepat busuk
(juru lelang biasanya sudah
mengetahuinya) lalu
dilanjutkan dengan ikan yang
kualitasnya paling baik
8. Setelah ikan dimiliki oleh
bakul. Bakul melakukan
registrasi pembayran di kantor
yang tersedia, sekaligus
dilakukan penimbangan dan
membayar retribusi
6. Setelah ikan dimiliki pembeli
maka ikan diangkut ke tempat
parkir kendaraan. Sebelumnya
pembeli melaporkan dan
membayar transaksi di meja yang
disediakan pungawa
7. Pembeli melakukan sortasi ulang
dan pengepakan
Peserta lelang Memberikan jaminan sejumlah
uang atas transaksi yang ingin
diikuti
Pembeli bebas keluar masuk pasar
Sumber : berbagai sumber (2008)
5.4 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin
Lembaga yang terlibat dalam pemasaran bandeng di pasar lokal terdiri
dari pelelangan (juru lelang/pungawa), pacatto, pagandeng motor dan pagandeng
sepeda. Saluran pemasaran bandeng di kabupaten pangkep terdiri dari 4 macam
saluran. Pola saluran tersebut adalah sebagai berikut
Saluran 1 (S1) : Petambak – Pelelangan – Pacatto
Saluran 2 (S2) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pengecer Pasar
Saluran 3 (S3) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pagandeng Motor
Saluran 4 (S4) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pagandeng Sepeda
Total rata-rata bandeng yang diangkut petambak ke pelelangan sebanyak
327,97 kg/hari. Jarak antara tambak dan kendaraan angkutan yang jauh
menimbulkan adanya biaya angkut sebesar Rp 152,45 /kg. Sarana transportasi
yang digunakan adalah mobil angkot (pete-pete). Biaya yang dikeluarkan per rit
perjalanan adalah Rp 304,91/rit. Harga bandeng tidak ditentukan oleh petambak.
Penentuan harga ditingkat petambak menggunakan pendekatan pendapatan.
Pendapatan yang diterima petambak adalah 80% dari seluruh pendapatan
pelelangan. Sehingga harga yang diterima petambak sebesar Rp 7084,82/kg.
59
Jumlah rata-rata ikan yang diterima Pungawa di pelelangan dari petambak
sebanyak 1967,83 kg / hari (127,57 atau 128 keranjang). Setiap ikan yang dibawa
petambak ke pelelangan diangkut dan dihitung oleh anak buahnya. Biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 135,51/kg. Biaya penanggulangan resiko untuk pembelian
es batu sebesar Rp 1082,48/kg. Biaya retribusi yang dikeluarkan sebesar Rp
19,20/kg. Setiap petambak mendapatkan jamuan berupa minum the susu dan
makanan ringan menimbulkan biaya sebesar Rp 33,88/kg. Sama halnya dengan
penentuan harga ditingkat petambak, pendekatan untuk menentukan harga di
pelelangan menggunakan pendekatan pendapatan. Pendapatan yang diterima
petambak adalah 20% dari seluruh pendapatan pelelangan. Sehingga harga yang
ditawarkan petambak sebesar Rp 8856,03/kg.
Jumlah ikan yang tersedia di Pacatto merupakan sisa ikan dari pelelangan.
Rata-rata total ikan yang dijual sebanyak 221,38 kg/hari. Paccato membutuhkan 5
buah es balok untuk menjaga kesegaran ikan. Kebutuhan es batu ini menimbulkan
adanya biaya Rp 1264,79 /kg. Penagihan retribusi sebesar Rp 4,52/kg. Besarnya
resiko penyusutan ikan adalah 6% dari total ikan, sehingga biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 1269,31/kg. Harga yang ditawarkan pacatto sebesar Rp
10.389,36/kg.
Pagandeng motor adalah pagandeng atau pengecer yang menggunakan
sarana transportasi motor untuk menjual bandeng. Pagandeng motor dapat
menjangkau seluruh kecamatan di Pangkep bahkan luar Pangkep. Jumlah rata-rata
ikan yang dibawa pagandeng motor sebanyak 110 kg/hari. Biaya yang dikeluarkan
adalah biaya transportasi untuk bensin sebesar Rp 163,64/kg (asumsi harga BBM
tahun 2007), pembelian es balok sebesar Rp 109,09/kg, Biaya keranjang sebesar
Rp 181,82/kg dan biaya resiko penyusutan sebesar Rp 54,55/kg. Harga bandeng di
tingkat pagandeng motor adalah Rp 11.136/kg.
Berbeda halnya dengan pagandeng sepeda, setiap harinya pagandeng
sepeda membawa ikan sebanyak 17,60 kg/hari. Biaya yang dikeluarkan untuk
permbelian es balok sebesar Rp 34,09/kg dan pembelian keranjang ikan sebesar
Rp 113,64/kg. Biaya resiko penyusutan sebesar Rp 284,09/kg. Harga bandeng di
tingkat pagandeng sepeda sebesar Rp 10.909/kg.
60
Lembaga lainnya yang berada di pasar lokal adalah pengecer pasar.
Biasanya pengecer membawa bandeng di pacatto dengan jumlah 44,00 kg/hari.
Biaya yang ditimbuolkan hanya penangggulangan resiko sebesar Rp 271,03/kg.
Adapun harga yang berlaku di pasar lokal melalui pengecer ikan rata-rata Rp
10.500/kg.
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa setiap saluran pemasaran memiliki
margin tersendiri. Margin pemasaran merupakan selisih harga jual dan harga beli.
Saluran pemasaran 4 memiliki nilai margin dan biaya pemasaran terbesar. Margin
pemasaran terbesar yaitu sebesar Rp 4.051,54/kg dan besarnya biaya Rp
3.506,84/kg. Sedangkan saluran pemasaran yang memiliki nilai margin dan biaya
pemasaran terkecil yaitu saluran pemasaran 1 sebesar Rp 3.304,53/kg dan biaya
pemasaran sebesar Rp 2.997,74/kg. Hal ini menunjukan bahwa semakin panjang
saluran pemasaran suatu barang atau jasa maka akan semakin besar nilai margin
yang dihasilkan. Besarnya margin yang dihasilkan dipengaruhi harga jual dan
harga beli bandeng. Sedangkan besarnya biaya pemasaran dipengaruhi oleh upaya
mempertahankan kesegaran ikan.
Penentuan harga di tingkat pagandeng dipengaruhi oleh harga di tingkat
pelelangan dan besarnya biaya pemasaran. Sifat produk perikanan yang mudah
busuk menuntut adanya rantai dingin untuk mempertahankan kualitas ikan. Untuk
menjaga kesegaran ikan salah satunya dibutuhkan es balok. Besarnya biaya es
balok yang dikeluarkan merupakan penyebab perubahan harga yang besar Harga
es balok di pelelangan sebesar Rp 12.000/balok. Kebutuhan es setiap box ikan
tergantung dari jangkauan pemasaran. Tetapi pada umumnya es balok yang
dibutuhkan untuk menjaga kesegaran ikan adalah ½ es balok untuk setiap box.
Tabel 13. Keuntungan, Biaya dan Margin Pemasaran Bandeng Ukuran 3 serta
Farmer’s Share di Kabupaten Pangkep Bulan Juli 2007 (Rp per kg)
S1 S2 S3 S4
Total Margin 3.304,53 3.415,18 3.824,27 4.051,54
Total Keuntungan 764,15 807,03 852,06 1.002,05
Total Biaya 2997,74 3065,50 3429,56 3506,84
Farmer's Share 68,19 67,47 64,94 63,62
Sumber : Data Primer (2008) diolah
61
Tingkat efisiensi terbesar berdasarkan Bakri (2004) adalah yang memiliki
indeks yang paling kecil. Nilai efisiensi ditentukan oleh total biaya pemasaran
yang digunakan dan besarnya nilai produk yang dipasarkan. Tingkat efisiensi
pemasaran berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa saluran pemasaran 1 dengan nilai
indeks sebesar 34,35 % merupakan nilai yang terkecil. Saluran pemasaran 1
merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran
pemasaran lainnya. Berdasarkan duia alat analisis untuk menentukan efisiensi
menunjukan bahwa semakin pendek saluran pemasaran akan semakin efisien
saluran pemasaran tersebut.
Tabel 14. Efisiensi Pemasaran Bandeng di Kabupaten Pangkep
Saluran Total Biaya
Pemasaran (Rp)
Nilai Produk yang
dipasarkan (Rp/kg)
Indeks Efisiensi
(%)
1 2997,74 8700,82 34,45
2 3065,50 8750,31 35,03
3 3429,56 8773,80 39,09
4 3506,84 8924,26 39,30
Sumber : Data Primer 2008 (diolah)
5.5 Analisis Retribusi Pelelangan
Jumlah ikan yang berada di pelelangan sebanyak 4.436.553 ekor. Asumsi
setiap basket berisi 125 ekor ikan. Jumlah basket yang terdapat di pelelangan
sebanyak 35.492,42 basket. Besarnya retribusi yang ditarik dari pelelangan
berdasarkan jumlah basket sebesar Rp 1000/basket sehingga total retribusi yang
diterima pemerintah sebesar Rp 35.492.424. Berbeda halnya dengan perhitungan
yang disesuaikan Perda No.22 tahun 2000. Besarnya retribusi yang dikenakan
sebesar 2 % dari total nilai jual ikan (pendapatan pelelangan). Besarnya
pendapatan pelelangan sebesar Rp 8.497.952.150/ bulan. Besarnya retribusi yang
diterima pemerintah sesuai Perda No.22 Tahun 200 sebesar Rp 169.959.043.
Berdasarkan total penerimaan retribusi perhitungan per basket dan perhitungan
sesuai Perda menunjukan selisih sebesar Rp 134.466.619. Jadi, perhitungan
retribusi bedasarkan basket menyebabkan kerugian bagi pendapatan retribusi
pemerintah daerah.
62
Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng berdasarkan Data
Dipenda (2007) cenderung tetap per tahun 2004-2006, namun realisasi
penerimaan belum memenuhi target dari tahun 2003-2006. Target penerimaan
retribusi pelelangan bandeng tahun 2003 sebesar Rp 97.200.000, tetapi realisasi
penerimaan sebesar Rp 86.485.000 atau baru tercapai 88,98 %. Jika realisasi
penerimaan retribusi pelelangan bandeng ini dibandengkan dengan total
penerimaan retribusi pasar grosir dan pertokoan, maka pelelangan bandeng
memberikan sumbangan penerimaan sebesar 71,99 % dari total realisasi
penerimaan retribusi pasar grosir dan pertokoan.
Tabel 15. Kontribusi Retribusi Pelelangan Bandeng terhadap Retribusi Pasar
Grosir dan Pertokoan dan Pendapatan Asli Daerah
Tahun Pelelangan Bandeng
Jasa Pasar Grosir dan
Pertokoan
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Target Realisasi B/A
x100%
Realisasi B/C
x100%
Realisasi B/D
x100% A B C D
2003 97.200.000 86.485.000 88,98 120.142.000 71,99 25.462.930.943 0,34
2004 99.849.600 87.100.000 87,23 115.204.000 75,61 26.904.296.671 0,32
2005 99.849.600 92.835.000 92,97 124.899.000 74,33 30.024.149.132 0,31
2006 99.849.600 72.280.000 72,39 101.755.000 71,03 36.941.846.883,35 0,20
Sumber : Data Primer (diolah)
Posisi retribusi pelelangan bandeng pun dapat dibandengkan dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pangkep. Jika realisasi penerimaan retribusi
pelelangan bandeng tahun 2006 sebesar Rp 72.280.000, maka pelelangan bandeng
mampu memberikan sumbangan bagi PAD sebesar 0.2 %. Sumbangan
penerimaan retribusi pelelangan bandeng bagi PAD masih dianggap terlalu kecil.
Tujuan penagihan retribusi pada pungawa di pelelangan oleh para penagih
retribusi Dipenda merupakan upaya untuk peningkatan jasa pelayanan yang
diberikan pemerintah pada pelelangan. Jenis pelayanan yang diberikan pemerintah
pada pelelangan menimbulkan adanya pembiayaan pelelangan. Beberapa
pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah sebagai bentuk jasa pelayanan
pelelangan Bandeng diantaranya biaya keamanan, biaya kebersihan, pembuatan
karcis retribusi, dana intensifikasi penagih retribusi (gaji bagi penagih retribusi)
dan biaya parkir. Biaya keamanan dikeluarkan untuk membayar upah tenaga
keamanan seperti Satpam atau Hansip. Biaya kebersihan dikeluarkan untuk
63
menggaji tenaga yang membersihkan pelelangan. Kebersihan pelelangan pun
dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Biaya pembuatan
karcis retribusi per tahun dikeluarkan biaya sebesar Rp 400.000/tahun. Penagihan
retribusi membutuhkan SDM penagih. Penagih mendapatkan dana intensifikasi
penagih sebesar Rp 3.504.000 / tahun.
Besarnya pembiyaan pengelolaan pelelangan dibandengkan dengan
penerimaan retribusi pelelangan menghasilkan rasio efisiensi retribusi terhadap
biaya pengelolaan pelelangan. Berdasarkan Tabel 14 besarnya penerimaan
retribusi pelelangan tahun 2006 sebesar Rp 72.280.000 dan besarnya biaya
pengelolaan pelelangan sebesar Rp 8.704.700 menghasilkan rasio efisiensi sebesar
12,04 %. Besarnya nilai rasio efisiensi retribusi ini menunjukan bahwa perhatian
pemerintah dalam pengelolaan pelelangan masih kecil karena besarnya
penerimaan retribusi belum sebandeng dengan biaya pengelolaan yang
dikeluarkan. Semakin banyak PAD suatu daerah berdasarkan Adil (2003) maka
semakin dimungkinkan untuk melakukan pelayanan publik yang seluas-luasnya.
Berikut ini pembiayaan pengelolaan pelelangan yang dikeluarkan pemerintah.
Tabel 16. Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan Tahun 2006 Jenis Pengelolaan Biaya Pengelolaan
1. Keamanan (jaga Malam) 1.600.000
2. Kebersihan 2.200.000
3. Retribusi 400.000
4. Dana intensifikasi Penagih Retribusi 3.504.000
5. Parkir 1.000.700
Total Biaya Pengelolaan 8.704.700
Penerimaan Retribusi Pelelangan Bandeng 72.280.000
EBR (Efisiensi Biaya Pengelolaan) 12,04 %
Sumber : Data Primer (data diolah)
5.7 Analisis Faktor Eksternal dan Internal
5.7.1 Analisis Faktor Internal
a. Kekuatan Pelelangan Bandeng
1. Bandeng Pangkep Memenuhi Kriteria Bandeng Kualitas
Bandeng yang berasal dari Kabupaten Pangkep merupakan bandeng
berkualitas. Kualitas bandeng yang dihasilkan diketahui dengan pengecekan
kriteria kualitas. Kriteria bandeng berkualitas berdasarkan SIPUK (2007)
dapat dilihat dari beberapa cara berikut:
64
a. Rupa : cemerlang sampai kotor
b. Bau : amis spesifik sampai busuk
c. Tekstur : elastis kompak sampai lunak sekali
d. Mata : cembung, transparan, pupil hitam sampai kornea putih, kotor, pupil
putih tenggelam
e. Insang : merah cerah, filamen teratur, amis segar, tidak berlendir sampai
memutih kotor, bau, filamen menyempit
f. Daging : pinfish agak transparan, bening, cemerlang sampai elastis
kompak tak berair lengket dan mudah membubur.
Bandeng Pangkep memiliki kekhasan dalam aspek bau dan rasa. Petani
tambak menyakini penyebabnya bahwa Perairan Sulawesi yang relatif belum
banyak tercemar. Hal ini menyebabkan bandeng tidak berbau lumpur.
Kekhasan lainnya yaitu rasa khas keju dari bandeng bakar. Jika ikan disajikan
melalui pembakaran, maka bandeng akan mengeluarkan lelehan minyak
seperti keju yang dipanaskan. Hal ini menyebabakan rasa yang berbeda
dengan bandeng lainnya. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Nessa (1982)
merupakan pelopor pertambakan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan kualitas
bandeng pangkep yang berbeda dengan bandeng lainnya.
2. Waktu transaksi lelang mendukung rantai dingin pemasaran bandeng
Rantai pemasaran bandeng melalui transaksi pelelangan mampu menjaga
tingkat kesegaran ikan. Hal ini dipengaruhi oleh waktu transaksi lelang.
Waktu transaksi pelelangan bandeng yang terjadi di Kabupaten Pangkep telah
mengalami perubahan beberapa kali. Awalnya transaksi pelelangan, dilakukan
pada pagi hari, lalu berubah menjadi sore hari dan saat ini dilakukan pada
malam hari.
Transaksi lelang dimalam hari membuat ikan yang dibawa ke berbagai daerah
dalam keadaan segar. Transaksi di pasar lokal pangkep maupun berbagai kota
di Provinsi Sulawesi Selatan diselenggarakan pada pagi hari. Waktu transaksi
di malam merupakan faktor strategis untuk mendistribusikan ikan segar.
3. Sarana dan prasarana lelang telah tersedia
Lokasi Pelelangan Bandeng Pangkep disediakan oleh pemerintah melalui
Developer Swasta PT Wahana pada tahun 2000. Pelelangan ini dibangun di
65
atas tanah seluas 30 x 10 m2 memanjang dan terbagi menjadi 6 los besar di
deretan terdepan dan 6 los besar di deretan belakang. Setiap pungawa
memiliki luas los yang berbeda-beda. Umunya setiap pungawa menempati
satu los pelelangan, kecuali Haji Baha yang memiliki 2 los (bagian depan dan
belakang). Selain lokasi tempat pelelangan, terdapat area parkir khusus.
4. Pungawa sudah lama dan berpengalaman
Pungawa telah terlibat lama dalam pelelangan. Akses harga, jumlah ikan dan
memiliki jaringan bisnis yang luas. Status Pungawa ini merupakan status yang
turun menurun. Pungawa mengajak anggota keluarga dalam penyelenggaraan
transaksi lelang Pungawa membagi tugas anggota keluarga sebagai juru tulis,
juru lelang, juru keuangan. Pungawa tergolong pengusaha besar yang
mempergunakan modal diatas Rp 500 juta. Pungawa berperan sebagai
penghubung petambak dan pembeli bandeng. Peranannya ini sebagai
penanggung jawab pelaksanakan lelang. Dalam proses penyelenggaraan
transaksi lelang, pungawa memberikan kesempatan bekerja bagi penduduk di
sekitar pelelangan.
b. Kelemahan Pelelangan Bandeng
1. Belum adanya fasilitas cold storage
Banyaknya bandeng di pelelangan membutuhkan penanggulangan resiko
busuknya ikan, karena sifat perishable dari produk perikanan. Adanya cold
storage dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesegaran dan menjaga stok
bnadeng sehingga harga bandeng tetap stabil. Saat stok bandeng di pelelangan
meningkat maka harga ikan menurun. Ikan yang akan dilelang tidak tersimpan
wadah. Hal ini karena keterbatasan jumlah basket dan keterbatasan
pengetahuan sanitasi berdampak yang berdampak pada kualitas ikan. Saat ini
diketahui bahwa di Pelelangan rawan terkandung zat logam yang
membahayakan bagi kita jika mengkonsumsi ikan yang mengandung zat
logam seperti Cu, Mg dan lain-lain.
2. Mekanisme penarikan retribusi belum optimal
Penarikan retribusi dilakukan oleh pemerintah daerah melalui bagiaan
penagihan Dipenda. Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng
berdasarkan Data Dipenda (2007) cenderung tetap per tahun 2004-2006,
66
namun realisasi penerimaan belum memenuhi target dari tahun 2003-2006.
Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng tahun 2003 sebesar
Rp 97.200.000, namun realisasi penerimaan sebesar Rp 86.485.000 atau baru
tercapai 88,98 %. Mekanisme penarikan retribusi belum optimal salah satu
penyebabnya Penagihan retribusi di lapangan berbeda dengan Perda No. 22
Tahun 2000 yang menentukan struktur tarif sebesar 2% dari nilai ikan yang
diterima. Standar perhitungan retribusi menggunakan jumlah basket yang
diterima Pungawa.
3. Sortasi dan perhitungan ikan belum efisien
Sebelum transaksi lelang dilakukan, para juru sortasi dan hitung melukukan
penghitungan dan pengklasifikasian bandeng berdasarkan ukuran. Klasifikasi
bandeng berdasarkan ukuran dilakukan tanpa alat standar (kg). Hal ini menjadi
tradisi/kebiasaan di Sulawei Selatan , khususnya di Pangkep Setiap
perhitungan pembelian barang menggunakan standar satuan butir/ekor. Tidak
hanya ikan tetapi begitu pula dengan telur ayam. Hal ini karena stok ayam
yang minim.
Berdasarkan hasil analisis telah teridentifikasi 7 faktor staregis internal
yang terbagi dalam 4 kekuatan dan 3 kelemahan. Analisis ini dilakukan dengan
wawancara dengan dua responden. Dari hasil analisis IFE diperoleh nilai 2,83.
Proses pembobotan ini dapat dilihat di Lampiran 20. Kekuatan terbesar yang
dimiliki oleh Pelelangan Bandeng Kabupaten Pangkep adalah kualitas bandeng
pangkep. Besarnya skor untuk faktor tersebut sebesar 0,80. Belum adanya cold
storage dan sedikitnya jumlah basket untuk menyimpan ikan merupakan
kelemahan yang terbesar dengan skor 0,17.
Tabel 17. Pembobotan Faktor Strategis Internal
No Faktor Internal Bobot Rating Skor
1 Bandeng Pangkep Memenuhi Kriteria Bandeng Kualitas 0,20 4 0,80
2 Waktu transaksi lelang mendukung rantai dingin pemasaran
bandeng 0,17 3 0,51
3 Sarana dan Prasarana lelang telah disediakan dari Pemda 0,10 2 0,20
4 Pungawa yang sudah lama dan berpengalaman 0,17 3 0,51
5 Belum adanya fasilitas cold storage 0,17 1 0,17
6 Mekanisme penarikan retribusi belum optimal 0,08 2 0,16
7 Sortasi dan perhitungan ikan belum efisien 0,12 4 0,48
Total 2,83
Sumber : Data Primer 2008 (diolah)
67
5.7.2 Analisis Faktor Ekternal
a. Peluang Pelelangan Bandeng
1. Adanya bantuan kredit dari BPR Citra Mas
BPR Citra Mas sebagai badan perkreditan Rakyar yang dibentuk dan
diresmikan oleh Pemerintah Daerah tahun 2007. Keberadaannya sebagai
pemberi kredit bagi masyarakat Pangkep yang melakukan kegiatan usaha.
Pemberian kredit khusus tanpa bunga diberikan pada pagandeng sepeda yang
melakukan usaha sebagai pengecer bandeng di tingkat kecamatan.
2. Adanya peningkatan luas tambak di Kabupaten Pangkep
Pangkep merupakan salah satu kabupaten di Pantai Barat Sulawesi Selatan.
Luas tambak di Kabupaten Pangkep tersebar di sepanjang pantai barat
tersebut. Luas tambak berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2002-2005 mengalami
peningkatan sebesar 11,8 % dari 9.121,48 (2002) menjadi 10.200,88 ton
(2006). Peningkatan luas tambak terbesar berada di Kecamatan Mandalle
(146,72 %), Kecamatan Segeri (38,78 %), dan Liukang Tupabbinring (24,
15%). Adapun produksi tambak tahun 2002-2006 berdasarkan Tabel 3
mengalami peningkatan sebesar 39,4 %.
3. Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan di Sulawesi selatan, khususnya
suku Bugis-Makassar cenderung tinggi. Hal ini masyarakat suku Bugis -
Makassar di Sulawesi Selatan identik dengan makan ikan. Ada anggapan yang
muncul tanpa ikan maka dianggap belum makan. Hal ini menjadi merupakan
peluang, karena makan ikan telah membudaya.
Selain itu standar kecukupan konsumsi ikan tahun 2007 sebesar
26,55kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan identik dengan kecukupan nilai gizi
yang terkandung dalam ikan. Ikan merupakan pangan yang menjadi sumber
protein hewani yang memiliki resiko kecil dan sumber lemak, mineral serta
vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Zulkarnaen
2004).
4. Akses transportasi ke pelelangan mudah
Kabupaten pangkep dilalui oleh Jalan Poros Makassar yang menghubungkan
Makassar hingga Pare-Pare. Jalur transportasi ini tahun 2008 mengalami
68
pelebaran jalan. Hal ini akan berdampak pada mudahnya transportasi
antardaerah.
5. Banyaknya petambak terlibat di pelelangan
Sejak kemunculan berbagai penyakit pada udang Windu sekitar tahun 1997,
petambak beralih membudidayakan bandeng. Bandeng yang ditransaksikan di
Kabupaten pangkep berasal dari daerah pangkep dan Luar pangkep. Beberapa
petambak yang teribat transaksi diantaranya kabupaten Wajo, kabupaten Siwa,
kabupaten Maros, bahkan kabupaten Tarakan (Kalimantan Timur).
b. Ancaman Pelelangan Bandeng
1. Penanganan banjir tahunan belum optimal
Banjir yang rutin terjadi setiap tahun di Sungai Pangkajene, menimbulkan
gagal panen. Hal ini menyebabkan suplai ikan bandeng di pelelangan
menurun. Namun penurunan stok ikan dipelelangan tidak mempengaruhi
harga bandeng yang tinggi. Justru harga bandeng dipasaran bisa turun
menjadi Rp 200-Rp 500. Hal ini disebabkan adanya jumlah ikan di pasar lokal
yang begitu banyak.
2. Kecilnya perhatian pemerintah dalam program-program sektor perikanan dan
kelautan (terutama pada pelelangan)
Prioritas program pembangunan pemerintah Pangkep diarahkan pada
pelayanan birokrasi dan sosial kemasyarakatan seperti gratis pembuatan KTP,
kesehatan gratis. Pemerintah berdasarkan hasil wawancara menunjukan
fesimisme untuk perkembangan pelelangan. Pemerintah pangkep tergolong
mampu mensejahterakan masyarakat. Hal ini diketahui dari penghargaan
pemerintah pusat pada peningkatan lapangan kerja yang diciptakan pada
pemda Pangkep. Besarnya retribusi dari sektor industri seperti Semen Tonasa
dan PT Citatah Keramik menjadikan perhatian pemerintah bagi pelelangan
masih kecil.
69
Tabel 18. Pembobotan Faktor Strategis Eksternal
No Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
1 Adanya bantuan kredit dari BPR Citra Mas 0,15 4 0,60
2 Peningkatan Luas Tambak di kabupaten Pangkep 0,15 3 0,45
3 Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan 0,18 4 0,72
4 Akses transportasi ke pelelangan mudah 0,12 3 0,36
5 Banyaknya petambak terlibat di pelelangan 0,15 3 0,45
6 Penanganan banjir tahunan belum optimal 0,13 2 0,26
7 Kecilnya perhatian pemerintah dalam program-program sektor
perikanan dan kelautan (terutama pada pelelangan) 0,11 3 0,33
TOTAL 3,17
Sumber : Data Primer 2008 (diolah)
Hasil perhitungan matrik EFE pada Tabel 16 menunjukan bahwa
Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan sebagai faktor strategis
terpenting dengan bobot yang paling besar yaitu 0,72. Jumlah nilai EFE sebesar
3,17 menunjukan bahwa pelelangan bandeng berada di atas rata-rata (2,50) dalam
kekuatan eksternal. Ini berarti posisi eksternal pelelangan bandeng cukup kuat.
Pelelangan bandeng telah mampu memanfaatkan peluang maupun ancaman yang
terdapat di pelelangan bandeng.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dalam penyelenggaraan pelelangan bandeng Pangkep dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pelelangan bandeng pangkep melelang bandeng dengan ukuran 3 jari (0,22
kg/ekor) Total bandeng yang terdapat di pelelangan sebanyak 976 ton/bulan.
Harga bandeng dijual sekitar Rp 8856,03/kg. Lokasi pelelangan terpisah
dengan pasar tetapi terkoordinasi terpadu dengan pasar sentral palampang
Pangkep. Pelelangan dilakukan setiap hari sepanjang tahun pada pukul
22.00-24.00 WITA (lamanya tergantung banyaknya ikan). Pengelolaan
pelelangan dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Pendapatan Daerah.
Pihak yang terlibat dalam pelelangan adalah petambak, ponggawa, pacatto,
pagandeng. Penagih retribusi, pendukung pelelangan . Landasan hukum yang
mengatur dan menjamin keberadaan pelelangan bandeng adalah Perda No.22
Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama Perda No.4 Tahun 1999 Tentang
Retribusi Pasar Grosir dana atau Pertokoan. Mekanisme pelelangan yang
dilakukan diantaranya kegiatan pra lelang, kegiatan lelang, kegiatan pasca
lelang dan kegiatan penunjang pelelangan.
2. Saluran pemasaran bandeng di pasar lokal diantaranya Petambak-Pelelangan-
Pacatto (S1), Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pengecer Pasar (S2), Petambak-
Pelelangan-Pacatto-Pagandeng Sepeda (S3), Petambak-Pelelangan-Pacatto-
Pagandeng Motor (S4). Saluran pemasaran S1 memiliki nilai margin dan
biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 3.304,53/kg dan Rp 2.997,74/kg, serta
memiliki nilai indeks efisiensi terkecil yaitu 34,45 %.
3. Penarikan retribusi diatur Perda No.22 Tahun 2000 tentang Perubahan
Pertama Perda No.4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir atau
Pertokoan. Mekanisme pelelangan yang terjadi yaitu kegiatan pra lelang,
kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang dan beberapa kegiatan penunjang
pelelangan. Realisasi penerimaan retribusi terhadap target tahun 2006 sebesar
72,39 %. Kontribusi retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir
71
pada tahun 2006 sebesar 71,03% . Kontribusi retribusi pelelangan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2006 sebesar 0,2 %.
4. Hasil analisis Internal Factor Evaluation (IFE) diketahui bahwa pelelangan
bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis internal. Skor IFE yang
diperoleh senilai 2,83. Bandeng Pangkep memenuhi kriteria bandeng
berkualitas salah satu faktor kekuatan yang memiliki skor tertinggi senilai
0,80. Hasil analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE) diketahui bahwa
pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis eksternal.
Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan merupakan salah
satu faktor peluang yang memiliki skor tertinggi senilai 0,72. Skor EFE yang
diperoleh senilai 3,17 menunjukan bahwa pelelangan bandeng berada di atas
rata-rata (2,50) dalam kekuatan eksternal. Ini berarti posisi eksternal
pelelangan bandeng cukup kuat. Pelelangan bandeng telah mampu
memanfaatkan peluang maupun ancaman yang terdapat di pelelangan
bandeng.
6.2 Saran
Setelah melakukan penelitian secra intensif, beberapa saran yang
disampaikan diantranya :
1. Pelelangan bandeng selain dikelola oleh Dipenda perlu juga diawasi oleh
Dinas Kelautan dan Perikanan dan mengoptimalkan pelelangan dalam
mengetahui data statistik untuk pengelolaan perikanan.
2. Bandeng sebagai komoditas yang secara budaya disukai masyarakat
Sulawesi Selatan, menuntut upaya kreatif dalam mengembangkan
divesifikasi produk dari bandeng sehingga semakin dimintasi masyarakat
3. Potensi pangkep yang beragam terutama dalam sektor kelautan dan
perikanan, namun dari aspek kajian dan penelitian belum banyak dilakukan.
Hal ini mengajak untuk meningkatkan peran serta Perguruan Tinggi (PT)
dalam meneliti objek lainnya di Pangkep.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2006. Panduan Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan. Jakarta :
Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia.
Agung, K. 1994. Dampak Pembangunan (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial dan
Budaya Daerah Riau.
Ahmad, T.E dan M.J.R. Yakob, 1998. Budidaya Bandeng secara Intensif.
Penebar Swadaya. Bogor.
Alboneh, Farhanah. 2007. Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan
Bandeng Di Desa Bisolo Kecamatan Sulamu Kupang, Propinsi Nusa
Tenggara Timur. [Skripsi]. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelauatan.
Institut Pertanian Bogor.
Atmomarsono, M, Nikijuluw, Victor P.P. 2003. Pedoman Investasi Komoditas
Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi
Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
BPS Kab.Pangkep. 2006. Pangkep dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Pangkep.
Chalid, L. 1995. Peranan Pelelangan Ikan Paotere dan Rajawali dalam
Peningkatan PAD Kota Ujung Pandang. [tesis]. Universitas Hasanuddin.
Converse and Jones. 1968. Introduction To Marketing (Pengantar Marketing).
Edisi 2, disadur oleh N.J. Djajapernama
D.M, Baharuddin. 1986. Rantai Informasi Untuk Perumahan, Studi Kasus pada
Masyarakat Petani Tambak Desa Talaka Ma’rang Kabupaten Pangkep
Sul-Sel. [proyek penelitian]. Universitas Hasanuddin.
David, Fred. .2004. Manajemen Strategis. Ed ke-7. Sindoro A. Penerjemah.
Jakarta : PT Indeks. Terjemahan dari : Concepts of Strategic Management
David Ganda. 2006. Efektivitas Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan Sebagai
Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Nelayan (Kasus Kelembagaan TPI
kelurahan Pelabuhan Ratu, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat). Program studi Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
73
Dipenda Kabupaten Pangkep. 2006. Daftar Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tahun Anggaran 2006. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pangkep.
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Promosi Peluang Usaha Di Bidang
Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Djazuli, Nazori. 2002. Penanganan Dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya
Dalam Menghadapi Pasar Global: Peluang Dan Tantangan
DKP. 2007.Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan
Republik Indonesia. Jakarta
DKP. 2008. Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan
Republik Indonesia. Jakarta
DKP Propinsi Sulawesi Selatan. 2007. Statistika Perikanan Indonesia.
Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta
DKP Kabupaten Pangkep. 2007. Statistika Perikanan Indonesia. Departemen
Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta
Downey, D.W dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Bisnis Ed.2. Jakarta :
Erlangga,
Friedman, D, and S. Sunder. 1984. Experimental Methodes, A Primer for
Economist, Cambrige University Press.
Gumelar, Adipati Rahmat.2003. Perbandingan Jenis Umpan Bandeng (Chanos-
chanos) dan Ikan Layang (Decapterus russelli) Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Tuna Pada Perlengkapan dengan Rawai Tuna di Perairan
Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera [skripsi]. Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Halim, A. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta :
UPP. AMP YKPN
Hanafiah, A.M Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta :
Universitas Indonesia Press
Hossain, M.I and Snekangsu. 2002. A study on Beef Cattle Marketing in
Bangladesh. Departement of Basic and social Sciences, Sylhet
Governmentb Vetenary College Sylhet, Bangladesh. Online journal of
Biological Sciences 2(7) www. scialest.net
Jauch LR, William F.Glueck. 1998. Manajemen Strategis dan Kebijakan
Perusahaan . Ed ke-3. Murad, Henry. Penerjemah. Jakarta : Erlangga.
Terjemahan dari : Strategic Management and Business Policy.
74
Jamandre dan Rabanal.1975. Kartasapetra, G. 1992. Marketing Produk Pertanian
dan Industri. Jakarta : PT Rineka Cipta
Kesuma, A.A. Mayun Darma. 2007. Pengembangan Pasar Lelang Komoditi
Agro (Pranata Humas Muda Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Bali)
Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Penerjemah : Teguh H. RA Rusli, B
Molan. Jakarta : Prenhalindo. Terjemahan dari Management
Marketing
Kurniawan, M. 2006. “Jalan itu Ibarat Pembuluh Darah”. Kompas Selasa, 8
Agustus 2006
Kusumastanto, T. 2001. Potensi dan Peluang Industri Kelautan Indonesia.
Makalah Seminar Peluang Usaha dan Teknologi Pendukung pada Sektor
Kelautan Indonesia 11 Juli 2001. Departemen Kelautan dan Perikanan
Indonesia. Jakarta.
Mardjoko,Tri. 2004. Pasar Lelang : Harapan baru memperbaiki posisi tawar
petani (12 November 2004). BAPPEBTI
Muellenberg, M.T.G. 1992. Auction in the Netherlands. Experience and
Development. Departement of Marketing and market Research,
Agricultural University Wageningen, Netherland
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Nessa, Natsir. 1982. Studi Pendahuluan Terhadap Sistem Pertambakan di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. [proyek
penelitian].Universitas Hasanuddin
Nizar, Muhammad. 2005. Evaluasi Sistem Pengelolaan Lelang Lebak Lebung di
Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Pantjara. B., A. Hanafi A. Mustafa dan Usman. 1995. Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Bandeng (Chanos-chanos) pada Tambak Tanah Gambut.
Laporan Hasil Penelitian. Balitkanta. Maros.
Pasaribu, Ali Musa. 2004. Kajian Sistem Modular Pada Usahatani Ikan Bandeng
(Chanos-chanos, Forskal) Di Sulawesi Selatan. BBP2TP.Litbang Deptan
Rachmansyah, Usman dan Taufik Ahmad, 2001. Paket Teknologi Produksi
Bandeng Super Dalam Keramba Jaring Apung Di Laut.Warta Penelitian
Perikanan Indonesia Volume 7 Nomor 1. 2001 edisi khusus.Pusat
Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta
75
Rangkuti F. 2002 . Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Ritonga, Oryza Sativa. 2005. Analisis Pemasaran Komoditas Kentang dengan
Pendekatan Konsep Supply Chain Management di Kota Semarang
Propinsi Jawa Tengan. [skripsi]. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Saanin., H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bandung : Bina
Cipta.
Sapanli. 2007. Analisis Strategi Bisnis Ekspor Udang Beku PT Lola Mina Di
Merawang, Provinsi Bangka Belitung. [skripsi]. Program Bogor :
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Saputro, A. 2006. Analisis Strategi Bisnis Ekspor Ikan Hias Tropis Air Tawar di
PT Nusantara Aquatic Exporindo Bumi Bintaro Permai, Jakarta Selatan.
[Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Sedyawati dan Mulyadi. 2007. Laporan Penelitian Pengembangan Daerah Kota
Makassar.
Silalahi. 2006. Pedoman Perluasan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Sub
Sektor Perikanan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia. Direktorat Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
Direktorat Promosi Perluasan Kesempatan Kerja.
Sistem Informasi Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK). 2003. Sistem Informasi
Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil Budidaya Bandeng Aspek
Pemasaran Harga Bandeng. Bank Indonesia.
Siregar, Faristha, Amir Hasan Lubis, Helmi MJ. 1985. Analisis Biaya dan
Margin Tataniaga Telur Ayam Ras dari Medan Sampai Ke Pasar Banda
Aceh. Direktorat Pembinaan Penelitian, dan Pengabdian Pada
Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang : Universitas Muhammadiyah
Malang
Suprati [editor]. 1985. Perkampungan di Perkotaan Sebagai wujud Proses
Adaptasi Sosial di Sulawesi Selatan. Jakarta : Depdikbud
Suprapto, J. 1994. Teori dan Aplikasi Edisi V. Jakarta : Erlangga
Swastha, Basu dan Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Penerbit
Liberty : Yogyakarta
76
Tatiana, Yana. 1999. Studi Simulasi Percobaan Ekonomi Untuk Mengkaji
Pengaruh Bid Withdrawal Dalam Pelelangan. [Tesis]. Program Studi
Statistika Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wheelen TL, Hunger DL. 2004. Strategic Management and Bussiness Policy, Ed
ke-9. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Yayasan Bhakti Wanus, dkk. 1992 Profil Propinsi Republik Indonesia Sulawesi
Selatan. Jakarta : PT Intermasa
Yusanto MI, M. Kerebet W. 2003. Manajemen Strategis Perspektif Syariah.
Jakarta : Khairul Bayan.
Zulkarnaen, Arif. 2004. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Ikan Bandeng di PT
Mutiara Biru, Kamal, Jakarta [skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Peta Kabupaten Pangkep
Sumber : BPS Kab. Pangkep (2006)
78
Lampiran 2. Perkembangan Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Provinsi
Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
Lampiran 3. Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
Lampiran 4. Nilai Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
81
Lampiran 5. Perkembangan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Tahun 2002-2006 (ha)
Sumber : DKP Kab.Pangkep (2007)
82
Lampiran 6. Produksi Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten pangkep tahun 2006
Sumber : DKP Kab.Pangkep (2007)
83
Lampiran 7. Daftar Nama Pungawa
Sumber : Dipenda (2007)
84
Lampiran 8. Daftar Nama-Nama Pengecer Pasar
Sumber : Dipenda (2007)
85
Lampiran 9. Profil Budidaya Kabupaten Pangkep Tahun 2006
No Aktivitas Budidaya Keterangan 1 Pembenihan Tidak Ada Aktivitas Pembenihan 2 Pembesaran Pangkep memiliki usaha pembesaran terbesar
di Sulawesi Selatan a. Besarnya usaha dari kategori skala
usaha (buah) Umumnya usaha pembesaran dilakukan pada tambak seluas <1 1 Ha = 2526 (terbesar di SulSel) dan luasan yang laiinya seperti : 1-2 Ha = 1558 bh 2-5 Ha = 1222 (kedua terbesar di SulSel)
b. Jumlah RTP/PP Jumlah RTP Pembesaran sebanyak 5814 (buah) Terbesar di SulSel
c. Status Kepemilikan Status kepemilikan tambak dimiliki Sendiri sebanyak 5420 RTP
d. Teknologi Budidaya Umumnya teknologi tambakdilakukan dengan trasdisional (sederhana) sebanyak 5797 (terbesar di SulSel) dan yang melakukan teknik semi intensif hanya 17 RTP. Belum ada yang mengembangkan teknologi intensif (maju)
e. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam pembesaran seperti manajer (17 orang = Terbanyak di SulSel), Teknisi sebanyak 331 orang) dan Buruh sebanyak 14.600 orang (terbanyak di SulSel)
f. Fasilitas Usaha Pembesaran Pangkep memiliki alat untuk uji kualitas air sebanyak 2001 (Terbanyak di SulSel), menggunakan Pompa Air sebanyak 3944 buah serta Kincir sebanyak 248 buah
g. Sarana pembesaran benih Benih ikan yang banyak dilakukan usaha pembesaran adalah Bandeng sebanyak 61840 per 1000 ikan
h. Banyaknya pakan Pakan yang biasanya digunakan untuk pembesaran di Pangkep diantaranya ikan rucah, pellet, dedak. Pakan berupa ikan rucah (110 ton), Pellet (734 ton) dan Dedak (27 ton)
i. Banyaknya pupuk Pupuk yang digunakan adalah pupuk ornagik dan pupuk anorganik. Pupuk organik (456,7 ton) dan pakan anorganik (1465,2 ton)
j. Banyaknya kapur yang digunakan Kapur yang digunakan sebanyak 436 ton k. Jumlah Pestisida dan obat-obatan Jumlah pestisida yang digunakan sebanyak
2878, 7 kg, Disinfektan sebanyak 267 kg dan Obat-obatan sebanyak 2246 kg
l. Jumlah BBM dan Listrik yang digunakan dalam Pembesaran
Pangkep lebih banyak menggunakan BBM yakni sebanyak 350,065 liter
3 Pemasaran Bandeng Jenis perlakuan pemasaran dapat dilakukan melalui pemasaran ikan hidup, dijual segar, didinginkan, dibekukan, dikeringkan/diasin, pindang dan diasap. Jenis perlakukan yang paling banyak dilakukan sebanyak 8540,1 MT dijual dalam bentuk ikan segar dan 576 MT dikeringkan atau diasinkan.
Sumber : DKP Sulsel (2008)
86
Lampiran 10. Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) dan Kedudukan Pelelangan bandeng Pangkep
Sumber : Dipenda disesuaikan dengan Perda No.16 Tahun 2000 Struktur Organisasi Dipenda
Kepala Pasar Sentral Palampang
Penagih Retribusi Pelelangan Bandeng
87
Lampiran 11. Contoh Nota Pembelian Bandeng di Pelelangan bandeng
Sumber : Pungawa (2007)
88
Lampiran 12. Stakeholder Pelelangan dann Mekanisme Lelang
Sumber : Data Primer (2007)
Sumber : Data Primer (2007)
89
Lampiran 13. Bandeng Ukuran 3 Jari di Pelelangan Bandeng Pangkep
Sumber : Data Primer (2007)
90
Lampiran 14. Jumlah Transaksi dan Jumlah Pembudidaya
Hari Ke-
(Bulan Juli 2007)
Jumlah Transaksi
Lelang
(kali)
Jumlah Bandeng Ukuran 3
(ekor)
Jumlah Pembudidaya
(orang)
P 1 P 2 P 1 P 2 P 1 P 2
1 24 39 6327 4156 8 6
2 74 16 9797 2030 20 2
3 124 9 17127 2325 32 2
4 90 11 13167 1495 22 2
5 86 7 10363 1175 22 2
6 72 17 9935 2655 19 4
7 75 14 10243 2348 19 3
8 93 24 9044 4182 25 6
9 91 31 18653 5957 25 6
10 71 36 15001 7416 20 5
11 98 25 11466 3101 18 4
12 87 12 13042 2781 16 2
13 68 22 7376 3801 16 4
14 55 22 17072 3801 19 5
15 89 23 12657 1030 19 8
16 83 26 7387 2411 18 11
17 88 35 22660 3273 16 5
18 50 21 30743 2005 13 3
19 32 18 2788 9783 21 3
20 71 14 8540 3563 27 4
21 91 15 4276 3857 21 3
22 58 18 5602 3838 28 2
23 95 11 12284 3544 24 4
24 82 18 10975 3880 21 4
25 81 29 15099 11113 19 9
26 51 31 6207 7943 15 4
27 60 20 7373 2233 18 5
28 92 21 11429 733 28 1
29 91 2 8015 0 31 2
30 86 7 9075 1795 23 2
31 55 10 6163 152 12 4
TOTAL 2363 604 349886 108376 635 127
RATA-RATA 76,22581 19,48387 11286,65 3496 20,483871 4,096774
PEMBULATAN 21 5
Sumber : Data Primer (2007)
JUMLAH PEMBUDIDAYA yang terlibat di Pelelangan
Pungawa 1 sebanyak 635 orang
Pungawa 2 sebanyak 127 orang (asumsi 15 Pungawa lainnya memilki jumlah
yang sama dengan Pungawa 2)
Sehingga Total Pelelangan yang terdapat di Pelelangan :
(635 + (127 x 15) = 2540 orang dalam satu bulan
91
Sehingga dalam satu hari rata-rata pembudidaya yang melakukan transaksi di
Pelelangan sebanyak (2540/30) yaitu 84,6667 orang atau dibulatnkan menjadi 85
orang per hari
JUMLAH IKAN yang terdapat di Pelelangan
Pada Lampiran 10
Total Ikan yang terdapat di Pungawa 1 adalah : 193001,2 kg atau 193,00 ton
Total Ikan di Pungawa 2 adalah : 52202,7 kg atau 52,20 ton
Total Ikan di pelelangan ikan (193 + (52.20 dikali 15) = 976 ton (976041.7 kg)
Rata- Rata pembudidaya membawa ikan ke pelelangan sebanyak
976041,7 kg/2540 orang = 384, 268
92
Lampiran 15. Konversi Menggunakan Ikan yang digunakan Paccato
Ukuran Ikan Jumlah ikan Berat Ikan
per satuan
Total Berat Selisih
Berat Ikan (kg) Per kilo Per 10.000 Per kilo Per 10.000
2 0,88 0,94 1,13 1 1,06 -0,06
3 0,45 0,55 2,20 1 1,21 -0,21
4 0,30 0,275 3,31 1 0,91 0,09
Total 1,64 1,765 6,65 3 3,19 -0,19
Rataan 0,55 0,59 2,22 1 1,06 -0,06
Sumber : Data Primer (2007)
93
Lampiran 16. Ukuran yang terdapat di pelelangan
Pungawa 1 Pungawa 2 TOTAL
Rata-rata
Ukuran
Ikan Total
harga
min
Harga
max Total
harga
min
harga
max Total
harga
min
harga
max Total
harga
min
harga
max
kurang
dari 2 186 300 1050 48 350 1000 234 650 2050 117 325 1025
2 765 1100 1800 201 1100 1800 966 2200 3600 483 1100 1800
3 976 1850 3600 301 1850 3600 1277 3700 7200 638,5 1850 3600
4 425 3650 20000 55 3750 10000 480 7400 30000 240 3700 15000
Sumber : Data Primer (2007)
94
Lampiran 17. Harga Bandeng Bulanan di Pengecer (Tahun 2004-2006)
Bulan 2004 2005 2006
Januari 12.000 12.000 10.000
Februari 12.000 12.000 10.000
Maret 12.000 12.000 10.000
April 11.500 11.500 10.000
Mei 11.000 11.000 10.000
Juni 11.000 11.000 10.000
Juli 10.500 10.500 10.500
Agustus 10.500 10.000 10.500
September 10.500 10.000 10.500
Oktober 11.500 10.000 11.250
November 11.500 10.500 11.250
Desember 11.500 10.500 11.250 Sumber : Data Primer (2007)
95
Lampiran 18. Pencatatan Transaksi di Pelelangan
Hari Ke-
(Bulan Juli
2007
Pungawa 1 Pungawa 2
Jumlah ikan
per (kg)
Harga per
kg
Pendapatan
(Rp/ekor)
Kg
(@0,22) Harga per kg Pendapatan
1 2246,64 12004,33 26969400 2396,46 9055,82 21701900
2 7324,02 8117,86 59455400 1341,34 7973,22 10694800
3 10479,48 9028,82 94617300 1171,72 8399,87 9842300
4 7019,32 9344,69 65593400 640,42 11641,81 7455650
5 5927,46 8331,65 49385500 283,36 12161,74 3446150
6 6321,48 7541,93 47676150 908,16 9775,31 8877550
7 6134,04 8872,57 54424700 841,72 9775,82 8228500
8 7289,92 9663,03 70442700 2058,98 9178,33 18898000
9 8421,6 9672,65 81459150 2355,98 9214,89 21710100
10 6548,08 9081,60 59467050 2938,32 8392,67 24660350
11 8454,6 10414,75 88052550 2230,8 7219,88 16106100
12 4717,68 9984,16 47102050 1347,94 8906,15 12004950
13 5002,58 9239,71 46222400 507,98 11210,48 5694700
14 4381,52 10040,19 43991300 1687,84 7504,38 12666200
15 8286,52 8828,94 73161150 1479,94 7106,20 10516750
16 5658,4 9805,70 55484600 1909,38 8541,83 16309600
17 8369,02 9186,63 76883100 3091,66 6921,62 21399300
18 3432,88 10719,45 36798600 1466,74 6919,29 10148800
19 3341,36 7006,71 23411950 2286,9 9534,92 21805400
20 5586,24 8879,81 49604750 1886,5 8636,47 16292700
21 6371,64 9476,71 60382200 1360,04 9895,59 13458400
22 4299,46 8092,30 34792500 1783,76 8091,81 14433850
23 6283,2 9557,18 60049650 1132,56 10214,12 11568100
24 5623,64 9748,56 54822400 1216,6 11983,31 14578900
25 6770,06 10045,79 68010600 4427,72 10001,25 44282750
26 5276,48 8036,53 42404600 3381,18 9133,16 30880850
27 6086,08 8116,73 49399050 2019,6 8070,01 16298200
28 6993,36 9213,27 64431700 2242,02 5771,80 12940500
29 10429,76 7176,25 74846600 126,72 6335,23 802800
30 5748,38 9718,44 55865300 1182,06 5507,42 6510100
31 4176,26 9260,04 38672350 498,3 10817,88 5390550
TOTAL 193001,2 284206,98 1753880150 52202,7 273892,29 449604800
RATA-RATA 6225,844 9167,97 56576779,03 1683,958 8835,24 14503380,6
Sumber : Data Primer (2007)
Dari Tabel Diatas diketahui bahwa :
Asumsi berat rata-rata ikan adalah 0.22 kg per satuan ekornya
Total Ikan yang terdapat di Pungawa 1 adalah : 193001,2 atau 193,00 ton
Total Ikan di Pungawa 2 adalah : 52202,7 atau 52,20 ton
Total Ikan di pelelangan ikan (193 + (52.20 dikali 15) = 976 ton
Harga ikan per kg di Pungawa 1 adalah Rp 9167,97
Harga ikan per kg di pungawa 2 adalah 8835,24
96
Harga ikan di pelalangan adalah Rp 9001,60
Harga ikan per satuan di pungawa 1 adalah 2016,95
Harga ikan per satuan di pungawa 2 adalah 1943,75
Harga ikan per satuan di pelelangan adalah Rp 1980,35
Pendapatan dari Pungawa 1 per bulan adalah Rp 1.753.880.150, pendapatan harian Rp
56.576.779,03
Pendapatan dari pungawa 2 per bulan adalah Rp 449.604.800, pendapatan harian Rp 14.503.380,6
Perbandingannya pendapatan per bulan 3,90 atau 4 kali dari pendapatan pungawa pada umumnya
Perbandingan pendapatan harian pungawa dengan pungawa pada umumnya adalah 4,03 atau 4
kalinya dari pendapatan pungawa pada umumnya
Pendapatan Pelelangan per bulan sebesar Rp 1.753.880.150+ (15 x Rp 449.604.800) = Rp
8.497.952.150
Pendapatan pelelangan harian adalah Rp 56.576.779,03 + (15xRp 14.503.380,6) = Rp
295.624.107,4
Besarnya Retribusi berdasarkan nilai ikan (Perda No.22 Tahun 2000) adalah Rp 8.497.952.150 X
2% = 169.959.043 Besarnya Retribusi berdasarkan nilai ikan (Jumlah ikan sebanyak 4.436.553 ekor) dibagi 125
(asumsi 1 basket =125 ikan) maka di pelelangan terdapat 35492.424 basket. Jadi total penerimaan berdasarkan jumlah basket sebesar Rp 35.492.424 Sedangkan Berdsarakan jumlah basket maka didapatkan
Asumsi per 6 ekor ikan di jual di pelelangan dengan dengan harga Rp10.000
Maka dengan berat 6 x 0.22 =1,32 kg
Jika menggunakan aturan Rp Rp 9001,596/kg maka harga 1.32 kg adalah Rp 11880,13
Sehingga perhitungan dengan satuan ekor sebenarnya memiliki kerugian sebesar Rp 11880,13-
Rp10.000 = Rp 1880,13
Besarnya kerugian yang terjadi di pelelangan adalah
Pendapatan per satuan ekor dalam 1 bulan yaitu Rp 8.497.952.150
Pendapatan per satuan kg dalam 1 bulan yaitu 976000 x Rp 9001,60/kg = Rp 8.785.561.600
Kerugian perhitungan satuan ekor per bulannya sebesar Rp 287.609.450
Pendapatan harian per satuan ekor adalah 143.114,54 ekor x Rp 1980,35 = 283.416.879,3
Pendapatn per satuan kg per harinya adalah Rp 295.624.107,4
Besarnya kerugian hariannya adalah Rp 12.207.228,1
97
Lampiran 19. Keadaan di Pembudidaya
Hari Ke-
(Bulan
Juli 2007
Pungawa 1 Pungawa 2
Jumlah
ikan per
(kg)
Harga per
kg
Pendapatan
(Rp/ekor)
Harga per
kg Harga per kg
Pendapatan
(Rp/ekor)
1 2246,64 9603,46 21575520 2396,46 7244,652529 17361520
2 7324,02 6494,29 47564320 1341,34 6378,576647 8555840
3 10479,48 7223,05 75693840 1171,72 6719,898952 7873840
4 7019,32 7475,76 52474720 640,42 9313,450548 5964520
5 5927,46 6665,32 39508400 283,36 9729,390175 2756920
6 6321,48 6033,54 38140920 908,16 7820,251938 7102040
7 6134,04 7098,06 43539760 841,72 7820,652949 6582800
8 7289,92 7730,42 56354160 2058,98 7342,664815 15118400
9 8421,6 7738,12 65167320 2355,98 7371,913174 17368080
10 6548,08 7265,28 47573640 2938,32 6714,135969 19728280
11 8454,6 8331,80 70442040 2230,8 5775,901022 12884880
12 4717,68 7987,32 37681640 1347,94 7124,916539 9603960
13 5002,58 7391,77 36977920 507,98 8968,384582 4555760
14 4381,52 8032,15 35193040 1687,84 6003,507441 10132960
15 8286,52 7063,15 58528920 1479,94 5684,960201 8413400
16 5658,4 7844,56 44387680 1909,38 6833,464266 13047680
17 8369,02 7349,30 61506480 3091,66 5537,297115 17119440
18 3432,88 8575,56 29438880 1466,74 5535,432319 8119040
19 3341,36 5605,37 18729560 2286,9 7627,93301 17444320
20 5586,24 7103,85 39683800 1886,5 6909,175722 13034160
21 6371,64 7581,37 48305760 1360,04 7916,473045 10766720
22 4299,46 6473,84 27834000 1783,76 6473,449343 11547080
23 6283,2 7645,74 48039720 1132,56 8171,293353 9254480
24 5623,64 7798,85 43857920 1216,6 9586,651323 11663120
25 6770,06 8036,63 54408480 4427,72 8001,002773 35426200
26 5276,48 6429,23 33923680 3381,18 7306,526124 24704680
27 6086,08 6493,38 39519240 2019,6 6456,011091 13038560
28 6993,36 7370,61 51545360 2242,02 4617,443199 10352400
29 10429,76 5741,00 59877280 126,72 5068,181818 642240
30 5748,38 7774,75 44692240 1182,06 4405,935401 5208080
31 4176,26 7408,03 30937880 498,3 8654,304636 4312440
TOTAL 193001,2 227365,58 1403104120 52202,7 219113,83 359683840
6225,84 7334,37 45261423,23 1683,96 7068,19 11602704,52
Sumber : Data Primer (2007)
Asumsi persentase bagian dari pendapatan pelelangan, 20%nya untuk pungawa
maka bagian untuk pembudidaya adalah 80 %
Pungawa 1 dalam 1 bulan mendapatkan bagian sebesar Rp 1.403.104.120
Pungawa 2 dalam 1 bulan mendapatkan bagian sebesar Rp 359.683.840
Total pendapatan yang diterima pembudidaya melalui pungawa sebesar (Rp
1.403.104.120 + (Rp 359.683.840 x 15) ) = Rp 6.798.361.720 (satu bulan) Total pembudidaya dalam satu bulan di pelelangan 2540 orang dalam satu bulan
Rata-rata setiap Pembudidaya mendapat pendapatan Rp 2.676.520, 362 / pembudidaya
98
Lampiran 20. Pembobotan Internal Factor Evaluation (IFE)
No Faktor Strategis Internal 1 2 3 4 5 6 7 TOTAL BOBOT
1 Bandeng Pangkep Memenuhi
Kriteria Bandeng Kualitas 1 3 3 2 3 3 3 17.00 0.20
2
Waktu transaksi lelang
menjamin rantai dingin
pemasaran bandeng
2 1 3 2 2 3 3 14.00 0.17
3 Sarana dan Prasarana lelang
telah tersedia 3 1 1 1 1 2 2 8.00 0.10
4 Pungawa yang sudah
berpengalaman 4 2 2 3 2 3 2 14.00 0.17
5 Belum adanya cold storage 5 1 2 3 2 3 3 14.00 0.17
6 Mekanisme penarikan retribusi
belum optimal 6 1 1 2 1 1 1 7.00 0.08
7 Sortasi dan perhitungan ikan
belum efisien 7 1 1 2 2 1 3 10.00 0.12
TOTAL 84.00 1
Sumber : Data Primer (2007)
99
Lampiran 21. Pembobotan External Factor Evaluation (EFE)
No Faktor Strategis Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 Total Bobot
1
Adanya bantuan kredit dari BPR
Citra Mas 1 2 1 3 3 1 3 13 0,15
2
Peningkatan Luas Tambak di
kabupaten Pangkep 2 2 2 2 2 3 2 13 0,15
3 Kecenderungan masyarakat
Sulawesi yang menyukai ikan 3 3 2 3 2 3 2 15 0,18
4
Akses transportasi ke pelelangan
mudah 4 1 2 1 1 2 3 10 0,12
5
Banyaknya pembudidaya terlibat di
pelelangan 5 1 2 2 3 2 3 13 0,15
6
Penanganan banjir tahunan belum
optimal 6 3 1 1 2 2 2 11 0,13
7
Kecilnya perhatian program
pemerintah pada pelelangan 7 1 2 2 1 1 2 9 0,11
84 1,00 Sumber : Data Primer (2007)
100
Lampiran 22. Biaya, Margin dan Farmer’s Share Pemasaran Bandeng di Pasar
Lokal Kabupaten Pangkep
Fungsi Pemasaran Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4
Pembudidaya Harga Jual 7084,82 7084,82 7084,82 7084,82
Biaya 457,36 457,36 457,36 457,36
Pelelangan Harga Jual 8.856,03 8.856,03 8.856,03 8.856,03 Harga Beli 7084,82 7084,82 7084,82 7084,82
Margin 1.771,21 1.771,21 1.771,21 1.771,21
Biaya 1271,07 1271,07 1271,07 1271,07 Keuntungan 500,13 500,13 500,13 500,13
Rasio 39,35 39,35 39,35 39,35
Pacatto Harga Jual 10.389,36 10.389,36 10.389,36 10.389,36 Harga Beli 8.856,03 8.856,03 8.856,03 8.856,03 Margin 1.533,32 1.533,32 1.533,32 1.533,32
Biaya 1.269,31 1.269,31 1.269,31 1.269,31 Keuntungan 264,01 264,01 264,01 264,01
Rasio 20,80 20,80 20,80 20,80
Pengecer Pasar Harga Jual 10.500,00 Harga Beli 10.389,36 margin 110,64 biaya 67,76 Keuntungan 42,89 rasio 63,30 Pagandeng Sepeda Harga Jual 10909,09 Harga Beli 10389,36 margin 519,73 biaya 431,82 Keuntungan 87,92 rasio 20,36
Pagandeng Motor
Harga Jual 11.136,36
Harga Beli 10.389,36
margin 747,01
biaya 509,10
Keuntungan 237,91
rasio 46,73
Total Margin 3.304,53 3.415,18 3.824,27 4.051,54
Total Keuntungan 764,15 807,03 852,06 1.002,05
Total Biaya 2997,74 3065,50 3429,56 3506,84
Farmer's Share 68,19 67,47 64,94 63,62 Sumber : Data Primer (2007)
101
Lampiran 23. Perda No.4 Tahun 1999
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
NOMOR 4 TAHUN 1999
TENTANG
RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
Menimbang : a. Bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo. Peraturan
Pemerintah Daerah Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Retribusi
Daerah, maka Peraturan Daerah yang terkait dengan Peraturan
Daerah tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan perlu
disesuaikan.
b. Bahwa untuk memungut Retribusi sebagaimana dimaksud pada
huruf a di atas, perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
Menginngat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat II Sulawesi (Lembaran Negara Tahun
1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Derah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
102
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
HUkum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3692);
8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986
tentang Ketentuan Umum mengenai Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah jo. Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993
tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah
Perubahan;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997
tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997
tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi
Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998
tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II.
103
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
PANGKEP TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR ATAU
PERTOKOAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan;
b. Pemerintah Daerah adalah PemerintahKabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene
dan Kepulauan;
c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pangkajene dan
Kepulauan;
d. XXXXXX adalah Pegawai yang dibeli tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan daerah yang berlaku;
e. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan
nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan,
organisasi yang sejenis, lembaga, dan pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk
badan usaha lainnya;
f. Pasar Grosir dan atau Pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang,
termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar pertokoan
yang dikontrakkan/disediakan oleh Pemerintah Daerah;
g. Tempat pelelangan adalah tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi jual
beli secara lelang;
h. Kios adalah bangunan di pasar yang beratap dan dipisahkan yang satu dengan
yang lainnya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langit-
langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan;
104
i. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta;
j. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan yang selanjutnya dapat disebut
retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas pasar grosir
berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan
fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan atau
diselenggararakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang di kelola oleh
Pemerintah Daerah (PD) Pasar dan pihak swasta;
k. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi;
l. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi
wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan fasilitas pasar dan atau pertokoan;
m. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah, yang selanjutnya daopat disingkat
SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan
objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar penghitungan dan pembayaran
retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah
n. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, selanjutnya dapat disingkatdengan SKRD,
adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi terutang
o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya
dapat disingkat dengan SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan
tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;
p. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya dapat
disingkatSKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retiribusi
yang terutang atau tidak seharusnya terutang
q. Surat Tagihan Retribusi yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda
r. Suarat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
SKRD atau dokumen lain yang dipermakan SKRDKBT dan SKDLB yang
dipersamakan SKRDBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi;
s. Pemeriksaan adalagh swerangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan
mengelola data dan atau keterangan lainnyab dalam rangka pengawasan
105
kepatuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-
undangan Retribusi Daerah
t. Penyidaikan Tindak Pidana di Bidang Retribusi daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yang selanjutnya
disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas pelayanan peyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang,
termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar pertokoan yang
dikontrakkan.
Pasal 3
(1) Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar dan atau
pertokoan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi:
a. Pasar grosir berbagai jenis barang;
b. Tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi;
c. Pertokoan.
(2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar
dan atau pertokoan yang dimiliki dan atau dikelola oleh swasta dan PD Pasar.
Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas
pasar dan atau pertokoan.
106
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan digolongkan sebagai Retribusi Jasa
Usaha.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan luas dan jangka waktu penggunaan
fasilitas pasar dan atau pertokoan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN
BESARNYA TARIF
Pasal 7
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana
keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi
secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis fasilitas yang terdiri atas kios dan
los, lokasi, luas kios/los, dan jangka waktu pemakaian.
(2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan tariff yang berlaku di Daerah.
(3) Dalam hal tarif pasar, yang berlaku sulit ditemukan, maka tarif ditetapkan
sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan/jasa yang merupakan
jumlah unsur tarif yang meliputi:
107
a. Unsur biaya per satuan penyediaan jasa;
b. Unsur keuntungan yang dikehendaki per satuan jasa;
(4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. Biaya operasional langsung, yang meliputi biaya belanja pegawai
termasuk pegawai tidak tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan sewa
tanah dan bangunan, biaya listrik, dan semua biaya rutin/periodik lainnya
yang berkaitan langsung dengan pengadaan jasa;
b. Biaya tidak langsung yang meliputi biaya administrasi umum dan biaya
lainnya yang mendukung penyediaan jasa;
c. Biaya modal, yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva
lainnya yang berjangka menengah dan panjang yang meliputi angsuran
dan bunga pinjaman nilai sewa tanah dan bangunan, dan penyusutan aset;
d. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa seperti
bunga atas pinjaman jangka pendek.
(5) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan dalam
persentase tertentu dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
dari modal.
(6) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagai berikut:
a. Pasar
- Kios : 1 (satu)m2 Rp 2.000,00/bulan
- Los : 1 (satu)m2 Rp 1.500,00/bulan
b. Pertokoan : 1 (satu)m2 Rp 5.000,00/bulan
c. Tempat pelelangan
Ikan, Ternak, dan
Hasil Bumi : 1 (satu)m2 Rp 1.000,00/bulan
108
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 9
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat fasilitas pasar dan
atau pertokoan diberikan.
BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh
Kepala daerah sebagai dasar untuk menghitung besarnya retribusi.
Pasal 11
Saat Retribusi Terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
BAB IX
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 12
(1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPdORD.
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar,
dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya.
(3) Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
109
BAB X
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 13
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksudkan pada pasal 12 ayat (1)
ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan atau data
yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah
retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT.
(3) Bentuk, isi, dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 14
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, dan SKRDKBT.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 15
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.
110
BAB XIII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 16
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDKBT dan STRD.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur
dengan keputusan Kepala Daerah.
BAB XIV
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 17
(1) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh)
hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat
teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi
retribusinya yang terutang.
(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat
yang ditunjuk.
BAB XV
KEBERATAN
Pasal 18
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah
atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDKBT dan SKRDLB.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
111
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi,
Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi
tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, dan
SKRDLB diterbitkan kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaannya.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 19
(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu yang paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan
yang diajukan.
(2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya
atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi Wajib Retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.
(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu yang paling lama 6 (enam) bulan sejak
diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
112
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui
dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx pada pengembalian kelebihan retribusi
dianggap xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx harus diterbitkan dalam jangka waktu
paling la 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahullu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) sejak
diterbitkannya SKRDLB.
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat
jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
retribusi.
Pasal 21
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara
tertulis kepada Kepala Daerah denga sekurang-kurangnya menyebutkan:
a. Nama dan alamat Wajib Retribusi,
b. Masa Retribusi,
c. Besarnya kelebihan pembayaran,
d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan kelebihan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat
merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.
Pasal 22
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.
(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi
lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (4), pembayaran
dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga
berlaku sebagai bukti pembayaran.
113
BAB XVII
PENGURANGAN, KERINGANAN,
DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 23
(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan
retribusi.
(2) Pengurangan dan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur.
(3) Tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
BAB XVIII
KEDALUWARSA
Pasal 24
(1) Untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah mencapai jangka
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi apabila Wajib
Retribusi melakukan tindak pidana di bidang industri.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tertangguh apabila:
a. Diterbitkan Surat Teguran, atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung mauoun
tidak langsung.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
114
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindakan
pidana di bidang retribusi Daerah.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima mexxxxxxxxx mengumpulkan dan meneliti keterangan atas
laporan yang berkenaan dengan tindakan pidana di bidang retribusi Daerah
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindakan pidana di Bidang retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindakan pidana di bidang retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tuga penyidikan
tindak pidana di bidang retribusi Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud
pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi
Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
115
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelanjutan penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi Daerah menurut hokum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah dari sepanjang pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
Agar setiap orang dapat mexxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx Peraturan Daerah ini dengan xxxxxxxxx patannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan.
116
Ditetapkan di Pangkajene
Pada tanggal 15-2-1999
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHBUPATI KEPALA DAERAH
KABUPATEN DAERAH TINGKAT IITINGKAT II PANGKAJENE
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN DAN KEPULAUAN
KETUA,
cap/ttd cap/ttd
H.M. IDRIS, ML H. BASO AMIRULLAH
Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor 974.53-219
tanggal 29-3-1999
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene
dan Kepulauan Nomor 17 Tahun 1999 Seri B Nomor 18 Tanggal 19-3-1999
SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH
Drs. H.M. SAMAN SADEK
PANGKAT : PEMBINA UTAMA MUDA
N I P : 010056326
117
Lampiran 24. Perda No. 22 Tahun 2000
LEMBARAN DAERAH
KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
NOMOR 29 TAHUN 2000
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
NOMOR 22 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG
RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli
Daerah, maka perlu dilakukan intensifikasi sumber-
sumber pendapatan yang ada;
b. bahwa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan Nomor 4 Tahun 1999,
belum mengakomodir pelayanan jasa yang
diberikan/disiapkan oleh Pemerintah Daerah, untuk itu
perlu diubah;
c. bahwa untuk maksud huruf a dan b di atas, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Perubahan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1822);
118
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3685);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
6. Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun
1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3258);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentag
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);
8. Keputusan Presiden republic Indonesia Nomor 44 Tahun
1999 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan
dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan
Presiden;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Pangkajene dan Kepulauan Nomor 1 Tahun 1989
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene
dan Kepulauan.
119
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE
DAN KEPULAUAN
Nomor: 32/KPTS-DPRD/XI/2000 Tanggal 25 Nopember 2000
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATUTAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN PERTAMA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 1999
TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU
PERTOKOAN.
Pasal I
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan
Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertoikoan yang
telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor
974.53-219 tanggal 29 Maret 1999 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan Nomor 17 Tahun 1999
seri B, Nomor 18; diubah sebagai berikut:
A. Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan dipungut retribusi
sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas tempat dan atau jasa pada
pasar grosir berbagai jenis barang termasuk pelelangan ikan, ternak, hasil bumi,
dan fasilitas pertokoan.
B. Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Tingkat penggunaan jasa fasilitas tempat dihitung berdasarkan luas dan waktu
penggunaan fasilitas pasar grosir dan atau pertokoan;
120
(2) Tingkat penggunaan jasa pelayanan dihitung berdasarkan volume atau nilai
jual barang;
C. Pasal 8 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan fasilitas tempat dan
atau jasa pada pasar grosir dan atau pertokoan.
D. Pasal 8 ditambah satu ayat yaitu ayat (7) sebagai berikut:
(7) Selain sewa bulanan sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini, dikenakan pula
retribusi harian berdasarkan pelayanan jasa pada pasar grosir dan atau
pertokoan sebagai berikut:
a. Untuk semua jenis jualan pada kios, los, dan pertokoan sebesar Rp 1500,00
per hari;
b. Untuk pelayanan jasa pelelangan hasil bumi 1% (satu per seratus) dari nilai
jual komoditi;
c. Untuk pelayanan jasa pelelangan ternak sebesar 2% (dua per seratus) dari
nilai jual ternak;
d. Untuk pelayanan jasa pelelangan ikan bandeng sebesar 2% (dua per seratus)
dari nilai ikan;
e. Untuk pelayanan jasa pelelangan ikan laut sebesar 2.5% (dua setengah
persen) dari nilai jual ikan.
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal yang diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan
daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pangkajen
dan Kepulauan.
121
Disahkan di Pangkajene
Pada tanggal 25 Nopember 2000
BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
ttd
H.A. GAFFAR PATAPPE
Diundangkan di Pangkajene
Pada tanggal 25 Nopember 2000
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
ANDI PAGE SANRIMA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN TAHUN 2000 NOMOR 29