Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

6
Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile 1 st Gilang Rizky Pratama Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia [email protected] 4 th Setyo Tri Windras Mara Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia [email protected] 2 nd Evi Fortuna Alfaridzi Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia [email protected] 5 th Achmad Pratama Rifai Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia [email protected] 3 rd Ahmar Aji Awaluddin Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia [email protected] AbstrakSejak beberapa perusahaan besar menerapkan drone untuk logistik last-mile, penelitian dengan topik terkait semakin banyak dilakukan. Penggunaan drone menjadi tren dalam riset logistik karena kapabilitasnya untuk melakukan proses delivery barang dengan jarak Euclidean dan durasi waktu yang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan truk ataupun kendaraan darat lainnya. Inisiasi perkembangan sudah dilakukan diantaranya adalah konsep mengombinasikan drone dengan truk. Beberapa model tersebut diantaranya Flying Sidekick Traveling Salesman Problem (FSTSP), Parallel Drone Scheduling Traveling Salesman Problem (PDSTSP), Vehicle Routing Problem with Drones (VRPD), dan Multiple Flying Sidekick Traveling Salesman Problem (m- FSTSP). Hanya saja, belum ada literatur yang melakukan studi komparasi untuk melihat model paling optimal untuk digunakan antar model tersebut dengan parameter delivery time. Studi komparasi tersebut untuk membandingkan hasil kalkulasi model TSP, FSTSP, dan PDSTSP. Model tersebut dibandingkan performanya menggunakan piranti lunak komersial GUROBI dan Python. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan 15 dataset yang melingkupi beberapa titik koordinat customer di kota Yogyakarta. Dari hasil eksperimen, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan FSTSP dan PDSTSP lebih efektif dibandingkan TSP berdasarkan total durasi penyelesaian misi pengiriman barang. Lebih jauh, FSTSP lebih unggul daripada PDSTSP saat jarak rata-rata customer lebih jauh, dan sebaliknya. Kata KunciDrone, Logistik, TSP, FSTSP, PDSTSP Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perusahaan menunjukkan ketertarikan mereka dalam menerapkan drone sebagai sistem pengiriman barang. Pada tahun 2013, Amazon mengumumkan bahwa mereka akan mengantarkan produk langsung ke tempat tinggal customer dalam waktu 30 menit melalui layanan “Prime Air” dengan mini-drone [1]. Perusahaan penyedia layanan pelacakan dan pengiriman asal Jerman, DHL, pun mengumumkan bahwa “Parcelcopter” mereka sudah resmi digunakan untuk mengantarkan peralatan medis ke salah satu pulau di Jerman [2]. Zookal, perusahaan distributor textbook asal Australia sudah mulai menguji penggunaan drone di Australia, Singapura, dan Malaysia dengan harapan bisa melakukan penetrasi di pasar Amerika Serikat di 2015 [3]. Pada 2015, perusahaan online retailer ternama, Alibaba, melakukan uji coba penggunaan drone untuk pengantaran produk teh dengan pemesanan online di China. [4]. Kemudian, pada Agustus 2016, Domino’s Pizza pun mengumumkan intensinya untuk menerapkan eksperimen pengiriman pizza ke rumah pelanggan menggunakan drone yang diinisiasi di Selandia Baru [5]. Beberapa contoh di atas membuktikan bahwa drone sudah mulai dilirik untuk digunakan sebagai moda pengantaran barang dan penelitian terkait topik ini dalam konteks last-mile pun marak dilakukan. Penggunaan drone akan menyebabkan perubahaan pada lansekap industri logistik. Sejak awal penggunaannya, drone dikenal sebagai salah satu alternatif transportasi untuk pengiriman last-mile yang secara signifikan mengakselerasi waktu pengantaran dengan kecepatan tinggi [6] dan mengurangi intervensi manusia. Apalagi, drone bersifat ringan, mengkonsumsi energi yang lebih sedikit dibandingkan kendaraan lain serta tidak menghadapi masalah kemacetan karena tidak mengikuti jalur normal transportasi darat. Karakteristik tersebut membuat drone menjadi menarik untuk diimplementasikan di logistik last-mile mengingat sejauh ini last-mile dianggap salah satu eselon yang paling mahal, tidak efisien, dan menimbulkan efek polusi di bidang rantai pasok [7]. Di sisi lain, drone memiliki keterbatasan dalam konteks daya tahan, kapasitas, jangkauan pengantaran, dan berat muatan [8]. Di saat yang bersamaan, penggunaannya menghadapi permasalahan regulasi seperti pelarangan oleh Federal Aviation Administration (FAA) di Amerika Serikat atau Direction Générale de l’Aviation Civile (DGAC) di Prancis [9]. Meskipun demikian, saat ini Amazon sudah berhasil menerapkan pengiriman dengan drone di Amerika Serikat dan FAA telah mengizinkan perusahaan minyak dan gas BP untuk menerbangkan drone di atas laut menyusuri Alaska [10]. Kondisi ini menjadi sinyal hijau bagi perusahaan-perusahaan lain yang berminat untuk menerapkan moda transportasi serupa sebagai prospek ke depannya. Penggunaan drone untuk logistik last-mile memiliki keterbatasan jangkauan, sehingga dibutuhkan alternatif solusi untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan drone secara optimal [11]. Salah satu cara untuk melengkapi ketidakefektifan jangkauan dan kapasitas drone adalah dengan mengkombinasikannya dengan kendaraan lain, misalnya dengan truk [12]. Pada tahun 2016, Mercedes-Benz meluncurkan “Vision Van” yang dilengkapi drone di atas atap. Dalam sistem tersebut, truk dikombinasikan dengan drone untuk melayani semua customer. Saat truk berpindah menuju lokasi lain, drone secara RO-16 I. PENDAHULUAN

Transcript of Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

Page 1: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik

Last-mile

1st Gilang Rizky Pratama

Departemen Teknik Mesin dan Industri

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Indonesia

[email protected]

4th Setyo Tri Windras Mara

Departemen Teknik Mesin dan Industri

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Indonesia

[email protected]

2nd Evi Fortuna Alfaridzi

Departemen Teknik Mesin dan Industri

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Indonesia

[email protected]

5th Achmad Pratama Rifai

Departemen Teknik Mesin dan Industri

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Indonesia

[email protected]

3rd Ahmar Aji Awaluddin

Departemen Teknik Mesin dan Industri

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Indonesia

[email protected]

Abstrak—Sejak beberapa perusahaan besar menerapkan

drone untuk logistik last-mile, penelitian dengan topik terkait

semakin banyak dilakukan. Penggunaan drone menjadi tren

dalam riset logistik karena kapabilitasnya untuk melakukan

proses delivery barang dengan jarak Euclidean dan durasi waktu

yang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan truk ataupun

kendaraan darat lainnya.

Inisiasi perkembangan sudah dilakukan diantaranya adalah

konsep mengombinasikan drone dengan truk. Beberapa model

tersebut diantaranya Flying Sidekick Traveling Salesman Problem

(FSTSP), Parallel Drone Scheduling Traveling Salesman Problem

(PDSTSP), Vehicle Routing Problem with Drones (VRPD), dan

Multiple Flying Sidekick Traveling Salesman Problem (m-

FSTSP). Hanya saja, belum ada literatur yang melakukan studi

komparasi untuk melihat model paling optimal untuk digunakan

antar model tersebut dengan parameter delivery time.

Studi komparasi tersebut untuk membandingkan hasil

kalkulasi model TSP, FSTSP, dan PDSTSP. Model tersebut

dibandingkan performanya menggunakan piranti lunak

komersial GUROBI dan Python. Perbandingan dilakukan

dengan menggunakan 15 dataset yang melingkupi beberapa titik

koordinat customer di kota Yogyakarta. Dari hasil eksperimen,

dapat dilihat bahwa secara keseluruhan FSTSP dan PDSTSP

lebih efektif dibandingkan TSP berdasarkan total durasi

penyelesaian misi pengiriman barang. Lebih jauh, FSTSP lebih

unggul daripada PDSTSP saat jarak rata-rata customer lebih

jauh, dan sebaliknya.

Kata Kunci—Drone, Logistik, TSP, FSTSP, PDSTSP

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perusahaan

menunjukkan ketertarikan mereka dalam menerapkan drone sebagai

sistem pengiriman barang. Pada tahun 2013, Amazon mengumumkan

bahwa mereka akan mengantarkan produk langsung ke tempat tinggal

customer dalam waktu 30 menit melalui layanan “Prime Air” dengan

mini-drone [1]. Perusahaan penyedia layanan pelacakan dan

pengiriman asal Jerman, DHL, pun mengumumkan bahwa

“Parcelcopter” mereka sudah resmi digunakan untuk mengantarkan

peralatan medis ke salah satu pulau di Jerman [2]. Zookal, perusahaan

distributor textbook asal Australia sudah mulai menguji penggunaan

drone di Australia, Singapura, dan Malaysia dengan harapan bisa

melakukan penetrasi di pasar Amerika Serikat di 2015 [3]. Pada

2015, perusahaan online retailer ternama, Alibaba, melakukan uji

coba penggunaan drone untuk pengantaran produk teh dengan

pemesanan online di China. [4]. Kemudian, pada Agustus 2016,

Domino’s Pizza pun mengumumkan intensinya untuk menerapkan

eksperimen pengiriman pizza ke rumah pelanggan menggunakan

drone yang diinisiasi di Selandia Baru [5]. Beberapa contoh di atas

membuktikan bahwa drone sudah mulai dilirik untuk digunakan

sebagai moda pengantaran barang dan penelitian terkait topik ini

dalam konteks last-mile pun marak dilakukan.

Penggunaan drone akan menyebabkan perubahaan pada lansekap

industri logistik. Sejak awal penggunaannya, drone dikenal sebagai

salah satu alternatif transportasi untuk pengiriman last-mile yang

secara signifikan mengakselerasi waktu pengantaran dengan

kecepatan tinggi [6] dan mengurangi intervensi manusia. Apalagi,

drone bersifat ringan, mengkonsumsi energi yang lebih sedikit

dibandingkan kendaraan lain serta tidak menghadapi masalah

kemacetan karena tidak mengikuti jalur normal transportasi darat.

Karakteristik tersebut membuat drone menjadi menarik untuk

diimplementasikan di logistik last-mile mengingat sejauh ini last-mile

dianggap salah satu eselon yang paling mahal, tidak efisien, dan

menimbulkan efek polusi di bidang rantai pasok [7]. Di sisi lain,

drone memiliki keterbatasan dalam konteks daya tahan, kapasitas,

jangkauan pengantaran, dan berat muatan [8]. Di saat yang

bersamaan, penggunaannya menghadapi permasalahan regulasi

seperti pelarangan oleh Federal Aviation Administration (FAA) di

Amerika Serikat atau Direction Générale de l’Aviation Civile

(DGAC) di Prancis [9]. Meskipun demikian, saat ini Amazon sudah

berhasil menerapkan pengiriman dengan drone di Amerika Serikat

dan FAA telah mengizinkan perusahaan minyak dan gas BP untuk

menerbangkan drone di atas laut menyusuri Alaska [10]. Kondisi ini

menjadi sinyal hijau bagi perusahaan-perusahaan lain yang berminat

untuk menerapkan moda transportasi serupa sebagai prospek ke

depannya.

Penggunaan drone untuk logistik last-mile memiliki keterbatasan

jangkauan, sehingga dibutuhkan alternatif solusi untuk memanfaatkan

kelebihan-kelebihan drone secara optimal [11]. Salah satu cara untuk

melengkapi ketidakefektifan jangkauan dan kapasitas drone adalah

dengan mengkombinasikannya dengan kendaraan lain, misalnya

dengan truk [12]. Pada tahun 2016, Mercedes-Benz meluncurkan

“Vision Van” yang dilengkapi drone di atas atap. Dalam sistem

tersebut, truk dikombinasikan dengan drone untuk melayani semua

customer. Saat truk berpindah menuju lokasi lain, drone secara

RO-16

I. PENDAHULUAN

Page 2: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

bersamaan melayani customer lain kemudian kembali ke truk untuk

mengambil produk lainnya. Beberapa keunggulannya adalah sistem

ini akan jauh lebih efektif mengingat jangkauan yang dicapai untuk

mengantar produk akan lebih luas. Selain itu, sistem ini

memanfaatkan kapasitas muatan kendaraan darat yang jauh lebih

besar, dengan truk yang memiliki peran ganda sebagai depot bergerak

sekaligus sumber daya pengiriman [13].

Riset mengenai konsep di atas pertama kali diperkenalkan oleh

Murray dan Chu pada tahun 2015 dengan nama Flying Sidekick

Traveling Salesman Problem (FSTSP). Diketahui terdapat satu set

customer yang semuanya harus dilayani, baik oleh truk ataupun

drone. Kedua kendaraan tersebut harus berangkat dan kembali ke satu

depot, dan keduanya dapat melayani customer secara tandem atau

terpisah di waktu yang bersamaan. Tujuan dari FSTSP adalah untuk

meminimasi waktu yang dibutuhkan untuk melayani semua customer

dan kedua kendaraan kembali ke depotnya. Selain itu, Murray dan

Chu juga memperkenalkan model lain bernama Parallel Drone

Scheduling Traveling Salesman Problem (PDSTSP). Diketahui

terdapat sebuah depot dengan satu truk dan sebuah (atau beberapa)

drone yang harus berangkat dan kembali ke depot tersebut. Truk

melayani customer melalui sebuah rute predetermined, sementara itu

di waktu yang bersamaan drone melayani customer depot dan

langsung kembali ke depot. Berbeda dengan FSTSP, tidak ada

sinkronisasi waktu antara drone dengan truk pada konsep PDSTSP

[9]. Selanjutnya, kedua model ini dikembangkan oleh periset-periset

lain yang kemudian menghasilkan model lain seperti Vehicle Routing

Problem with Drones (VRPD) [14] dan Multiple Flying Sidekick

Traveling Salesman Problem (m-FSTSP) [15]. Melihat

perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa implementasi

drone yang salah satunya adalah melalui kombinasi dengan truk

sudah banyak mendapatkan perhatian dari komunitas riset dan terus

dikembangkan untuk inovasi lanjutan.

Namun demikian, berdasarkan hasil pembacaan literature review

kami, studi komparasi yang dilakukan untuk membandingkan

beberapa konsep yang sudah dicetuskan untuk logistik last-mile

masih belum pernah dilakukan. Sehingga, masih belum dapat ditarik

kesimpulan mengenai model mana yang dapat memberikan implikasi

terbaik untuk diterapkan. Untuk menjawab research gap ini, tujuan

dari artikel ini adalah untuk melakukan komparasi terhadap beberapa

konsep yang disebutkan sebelumnya. Dua model kombinasi drone

dan truk, yaitu FSTSP dan PDSTSP, dipilih untuk dibandingkan

efektivitasnya dengan model logistik klasik Traveling Salesman

Problem (TSP) yang menggunakan sebuah truk untuk melakukan

proses pengantaran barang. Ketiga model tersebut dipilih berdasarkan

pertimbangan jumlah kendaraan darat yang sama, sehingga

perbandingan dapat dianalisis secara fair. Perbandingan dilakukan

untuk melihat impact dari penggunaan drone dalam logistik last-mile.

sebuah cabang ilmu dari matematika optimasi yang memiliki

keterkaitan dengan ilmu riset operasi, teori algoritma, serta teori

komputasi kompleks. Fungsi utama dari optimasi kombinatorial ini

adalah menemukan solusi feasible dari permasalahan optimasi yang

memiliki nilai berupa diskrit, integer, maupun biner [16]. Beberapa

contoh problem klasik dari optimasi kombinatorial adalah TSP [17],

Minimum Spanning Tree Problem [18], dan Knapsack Problem [19].

Optimasi kombinatorial telah sering digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan di bidang transportasi dan logistik.

Salah satu contohnya adalah penggunaan model optimasi Vehicle

Routing Problem (VRP) untuk perancangan rute sistem transportasi

[20], di mana VRP merupakan pengembangan dari TSP yang

membuktikan adanya kompleksitas dalam penyelesaian masalah

terkait perancangan rute transportasi yang membutuhkan penerapan

teknik riset operasi. Penerapan teknik riset operasi yang advanced

dalam sistem distribusi logistik serta transportasi terbukti

memberikan dampak positif yang sangat signifikan secara finansial,

produktivitas, serta aspek-aspek lainnya [20].

B. Traveling Salesman Problem

Traveling Salesman Problem, atau juga dikenal sebagai

Traveling Salesperson Problem, merupakan suatu permasalahan yang

memiliki tujuan untuk membawa salesman mengunjungi sejumlah

titik (kota) yang telah ditentukan tepat satu kali dan kembali ke titik

awal dengan total jarak tempuh yang minimum [21]. Bergantung

pada jumlah titik yang ada, opsi rute feasible yang tersedia akan

meningkat secara eksponensial yang menyebabkan pencarian rute

optimal menjadi suatu hal yang sulit ditemukan, sehingga TSP

diklasifikasikan sebagai NP-complete problem [22].

Dalam penelitian ini, digunakan Integer Linear Programming

model (ILP) yang mengacu pada model yang diperkenalkan Dantzig

dkk [21]. Pada model matematis ini, terdapat sejumlah titik (kota)

dengan biaya perjalanan tertentu dari satu titik ke titik lainnya yang

menunjukkan waktu yang dihabiskan untuk berpindah dari satu titik

ke titik yang lain. Fungsi objektif dari model ini adalah

meminimalkan waktu pengantaran, dengan alat transportasi yang

digunakan yakni satu buah truk. Truk tersebut berangkat dari titik

depot dengan membawa semua paket yang ada hingga akhir rute,

sehingga hanya perlu satu putaran untuk memenuhi seluruh

permintaan yang ada sebelum truk kembali lagi ke depot.

C. Flying Sidekick Traveling Salesman Problem

TSP berkembang dengan berbagai penyelesaian yang melibatkan

tidak hanya truk, namun juga alat transportasi lainnya. FSTSP

mengacu pada optimasi rute TSP dengan bantuan drone. Murray and

Chu [9] memperkenalkan FSTSP sebagai pemenuhan permintaan

sejumlah customer menggunakan truk (mobil) dan drone yang

bekerja sama secara tandem. Dari depot, drone diangkut oleh truk

sembari mengantarkan paket. Pada titik tertentu, drone akan

meninggalkan truk dengan membawa sebuah paket untuk

memberikan paket tersebut kepada customer yang belum dikunjungi

truk, dan setelah mengantarkan paket, drone tersebut kembali ke truk.

Drone tidak dapat mengantarkan lebih dari satu paket per trip dan

memiliki limit daya tertentu yang diisi saat berada di truk. Pembagian

tugas antar keduanya dapat mengurangi waktu perjalanan. Meski

begitu, terdapat kondisi khusus dimana customer tidak dapat

menerima paket dari drone sehingga harus diantarkan menggunakan

truk.

Penelitian ini mengacu pada model matematis ILP yang dibangun

oleh Agatz dkk [6], dengan fungsi objektif untuk meminimalkan

waktu pengantaran. Beberapa asumsi yang ada pada model ini adalah

sebagai berikut:

1. Alat transportasi yang digunakan adalah satu buah truk dan satu

buah drone.

2. Drone hanya dapat mengantar satu paket per trip, namun selama

trip drone ini, truk dapat berpindah lokasi lebih dari satu kali

3. Drone terbang dengan kecepatan konstan selama trip ini kecuali

saat memberikan paket kepada customer. Sehingga, drone tidak

dapat mendarat untuk menghemat daya baterai jika telah sampai

di lokasi sebelum truk

4. Jika drone mendarat di truk di titik i, drone dapat terbang kembali

dari titik i namun tidak dapat kembali ke titik tersebut.

5. Drone harus mendarat pada truk pada saat truk sedang berada di

titik customer, dan tidak boleh mendarat pada saat truk sedang

dalam perjalanan. Truk juga tidak boleh kembali ke titik customer

yang sudah pernah dikunjungi untuk mengambil drone.

RO-17

A. Combinatorial Optimization

Combinatorial optimization (optimasi kombinatorial) merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

6. Jika drone sudah kembali ke titik awal (depot), maka drone tidak

boleh keluar dari depot untuk melakukan pengantaran kembali.

7. Waktu pengisian daya drone, waktu peluncuran, dan waktu

pengambilan drone diabaikan dalam model ini.

D. Parallel Drone Scheduling Traveling Salesman Problem

Variasi lain dari penyelesaian task pengantaran barang

menggunakan drone adalah PDSTSP yang difokuskan pada kasus

dimana depot berada dekat dengan titik-titik customer, sehingga

pemenuhan permintaan dari depot ke customer tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan drone [9]. Pada model ini, set

customer terlebih dahulu dibagi menjadi dua, yakni customer dengan

paket yang diantar oleh truk dan customer dengan paket yang diantar

oleh drone. Hal ini memungkinkan truk dan drone bekerja secara

paralel tanpa bergantung satu sama lain. Truk akan menyelesaikan

rute dengan mengantarkan seluruh paket yang diantar oleh truk,

sedangkan drone akan terbang bolak-balik dari depot untuk

mengantarkan satu per satu paket untuk customer yang dapat diantar

oleh drone.

Penelitian ini mengacu pada model matematis Mixed-Integer

Linear Programming (MILP) yang disusun oleh Saleu dkk [8].

Fungsi objektif yang dipertimbangkan adalah untuk meminimalkan

waktu total pengantaran. Pada model ini terdapat asumsi sebagai

berikut:

1. Alat transportasi yang digunakan adalah satu buah truk dan satu

buah drone.

2. Drone memiliki batas jarak tertentu dan memiliki limit daya yang

diisi saat berada di depot.

3. Customer yang tidak dapat menerima paket dari drone atau

berada terlalu jauh dari depot, paketnya diantarkan oleh truk.

4. Baik drone maupun truk hanya dapat mengunjungi sebuah

customer satu kali.

5. Drone dan truk tidak dapat mengunjungi customer yang sama.

6. Drone mengantarkan dari depot dan kembali ke depot dengan

jumlah paket satu buah per trip. Waktu pengisian daya drone,

waktu peluncuran, dan waktu pengambilan drone diabaikan

dalam model ini.

Gambar 1. Jalur truk dan drone pada TSP, FSTSP, dan PDSTSP

Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbandingan ketiganya dapat dirangkum seperti pada Tabel I. Ilustrasi

dari jalur truk dan drone yang membedakan antara TSP, FSTSP, dan PDSTSP dapat dilihat pada Gambar 1.

Alat transportasi Satu truk satu truk dan satu

drone Satu truk dan

satu drone

Jumlah paket yang diangkut truk

Semua paket

Semua paket

Hanya paket

yang diantar oleh

truk

Kapasitas drone - satu paket per trip satu paket per

trip

Bentuk kerja sama

truk dengan drone -

Tandem

(synchronized) Paralel

Titik awal pengantaran drone

-

Truk yang berhenti

di salah satu

customer atau Depot

Depot

Titik akhir

pengantaran drone -

Truk yang berhenti di salah satu

customer atau Depot

Depot

Beberapa eksperimen numerik telah dilakukan untuk

membandingkan efektivitas antara ketiga model yang digunakan,

yaitu antara TSP, FSTSP, dan PDSTSP, dengan hasil seperti terlihat

pada Tabel II dan Gambar 2. Hasil eksperimen ini kemudian

digunakan untuk analisis manajerial mengenai implementasi drone

pada sistem distribusi logistik. Eksperimen dilakukan menggunakan

personal computer dengan prosesor AMD Ryzen 5 2600 six-core dan

RAM sebesar 16 GB. Personal computer dijalankan menggunakan

sistem operasi Windows 10-Pro 64-bit. Proses optimasi pada model

MILP dan ILP dijalankan menggunakan Gurobi versi 9.0.2, yang

dituliskan menggunakan bahasa pemrograman Python versi 3.7.

Komparasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

membandingkan completion time dari delivery mission dari tiga

model dalam logistik last-mile, yaitu TSP, FSTSP, dan PDSTSP.

Seluruh model dalam penelitian ini menggunakan fungsi objektif

untuk meminimalkan total delivery time. Data yang digunakan adalah

berupa dataset instances sejumlah 15 buah yang berisikan titik-titik

lokasi customer yang terletak pada Kota Yogyakarta, Indonesia.

Masing-masing instances memiliki customer node dengan jumlah

berkisar antara enam hingga sepuluh titik, dengan perbedaan pada

persebaran titik dan jaraknya. Selanjutnya, asumsi yang digunakan

dalam analisis numerik ini antara lain adalah:

1. Truk beroperasi dengan kecepatan konstan 35 mph, atau sama

dengan 56.327 km/h [23].

2. Drone memiliki kecepatan konstan 50 mph, atau sama dengan

80.4672 km/h [23].

3. Durasi pemakaian baterai dari drone adalah 24 menit [23].

4. Jarak antar customer/nodes pada truk menggunakan real-life

distance. Sedangkan pada drone menggunakan euclidean

distance.

5. Seluruh customer diasumsikan dapat dilayani oleh drone selama

masih berada dalam jangkauan durasi pemakaian baterai.

RO-18

TABEL I. PERBANDINGAN TSP, FSTSP, DAN PDSTSP

Pembanding TSP FSTSP PDSTSP

III. METODOLOGI

Page 4: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

Delivery Time Instance 9 Instance 10 Instance 11 Instance 12 Instance 13 Instance 14 Instance 15

TSP (hours) 1.414 1.093 1.335 1.722 1.331 1.416 2.263

FSTSP (hours) 1.184 0.810 1.242 0.810 1.047 1.279 0.580

PDSTSP (hours) 0.999 0.947 1.157 1.333 1.239 1.194 0.573

Customer (people) 8 9 9 9 10 10 10

Avg Distance (meters) 8.865 8.260 8.760 11.990 10.351 8.599 12.861

Delivery Time Instance 1 Instance 2 Instance 3 Instance 4 Instance 5 Instance 6 Instance 7 Instance 8

TSP (hours) 1.207 0.616 1.950 1.360 0.923 1.566 0.794 1.280

FSTSP (hours) 1.018 0.492 1.172 1.095 0.671 1.045 0.520 1.189

PDSTSP (hours) 1.286 0.492 1.054 0.942 0.630 1.286 0.549 1.126

Customer (people) 6 6 6 7 7 7 8 8

Avg Distance (meters) 13.551 5.823 10.447 9.029 7.446 16.224 5.932 19.163

Gambar 2. Perbandingan nilai delivery time

Gambar 3. Interval plot antar model (95% confidence interval dari mean)

RO-19

TABEL II. DELIVERY TIME (DALAM JAM)

Page 5: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

Kalkulasi numerik dilakukan dengan memberikan input berupa

dataset instances yang berisikan data titik koordinat dari customer

dan depot. Yang kemudian dijalankan dengan program Python

beserta dengan library Gurobi untuk mencari rute optimal dengan

menggunakan model analitik MILP (untuk TSP dan PDSTSP) beserta

ILP (untuk FSTSP). Selanjutnya didapatkan angka delivery time

paling optimal dari ketiga model pada tiap instances untuk kemudian

dikomparasikan.

Belakangan ini, drone menjadi tren baru dalam dunia logistik

last-mile, itu terbukti dengan penerapannya yang sudah cukup banyak

digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mengantarkan

barang dalam melayani customernya. Beberapa perusahaan tersebut

diantarannya adalah Amazon, Google, DHL Express, Alibaba, 7-

eleven, dan Domino’s Pizza. Tidak hanya produk retail, instansi lain

seperti United Parcel Service (UPS), Zipline, dan bahkan pemerintah

Australia pun telah menginiasi penggunaan drone untuk

mengantarkan bantuan medis seperti obat-obatan dan kantong darah

[8]. Penggunaan drone dinilai efisien dalam penggunaan energi, uang,

dan kecepatan dalam melayani customer.

Meskipun demikian, drone memiliki keterbatasan daya tahan dan

jangkauan. Aspek inilah yang mendasari inisiatif konsep-konsep baru

untuk mengombinasikan kerja drone dan kendaraan lain seperti truk

dalam mengantarkan produk. Beberapa contoh model konseptual baru

tersebut adalah FSTSP, PDSTSP, VRPD, dan m-FSTSP, dengan

perbandingan beberapa model tersebut seperti dijelaskan pada Tabel

I. Model-model ini membahas kemungkinan truk dan drone yang

berangkat dari satu depot melayani customer di waktu yang

bersamaan, kemudian keduanya akan kembali ke depot yang sama

setelah menyelesaikan delivery mission [13]. Sejumlah model ini

terbukti mampu mengurangi waktu pengantaran dibandingkan

logistik last-mile menggunakan drone saja. Agatz [6] mengobservasi

bahwa kombinasi truck dan drone dapat menghemat waktu 30-38%

secara rata-rata, dan penambahan unit drone akan semakin

memberikan keuntungan dalam pengantaran barang. Untuk itu,

penelitian ini ditujukan untuk melakukan komparasi dari hasil yang

didapatkan oleh beberapa model di atas dengan menggunakan

parameter delivery time dalam menentukan metode yang paling

optimal untuk digunakan jika terdapat beberapa customer yang perlu

dilayani. Hasil eksperimen numerik yang ditunjukkan pada Tabel II dan

Gambar 2 menunjukkan bahwa dari 15 instances, hampir semua results dari model FSTSP dan PDSTSP memiliki nilai delivery time yang mengungguli TSP. Namun, dijumpai juga pada instance 1 bahwa TSP mengungguli PDSTSP, hal ini dikarenakan jumlah node yang masih terbilang sedikit sehingga terindikasikan adanya underfitting. Kemudian, di antara FSTSP dan PDSTSP juga dijumpai perbandingan yang saling mendominasi satu sama lain, sehingga diberikan tambahan variabel lain sebagai justifikasi, yaitu average distance yang merupakan hasil rata-rata jarak dari depot ke tiap customer nodes. Dari perbandingan angka di Tabel I antara model FSTSP dan PDSTSP, dapat ditunjukkan bahwa ketika jarak antara depot dan customer cenderung dekat, maka model yang paling efektif adalah PDSTSP. Sedangkan apabila cenderung jauh, maka model yang paling efektif adalah FSTSP. Hal itu terbukti dengan pengujian menggunakan interval plot antar model, ketiganya memiliki perbedaan yang signifikan sesuai dengan Gambar 3. Visualisasi perbedaan rute dari masing-masing model digambarkan pada Gambar 4, dengan Instance 12 sebagai contoh yang diambil secara random. Dengan demikian, dalam sudut pandang seorang decision maker, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu mengenai jarak antara depot dan tiap customer disertai dengan jangkauan dari drone. Sehingga berdasarkan kedua kondisi yang diberikan, dapat ditentukan model yang paling optimal dalam penerapan drone dalam logistik last-mile.

Gambar 4. Perbandingan rute TSP, FSTSP, dan PDSTSP

Hasil minimum delivery time yang menjadi output dari model ini

terbatas pada jumlah customer yang terbatas, mengingat keterbatasan solver komersial Gurobi 9.0.2 dalam memberikan solusi eksak dari model yang digunakan. Sehingga, untuk penggunaan yang mencakup customer yang lebih banyak lagi, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan titik customer pada data dan penggunaan metode optimasi non-eksak seperti heuristik atau meta-heuristik. Selain itu, terdapat beberapa hal yang masih perlu dipertimbangkan dalam penerapan drone pada logistik, misalnya beban maksimal yang dapat diangkut oleh drone, emisi bahan bakar dan baterai yang muncul dari penggunaan drone, penambahan biaya, waktu pengisian daya drone, waktu peluncuran dan waktu pengambilan drone, hingga batasan-batasan eksternal seperti adanya gedung yang menghalangi drone sehingga mengakibatkan asumsi jarak Euclidean seperti pada penelitian ini tidak dapat diterapkan, keberadaan angin, maupun faktor customer availability (untuk pengiriman barang yang membutuhkan persetujuan customer).

Sehingga, dalam memilih model terbaik, decision maker perlu memperhatikan kesesuaian jumlah customer dan metode penelitian, dan juga mempertimbangkan batasan internal maupun eksternal dari drone.

Penggunaan drone adalah salah satu metode terkini dalam logistik

last-mile mengingat drone dinilai efisien dari segi waktu dan energi.

Berbagai perusahaan seperti Amazon, Google, DHL Express,

Alibaba, 7-eleven, dan Domino’s Pizza sudah mengimplementasikan

drone dalam pengiriman barangnya kepada customer.

Beberapa model terkini dalam implementasi drone di logistik

last-mile adalah FSTSP dan PDSTSP yang diperkenalkan oleh

Murray dan Chu [9]. Dua model ini mengombinasikan kerja drone

dan truk dalam mengantarkan barang. Penelitian sebelumnya telah

menunjukkan bahwa model-model tersebut terbukti mampu

meminimalkan delivery time, dibandingkan dengan penerapan salah

satu moda truk ataupun drone saja. Riset sebelumnya juga sudah

menunjukkan bahwa drone memiliki potensi untuk meningkatkan

performa sistem logistik. Namun, dari pembacaan literatur yang kami

lakukan, studi komparasi untuk membandingkan model mana yang

memberikan hasil terbaik belum pernah dilakukan.

Penelitian ini membandingkan model TSP, FSTSP, dan PDSTSP

untuk melihat model mana yang paling efektif untuk meminimalkan

waktu pengantaran menggunakan satu drone pada last-mile logistics.

Secara keseluruhan, hasil dari perbandingan yang dilakukan pada 15

instances dengan enam hingga sepuluh customers menunjukkan

bahwa FSTSP dan PDSTSP lebih efektif dibandingkan TSP dari segi

waktu penyelesaian misi pengantaran. Selain itu, juga ditemukan pola

bahwa pada data dengan rata-rata jarak customer ke depot yang dekat,

PDSTSP lebih efektif untuk diterapkan, dan sebaliknya jika rata-rata

RO-20

V. KESIMPULAN DAN SARAN

IV. IMPLIKASI MANAJERIAL

Page 6: Studi Komparasi Penggunaan Drone untuk Logistik Last-mile

jarak customer dan depot lebih jauh, maka FSTSP lebih efektif untuk

mencapai waktu pengantaran tercepat. Namun, penelitian ini masih

terbatas pada jumlah customer yang relatif sedikit (small instances),

sehingga penelitian komparasi lebih lanjut dengan jumlah customer

yang lebih banyak perlu dilakukan dengan metode optimasi non-

eksak.

Untuk penelitian selanjutnya, batasan lain dapat diterapkan dalam

model, misalnya waktu pengisian daya drone, beban maksimal drone,

waktu peluncuran, dan waktu pengambilan drone, relaksasi asumsi

bahwa jalur drone mengikuti jarak Euclidean, adanya angin dengan

kekuatan tertentu, hingga apakah customer dapat menerima paket

secara langsung dari drone. Di samping itu, decision maker dapat

menilik penelitian dari sisi yang berbeda dengan mempertimbangkan

perbandingan emisi bahan bakar serta biaya yang ditimbulkan pada

masing-masing model.

Pelaksanaan penelitian ini dibantu oleh adanya Hibah Penelitian Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM.

[1] CBSNews.com, 2013. Amazon unveils futuristic plan: delivery by drone. Tersedia di https://www.cbsnews.com/news/ amazon-unveils-futuristic-plan-delivery-by-drone (diakses pada 7 Agustus 2020).

[2] Bryan, V., 2014. Drone delivery: Dhl’parcelcopter’flies to german isle. Tersedia di https://www.reuters.com/article/us-deutsche-post-drones/drone-deliverydhl-parcelcopter-flies-to-germanisle-idUSKCN0HJ1ED20140924 (diakses pada 7 Agustus 2020).

[3] Welch, C., 2013. Zookal will deliver textbooks using drones in Australia next year. Tersedia di https://www.theverge.com/2013/10/15/4840706/zookal-will-deliver-textbooks-with-drones-in-australia (diakses pada 7 Agustus 2020).

[4] Kelion, L., 2015. Alibaba begins drone delivery trials in China. Tersedia di https://www.bbc.com/news/technology-31129804 (diakses pada 7 Agustus 2020).

[5] Trujillo, E., 2016. La livraison de pizzas par drone bientôt testée en France. Tersedia di https://www.lefigaro.fr/secteur/high-tech/2016/08/25/32001-20160825ARTFIG00190-la-livraison-de-pizzas-par-drone-bientot-testee-en-france.php (diakses pada 7 Agustus 2020).

[6] Agatz, N., Bouman, P. dan Schmidt, M., Optimization approaches for the traveling salesman problem with drone. Transportation Science, 52(4), pp.965-981, 2018.

[7] Gevaers, R., Van de Voorde, E. dan Vanelslander, T., Cost modelling and simulation of last-mile characteristics in an innovative B2C supply chain environment with implications on urban areas and cities. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 125(2014), pp.398-411, 2014.

[8] Mbiadou Saleu, R.G., Deroussi, L., Feillet, D., Grangeon, N. dan Quilliot, A., An iterative two‐step heuristic for the parallel drone scheduling traveling salesman problem. Networks, 72(4), pp.459-474, 2018.

[9] Murray, C.C. dan Chu, A.G., The flying sidekick traveling salesman problem: Optimization of drone-assisted parcel delivery. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 54, pp.86-109, 2015.

[10] Jansen, B., 2014. FAA approves first commercial drone over land. Tersedia di https://www.usatoday.com/story/money/ business/2014/06/10/faa-drones-bp-oil-pipeline-aerovironment-north-shore/10264197/ (diakses pada 7 Agustus 2020).

[11] Ha, Q.M., Deville, Y., Pham, Q.D. dan Ha, M.H., On the min-cost traveling salesman problem with drone. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 86, pp.597-621.

[12] Agatz, N., Bouman, P. dan Schmidt, M., Optimization approaches for the traveling salesman problem with drone. Transportation Science, 52(4), pp.965-981, 2018, 2018.

[13] Banker, S., 2013. Amazon and drones–here is why it will work. Tersedia di https://www.forbes. com/sites/Btevebanker/ 2013/12/19/amazon-drones-here-is-why-it-will-work (diakses pada 7 Agustus 2020).

[14] Wang, X., Poikonen, S. dan Golden, B., The vehicle routing problem with drones: Several worst-case results. Optimization Letters, 11(4), pp.679-697, 2017.

[15] Murray, C.C. dan Raj, R., The multiple flying sidekicks traveling salesman problem: Parcel delivery with multiple drones. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 110, pp.368-398, 2020.

[16] Schrijver, A., Combinatorial optimization: polyhedra and efficiency (Vol. 24). Springer Science & Business Media., 2003.

[17] Lawler, E.L., The traveling salesman problem: a guided tour of combinatorial optimization. Wiley-Interscience Series in Discrete Mathematics, 1985.

[18] Graham, R.L. dan Hell, P., On the history of the minimum spanning tree problem. Annals of the History of Computing, 7(1), pp.43-57, 1985.

[19] Salkin, H.M. dan De Kluyver, C.A., The knapsack problem: a survey. Naval Research Logistics Quarterly, 22(1), pp.127-144, 1975.

[20] Toth, P. dan Vigo, D., A heuristic algorithm for the symmetric and asymmetric vehicle routing problems with backhauls. European Journal of Operational Research, 113(3), pp.528-543, 1999.

[21] Dantzig, G., Fulkerson, R. dan Johnson, S., Solution of a large-scale traveling-salesman problem. Journal of the operations research society of America, 2(4), pp.393-410, 1954.

[22] Papadimitriou, C.H. dan CH, P., The Euclidean traveling salesman problem is NP-complete. Theoretical Computer Science, 4(3), pp.237-244, 1977.

[23] de Freitas, J.C. dan Penna, P.H.V., A variable neighborhood search for flying sidekick traveling salesman problem. International Transactions in Operational Research, 27(1), pp.267-290, 2020.

RO-21

DAFTAR PUSTAKA

UCAPAN TERIMA KASIH