STUDI EFEKTIFITAS RASIO TEPUNG PISANG MULU BEBE …
Transcript of STUDI EFEKTIFITAS RASIO TEPUNG PISANG MULU BEBE …
79
STUDI EFEKTIFITAS RASIO TEPUNG PISANG MULU BEBE DAN DAGING BUAH TERHADAP DODOL PALA
Mustamin Anwar Masuku*
Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun
Email : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe terhadap karakteristik kimia dodol pala yang dihasilkan.
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancagan Acak Lengkap
(RAL) dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri dari lima
kombinasi rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe yaitu 65%:35%,
60%:40%, 55%:45%, 50%:50%, dan 45%:55%. Data hasil penelitian dianalisis ragam
dan jika perlakuan brpengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT). Rasio penambahan daging buah pala 65% dan tepung pisang mulu
bebe 35% efektif terhadap dodol dengan kadar sukrosa 47.4% dan memenuhi syarat
mutu Stadar Nasional Indonesia (SNI) dodol. Rasio penambahan daging buah pala
45% dan tepung pisang mulu bebe 55% menghasilkan dodol pala yang disukai oleh
konsumen.
Keyword : Rasio, Dodol, daging buah pala, tepung pisang mulu bebe
I. PENDAHULUAN
Dodol merupakan salah satu jenis
produk olahan hasil pertanian yang bersifat
semi basah, berwarna putih sampai coklat,
dibuat dari campuran tepung ketan, gula, dan
santan, yang dididihkan hingga menjadi
kental, berminyak dan tidak lengket, apabila
didinginkan pasta akan menjadi padat, kenyal
dan dapat diiris. Jenis dodol sangat beragam
tergantung keragaman campuran tambahan dan
juga cara pembuatannya (Haryadi, 2006).
Pengolahan dodol sudah dikenal
masyarakat, prosesnya sederhana, murah dan
banyak menyerap tenaga kerja. Dodol
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dodol yang
diolah dari buah-buahan dan dodol yang diolah
dari tepung-tepungan, antara lain tepung beras
dan tepung ketan (Soemaatmadja, 1997). Dodol
buah merupakan dodol yang terbuat dari
daging buah matang yang dihancurkan,
kemudian dimasak dengan penambahan gula
dan bahan makanan lainnya atau tanpa
penambahan bahan makanan lainnya. Dodol
yang diolah dari buah-buahan dengan
penambahan tepung beras ketan seperti dodol
apel, dodol stroberi, dodol pepaya dan
sebagainya. Sedangkan dodol yang diolah dari
buah-buahan tanpa penambahan tepung beras
ketan antara lain dodol durian, dodol nangka,
dodol sirsak dan dodol salak (Satuhu &
Sunarmani, 2002).
Menurut Nurdjannah (2007), daging buah
pala berpotensi untuk diolah menjadi berbagai
produk pangan seperti manisan pala, sirup
pala, selai, sari buah pala, minuman instan
pala, jeli pala, anggur pala, asam cuka, permen
gelatin hard candy dan dodol. Pengolahan
daging buah pala menjadi dodol pala dapat
menambah nilai tambah produk pala dan
meningkatkan pendapatan petani.
Hasil penelitian Layuk et al., (2004)
bahwa penambahan beras ketan sebanyak 20-
40% dari berat bahan pada pembuatan dodol
pala memberikan nilai rasa dan tekstur yang
disukai oleh konsumen dan dapat
meningkatkan pendapatan petani 20-40%.
Dodol yang dihasilkan sudah memenuhi
standar mutu dodol menurut SNI 01-2986-1992
(kadar air maksimum 20%, gula minimum 40%,
lemak minimum 7%, aroma, rasa, aroma normal
dan tanpa pemanis buatan).
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
80
Dodol ketan adalah dodol yang terbuat
dari bahan baku tepung beras ketan. Tepung
beras ketan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan dodol, karena beras ketan
mengandung amilopektin yang sangat tinggi
sehingga mempunyai sifat lengket, lentur dan
elastis hal ini akan berpengaruh baik pada
kualitas elastisitas dan kelenturan dodol.
Tepung ketan merupakan bahan pokok
pembuatan kue-kue di Indonesia yang banyak
digunakan sebagai bahan pengikat. Tepung
ketan juga merupakan salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi rasa, warna, tesktur,
aroma, serta sifat kimia dari dodol (Satuhu &
Sunarmani, 2002).
Pada umumnya dodol yang beredar
dipasaran yaitu dodol yang terbuat dari tepung
ketan. Tepung ketan sebagian dapat
disubstitusi dengan tepung pisang mulu bebe,
dikarenakan kandungan karbohidrat pisang
mulu bebe yaitu 80,81% dan kandungan
karbohidrat utama pada tepung pisang adalah
pati. Di dalam pati pisang mulu bebe
mengandung amilosa 16,62% dan amilopektin
67,19% (Lumba et al, 2019), sedangkan pada
beras ketan mengandung karbohidrat 80%
(dalam bentuk amilosa 1% dan amilopektin
99%) (free.vlsm.org, 2008). Kadar amilosa dan
amilopektin yang hampir sama dengan beras
ketan memungkinkan tepung pisang mulu
bebe menjadi pengganti tepung ketan dalam
pembuatan dodol. Hal ini juga dilakukan
sebagai upaya diversifikasi sumber daya lokal
unggulan, dan untuk memperpanjang umur
simpan dari daging buah pala. Rasio dodol dari
bahan dasar daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe masih belum diketahui.
Rasio terbaik dilihat dari hasil uji analisa kadar
air, kadar sukrosa, kadar protein, kadar lemak
dan uji organoleptik. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian terkait hal tersebut.
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui rasio tepung mulu bebe dan
daging buah pala yang tepat terhadap
karakteristik kimia dodol pala dan diharapkan
dapat bermanfaat bagi masyarakat petani di
sekitarnya.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus-September di Laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Khairun Ternate, dan Laboratorium Uji
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian
ini adalah daging buah pala dan tepung pisang
mulu bebe diperoleh dari petani pala dan
pedagang buah pisang di Kota Ternate, serta
bahan pendukung lain seperti tepung ketan
merk Rose Brand, santan kelapa, gula pasir,
gula merah, plastik polietilen, vanili, mentega,
bahan-bahan kimia yang digunakan adalah
Natrium hidroksida (NaOH), amonia (NH3),
amonium sulfat (NH4)2SO4, larutan baku asam,
Sulfur dioksida (SO2), asam borat (H3BO3),
Asam klorida (HCl), pelarut heksan, aquades
(H2O), alkahol (C2HSOH), bromcresol green 2
ml metil merah, Pb asetat (Pb(C2H3O2))2,
Natrium karbonat (Na2CO3), larutan luff-
schoorl, batu didih, asam sulfat (H2SO4), Na-
Thiosulfat (Na2S2O3), dan indicator pati. Alat-
alat yang digunakan adalah pisau, wadah,
ayakan, loyang, sendok kayu, blender, digital
thermometer, gelas ukur plastik 1000 ml, wajan,
kompor hook, timbangan digital, hot air oven
(Memmerty), gelas piala 250 ml, labu takar,
pipet, cawan porselin, tarpan spatula, kertas
saring, kapas bebas lemak, labu lemak, sokhlet,
labu kjeldahl, desikator, dan erlenmeyer.
2.1. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan pada penelitian ini
menggunakan Rancagan Acak Lengkap (RAL)
dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan.
Perlakuan terdiri dari lima kombinasi rasio
daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yaitu 65%:35%, 60%:40%, 55%:45%, 50%:50%,
dan 45%:55%.
2.2. Prosedur Penelitian
2.2.1. Pembuatan Tepung Pisang Mulu Bebe
Proses pembuatan tepung pisang mulu
bebe dapat dilihat pada Gambar 1.
2.2.2. Pengolahan daging buah pala
a. Pembersihan dan perendaman. Buah pala
dikumpul dan disortir kemudian dikupas
kulitnya dan melepaskan selaput daging,
kemudian dicuci untuk melepaskan kotoran
dan getah yang masih menempel. Setelah itu
direndam dalam larutan garam 200 g selama
20 menit.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
81
b. Pengukusan dan pemotongan. Daging buah
pala dipotong kecil kemudian dikukus
hingga matang (lunak) selama 40 menit.
Setelah itu daging buah pala diangkat dan
di biarkan hingga dingin, kemudian
dihancurkan dengan menggunakan blender
hingga diperoleh bubur pala yang lembut.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung pisang
mulu bebe (Modifikasi Laisi (2013)).
Gambar 2. Diagram alir pengolahan daging buah
pala (Modifikasi Zandy dan Lewa
(1992), dan Hanggara et al (2016).
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Pembuatan Dodol Pala Modifikasi dari Laisi (2013),
Suprapti (2006), Zandy dan Lewa (1992), dan Hafizah et al (2018).
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
82
0
10
20
30
40
P1 P2 P3 P4 P5
33.6 33.2 30.6
27.7 26.7
Rat
a-r
ata
ka
da
r a
ir (
%)
Perlakuan
2.3. Parameter Penelitian
Parameter penelitian meliputi analisis
sifat kimia dan sifat organoleptik dari dodol
pala. Analisis sifat kimia meliputi:
1) Kadar air (Sudarmadji et al., 1997)
2) Kadar sukrosa Metode Luff Schoorl (AOAC
1990)
3) Kadar protein Metode Kjeldahl (AOAC,
2005)
4) Kadar lemak Metode Sokhlet (AOAC, 2005)
Metode pengujian yang dilakukan
adalah metode hedonik (uji kesukaan)
meliputi: warna, rasa, dan aroma. Skor yang
digunakan adalah 5 (suka), 4 (agak suka, 3
(netral), 2 (agak tidak suka), dan 1 (tidak suka).
2.4. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis sidik
ragam. Bila perlakuan daging buah pala dan
tepung pisang mulu bebe memberikan
pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji
BNT pada taraf signifikan 0,05 (Gaspersz,
1991).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sifat Kimiawi
Formulasi daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap semua parameter sifat
kimia (kadar air, kadar sukrosa, kadar protein,
dan kadar lemak).
3.1.1. Kadar
Penambahan daging buah pala 65% (260
gram) dan tepung pisang mulu bebe 35% (140
gram). Hal ini disebabkan karena kandungan
kadar air pada kedua bahan dasar tersebut, dan
diduga meningkatnya kadar air dodol karena
penambahan bahan lainnya pada pengolahan
dodol. Terjadinya penurunan kadar air dodol
disebabkan penambahan tepung pisang mulu
bebe 55% (220 gram). Hal ini diduga karena
terdapat senyawa amilopektin pada tepung
pisang mulu bebe sebesar 67.19%. hal ini
sejalan dengan pendapat Siswoputranto (1989),
semakin tinggi kadar amilopektin dari suatu
bahan makanan maka kemampuan mengikat
air semakin meningkat pula.
Gambar 1. Rerata kadar air dodol pala dengan rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yang berbeda
Pada Gambar 1 terlihat bahwa kadar air
dodol berkisar antara 33.60%-26.70%. kadar air
merupakan suatu bahan yang menunjukkan
banyaknya kadungan air persatuan bobot
bahan yang dapat dinyatakan dalam persen
berat basah (wet basis) atau dalam persen berat
kering (dry basis), terjadinya peningkatan
kadar air dodol disebabkan karena semakin
meningkatnya rasio penambahan daging buah
pala 65% (260 gram) dan tepung pisang mulu
bebe 35% (140 gram). Hal ini disebabkan
karena kandungan kadar air pada kedua bahan
dasar tersebut, dan diduga meningkatnya kadar
air dodol karena penambahan bahan lainnya
pada pengolahan dodol. Terjadinya penurunan
kadar air dodol disebabkan penambahan
tepung pisang mulu bebe 55% (220 gram). Hal
ini diduga karena terdapat senyawa
amilopektin pada tepung pisang mulu bebe
sebesar 67.19%. hal ini sejalan dengan pendapat
Siswoputranto (1989), semakin tinggi kadar
amilopektin dari suatu bahan makanan maka
kemampuan mengikat air semakin meningkat
pula.
Keterangan :
P1= Daging buah pala 65% : Tepung pisang mulu bebe 35%
P2= Daging buah pala 60% : Tepung pisang mulu bebe 40%
P3= Daging buah pala 55% : Tepung pisang mulu bebe 45%
P4= Daging buah pala 50% : Tepung pisang mulu bebe 50%
P5= Daging buah pala 45% : Tepung pisang mulu bebe 55%
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
83
Kadar air dodol pala pada penelitian ini
tidak memenuhi persyaratan mutu kadar air
dodol menurut SNI 01-2986-1992 yaitu
maksimum 20%. Namun kadar air dodol
tersebut memenuhi syarat mutu kadar air
makanan semi padat (intermediate moisture
food) sebesar 10%-40% (Musaddad dan Hartuti,
2003). Menurut Mussaddad dan Hartuti (2003)
dan Susilorini dan Errysamitri (2006), dodol
merupakan jenis makanan yang berkadar air
10-40%, sehingga kadar air dodol pala masih
berada dalam standar mutu dodol secara
umum. Beberapa hasil penelitian lain
menunjukkan bahwa, kadar air dodol tomat
adalah 10-40% (Musadaddad dan Hartuti, 2003),
dodol susu 10-40% (Susilorini dan Errysamitri,
2006).
Hasil sidik ragam pengaruh rasio daging
buah pala dan tepung pisang mulu bebe
terhadap kadar air dodol pala (Lampiran 2)
menunjukan bahwa, rasio daging buah pala
dan tepung pisang mulu bebe memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar air dodol
pala. Pengaruh kadar air dodol dikarenakan
penambahan daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe pada masing-masing
perlakuan. Hal ini dikarenakan kandungan
daging buah pala dalam 100 gram memiliki
kadar air sebesar 89% (Rismunandar, 1990) dan
kandungan kadar air tepung pisang mulu bebe
sebesar 10,84% (Lumba et al, 2019), dan diduga
pengaruh kadar air dodol dikarenakan
penambahan bahan lainnya pada pengolahan
dodol pala.
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pengaruh penambahan tepung pisang mulu
bebe terhadap kadar air dodol pala disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) kadar air
Perlakuan Rata-rata
P1 33.60c
P2 33.20b
P3 30.60b
P4 27.70b
P5 26.70a
Formulasi daging buah pala 60% dan
tepung pisang mulu bebe 40%, 55% daging
buah pala dan 45% tepung pisang mulu bebe,
50% daging buah pala dan 50% tepung pisang
mulu bebe menunjukkan kadar air yang tidak
berbeda nyata. Namun berbeda nyata pada
rasio daging buah pala 65% dan tepung pisang
mulu bebe 35%, 45% daging buah pala dan 55%
tepung pisang mulu bebe. Hal ini dikarenakan
nilai Fhitung kadar air lebih tinggi dari nilai
Ftabel 0,05% dan disebabkan karena rasio
penambahan daging buah pala dengan tepung
pisang mulu bebe yang berbeda dapat
memberikan hasil yang berbeda terhadap kadar
air dodol pala. Hal ini sejalan dengan
penelitian Hanggara et al (2016) pengaruh
formulasi pasta labu kuning dan tepung beras
ketan putih terhadap sifat kimia dan sensori
dodol. Dimana pada perlakuan perbandingan
tepung beras ketan putih dan pasta labu kuning
40 : 60, 50 : 50 menunjukkan kadar air dodol
labu kuning yang tidak berbeda, sedangkan
pada perlakuan perbandinagan tepung beras
ketan putih dan pasta labu kuning 80 : 20, 90 :
10 menunjukan hasil yang berbeda.
3.2. Kadar Sukrosa
Formulasi (65:35) daging buah pala dan
tepung pisang mulu bebe memiliki kadar
sukrosa tertinggi yakni 40.3%, sedangkan kadar
sukrosa terendah adalah formulasi (45:55)
daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yaitu 26.70%.
Meningkatnya kadar sukrosa dodol pala
berhubungan dengan kosentrasi gula pasir,
gula merah, dan tepung ketan yang digunakan
dalam pengolahan dodol pala. Hal ini
dikarenakan dari ketiga bahan tambahan
tersebut berfungsi sebagai pemanis. Namun
karena kosentrasi gula pasir, gula merah, dan
tepung ketan yang digunakan seragam, maka
yang mempengaruhi peningkatan kadar
sukrosa dodol adalah rasio penambahan daging
buah pala 65% (260 gram) dan tepung pisang
mulu bebe 35% (140 gram). Sedangkan
terjadinya penurunan kadar sukrosa
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
84
35
40
45
50
P1 P2 P3 P4 P5
47.4
44 43.6 43.6
40.3
Rat
a-r
ata
ka
da
r su
kro
sa (
%)
Perlakuan
disebabkan rasio penambahan daging buah
pala sebanyak 45% (180 gram) sehingga dapat
mengurangi kadar sukrosa dodol pala. Hal ini
diduga karena daging buah pala memiliki rasa
masam yang tinggi. Kadar sukrosa dodol pala
pada penelitian ini memenuhi persyaratan
mutu kadar sukrosa dodol menurut standar
mutu dodol (SNI 01-4296-1996) yaitu minimal
35-45%.
Grafik 2. Rerata kadar sukrosa dodol pala dengan rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe yang
berbeda.
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa
kadar sukrosa dodol pala berkisar antara 47.4%-
40.3%. Gula adalah istilah yang sering diartikan
bagi setiap karbohidrat yang digunakan
sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan
biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa
(Buckle., et al, 1987). Meningkatnya kadar
sukrosa dodol pala berhubungan dengan
kosentrasi gula pasir, gula merah, dan tepung
ketan yang digunakan dalam pengolahan dodol
pala. Hal ini dikarenakan dari ketiga bahan
tambahan tersebut berfungsi sebagai pemanis.
Namun karena kosentrasi gula pasir, gula
merah, dan tepung ketan yang digunakan
seragam, maka yang mempengaruhi
peningkatan kadar sukrosa dodol adalah rasio
penambahan daging buah pala 65% (260 gram)
dan tepung pisang mulu bebe 35% (140 gram).
Sedangkan terjadinya penurunan kadar
sukrosa disebabkan rasio penambahan daging
buah pala sebanyak 45% (180 gram) sehingga
dapat mengurangi kadar sukrosa dodol pala.
Hal ini diduga karena daging buah pala
memiliki rasa masam yang tinggi. Kadar
sukrosa dodol pala pada penelitian ini
memenuhi persyaratan mutu kadar sukrosa
dodol menurut standar mutu dodol (SNI 01-
4296-1996) yaitu minimal 35-45%.
Hasil sidik ragam (lampiran 3)
menunjukkan bahwa, rasio daging buah pala
dan tepung pisang mulu bebe memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar sukrosa
dodol pala. Pengaruh kadar sukrosa dodol
disebabkan karena semakin meningkatnya
rasio penambahan daging buah pala dan
tepung pisang mulu bebe pada masing-masing
perlakuan. Hal ini diduga karena kandungan
pati daging buah pala sebesar 10.9%
(Rismunandar, 1990) dan karbohidrat tepung
pisang mulu bebe sebesar 80.81% (Lumba et al,
2019), dikarenakan komponen terbesar tepung
pisang mulu bebe adalah karbohidrat, dimana
mengandung sukrosa yang menyumbangkan
gula reduksi pada dodol pala.
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pengaruh penambahan tepung pisang mulu
bebe terhadap kadar sukrosa dodol pala
disajikan pada Tabel 2.
Formulasi daging buah pala 55% dan
tepung pisang mulu bebe 45%, 45% daging
buah pala dan 55% tepung pisang mulu bebe
menunjukkan kadar sukrosa yang tidak
berbeda nyata, begitupun sama halnya dengan
rasio daging buah pala 60% dan tepung pisang
mulu bebe 40%, 50% daging buah pala dan 50%
tepung pisang mulu bebe yang tidak berbeda
nyata. Namun berbeda nyata pada rasio daging
buah pala 60% dan tepung pisang mulu bebe
40%, 50% daging buah pala dan 50% tepung
pisang mulu bebe, 65% daging buah pala dan
35% tepung pisang mulu bebe. Hal ini
dikarenakan nilai Fhitung kadar sukrosa lebih
Keterangan :
P1= Daging buah pala 65% : Tepung pisang mulu bebe 35%
P2= Daging buah pala 60% : Tepung pisang mulu bebe 40%
P3= Daging buah pala 55% : Tepung pisang mulu bebe 45%
P4= Daging buah pala 50% : Tepung pisang mulu bebe 50%
P5= Daging buah pala 45% : Tepung pisang mulu bebe 55%
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
85
1.6
1.7
1.8
1.9
P1 P2 P3 P4 P5
1.7
1.8 1.8
1.9 1.9
Rat
a-r
ata
ka
da
r p
rote
in (
%)
Perlakuan
tinggi dari nilai Ftabel 0,05% dan disebabkan
karena rasio penambahan daging buah pala
dengan tepung pisang mulu bebe yang
berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda
terhadap kadar sukrosa dodol pala.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) kadar sukrosa
Perlakuan Rata-rata
P1 47.4a
P2 44.0c
P3 43.6b
P4 43.6c
P5 40.3b
Keterangan : Notasi subscrip yang diikuti oleh huruf yang
sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada BNT
0.05 = 0.098083112
Hal ini sejalan dengan penelitian
Hafizah et al (2018) rasio tepung tapioka,
tepung ketan dan tepung ubi jalar ungu
terhadap sifat fisikokimia dodol. Dimana pada
perlakuan tepung tapioka 50% : tepung ketan
25% : tepung ubi jalar ungu 25%, tepung
tapioka 40% : tepung ketan 30% : tepung ubi
jalar ungu 30% menunjukkan kadar sukrosa
yang tidak berbeda nyata.
3.3. Kadar Protein
Formulasi (45:55) daging buah pala dan
tepung pisang mulu bebe memiliki kadar
protein tertinggi yakni 1.90%, sedangkan kadar
protein terendah adalah formulasi (65:35)
daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yaitu 1.70%.
Terjadinya penurunan kadar protein
dodol disebabkan karena rasio daging buah
pala 65% (260 gram) dan tepung pisang mulu
bebe 35% (140 gram). Diduga dari kedua bahan
dasar tersebut memiliki kadar protein yang
redah. Sedangkan peningkatan kadar protein
dodol disebabkan rasio penambahan tepung
pisang mulu bebe 55% (220 gram) dan
kandungan protein pada tepung pisang mulu
bebe sebesar 4,11%. Diduga tinggi rendahnya
kadar protein disebabkan karena penambahan
bahan pengolahan dodol.
Gambar 3. Grafik rerata kadar protein dodol pala dengan rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu
bebe yang berbeda.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa kadar
protein berkisar antara 1.70-1.90%. Protein
merupakan suatu zat makanan yang amat
penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan zat
pengatur (Winarno, 2008). Terjadinya
penurunan kadar protein dodol disebabkan
karena rasio daging buah pala 65% (260 gram)
dan tepung pisang mulu bebe 35% (140 gram).
Diduga dari kedua bahan dasar tersebut
memiliki kadar protein yang redah. Sedangkan
peningkatan kadar protein dodol disebabkan
rasio penambahan tepung pisang mulu bebe
Keterangan :
P1= Daging buah pala 65% : Tepung pisang mulu bebe 35%
P2= Daging buah pala 60% : Tepung pisang mulu bebe 40%
P3= Daging buah pala 55% : Tepung pisang mulu bebe 45%
P4= Daging buah pala 50% : Tepung pisang mulu bebe 50%
P5= Daging buah pala 45% : Tepung pisang mulu bebe 55%
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
86
55% (220 gram) dan kandungan protein pada
tepung pisang mulu bebe sebesar 4,11%.
Diduga tinggi rendahnya kadar protein
disebabkan karena penambahan bahan
pengolahan dodol. Jika dibandingkan dengan
kadar protein standar mutu dodol (SNI Dodol
No. 01-2986-1992) yaitu minimal 3%, maka
kadar protein dodol pala tidak memenuhi
standar SNI dodol.
Hasil sidik ragam pengaruh rasio daging
buah pala dan tepung pisang mulu bebe
terhadap dodol pala (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa, rasio daging buah pala
memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
kadar protein dodol pala. Hal ini dikarenakan
kandungan protein daging buah pala dalam 100
gram sekitar 0,3% (Rismunandar, 1990) relatif
rendah sedangkan kandungan protein tepung
pisang mulu bebe sekitar 4,11% (Lumba et al,
2019) relatif tinggi, diduga dari kedua
kandungan tersebut terakumulasi sehingga
mempengaruhi nilai kadar protein akhir dodol
pala.
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pengaruh penambahan tepung pisang mulu
bebe terhadap kadar protein dodol pala
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji BNT kadar protein dodol
pisang mulu bebe
Perlakuan Rata-rata
P1 1.70a
P2 1.80a
P3 1.80a
P4 1.90a
P5 1.90a
Pada Tabel 3 terlihat bahwa rasio
penambahan daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe menunjukkan tidak berbeda
nyata pada semua perlakuan, Namun berbeda
nyata pada uji BNT 0.05 = 0,021525866 dan
juga dikarenakan nilai Fhitung kadar protein
lebih tinggi dari nilai Ftabel 0,05%. Hal ini
sejalan dengan penelitian Parayana et al (2017)
pengaruh rasio tepung ketan dengan tepung
labu kuning (Cucurbita moschata) terhadap
karakteristik dodol. Dimana pada perlakuan
tepung ketan dengan tepung labu kuning 11,2 :
4,8, 8,8 : 7,2 menunjukkan kadar protein yang
tidak berbeda.
3.4. Kadar lemak
Formulasi (50:50) daging buah pala dan
tepung pisang mulu bebe memiliki kadar
protein tertinggi yakni 3.40%, sedangkan kadar
protein terendah adalah formulasi (45:55)
daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yaitu 2,92%.
Terjadinya penurunan kadar lemak
disebabkan rasio daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe memiliki kandungan kadar
lemak yang rendah. Sehingga diduga tinggi
rendahnya kadar lemak disebabkan
penambahan bahan lainnya pada pengolahan
dodol.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa, kadar
lemak berkisar antara 3.40-2.92%. Lemak dalam
bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki
rupa struktur fisik bahan pangan, menambah
nilai gizi, dan kalori serta memberikan cita rasa
yang gurih pada bahan pangan dan juga
digunakan sebagai medium penghantar panas
dalam proses penggorengan (Ketaren, 1986).
Terjadinya penurunan kadar lemak disebabkan
rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu
bebe memiliki kandungan kadar lemak yang
rendah. Sehingga diduga tinggi rendahnya
kadar lemak disebabkan penambahan bahan
lainnya pada pengolahan dodol. Kadar lemak
dodol pala jika dibandingkan dengan kadar
lemak standar mutu dodol (SNI Dodol No. 01-
2986-1992) yaitu minimal 7%, maka kadar
lemak dodol pala tidak memenuhi standar SNI
dodol.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
87
2.5
3
3.5
P1 P2 P3 P4 P5
3.36 3.28 3.27
3.4
2.92
Rat
a-r
ata
ka
da
r le
ma
k
(%)
Perlakuan
Gambar 4. Grafik rerata kadar lemak dodol pala dengan rasio daging buah pala dan tepung pisang mulu bebe
yang berbeda.
Hasil sidik ragam pengaruh rasio daging
buah pala dengan tepung pisang mulu bebe
terhadap lemak dodol pala (Lampiran 5)
menunjukan bahwa, rasio daging buah pala
dan tepung pisang mulu bebe memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak
dodol pala. Hal ini diduga karena kandungan
lemak buah pala dalam 100 gram mengandung
lemak sekitar 0,3% (Rismunandar, 1990) dan
tepung pisang mulu bebe mengandung lemak
sekitar 1,03% (Lumba et al, 2019). Menurut
pendapat Soeparno (1992), bahwa kadar lemak
produk olahan akan meningkat seiring dengan
penambahan karbohidrat, protein, biji-bijian,
tepung dan skim.
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pengaruh penambahan tepung pisang mulu
bebe terhadap kadar lemak dodol pala
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
kadar lemak
Perlakuan Rata-rata
P1 3.36c
P2 3.28c
P3 3.27b
P4 3.40c
P5 2.92a
Keterangan : Notasi subscrip yang diikuti huruf
kecil yang tidak sama dinyatakan
berbeda nyata pada BNT 0.05 =
0,111752511
Pada Tabel 4 menunjukkan rasio daging
buah pala 65% dan tepung pisang mulu bebe
35%, 60% daging buah pala dan 40% tepung
pisang mulu bebe, 50% daging buah pala dan
50% tepung pisang mulu bebe menunjukkan
kadar lemak yang tidak berbeda nyata. Namun
berbeda nyata pada rasio daging buah pala 55%
dan tepung pisang mulu bebe 45%, 45% daging
buah pala dan 55% tepung pisang mulu bebe.
Hal ini dikarenakan nilai Fhitung kadar
sukrosa lebih tinggi dari nilai Ftabel 0,05% dan
disebabkan karena rasio penambahan daging
buah pala dan tepung pisang mulu bebe yang
berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda
terhadap kadar lemak dodol pala. Hal ini
sejalan dengan penelitian Nurainy et al (2018)
pengaruh perbandingan bubuk coklat dan
tepung ketan terhadap sifat kimia dan sensori
dodol coklat. Dimana pada perlakuan 20%
bubuk coklat dan 80% tepung ketan, 15%
bubuk coklat dan 85% tepung ketan, 10%
bubuk coklat dan 90% tepung ketan
menunjukkan kadar lemak yang tidak berbeda.
IV. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Dodol dari daging buah pala dan tepung
pisang mulu bebe menghasilkan kadar air
Keterangan :
P1= Daging buah pala 65% : Tepung pisang mulu bebe 35%
P2= Daging buah pala 60% : Tepung pisang mulu bebe 40%
P3= Daging buah pala 55% : Tepung pisang mulu bebe 45%
P4= Daging buah pala 50% : Tepung pisang mulu bebe 50%
P5= Daging buah pala 45% : Tepung pisang mulu bebe 55%
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
88
berkisar antara 26.70-33.60%, sukrosa 40.3-
47.4%, protein 1.70-1.90%, kadar lemak 2.92-
3.40%.
2. Rasio yang tepat adalah pada penambahan
daging buah pala 65% dan tepung pisang
mulu bebe 35% yang efektif terhadap kadar
sukrosa (47.4%) sehingga memenuhi syarat
mutu SNI dodol, serta rasio penambahan
daging buah pala 45% dan tepung pisang
mulu bebe 55% menghasilkan dodol pala
yang disukai oleh konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan selama proses penelitian maka
penulis menyarankan perlu dilakukan
penelitian lanjut dalam pembuatan dodol pala
dengan penambahan bahan lainnya untuk
meningkatkan kadar protein dan kadar lemak
sehingga memenuhi syarat mutu SNI dodol.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, H.A. 2010. Tanaman Obat Indonesia Buku 2. Penerbit Salemba Medica, Jakarta.
Aisyah, Y., Rasdiansyah, dan Muhaimin. 2014. Pengaruh Pemanasan Terhadap Aktivitas
Antioksidan Pada Beberapa Jenis Sayuran. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia. 6 (2) :1-6.
Andriani, D. 2012. Studi Pembuatan Bolu Kukus Tepung Pisang Raja (Musa Paradisiaca L).
Skripsi. Universitas Hasanudin, Makasar
Anonim, 1992. Dodol Standar Nasional Indonesia. Dewan Standarisasi Nasional.
Antawinarya, I, G, N. 2013. Pengaruh Jumlah Perbandingan Tepung Ketan Dengan Lidah Buaya
(Aloe barbandesis miller) Terhadap Karakteristik Dodol Lidah Buaya. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan, Volume 2 (1).
[AOAC] Associatio of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analytisis Associatios
of Official Analytical Chemis. Washington DC.
[AOAC] Associatio of Official Analytical Chemist. 1990. Official Methods of Analytical of The
Associations of Official Analytical Chemis. [AOAC], Washington DC.
Astawan, M., S. Koswara dan F. Herdiani (2004). Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottani)
Untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan, Volume 15 (1) : 61-69.
Breemer, R., D. Kelmaskosu., dan F. J. Polnaya. 2015. Pengaruh Kosentrasi Tepung Beras Ketan
Terhadap Mutu Dodol Pepaya. Jurnal Teknologi Pertanian Volume 4, No. 1. Universitas
Pattimura, Ambon
Boetje, R., R. Corneles. 2010. Pengaruh Kosentrasi Tepung Beras Ketan Terhadap Mutu Dodol Pala.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol.13 No.1. Universitas
Pattimura, Ambon
Borsak.M.,U. Pato dan D.F. Ayu. 2017. Karakteristik Mutu Dodol Ketan Dengan Penambahan
Pisang Ambon Dan Jambu Biji. Jom Faperta Vol 4 No 2. Universitas Riau.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional 01-2973-1992. [SNI] Pengertian Dodol. Badan Standarlisasi
Nasional BSN.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
89
[BSN] Badan Standarisasi Nasional 01-2986-1992. [SNI] Syarat Mutu Dodol.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. [SNI] Syarat Mutu Dodol. Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari
Purnomo. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
de Mann, J. 1997. Kimia Makanan. Cetakan Pertama. Penerbit ITB. Bandung. 550 hlm.
Deng, Z., J. Young., J. Simonsen dan Y. Zhao. 2017. Cellulose Nanomaterials Emulsion Coatings for
Controling Physiological Activity Storability of Postharvest Bananas (Musa Acuminate).
Food Chemistry232:359-368
Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 1992. Standart Nasional Indonesia Dodol. Jakarta.
Gaspersz, 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gajah Mada University Prees, Yogyakarta.
Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan Dodol Dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan
Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus eureus). Skripsi. Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Hanggara. H., S. Astuti., dan S. Setyani. 2016. Pengaruh Formulasi Pasta Labu Kuning Dan Tepung
Beras Ketan Putih Terhadap Sifat Kimia Dan Sensori Dodol. Jurnal Teknologi Industri
dan Hasil Pertanian Vol. 21 No.1. Universitas Lampung
Hafizah S., Alamsyah A., y Sulastri. 2018. Rasio Tepung Tapioka, Tepung Ketan dan Tepung Ubi
Jalar Ungu Terhadap Sifat Fisikokimia Dodol. Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan) Vol 4 No. 2.
Heriyanto, B dan Philipus. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Jakarta.
Hidayat, Y., I.H. Hendaru., M. Ramdhani., H. Syahbudin. 2010. Investigasi Keragaan Fisik dan
Morfologi Pisang Mulu Bebe Maluku Utara. BPTP Maluku Utara. [Diaksesdari
http://malut.litbang.pertanian.go.id tanggal 27 September 2018]
Kartika, B. 1988. Pedoman Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: Pusat antar Universitas Pangan
dan Gizi UGM.
Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Laisi, A. 2013. Pengaruh Asam Askorbat (C6H8O6) terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Tepung
Pisang Mulu Bebe (Musa Spp). Skripsi. Universitas Khairun, Ternate.
Laksmi, R. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget yang Disubstitusi Telur
Rebus. Animal Agriculture Journal 1 (1):453-46
Layuk P dan M. Lintang.2004. Pengolahan Dodol Pala dan Analisa Ekonomnya. Proseding
Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha
Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. PSE Litbang Pertanian. Depatemen
Pertanian.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
90
Lumba R., M. Anang, Y.Masitah. 2019. Analisis Komposisi Kimia Tepung Pisang “Mulu Bebe”
(Musa acuminata) Indegenous Halmahera Utara Sebagai Sumber Pangan Lokal. Jurnal
UNIERA Volume 8, Nomor 1. Universitas Halmahera.
Lumba R., S.S.D. Gregoria., M. Robert. 2017. Modifikasi Tepung Pisang “Mulu Bebe” (Musa
acuminata) Indigenous Halmahera Utara Sebagai Sumber Pangan Prebiotik. Jurnal
Teknologi Pertanian Volume 8, Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Maharani S.L., Giyarto dan Jayus. 2017. Sifat Fisik, Kimia Dan Organoleptik Dodol Hasil Variasi
Rasio Tomat Dan Tepung Rumput Laut. Jurnal Agroteknologi Vol. 11 No. 01.
Universitas Jember
Marpaung, P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir terhadap Mutu Dodol Rumput Laut.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Musaddad, D. dan N. Hartuti. 2003. Produk Olahan Tomat : Saus, Jus, Manisan, Selai, Pasta,
Dodol, Velva. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 halaman
Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Skripsi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Persada, Halaman 1, 8-9. Bogor
Nurainy, F., Otik Nawansih dan Sitanggang M.M. 2018. Pengaruh perbandingan bubuk coklat dan
tepung ketan terhadap sifat kimia dan sensori dodol coklat. Jurnal Teknologi dan
Industri Hasil Pertanian Vol. 23 No.1.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tataniaga Pala. PT. Cetakan kedua. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rismunandar. 1992. Budidaya dan Tataniaga Pala. PT. Penebar Swadaya, Halaman 1, 81-105.
Jakarta.
Rudianto, Noviar H., dan Raswen E. 2015. Evaluasi Mutu Dodol Berbasis Tepung Ketan Dan Buah
Pedada (Sonneratia Caseolaris). Jom Faperta Vol. 2 No. 2. Universitas Riau
Sailan, 2013. Gaplek dan Tepung Pisang. [Diakses dari http://kjfbenteng.blog.spot.com tanggal 07
November 2017]
Satuhu, S., dan Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar. Jakarta
Satuhu, S. dan Sunarmani. 2002. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siswoputranto L.D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta.
[SNI] Standar Nasional Indonesis. 1990. Dodol. [SNI] No. 1616-85-1990. Pusat Standarisasi.
Departemen Perindustrian, Jakarta.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. [SNI] 01-2891-1992.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 10 Nomor 1 (Mei 2017)
91
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-4295-1996. Dodol Nangka. [BSN] Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-429-1996. Dodol Nanas. [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-4297-1996. Dodol Sirsak. [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1996. Standar Mutu Dodol Buah. Badan Standarisasi Nasional.
01-4294-4297-1996. Jakarta.
Soemaatmadja D. 1997. Pengawetan Pangan Di Indonesia. IPB. Bogor
Supiani., S. Wahyuni., M. Syukri. 2016. Analisis Organoleptik Dodol Pisang Raja (Musa
paradisiaca L.) Dengan Substitusi Tepung Wikau maombo. J. Sains danTeknologi
Pangan Vol. 1,No.1, p. 24-30. Universitas Halu Oleo
Susilorini, T. dan M. Errysamitri., 2006. Aneka Produk Olahan Susu. Swadaya. Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analitik untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta
Triyono, A. 2010. Pengaruh Maltodekstrin dan Subtitusi Tepung Pisang (Musa Paradisiace)
terhadap Karakteristik Flakes. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Yogyakarta.
Widjanarko, S.B., T. Susanto dan A. Sari. 2000. Penggunaan jenis dan proporsi tepung yang
berbeda terhadap fisiko-kimia dan organoleptik dodol pisang cavendish (Musa
Paradisiaca L). Jurnal Makanan Tradisional Indonesia. 1(3):50-54.
Winarno, Budi., 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses Edisi Revisi. Yogyakarta : Media
Presindo
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Nutrisi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.