Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

18
Laporan Antara Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang; Maksud dan Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup Studi yang meliputi Ruang Lingkup Wilayah (Spasial), Ruang Lingkup Materi (Kegiatan), dan Ruang Lingkup Waktu (Temporal); Definisi Operasional dan Parameter; serta Sistematika Pembahasan dalam Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II. Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II I - 1

Transcript of Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Page 1: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang; Maksud dan Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup Studi yang meliputi Ruang Lingkup Wilayah (Spasial), Ruang Lingkup Materi (Kegiatan), dan Ruang Lingkup Waktu (Temporal); Definisi Operasional dan Parameter; serta Sistematika Pembahasan dalam Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 1

Page 2: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

1.1. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang pesat berdampak langsung terhadap

ketersediaan lahan (pemanfaatan ruang). Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

penetapan dan fungsi-fungsinya menimbulkan dampak terjadinya bencana atau

ketidakteraturan ruang. Masalah bencana yang muncul antara lain berkaitan dengan tidak

seimbangnya pemanfaatan sumber daya keruangan dari aspek pemanfaatannya dengan aspek

aktivitas penduduk (ekonomi). Sebagaimana diketahui sumberdaya lahan memiliki keterbatasan

dalam menyediakan lahan untuk pemanfaatannya bagi para pelaku pengguna ruang sehingga

lahan terkadang berubah fungsinya dengan dialokasikan fungsi-fungsi lahan tersebut tidak

proporsi.

Seperti yang tampak dalam kehidupan, pemenuhan keinginan dari masing-masing pihak

secara proporsional terhadap pemenuhan fungsi ruang dan fungsi lahan belum bisa terpadu.

Dalam kerangka pengalokasian dimaksud maka perlu adanya penataan ruang yaitu suatu

proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang

yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam

lainnya. Pemanfaatan ruang merupakan serangkaian program kegiatan pelaksanaan

pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan.

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban

terhadap pemanfaatan ruang. Permasalahan penataan ruang yang sering terjadi timbul sebagai

dampak dari tekanan-tekanan kebutuhan dari stakeholders terhadap ruang yang

penyediaannya terbatas.

Dalam struktur dan pola pemanfaatan ruang telah dialokasikan pemanfaatan ruang

dengan memperhatikan indikator yang berpengaruh dari aspek-aspek yang ada di dalam ruang

itu sendiri. Penetapan kawasan-kawasan yang menggambarkan alokasi ruang bagi

kepentingan-kepentingan sesuai dengan permasalahnya, dimaksudkan untuk dapat secara

tepat dicarikan upaya penanganannya. Munculnya penetapan kawasan dengan kategori

lindung ataupun sawah produktif dan sebagainya dimaksudkan untuk secara dini diperhatikan

oleh para pelaku kegiatan ekonomi untuk tidak ditempati sebagai lokasi berkegiatan.

Pada kenyataan terkadang lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung atau

sawah produktif, memiliki posisi strategis dan ekonomis sehingga tidak jarang terjadi konflik

pemanfaatan berupa alih fungsi pemanfaatan lahan. Walaupun secara fisik alih fungsi tersebut

dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan/potensi dan memenuhi kebutuhan

bagi penghuninya, misalnya alih fungsi sebagai kawasan permukiman, industri, serta

pengembangan infrastrukturnya. Argumentasi keterbatasan lahan adalah salah satu

pertimbangan terjadinya alih fungsi lahan tersebut diatas. Dalam konteks ini pertumbuhan

penduduk tidak seimbang dengan penyediaan lahan untuk permukiman, industri dan

infrastruktur lainnya.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 2

Page 3: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Sifat dari pemanfaatan lahan berkaitan dengan aglomerasi dan skala ekonomis.

Aglomerasi kawasan, tumbuh dari adanya suatu aktifitas yang cenderung berkembang dan

membentuk suatu area campuran (mixed use) dengan berbagai fungsi yang sifatnya

nonpertanian. Bentuk pemanfaatan lahan dalam kawasan aglomerasi biasanya berupa

kawasan perdagangan, jasa, permukiman dan industri yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.

Jika lokasi yang mau diinventarisasi sebagai kawasan cadangan permukiman, maka perlu ada

pendekatan insentif dan disinsentif agar kawasan tersebut dapat berperan seperti yang

dikehendaki. Insentif dan disinsentif dilakukan melalui aktivitas yang bersifat ekonomi, fisik, dan

kebijakan.

Seyogyanya suatu kawasan permukiman dan industri yang akan dikembangkan

menempati lahan yang kurang subur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga fungsi lahan sawah

yang subur dapat terus terpelihara. Pemahaman ini perlu diperhatikan karena adanya gejala

alih fungsi lahan yang tak terkendali sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal, seperti

kebijakan pengembangan perkotaan yang masih tumpang tindih.

Kebijakan pertumbuhan dalam pengembangan pertanian yang diwakili oleh penetapan

harga dasar dan harga atap (harga minimum yang akan diperoleh petani sesuai janji

pemerintah melalui Instruksi Presiden) untuk menjaga keseimbangan harga secara tidak

langsung menciptakan aktivitas pertanian menjadi tidak menarik lagi. Melalui konsep

mekanisme pasar, dapat diketahui bahwa kebijakan pertumbuhan menghasilkan produk-produk

yang harganya menjadi sangat rendah. Kesengajaan untuk menekan harga ini secara implisit

menguntungkan aktivitas perkotaan yang notabene aktivitasnya adalah nonpertanian. Maka

secara terus menerus dalam jangka panjang terciptalah kesenjangan antara sektor pertanian

dan sektor perkotaan.

Larangan pengalihfungsian lahan pertanian produktif tidak akan efektif terutama di tanah

sawah karena posisi tanah sawah umumnya terlintasi jalan-jalan regional yang dibutuhkan

dalam pendirian pabrik yang membutuhkan akses ke sumber bahan baku dan pemasaran

secara cepat. Investasi yang amat dibutuhkan guna menciptakan kesempatan kerja,

memerlukan lokasi yang aksesnya mudah dan kebanyakan pilihan yang ada justru berupa

tanah sawah produktif yang berfungsi sebagai penyangga swasembada pangan.

Sawah mudah "terkalahkan" untuk dikonversi kalau sudah dihadapkan pada keputusan

kepentingan penciptaan kesempatan kerja melalui perindustrian, pemukiman, dan jasa lainnya

selama belum ada kemudahan tersedianya tanah yang bukan sawah (tanah nonproduktif)

sebagai pilihan yang siap dicadangkan ruangnya.

Lembaga perijinan ijin lokasi dan ijin perubahan penggunaan tanah yang ditangani oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota belum secara konsisten mengakomodasikan kebijakan Pusat

tentang larangan konversi tanah sawah ini. Hal ini dapat disaksikan secara faktual terdapat

pembangunan fisik kegiatan perindustrian justru mengkonversi tanah sawah subur beririgasi

teknis, sehingga larangan Pusat terkalahkan dengan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 3

Page 4: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

demi menumbuhkan investasi dan meningkatkan kesempatan kerja guna mengatasi masalah

pengangguran.

Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu "Pilar Pembangunan Nasional dalam

Menyangga Pangan Nasional" mempunyai potensi lahan sawah memadai sekaligus memberi

kontribusi pada penyediaan pangan daerah. Perkembangan wilayah Jawa Tengah dengan

posisi geografis yang strategis berada di antara pusat-pusat pertumbuhan nasional

menciptakan konstelasi partumbuhan yang signifikan. Indikasinya dapat dilihat dari peran

sebagai daerah tujuan sekaligus penyebaran ke daerah-daerah sekitarnya. Implikasi

perkembangan ini adalah pada pemanfaatan lahan yang kebutuhannya menjadi semakin

meningkat. Pada satu sisi dengan luas wilayah berupa lahan produktif yang semakin terbatas,

struktur ruang wilayah pada akhirnya mengalami kompetisi pemanfaatan lahan secara ketat

atas dasar nilai lahan tertinggi.

Pelestarian sawah (lahan produktif) sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi sebagaimana

Keppres 34 Tahun 2003 tentang Kebijaksanaan Pemerintah di Bidang Pertanahan menegaskan

untuk melakukan langkah-langkah pembangunan dan pengembangan pengelolaan

penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi zona sawah beririgasi

dalam rangka memelihara ketahanan pangan.

Oleh karena itu, maka perlu segera ditetapkan dan dikembangkan lahan-lahan non sawah

(nonproduktif) yang siap bangun yang dialokasikan untuk pencadangan penggunaan tanah

nonpertanian, seperti perindustrian, pemukiman, jasa lainnya dan penggunaan non pertanian

lainnya yang memerlukan ruang tetap untuk melakukan kegiatannya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se Jawa

Tengah telah menetapkan kebijakan untuk mempertahankan lahan produktif agar tidak beralih

fungsi ke penggunaan nonpertanian. Dengan demikian diperlukan inventarisasi lahan

nonproduktif yang dapat dialihfungsikan untuk pemanfaatan pembangunan nonpertanian.

Melalui proses inventarisasi maka dapat diketahui di mana lokasi/penyebaran dan luasan tanah

nonproduktif tersebut. Berdasarkan hasil dari kegiatan inventarisasi lahan nonproduktif ini,

diharapkan dalam waktu 20 tahun mendatang (sesuai jangka waktu RTRW) pemanfataan tanah

untuk pembangunan non pertanian dapat lebih terkendali.

Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD)

Provinsi Jawa Tengah mempunyai tugas pokok untuk bergerak aktif dalam rangka

pengendalian pemanfaatan tanah produktif tersebut. Upaya aktif yang segera perlu dilakukan

adalah dengan melaksanakan koordinasi secara intensif untuk melaksanakan "Kegiatan

Inventarisasi dan Strategi Pemanfataan Tanah/Lahan Nonproduktif untuk Pengembangan

Industri dan Permukiman" dalam kerangka menindaklanjuti RTRW Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2009 - 2029 (Perda Nomor 6 Tahun 2010).

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 4

Page 5: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Studi Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif merupakan studi

lanjutan yang telah dilakukan mulai 2009 sampai dengan 2011 di seluruh Jawa Tengah secara

bertahap di wilayah BAKORWIL.

Tahun 2009 dilakukan di wilayah BAKORWIL III, dalam kondisi baik RTRW Provinsi Jawa

Tengah dan RTRW Kabupaten/Kota masih dalam proses penyusunan;

Tahun 2010 dilakukan di wilayah BAKORWIL I, dalam kondisi baik RTRW Provinsi Jawa

Tengah sudah ditetapkan dan RTRW Kabupaten/Kota masih dalam proses penetapan;

Tahun 2011 dilakukan di wilayah BAKORWIL II, dalam kondisi baik RTRW Provinsi Jawa

Tengah sudah ditetapkan dan sebagian RTRW Kabupaten/Kota masih dalam proses

penetapan dan sebagian lagi sudah ditetapkan.

Dalam perkembangan diskusi, studi ini diharapkan dapat mendorong percepatan proses

penetapan RTRW Kabupaten/Kota sebagaimana amanah UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang pada Tahun 2010, terutama dalam upaya untuk :

Memantau alih fungsi lahan yang terjadi di lapangan sejalan dengan proses penetapan

RTRW Kabupaten/kota.

Melakukan sinergitas substansi RTRW Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 - 2029 (Perda

Nomor 6 Tahun 2010) dengan RTRW Kabupaten/Kota, terutama dalam implementasi

rencana Pola Ruangnya.

Pedoman dalam mengevaluasi (pengawasan dan pengendalian) pola pemanfatan lahan,

apabila RTRW sudah ditetapkan, terutama dalam pengamankan fungsi lahan yang strategis

pemanfatan dalam pelaksanaan pembangunan seperti lindung dan budidaya utama (seperti:

fungsi pertanian, industri, dan permukiman).

Beberapa faktor yang perlu diperkirakan akan mempengaruhi hasil studi ini adalah :

Faktor internal, seperti : cakupan wilayah studi (per BAKORWIL) yang di dalamnya sangat

tergantung dari status penetapan dari RTRW Kabupaten/Kota, karakteritik wilayah, dan

kemampuan kabupaten/kota untuk memberikan/melengkapi data-data/informasi yang sama,

sehingga dapat mencerminkan kondisi BAKORWIL.

Faktor eksternal studi, seperti munculnya peraturan perundangan baru yang harus

dipedomani dalam membuat rekomendasi studi.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif

Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II adalah untuk menghasilkan

rekomendasi dari seluruh instansi terkait di Provinsi dan Kabupaten/Kota kepada Gubernur

tentang Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Nonproduktif untuk Pembangunan

Industri dan Permukiman di masing-masing Kabupaten/Kota menurut kriteria yang diatur dalam

Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029.

1.3. SASARANKegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 5

Page 6: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Sasaran dari kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk

Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II adalah :

1. Terinventarisasinya sebaran lahan nonproduktif dan tipologi pemanfaatannya (sesuai

indikator yang telah disepakati) melalui penggunaan tanah nonsawah di seluruh Jawa

Tengah menggunakan data pokok pembangunan.

2. Terumuskannya strategi pengembangan pemanfaatan lahan nonproduktif untuk

pembangunan nonpertanian (khususnya industri dan permukiman) melalui:

a). Analisis tumpang susun lahan nonproduktif dengan keadaan sumber air permukaan dan

air bawah tanah, untuk menentukan kawasan pengembangan nonproduktif (non

pertanian) potensial;

b). Hasil kegiatan nomor (2.a) di atas kemudian ditumpangsusunkan lagi dengan

penyebaran fasilitas (jalan, listrik, telkom, pusat kota, pusat perbelanjaan/pasar)

menghasilkan kawasan-kawasan yang prospektif dikembangkan sebagai lahan untuk

pembangunan nonpertanian.

c). Dapat ditentukan sebaran lokasi yang dapat menyediakan lahan-lahan nonproduktif

yang dapat dikembangkan menjadi lahan non pertanian (kawasan siap bangun) yang

menjadi pilihan utama dalam menampung kegiatan nonpertanian dilengkapi dengan

prasarana jalan masuk dan keluar areal, tersedia sumber air yang cukup, dan sarana

dan prasarana lainnya untuk kepentingan baik kabupaten/kota yang bersangkutan dan

kepentingan regional/kabupaten atau kota tetangga/lintas kabupaten/kota.

d). Terumuskannya program pemanfaatan lahan jangka maksimum 5 tahun berisi langkah-

langkah yang diperlukan termasuk program aksi sehingga lahan-lahan yang

dicadangkan menjadi siap dijual kepada calon pengguna terutama untuk pengguna

nonpertanian.

e). Terumuskannya sharing penanganan lahan nonproduktif yang dapat ditangani Provinsi

dan yang menjadi kewenangan/ditangani oleh Kabupaten/Kota sehingga lahan yang

ditetapkan dapat menjadi kawasan siap bangun bagi pembangunan nonpertanian.

1.4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif

Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II meliputi : ruang lingkup

wilayah, lingkup materi/kegiatan dan lingkup waktu. Berikut merupakan uraian mengenai

masing – masing ruang lingkup studi.

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Lokasi kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk

Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II meliputi : Kabupaten Kebumen,

Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang,

Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kota

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 6

Page 7: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Wonogiri. Secara

spasial posisi BAKORWIL II dapat dilihat pada Peta Orientasi BAKORWIL II dan Peta

Administrasi BAKORWIL II.

1.4.2. Ruang Lingkup Materi/ Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif

Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II, antara lain :

Melakukan Survey Penggunaan, Penguasaan Lahan dan Data Pendukung Sosial Ekonomi

pada peta skala 1: 100.000

Terkompilasinya Peta Lahan Nonproduktif dan tersusunnya Peta Konsep Digitasi (data/peta

lahan nonproduktif hasil koordinasi dengan instansi teknis terkait di Provinsi dan

Kabupaten/Kota)

Terdigitasinya Peta Lahan Nonproduktif (Penggunaan dan Penguasaan Lahan) se-Jawa

Tengah pada skala 1: 100.000

Teranalisanya Potensi Lahan Nonproduktif yang potensial dikembangkan untuk

Pembangunan Nonpertanian se-Jawa Tengah pada skala 1: 100.000

Terselesaikannya Penghitungan luas dan Tabulasi Data Lahan Nonproduktif yang potensial

dikembangkan untuk Pembangunan Nonpertanian se-Jawa Tengah pada peta skala 1:

100.000.

Penyajian/cetak peta lahan nonproduktif yang potensial dikembangkan untuk Pembangunan

Nonpertanian se-Jawa Tengah, minimal sekala 1:250.000 dan skala Grafis ukuran kertas A3

(untuk lampiran buku laporan)

Tersusunnya Strategi pengembangan pemanfaatan lahan nonproduktif untuk

pengembangan Industri dan Permukiman.

1.4.3. Ruang Lingkup Waktu

Jangka waktu pelaksanaan untuk kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan

Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II adalah

selama 150 hari (seratus lima puluh) hari kalender.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 7

Page 8: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Peta I-1 Peta Orientasi BAKORWIL II

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 8

Page 9: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

Peta I-2 Peta Administrasi BAKORWIL II

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 9

Page 10: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

1.5. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan beberapa pengertian dan istilah – istilah berkaitan

dengan kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk

Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II. Berikut merupakan beberapa

definisi operasional yang digunakan dalan studi ini :

a. Inventarisasi adalah pencatatan atau pendataan. Terkait dengan studi ini, maka

inventarisasi dilakukan untuk mendata ketersediaan lahan-lahan yang dapat dikembangkan

untuk pembangunan suatu ruang wilayah/kawasan yang lebih produktif.

b. Strategi pemanfaatan lahan adalah upaya yang ditempuh untuk mencapai sasaran terkait

pemanfaatan lahan.

c. Pemanfaatan lahan adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah

wujud fisik penggunaan tanahnya.

d. Lahan produktif adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomis atau memiliki kemampuan

untuk berproduksi.

e. Lahan nonproduktif lahan tidak/kurang memiliki kemampuan untuk berproduksi dengan

dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah faktor fisik, ekonomi, serta ketersediaan

sarana dan prasarana yang kurang memadai.

f. Lahan pertanian produktif adalah lahan pertanian yang dilihat dari kondisi fisik

lingkungannya mampu dan sesuai untuk dibudidayakan di bidang pertanian, serta lahan

pertanian yang nilai produktivitas lahannya terbilang tinggi (yang dilihat dari kemampuannya

berproduksi serta infrastruktur yang memadai) bila dibandingkan dengan nilai rata-rata

produksi pada wilayah yang lebih luas (nasional).

Lahan pertanian produktif ini adalah lahan yang secara fisik bukan merupakan kawasan

rawan bencana atau dapat juga merupakan kawasan rentan bencana namun dengan resiko

ringan, mempunyai ketersediaan air yang bagus, jenis tanah subur, kelerengan yang relatif

landai (tidak curam), serta mempunyai nilai produksi pertanian yang besar (didasarkan pada

strandart penentuan skala produktivitas lahan dengan dibandingkan pada nilai rata-rata

produksi nasional).

g. Lahan pertanian nonproduktif adalah lahan pertanian yang dilihat dari kondisi fisik

lingkungannya tidak mampu dan tidak sesuai untuk dibudidayakan di bidang pertanian, serta

lahan pertanian yang nilai produktivitas lahannya terbilang rendah (yang dilihat dari

kemampuan lahannya berproduksi serta infrastruktur yang kurang memadai) bila

dibandingkan dengan nilai rata-rata produksi pada wilayah yang lebih luas (nasional).

Lahan pertanian nonproduktif ini adalah lahan yang secara fisik merupakan lahan dengan

resiko tinggi/ berat jika dibudidayakan untuk pertanian, mempunyai ketersediaan air yang

kurang/ tidak bagus, jenis tanah yang kurang/ tidak subur, kelerengan yang relatif curam,

serta mempunyai nilai produksi pertanian yang kecil (didasarkan pada standar penentuan

skala produktivitas lahan dengan dibandingkan pada nilai rata-rata produksi nasional). Lahan

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 10

Page 11: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

pertanian nonproduktif disini merupakan kawasan rawan bencana dan kawasan rentan

bencana.

h. Pembangunan nonpertanian adalah pembangunan untuk fungsi selain pertanian, seperti

perumahan, industri, perdagangan dan fungsi lain selain pertanian.

i. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah bahan baku, barang

setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

j. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang

berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

penghidupan.

k. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk

pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan

siap bangun lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu

dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan

rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan

memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan.

l. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola ruang atau pola pengelolaan tata guna

tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud

konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan

pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara

adil.

m. Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk fungsi pertanian, baik itu pertanian

lahan kering maupun pertanian lahan basah.

n. Sawah adalah lahan pertanian yang menjadikan sumberdaya air sebagai faktor pendukung

utama untuk kelangsungan ekosistemnya baik air permukaan, dari dalam tanah, maupun air

tanah.

o. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

p. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati

yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak

dapat dipisahkan. Menurut statusnya, hutan dibedakkan menjadi dua, yaitu Hutan Negara dan Hutan

Hak.

q. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin

dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan

terjangkau.

r. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,

pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 11

Page 12: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

s. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar

dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses

pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa

kini dan generasi masa depan.

t. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang

pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan

nilainya.

u. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan

penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau

kegiatan.

v. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang

diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi

alamiahnya.

w. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan

pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan

baku mutu air.

x. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian

dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan

distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

y. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk

pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan

ekonomi.

1.5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Laporan Antara kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif

Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II disusun berdasarkan

sistematika pembahasan yang dibagi menjadi 6 (enam) bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang; maksud dan tujuan, sasaran, ruang

lingkup yang meliputi ruang lingkup wilayah (spasial), ruang lingkup kegiatan

(materi), dan ruang lingkup waktu (temporal); definisi operasional dan parameter;

serta sistematika pembahasan dalam kegiatan Inventarisasi dan Strategi

Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan

Permukiman di BAKORWIL II.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 12

Page 13: Studi Inventarisasi Pemanfaatan Lahan Bakorwil, Jawa Tengah

Laporan Antara

BAB II DASAR HUKUM

Bab ini berisi tentang peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai

dasar hukum dalam kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non

Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II.

BAB III TINJAUAN KEBIJAKAN

Bab ini berisi tentang tinjauan kebijakan yang digunakan sebagai landasan serta

acuan kebijakan dalam kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah

Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II.

BAB IV GAMBARAN UMUM

Bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah studi kegiatan Inventarisasi dan

Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan

Permukiman di BAKORWIL II yang meliputi 13 kabupaten/kota.

BAB V ANALISIS

Bab ini berisi tentang seluruh analisis yang dilakukan, dimana dalam kegiatan ini

menggunakan analisis makro dan analisis mikro. Analisis makro berupa analisis

kebijakan dalam lingkup makro Provinsi Jawa Tengah dan Bakorwil II Provinsi

Jawa Tengah. Sementara, analisis mikro terdiri atas analisis identifikasi tanah non

produktif, dan identifikasi pemanfaatan tanah non produktif untuk pengembangan

Industri dan Permukiman.

BAB VI KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan serta

menguraikan mengenai potensi dan masalah yang teridentifikasi dari analisis

pada bab sebelumnya.

Kegiatan Inventarisasi dan Strategi Pemanfaatan Tanah Non Produktif Untuk Pengembangan Industri dan Permukiman di BAKORWIL II

I - 13