Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile
Transcript of Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile
Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik
Last-mile
1st Gilang Rizky Pratama
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
4th Setyo Tri Windras Mara
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
2nd Evi Fortuna Alfaridzi
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
5th Achmad Pratama Rifai
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
3rd Ahmar Aji Awaluddin
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
Abstrak—Sejak beberapa perusahaan besar menerapkan
drone untuk logistik last-mile, penelitian dengan topik terkait
semakin banyak dilakukan. Penggunaan drone menjadi tren
dalam riset logistik karena kapabilitasnya untuk melakukan
proses delivery barang dengan jarak Euclidean dan durasi waktu
yang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan truk ataupun
kendaraan darat lainnya.
Inisiasi perkembangan sudah dilakukan diantaranya adalah
konsep mengombinasikan drone dengan truk. Beberapa model
tersebut diantaranya Flying Sidekick Traveling Salesman Problem
(FSTSP), Parallel Drone Scheduling Traveling Salesman Problem
(PDSTSP), Vehicle Routing Problem with Drones (VRPD), dan
Multiple Flying Sidekick Traveling Salesman Problem (m-
FSTSP). Hanya saja, belum ada literatur yang melakukan studi
komparasi untuk melihat model paling optimal untuk digunakan
antar model tersebut dengan parameter delivery time.
Studi komparasi tersebut untuk membandingkan hasil
kalkulasi model TSP, FSTSP, dan PDSTSP. Model tersebut
dibandingkan performanya menggunakan piranti lunak
komersial GUROBI dan Python. Perbandingan dilakukan
dengan menggunakan 15 dataset yang melingkupi beberapa titik
koordinat customer di kota Yogyakarta. Dari hasil eksperimen,
dapat dilihat bahwa secara keseluruhan FSTSP dan PDSTSP
lebih efektif dibandingkan TSP berdasarkan total durasi
penyelesaian misi pengiriman barang. Lebih jauh, FSTSP lebih
unggul daripada PDSTSP saat jarak rata-rata customer lebih
jauh, dan sebaliknya.
Kata Kunci—Drone, Logistik, TSP, FSTSP, PDSTSP
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perusahaan
menunjukkan ketertarikan mereka dalam menerapkan drone sebagai
sistem pengiriman barang. Pada tahun 2013, Amazon mengumumkan
bahwa mereka akan mengantarkan produk langsung ke tempat tinggal
customer dalam waktu 30 menit melalui layanan “Prime Air” dengan
mini-drone [1]. Perusahaan penyedia layanan pelacakan dan
pengiriman asal Jerman, DHL, pun mengumumkan bahwa
“Parcelcopter” mereka sudah resmi digunakan untuk mengantarkan
peralatan medis ke salah satu pulau di Jerman [2]. Zookal, perusahaan
distributor textbook asal Australia sudah mulai menguji penggunaan
drone di Australia, Singapura, dan Malaysia dengan harapan bisa
melakukan penetrasi di pasar Amerika Serikat di 2015 [3]. Pada
2015, perusahaan online retailer ternama, Alibaba, melakukan uji
coba penggunaan drone untuk pengantaran produk teh dengan
pemesanan online di China. [4]. Kemudian, pada Agustus 2016,
Domino’s Pizza pun mengumumkan intensinya untuk menerapkan
eksperimen pengiriman pizza ke rumah pelanggan menggunakan
drone yang diinisiasi di Selandia Baru [5]. Beberapa contoh di atas
membuktikan bahwa drone sudah mulai dilirik untuk digunakan
sebagai moda pengantaran barang dan penelitian terkait topik ini
dalam konteks last-mile pun marak dilakukan.
Penggunaan drone akan menyebabkan perubahaan pada lansekap
industri logistik. Sejak awal penggunaannya, drone dikenal sebagai
salah satu alternatif transportasi untuk pengiriman last-mile yang
secara signifikan mengakselerasi waktu pengantaran dengan
kecepatan tinggi [6] dan mengurangi intervensi manusia. Apalagi,
drone bersifat ringan, mengkonsumsi energi yang lebih sedikit
dibandingkan kendaraan lain serta tidak menghadapi masalah
kemacetan karena tidak mengikuti jalur normal transportasi darat.
Karakteristik tersebut membuat drone menjadi menarik untuk
diimplementasikan di logistik last-mile mengingat sejauh ini last-mile
dianggap salah satu eselon yang paling mahal, tidak efisien, dan
menimbulkan efek polusi di bidang rantai pasok [7]. Di sisi lain,
drone memiliki keterbatasan dalam konteks daya tahan, kapasitas,
jangkauan pengantaran, dan berat muatan [8]. Di saat yang
bersamaan, penggunaannya menghadapi permasalahan regulasi
seperti pelarangan oleh Federal Aviation Administration (FAA) di
Amerika Serikat atau Direction Générale de l’Aviation Civile
(DGAC) di Prancis [9]. Meskipun demikian, saat ini Amazon sudah
berhasil menerapkan pengiriman dengan drone di Amerika Serikat
dan FAA telah mengizinkan perusahaan minyak dan gas BP untuk
menerbangkan drone di atas laut menyusuri Alaska [10]. Kondisi ini
menjadi sinyal hijau bagi perusahaan-perusahaan lain yang berminat
untuk menerapkan moda transportasi serupa sebagai prospek ke
depannya.
Penggunaan drone untuk logistik last-mile memiliki keterbatasan
jangkauan, sehingga dibutuhkan alternatif solusi untuk memanfaatkan
kelebihan-kelebihan drone secara optimal [11]. Salah satu cara untuk
melengkapi ketidakefektifan jangkauan dan kapasitas drone adalah
dengan mengkombinasikannya dengan kendaraan lain, misalnya
dengan truk [12]. Pada tahun 2016, Mercedes-Benz meluncurkan
“Vision Van” yang dilengkapi drone di atas atap. Dalam sistem
tersebut, truk dikombinasikan dengan drone untuk melayani semua
customer. Saat truk berpindah menuju lokasi lain, drone secara
RO-16
I. PENDAHULUAN
bersamaan melayani customer lain kemudian kembali ke truk untuk
mengambil produk lainnya. Beberapa keunggulannya adalah sistem
ini akan jauh lebih efektif mengingat jangkauan yang dicapai untuk
mengantar produk akan lebih luas. Selain itu, sistem ini
memanfaatkan kapasitas muatan kendaraan darat yang jauh lebih
besar, dengan truk yang memiliki peran ganda sebagai depot bergerak
sekaligus sumber daya pengiriman [13].
Riset mengenai konsep di atas pertama kali diperkenalkan oleh
Murray dan Chu pada tahun 2015 dengan nama Flying Sidekick
Traveling Salesman Problem (FSTSP). Diketahui terdapat satu set
customer yang semuanya harus dilayani, baik oleh truk ataupun
drone. Kedua kendaraan tersebut harus berangkat dan kembali ke satu
depot, dan keduanya dapat melayani customer secara tandem atau
terpisah di waktu yang bersamaan. Tujuan dari FSTSP adalah untuk
meminimasi waktu yang dibutuhkan untuk melayani semua customer
dan kedua kendaraan kembali ke depotnya. Selain itu, Murray dan
Chu juga memperkenalkan model lain bernama Parallel Drone
Scheduling Traveling Salesman Problem (PDSTSP). Diketahui
terdapat sebuah depot dengan satu truk dan sebuah (atau beberapa)
drone yang harus berangkat dan kembali ke depot tersebut. Truk
melayani customer melalui sebuah rute predetermined, sementara itu
di waktu yang bersamaan drone melayani customer depot dan
langsung kembali ke depot. Berbeda dengan FSTSP, tidak ada
sinkronisasi waktu antara drone dengan truk pada konsep PDSTSP
[9]. Selanjutnya, kedua model ini dikembangkan oleh periset-periset
lain yang kemudian menghasilkan model lain seperti Vehicle Routing
Problem with Drones (VRPD) [14] dan Multiple Flying Sidekick
Traveling Salesman Problem (m-FSTSP) [15]. Melihat
perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa implementasi
drone yang salah satunya adalah melalui kombinasi dengan truk
sudah banyak mendapatkan perhatian dari komunitas riset dan terus
dikembangkan untuk inovasi lanjutan.
Namun demikian, berdasarkan hasil pembacaan literature review
kami, studi komparasi yang dilakukan untuk membandingkan
beberapa konsep yang sudah dicetuskan untuk logistik last-mile
masih belum pernah dilakukan. Sehingga, masih belum dapat ditarik
kesimpulan mengenai model mana yang dapat memberikan implikasi
terbaik untuk diterapkan. Untuk menjawab research gap ini, tujuan
dari artikel ini adalah untuk melakukan komparasi terhadap beberapa
konsep yang disebutkan sebelumnya. Dua model kombinasi drone
dan truk, yaitu FSTSP dan PDSTSP, dipilih untuk dibandingkan
efektivitasnya dengan model logistik klasik Traveling Salesman
Problem (TSP) yang menggunakan sebuah truk untuk melakukan
proses pengantaran barang. Ketiga model tersebut dipilih berdasarkan
pertimbangan jumlah kendaraan darat yang sama, sehingga
perbandingan dapat dianalisis secara fair. Perbandingan dilakukan
untuk melihat impact dari penggunaan drone dalam logistik last-mile.
sebuah cabang ilmu dari matematika optimasi yang memiliki
keterkaitan dengan ilmu riset operasi, teori algoritma, serta teori
komputasi kompleks. Fungsi utama dari optimasi kombinatorial ini
adalah menemukan solusi feasible dari permasalahan optimasi yang
memiliki nilai berupa diskrit, integer, maupun biner [16]. Beberapa
contoh problem klasik dari optimasi kombinatorial adalah TSP [17],
Minimum Spanning Tree Problem [18], dan Knapsack Problem [19].
Optimasi kombinatorial telah sering digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan di bidang transportasi dan logistik.
Salah satu contohnya adalah penggunaan model optimasi Vehicle
Routing Problem (VRP) untuk perancangan rute sistem transportasi
[20], di mana VRP merupakan pengembangan dari TSP yang
membuktikan adanya kompleksitas dalam penyelesaian masalah
terkait perancangan rute transportasi yang membutuhkan penerapan
teknik riset operasi. Penerapan teknik riset operasi yang advanced
dalam sistem distribusi logistik serta transportasi terbukti
memberikan dampak positif yang sangat signifikan secara finansial,
produktivitas, serta aspek-aspek lainnya [20].
B. Traveling Salesman Problem
Traveling Salesman Problem, atau juga dikenal sebagai
Traveling Salesperson Problem, merupakan suatu permasalahan yang
memiliki tujuan untuk membawa salesman mengunjungi sejumlah
titik (kota) yang telah ditentukan tepat satu kali dan kembali ke titik
awal dengan total jarak tempuh yang minimum [21]. Bergantung
pada jumlah titik yang ada, opsi rute feasible yang tersedia akan
meningkat secara eksponensial yang menyebabkan pencarian rute
optimal menjadi suatu hal yang sulit ditemukan, sehingga TSP
diklasifikasikan sebagai NP-complete problem [22].
Dalam penelitian ini, digunakan Integer Linear Programming
model (ILP) yang mengacu pada model yang diperkenalkan Dantzig
dkk [21]. Pada model matematis ini, terdapat sejumlah titik (kota)
dengan biaya perjalanan tertentu dari satu titik ke titik lainnya yang
menunjukkan waktu yang dihabiskan untuk berpindah dari satu titik
ke titik yang lain. Fungsi objektif dari model ini adalah
meminimalkan waktu pengantaran, dengan alat transportasi yang
digunakan yakni satu buah truk. Truk tersebut berangkat dari titik
depot dengan membawa semua paket yang ada hingga akhir rute,
sehingga hanya perlu satu putaran untuk memenuhi seluruh
permintaan yang ada sebelum truk kembali lagi ke depot.
C. Flying Sidekick Traveling Salesman Problem
TSP berkembang dengan berbagai penyelesaian yang melibatkan
tidak hanya truk, namun juga alat transportasi lainnya. FSTSP
mengacu pada optimasi rute TSP dengan bantuan drone. Murray and
Chu [9] memperkenalkan FSTSP sebagai pemenuhan permintaan
sejumlah customer menggunakan truk (mobil) dan drone yang
bekerja sama secara tandem. Dari depot, drone diangkut oleh truk
sembari mengantarkan paket. Pada titik tertentu, drone akan
meninggalkan truk dengan membawa sebuah paket untuk
memberikan paket tersebut kepada customer yang belum dikunjungi
truk, dan setelah mengantarkan paket, drone tersebut kembali ke truk.
Drone tidak dapat mengantarkan lebih dari satu paket per trip dan
memiliki limit daya tertentu yang diisi saat berada di truk. Pembagian
tugas antar keduanya dapat mengurangi waktu perjalanan. Meski
begitu, terdapat kondisi khusus dimana customer tidak dapat
menerima paket dari drone sehingga harus diantarkan menggunakan
truk.
Penelitian ini mengacu pada model matematis ILP yang dibangun
oleh Agatz dkk [6], dengan fungsi objektif untuk meminimalkan
waktu pengantaran. Beberapa asumsi yang ada pada model ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat transportasi yang digunakan adalah satu buah truk dan satu
buah drone.
2. Drone hanya dapat mengantar satu paket per trip, namun selama
trip drone ini, truk dapat berpindah lokasi lebih dari satu kali
3. Drone terbang dengan kecepatan konstan selama trip ini kecuali
saat memberikan paket kepada customer. Sehingga, drone tidak
dapat mendarat untuk menghemat daya baterai jika telah sampai
di lokasi sebelum truk
4. Jika drone mendarat di truk di titik i, drone dapat terbang kembali
dari titik i namun tidak dapat kembali ke titik tersebut.
5. Drone harus mendarat pada truk pada saat truk sedang berada di
titik customer, dan tidak boleh mendarat pada saat truk sedang
dalam perjalanan. Truk juga tidak boleh kembali ke titik customer
yang sudah pernah dikunjungi untuk mengambil drone.
RO-17
A. Combinatorial Optimization
Combinatorial optimization (optimasi kombinatorial) merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA
6. Jika drone sudah kembali ke titik awal (depot), maka drone tidak
boleh keluar dari depot untuk melakukan pengantaran kembali.
7. Waktu pengisian daya drone, waktu peluncuran, dan waktu
pengambilan drone diabaikan dalam model ini.
D. Parallel Drone Scheduling Traveling Salesman Problem
Variasi lain dari penyelesaian task pengantaran barang
menggunakan drone adalah PDSTSP yang difokuskan pada kasus
dimana depot berada dekat dengan titik-titik customer, sehingga
pemenuhan permintaan dari depot ke customer tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan drone [9]. Pada model ini, set
customer terlebih dahulu dibagi menjadi dua, yakni customer dengan
paket yang diantar oleh truk dan customer dengan paket yang diantar
oleh drone. Hal ini memungkinkan truk dan drone bekerja secara
paralel tanpa bergantung satu sama lain. Truk akan menyelesaikan
rute dengan mengantarkan seluruh paket yang diantar oleh truk,
sedangkan drone akan terbang bolak-balik dari depot untuk
mengantarkan satu per satu paket untuk customer yang dapat diantar
oleh drone.
Penelitian ini mengacu pada model matematis Mixed-Integer
Linear Programming (MILP) yang disusun oleh Saleu dkk [8].
Fungsi objektif yang dipertimbangkan adalah untuk meminimalkan
waktu total pengantaran. Pada model ini terdapat asumsi sebagai
berikut:
1. Alat transportasi yang digunakan adalah satu buah truk dan satu
buah drone.
2. Drone memiliki batas jarak tertentu dan memiliki limit daya yang
diisi saat berada di depot.
3. Customer yang tidak dapat menerima paket dari drone atau
berada terlalu jauh dari depot, paketnya diantarkan oleh truk.
4. Baik drone maupun truk hanya dapat mengunjungi sebuah
customer satu kali.
5. Drone dan truk tidak dapat mengunjungi customer yang sama.
6. Drone mengantarkan dari depot dan kembali ke depot dengan
jumlah paket satu buah per trip. Waktu pengisian daya drone,
waktu peluncuran, dan waktu pengambilan drone diabaikan
dalam model ini.
Gambar 1. Jalur truk dan drone pada TSP, FSTSP, dan PDSTSP
Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbandingan ketiganya dapat dirangkum seperti pada Tabel I. Ilustrasi
dari jalur truk dan drone yang membedakan antara TSP, FSTSP, dan PDSTSP dapat dilihat pada Gambar 1.
Alat transportasi Satu truk satu truk dan satu
drone Satu truk dan
satu drone
Jumlah paket yang diangkut truk
Semua paket
Semua paket
Hanya paket
yang diantar oleh
truk
Kapasitas drone - satu paket per trip satu paket per
trip
Bentuk kerja sama
truk dengan drone -
Tandem
(synchronized) Paralel
Titik awal pengantaran drone
-
Truk yang berhenti
di salah satu
customer atau Depot
Depot
Titik akhir
pengantaran drone -
Truk yang berhenti di salah satu
customer atau Depot
Depot
Beberapa eksperimen numerik telah dilakukan untuk
membandingkan efektivitas antara ketiga model yang digunakan,
yaitu antara TSP, FSTSP, dan PDSTSP, dengan hasil seperti terlihat
pada Tabel II dan Gambar 2. Hasil eksperimen ini kemudian
digunakan untuk analisis manajerial mengenai implementasi drone
pada sistem distribusi logistik. Eksperimen dilakukan menggunakan
personal computer dengan prosesor AMD Ryzen 5 2600 six-core dan
RAM sebesar 16 GB. Personal computer dijalankan menggunakan
sistem operasi Windows 10-Pro 64-bit. Proses optimasi pada model
MILP dan ILP dijalankan menggunakan Gurobi versi 9.0.2, yang
dituliskan menggunakan bahasa pemrograman Python versi 3.7.
Komparasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
membandingkan completion time dari delivery mission dari tiga
model dalam logistik last-mile, yaitu TSP, FSTSP, dan PDSTSP.
Seluruh model dalam penelitian ini menggunakan fungsi objektif
untuk meminimalkan total delivery time. Data yang digunakan adalah
berupa dataset instances sejumlah 15 buah yang berisikan titik-titik
lokasi customer yang terletak pada Kota Yogyakarta, Indonesia.
Masing-masing instances memiliki customer node dengan jumlah
berkisar antara enam hingga sepuluh titik, dengan perbedaan pada
persebaran titik dan jaraknya. Selanjutnya, asumsi yang digunakan
dalam analisis numerik ini antara lain adalah:
1. Truk beroperasi dengan kecepatan konstan 35 mph, atau sama
dengan 56.327 km/h [23].
2. Drone memiliki kecepatan konstan 50 mph, atau sama dengan
80.4672 km/h [23].
3. Durasi pemakaian baterai dari drone adalah 24 menit [23].
4. Jarak antar customer/nodes pada truk menggunakan real-life
distance. Sedangkan pada drone menggunakan euclidean
distance.
5. Seluruh customer diasumsikan dapat dilayani oleh drone selama
masih berada dalam jangkauan durasi pemakaian baterai.
RO-18
TABEL I. PERBANDINGAN TSP, FSTSP, DAN PDSTSP
Pembanding TSP FSTSP PDSTSP
III. METODOLOGI
Delivery Time Instance 9 Instance 10 Instance 11 Instance 12 Instance 13 Instance 14 Instance 15
TSP (hours) 1.414 1.093 1.335 1.722 1.331 1.416 2.263
FSTSP (hours) 1.184 0.810 1.242 0.810 1.047 1.279 0.580
PDSTSP (hours) 0.999 0.947 1.157 1.333 1.239 1.194 0.573
Customer (people) 8 9 9 9 10 10 10
Avg Distance (meters) 8.865 8.260 8.760 11.990 10.351 8.599 12.861
Delivery Time Instance 1 Instance 2 Instance 3 Instance 4 Instance 5 Instance 6 Instance 7 Instance 8
TSP (hours) 1.207 0.616 1.950 1.360 0.923 1.566 0.794 1.280
FSTSP (hours) 1.018 0.492 1.172 1.095 0.671 1.045 0.520 1.189
PDSTSP (hours) 1.286 0.492 1.054 0.942 0.630 1.286 0.549 1.126
Customer (people) 6 6 6 7 7 7 8 8
Avg Distance (meters) 13.551 5.823 10.447 9.029 7.446 16.224 5.932 19.163
Gambar 2. Perbandingan nilai delivery time
Gambar 3. Interval plot antar model (95% confidence interval dari mean)
RO-19
TABEL II. DELIVERY TIME (DALAM JAM)
Kalkulasi numerik dilakukan dengan memberikan input berupa
dataset instances yang berisikan data titik koordinat dari customer
dan depot. Yang kemudian dijalankan dengan program Python
beserta dengan library Gurobi untuk mencari rute optimal dengan
menggunakan model analitik MILP (untuk TSP dan PDSTSP) beserta
ILP (untuk FSTSP). Selanjutnya didapatkan angka delivery time
paling optimal dari ketiga model pada tiap instances untuk kemudian
dikomparasikan.
Belakangan ini, drone menjadi tren baru dalam dunia logistik
last-mile, itu terbukti dengan penerapannya yang sudah cukup banyak
digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mengantarkan
barang dalam melayani customernya. Beberapa perusahaan tersebut
diantarannya adalah Amazon, Google, DHL Express, Alibaba, 7-
eleven, dan Domino’s Pizza. Tidak hanya produk retail, instansi lain
seperti United Parcel Service (UPS), Zipline, dan bahkan pemerintah
Australia pun telah menginiasi penggunaan drone untuk
mengantarkan bantuan medis seperti obat-obatan dan kantong darah
[8]. Penggunaan drone dinilai efisien dalam penggunaan energi, uang,
dan kecepatan dalam melayani customer.
Meskipun demikian, drone memiliki keterbatasan daya tahan dan
jangkauan. Aspek inilah yang mendasari inisiatif konsep-konsep baru
untuk mengombinasikan kerja drone dan kendaraan lain seperti truk
dalam mengantarkan produk. Beberapa contoh model konseptual baru
tersebut adalah FSTSP, PDSTSP, VRPD, dan m-FSTSP, dengan
perbandingan beberapa model tersebut seperti dijelaskan pada Tabel
I. Model-model ini membahas kemungkinan truk dan drone yang
berangkat dari satu depot melayani customer di waktu yang
bersamaan, kemudian keduanya akan kembali ke depot yang sama
setelah menyelesaikan delivery mission [13]. Sejumlah model ini
terbukti mampu mengurangi waktu pengantaran dibandingkan
logistik last-mile menggunakan drone saja. Agatz [6] mengobservasi
bahwa kombinasi truck dan drone dapat menghemat waktu 30-38%
secara rata-rata, dan penambahan unit drone akan semakin
memberikan keuntungan dalam pengantaran barang. Untuk itu,
penelitian ini ditujukan untuk melakukan komparasi dari hasil yang
didapatkan oleh beberapa model di atas dengan menggunakan
parameter delivery time dalam menentukan metode yang paling
optimal untuk digunakan jika terdapat beberapa customer yang perlu
dilayani. Hasil eksperimen numerik yang ditunjukkan pada Tabel II dan
Gambar 2 menunjukkan bahwa dari 15 instances, hampir semua results dari model FSTSP dan PDSTSP memiliki nilai delivery time yang mengungguli TSP. Namun, dijumpai juga pada instance 1 bahwa TSP mengungguli PDSTSP, hal ini dikarenakan jumlah node yang masih terbilang sedikit sehingga terindikasikan adanya underfitting. Kemudian, di antara FSTSP dan PDSTSP juga dijumpai perbandingan yang saling mendominasi satu sama lain, sehingga diberikan tambahan variabel lain sebagai justifikasi, yaitu average distance yang merupakan hasil rata-rata jarak dari depot ke tiap customer nodes. Dari perbandingan angka di Tabel I antara model FSTSP dan PDSTSP, dapat ditunjukkan bahwa ketika jarak antara depot dan customer cenderung dekat, maka model yang paling efektif adalah PDSTSP. Sedangkan apabila cenderung jauh, maka model yang paling efektif adalah FSTSP. Hal itu terbukti dengan pengujian menggunakan interval plot antar model, ketiganya memiliki perbedaan yang signifikan sesuai dengan Gambar 3. Visualisasi perbedaan rute dari masing-masing model digambarkan pada Gambar 4, dengan Instance 12 sebagai contoh yang diambil secara random. Dengan demikian, dalam sudut pandang seorang decision maker, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai jarak antara depot dan tiap customer disertai dengan jangkauan dari drone. Sehingga berdasarkan kedua kondisi yang diberikan, dapat ditentukan model yang paling optimal dalam penerapan drone dalam logistik last-mile.
Gambar 4. Perbandingan rute TSP, FSTSP, dan PDSTSP
Hasil minimum delivery time yang menjadi output dari model ini
terbatas pada jumlah customer yang terbatas, mengingat keterbatasan solver komersial Gurobi 9.0.2 dalam memberikan solusi eksak dari model yang digunakan. Sehingga, untuk penggunaan yang mencakup customer yang lebih banyak lagi, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan titik customer pada data dan penggunaan metode optimasi non-eksak seperti heuristik atau meta-heuristik. Selain itu, terdapat beberapa hal yang masih perlu dipertimbangkan dalam penerapan drone pada logistik, misalnya beban maksimal yang dapat diangkut oleh drone, emisi bahan bakar dan baterai yang muncul dari penggunaan drone, penambahan biaya, waktu pengisian daya drone, waktu peluncuran dan waktu pengambilan drone, hingga batasan-batasan eksternal seperti adanya gedung yang menghalangi drone sehingga mengakibatkan asumsi jarak Euclidean seperti pada penelitian ini tidak dapat diterapkan, keberadaan angin, maupun faktor customer availability (untuk pengiriman barang yang membutuhkan persetujuan customer).
Sehingga, dalam memilih model terbaik, decision maker perlu memperhatikan kesesuaian jumlah customer dan metode penelitian, dan juga mempertimbangkan batasan internal maupun eksternal dari drone.
Penggunaan drone adalah salah satu metode terkini dalam logistik
last-mile mengingat drone dinilai efisien dari segi waktu dan energi.
Berbagai perusahaan seperti Amazon, Google, DHL Express,
Alibaba, 7-eleven, dan Domino’s Pizza sudah mengimplementasikan
drone dalam pengiriman barangnya kepada customer.
Beberapa model terkini dalam implementasi drone di logistik
last-mile adalah FSTSP dan PDSTSP yang diperkenalkan oleh
Murray dan Chu [9]. Dua model ini mengombinasikan kerja drone
dan truk dalam mengantarkan barang. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa model-model tersebut terbukti mampu
meminimalkan delivery time, dibandingkan dengan penerapan salah
satu moda truk ataupun drone saja. Riset sebelumnya juga sudah
menunjukkan bahwa drone memiliki potensi untuk meningkatkan
performa sistem logistik. Namun, dari pembacaan literatur yang kami
lakukan, studi komparasi untuk membandingkan model mana yang
memberikan hasil terbaik belum pernah dilakukan.
Penelitian ini membandingkan model TSP, FSTSP, dan PDSTSP
untuk melihat model mana yang paling efektif untuk meminimalkan
waktu pengantaran menggunakan satu drone pada last-mile logistics.
Secara keseluruhan, hasil dari perbandingan yang dilakukan pada 15
instances dengan enam hingga sepuluh customers menunjukkan
bahwa FSTSP dan PDSTSP lebih efektif dibandingkan TSP dari segi
waktu penyelesaian misi pengantaran. Selain itu, juga ditemukan pola
bahwa pada data dengan rata-rata jarak customer ke depot yang dekat,
PDSTSP lebih efektif untuk diterapkan, dan sebaliknya jika rata-rata
RO-20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
IV. IMPLIKASI MANAJERIAL
jarak customer dan depot lebih jauh, maka FSTSP lebih efektif untuk
mencapai waktu pengantaran tercepat. Namun, penelitian ini masih
terbatas pada jumlah customer yang relatif sedikit (small instances),
sehingga penelitian komparasi lebih lanjut dengan jumlah customer
yang lebih banyak perlu dilakukan dengan metode optimasi non-
eksak.
Untuk penelitian selanjutnya, batasan lain dapat diterapkan dalam
model, misalnya waktu pengisian daya drone, beban maksimal drone,
waktu peluncuran, dan waktu pengambilan drone, relaksasi asumsi
bahwa jalur drone mengikuti jarak Euclidean, adanya angin dengan
kekuatan tertentu, hingga apakah customer dapat menerima paket
secara langsung dari drone. Di samping itu, decision maker dapat
menilik penelitian dari sisi yang berbeda dengan mempertimbangkan
perbandingan emisi bahan bakar serta biaya yang ditimbulkan pada
masing-masing model.
Pelaksanaan penelitian ini dibantu oleh adanya Hibah Penelitian Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM.
[1] CBSNews.com, 2013. Amazon unveils futuristic plan: delivery by drone. Tersedia di https://www.cbsnews.com/news/ amazon-unveils-futuristic-plan-delivery-by-drone (diakses pada 7 Agustus 2020).
[2] Bryan, V., 2014. Drone delivery: Dhl’parcelcopter’flies to german isle. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-deutsche-post-drones/drone-deliverydhl-parcelcopter-flies-to-germanisle-idUSKCN0HJ1ED20140924 (diakses pada 7 Agustus 2020).
[3] Welch, C., 2013. Zookal will deliver textbooks using drones in Australia next year. Tersedia di https://www.theverge.com/2013/10/15/4840706/zookal-will-deliver-textbooks-with-drones-in-australia (diakses pada 7 Agustus 2020).
[4] Kelion, L., 2015. Alibaba begins drone delivery trials in China. Tersedia di https://www.bbc.com/news/technology-31129804 (diakses pada 7 Agustus 2020).
[5] Trujillo, E., 2016. La livraison de pizzas par drone bientôt testée en France. Tersedia di https://www.lefigaro.fr/secteur/high-tech/2016/08/25/32001-20160825ARTFIG00190-la-livraison-de-pizzas-par-drone-bientot-testee-en-france.php (diakses pada 7 Agustus 2020).
[6] Agatz, N., Bouman, P. dan Schmidt, M., Optimization approaches for the traveling salesman problem with drone. Transportation Science, 52(4), pp.965-981, 2018.
[7] Gevaers, R., Van de Voorde, E. dan Vanelslander, T., Cost modelling and simulation of last-mile characteristics in an innovative B2C supply chain environment with implications on urban areas and cities. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 125(2014), pp.398-411, 2014.
[8] Mbiadou Saleu, R.G., Deroussi, L., Feillet, D., Grangeon, N. dan Quilliot, A., An iterative two‐step heuristic for the parallel drone scheduling traveling salesman problem. Networks, 72(4), pp.459-474, 2018.
[9] Murray, C.C. dan Chu, A.G., The flying sidekick traveling salesman problem: Optimization of drone-assisted parcel delivery. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 54, pp.86-109, 2015.
[10] Jansen, B., 2014. FAA approves first commercial drone over land. Tersedia di https://www.usatoday.com/story/money/ business/2014/06/10/faa-drones-bp-oil-pipeline-aerovironment-north-shore/10264197/ (diakses pada 7 Agustus 2020).
[11] Ha, Q.M., Deville, Y., Pham, Q.D. dan Ha, M.H., On the min-cost traveling salesman problem with drone. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 86, pp.597-621.
[12] Agatz, N., Bouman, P. dan Schmidt, M., Optimization approaches for the traveling salesman problem with drone. Transportation Science, 52(4), pp.965-981, 2018, 2018.
[13] Banker, S., 2013. Amazon and drones–here is why it will work. Tersedia di https://www.forbes. com/sites/Btevebanker/ 2013/12/19/amazon-drones-here-is-why-it-will-work (diakses pada 7 Agustus 2020).
[14] Wang, X., Poikonen, S. dan Golden, B., The vehicle routing problem with drones: Several worst-case results. Optimization Letters, 11(4), pp.679-697, 2017.
[15] Murray, C.C. dan Raj, R., The multiple flying sidekicks traveling salesman problem: Parcel delivery with multiple drones. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 110, pp.368-398, 2020.
[16] Schrijver, A., Combinatorial optimization: polyhedra and efficiency (Vol. 24). Springer Science & Business Media., 2003.
[17] Lawler, E.L., The traveling salesman problem: a guided tour of combinatorial optimization. Wiley-Interscience Series in Discrete Mathematics, 1985.
[18] Graham, R.L. dan Hell, P., On the history of the minimum spanning tree problem. Annals of the History of Computing, 7(1), pp.43-57, 1985.
[19] Salkin, H.M. dan De Kluyver, C.A., The knapsack problem: a survey. Naval Research Logistics Quarterly, 22(1), pp.127-144, 1975.
[20] Toth, P. dan Vigo, D., A heuristic algorithm for the symmetric and asymmetric vehicle routing problems with backhauls. European Journal of Operational Research, 113(3), pp.528-543, 1999.
[21] Dantzig, G., Fulkerson, R. dan Johnson, S., Solution of a large-scale traveling-salesman problem. Journal of the operations research society of America, 2(4), pp.393-410, 1954.
[22] Papadimitriou, C.H. dan CH, P., The Euclidean traveling salesman problem is NP-complete. Theoretical Computer Science, 4(3), pp.237-244, 1977.
[23] de Freitas, J.C. dan Penna, P.H.V., A variable neighborhood search for flying sidekick traveling salesman problem. International Transactions in Operational Research, 27(1), pp.267-290, 2020.
RO-21
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH