Studi backbone telekomunikasi 2006

151
LAPORAN AKHIR STUDI TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN POS DAN TELEKOMUNIKASI 2006

description

 

Transcript of Studi backbone telekomunikasi 2006

Page 1: Studi backbone telekomunikasi 2006

LAPORAN AKHIR

STUDI TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG

(BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

POS DAN TELEKOMUNIKASI

2006

Page 2: Studi backbone telekomunikasi 2006

i

Kata Pengantar

Pada saat ini Indonesia harus mengejar ketertinggalannya dibandingkan

dengan negara-negara tetangganya dalam pengembangan jaringan

telekomunikasi serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya agar

masyarakat pemakai akhir maupun penyelenggara telekomunikasi / TIK dapat

memanfaatkan dengan tarif terjangkau, khususnya untuk sewa saluran serta pita

lebar.

Di samping itu dalam sidang ASEAN TELSOM ke-7 (Telecommunication

Senior Officers Meeting) telah disepakati untuk mengembangkan ASEAN-China

Superhighway yang akan dimulai dari bagian Selatan Cina hingga Indonesia. Dan

suatu jaringan tulang-punggung berkapasitas besar adalah yang paling tepat

untuk menjawab tantangan regional ini.

Oleh karena itu Pengkajian Mengenai Tulang-Punggung (Backbone) Jaringan

Telekomunikasi/TIK Nasional sangat tepat untuk digelar dan diselesaikan

secepatnya untuk persiapan menghadapi kebutuhan nasional yang mendesak

sekaligus untuk menjawab tantangan regional.

Jakarta, Desember 2006

Tim Pengkajian

Page 3: Studi backbone telekomunikasi 2006

ii

Daftar Isi KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL v

BAB 1. PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 3

C. MAKSUD DAN TUJUAN 4

D. RUANG LINGKUP 4

BAB 2. PENDEKATAN DAN METODOLOGI STUDI 6

A. PENDEKATAN TEKNIS STUDI 6

B. PENDEKATAN MAKRO STUDI 7

C. METODOLOGI STUDI 7

D. DATA DAN SURVEY 10

E. POLA PIKIR DAN ALUR PIKIR 13

BAB 3. GAMBARAN UMUM 16

A. UMUM 16

B. REGULASI 17

C. INVENTARISASI KONDISI JARINGAN DI INDONESIA 29

BAB 4. KONDISI JARINGAN PEMBANDING DI NEGARA LAIN 47

A. CHINA 47

B. PHILIPINE 49

C. PAKISTAN 49

D. MALAYSIA 50

E. SRILANKA 52

BAB 5. ANALISA PERMASALAHAN DAN EVALUASI

PENGEMBANGAN JARINGAN BACKBONE 53

A. ANALISA PERMASALAHAN 53

B. PERENCANAAN JARINGAN PALAPA RING 55

C. SOLUSI PERMASALAHAN 59

D. EVALUASI PENGEMBANGAN DENGAN MODEL BALANCED SCORE

CARD 65

BAB 6. PENUTUP 70

A. KESIMPULAN 70

B. REKOMENDASI 71

Page 4: Studi backbone telekomunikasi 2006

iii

LAMPIRAN 1 72

KUESIONER 73

LAMPIRAN 2 85

KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG PITA LEBAR 86

UNTUK INDONESIA 86

LAMPIRAN 3 94

PETA JARINGAN TULANG-PUNGGUNG MENURUT RING PALAPA 94

LAMPIRAN 4 103

BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-

PUNGGUNG (BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA 104

BUTIR-BUTIR POKOK REGULASI/MATERI MUATAN 105

LAMPIRAN 5 111

INVENTARISASI REGULASI TERKAIT 112

A. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG

TELEKOMUNIKASI 112

B. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG

PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI 132

C. KM 29 TAHUN 2004 PERUBAHAN ATAS KM PERHUBUNGAN NO 20

TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN

TELEKOMUNIKASI 135

D. PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM

PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR 137

E. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 139

F. RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KONTRIBUSI

PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI 142

DAFTAR PUSTAKA 145

Page 5: Studi backbone telekomunikasi 2006

iv

Daftar Gambar

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Kegiatan Studi Kebijakan Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung

(Backbone) Telekomunikasi

Diagram Pendekatan Balanced Score Card

Bagan Pola Pikir

Bagan Alur Pikir

Gambaran Umum Jaringan IP di Indonesia

Jaringan Backbone Operator di Indonesia

NGN dari Operator di Indonesia

Tahapan Malaysia super Corridor (MSC)

5

9

13

14

36

42

43

52

Page 6: Studi backbone telekomunikasi 2006

v

Daftar Tabel

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Pertumbuhan Palanggan Internet di Indonesia

Pertumbuhan Jumlah Domain Internet Di Indonesia

Tabel Balanced Score Card

37

38

68

Page 7: Studi backbone telekomunikasi 2006

1

BAB 1. PENDAHULUAN

Studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan Jaringan Tulang-

Punggung (Backbone) Telekomunikasi di Indonesia merupakan pekerjaan yang

membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap unsur-unsur penting dari

sistem telekomunikasi. Oleh karena itu dalam studi ini kami uraikan pemahaman

terhadap unsur-unsur tersebut yang meliputi pemahaman terhadap latar belakang

yang mendasari studi ini, permasalahan yang timbul, Maksud dan Tujuan, Ruang

lingkup pekerjaan serta metodologi studi yang akan dipakai agar maksud dan

tujuan dapat tercapai secara optimal.

A. LATAR BELAKANG

Bahwa peningkatan investasi sarana infokom khususnya STBS yang sejak tahun

2001 telah melampaui sarana sambungan telepon tetap (fixed) serta merebaknya

sarana internet yang telah mempengaruhi gaya hidup, dan selanjutnya

berpengaruh pada tingginya permintaan dan minat masyarakat terhadap layanan

infokom.

Minat dan permintaan masyarakat yang beragam dan cenderung menuntut jasa-

jasa pita lebar harus diantisipasi oleh penyedia jaringan dan jasa infokom dengan

memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penyediaan jaringan dan jasa infokom tersebut didukung dengan ketersediaan

jaringan tulang-punggung (backbone) yang menjangkau seluruh wilayah

nusantara, dan melalui jaringan aksesnya dapat mencapai semua warga sampai

ke pedesaan dan tempat terpencil.

Penyediaan dan pengoperasian jaringan tulang-punggung infokom membutuhkan

biaya yang cukup besar baik untuk investasi maupun biaya operasi dan

pemeliharaannya. Namun, perkembangan teknologi, biasanya menjanjikan biaya

Page 8: Studi backbone telekomunikasi 2006

2

penggunaan lebih murah karena adanya efisiensi, dan khususnya perkembangan

teknologi serat optik karena kompensasi kapasitasnya yang amat besar.

Pengembangan dan pengaturan tentang infrastruktur telekomunikasi di Indonesia

telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang

telekomunikasi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.52 tahun

2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No.53

Tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang

lebih rinci lagi diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan maupun Keputusan

Menteri Komunikasi dan Informatika.

Pengaturan tersebut mengatur antara lain penyelenggara jaringan telekomunikasi

dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi termasuk kewajiban penyelenggara

jaringan menyediakan jasa interkoneksi bila dibutuhkan oleh penyelenggara

jaringan lainnya dan hak setiap penyelenggara jaringan untuk mendapatkan

interkoneksi dari penyelenggara jaringan lainnya.

Jaringan tulang-punggung yang telah ada milik para penyelenggara masih bersifat

terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, karena belum merupakan jaringan terpadu

yang menjadi tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa.

Saat ini beberapa penyelenggara telah membangun jaringan tulang-punggung

serat optik untuk mendukung layanan infokom yang diselenggarakannya.

PT. Telkom dalam menyelenggarakan layanan SLJJ dan Sambungan

Internasional telah menggelar Java Backbone (menghubungkan seluruh Pulau

Jawa) dan Sumatera Backbone serta jaringan serat optik yang membentang

sepanjang pulau Sumatera (high performance backbone/HPBB) dengan teknik

modulasi Dense Wavelength Divison Multiplexing (DVDM) menghubungkan Java

Backbone dan Sumatera Backbone serta sebagai transport utama untuk

Sambungan Internasional.

Disamping itu juga melanjutkan pembangunan jaringan tulang-punggung serat

optik di wilayah Barat (ring Medan-Pekanbaru-Padang-Sibolga-Medan dan ring

Jakarta-Palembang-Pekanbaru-Batam-Pontianak-Tanjung Pandan-Jakarta) dan

wilayah Timur (Surabaya-Banjarmasin-Ujung Pandang-Surabaya).

Page 9: Studi backbone telekomunikasi 2006

3

Sementara itu PT. Indosat telah membangun jaringan backbone SMW 2 dan

SMW 3 yang meliputi Jakarta-Batam-Medan-ke India; Jakarta-Batam-ke Asia

Pasifik dan Jakarta-Perth.

PT. Excelcomindo Pratama telah membangun jaringan serat optik sepanjang

Pulau Sumatera - Pulau Jawa - Pulau Bali – NTB - Pulau Sulawesi (Ujung

Pandang sampai Gorontalo) dan Palu-Samarinda-Tarakan serta Palu-Samarinda-

Balikpapan-Banjarmasin.

Ditinjau dari aspek fisik penggelaran jaringan tulang-punggung (backbone)

telekomunikasi membutuhkan lokasi/lahan yang cukup panjang, penggelaran

jaringan oleh penyelenggara cenderung hanya di daerah yang memiliki potensi

komersial yang tinggi sehingga sulit menjangkau daerah terpencil.

Di masa depan penyelenggaraan jasa telekomunikasi jarak jauh (long distance

services) (SLJJ) dan SLI akan beralih ke sistem serat optik karena sistem serat

optik dalam skala besar lebih efisien dari sistem lain termasuk sistem satelit.

Kapasitas sistem serat optik yang besar itu merintis jalan menuju kepada next

generation network (NGN).

Dengan memperhatikan kondisi dan pengembangan jaringan serat optik oleh

masing-masing penyelenggara serta peluang penggunaan jaringan serat optik

sebagai jaringan infokom, perlu disusun kebijakan pola pengembangan jaringan

tulang-punggung (backbone network) infokom di Indonesia.

Dalam rangka penyusunan kebijakan tersebut perlu dilakukan kajian yang

diharapkan dapat memberikan gambaran pola pengembangan jaringan tulang-

punggung (backbone) yang dapat memberikan solusi permasalahan yang

dihadapi dalam pengembangan jaringan infokom baik dari aspek ekonomi,

hukum, teknis maupun aspek sosial.

B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Dalam Kerangka Acuan, permasalahan yang ditekankan adalah bahwa

pengembangan jaringan tulang-punggung Infokom nasional (National broadband

Page 10: Studi backbone telekomunikasi 2006

4

backbone network) di Indonesia ditemu-kenali beberapa permasalahan dari aspek

ekonomi, hukum, teknis dan sosial antara lain meliputi :

biaya investasi, pengoperasian dan pemeliharaan yang besar;

terdapat idle capacity jaringan yang telah dibangun penyelenggara;

belum semua penyelenggara jaringan menyediakan interkoneksi bagi

penyelenggara lainnya;

pengaturan interkoneksi belum dilaksanakan sepenuhnya dan

sebagian masyarakat di daerah terpencil atau daerah yang tidak

menguntungkan belum menikmati layanan telekomunikasi/infokom.

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Tujuan studi ini adalah memberikan gambaran dan membuat konsep kebijakan

pengembangan jaringan tulang-punggung (backbone) infokom nasional di

Indonesia.

Sasaran studi adalah tersusunnya konsep kebijakan pengembangan jaringan

tulang-punggung (backbone) Infokom sebagai bahan masukan/rekomendasi

penetapan kebijakan pengembangan jaringan tulang-punggung infokom di

Indonesia.

D. RUANG LINGKUP

Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut maka ruang lingkup studi meliputi:

a. Inventarisasi kebijakan maupun peraturan perundangan tentang

telekomunikasi;

b. Inventarisasi kondisi jaringan di Indonesia secara global;

c. Membuat bandingan kondisi aneksisting jaringan kapasitas besar

infokom di Indonesia dan Negara lain;

d. Inventarisasi rencana/program pengembangan jaringan tulang-

punggung (backbone) infokom di Indonesia;

e. Analisa permasalahan pengembangan jaringan tulang-punggung

infokom;

Page 11: Studi backbone telekomunikasi 2006

5

f. Analisa dan evaluasi pengembangan jaringan telekomunikasi di

Indonesia.

Gambar 1 Kegiatan Studi Kebijakan Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone)Telekomunikasi

Inventarisasi Kondisi

Jaringan Secara Global

Membuat Bandingan Kondisi Kini Jaringan Kapasitas Besar Infokom di Indonesia dg Negara Lain

Inventarisasi Rencana /Program Pengembangan Jaringan Tulang-punggng

Infokom di Indonesia

Analisa Permasalahan Pengembangan Jaringan

Tulang-punggung Infokom

Metode Pengukur

Keberhasilan Dengan BSC

Inventarisasi Kebijakan Maupun Peraturan Perundangan Tentang Telekomunikasi

Analisa dan Evaluasi Pengembangan Jaringan Telekomunikasi di Indonesia

Konsep Kebijakan Pengembangan Jaringan Backbone Nasional

Page 12: Studi backbone telekomunikasi 2006

6

BAB 2. PENDEKATAN DAN

METODOLOGI STUDI

Dalam usaha mencapai tujuan studi ini, maka perlu dibuat metodologi yang

sistematis, dimana metodologi ini selanjutnya akan dijadikan dasar dalam

menentukan kegiatan yang dilakukan.

A. PENDEKATAN TEKNIS STUDI

Pendekatan dan metodologi “Studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam

Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone) Telekomunikasi di

Indonesia” dapat dikelompokan atas beberapa kegiatan yaitu sebagai berikut:

TAHAP PERSIAPAN Tahap ini merupakan tahap yang paling penting sebelum suatu studi

dilakukan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan

antara lain adalah identifikasi/merumuskan permasalahan, mempelajari

maksud dan tujuan kegiatan, mempelajari ruang lingkup kegiatan,

menetapkan jadwal pelaporan dan jadwal kegiatan, menyusun organisasi

pelaksanaan, keseluruhan kegiatan dilakukan secara seksama.

TAHAP PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dengan wawancara,

pengamatan langsung, kuesioner, data historis dan studi literatur.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui pendekatan statistik dan

pemodelan.

TAHAP ANALISIS DAN KAJIAN Hasil pengumpulan dan pengolahan data selanjutnya dilakukan analisis

serta evaluasi dengan pendekatan Balance Score Card ditambah hasil

pertemuan-pertemuan dengan Tim pengarah dan Pendamping dalam

rangka mempertajam analisa dan kajian studi.

Page 13: Studi backbone telekomunikasi 2006

7

TAHAP KELUARAN STUDI Sesuai dengan tujuan dan sasaran Studi tentang Kebijaksanaan

Pemerintah dalam Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone)

Telekomunikasi di Indonesia, maka keluaran studi ini adalah gambaran

konsep kebijaksanaan pengembangan jaringan tulang-punggung Infokom

Nasional sebagai bahan masukan penetapan kebijaksanaan Pemerintah.

B. PENDEKATAN MAKRO STUDI

Pendekatan studi akan terdiri dari pendekatan makro dan pendekatan teknis.

Pendekatan makro meliputi aspek-aspek :

Kebijaksanaan Pemerintah mengenai Telekomunikasi

Asas manfaat jaringan telekomunikasi

Pola pengembangan pembanding Negara-negara lain

Keterpaduan perencanaan pengembangan jaringan para operator

Percepatan pertumbuhan sosial – ekonomi

Pendekatan teknis meliputi aspek-aspek :

Teknologi

Organisasi

Regulasi

Pertumbuhan trafik dan jaringan infrastruktur

C. METODOLOGI STUDI

Kerangka Acuan menentukan bahwa metodologi atau pendekatan studi dilakukan

secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan analisis balance

score card.

Metodologi BSC merupakan alat bantu (tool) untuk mengukur kinerja dengan

memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara

jangka pendek dan jangka panjang, serta melibatkan faktor internal dan eksternal.

Pada kajian ini digunakan BSC karena pengembangan jaringan tulang-punggung

telekomunikasi Indonesia harus memerlukan perencanaan yang matang, tidak

hanya berorientasi pada masa yang akan datang tetapi juga harus mengantisipasi

perubahan dalam jangka pendek dan menengah serta secara holistik. Oleh

Page 14: Studi backbone telekomunikasi 2006

8

karena itu memahami langkah-langkah manajemen stratejik diperlukan untuk

dapat menciptakan perencanaan yang matang untuk masa depan jaringan tulang-

punggung telekomunikasi Indonesia.

Ada 4 (empat) perspektif yang harus diperhatikan dalam penggunaan BSC dalam

mengukur kinerja pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi

Indonesia, yaitu:

a) Perspektif Keuangan

Dalam pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi

Indonesia, perspektif keuangan dilihat/diamati dalam seberapa besar

manfaat secara ekonomi keberadaan jaringan tulang-punggung

telekomunikasi dalam penyelenggaraan telekomunikasi terhadap tarif

pada umumnya serta tarif interkoneksi pada khususnya. BSC

menggunakan perspektif keuangan sebagai perspektif yang merupakan

akibat dari perspektif yang lain seperti perspektif pelanggan, proses bisnis

internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

b) Perspektif Pelanggan/Pengguna

Perspektif pelanggan mendorong pengembangan backbone jaringan

telekomunikasi di Indonesia yang akan berorientasi pada penggunaan

serat optik harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggan/pengguna

akan kecepatan transmisi yang tinggi dan pita (bandwidth) yang lebar.

Makin besar kemampuan yang ditawarkan oleh jaringan tulang-punggung

telekomunikasi dalam menyediakan layanan transmisi akan membuat

pelanggan/pengguna bertahan untuk menggunakannya.

c) Perspektif Proses Bisnis Internal

Fokus dari perspektif ini adalah proses internal dari manajemen

perusahaan yang harus dilakukan dalam mempertahankan kualitas

layanan dari penggelaran tulang-punggung jaringan telekomunikasi bagi

pelanggan/pengguna. Bagi internal perusahaan persepktif proses bisnis

internal ini harus mampu meningkatkan perspektif keuangan dan

perspektif peningkatan kepuasan pelanggan.

Page 15: Studi backbone telekomunikasi 2006

9

d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif pembelajaran serta pertumbuhan dari BSC diperlukan untuk

mengidentifikasi infrastruktur jaringan tulang-punggung yang harus

dibangun untuk mengantisipasi pertumbuhan trafik jangka panjang dan

peningkatannya.

Sehubungan dengan kajian kebijakan pemerintah dalam pengembangan jaringan

tulang-punggung telekomunikasi, maka perlu didefinisikan ukuran dari masing-

masing perspektif di atas sehingga bisa jelas kaitannya dengan visi dan strategi

organisasi. Gambar 2 memperlihatkan kaitan dari visi dan strategi.

Selanjutnya dengan ke-empat perpektif ini terkait visi dan strategi organisasi yang

dibangun sehingga bisa dibuat kebijakan pengembangan jaringan tulang-

punggung (backbone) infokom nasional di Indonesia.

Gambar 2 Diagram Pendekatan Balanced Score Card

Page 16: Studi backbone telekomunikasi 2006

10

D. DATA DAN SURVEY

Data untuk keperluan analisa terdiri dari primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dengan melakukan kuesioner, sedangkan data sekunder diambil dari

beberapa sumber seperti web site, data dari BPS, hasil kajian sebelumnya.

Data yang diperlukan untuk menunjang analisa dengan metoda Balanced score

Card dilakukan survey dengan kuesioner sehingga bisa memenuhi kebutuhan

analisa. Kuesioner yang disusun adalah sebagai berikut:

1) Tujuan Kuesioner

Tujuan dilakukan pengambilan data adalah untuk mendukung analisa dan

evaluasi keberadaan jaringan tulang-punggung Telekomunikasi Nasional

dengan metoda Balanced Score Card.

Kuesioner akan diarahkan kepada empat perspektif dari metoda Balanced

Score Card, yaitu perspektif Finansial, perspektif Pelanggan/kastemer,

perspektif bisnis proses internal dan perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan (learning and growth).

2) Peserta Pengisi Kuesioner

Kuesioner akan disampaikan kepada pihak yang relevan dengan analisis

yang akan digunakan dengan metoda yang dipakai serta pihak user yaitu

kemungkinan yang akan menjadi user atau pemakai jaringan tulang-

punggung (backbone) nasional. Pihak yang akan mendapatkan atau diminta

berpartisipasi mengisi kuesioner adalah lembaga pemerintah atau

perusahaan, atau juga perumahan yang akan memerlukan jasa atau

layanan yang berbasis IP dengan pita lebar atau broadband.

Lembaga Pemerintah bisa berupa lembaga pelayanan publik seperti kantor

pemerintahan yang banyak mengeluarkan pelayanan perizinan, seperti izin

usaha, izin yang bisa digunakan layanan online.

Jenis perusahaan adalah perusahaan :

a. manufacturing,

b. keuangan,

c. trading,

Page 17: Studi backbone telekomunikasi 2006

11

d. services seperti rumah sakit atau

e. Lembaga Pendidikan

f. Masyarakat umum /Rumah Tangga atau lainnya

3) Kota-kota / Lokasi

Kota-kota yang diambil data atau kuesioner diharapkan juga mewakili kota

yang representative dari pihak yang akan memerlukan layanan backbone

seperti lokasi kota besar atau minimal kota kabupaten/kota.

4) Isi Kuesioner:

Isi kuesioner yang berkaitan dengan perspektif yang digunakan pada

metoda Balanced Score Card yaitu perspektif Keuangan, Perspektif

Pelanggan, Perspektif bisnis proses internal, perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan:

a) Perspektif Keuangan:

Isi kuesioner yang berkaitan dengan keuangan meliputi ukuran

keberhasilan dari strategi yang diterapkan dengan adanya jaringan tulang

punggung yaitu berkaitan dengan IRR (Internal Rate of Return), Nilai

investasi dari satuan fasilitas yang dikelola, biaya pemeliharaan untuk

fasilitas yang dikelola dan harga jual atau tarif fasilitas yang dikelola dan

dijual kepada pelanggan.

Sebagai contoh nilai untuk IRR pembangunan jaringan tulang-punggung

harus melebihi 25%.

b) Perspektif Pelanggan:

Isi kuesioner yang berkaitan dengan perspektif pelanggan meliputi ukuran

fasilitas layanan yang akan digunakan oleh pelanggan, seperti lebar pita,

jenis layanan yang akan menggunakan jaringan, kemampuan atau

anggaran dari sisi pelanggan untuk menyewa jaringan tulang-punggung.

Tarif yang bisa diterima oleh pelanggan untuk layanan broadband adalah

dipilih mana yang paling diminati seperti:

Tariff yang flat/Flat Rate

Page 18: Studi backbone telekomunikasi 2006

12

Tariff yang berdasarkan zone wilayah.

Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan bisa dipilih mulai dari “

256 KBPS

512 KBPS

1 MBPS

2 MBPS

lebih besar dari 2 MBPS

Penggunaan jaringan tulang-punggung (backbone) yang diharapkan oleh

pelanggan akan berupa layanan:

Bandwith Internet luar negeri

Bandwith Internet Lokal / IIX

Video conference

VOIP

VPN data network untuk operasional.

Video/ IP TV/Music

c) Perspektif Bisnis Proses Internal

Isi kuesioner yang berkaitan dengan bisnis proses internal adalah ukuran

efisiensi proses dari pelayanan jaringan yang diharapkan untuk

mendukung misi dan visi keberadaan jaringan tulang-punggung. Secara

otomatis bila bisnis proses internal sudah efisien tentunya akan

mendukung sisi kebutuhan pelanggan dan kebutuhan sisi keuangan,

karena tentunya sesuai dengan kebutuhan. Bisnis proses internal bisa

berupa proses pelayanan yang diberikan seperti interkoneksi dengan

penyedia jaringan lain di luar jaringan tulang-punggung seperti penyedia

jaringan di daerah. Pertanyaan yang diajukan berupa :

Pelayanan interkoneksi

Pelayanan berlangganan atau ketersediaan jaringan

Jenis layanan

d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Isi kuesioner ini lebih ditekankan kepada pertumbuhan yang seperti apa

supaya jaringan tulang-punggung (backbone) bisa tetap survive dengan

perkembangan selanjutnya. Dari sisi pertumbuhan kapasitas mungkin

Page 19: Studi backbone telekomunikasi 2006

13

harus diperhatikan bahwa permintaan layanan yang sekarang agak

berbeda dengan permintaan layanan sesudah jaringan tulang-punggung

tersedia dengan harga yang relative lebih murah sepersepuluhnya dari

yang sekarang. Selain itu juga akan diperhatikan aspek kompetisi apa yang

harus tersedia sehingga bisa melayani kebutuhan pertumbuhan tersebut

supaya jaringan tulang-punggung ini berhasil. Contoh pertanyaan bisa

diajukan kepada responden adalah :

Kompetensi yang diperlukan untuk kapasitas fasilitas jaringan tulang-

punggung dibandingkan saat ini :

Kebutuhan kapasitas pada 5 tahun mendatang bisa menjadi:

o 2 kali sekarang

o 3 kali sekarang

o 4 kali sekarang’

o lebih besar dari 5 kali sekarang

Format pertanyaan/kuesioner untuk survey dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil

survey jawaban kuesioner juga dapat diikuti pada lampiran 1. Sedangkan analisa

hasil survey selanjutnya digunakan untuk menyusun analisa balanced score card

dan kesimpulan serta rekomendasi.

E. POLA PIKIR DAN ALUR PIKIR

Gambaran pola dan alur pikir studi tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam

Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung (Backbone) Telekomunikasi di

Indonesia dapat kami utarakan dalam Gambar 3 Bagan Pola Pikir dan Gambar 4

Bagan Alur Pikir

Page 20: Studi backbone telekomunikasi 2006

14

INSTRUMENTAL INPUT

• Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

• PP 52/2000 Tentang ”Penyelenggaraan Telekomunikasi Indonesia”

• PerMen 16/2005 Tentang ” Penyediaan transmisi telekomunikasi internasional melalui SKKL”

• Permen 8/2006 Tentang “Interkoneksi”

• Draft Peraturan Menteri ”Pengamanan Pemanfaatan Jaringan IP”

• KM 20/2001 ”Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi” diubah menjadi KM 29/2004

KONDISI SAAT INI

• Potensi Nasional - Populasi Penduduk 220 Juta - Jaringan SO beberapa operator

• Teknologi

• Regulasi

• Kondisi penyelenggaraan

PERMASALAHAN

• Belum adanya Undang-undang yang mengatur penyediaan dan penyelenggaraan jaringan backbone

• Biaya investasi, operasional & pemeliharaan yang besar

• Idle capacity jaringan yang telah dibangun

• Tingginya tarif interkoneksi di Indonesia

• Belum broadband

• Belum terintegrasinya jaringan SO tiap operator

• Penyebaran jaringan SO terkonsentrasi pada wilayah

tertentu

SUBYEK

• Pemerintah (KomInfol)

• Penyedia Jaringan

• Masyarakat

OBYEK

• Regulasi

• Teknologi

• Pertumbuhan trafik

• Pertumbuhan jaringan infrastruktur

METODE

• BSC

ENVIROMENTAL INPUT

• Internasional

• Regional

• Nasional

• Perkembangan teknologi

Rekomendasi Konsep Kebijakan Pengembangan

Jaringan Backbone Nasional

Infrastruktur Telekomunikasi Yang Menjangkau Seluruh

Wilayah Indonesia dan

Tarif Yang Terjangkau

Gambar 3. Bagan Pola Pikir

Page 21: Studi backbone telekomunikasi 2006

15

INSTRUMEN INPUT

• Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

• PP 52/2000 Tentang ”Penyelenggaraan Telekomunikasi Indonesia”

• PerMen 16/2005 Tentang ” Penyediaan transmisi telekomunikasi internasional melalui SKKL”

• Permen 8/2006 Tentang “Interkoneksi”

• Draft Peraturan Menteri ”Pengamanan Pemanfaatan Jaringan IP”

• KM 20/2001 ”Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi” diubah menjadi KM 29/2004.

ENVIROMENTAL INPUT

• Internasional

• Perkembangan Teknologi

• Regional

• Nasional

Rekomendasi Konsep Kebijakan Pengembangan

Jaringan Backbone Nasional

Infrastruktur Telekomunikasi

Yang Menjangkau Seluruh Wilayah Indonesia dan

Tarif Terjangkau

KONDISI SAAT INI

Potensi Nasional

PERMASALAHA

N

Kebijakan:

• Regulasi pengembangan jaringan backbone yang terarah dan menyeluruh

• Strategi dan Upaya

• Analisa dan evaluasi pengembangan jaringan backbone di Indonesia

• Penelaahan regulasi penyelenggaraan jaringan backbone

• Studi kasus penyelenggaraan jaringan backbone di negara lain

• Evaluasi pengembangan

jaringan backbone

Teknologi Regulasi

Kondisi penyelenggaraan

KONDISI YANG

DIHARAPKAN

Adanya kebijakan pengemb. jar backbone

Tarif yang terjangkau Adanya backbone

nasional

Tersedianya jaringan pita lebar

Pemerataan akses informasi

Menumbuhkembangkan jaringan dan oper. lokal

KEBIJAKAN &

STRATEGI

Gambar 4: Bagan Alur Pikir

Page 22: Studi backbone telekomunikasi 2006

16

BAB 3. GAMBARAN UMUM

A. UMUM

Indonesia pada saat telah memiliki berbagai bentuk jaringan telekomunikasi

dengan berbagai teknologi seperti satelit, gelombang mikro (GM), VHF, kabel

koaksial, kabel tembaga, dan serat optik. Bahkan beberapa penyelenggara telah

memiliki jaringan Serat Optik (SO) berkapasitas cukup besar yang menjangkau

beberapa pulau, termasuk Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian

Nusa Tenggara Barat (NTB).

Namun demikian jaringan para penyelenggara tersebut tidak terpadu satu dengan

yang lain, yang antara lain disebabkan kurangnya koordinasi, namun juga oleh

karena semangat persaingan yang kurang ketat, sehingga antara lain

menyebabkan tarif-tarif telekomunikasi jarak jauh masih relatif mahal

dibandingkan negara-negara lain yang luas dan besar jumlah penduduknya.

Hal ini menghambat antara lain pembangunan prasarana telekomunikasi bagi

berbagai instansi pemerintah, usaha swasta dan perorangan yang semestinya

dapat memanfaatkan jaringan yang tersedia dengan biaya yang terjangkau.

Mahalnya tarif akses ke jaringan telekomunikasi umum akan meredam bagi

mereka yang membutuhkan. Selanjutnya akan meredam kebangkitan ekonomi

dan kesatuan Bangsa yang direncanakan dan telah lama didambakan.

Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia memiliki suatu jaringan tulang-

punggung (backbone) telekomunikasi utama berkapasitas besar sekeliling

Nusantara yang terpadu, dengan jaringan serat optik (SO) berkapasitas besar

yang menjangkau sekeliling Nusantara, yang kemudian didukung oleh jaringan

tulang-punggung pendukung berpita lebar (jaringan lokal dan jaringan akses)

dengan kapasitas lebih kecil untuk menjangkau semua Kecamatan dan Desa.

Keterpaduan jaringan nasional akan dapat menyediakan cadangan bagi jaminan

kehandalan lebih besar dengan biaya lebih ekonomis dibandingkan dengan

Page 23: Studi backbone telekomunikasi 2006

17

penyediaan cadangan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing

penyelenggara. Bentuk jaringan lingkaran tertutup (cincin) menjamin

kelangsungan akses dengan mengalihkan trafik melalui sisi lingkaran yang lain,

bila terputus di satu sisi.

Berlimpahnya kapasitas akses tanpa pertambahan biaya yang terlalu besar, akan

dapat menurunkan biaya hubungan jarak jauh secara drastis, sehingga sebagai

tulang-punggung (backbone) telekomunikasi akan mendukung percepatan akses

pita lebar semua Kabupaten/Kota yang kemudian diteruskan ke Kecamatan dan

Desa.

RING PALAPA direncanakan menjadi tulang-pungung pengikat dari berbagai

jaringan penyelenggara, baik sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak

(mobile), termasuk jaringan media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai

jaringan tulang-punggung yang tidak tersambung langsung dengan pelanggan-

akhir (end-user), akan dapat lebih menjamin kompetisi yang sehat di antara para

penyelenggara. Dengan demikian akan mendukung peningkatan ekonomi

nasional, peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya di daerah, serta

meningkatkan Ketahanan Nasional.

RING PALAPA dapat mendukung percepatan akses KPU (Kewajiban Pelayanan

Umum) atau USO ke pedesaan, dengan kualitas pita lebar yang jauh lebih

ekonomis dan terjangkau. Pembangunan jaringan tulang-punggung Ring Palapa

maupun jaringan tulang-punggung dari IKK ke Kecamatan dan Desa akan

merupakan jaringan tulang-punggung (backbone) Nasional.

B. REGULASI

Tujuan studi ini adalah memberikan gambaran dan membuat konsep kebijakan

pengembangan jaringan tulang-punggung (backbone) infokom nasional di

Indonesia.

Adapun sasaran studi adalah tersusunnya konsep kebijakan pengembangan

jaringan tulang-punggung (backbone) Infokom sebagai bahan masukan/

Page 24: Studi backbone telekomunikasi 2006

18

rekomendasi penetapan kebijakan pengembangan jaringan tulang-punggung

infokom di Indonesia.

Tujuan dan sasaran studi ini sangat jelas dan sangat strategis dimana sampai

saat ini Pemerintah belum memiliki pedoman dalam pengembangan

pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi yang dapat mendukung

terselenggaranya sistem Infokom nasional yang tanggap terhadap perubahan

sosial ekonomi masyarakat yang tercermin dari meningkatnya kesejahteraan,

gaya hidup dan selanjutnya berpengaruh pada tingginya permintaan dan minat

masyarakat terhadap layanan infokom yang beragam.

Melalui studi ini, gambaran terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah

dapat lebih terpadu dengan tergelarnya jaringan nasional dengan kapasitas akses

lebih besar, murah dan mendukung percepatan akses KPU (Kewajiban

Pelayanan Umum) ke pedesaan. Infrastruktur infokom/TIK merupakan katalisator

kerjasama kegiatan pembangunan seluruh unsur pemerintahan dan masyarakat.

Dan mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009

Untuk mendukung pengembangan jaringan tulang-punggung (Back Bone)

Telekomunikasi di Indonesia ditelaah regulasi yang diperlukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik berupa Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri.

Adapun landasan operasional serta beberapa butir pokok regulasi yang telah

ditelaah di dalam peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Asas, tujuan telekomunikasi dan hak asasi.

2. Hal yang perlu diperhatikan di dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

3. Penyelenggara telekomunikasi

4. Otonomi daerah serta kewenangan Menteri Kominfo di bidang telekomunikasi.

5. Pembangunan jaringan melintasi tanah / bangunan negara atau milik

perseorangan.

6. Teknologi jaringan telekomunikasi.

7. Interkoneksi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.

8. Bentuk Peraturan untuk penyelenggaraan jaringan tulang-punggung

telekomunikasi.

Page 25: Studi backbone telekomunikasi 2006

19

Hasil telaahan dari masing butir regulasi diatas adalah sebagai berikut

1. ASAS, TUJUAN TELEKOMUNIKASIi dan HAK ASASI

a. Asas dan tujuan telekomunikasi tercantum di dalam Pasal 2 dan Pasal 3

Undang-Undang Telekomunikasi.

Pasal 2 berbunyi : Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas

manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan

kepercayaan pada diri sendiri.

Pasal 3 berbunyi : Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk

mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan

ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan

antarbangsa.

b. Di dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 72 Th 1999 (Cetak Biru

Kebijakan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Indonesia) terdapat suatu

falsafah yang mendasar mengenai hak asasi manusia, yang berbunyi sebagai

berikut:

b.1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

b.2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala

jenis saluran yang tersedia.

2. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI DALAM PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

Disamping asas, tujuan telekomunikasi serta hak asasi tersebut ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perencana Jaringan tulang-punggung

telekomunikasi. Pasal 7 Peraturan Pemerintah tentang ”Penyelenggaraan

Telekomunikasi Indonesia” (PP No. 52 Th. 2000) serta Pasal 8 Keputusan Menteri

Perhubungan tentang ”Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi” (Kepmen No.

20 Th. 2001) menentukan bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib

menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang

diselenggarakannya.

Page 26: Studi backbone telekomunikasi 2006

20

Kemudian Pasal 7 Keputusan Menteri tersebut menentukan kewajiban

penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagai berikut:

a. menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan

jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;

b. memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;

c. membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;

d. mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang

dimilikinya.

Berkaitan dengan butir d tersebut yaitu mengumumkan secara terbuka

ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya, di dalam pembangunan

Jaringan tulang-punggung perlu ditegaskan bahwa penyelenggara/operator wajib

menyampaikan segala data dan informasi yang berkaitan dengan pembangunan

jaringan tulang-punggung telekomunikasi kepada Menteri, misalnya mengenai

kapasitas jaringan, jangkauannnya, serta teknologi yang dipakainya. Laporan

kepada Menteri tersebut sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Telekomunikasi

(UU No. 36 Th 1999) yang menentukan posisi Menteri sebagai penanggungjawab

administrasi telekomunikasi Indonesia.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah apa yang tercantum di dalam

Pasal 7 Ayat ( 2 ) serta Pasal 17 Undang-Undang Telekomunikasi.

Pasal 7 Ayat ( 2 ) berbunyi sebagai berikut:

Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;

b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;

c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan

prinsip:

a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua

pengguna;

b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi;

Page 27: Studi backbone telekomunikasi 2006

21

c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan

prasarana.

3. PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI

Mengenai siapa penyelenggara telekomunikasi, Undang-Undang Telekomunikasi

(Undang-Undang No. 36 Th. 1999), Peraturan Pemerintah Tentang

”Penyelenggaraan Telekomunikasi”.(PP. No. 52 Th. 2000) serta Keputusan

Menteri No. KM. 20. Th. 2001 Tentang ”Penyelenggaraan Jaringan

Telekomunikasi” menetapkan bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi dan

atau penyelenggara jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh Badan Hukum yang

didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

c. Badan Usaha Swasta; atau

d. Koperasi

Kemudian ditetapkan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi dapat terlaksana

setelah penyelenggara mendapat izin dari Menteri. Berkaitan dengan rencana

pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi, maka mengingat

keterbatasan kemampuan penyelenggara nasional baik di bidang finansial

maupun teknologi disarankan agar pembangunan Jaringan tulang-punggung

tersebut dilaksanakan secara sinergi, yaitu himpunan para pengusaha yang

mengadakan usaha bersama/usaha patungan (joint venture). Himpunan para

pengusaha tersebut misalnya terdiri atas pengusaha/penyelenggara Nasional dan

investor asing.

Usaha bersama tersebut dapat diperjanjikan antara mereka yang terhimpun, dan

bentuk serta isi perjanjian tergantung pada mereka yang terhimpun tersebut, asal

isi perjanjian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, misalnya dengan Rencana Dasar Teknis (FTP) di dalam pembangunan

jaringan.

Page 28: Studi backbone telekomunikasi 2006

22

Peluang kerjasama di dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang dituangkan di

dalam suatu perjanjian tertulis diberikan oleh Pasal 11 Peraturan Pemerintah No.

52 Th. 2000.

Pasal 11 tersebut berbunyi sebagai berikut:

(1). Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan

telekomunikasi dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan

telekomunikasi luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.

(2). Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dituangkan di dalam

suatu perjanjian tertulis.

Mengingat pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi merupakan

pembangunan dengan cakupan Nasional (melingkar Nusantara), maka

disarankan agar untuk berlakunya perjanjian tertulis tersebut diperlukan

persetujuan tertulis dari Menteri, karena Menteri sesuai dengan Pasal 6 Undang-

Undang Telekomunikasi bertindak sebagai penanggungjawab administrasi

telekomunikasi Indonesia.

Kerjasama secara sinergi tersebut dapat dipandang sebagai bentuk yang

mencegah timbulnya kompetisi yang tidak sehat di antara para penyelenggara,

karena para penyelenggara berada di dalam satu wadah yang sama. Hak dan

kewajiban yang dimiliki oleh mereka adalah sama.

Kompetisi baru muncul pada saat pembangunan jaringan dari kabupaten/kota ke

kecamatan dan desa. Yang perlu diperhatikan ialah prinsip keadilan mengingat

kondisi geografis serta sosial ekonomi daerah yang satu berbeda dengan kondisi

geografis serta sosial ekonomi yang lain. Prinsip keadilan tersebut ialah kondisi

yang sama diperlakukan sama, kondisi yang tidak sama diperlakukan tidak sama.

Selanjutnya untuk menarik minat para investor/penyelenggara di dalam

pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi , diperlukan kondisi

yang baik misalnya kepastian hukum di dalam perizinan/lisensi yang tidak

memerlukan waktu lama, diberikan insentif berupa pembebasan Biaya Hak

Penyelenggaraan (BHP) untuk waktu tertentu, pembebasan bea masuk bagi

perangkat telekomunikasi yang diimpor guna pembangunan Jaringan tulang-

punggung, insentif pajak untuk dana yang diperlukan membiayai penelitian dan

pengembangan, khususnya di bidang teknologi.

Page 29: Studi backbone telekomunikasi 2006

23

4. OTDA DAN KEWENANGAN MENTERI KOMINFO DI BIDANG TELEKOMUNIKASI

I. Pembagian Urusan Pemerintahan

Sehubungan dengan otonomi daerah, Undang-Undang Otonomi Daerah

(Undang-Undang No. 32 Tahun 2004), khususnya Pasal 10 menetapkan sebagai

berikut:

(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini

ditentukan menjadi urusan Pemerintah.

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), pemerintahan daerah

menjalankan otonomi seluasnya untuk mengatur dan mengurus urursan

pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana di

maksud pada ayat (1) meliputi:

a. politik luar negeri;

b. pertahanan;

c. keamanan;

d. yustisi;

e. moneter dan fiscal nasioanal;dan

f. agama

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat

melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah

atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada

pemerintahan daerah/atau pemerintahan desa.

(5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar

urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah

dapat

a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur

selaku wakil Pemerintah;atau

c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah

Page 30: Studi backbone telekomunikasi 2006

24

dan.atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantu.

Di dalam penjelasan atas Pasal 10 Ayat (5) tersebut dikemukakan bahwa yang

dimaksud dengan “di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (5)” dalam ketentuan ini adalah urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah di luar ayat (3) sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini.

Di dalam penjelasan mengenai pembagian urusan pemerintahan juga

dikemukakan bahwa bagian tertentu urusan Pemerintah lainnya yang berskala

Nasional tidak diserahkan kepada daerah. Di dalam penjelasan atas Pasal 4 Ayat

(2) Undang-Undang Telekomunikasi dikemukakan bahwa fungsi penetapan

kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilaksanakan oleh

Menteri. Demikian pula berdasarkan Undang-Undang tersebut Menteri bertindak

sebagai penanggungjawab administrasi telekomunikasi Indonesia.

II. Kawasan Khusus

Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk

menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan

untuk kepentingan Nasional/berskala Nasional, misalnya dalam bentuk kawasan

cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan

teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali,

pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan

dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi,

konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya

nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik. Pemerintah

wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus

tersebut.

5. PEMBANGUNAN JARINGAN MELINTASI TANAH DAN BANGUNAN NEGARA ATAU PERSEORANGAN

Berkaitan pembanguan jaringan telekomunikasi yang melintasi tanah/banguan

negara atau milik perseorangan, Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-

Page 31: Studi backbone telekomunikasi 2006

25

Undang Nomor 36 Tahun 1999), khususnya Pasal 12 dan Pasal 13 menentukan

sebagai berikut:

Pasal 12: Ayat (1) Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau

pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat

memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau

dikuasai Pemerintah.

Ayat (2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula terhadap sungai, danau, atau

laut, baik permukaan maupun dasar.

Ayat (3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jarinngan

telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah

mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13: Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi

tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan,

pengoperasian atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat

persetujuan di antara para pihak.

6. TEKNOLOGI JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Sehubungan dengan teknologi jaringan telekomunikasi, regulasi yang ada

menentukan bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit,

dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah negara

Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan

Rencana Dasar Teknis yang diatur dengan Keputusan Menteri.

Di samping mengantisipasi perkembangan teknologi, persyaratan teknis tersebut

sesuai dengan Pasal 72 Peraturan Pemerintah tentang ”Penyelenggaraan

Telekomunikasi Indonesia” (PP No. 52 Th. 2000) dimaksudkan untuk:

a) menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi.

b) mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat

telekomunikasi.

Page 32: Studi backbone telekomunikasi 2006

26

c) melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan

akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi.

d) mmendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi

telekomunikasi nasional.

7. INTERKONEKSI PENYELENGGRAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Interkoneksi diatur di dalam Pasal 25 Undang-Undang Telekomunikasi (UU No 36

Th 1999), Peraturan Pemerintah No 52 Th 2000 (Pasal 20–25), serta Keputusan

Menteri Perhubungan No KM 20 Th 2001 (Pasal 12–14).

Pasal 25 Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-Undang No. 36 Th. 1999)

berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan

interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

(2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan

interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi

lainnya.

(3) Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip:

a. pemanfaatan Sumber Daya secara efisien;

b. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;

c. peningkatan mutu pelayanan; dan

d. persaingan sehat yang tidak saling merugikan.

8. BENTUK PERATURAN PENYELENGGARAAN TULANG-PUNGGUNG

TELEKOMUNIKASI

Menjawab pertanyaan mengenai bentuk peraturan apa yang sesuai untuk

penyelenggaraan ”Jaringan Tulang-Punggung”, apakah Peraturan Pemerintah,

Keputusan Menteri atau Keputusan Direktur Jenderal, maka terlebih dahulu harus

dijawab pertanyaan mengenai lembaga atau instansi mana yang berwenang

mengatur penyelenggaraan telekomunikasi. Mengenai kewenangan mengatur ini,

Undang-Undang No. 36 Th. 1999 khususnya Pasal 4 Ayat (1) serta Ayat (2)

berbunyi sebagai berikut:

Page 33: Studi backbone telekomunikasi 2006

27

Ayat (1) : Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan

oleh Pemerintah.

Ayat (2) : Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan

penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan,

pengaturan, pengawasan, dan pengendalian.

Di dalam penjelasan atas Pasal 4 Ayat (2) tersebut dikemukakan bahwa fungsi

penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilaksanakan

oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi pengaturan,

pengawasan dan pengendalian penyelenggaran telekomunikasi dapat

dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.

Berkaitan dengan pelimpaham kewenangan Menteri kepada suatu badan

regulasi, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 31 Th. 2003

tentang ”Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia:.

Pasal 5 Keputusan Menteri tersebut menetapkan bahwa Menteri melimpahkan

kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) fungsi pengaturan,

pengawasan dan pengendalian di bidang penyelenggaraan jaringan

telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi.

Walaupun secara yuridis formal ada pelimpahan kewenangan Menteri kepada

BRTI di bidang penyelenggaraan telekomunikasi, dengan catatan hanya sebagian

kecil saja kewenangan Menteri yang dilimpahkan, namun pengaturan

penyelenggaraan Jaringan tulang-punggung seyogyanya dituangkan di dalam

bentuk Keputusan Menteri dengan 2 (dua) alasan.

Pertama, karena pembangunan Jaringan tulang-punggung telekomunikasi bersifat

Nasional, mencakup seluruh wilayah Nusantara, 33 (tigapuluh tiga) provinsi serta

kurang lebih 400 Kabupaten/Kota.

Ke dua, di dalam menghadapi Perda-Perda yang dikeluarkan Pemda yang

bersangkutan dan bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat, Kepmen

mempunyai kedudukan lebih kuat daripada Perda berdasarkan hirarki Peraturan

Perundang-Undangan. Di sini berlaku asas hukum ”peraturan yang tinggi

mengalahkan peraturan yang rendah” (Lex Superior Derogat Legi inferiori). Oleh

karena itu disarankan agar Perda yang bertentangan dengan peraturan

Page 34: Studi backbone telekomunikasi 2006

28

perundang-undangan di atasnya dicabut. Saran ini berdasarkan Undang-Undang

No. 10 Th. 2004 tentang ”Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”,

khususnya Pasal 7 Ayat (5), yang penjelasannya berbunyi sbb: dalam ketentuan

ini yang dimaksud dengan ”hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan

perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Berkaitan dengan produk hukum Departemen yang berupa Keputusan Menteri,

perlu dipertimbangkan bentuk ”Peraturan Menteri”, karena bentuk ”Peraturan”

secara teoritis bersifat mengatur, sedangkan bentuk ”keputusan” tidak bersifat

mengatur.

Bentuk ”Peraturan Menteri” ini sudah mulai diperkenalkan dengan diterbitkan

Peraturan Menteri No. 11./P/M Kominfo/7/2005 tentang ”Pengurangan waktu

siaran Lembaga Penyiaran di seluruh Indonesia”. Bentuk ”Peraturan” sesuai

dengan Pasal 56 Undang-Undang No. 10 th. 2004, yang berbunyi sbb: Semua

keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan

Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 59 yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini

berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-

Undang ini.

Di dalam pembuatan produk hukum departemen perlu diperhatikan sistematika

teknik penyusunan peraturan perundang-undangn yang diatur di dalam Undang-

Undang No. 10 Th 2004 tentang ”Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan”.

Berkaitan dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan Pasal 54

Undang-Undang No. 10 th. 2004 menentukan sbb: ”Teknik penyusunan dan/atau

bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan

Rakyat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, Keputusan Ketua

Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala

Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan

Menteri, Keputusan Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat,

Page 35: Studi backbone telekomunikasi 2006

29

Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Keputusan

Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang

setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang

diatur dalam undang-Undang ini.

Sedangkan mengenai materi muatan yang diatur di dalam Peraturan Menteri

pada prinsipnya sama dengan Keputusan Menteri Perhubungan tentang

”Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi” (Kepmen No. 20 Th. 2001), karena

pembangunan Jaringan tulang-punggung pada hakekatnya merupakan

pembangunan jaringan telekomunikasi.

Adapun butir-butir pokok regulasi (materi muatan) adalah sama dengan butir-butir

pokok materi seperti tersebut di atas, ditambah dengan materi muatan mengenai

perizinan, tarif serta kewajiban pelayanan universal.

Mengenai materi muatan yang akan diatur di dalam Peraturan Menteri, secara

singkat dapat dikatakan bahwa semua ketentuan mengenai penyelenggaraan

jaringan telekomunikasi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku, berlaku juga bagi pembangunan jaringan tulang-punggung, kecuali

bila ada hal-hal khusus yang memerlukan perubahan atau ketentuan tambahan.

Misalnya di dalam pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi

nasional dengan kabel serat optik yang melintasi kepulauan Indonesia, perlu

diatur lokasi titik pendaratan kabel laut di daerah pantai, yang kemudian

tersambung/terhubung ke pusat akses infokom.

Butir-butir pokok regulasi/materi muatan Permen tersebut secara rinci terdapat

dalam LAMPIRAN 4

C. INVENTARISASI KONDISI JARINGAN DI INDONESIA

Menurut UU No. 36/1999, berdasarkan ijin penyelenggaraannya, jaringan

telekomunikasi nasional Indonesia terdiri atas jaringan tetap dan jaringan

bergerak.

Page 36: Studi backbone telekomunikasi 2006

30

1. JARINGAN TETAP

Jaringan tetap dibedakan atas jaringan tetap lokal, jaringan tetap sambungan

langsung jarak jauh (jaringan SLJJ), jaringan tetap sambungan internasional, dan

sambungan tetap tertutup.

Jaringan tetap lokal adalah jaringan tetap yang diselenggarakan di suatu wilayah

tertentu, menggunakan jaringan kabel atau jaringan tanpa kabel. Wilayah yang

dimaksud adalah wilayah geografis yang didefinisikan sebagai wilayah

penomoran atau ”wilayah lokal”. Jaringan ini dibentuk oleh satu atau beberapa

sentral lokal dan sarana transmisi yang menghubungkan sentral-sentral tersebut.

Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh (Jaringan SLJJ) adalah

jaringan tetap yang diselenggarakan untuk menghubungkan jaringan-jaringan,

terutama jaringan tetap lokal. Jaringan SLJJ dibentuk oleh satu atau beberapa

sentral trunk (sentral SLJJ) dan sarana transmisi yang menghubungkan sentral-

sentral tersebut. Jaringan SLJJ tidak mempunyai pelanggan dan berfungsi

semata-mata sebagai jaringan interkoneksi untuk tingkat nasional.

Jaringan Tetap Sambungan Langsung Internasional (Jaringan SLI) adalah

jaringan tetap yang diselenggarakan untuk menghubungkan jaringan domestik

dengan jaringan internasional. Jaringan SLI dibentuk oleh satu atau beberapa

sentral gerbang internasional (SGI) dan sarana transmisi yang menghubungkan

sentral-sentral tersebut.

Jaringan tetap tertutup adalah jaringan tetap yang diselenggarakan untuk

disewakan. Tergantung peruntukkannya, jaringan tetap tertutup akan berfungsi

sebagai jaringan tetap lokal, jaringan SLJJ, sirkit sewa (lease circuit) dan

sebagainya.

Jaringan telepon atau public switched telephone network (PSTN) meliputi salah

satu atau gabungan dari jaringan tetap lokal, jaringan SLJJ, dan jaringan SLI.

Jaringan PSTN memiliki karekteristik sebagai berikut:

a. Dibangun untuk layanan suara

b. Kecerdasan layanan terpusat pada sentral (central switch)

Page 37: Studi backbone telekomunikasi 2006

31

c. Sirkuit terduduki penuh (Dedicated circuit) untuk setiap proses

pemanggilan)

d. Terminal pelanggan (CPE) sederhana dan murah

e. Sistem sangat handal

f. Lisensi dan regulasi sudah sangat jelas

g. Biasanya monopoli atau duopoli

h. Kebijakan atau kewajiban pelayanan yang sudah luas

i. Layanan panggilan darurat

Jaringan PSTN hingga kini masih sebagai tulang-punggung jaringan

telekomunikasi. Kondisi ini kurang menguntungkan karena PSTN eksisting

umumnya lebih menekankan pada layanan suara dan berpita sempit (narrow

band) sementara tuntutan kebutuhan layanan komunikasi tidak lagi hanya suara

akan tetapi juga sudah berkembang ke layanan data, gambar, video dan

kombinasinya atau komunikasi multimedia broadband.

Operator telekomunikasi mengalami kesulitan dalam meningkatkan kemampuan

PSTN untuk melayani layanan multimedia jika hanya mengandalkan upgrade

perangkat lunak dan hardware pada switching. Infrastruktur switching eksisting

kebanyakan merupakan proprietary atau teknologinya bersifat tertutup dan

dikuasai vendor tertentu saja. Hal ini jelas menimbulkan ketergantungan operator

telekomunikasi kepada pemasok perangkat tersebut. Selain itu, fungsi kontrol,

fungsi layanan, dan fungsi network yang melekat dalam circuit switch menjadikan

operator mengalami banyak kesulitan dalam melakukan inovasi dan diversifikasi

layanannya. Di sisi lain, biaya upgrade dan pengembangannya pun menjadi

mahal. Karena sifatnya yang tertutup pula, maka biaya operasi dan pemeliharaan

juga semakin besar.

Sejak tahun 2001, pemerintah telah membuka status monopoli penyelenggara

jaringan lokal menjadi duopoli dengan memperkenan PT Indosat untuk menggelar

jaringan lokalnya. Pada tahun 2003 telah pula diterminasi dini untuk SLJJ dan

Page 38: Studi backbone telekomunikasi 2006

32

SLI, sehingga ada 2 (dua) operator SLJJ dan SLI yaitu PT Indosat dan PT

Telkom. Pada kenyataannya dengan duopoli kurang mampu mendorong

pertumbuhan jaringan lokal. Dengan alasan mahalnya biaya penggelaran jaringan

kabel dan untuk mengejar teledensitas maka implementasi penggelaran jaringan

lokal yang dilakukan oleh PT Telkom dan PT Indosat adalah dengan menggelar

fixed wireless access (FWA) dengan mobilitas yang terbatas. Supaya dianggap

sebagai lokal maka mobilitas dibatasi hanya berlaku pada suatu kode area

tertentu dan berlaku tarif lokal. Penggelaran FWA juga diberikan kepada PT

Ratelindo sebagai operator jaringan lokal yang telah ada. Implementasi jaringan

lokal FWA telah mampu meningkatkan penitrasi dan teledensitas, tetapi memiliki

keterbatasan dengan kecepatan transfer data yang masih rendah. Implementasi

jaringan lokal dengan menggunakan teknologi wireless memiliki kendala besar

dengan kondisi alam.

Gambaran umum jaringan PSTN di Indonesia kondisi Mei 2005 adalah sebagai

berikut:

a. 4 (empat) operator : Telkom, Indosat, Bakrie, Batam Bintan

d. Penetrasi 4,1%

1). 86 % are di Jawa dan Sumatra

2). Teledensitas: 35% di Jakarta; 11-25% pada daerah urban;

0.2% di pedesaan

c. Jumlah 9.988.718 sst

1). Kabel 8.559.350 sst (investasi per sst USD 600-700)

2). Nirkabel 1.429.368 sst (investasi per sst USD 150-200)

d. Flexi (Telkom, FWA) menjangkau 192 kota, BTS 1.139 unit, dengan

kapasitas 2,5 juta sst

e. Starone (Indosat, FWA) menjangkau 4 kota

f. Esia (Bakrie, FWA) menjangkau 15 kota di Jabar dan Banten

Page 39: Studi backbone telekomunikasi 2006

33

2. JARINGAN BERGERAK

Jaringan bergerak dibedakan atas jaringan bergerak terestrial, jaringan bergerak

selular, dan jaringan bergerak satelit. Jaringan bergerak terestrial adalah jaringan

bergerak yang diselenggarakan untuk melayani pelanggan bergerak tertentu,

meliputi antara lain jasa radio trunking dan jasa radio panggil untuk umum. Radio

trunking semula hanya menyediakan jasa telekomunikasi tanpa kawat untuk

kelompok-kelompok tertutup (closed user groups), namun dalam perkembangan

selanjutnya timbul kebutuhan untuk dapat menghubungkan terminal pelanggan ke

jaringan nasional, jaringan telepon (PSTN) khususnya, baik untuk pelanggan ke

luar (outgoing) maupun ke dalam (incoming).

Jaringan bergerak selular adalah jaringan bergerak yang diselenggarakan untuk

melayani telekomunikasi bergerak dengan teknologi selular di permukaan bumi.

Jaringan bergerak selular terdiri atas satu atau beberapa mobile switching center

(MSC) beserta sejumlah base transmitter station (BTS) yang terkait dan saling

dihubungkan dengan sarana transmisi dan pensinyalan yang sesuai sehingga

membentuk suatu sistem telekomunikasi bergerak selular yang dapat melayani

terminal pelanggan.

Jaringan bergerak satelit yaitu jaringan bergerak yang diselenggarakan untuk

melayani telekomunikasi bergerak melalui satelit. Jaringan bergerak satelit terdiri

atas ruas angkasa dan ruas bumi yang membentuk satu sistem telekomunikasi

satelit yang dapat melayani terminal pelanggan.

Karakteristik jaringan bergerak adalah sebagai berikut:

a. Dibangun untuk layanan suara dan data

b. Kecerdasan layanan terpusat pada sentral (central switch)

c. Sirkuit terduduki penuh (dedicated circuit) untuk setiap proses

pemanggilan

d. Terminal pelanggan (customer premise equipment, CPE) sangat

kompleks

Page 40: Studi backbone telekomunikasi 2006

34

e. Sistem terdiri dari BTS, mobile switching center (MSC), home

location register (HLR), visiting location register (VLR), SIM card

f. Kehandalan sedikit di bawah PSTN

g. Lisensi dan regulasi sudah sangat jelas

h. Banyak penyelenggara dan terjadi kompetisi

i. Layanan panggilan darurat

j. Dapat interkoneksi ke/dari jaringan bergerak dan PSTN

Gambaran jaringan bergerak di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. 8 (delapan) operator : Telkomsel, Indosat, XL, Mobile-8, CAC, Natrindo,

Mandara, Primasel

b. Penetrasi 13,6 %

c. Jumlah pelanggan mencapai ~ 46,9 juta

1. Telkomsel 28,8 juta

2. Indosat 13 juta

3. XL 5,1 juta

d. Jumlah BTS data Mei 2005.

1. Telkomsel : 6.936 unit

2. Indosat : 4.026 unit

3. XL : 2.976 unit

4. Mobile 8: 789 unit

e. Jangkauan layanan

1. Telkomsel mencapai 90% wilayah populasi (seluruh 440 kabupaten,

40% kecamatan)

Page 41: Studi backbone telekomunikasi 2006

35

2. Indosat 383 kabupaten

3. XL Sumatera Jawa Bali NTB Kalimantan Sulawesi

Perkembangan penggelaran jaringan bergerak sangat pesat sekali yang tumbuh

di atas 10%, begitu pula dengan jumlah pengguna/pelanggannya, ini disebabkan

kemudahan dalam penggelaran dan harganya yang relatif lebih murah per satuan

sambungan (SS) dibanding dengan penggelaran jaringan tetap lokal.

Perkembangan teknologi bergerak (seluler) mengalami evoluasi yang sangat

cepat, saat ini di Indonesia tengah digelar teknologi seluler generasi ke 3 (tiga)

(3G) yang berbasis wideband code division multiple access (WCDMA) sebagai

evolusi dari global system for mobile communication (GSM) oleh 4 (empat)

operator yaitu PT Telkomsel, PT. Indosat, PT Excelcomindo, dan PT Cyber

Access Communication (CAC) yang telah mendapatkan ijin penyelenggara 3G

setelah lulus uji layak operasi (ULO) beberapa waktu yang lalu dari

pemerintah/regulator.

3. JARINGAN IP

Karakteristik jaringan IP adalah sebagai berikut:

a. Untuk menunjang layanan data

b. Informasi tidak langsung disambungkan melainkan dirutekan

melewati jalur mana pun yang tersedia

c. Efisien sampai di tujuan

d. Lebih baik dari PSTN atau jaringan bergerak tetapi kualitas layanan

tidak dijamin lebih baik

e. Kecerdasan pada host atau end-user, banyak variasi layanan yang

terhubung ke internet

f. Belum terlisensi dan teregulasi dengan jelas

g. Banyak penyelenggara terjadi kompetisi

Page 42: Studi backbone telekomunikasi 2006

36

h. Pelayanan yang belum menyeluruh/luas dan tidak ada layanan

panggilan darurat

Untuk menghubungkan seluruh penyelenggara jaringan internet (internet service

provider, ISP) dengan jaringan internet global maka jaringan ISP dihubungkan

melalui Indonesia Internet eXchange (IIX). Gambar 5, menunjukkan gambaran

umum

Gambar 5. Gambaran umum jaringan IP di Indonesia

Data jaringan IP di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. terdapat sekitar 110 internet service provider (ISP)

b. terdapat 12.000.000 (duabelas juta) pelanggan dan pengguna internet

c. terdapat sekitar 5.000 (lima ribu) warung internet

Terlihat bahwa di Indonesia masih sangat rendah populasi pengguna internet.

Pengguna internet juga masih terpusat di kota-kota besar, di perguruan tinggi dan

di perusahaan-perusahaan. Perlu usaha yang lebih giat dari seluruh pihak agar

internet lebih memasyarakat.

Page 43: Studi backbone telekomunikasi 2006

37

Tabel 1. menunjukkan pertumbuhan pelanggan dan pengguna internet di

Indonesia dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Pertumbuhan Pelanggan dan Pengguna Internet di Indonesia

Tahun Pengguna Pelanggan

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005*

512,000

1,000,000

1,900,000

4,200,000

4,500,000

8,805,534

11,226,143

16,000,000

134,000

256,000

400,000

581,000

667,002

856,706

1,087,428

1,500,000

Sumber: APJII, 2005

Selain pelanggan dan pengguna internet individu, pelanggan internet juga dapat

berupa domain yang menunjukkan identitas dari pemiliknya seperti perusahaan

dan organisasi. Pertumbuhan jumlah domain di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel

2.

Tabel 2 Pertumbuhan Jumlah Domain Internet di Indonesia

Tahun Domain Baru Total Domain

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

1,479

2,126

4,109

3,433

3,146

3,628

3,841

1,479

3,605

7,714

11,147

14,293

17,921

21,762

Sumber: www.idnic.net.id

Page 44: Studi backbone telekomunikasi 2006

38

Implementasi jaringan internet di Indonesia oleh ISP dengan memanfaatkan

jaringan yang ada melalui leased line, VSAT, radio komunikasi (sistem wireless),

dan ADSL. Untuk layanan internet melalui jaringan fixed yang ada masih

didominasi oleh incumbent, dimana implementasi oleh incumbent saat ini disiasati

dengan menggelar ADSL yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi fixed yang

ada. Sangat tidak mungkin mengharapkan pengembangan internet melalui

jaringan fixed, dikarenakan tidak ada operator jaringan fixed yang saat ini

mengembangkan jaringannya.

Perkembangan teknologi telekomunikasi sangat pesat terjadi, demikian pula

perkembangan jasa telekomunikasi di Indonesia setelah diberlakukannya

peraturan dan kebijakan penghapusan monopoli penyelenggaraannya. Jaringan

telekomunikasi saat ini sedang mengalami kemajuan pesat dan mengarah pada

suatu jaringan global atau Next Generation Network (NGN). Pemetaan standar

arsitektur infrastruktur telekomunikasi menuju NGN sangat diperlukan sebagai

tulang-punggung pengembangan jasa-jasa telekomunikasi yang juga berkembang

pesat. Saat ini jenis infrastruktur telekomunikasi yang terinstal belum diketahui

secara pasti jumlah dan penggunanya, terlebih dengan terus bertambahnya

jumlah operator jaringan dan jasa telekomunikasi tentunya jumlah dan jenis

infrastruktur telekomunikasi terus bertambah pula. Untuk melindungi kepentingan

nasional dan masyarakat luas sebagai pengguna jasa telekomunikasi maka perlu

dilakukan pemetaan standar arsitektur infrastruktur telekomunikasi menuju NGN.

Teknologi informasi dan komunikasi (infokom) berkembang semakin pesat

didorong oleh Internet Protocol (IP), berbagai aplikasi baru dan beragam layanan

multimedia. Infrastruktur infokom terdiri dari Public Switched Data Network

(PSDN) dan Public Switced Telephone Network (PSTN) dan jaringan bergerak,

namun hingga kini tulang-punggung infokom masih banyak berpijak pada jaringan

PSTN. Kondisi ini kurang menguntungkan karena PSTN eksisting umumnya lebih

menekankan pada layanan suara dan berpita sempit (narrow band) sementara

tuntutan kebutuhan layanan komunikasi tidak lagi hanya suara akan tetapi juga

sudah berkembang ke layanan data, gambar, video dan kombinasinya.

Untuk mempercepat penyediaan layanan pita lebar (broadband) pada jaringan

eksisting tersebut maka PSTN dan PSDN harus segera "melebur" menjadi satu

Page 45: Studi backbone telekomunikasi 2006

39

jaringan tunggal multilayanan yang disebut dengan jaringan telekomunikasi masa

depan atau next generation network (NGN) yang mampu menyediakan semua

jenis layanan infokom yakni suara, data dan multimedia secara efisien.

4. FAKTOR PENDORONG

Ada tiga faktor utama pendorong evolusi jaringan PSTN tradisional menuju NGN.

a. Pertama, keterbatasan arsitektur sentral PSTN eksisting. Operator

telekomunikasi akan kesulitan untuk meningkatkan kemampuan PSTN

untuk melayani layanan multimedia jika hanya mengandalkan upgrade

versi perangkat lunak dan hardware pada sentral eksisting. Infrastruktur

sentral eksisting kebanyakan merupakan proprietary, atau teknologinya

bersifat tertutup dan dikuasai vendor tertentu saja. Hal ini jelas

menimbulkan ketergantungan operator telekomunikasi kepada pemasok

perangkat tersebut. Operator juga sulit untuk berinovasi dan membuat fitur

baru. Selain itu, biaya upgrade dan pengembangannyapun menjadi mahal

dan membutuhkan waktu yang lama. Karena sifatnya yang tertutup pula

maka biaya operasi dan pemeliharaan juga makin besar.

b. Kedua, trend konvergensi jaringan dan layanan. Saat ini perbedaan teknik

antara jaringan telepon tradisional (PSTN) dan jaringan komunikasi data

(PSDN) menyebabkan terjadinya pemisahan antara kedua jaringan

tersebut. PSTN yang berbasis sirkit switch merupakan jaringan kompleks

dengan ukuran yang besar, tersentralisir, dan tertutup. Sedangkan, PSDN

berbasis paket switch, lebih sederhana dan terdistribusi. PSDN tumbuh

dengan pesat dengan adanya internet, extranet, Virtual Private Network

(VPN), serta teknologi berbasis paket lainnya. Banyak yang beranggapan

bahwa suatu saat nanti paket switch akan menggantikan sirkit switch.

Fenomena ini bisa dilihat dari semakin meningkatnya penggunaan Voice

over Internet Protocol (VoIP). Namun demikian hingga kini PSTN masih

menduduki posisi terdepan untuk menyalurkan data, terutama layanan dial

up analog modem. Investasi sentral PSTN eksisting yang sangat besar

juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Sehingga pilihannya adalah

konvergensi antara PSDN dan PSTN menjadi satu jaringan tunggal multi

Page 46: Studi backbone telekomunikasi 2006

40

layanan, dengan melakukan evolusi secara bertahap pada jaringan PSTN

agar mampu mengakomodasi paket switch .

c. Ketiga, regulasi telekomunikasi telah memunculkan operator-operator

baru. Persaingan yang semakin ketat antar operator menyebabkan

pelanggan akan berpindah ke kompetitor jika operator tersebut tak mampu

memberikan layanan yang beragam, broadband, dan murah.

Ada sejumlah kendala yang menghadang migrasi NGN pada infrastruktur

telekomunikasi di Indonesia. Meskipun sejumlah vendor global dan nasional telah

berhasil mengembangkan teknologi ini namun kematangan softswitch – terutama

class 5 - masih dipertanyakan, mengingat teknologi ini belum secara luas

digunakan untuk kepentingan komersial oleh operator-operator telekomunikasi

dunia. Kondisi infrastruktur eksisting juga bisa menjadi penghambat laju menuju

NGN. Hampir seluruh sentral dan perangkat telekomunikasi di Indonesia masih

memakai spesifikasi teknis atau protokol lama yang bersifat tertutup (proprietary).

Di lain pihak softswitch memberikan persyaratan standar dan protokol yang paling

mutakhir dan terbuka sehingga hal ini dapat menyulitkan persyaratan kesesuaian

protokol, interoperability dan interworking antara perangkat eksisting dengan

perangkat NGN. Faktor lainnya adalah masalah biaya investasi perangkat NGN

dan penyediaan jaringan akses yang masih terasa mahal dan kurang kompetitif

jika dibandingkan dengan mengupgrade sentral eksisting.

Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi operator telekomunikasi untuk

melakukan migrasi, roadmap menuju NGN harus segera dilaksanakan. Tanpa

melakukan migrasi menuju NGN, jaringan PSTN yang masih menjadi tulang-

punggung infrastruktur telekomunikasi lambat laun tak akan optimal lagi

mengakomodasi layanan infokom. NGN dirancang untuk memenuhi kebutuhan

infrastruktur infokom abad ke 21. Konsepnya lebih dari sekedar Internet yang

digabungkan dengan PSTN (dan ISDN).

NGN mampu mengelola dan membawa berbagai macam trafik sesuai kebutuhan

customer yang terus berkembang. Jaringan tidak lagi diharapkan bersifat TDM

seperti PSTN sekarang, melainkan sudah dalam bentuk paket-paket yang efisien,

namun dengan keandalan dan kualitas (QoS) terjaga. Jika PSTN meletakkan

Page 47: Studi backbone telekomunikasi 2006

41

kecerdasan pada network, dan Internet meletakkannya pada host, maka NGN

menyebarkan kecerdasan pada network dan host. Feature layanan lintas media

menjadi dimungkinkan.

Migrasi dari jaringan yang ada menuju NGN akan mengalami migrasi secara

bertahap per jaringan. Oleh karena itu pendekatan migrasi NGN juga akan

menyangkut tahapan migrasi oleh PSTN, oleh jaringan bergerak, dan jaringan IP.

Migrasi jaringan PSTN ke NGN sebagai kuncinya adalah implementasi softswitch,

sedangkan pada jaringan bergerak diperkenalkan konsep IP Multimedia

Subsystem (IMS), dan pada jaringan IP perlu diantisipasi migrasi dari IP ver 4

(Ipv4) ke IP ver 6 (Ipv6). Kunci sukses migrasi dari jaringan existing ke NGN

adalah tersedianya jaringan IP pita lebar yang menjangkau seluruh Indonesia.

Sistem telekomunikasi berdasarkan media transmisinya dibedakan atas sistem

wireline dan sistem wireless. Pada sistem wireline infrastruktur telekomunikasi

terdiri atas sentral, jaringan telekomunikasi berupa kabel (dalam bentuk kabel

copper, fiber optik) dan perangkat pelanggan. Jaringan telekomunikasi dapat

berupa jaringan tulang-punggung (backbone) dengan lebar pita yang mungkin

cukup besar, sehingga dalam UU 36/1999 dikenal adanya operator jaringan tanpa

memiliki pelanggan.

Dari data para operator PT TELKOM, PT INDOSAT, PT Excelcomindo Pratama,

dan PT Indonesia Comnet Plus (ICONPLUS), kebanyakan para operator yang

telah mempunyai jaringan serat optik sebagai jaringan backbone yang

dikhususkan di daerah yang potensi revenue – nya bagi operator besar. Dalam

hal ini berlaku hukum Pareto; yaitu akan menunjukan suatu skala prioritas yang

dapat dibagi secara ekstrim, yaitu sebagian kecil pelanggan (katakanlah 20% dari

total pelanggan) akan memberikan suatu kontribusi pendapatan yang besar

(katakanlah 80% dari total pendapatan); pendapatan yang kecil tersebut berada di

Pulau Jawa. Analisis Pareto ini juga dikenal dengan analisis ABC, yang

merupakan skala prioritas. Prioritas tertinggi yaitu A berada pada pelanggan yang

memberikan pendapatan tertinggi, dalam hal ini berada di Jakarta pada

khususnya dan Jawa, Bali pada umumnya. Prioritas B terletak di pulau Sumatera.

Sedangkan prioritas C, ada di daerah lainnya. Secara umum, jaringan para

operator eksisting tersebut dapat digambarkan pada Gambar 6.

Page 48: Studi backbone telekomunikasi 2006

42

о

о

о

оо

Banda Aceh

Sabang

Medan

Palembang

Jakarta

о

Cirebon

о

Semarang

оSurabaya

ооо

Ketapang

Gilimanuk

о

Karangasem

о

Mataram

о

Sumbawa

о о о

ReoMaumereLarantuka

о

Kupang

о

о

Singkawang

оoSampi

t Banjarmasin

о

о

о

о

Balikpapan

Samarind

a

Tarakan

оPal

u

оо

о

о

о

о

оBatam

о

ManadoToli-toli

Gorontalo

Luwu

k

о

Kendari

оUjungpandang

o

Sibolga

оо

Meulaboh

Tapaktuan

оNatal

Padang

Bengkulu

Kalianda

оBelitung

o

Waingapu

Kalabahi

o

Merauke

o

oo

o

Biak

Nabire

Ambon

o

o

Saumlaki

oDoboo

Tual

o

o o

Manokwari

Salawati

Tobelo

oPalopo

Pontianak

Atambua

to Perth, to Perth,

AustraliaAustralia

to Asia Pacificto Asia Pacific

to Indiato India

to Thailandto Thailand

Keterangan:

Gambar 6. Jaringan yang ada dari beberapa operator di Indonesia

Jangkauan dan distribusi jaringan (jaringan berkapasitas besar, seperti Serat

Optik, gelombang mikro, satelit, dan lain-lain) yang telah digelar berfokuskan di

pulau Jawa, dan kemudian di pulau Sumatera. Adapun secara Nasional, jaringan

yang sudah ada tersebut adalah jaringan dari PT TELKOM yang dapat

digambarkan pada Gambar 7.

Jaringan SMW-2/3

Jaringan PT. COMNET PLUS

Jaringan PT. EXCELCOMINDO

Jaringan PT. TELKOM

Page 49: Studi backbone telekomunikasi 2006

43

Gambar 7. NGN dari operator di Indonesia

Jaringan SO yang telah digelar oleh beberapa operator seluler di Indonesia, dapat

dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Meskipun biaya sistem serat optik relatif

mahal dibandingkan sistem infokom lain, tetapi karena kompensasi kapasitasnya

yang amat besar, maka biaya sistem dalam hitungan tiap Mbps saluran dan tiap

km rentang menjadi relatif murah (dengan rentang faktor 5 sampai 10). Ciri sistem

serat optik lain yang menguntungkan adalah bahwa jaringan serat optik dapat

diawali dengan kapasitas relatif kecil, kemudian sesuai keperluan dapat

ditingkatkan, hanya dengan menambah peralatan elektroniknya, tanpa

menganggu kabel yang telah terpasang. Umur kabel serat optik diperhitungkan

dapat mencapai 30 sampai 40 tahun.

Terlihat dari Gambar 6. dan Gambar 7 bahwa operator jaringan yang ada

menggelar jaringan SO terdapat jaringan yang tumpang tindih, dikarenakan

berkonsentrasi pada wilayah yang sama, seperti Jawa dan Bali. Namun demikian,

masih banyak wilayah Indonesia tidak terdapat jaringan backbone dengan asumsi

kurang menguntungkan penyelenggara. Oleh karena itu, konsep Ring PALAPA

didesain untuk membangun jaringan backbone diseluruh wilayah Indonesia.

Jaringan backbone Ring PALAPA ini akan menghubungkan seluruh ibu kota

kabupaten (IKK) ke dalam jaringan backbone. Konsep Ring PALAPA akan

Page 50: Studi backbone telekomunikasi 2006

44

memberikan manfaat dalam mendorong turunnya tarif telekomunikasi dan

menciptakan peluang bagi terbentuknya operator baru telekomunikasi di daerah.

1. Permasalahan Penggelaran Jaringan Tulang-Punggung

Jaringan tulang-punggung yang telah ada milik para penyelenggara masih bersifat

terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, karena belum merupakan jaringan terpadu

yang menjadi tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa.

Saat ini beberapa penyelenggara telah membangun jaringan tulang-punggung

serat optik untuk mendukung layanan infokom yang diselenggarakannya.

PT. Telkom dalam menyelenggarakan layanan SLJJ dan Sambungan

Internasional telah menggelar Java Backbone (menghubungkan seluruh Pulau

Jawa) dan Sumatera Backbone serta jaringan serat optik yang membentang

sepanjang pulau Sumatera (high performance backbone/HPBB) dengan teknik

modulasi Dense Wavelength Divison Multiplexing (DVDM) menghubungkan Java

Backbone dan Sumatera Backbone serta sebagai transport utama untuk

Sambungan Internasional.

Disamping itu juga melanjutkan pembangunan tulang-punggung jaringan serat

optik di wilayah Barat (ring Medan-Pekanbaru-Padang-Sibolga-Medan dan ring

Jakarta-Palembang-Pekanbaru-Batam-Pontianak-Tanjung Pandan-Jakarta) dan

wilayah Timur (Surabaya-Banjarmasin-Ujung Pandang-Surabaya).

Sementara itu PT. Indosat telah membangun jaringan tulang-punggung SMW2

dan SMW 3 yang meliputi Jakarta-Batam-Medan-ke India; Jakarta-Batam-ke Asia

Pasifik dan Jakarta-Perth.

PT. Excelcomindo Pratama telah membangun jaringan serat optik sepanjang

Pulau Sumatera-Pulau Jawa-Pulau Bali-NTB-Pulau Sulawesi (Ujung Pandang

sampai Gorontalo) dan Palu-Samarinda-Tarakan serta Palu-Samarinda-

Balikpapan-Banjarmasin.

Ditinjau dari aspek fisik penggelaran jaringan tulang-punggung telekomunikasi

membutuhkan lokasi/lahan yang cukup panjang, penggelaran jaringan oleh

Page 51: Studi backbone telekomunikasi 2006

45

penyelenggara cenderung hanya di daerah yang memiliki potensi komersial yang

tinggi sehingga sulit menjangkau daerah terpencil.

Di masa depan penyelenggaraan jasa telekomunikasi jarak jauh (long distance

services) (SLJJ) dan SLI akan beralih ke sistem serat optik karena sistem serat

optik dalam skala besar lebih efisien dari sistem lain termasuk sistem satelit.

Kapasitas sistem serat optik yang besar itu merintis jalan menuju kepada next

generation network (NGN).

Dengan memperhatikan kondisi dan pengembangan jaringan serat optik oleh

masing-masing penyelenggara serta peluang penggunaan jaringan serat optik

sebagai jaringan infokom, perlu disusun kebijakan pola pengembangan jaringan

tulang-punggung (backbone network) infokom di Indonesia.

Dalam rangka penyusunan kebijakan tersebut perlu dilakukan kajian yang

diharapkan dapat memberikan gambaran pola pengembangan jaringan tulang-

punggung yang dapat memberikan solusi permasalahan yang dihadapi dalam

pengembangan jaringan infokom baik dari aspek ekonomi, hukum, teknis maupun

aspek sosial.

Permasalahan yang ditekankan adalah bahwa pengembangan jaringan tulang-

punggung Infokom (National broadband backbone network) di Indonesia ditemu-

kenali beberapa permasalahan dari aspek ekonomi, hukum, teknis dan sosial

antara lain meliputi :

biaya investasi, pengoperasian dan pemeliharaan yang besar;

terdapat idle capacity jaringan yang telah dibangun penyelenggara;

belum semua penyelenggara jaringan menyediakan interkoneksi bagi

penyelenggara lainnya;

pengaturan interkoneksi belum dilaksanakan sepenuhnya dan

sebagian masyarakat di daerah terpencil atau daerah yang tidak

menguntungkan belum menikmati layanan telekomunikasi/infokom.

Page 52: Studi backbone telekomunikasi 2006

46

2. Implikasi Penggelaran Jaringan Tulang-Punggung Oleh Beberapa

Operator

Dari jaringan backbone yang telah dibangun oleh beberapa operator, ditemukenali

jaringan tulang-punggung yang ada milik para penyelenggara masih bersifat

terkotak-kotak, banyak tumpang tindih, terkonsentrasi pada wilayah yang secara

ekonomis menguntungkan, belum merupakan jaringan terpadu yang menjadi

tumpuan semua penyelenggara dan pengguna jasa. Akibat dari pembangunan

jaringan tulang-punggung infokom yang belum terpadu, memberikan implikasi

antara lain:

a. belum meratanya akses jaringan telekomunikasi,

b. mahalnya biaya sambungan

c. overlapping investasi jaringan tulang-punggung yang mahal

d. belum terjadinya interkoneksi yang baik antar operator dan mahalnya

biaya interkoneksi

Page 53: Studi backbone telekomunikasi 2006

47

BAB 4. KONDISI JARINGAN

PEMBANDING DI NEGARA

LAIN

A. CHINA

1) Evolusi Jaringan Fiber Optik China

Sejak tahun 1990, kapasitas PSTN (Public switched Telecommuinication

Network) telah bertambah dari 12 juta hingga menjadi lebih dari 400 juta

sambungan pada tahun 2001. Penetrasi kepadatan telepon terhadap

jumlah penduduk sudah meningkat tajam dari 1,2% hingga mencapai 40 %

pada tahun 2001. Pada tahun 2001 kenaikan jumlah pelanggan telepon

kabel mencapai 37 juta yang merupakan setengahnya dari jumlah

pelanggan telepon dunia. Pada tahun 2001 juga China memiliki jumlah

pelanggan internet sebanyak 33,7 juta pelanggan. Sedangkan tahun 2005

sudah mencapai 94 juta pelanggan internet. Kenaikan jumlah pelanggan

yang begitu besar ini membutuhkan dukungan transport fiber optic.

2) Jaringan Sistem PDH VS SDH

Sejarah Fiber Optic di China belum terlalu lama, dimana dimulai dari satu

dekade sebelumnya. Pada akhir 80 an dan awal 90 an, keputusan strategis

telah diambil dengan memasang fiber optic sebagai tulang-punggung,

berupa Pleisosynchronous Digital Hierachy (PDH) system. Pertumbuhan

traffic begitu tinggi dari tahun ke tahun hingga mencapai 50%,

mengakibatkan tingginya tuntutan akan penambahan kapasitas transport.

Pada tahun 1994 telah diambil keputusan strategis berpindah dari sistem

PDH ke sistem Synchronous Digital Strategy (SDH). Sejak itu China

merupakan pemilik system SDH terbesar di Dunia. Jaringan tulang-

Page 54: Studi backbone telekomunikasi 2006

48

punggung di china mendekati 500 ribu KM dari total fiber optic yang telah

dipasang sepanjang lebih dari 1.5 juta KM

3) Jaringan WDM sebagai TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE) China

Kapasitas jaringan tulang-punggung selalu menjadi masalah transport,

karena kenaikan traffic yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Upgrade jaringan dengan 2.5 GB/s WDM system dari 8 channel ke 32

channel untuk jalur provinsi dan nasional. Bahkan telah digelar puluhan

ribu WDM untuk jaringan tulang-punggung nasional. Pada tahun 2000 telah

dipasang WDM system dengan kapasitas 1.6 TB/s dengan 40 channel

untuk jaringan tulang-punggung nasional. China Telekom telah menggelar

perangkat digital cross connect (DXC) untuk membuat jaringan tulang-

punggung yang responsive. Selain China Telekom yang merupakan

perusahaan telekomunikasi milik pemerintah telah diikuti perusahaan

telekomunikasi besar lain seperti China Unicomm dan China Railway

Telecommunications Company dengan menggelar WDM dengan kapasitas

10 GB/s WDM Mspring.

4) Visi Ke Depan

Pada tahun 2005 peningkatan traffic begitu cepat sehingga jumlah

pelanggan fixed telepon mencapai 260 juta sedangkan pelanggan seluller

mencapai 290 juta. Angka ini menunjukkan penetrasi pelanggan telepon di

China telah mencapai 40% penduduk. Dari pertumbuhan pelanggan ini

diperkirakan jumlah pelanggan data dan multimedia yang berbasis IP

sudah mencapai 200 juta. Angka ini akan memerlukan kapasitas transport

fiber optic yang besar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dipilih 3

(tiga) opsi yang bisa dilakukan yaitu :

i. Penggunaan Ultra longhaul transmision system yang

memungkinkan fiber optic tanpa regeneratif sepanjang lebih dari

3000 KM

ii. Upgrade WDM menjadi 40 GB/s untuk jaringan tulang-punggung.

iii. Transisi dari point to point WDM ke optical networking. Optical

Networking akan memerlukan automatic switched Optical

Network (ASON).

Page 55: Studi backbone telekomunikasi 2006

49

B. PHILIPINE

Philipina telah membentuk konsorsium perusahan jaringan untuk mengelola

jaringan tulang-punggung nasional yang diberi nama NDTN (National Digital

Transmision Network). Jaringan fiber optic digelar dimulai dari Cuyapo, Isabela di

Philipina bagian Utara hingga ke Cagayan de Orro di Philipina bagian selatan.

Kapaistas jaringan sebesar 2.5 GB/s ini cukup besar untuk melayani hubungan

telepon sebanyak 180.000 sambungan dalam satu saat.

NDTN dimiliki oleh 7 (tujuh) perusahan operator telekomunikasi setempat yaitu

Bayan Telecommunications (Bayantel) adalah pemegang saham terbesar

Telicphil, dengan 65% saham. Anggota konsorsium lainnya adalah: Smart

Communications, Inc., Globe Telecommunications, Inc., Express

Telecommunications, Eastern Telecommunications, Philippine Telephone &

Telegraph Co. (PT&T), and Digital Telecommunications, Inc. (Digitel).

Tujuan utama dibentuknya jaringan ini adalah sebagai alternative jaringan tulang-

punggung yang menghubungkan utara Philipina dan selatan Philpina untuk

transmisi suara dan data dengan kapasitas yang besar dan kualitas yang bagus

serta harga yang terjangkau. Proyek ini didukung oleh departemen transportasi

dan komunikasi setempat . Perusahaan atau operator yang memiliki jaringan yang

sama bisa bekerjasama menggunakan jaringan ini sehingga diperoleh sinergi

yang positif bagi perkembangan telekomunikasi dan informasi di Philipina

khususnya perkembangan ekonomi nasional.

C. PAKISTAN

Perusahaan Nasional Pakistan telah menandatangani kontrak dengan Malaysia

Telekom International untuk membangun jaringan tulang-punggung nasional

sepanjang 4000 Km dengan kapasitas 10 GB/s dan melintas di 75 kota besar di

Pakistan. Jaringan ini diharapkan akan bermanfaat untuk fasilitas transmisi

operator telepon setempat, seperti celluler, Operator WLL, TV kabel setempat,

ISP, Kampus pendidikan, perusahaan utility, Call center, Perusahaan

pengembang software, lembaga keuangan baik lembaga bank ataupun non bank.

Selain itu juga jaringan tulang-punggung ini diharapkan sebagai pemacu

Page 56: Studi backbone telekomunikasi 2006

50

perusahaan SME yang memerlukan faslitas transmisi. Tentu saja tujuan akhir dari

proyek ini adalah untuk meningkatkan daya saing negara sehingga akan memacu

pertumbuhan ekonomi nasional.

Nilai investasi yang ditanamkan untuk proyek jaringan ini melebihi dari 100 juta

USD untuk membiayai sepanjang 4000 KM jaringan kabel fiber optik.

D. MALAYSIA

Malaysia membangun jaringan tulang-punggung nasional sebagai bagian dari

rencana besar yang diintegrasikan dengan kebijakan-kebijakan pendukung yang

sangat kondusif bagi perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Rencana Besar Malaysia ini diberi nama Multimedia Super Corridor atau disingkat

dengan MSC. Pembangunan jaringan tulang-punggung merupakan sarana

penunjang bagi suksesnya MSC. Konsep pengembangan dimulai sejak tahun

1996, kemudian tumbuh sehingga menjadi bagian pusat riset dan pengembangan

perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang multimedia, produk

telekomunikasi, solusi layanan telekomunikasi dan layanan nilai tambah.

MSC sangat sukses dalam menarik perusahaan multinasional bidang TIK untuk

menempatkan salah satu pusat pengembangannya sehingga bisa mendorong

perkembangan pertumbuhan perusahaan-perusahaan lokal bidang TIK menjadi

perusahaan kelas dunia. MSC sangat cocok dan ideal bagi perusahaan yang

mengembangkan produk TIK nya sebagai tempat implementasi awal sebelum

diimplementasikan ke wilayah regional.

MSC direncanakan dalam 3 (tiga) tahapan dimulai dari tahun 1996 hingga tahun

2020. Tahapan pertama dimulai dengan tahun 1996 hingga 2003 telah sukses

dilalui dengan beberapa faktor yang mempengaruhi kesuskesan diantaranya

adalah:

Page 57: Studi backbone telekomunikasi 2006

51

Gambar 8. Tahapan Malaysia Super Corridor (MSC)

Paket kebijakan pemerintah yang menarik bagi investor

Kuatnya dasar-ekonomi dan sosial

Kuatnya komitmen dan dukungan pemerintah Malaysia

Percepatan dengan pelatihan sumber daya manusia

Biaya kompetitif untuk menyelenggarakan bisnis di Malaysia

Mudahnya akses ke pasar Asia dan Pacific

Penggunaan bahasa Inggris yang cukup luas di Malaysia

Kualitas hidup yang memadai sehingga mendukung perkembanagn TIK

Pada phase 2 (dua) dimulai tahun 2003 hinga tahun 2010, dimana kerangka kerja

cyberlaw akan dibuat, sehingga selanjutnya akan terbentuk 4 (empat) atau 5

(lima) kota intellegent city yang terhubungkan ke intelegent cities lain yang ada di

Dunia. Pada phase 3 (tiga) Malaysia akan terbentuk menjadi satu Multimedia

super corridor sehingga akan ada 12 (duabelas) intelegent city yang terhubung ke

global superhighway.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk perkembangan MSC adalah dibentuknya

smart school, Telehealth, e-business, smart card technology, electronic

government, dan technopreneurship. Suatu inisiatif yang cemerlang juga telah

dilakukan dengan Creative Multimedia cluster. Dengan cluster ini diharapkan akan

tumbuh layanan nilai tambah melalui industri content sehingga mendorong

tumbuhnya penggunaan broadband di masyarakat, serta industri ini bermitra

dengan industri kelas dunia sebagai outsources.

Page 58: Studi backbone telekomunikasi 2006

52

jaringan tulang-punggung yang mendukung MSC ini memiliki karakteristik

standard internasional sehingga mendukung kebutuhan dalam hal kapasitas,

reliability dan harga yang terjangkau. Hal yang penting dari infrastruktur yang

mendukung tersebut adalah:

Jaringan fiber optic antar kota dan dalam kota yang memiliki kapasitas

besar antara 2.5 hingga 10 GB/s

Terhubung ke jaringan internasional dengan kapasitas yang besar

Open standar, kecepatan tinggi, high speed switching, and multiprotocol

ATM

Reliability yang tinggi dan

Harga yang terjangkau.

Terintegrasi dengan proyek transportasi nasional.

E. SRILANKA

Perusahaan lokal Srilanka Dialog Telekom telah merencanakan pembangunan

jaringan tulang-punggung nasional di Srilanka bekerjasama dengan telekom

Malaysia. Nilai investasi yang direncanakan sebesar 450 Juta USD dialokasikan

untuk membangun infrastruktur telekomunikasi nasional.

Nilai investasi yang direncanakan merupakan nilai terbesar sepanjang sejarah

telekomunikasi di Srilanka. Investasi akan diarahkan pada pembangunan jaringan

tulang-punggung fiber optic nasional sehingga akan meningkatkan penetrasi

internet di negara tersebut. Selanjutnya akan dimanfaatkan untuk pengembangan

jaringan broadband dengan teknologi wireless yang akan mengarahkan

penggunaan internet bagi masyarakat.

Nilai investasi ini diharapkan menjadikan Srilanka sebagai negara yang lebih maju

dan berkembang pada bidang teknologi informasi dan komunikasi. Dengan

perkembangan infrastruktur tersebut diharapkan menjadikan Srilanka sebagai

negara yang tertinggi pertumbuhan ekonominya di kawasan regional Asia.

Page 59: Studi backbone telekomunikasi 2006

53

BAB 5. ANALISA

PERMASALAHAN DAN

EVALUASI PENGEMBANGAN

JARINGAN BACKBONE

A. ANALISA PERMASALAHAN

Seperti telah diketahui bahwa Indonesia telah memiliki berbagai bentuk jaringan

telekomunikasi dengan berbagai teknologi seperti satelit, gelombang mikro (GM),

VHF, kabel koaksial, kabel tembaga, dan serat optik yang digelar oleh beberapa

penyelenggara (operator). Beberapa penyelenggara telah memiliki jaringan Serat

Optik (SO) berkapasitas cukup besar yang menjangkau beberapa pulau,

termasuk Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian Nusa Tenggara

Barat (NTB). Tetapi jaringan tersebut tidak terpadu satu dengan yang lain, yang

antara lain disebabkan kurangnya koordinasi, namun juga oleh karena semangat

persaingan yang kurang ketat, menyebabkan tarif telekomunikasi jarak jauh masih

relatif mahal dibandingkan negara-negara lain.

Hal ini menghambat antara lain pembangunan prasarana telekomunikasi bagi

berbagai instansi pemerintah, usaha swasta dan perorangan yang membutuhkan

jaringan untuk meningkatkan efektifitas kerja masing-masing, namun terlalu mahal

untuk direalisasikan. Demikian juga mahalnya tarif akses ke jaringan

telekomunikasi, meredam penggunaan bagi mereka yang membutuhkan. Secara

keseluruhan hambatan ini akan meredam kebangkitan ekonomi dan kesatuan

bangsa yang direncanakan dan telah lama didambakan.

Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia memiliki suatu jaringan tulang-

punggung (backbone) telekomunikasi utama berkapasitas besar yang terpadu,

dengan jaringan serat optik (SO) sekeliling Nusantara, yang didukung oleh

Page 60: Studi backbone telekomunikasi 2006

54

jaringan tulang-punggung berpita lebar dengan kapasitas lebih kecil untuk

menjangkau semua Kecamatan dan Desa.

Keterpaduan jaringan nasional akan dapat menyediakan cadangan bagi jaminan

kehandalan lebih besar dengan biaya lebih ekonomis dibandingkan dengan

penyediaan cadangan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing

penyelenggara. Bentuk jaringan lingkaran tertutup (cincin) menjamin

kelangsungan akses dengan mengalihkan trafik melalui sisi lingkaran yang lain,

bila terputus di satu sisi.

Berlimpahnya kapasitas akses tanpa pertambahan biaya yang terlalu besar, akan

dapat menurunkan biaya hubungan jarak jauh secara drastis, sehingga sebagai

tulang-punggung telekomunikasi akan mendukung percepatan akses pita lebar

semua Kabupaten/Kota yang kemudian diteruskan ke Kecamatan dan Desa.

RING PALAPA direncanakan menjadi tulang pungung pengikat dari berbagai

jaringan penyelenggara, baik sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak

(mobile), termasuk jaringan media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai

jaringan tulang-punggung yang tidak tersambung langsung dengan pelanggan-

akhir (end-user), akan dapat lebih menjamin kompetisi yang sehat di antara para

penyelenggara. Dengan demikian akan mendukung peningkatan ekonomi

nasional, peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya di daerah, serta

meningkatkan Ketahanan Nasional

Dari segi fisik, Jaringan tulang-punggung kapasitas besar (pita lebar) Ring Palapa

dimaksudkan untuk mengintegrasikan semua jaringan infokom yang telah ada,

yang sedang maupun yang akan dibangun, sehingga merupakan jaringan

Nasional terpadu, dengan tiap segmen jaringan menjadi bagian dari jaringan

Nasional tersebut. Jaringan Nasional ini akan menjadi tumpuan bagi semua

penyelenggara dan pemakai jasa infokom di dalam negeri, baik pemerintah

maupun swasta, baik perorangan maupun kelompok-kelompok masyarakat.

Dengan jangkauannya sampai ke semua IKK (ibukota kabupaten kota) atau

sentra wilayah layanan itu, maka terbukalah peluang untuk pengembangan

jaringan lokal, di semua wilayah, bersama dengan pengembangan jasa-jasa baru

pita lebar, baik dengan lingkup terbatas di wilayah bersangkutan maupun lingkup

Page 61: Studi backbone telekomunikasi 2006

55

Nasional, bahkan lingkup Internasional. Lingkup penggunaan jasa adalah untuk

umum (publik, berbayar), maupun jaringan jasa khusus seperti untuk keperluan

semua sektor pemerintahan, termasuk militer dan kepolisian, maupun dinas-dinas

khusus tertentu seperti penerbangan, pelayaran, meteorologi, penanggulangan

bencana alam, sampai jaringan-jaringan jasa tertutup untuk perusahaan

(corporate networks). Dengan demikian tiap pengguna jaringan Palapa Ring

dapat menjangkau seluruh dunia, sebaliknya masyarakat global juga dapat

mencapai semua pengguna di Indonesia.

B. PERENCANAAN JARINGAN RING PALAPA

1. PENDEKATAN PENYUSUNAN JARINGAN

Pendekatan menyusun jaringan tulang-punggung yang menjangkau seluruh

wilayah Nasional diawali dengan membuat ring utama (primary rings) yang

mengitari pulau atau wilayah kepulauan. Dengan pertimbangan kehandalan

sistem, maka tiap ring ke ring disebelahnya dihubungkan melalui lebih dari 1

(satu) jalur penghubung. Seperti telah diuraikan di atas, semuanya ada 7 (tujuh)

ring utama. Ring utama beserta jalur-jalur penghubungan antar ring ini (ring ke 8

dan merupakan virtual ring) akan membentuk jaringan tulang-punggung

(backbone), dengan catatan bahwa jaringan tulang-punggung ini akan bermuara

ke semua Ibukota Kabupaten (IKK) atau sentra wilayah layanan telekomunikasi

sesuai FTP 2000, dengan kode wilayahnya.

2. PEMBENTUKAN RING

Terdapat beberapa masalah dalam pembuatan ring atau cincin ini, pertama di

Kalimantan kita tidak dapat menggunakan wilayah perairan Malaysia (tanpa

prosedur seperlunya), sehingga dipilih separuh ring Kalimantan menggunakan

jalur ke bawah lewat pantai Timur Sumatera, perairan Laut Jawa dan pantai Barat

Sulawesi untuk melengkapi ring, sambil menggunakan jalur-jalur ring kepulauan

itu. Di Papua, masih perlu pemikiran bagaimana membuat ring Papua, sebab jalur

darat antara Jayapura sampai Merauke merupakan hutan belantara dengan

pegunungan setinggi 4000 m di tengahnya, dan hampir tidak berpenduduk sama

Page 62: Studi backbone telekomunikasi 2006

56

sekali. Jalur satelit tidak mampu mencukupi kapasitasnya, meskipun masalah

latency (delay time) dapat diabaikan.

Pada tingkat jaringan antar IKK juga dapat dibuat ring, sehingga dengan

penambahan jalur-jalur relatif pendek dihasilkan ring antar kabupaten yang

meningkatkan kehandalan keterhubungannya.

3. DESAIN MAKRO RING PALAPA

Rencana atau desain makro jaringan tulang-punggung Nasional ini menjangkau

semua IKK, atau sentra layanan wilayah dengan primary exchanges beserta kode

wilayahnya sesuai dengan FTP 2000. Dari IKK itu, tidak semua IKK yang terletak

dipinggir pantai perlu menjadi titik pendaratan, melainkan dicari kompromi bahwa

jaringan kabel serat optik darat (landline) dapat membuat akses ke sejumlah IKK

yang berdekatan dengan titik pendaratan, sedang pendaratan itu dipilih dekat

dengan Ibukota Propinsi (IKP). Mengingat bahwa telah ada jalur-jalur yang

dibangun oleh para operator, maka pemikiran integrasi semua jaringan yang telah

ada maupun yang akan dibangun, perlu memperhatikan:

a. Apabila pada segmen tertentu sudah ada kabel serat optik di darat

(landline), maka sistem yang ada itulah yang menjadi saluran akses ke

IKK, atau menjadi bagian dari jalur tulang-punggung, apabila persyaratan

kapasitas dan persyaratan teknik (interkoneksi) lainnya terpenuhi.

b. Untuk akses kepada IKK atau kota atau ibukota propinsi yang ada di

pedalaman (bukan di pinggir pantai), opsi utama mencapai IKK adalah

menggunakan kabel darat serat optik, namun untuk daerah dengan

geografi yang tidak memungkinkan kabel darat, dicari opsi lain misalnya

dengan Wireless System.

c. Apabila kabel laut harus melingkari “tanjung” sehingga memerlukan jalur

kabel laut yang panjang, maka ada alternatif kabel darat menuju IKP, IKK

atau sentra wilayah tersebut.

d. Disamping ring-ring yang mengelilingi pulau atau kepulauan, maka

dirancang pula jalur-jalur penghubung antar ring, sedikitnya di dua jalur

sehingga secara keseluruhan terintegrasi dalam jaringan Nasional ini tujuh

Page 63: Studi backbone telekomunikasi 2006

57

Ring utama dan jalur penghubung ini membentuk “virtual ring” ke delapan.

4. PEMILIHAN RUTE KABEL

Oleh karena kaidah-kaidah di atas, banyak perencana jaringan kabel laut memilih

memanfaatkan daerah laut dalam (deep sea) untuk rute kabelnya dalam

menemukan kompromi antara panjang kabel dan biaya penggelarannya (lewat

laut dalam panjang jalur kabel akan bertambah, tetapi dengan biaya penggelaran

lebih murah). Hanya untuk menuju titik pendaratan rutenya mendekati pantai. Di

perairan dangkal seperti di laut Jawa tidak ada pilihan kecuali menggunakan

kabel dengan proteksi seperlunya.

5. PEMILIHAN TITIK PENDARATAN DAN PENGGAMBARAN JALUR

JARINGAN KABEL LAUT

Disamping persyaratan teknik seperti telah diterangkan di atas, maka pilihan

lokasi titik pendaratan kabel memperhatikan kemudahan dan keamanan kabel

pada waktu pemasangan dan setelah kabel digelar, misalnya memperlhatikan

kondisi geologi dan geografi lokasi sekitarnya, mudah dicapai, dan kemudahan

menyambungkannya ke lokasi terminal pusat akses infokom (Point of Presence/

PoP) yang akan dibangun. Misalnya saja menghindari pantai dengan lereng

curam apalagi lereng gunung batu. Pusat akses infokom itu sendiri dirancang dan

dibangun untuk melayani masyarakat di tiap IKK atau sentra wilayah infokom

dengan kode wilayahnya.

Calon titik pendaratan (possible landing points) yang memuat 97 lokasi titik

pendaratan diseluruh Indonesia yang dekat dengan IKK atau sentra wilayah

layanan telekomunikasi. (lihat daftar pada halaman berikut). Tiga (3) angka di

belakang nama kota adalah kode wilayah untuk kota tersebut. Sedang tanda

bintang di belakang nama kota adalah tanda bahwa kota tersebut adalah ibukota

propinsi.

Dari ketentuan dalam FTP 2000 telah disediakan 655 nomor kode wilayah,

diantaranya telah digunakan sebanyak 352 nomor. Daerah-daerah baru yang

akan tersambung dalam jaringan dengan adanya jaringan tulang-punggung ini

akan menggunakan nomor-nomor yang tersisia, tetapi penggunaan ini ditentukan

Page 64: Studi backbone telekomunikasi 2006

58

oleh pemerintah c.q. Ditjen Postel. Pertimbangan lain dalam hal memilih titik

pendaratan ini adalah tingkat kemajuan IKK yang bersangkutan.

6. DAFTAR USULAN PENDARATAN

Untuk mendapatkan titik pendaratan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di

atas perlu juga beberapa kriteria di bawah ini diperhatikan :

Pilihan lokasi titik pendaratan berdasarkan hirarki wilayah dalam

administrasi pemerintahan, misalnya ibukota Kabupaten (IKK), ibukota

Propinsi (IKP), dan mudah dicapai dari arah laut maupun darat

Ibukota Propinsi ditandai dengan bintang (*) di belakang nama kotanya.

Semuanya ada 27 IKP di dekat pantai, sehingga titik pendaratan kabel

laut dapat mencapainya. Enam (6) IKP lainnya ada di “pedalaman”

yang harus dicapai dengan kabel darat serat optik atau sarana lain,

yaitu Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bandung, Yogyakarta dan

Palangkaraya.

Angka angka dibelakang nama IKK / IKP adalah nomor kode wilayah

layanan telekomunikasi (menurut FTP 2000)

Jumlah calon titik pendaratan ada 97 kota

7. IKK, SENTRA WILAYAH SAMBUNGAN DAN PUSAT AKSES INFOKOM (PoP)

Dalam bab terdahulu dinyatakan bahwa jaringan Nasional pita lebar ini akan

bermuara kepada semua IKK (atau sentra wilayah dengan kode wilayahnya) dan

menjadikan IKK atau sentra wilayah itu sebagai pusat akses fasilitas jaringan

Infokom (PoP) dengan jangkauan Nasional dan dengan akses ke luar negeri.

Fungsi pusat akses ini biasanya dipilih lokasi di kota, sedang landing point atau

titik pendaratan merupakan pangkal saluran yang akan disambungkan kepada

Pusat Akses Infokom (PoP) tersebut. Kabel yang sudah tersambung dari titik

pendaratan sampai titik pendaratan berikutnya dapat pula tersambung dengan

bagian kabel darat sampai pada terminal pertama di darat, bukan di pinggir laut,

tetapi masih dapat beberapa puluh kilometer ke darat. Apabila IKK atau sentra

Page 65: Studi backbone telekomunikasi 2006

59

wilayah tersebut terletak di pinggir pantai, maka fungsi titik pendaratan dan fungsi

PoP ini dapat digabung pada satu lokasi.

Lampiran 3 menunjukkan peta jaringan tulang-punggung menurut PALAPA RING

C. SOLUSI PERMASALAHAN

Dari permasalahan yang dipaparkan pada bagian sebelumnya pada kondisi

jaringan eksisting saat ini, serta solusi jaringan backbone nasional di negara lain,

maka solusi yang paling cocok adalah jaringan RING PALAPA. Jaringan ini telah

dirancang dengan menggunakan kabel serat optik sehingga memiliki kapasitas

besar dan teknologi yang paling sesuai untuk keperluan jaringan Backbone

Telekomunikasi Nasional. Berikut disampaikan beberapa hal kelebihan dari

teknologi kabel serat optik yang berkaitan dengan jaringan backbone.

1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SERAT OPTIK

a.) Kapasitas Transmisi Serat Optik

Di antara perkembangan teknologi infokom, perkembangan teknologi serat optik

atau photonics selama 2 (dua) dekade ini sangat pesat. Dengan teknik WDM

(Wavelength Division Multiplex) kini telah dicapai kapasitas transport informasi

sebesar 160 gelombang (warna) atau wavelengths, dengan kapasitas transport

(untuk sistem single mode) sebesar 10 sampai 40 GBps tiap gelombang melalui

satu urat serat optik. Dalam satu kabel dapat diisi puluhan sampai ratusan urat

serat optik. Sedang rentang kabel mencapai sampai 500 km tanpa memerlukan

regenerator. Dengan kemampuan ini tiap urat dapat menyalurkan informasi

sebesar 160 x 40 GBps atau 6.4 Tbps. Perkembangannya menuju kepada teknik

DWDM (Dense Wavelength Division Multiplex) sampai pada 640 gelombang

untuk tiap urat serat optik. Usia kabel serat optik diperhitungkan 30 – 40 tahun.

b.) Fleksibel Dalam Merancang Konfigurasi Dan Kapasitas Jaringan

Bersama pengembangan kapasitas urat serat optik ini telah dikembangkan pula

komponen-komponen jaringan untuk penyaluran “jalur” informasi (lightpaths),

seperti misalnya cross-connect terminals untuk keperluan pencabangan atau drop

Page 66: Studi backbone telekomunikasi 2006

60

and insert, wavelength converters, instrumen pengukur parameter jaringan dan

lalulintas informasi, dan sebagainya, sehingga jaringan serat optik dapat

dirancang fleksibel dalam membentuk topologi jaringan seperti lingkaran, bus, star

maupun mesh. Dengan demikian dapat dirancang secara ekonomis dalam arti

penghematan dalam penggelaran saluran kabel itu sendiri.

Satu ciri sistem serat optik yang menguntungkan adalah dalam hal kemudahan

peningkatan kapasitas transport serat optik. Dengan teknologi WDM atau DWDM

itu, kapasitas kabel serat optik dapat ditingkatkan secara relatif mudah, dengan

hanya menambah kapasitas komponen-komponen jaringan (station equipment

electronics) tanpa mengganggu kabel yang telah terpasang. Dengan demikian

kapasitas jaringan dapat dirancang untuk kapasitas relatif kecil pada awalnya,

kemudian ditingkatkan sesuai kebutuhan termasuk kebutuhan lalu-lintas pita lebar

memenuhi tuntutan layanan jenis-jenis jasa yang mensyaratkan pita lebar.

c.) Sistem Komunikasi Optik Tidak Menyebabkan Interferensi Dengan

Sistem Elektronik Lain

Ciri keuntungan lain pada sistem kabel yang sering disebut adalah bahwa

jaringan kabel tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pengendalian

frekuensi. Meskipun kabel menyalurkan informasi dengan media energi

elektromagnetik, (yang berbentuk gelombang juga dengan panjang gelombang

ukuran nanometer) tetapi hanya terbatas dalam urat-urat kabel saja, tidak ada

pengaruh interferensi atau induksi pada sistem di luar kabel, dan tidak

dipengaruhi oleh sistem elektromagnetik lain di luar kabel. Sistem kabel tidak

memerlukan koordinasi frekuensi seperti pada sistem radio termasuk sistem

satelit yang prosesnya dapat kompleks dan bertingkat-tingkat.

d.) Biaya penggunaan sistem serat optik dalam ukuran kapasitas (MBps)

dan panjang jalur (Km) menjadi jauh lebih murah daripada sistem

lain.

Meskipun biaya kabel secara keseluruhan termasuk pemasangannya relatif

mahal, tetapi karena harga unsur-unsur terminal jaringan (sering disebut station

electronics) adalah sebanding dengan sistem elektronik lain, maka dengan

Page 67: Studi backbone telekomunikasi 2006

61

kompensasi kapasitas sistem serat optik yang amat besar itu, biaya dalam

hitungan tiap MBps kapasitas dan tiap km rentang saluran (channel) menjadi jauh

lebih murah. Murahnya biaya tiap alur inilah yang membuka peluang

pengembangan jaringan dan jasa di tiap daerah, termasuk jaringan pita lebar dan

mempunyai akses kepada jaringan nasional maupun ke luar negeri.

2. JARINGAN MASA DEPAN

Jaringan tulang-punggung RING PALAPA direncanakan menjadi tumpuan semua

jaringan penyelenggara, baik yang telah ada maupun bagi “pendatang baru”, baik

untuk sistem jaringan tetap maupun sistem bergerak (mobile), termasuk jaringan

media baru seperti Wireless LAN (WLAN). Sebagai jaringan tulang-punggung

yang tidak tersambung langsung dengan pengguna-akhir (end-user), akan dapat

lebih menjamin iklim kompetisi yang sehat di antara para penyelenggara.

Infrastruktur infokom adalah sarana teknis yang menunjang sinergi dan

produktivitas kegiatan pembangunan. Pengembangan infrastruktur infokom ini

perlu diiringi dengan upaya pendidikan masyarakat untuk dapat melakukan

pembaharuan (inovasi) dalam cara kerja dan gaya hidupnya, memanfaatkan

potensi prasarana infokom, dengan kata lain diperlukan “change management”

(pengelolaan perubahan) terhadap budaya masyarakat sehingga dapat mandiri,

berkembang, dan mampu meraih hasil karya sendiri. Sasaran utama jaringan

Nasional adalah pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat, baik di pusat

maupun di daerah, khususnya pengembangan UKM (Usaha Kecil dan Menengah)

yang merupakan pilar ekonomi nasional. Karena tersedianya fasilitas dengan

biaya murah, UKM pun dapat mengakses pasar internasional dan berkiprah

didalamnya. Dengan demikian konsep kegiatan tersebar tetapi terkoordinasi juga

menjangkau pedesaan dan UKM.

3. PENGEMBANGAN JASA BARU

Bagi kita, di Indonesia, dengan tersedianya jaringan tulang-punggung Nasional

pita lebar ini tiap sektor dapat secara pragmatis merancang jasa-jasa, baik lingkup

terbatas maupun lingkup Nasional yang akan dilaksanakan. Misalnya:

Page 68: Studi backbone telekomunikasi 2006

62

Sektor pemerintahan dapat merancang e-government, e-procurement

dan peningkatan maupun penyebaran akses Kewajiban Pelayanan

Umum (KPU) atau Universal Service Obligation (USO), untuk keperluan

administrasi pemerintahan dan keterhubungan semua unit pemerintahan;

Sektor pendidikan dapat merancang e-learning, e-library dan e-books

dengan tujuan kemudahan akses pada sumber pembelajaran semua

tingkatan;

Sektor pemeliharaan kesehatan merancang e-health atau tele-

health/tele-medecine dengan peningkatan penetrasi jasa pemeliharaan

kesehatan sampai ke pedesaan;

Sektor publik dapat merancang jasa-jasa VoIP (Voice over Internet

Protocol), High speed Internet, Video dan Music on demand, on-line

gaming, direct broadcasing dan lain sebagainya dengan biaya murah;

Sektor industri dapat membangun corporate networks, dilengkapi dengan

e-banking, e-commerce dan on-line shopping sehingga memberi

kemudahan kepada transaksi perdagangan khususnya pengembangan

UKM;

Aplikasi-aplikasi LBS dapat menunjang pengendalian armada angkutan

darat, kereta api, penerbangan, pelayaran;

Dan sejumlah besar aplikasi – aplikasi lainnya.

4. DUKUNGAN TEKNIS PERAWATAN

Karena kita bukan (belum) menguasai teknologi canggih infokom maka masalah

dukungan teknis atau sering disebut operation and maintenance untuk keperluan

kesinambungan operasional sistem terpasang seringkali terabaikan, oleh karena

kita belum mempunyai ”proper understanding” dan ”sense of urgency” tentang

masalah perawatan ini. Bahkan pada waktu mula-mula maraknya komputer, ada

cemooh yang mengatakan bahwa kita menggunakan komputer (PC) hanya

sebagai pengganti mesin ketik, padahal kemampuannya jauh lebih luas. Kita perlu

“mengubah” sikap kita sehingga sarana infokom itu menjadi bagian gaya hidup,

cara kerja dan arah berpikir kita sehar-hari (mainstreaming ICTs) sehingga

Page 69: Studi backbone telekomunikasi 2006

63

mampu memanfaatkan kemampuan teknologi itu secara baik untuk peningkatan

efisiensi kerja kita.

Untuk kepeluan dukungan teknis ini perlu disiapkan SDM yang kompeten beserta

organisasi perawatan dan perbaikan (repairs), agar tidak terjadi sistem terpasang

yang tidak berfungsi secara benar atau bahkan menjadi “besi tua”. Adalah terlalu

boros apabila tiap kali kita mendatangkan expert asing atau mengirim peralatan

ke luar negeri untuk keperluan perawatan atau perbaikan peralatan. Pemborosan

ini bukan hanya dari segi biaya tetapi juga dari “down time” atau waktu

terganggunya operasi sistem. Organisasi perawatan dan perbaikan peralatan

dapat dirancang misalnya berupa maintenance center pada tiap ibukota propinsi

(di bawah asuhan pusat perawatan Nasional) dengan unit-unit mobile berkeliling

ke ibukota kabupaten.

Kita perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kesinambungan

operasional dengan baik. Kita tahu bahwa banyak gagasan dan konsep “impor”

telah dicoba, tetapi banyak pula yang gagal. Seringkali pula operasi terhenti

karena perioda bantuan dana telah berakhir. Ada pula gagasan yang tetap tinggal

di atas kertas dan tak dapat dilaksanakan atau sudah terburu tersusul oleh

teknologi baru yang lebih murah dan efisien. Pada umumnya, negara berkembang

kurang menyadari masalah perawatan ini, bahkan seringkali mempergunakan alat

secara tidak semestinya. Hal ini menunjukkan bahwa seringkali rancangan itu

disesuaikan dengan lingkungan operasional setempat, mengingat ciri-ciri

masyarakat yang masih “terbelakang”. Penggunaan sarana baru yang efisien

masih harus didahului dengan pelatihan dan membuktikan bahwa peralatan

tersebut berguna bagi kegiatan-kegiatan dalam hidupnya sehari-hari, atau dapat

meningkatkan kinerja usahanya. Perubahan sikap atau gaya hidup ini

memerlukan waktu disamping manajemen perubahan.

5. PERUBAHAN SOSIAL

Adaptasi gaya hidup masyarakat dengan sarana baru ini merupakan tugas pokok

“pembaharuan” bagi masyarakat tingkat desa bahkan kabupaten terutama

masyarakat miskin dan tak terdidik. Menanganinya harus berdasarkan

Page 70: Studi backbone telekomunikasi 2006

64

kepedulian, sebab mereka selalu terpinggirkan (marginalized) sejak jaman feodal,

jaman penjajahan sampai sekarang. Dengan membuktikan bahwa sarana infokom

dapat meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan taraf hidup mereka, baru

mereka percaya bahwa infokom merupakan sarana kerja, mengatasi kebiasaan

dan rasa kemapanan hidup dan bekerja sehari-hari, mengatasi kendala-kendala

akar budaya selama ini. Pembaharuan menuntut perubahan dan perubahan

menuntut manajemen perubahan, supaya tidak dirasakan bahwa perubahan akan

mengancam kemapanan mereka, tetapi meningkatkan efisiensi kerjanya.

Banyak orang mengira bahwa apabila sarana atau infrastruktur tersedia, maka

secara otomatis orang akan menggunakannya. Pendapat ini hanya benar bagi

mereka yang mampu mempergunakan alat, karena memang alat diciptakan untuk

tujuan efisiensi kerja. Namun secara teori, teknologi yang didefinisikan sebagai

kemampuan penalaran untuk menciptakan barang atau jasa itu terus berkembang

bersama dengan dinamika kerja. Hal ini disebabkan teknologi yang pada awalnya

telah dikembangkan untuk tujuan tertentu biasanya juga - dengan atau tanpa

tambahan desain – dapat dipergunakan untuk tujuan lain. Dengan demikian

teknologi makin meluas dan mendalam, sehingga selalu melahirkan teknologi

baru yang disebut teknologi turutan (spin-off technologies). Dengan pembaharuan

teknologi itu terjadi pula teknologi yang dianggap kadaluwarsa. Infokom dengan

kemajuan pesat itu telah membuat banyak sistem, aplikasi atau produk yang

kadaluwarsa, dan digantikan dengan teknologi baru.

Dalam rentang pengalaman kita, kita tahu bahwa misalnya saja “paging system”

menjadi usang setelah ada telepon seluler terutama dengan kemampuan SMS-

nya. Demikian pula teknologi jaringan suits sirkit (circuit switch) akan segera

disusul dengan teknologi digital dengan sistem suits paket (packet switch).

Sekarang masih banyak digunakan telepon (suara) tetapi lalu-lintas

telekomunikasi sudah sejak beberapa tahun digantikan oleh lalu-lintas komunikasi

data, bahkan kini komunikasi data menunut infrastruktur pita lebar

Jaringan tulang-punggung Nasional pita lebar ini memungkinkan tiap wilayah dan

daerah mengembangkan jaringan infokom lokal langsung melayani pemakai, dan

memanfaatkan saluran biaya murah itu untuk mendapat akses pada jaringan

Nasional dengan akses ke luar negeri. Banyak aplikasi yang dapat

Page 71: Studi backbone telekomunikasi 2006

65

dikembangkan, baik lingkup Nasional maupun wilayah, untuk pemenuhan

kebutuhan dasar seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, administrasi

pemerintahan, perdagangan, industri, pariwisata, dan banyak lagi. Dengan

demikian konsep aplikasi untuk masyarakat banyak seperti Kewajiban Pelayanan

Umum (Universal Service Obligation), Balai Informasi Masyarakat (telecenters

atau community access points) serta penyebaran usaha swasta seperti Wartel

dan Warnet lebih mudah terlaksana.

6. KONSORSIUM SEBAGAI PENYELENGGARA

Sebagaimana diketahui bahwa biaya investasi untuk pembangunan jaringan

backbone ini relative mahal yaitu sekitar USD 1,5 M (sesuai dengan hasil study

sebelumnya pada Ring Palapa). Bila diserahkan kepada satu investor nilainya

akan cukup relatip besar, sedangkan pengembaliannya diharapkan ingin lebih

cepat, maka kemungkinan investor akan tertarik pada wilayah yang gemuk saja.

Selain itu bila dikelola oleh satu perusahaan akan timbul kecenderungan menjadi

posisi dominan menguasai infrastruktur nasional. Oleh karena itu pengelolaan

oleh konsorsium akan lebih cocok dibandingkan oleh satu investor saja.

Konsorsium ini bisa terdiri dari perusahaan provider telekomunikasi ditambah

investor lain yang bukan dari incumbent provider telekomunikasi. Dengan

dikelolanya jaringan ini oleh suatu konsorsium diharapkan persoalan interkoneksi

bisa diselesaikan secara netral, karena pengelola tidak berpihak kepada salah

satu incumbent provider telekomunikasi.

D. EVALUASI PENGEMBANGAN DENGAN MODEL BALANCED SCORE

CARD

Evaluasi pengembangan jaringan backbone nasional bisa digambarkan ke dalam

model Balanced score Card sehingga tergambarkan Misi, Visi, Strategi dan

Objektif Pengembangan Jaringan Backbone Telekomunikasi Nasional.

Page 72: Studi backbone telekomunikasi 2006

66

1. MISI, VISI dan STRATEGI

Misi dan Visi disusun sesuai dengan masukan yang diterima pada saat menyusun

laporan ini termasuk dari kuesioner dan analisa dari pembahasan sebelumnya.

Sedangkan Strategi disusun sebagai bagian dari tindakan yang akan

dilaksanakan pada kebijakan pengembangan jaringan tulang punggung ini.

MISI:

Sebagai sarana pemerataan akses kepada fasilitas Infokom di semua

wilayah Nusantara untuk mendukung pengembangan semua potensi

masyarakat dan wilayahnya ke arah pembangunan Nasional yang adil dan

merata

VISI:

Menciptakan keterhubungan (interconnectivity) antar warga dan antar

masyarakat, serta menunjang semua kegiatan pembangunan Nasional

secara keseluruhan (overall national development) termasuk bidang Sosial,

Ekonomi dan Budaya, dengan dampak memperkokoh ketahanan Nasional

dengan cara :

1). Meningkatkan pembangunan ekonomi, kebudayaan dan masyarakat

Indonesia, termasuk di daerah-daerah yang belum berkembang.

2). Mengurangi kesenjangan digital antar masyarakat di kota-kota kecil

yang belum terbangun jaringan broadband.

3). Menawarkan berbagai peluang untuk berkompetisi dan kesempatan

berbisnis di daerah-daerah yang belum berkembang.

4). Meningkatkan jumlah titik akses terhadap jaringan pita lebar, yang

mencakup 440 kota/daerah, di mana setiap kota/daerah itu akan

menjadi satu access point pada jaringan broadband.

5). Menyediakan layanan komunikasi publik dan pemerintahan yang

efisien, aman dan berdaya jangkau luas, yang mencakup militer,

Page 73: Studi backbone telekomunikasi 2006

67

kepolisian, meteorologi, pencegahan bencana, dan pelanggan

korporat.

6). Mengurangi tarif dalam bertelekomunikasi dan mendorong

pemanfaatan akses broadband.

7). Menyediakan kebutuhan masyarakat dalam bertelekomunikasi di

masa kini dan di masa depan yang kemungkinan bergantung pada

jaringan

STRATEGI:

Guna mencapai hal diatas maka harus memanfaatkan teknologi mutakhir

serta memanfaatkan momentum iklim pembangunan infrastruktur yang

sehat.

2. OBJEKTIF dan PERSPEKTIF PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG - PUNGGUNG

Objektif pengembagan jaringan backbone ini disusun sesuai dengan 4 (empat)

perspektif yang ada pada Balanced Score Card, yaitu perspektif Keuangan,

Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal dan Perspektif

Pembelajaran dan Pertumbuhan. Pada setiap perspektif disusun pula berupa

faktor penentu keberhasilan kebijakan pengembangan jaringan backbone, tujuan

strategis, Tolok Ukur Kinerja, Target yang ingin dicapai, dan rencana tindakan

untuk mencapai objektif tadi.

Tabel 3. Balanced Score Card Pembangunan Tulang-Punggung Jaringan

Telekomunikasi Nasional

PERSPEKTIF KEUANGAN

Faktor Penentu Keberhasilan

Tujuan Strategis

Tolok Ukur Kinerja

Target Tindakan

Peningkatan Pembangunan Ekonomi

Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Pengurangan Pengangguran Pengurangan

Peningkatan Produk Domestik Bruto Persentase penduduk menganggur Persentase

Pertumbuhan PDRB > 6%

Berkurang menjadi dibawah 7%

Berkurang

Membuat Regulasi yang mendukung Penciptaan lapangan kerja baru bdg TIK Peningkatan

Page 74: Studi backbone telekomunikasi 2006

68

Memanfaatkan momentum iklim pembangunan infrastruktur yang sehat

Penduduk miskin Investasi yang menguntungkan bagi Investor

Penduduk miskin Investasi dengan IRR > bunga bank

menjadi dibawah 15%

Para Investor tertarik untuk berinvestasi

pendapatan masyarakat Melakukan Tender bagi para Investor yang berminat Membentuk konsorsium untuk membangun

PERSPEKTIF PELANGGAN

Faktor Penentu Keberhasilan

Tujuan Strategis

Tolok Ukur Kinerja

Target Tindakan

Mengurangi Tarif berkomunikasi Mengurangi Kesenjangan Digital masyarakat pedesaan

Penurunan tarif penggunaan hubungan jarak jauh secara drastis, Pemerataan fasilitas telekomunikasi di Daerah

Meningkatnya traffik pembicaraan jarak jauh (SLJJ) Peningkatan penetrasi pemakai internet Peningkatan penetrasi pemakai telepon

Tarif Yang Flat tidak tergantung Zone/ Wilayah Meningkat 10 kali Meningkat 2 kali

Regulasi tarif bagi pelanggan backbone Operator Backbone bertindak juga sebagai operator SLJJ Regulasi Sinergis dengan kebijakan TI Penyediaan PC murah Regulasi VOIP

PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL

Faktor Penentu Keberhasilan

Tujuan Strategis

Tolok Ukur Kinerja

Target Tindakan

Menyediakan fasilitas komunikasi publik dan pemerintahan yang effisien dan berdaya jangkau luas

Layanan publik untuk e-gov, e-learn,

Tersedia e-gov, e-learn, di daerah

Semua kabupaten sudah memiliki e-gov Sekolah Kejuruan atau sekolah umum

Menggunakan e-gov yang sukses dan dilaksanakan secara bertahap Menggunakan e-learn yang sukses di implementasikan di sekolah

Page 75: Studi backbone telekomunikasi 2006

69

Membuka berbagai peluang untuk berkompetisi dan kesempatan berbisnis di daerah-daerah yang belum berkembang

Tertbentuknya perusahaan daerah untuk membangun jaringan lokal Terbentuknya perusahaan content di daerah Kesiapan industri telekomunikasi lokal Kesiapan regulasi frekuensi

Pemerintah daerah atau BUMD atau pengusaha dari daerah membangun jaringan lokal Jumlah perusahaan dan jumlah tenaga yang terserap. Kapasitas industri fiber optik bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri Tersedianya regulasi pemakaian frekuensi radio

tertentu memiliki e-learning BUMD atau swasta di daerah menggandeng perusahaan nasional Minimal 1 Propinsi satu perusahaan Kapasitas Minimum 33000 KM/tahun Regulasi untuk teknologi Wimax dan 2.4 GHz

Sosialisasi dan penjelasan undang-undang yang mengatur investasi jaringan lokal dan industri content. Promosi ke investor nasional maupun asing Regulasi agar produk lokal bisa digunakan Menyiapkan regulasi pemakaian frekuensi radio.

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

Faktor Penentu Keberhasilan

Tujuan Strategis

Tolok Ukur Kinerja

Target Tindakan

Meningkatkan jumlah titik akses terhadap jaringan pita lebar, yang mencakup 440 kota/daerah Penggunaan Teknologi Yang Mutahir

Jaringan Menjangkau daerah Ibu Kota kabupaten di Seluruh Indonesia

Menggunakan Serat Optik dengan kapasitas besar

Semua ibu kota kabupaten terjangkau jaringan tulang-punggung Jaringan Serat Optik digelar dengan sistem SKKL

440 ibu kota kabupaten terjangkau

Tergelar 7 cincin/ring

Dilakukan secara Bertahap sesuai dengan kemampuan Investor yang membangun dibagi-bagi sesuai dengan cincin

Page 76: Studi backbone telekomunikasi 2006

70

BAB 6. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom di Indonesia secara

terpadu ditujukan untuk mengatasi tidak terpadunya jaringan tulang-punggung

dari para operator, tumpang tindih area penggelaran di wilayah Indonesia

bagian Barat dan tiadanya jaringan tulang-punggung di Indonesia bagian

Timur, interkoneksi yang masih terbatas, pembangunan untuk kepentingan

operator masing-masing dan infrastruktur telekomunikasi yang belum merata.

2. Pengembangan jaringan tulang-punggung secara terpadu melalui RING

PALAPA yang mencapai semua Ibukota Kabupaten Kota akan

mengoptimalkan jaringan tulang-punggung yang telah dibangun maupun yang

akan dibangun.

3. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom dengan serat optik

memiliki keuntungan antara lain yaitu kapasitas sistem yang besar, fleksibel

dalam merancang konfigurasi dan kapasitas jaringan, tidak menyebabkan

interferensi dengan peralatan elektronik lain.

4. Dengan digelarnya jaringan tulang-punggung infokom di Indonesia

diharapkan dapat menciptakan operator-operator baru di daerah,

menciptakan penyelenggara jasa layanan infokom, meningkatkan kualitas

kehidupan sosial masyarakat, membuat harga akses teknologi telekomunikasi

menjadi murah dan menyiapkan sarana bagi jaringan telekomunikasi masa

depan (NGN atau Next Generation Network)

5. Titik pendaratan (landing point) pada tulang-punggung serat optik bawah laut

RING PALAPA berada di IKK

6. Pengembangan jaringan tulang-punggung infokom melalui RING PALAPA

perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), dan ini terbukti

dari perbandingan jaringan tulang punggung di negara lain telah sukses.

Page 77: Studi backbone telekomunikasi 2006

71

7. Evaluasi pengembangan jaringan tulang-punggung infokom dengan Balanced

Score Card (BSC) memberikan jalan keluar bagi peningkatan kinerja jaringan

dengan memadukan seluruh potensi yang ada

8. Pengelolaan jaringan oleh konsorsium akan meringankan beban investasi

dan dapat menghindari posisi dominan suatu operator pada suatu fasilitas

infrastruktur telekomunikasi.

B. REKOMENDASI

1. Sebaiknya disusun secepat mungkin PERMEN untuk menunjang Ring Palapa

(Lampiran 5), dan kalau dapat pada awal tahun depan (2007), sehingga

konsorsium bisa segera terbentuk dan pembangunan Ring Palapa dapat

diselesaikan dan dioperasikan pada kurun waktu 2009/2010

2. Koordinasi dengan departemen terkait guna melindungi dan mendukung

industri telekomunikasi dalam negeri dalam mendukung kesiapan

pembangunan jaringan tulang-punggung nasional seperti pengadaan kabel

serat optik dan perangkat elektroniknya.

3. Menetapkan alokasi frekuensi radio untuk penggunaan teknologi Wimax yang

akan digunakan sebagai penunjang jaringan bagi daerah-daerah yang tidak

terjangkau oleh kabel serat optik.

4. Mendorong pengusaha jaringan lokal di daerah agar memprioritaskan

pembangunan akses pada lokasi penting seperti komunitas kantor pemerintah

daerah, kantor atau pusat bisnis, lokasi kampus dan tempat pendidikan

sehingga mereka memudahkan akses ke jaringan tulang-punggung

telekomunikasi nasional.

5. Memberikan penjelasan dan sosialisasi serta mengajak para provider

telekomunikasi yang ada selain sebagai pemangku kepentingan (stake holder)

juga tulang-punggung nasional sehingga bisa diperoleh konsorsium yang kuat

dan didukung oleh semua pemangku kepentingan serta tidak ada dominasi

dari operator telekomunikasi tertentu.

6. Melakukan pengkajian ”Akses Pita Lebar ke Desa/Kecamatan” setelah

implementasi jaringan tulang-punggung telekomunikasi mencapai Ibukota

Kabupaten/Kota.

Page 78: Studi backbone telekomunikasi 2006

72

LAMPIRAN 1

KUESIONER

TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

PENGEMBANGAN BACKBONE JARINGAN

TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

Page 79: Studi backbone telekomunikasi 2006

73

KUESIONER

TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN JARINGAN

TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE)TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

A. Pertanyaan yang berkaitan dengan Visi dan Misi Tentang Kebijakan

Pemerintah Dalam Pengembangan Jaringan Tulang-Punggung Telekomunikasi Di Indonesia

1. Manfaat apakah yang akan diperoleh atau harapan apakah yang akan

dirasakan dengan adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan jaringan tulang-punggung telekomunikasi nasional. a. makin murahnya biaya akses ke informasi global/internet b. makin murahnya biaya pembicaraan melalui telepon c. makin murahnya biaya komunikasi data antar perusahaan / VPN d. lainnya...

2. Manfaat sosial apakah yang bisa dirasakan dengan dibangunnya jaringan

tulang-punggung nasional a. Makin mudah dan murahnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat

seperti pelayanan perizinan b. Makin mudah dan murahnya pemerataan pendidikan kepada

masyarakat c. Makin mudah dan murahnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat d. Lainnya..............

3. Manfaat ekonomi nasional apakah yang bisa dirasakan dengan adanya

jaringan tulang-punggung nasional a. Makin mudah dan murahnya sarana pemasaran produk/jasa yang dijual

ke seluruh indonesia dan bahkan dunia b. Makin mudahnya transaksi penjualan barang dan jasa ke seluruh

indonesia bahkan ke seluruh dunia c. Makin mudah dan murahnya mencari peluang pekerjaan d. Lainnya.........

4. Manfaat politik apakah yang bisa dirasakan dengan adanya jaringan tulang

punggung nasional. a. makin cepatnya proses perhitungan suara hasil pemilu secara nasional b. makin cepatnya informasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah c. makin mudahnya saling mengenal budaya masyarakat yang ada di

Indonesia d. lainnya..

Page 80: Studi backbone telekomunikasi 2006

74

5. Jaringan tulang-punggung nasional akan benar-benar dirasakan manfaatnya bila dibarengi dengan kebijakan pemerintah tentang a. kemudahan investasi bagi investor bidang teknologi informasi b. sosialisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk pemerintahan atau e-

goverment c. program smart school/kampus bagi sekolah/kampus dari pemerintah d. kebijakan tentang cyber law tentang transaksi elektronik e. lainnya...................

B. Pertanyaan yang berhubungan dengan perspektif keuangan

1. Jaringan tulang-punggung yang dibangun diharapkan bisa sukses dari segi keuangan bila investasi yang telah dikeluarkan bisa dihitung dalam ROI sehingga melebihi

a. 25% b. 15% c. 10% d. lebih rendah 10% karena merupakan misi nasional

2. Harga layanan jaringan yang dijual kepada pemakai didasarkan pada a. jarak dan besarnya bandwith b. tidak mengenal jarak, tetapi dari besarnya bandwith c. lainnya........ d.

3. Biaya pengadaan dan pemeliharaan jaringan tulang-punggung nasional harus mengacu pada :

a. standar biaya yang digunakan negara lain/operator lain b. dihitung sesuai dengan kondisi negara Indonesia c. Lainnya ....

C. Pertanyaan yang berhubungan dengan perspektif pelanggan

1. Apakah pelanggan jaringan tulang-punggung nasional yang harus diprioritaskan dilayani:

a. Pelanggan operator telekomunikasi multinasional b. Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah c. Pelanggan perumahan d. Pelanggan bisnis yang potensial e. Pelanggan lembaga pemerintahan f. Pelanggan lainnya ........

2. Apakah yang harus dilakukan pada jaringan tulang-punggung nasional kepada pelanggan agar jaringan tulang-punggung nasional dapat dirasakan manfaatnya.

a. Harga jual yang rendah dan terjangkau dibandingkan dengan yang sudah ada

b. Kapasitas dan kecepatan sesuai dengan kebutuhan c. Jangkauan/Coverage ke wilayah kota-kota, ibukota, kabupaten d. Standarisasi sesuai dengan yang ada di pasaran

Page 81: Studi backbone telekomunikasi 2006

75

e. Lainnya .........

3. Apakah jumlah pelanggan akan berpengaruh pada keberhasilan jaringan tulang-punggung nasional

a. Jumlah pelanggan sebanyak-banyaknya b. Jumlah pelanggan dibatasi hanya pelanggan korporat c. Kelas pelanggan dibatasi hanya pelanggan residential dan lembaga

pemerintah d. Lainnya........ .

4. Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan bisa dipilih mulai dari “

a. 256 KBPS

b. 512 KBPS

c. 1 MBPS

d. 2 MBPS

e. lebih besar dari 2 MBPS

5. Penggunaan jaringan tulang-punggung yang diharapkan oleh pelanggan

akan berupa layanan:

a. Bandwith Internet luar negeri

b. Bandwith Internet Lokal / IIX

c. Video Conference

d. VOIP

e. VPN data network untuk operasional.

f. Video/ IP TV/Music

D. Pertanyaan berhubungan dengan internal bisnis proses

1. Pelayanan interkoneksi yang diharapkan sehubungan dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional

a. Mudah dilakukan b. Dibatasi karena akan mengganggu performance c. Harga/tarif diatur sesuai dengan undang-undang d. Lainnya..........

2. Keandalan/Reliability jaringan tulang-punggung nasional harus seperti apa a. Harus sangat tinggi karena berkaitan dengan transaksi elektronik b. Tidak perlu tinggi karena yang dipentingkan jangkauan ke daerah

terpencil dan harga yang terjangkau c. Lainnya..

Page 82: Studi backbone telekomunikasi 2006

76

E. Berhubungan dengan Pembelajaran dan Pertumbuhan

1. Perkembangan kebutuhan kompetensi apakah yang diperlukan dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional a. Peningkatan kebutuhan kompetensi bidang teknologi informasi b. Peningkatan sektor jasa konsultasi multimedia c. Lainnya …

2. Peningkatan apa saja yang bisa diperoleh dengan adanya jaringan tulang-punggung nasional.

a. Layanan e-government b. Layanan e-payment dan e-commerce c. Layanan jasa multimedia d. Layanan e-learning e. Layanan tele-medicine f. Lainnya ……

Page 83: Studi backbone telekomunikasi 2006

77

Hasil jawaban kuesioner dari masing-masing kelompok pertanyaan adalah sebagai berikut:

Berkaitan dengan Visi dan Misi adanya backbone

1 Manakah manfaat komunikasi yang paling baik pemilih

a murahnya akses internet 45 36.89%

b murahnya tarif telepon lokal/sljj 48 39.34%

c murahnya data komunikasi 25 20.49%

d lainnya 4 3.28%

Total 122 100.00%

2 Manakah yang paling baik

a baiknya pelayanan perijinan 37 27.82%

b baiknya pelayanan pendidikan 52 39.10%

c baiknya pelayana kesehatan 41 30.83%

d lainnya 3 2.26%

133 100.00%

3 Manakah manfaat Ekonomi yang paling baik

a Mudahnya pemasaran produk 45 33.58%

b Mudahnya transaksi penjualan 49 36.57%

c Mudahnya mendapatkan pekerjaan 37 27.61%

d lainnya 3 2.24%

Total 134 100.00%

4 Manakah manfaat politik yang paling baik

a Cepatnya proses perhitungan suara pemilu 38 27.74%

b cepatnya informasi pemerintah pusat ke daerah 43 31.39%

c Mudahnya pengenalan budaya daerah 39 28.47%

d lainnya 17 12.41%

Total 137 100.00%

5 Kebijakan/Regulasi Pendukung yg diperlukan

a Mudahnya Investasi bagi investor TIK 42 31.11%

b Sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah 45 33.33%

c Kebijakan mengenai cyber law 42 31.11%

d Lainnya 6 4.44%

Total 135 100.00% Kesimpulan dari hasil kuesioner di atas adalah pemerhati dari jaringan tulang-punggung sangat setuju akan misi yang diemban jaringan tulang-punggung telekomunikasi nasional yaitu:

1. Bisa menurunkan biaya akses internet, komunikasi telepon lokal dan sljj dan komunikasi data.

2. Makin murahnya pelayanan pemerintah kepada masyarakat untuk perizinan, pendidikan dan kesehatan

3. Makin mudahnya pemasaran produk yang dimiliki masyarakat, mudahnya transaksi penjualan dan mudahnya mendapatkan pekerjaan

4. Makin cepat dan mudahnya proses perhitungan hasil pemilu, cepatnya informasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dan makin mudahnya pengenalan budaya antar suku bangsa di Indonesia kepada bangsa Indonesia dan kepada dunia.

5. Kebijakan yang diperlukan untuk mendukung misi jaringan tulang punggung adalah regulasi tentang investasi bidang TIK, regulasi sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah dan kebijakan tentang cyberlaw.

Page 84: Studi backbone telekomunikasi 2006

78

Perspektif Keuangan

1 IRR yang paling wajar bagi investor jaringan

a lebih besar 25% 12 9.68%

b lebih besar 15% dan lebih kecil 25% 21 16.94%

c Lebih besar 10% dan lebih kecil 15% 67 54.03%

d Lebih rendah 10% karena misi nasional 24 19.35%

Total 124 100.00%

2 Perhitungan Tarif layanan

a Jarak dan besarnya bandwith 47 33.81%

b Tidak mengenal jarak, tetapi besarnya bandwith 68 48.92%

c lainnya 24 17.27%

total 139 100.00%

3 Biaya pengadaan dan pemeliharaan

a standar biaya sperti operator lain/negara lain 47 37.90%

b sesuai dengan kondisi jaringan backbone Indonesia 74 59.68%

c lainnya 3 2.42%

total 124 100.00%

Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah tentang perspektif keuangan:

1. IRR yang diharapkan dari pembangunan jaringan tulang-punggung adalah lebih kecil dari 15%, karena untuk menghasilkan biaya yang murah.

2. Tarif yang ditetapkan untuk penggunaan jaringan tulang-punggung adalah dilihat dari lebar pita, tidak melihat jarak lagi.

3. Biaya pengadaan dan operasi pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia.

Page 85: Studi backbone telekomunikasi 2006

79

Perspektif Pelanggan

1 Prioritas Pelanggan backbone

a Provider telekomunikasi 23 18.25%

b Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah 37 29.37%

c Pelanggan perumahan 27 21.43%

d pelanggan potensial korporate 12 9.52%

e lembaga Pemerintahan 23 18.25%

f lainnya 4 3.17%

Total 126 100.00%

2 Pelayanan kepada pelanggan

a Harga jual lebih rendah daripada jaringan yg sdh ada 49 36.30%

b Kapasitas dan kecepatan sesuai kebutuhan 23 17.04%

c jangkauan dan coverage ke wilayah ikk 41 30.37%

d Standarisasi sesuai dengan pasaran. 20 14.81%

e lainnya 2 1.48%

total 135 100.00%

3 Pengaruh Jumlah pelanggan

a Pelanggan sebanyak-banyaknya 21 17.21%

b Jumlah Pelanggan dibatasi hanya korporate 64 52.46%

c pelanggan hanya residential dan lembaga pemerintahan 25 20.49%

d lainnya 12 9.84%

total 122 100.00%

4 Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan

a 256 KBPS 12 9.60%

b 512 KBPS 24 19.20%

c 1 MBPS 39 31.20%

d 2 MBPS 29 23.20%

e Lebih besar 2 MBPS 21 16.80%

Total 125 100.00%

5 Penggunaan backbone yang diharapkan pelanggan

a bandwith internet luar negeri 32 26.67%

b bandwith internet lokal iix 24 20.00%

c Video conference 12 10.00%

d VOIP 31 25.83%

e VPN 14 11.67%

f IP TV/ Music /Video 7 5.83%

Total 120 100.00%

Kesimpulan dari kuesioner perspektif pelanggan adalah sebagai berikut:

1. Prioritas pelanggan yang harus dilayani adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah, karena untuk memperluas jangkauan telekomunikasi di daerah.

2. Pelayanan yang paling prioritas diharapkan adalah harga jual layanan lebih rendah dari yang sudah ada serta jangkauan pelayanan.

3. Pelanggan yang dilayani adalah corporate atau pelanggan yang wholesale

4. Lebar pita atau bandwith yang digunakan di atas 1 MB PS

Page 86: Studi backbone telekomunikasi 2006

80

5. Penggunaan jaringan tulang-punggung yang diperoleh akan diperuntukan internet luar negeri dan lokal serta komunikasi suara VOIP.

Proses Bisnis Internal

1 Pelayanan Interkoneksi dengan Backbone

a Mudah dilakukan 52 42.98%

b Diabatasi untuk menjaga performance 12 9.92%

c Harga tarif diatur undang-undang 43 35.54%

d Lainnya 14 11.57%

121 100.00%

2 Reliability/keandalan

a Tinggi karena banyak ternsaksi elektronik 73 67.59%

b Tidak perlu tingggi tapi jangkauan 23 21.30%

c lainya 12 11.11%

total 108 100.00%

Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah:

1. Pelayanan interkoneksi antar operator mudah dilakukan serta tarif diatur oleh regulasi/undang-undang sehingga memuaskan pelanggan.

2. Reliability yang diharapkan jaringan ini adalah sangat tinggi karena menyangkut transaksi elektronik yang dilakukan.

Pembelajaran dan Pertumbuhan

1 Kebutuhan kompetensi apa yg dibutuhkan

a kompetensi TIK 52 43.70%

b jasa muktimedia 42 35.29%

c lainnya 25 21.01%

Total 119 100.00%

2 Peningkatan yang bisa diperoleh

a Layanan e-government 34 25.37%

b Layanan e-payment 42 31.34%

c Layanan Jasa Multimedia 23 17.16%

d Layanan e-learning 21 15.67%

e Layana tele-medicine 12 8.96%

f lainnya 2 1.49%

total 134 100.00%

Kesimpulan dari kuesioner di atas adalah;

1. Kompetensi yang diperlukan untuk mengelola jaringan tulang-punggung adalah teknologi informasi dan komunikasi, multimedia dan management.

2. Peningkatan layanan kepada pengguna atau masyarakat dari keberadaan jaringan tulang-punggung ini adalah e-government, e-payment, content multimedia/entertainment, e-learning dan e-medicine/health.

Page 87: Studi backbone telekomunikasi 2006

81

Komposisi Respondent dari kuesioner di atas adalah:

Jenis Profesi Jumlah Persent

1 Pengusaha bdg teknologi Informasi 34 22.67%

2 Pejabat di Birokrat 14 9.33%

3 Pengusaha bidang manufacturing dan perdagangan 32 21.33%

4 Mahasiswa 47 31.33%

5 konsultan 23 15.33%

150 100.00%

Page 88: Studi backbone telekomunikasi 2006

82

Hasil jawaban kuesioner dari masing-masing kelompok pertanyaan adalah sebagai berikut: Berkaitan dengan Visi dan Misi adanya backbone

1 Manakah manfaat komunikasi yang paling baik jumlah pemilih

a murahnya akses internet 45

b murahnya tarif telepon lokal/sljj 48

c murahnya data komunikasi 25

d lainnya 4

Total 122

2 Manakah yang paling baik

a baiknya pelayanan perijinan 37

b baiknya pelayanan pendidikan 52

c baiknya pelayana kesehatan 41

d lainnya 3

133

3 Manakah manfaat Ekonomi yang paling baik

a Mudahnya pemasaran produk 45

b Mudahnya transaksi penjualan 49

c Mudahnya mendapatkan pekerjaan 37

d lainnya 3

Total 134

4 Manakah manfaat politik yang paling baik

a Cepatnya proses perhitungan suara pemilu 38

b cepatnya informasi pemerintah pusat ke daerah 43

c Mudahnya pengenalan budaya daerah 39

d lainnya 17

Total 137

5 Kebijakan/Regulasi Pendukung yg diperlukan

a Mudahnya Investasi bagi investor TIK 42

b Sosialisasi manfaat TIK bagi pemerintah daerah 45

c Kebijakan mengenai cyber law 42

d Lainnya

Total 129

Perspektif Keuangan Jumlah pemilih

1 IRR yang paling wajar bagi investor jaringan

a lebih besar 25% 24

b lebih besar 15% dan lebih kecil 25% 49

c Lebih besar 10% dan lebih kecil 15% 37

d Lebih rendah 10% karena misi nasional 24

Total 134

2 Perhitungan Tarif layanan

a Jarak dan besarnya bandwith 47

b Tidak mengenal jarak, tetapi besarnya bandwith 68

c lainnya 24

total 139

Page 89: Studi backbone telekomunikasi 2006

83

3 Biaya pengadaan dan pemeliharaan

a standar biaya seperti operator lain/negara lain 47

b sesuai dengan kondisi jaringan backbone Indonesia 74

c lainnya 3

total 124

Perspektif Pelanggan Jumlah pemilih

1 Prioritas Pelanggan backbone

a Pelanggan operator telekomunikasi 23

b Penyelenggara jaringan telekomunikasi di daerah 37

c Pelanggan perumahan 27

d pelanggan potensial korporate 29

e lembaga Pemerintahan 23

f lainnya 4

Total 143

2 Pelayanan kepada pelanggan

a Harga jual lebih rendah daripada jaringan yg sdh ada 49

b Kapasitas dan kecepatan sesuai kebutuhan 23

c jangkauan dan coverage ke wilayah ikk 41

d Standarisasi sesuai dengan pasaran. 20

e lainnya 2

total 135

3 Pengaruh Jumlah pelanggan

a Pelanggan sebanyak-banyaknya 21

b Jumlah Pelanggan dibatasi hanya korporate 64

c pelanggan hanya residential dan lembaga pemerintahan 25

d lainnya 12

total 122

4 Kapasitas lebar pita yang digunakan oleh pelanggan

a 256 KBPS 17

b 512 KBPS 24

c 1 MBPS 39

d 2 MBPS 29

e Lebih besar 2 MBPS 15

Total 124

5 Penggunaan backbone yang diharapkan pelanggan

a bandwith internet luar negeri 32

b bandwith internet lokal iix 24

c Video conference 12

d VOIP 31

e VPN 14

f IP TV/ Music /Video 7

Total 120

Page 90: Studi backbone telekomunikasi 2006

84

Proses Bisnis Internal Jumlah Pemilih

1 Pelayanan Interkoneksi dengan Backbone

a Mudah dilakukan 38

b Diabatasi untuk menjaga performance 42

c Harga tarif diatur undang-undang 43

d Lainnya 14

137

2 Reliability/keandalan

a Tinggi karena banyak ternsaksi elektronik 73

b Tidak perlu tingggi tapi jangkauan 23

c lainya 12

total 108

Pembelajaran dan Pertumbuhan Jumlah Pemilih

1 Kebutuhan kompetensi apa yg dibutuhkan

a kompetensi TIK 52

b jasa muktimedia 42

c lainnya 25

Total 119

2 Peningkatan yang bisa diperoleh

a Layanan e-government 34

b Layanan e-payment 42

c Layanan Jasa Multimedia 23

d Layanan e-learning 21

e Layana tele-medicine 12

f lainnya 2

total 134

Page 91: Studi backbone telekomunikasi 2006

85

LAMPIRAN 2

KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG

PITA LEBAR UNTUK INDONESIA

Page 92: Studi backbone telekomunikasi 2006

86

KAJIAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG PITA LEBAR

UNTUK INDONESIA

Mengenali dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Infokom.

Sebelum membuat kajian komprehensif tentang Jaringan Tulang-punggung

Nasional Pita Lebar (National Broadband Backbone Network) untuk Indonesia,

berikut ini dibahas beberapa pengertian dasar tentang fungsi dan dampak

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada perorangan dan masyarakat

penggunanya serta fungsi jaringan tulang-punggung (backbone) dalam

membangun infrastruktur komunikasi dan informasi (infokom) yang menjangkau

seluruh wilayah nusantara.

Istilah

Teknologi Informasi dan Komunikasi (sering disingkat menjadi TIK) merupakan

hasil paduan (konvergensi) teknologi informasi1 (teknologi komputer) dan

teknologi telekomunikasi2, berkat dikembangkannya teknologi digital. Secara

umum sering pula komunikasi menggunakan TIK disebut komunikasi elektronik.

Catatan: Di kalangan internasional (bahasa Inggris) istilah di atas adalah

Information and Communication Technologies, sering disingkat ICT apabila

membahas teknologinya, dan Information and Communication, sering disingkat

Infocomm, apabila membahas jasa-jasa yang menggunakan teknologi tersebut (di

Indonesia sering disingkat menjadi infokom). Dikalangan Masyarakat Telematika

Indonesia (MASTEL) untuk istilah di atas digunakan sebutan telematika.

Fungsi utama TIK.

TIK dan Infokom secara teknis (elektronik) berfungsi untuk menciptakan

keterhubungan antar perorangan, antar masyarakat sampai antar bangsa.

Sebagai sarana “transportasi” informasi, TIK mampu menyajikan jasa mengirim,

1 Informasi diartikan keterangan tentang segala sesuatu, termasuk hal-hal yang abstrak seperti

misalnya buah pikiran dan kualitas. 2 Dalam ITU (International Telecommunication Union), bidang telekomunikasi mencakup siaran

dan miltimedia.

Page 93: Studi backbone telekomunikasi 2006

87

menerima, mengolah, merekam dan mencari informasi, sedang fungsi ke 6

(enam) adalah kendali dan pengukuran lokasi / jarak dari jarak jauh, karena

lambang digital juga dapat berfungsi sebagai kendali jarak jauh (remote control).

Dengan demikian dalam sistim Infokom atau komunikasi elektronik terbuka

kemungkinan untuk penciptaan sejumlah besar aplikasi jasa komunikasi yang

menggunakan 7 (tujuh) unsur tersebut termasuk kombinasi-kombinasinya, sedang

lambang komunikasi itu sendiri terdiri dari suara, tulisan gambar dan data atau

kombinasi-kombinasinya mendekati “kekayaan” arti lambang dalam komunikasi

temu-muka. Peribahasa Inggris melukiskan kekayaan lambang komunikasi temu-

muka ini sebagai “a picture is worth a thousand words”. (sebuah gambar bernilai

sama dengan seribu kata). Lambang komunikasi itu sering disebut pembawa

(carier) informasi.

1. Dampak penggunaan TIK.

Komunikasi, termasuk menggunakan sarana TIK / Infokom mampu

menyampaikan (mentransport – transfer) sejumlah besar ataupun kecil

informasi dengan berbagai cara, menjangkau seluruh dunia (bahkan ke

angkasa luar), setiap saat dikehendaki dan terselenggara dalam sekejab. TIK

diibaratkan menjembatani ruang dan waktu (space and time) dalam

berkomunikasi.

Berkomunikasi berarti berbagi informasi, mengenai segala sesuatu,

berdampak pada peningkatakan pengetahuan pelakunya, karena

bertambahnya “perbekalan” informasi. Dengan demikian komunikasi bersifat

mendidik, selain peningkatan pengetahuan selanjutnya berdampak pada

perluasan wawasan dan peningkatan kesadaran. Menurut teori evolusi,

kesadaran merupakan unsur penting dalam pengembangan potensi diri

manusia. Kesadaran ini meliputi pula kesadaran akan dirinya sendiiri,

kesadaran akan lingkungan alam dan lingkungan sosial antar sesama, serta

kesadaran kosmis untuk mengenal Tuhan.

Disamping dampak peningkatan pengetahuan dan wawasan, komunikasi juga

merupakan sarana kontak dan interaksi sosial. Dalam hal ini kontak dan

interaksi sosial menumbuhkan “social cohesian” (keakraban sosial) dan

Page 94: Studi backbone telekomunikasi 2006

88

peningkatan “social intelligence” (intelegensi soial). Keakraban sosial

menumbuhkan konsep kerjasama (antar perorangan, antar masyarakat

sampai antar bangsa), sedang inteligensi sosial menumbuhkan pemahaman

akan nilai-nilai sosial, budaya, etika dan moral. Dengan demikian TIK

merupakan prasarana pemberdaya, menyangkut semua aspek kehidupan,

melaui fungsi-fungsi mendidik dan membudayakan.

Kesenjangan dalam akses informasi, yang diakibatkan karena tidak meratanya

infrastruktur TIK / Infokom, berakibat sangat luas. Pada awalnya kesenjangan

itu mengakibatkan perbedaan kemampuan (perorangan dan masyarakat),

yang meluas pada kesenjangan pertumbuhan kemampuan perorangan dan

masyarakat, sampai kesenjangan pertumbuhan sektor pembangunan. Dengan

adanya ketimpangan pertumbuhan ini terjadi distorsi pada alokasi sumber-

sumber, tetapi pada umumnya menguntungkan sektor dengan pertumbuhan

tinggi, sehingga kesenjangan makin meluas (meliputi kesenjangan sosial,

ekonomi dan budaya) dan menganga.

Dalam keadaan kesenjangan itu terjadi fenomena sosial, yaitu masyarakat

menjadi terpolarisasi ke arah kutub bersebarangan, dan terjadi pula stratifikasi

kelompok-kelompok masyarakat yaitu: yang terdidik dan tak terdidik, berkuasa

dan rakyat jelata, (the facilitated and the deprived), kaya dan miskin, dan

seterusnya yang merupakan ciri-ciri dalam kesenjangan digital, yaitu

kesejangan sosial, ekonomi dan budaya. Kesenjangan itu terjadi antar

masyarakat dalam satu negara maupun antar negara dalam forum global

(within and among nations).

Dari bahasan dampak TIK di atas dapat disimpulkan bahwa pemerataan

infrastruktur TIK, yang berarti pula pemerataan akses pada informasi dan

komunikasi, merupakan sarana untuk mengatasi kesenjangan digital. Oleh

karena itu pemerataan pembangunan infrastruktur TIK sangat tinggi

urgensinya, dan perlu mendapat prioritas dalam rencana pembangunan

nasional masing-masing, maupun secara global seperti diserukan oleh WSIS

(World Summit on the Information Society).

Page 95: Studi backbone telekomunikasi 2006

89

2. Fungsi jaringan tulang-punggung.

Dalam pembangunan jaringan infokom, karena pertimbangan efisiensi,

jaringan pada umumnya dibagi dalam 3 (tiga) kategori utama sebagai berikut.

(lihat gambar 9 )

a. jaringan akses (sampai sekitar 10 km)yang menghubungkan langsung

pada pelanggan atau kelompok pelanggan

b. jaringan metropolitan (sampai sekitar 100 km) yang menghubungkan

pusat-pusat jaringan akses

c. jaringan jarak jauh (sampai ribuan km) yang menghubungkan pusat-pusat

jaringan metropolitan.

Gambar 9. Ikhtisar jaringan infokom / TIK

Jaringan tulang-punggung (backbone) adalah jaringan yang menghubungkan

jaringan lokal antar pusat. Seperti contoh rancangan arsitektur jaringan Ring

Palapa, tiap Ibukota Kabupaten merupakan pusat jaringan lokal, sering pula

disebut Point of Presence (PoP), dan jaringan Ring Palapa bermuara pada tiap

Akses - s/d 10 km - bentuk ring

Metro (antar kantor) s/d 100km bentuk ring

Jarak jauh (back bone) - sampai ribuan km - mesh (any to any)

Jarak dekat (short haul)

pengguna

Page 96: Studi backbone telekomunikasi 2006

90

IKK. Menurut kondisi geografik, maka Ring Palapa juga mempunyai 7 (tujuh) ring

jaringan wilayah (subnetwork) yang dapat disebut sebagai jaringan jarak dekat

(short haul) atau jaringan wilayah.

Dengan demikian jaringan tulang-punggung merupakan jaringan utama (jalan tol

atau urat nadi) untuk melalui jaringan lokal mencapai seluruh wilayah nusantara

Menunjuk gambar di atas, topologi jaringan yang umumnya digunakan adalah

sebagai berikut. Jaringan akses dapat berbentuk bintang (one to many), bus,

ataupung cincin (ring). Jaringan metro biasanya berbentuk ring, dengan

pertimbangan bahwa tiap jurusan dapat diakses sedikitnya melalui 2 (dua) arah.

Untuk jaringan tulang-punggung biasanya digunakan bentuk mesh (any-to any),

meskipun jalurnya dapat menempuh route yang sama, tetapi dengan

penyambungan “transit”, tidak berhenti pada tititk transit tersebut melainkan

diteruskan ke tujuan lain berikutnya.

3. Pita lebar (broadband)

Pita lebar atau broadband berkaitan penggunaan spektrum frekuensi dalam

sistem analog. Dalam sistiem digital istilah broadband diganti dengan kecepatan

tinggi dalam transportasi lambang digital yaitu deretan pulsa-pulsa 0 dan 1 (ada

tanda dan tidak ada tanda).

Menunjuk contoh sehari-hari yang telah baku atau mengikuti standar, maka dalam

sistem analog, suara pembicaraan menempati 3600 Hz, dan dengan menjajarkan

sinyal suara (menggandakan atau multiplexing), sedang antara dua sinyal suara

diberi antara sehingga tidak saling mengganggu sebesar masing-masing 200 Hz

di kiri dan kanan alokasinya, sehingga rata-rata tiap suara pembicaraan

memerlukan spektrum frekuensi sebesar 4 000 Hz atau 4 KHz.

Untuk pengiriman telegram atau huruf-huruf, maka tiap alur (kanal) suara dapat

digunakan untuk 24 alur telegraf sehingga tiap alur telegraf menggunakan hanya

3600 : 24 = 150 Hz termasuk jarak antar aluran, sehingga sinyal telegraf sendiri

sebenarnya hanya memerlukan 120 Hz tiap kanal. Selanjutnya siaran televisi

memerlukan pita selebar sekitar 600 alur suara, atau 2,4 MHz untuk penyaluran

gambar, sedang untuk penyaluran musik atau suara pembicaran diperlukan lagi

Page 97: Studi backbone telekomunikasi 2006

91

sekitar 0,6 sampai 10 KHz, sehingga tiap aluran televisi menggunakan spektrum

sedikitnya selebar 3 Mhz.

Dalam hitungan digital, maka pembakuan alur suara pembicaraan adalah 64

KBps, meskipun suara dapat disalurkan melalui kecepatan sampai 19 kBps tetapi

dengan cacad cukup besar, meskipun masih dapat dimengerti.

Angka-angka di bawah menunjukkan bandingan kecepatan untuk men-download

file sebesar 3 Mbyte (1 byte sama dengan 8 bit), dengan penjelasan bahwa tiap

huruf dapat direpresentasikan dengan kombinasi 5 bit, tetapi perlu ditambah

dengan tanda awal sebanyak dua bit dan tanda akhir dengan satu bit). Sedang

digitalisasi gambar prosesnya lebih rumit.

Down looad time of a 3 – megabyte file for various Internet connections

Kini orang tidak lagi puas dengan komunikasi telepon saja, melainkan

penggunakan jasa-jasa pita lebar seperti berikut:

New broad band services

Kecenderungan pasar jasa dan aplikasi yang mempengaruhi kebutuhan pita lebar

adalah sebagai berikut:

Transfer time, 3 megabyte file, hrs/sec. 56 kbit/s: 7 mins 15 secs 128 kbit/s: 3 mins 7 secs 256 kbit/s: 1 min 33 secs 512 kbit/s : 47 secs 1.5 Mbit/s : 16 sec 2 Mbit/s : 12 secs 10 Mbit/s : 2.4 secs 100 Mbit/s : 0.24 secs

File type Mega-bytes

Movie (1.5 hour DVD) 4,000

Movie (1.5 hour Divx) 650

30 minute music file 35

Digital fotograph (4 mp)

11

ITU Internet for mobile 4

3 minute music file 3

Digital fotograph (4 mp)

1

Internet (high speed) E-commerce E-banking www/graphics tele-medicine tele-education

e-books e-library on-line gaming viedo on demand

broadcasting

e-government e-procurement Teleconferencing (tele-) pblising security systems on-line shopping

Page 98: Studi backbone telekomunikasi 2006

92

Industri dan segmen pengguna Alasan Kecenderungan aplikasi

Sektor finansial dan jasa bank

Bank, asuransi termasuk broker

aduransi, real estate, jasa keuangan

non bank

Biaya transaksi menurun sedang

jumlah transaksi meniungkat

Globalisasi (International Security

Exchange, Global equity market)

Electronic Signastures Act (e.g. on-line

contracts)

Imaging and viceo aplications (e.g.

online real estate services)

Manufacturing

Engineering Companies, High Techs

manufacturing, Publishing

“Net impact in every link of the supply

chain” (e.g. customers order online,

component availability online;

customers track order online)

Online design apllications (CAD/CAM),

allow for multisite collaboration

Online publishing: personalized,

customized.

Business services, utilities

Service providers, Advertising, Media

Companies, Retail, Utilities

Online advertising,(e.g. customized to

audience)

Online inventory tracking increasing

efficiency in retail.

Deregulation and mergers driving

changes for utility organizations (e.g.

online energy trading, online billing,

real-time online metering and bill

processing).

Healthcare

Hospitals, Pharmaceutical Firms,

Laboratories, Insurance providers,

Home Healthcare Centers

Internet touches all sectors (e.g. online

phisian scheduling, insurance approval,

and pharmacy)

Standardized and electronic medical

records

Telemedicine and imaging records

distribution

Streamline paperwork processing and

reduce speding

Education

Education Boards, Universities,

Libraries, Research Centers

Increasing student population and

increasing teaching time (s.g. distance

learning, video conferencing)

Research and development based upon

complex and data intensive computing.

Page 99: Studi backbone telekomunikasi 2006

93

Government and public sector

National, Provincial, Municipal

government, public agencies

Interconnectivity between government

institutions, research, education

institutions (e.g. file sharing, video

depositions)

Distance learning offers a cost effective

application for employee training

Transportation

Airlines, Shipping, Trucking and

Railraoad, Travel agencies

Internet allows for increased customer

involvement and improved customer

service (e.g. online reservations,

ticketing, deliver tracking)

Increased seasonal usage places a

requirement for “bandwidth on demand”

Dikutip dari Optical Fiber Handbook 2003 by CRC Press LLC

Page 100: Studi backbone telekomunikasi 2006

94

LAMPIRAN 3

PETA JARINGAN TULANG-PUNGGUNG

MENURUT RING PALAPA

Page 101: Studi backbone telekomunikasi 2006

95

Jalur Pantai Barat Sumatera

Gambar Rincian Jalur Pantai Barat Sumatera

Meulaboh

Jantho

Sigli Bireun

Lhokseumawe

Sinabung

Sibolga

Tapaktuan

Takengon

Langsa

Kutacane

1..1 S

taba

t

Binjai

Medan

1..2 Lu

bukpaka

m

Kabanjahe

Sidikalang

Gunungsitoli

1..3 K

isaran Tebingtinggi

Pematangsiantar

Tanjungbalai

a. R

a

n

t

a

u

p

r

a

p

a

t

Tarutung

Bengkalis

b. B

a

t

a

m

Singapore

Padang

c. T

a

n

j

u

n

g

p

i

n

a

n

g

Tanjungbalai

Pakanbaru

Ujungtanjung

1..4 D

umai Bukittinggi

Pariaman

Bangkinang

Tembilahan Rengat

Sawahlunto

Painan Muarabungo

Sungaipenuh Bangko

Jambi

Kualatungkal

Muarabulian

Bengkulu

Curup Argamakmur

Manna

Sarolangun

d. M

u

a

r

a

s

a

b

a

k

Muaratembeesi

Palembang

e. K

a

y

u

a

g

u

n

g

Sekayu

Muaraenim

Lahat

f. Ba

nd

arl

am

pu

ng

Kalianda Kotaagung

Metro

Kotabumi

Menggala

Liwa

Banda Aceh

Calang

Singkilbaru

Natal

Muko-muko

Krui

Muarasiberut

Segments

Distance (km)

1. Sabang – Calang 250.5 2. Calang – Meulaboh 176.5

3. Meulaboh – Tapaktuan 254

4. Tapaktuan – Sinabang 149

5. Sinabang – Singkilbaru 254.5

6.Singkil – Gunungsitoli 166

7. Gunungsitoli – Sibolga 171

8. Sibolga – Natal 252.5

9. Natal – Padang 290.5

10. Padang – Muarasiberut 169.5

10a. M.Siberut – Mumomuko 326

11. Padang – Muko-muko 282.5

12. Muko-muko – Bengkulu 290

13. Bengkulu – Krui 375

14. Krui – B.Lampung 388.5

Subtotal Sumatera West Coast 3470

Page 102: Studi backbone telekomunikasi 2006

96

Jalur Pantai Timur Sumatera Gambar Rincian Jalur Pantai Timur Sumatera

Stretch Distance (km)

East Coast 1. Sabang – Banda Aceh 76

2. Banda Aceh – Lhokseumawe 243.5

3. Lhokseum – Langsa 221-5

4. Langsa – Medan 289.5

4a. Lhokseumawe – Medan direct 443

5. Medan – Bagansiapiapi 192.5

6. Bagansiapi-api – Bengkalis 389.5

7. Bengkalis – Tanjungbalai 284.5

8. Tanjungbalai – Batam 139

9. Batam – Tanjungpinang 132

10. Tanjungpinang – Muarasabak 403

10a. Muarasabak – Jambi landline 50

11. Muarasabak – Pangkalpinang 408.5

12. Pangkalpinang – Tanjungpandan 230.5

13. Tanjungpandan – Tanjungkait 234

13a.. Tanjungkait – Palembang 140

15. Tanjungkait – Tanjungkenam 358.5

16. Tanjungkenam – Bandarlampung 330

East Coat route 3932.5

West Coast Sumatera 3470

Total Sumatera Ring 7402.5

landlines 140 + 50 = 190 km

Meulaboh

Jantho

Sigli Bireun

Lhokseumawe

Sinabung

Sibolga

Tapaktuan

Takengon

Langsa

Kutacane

1..5 S

taba

t

Binjai

Medan

Lubukpakam

Kabanjahe

Sidikalang

Gunungsitoli

Kisaran

Tebingtinggi

Pematangsiantar

Tanjungbalai

g. Ra

nt

au

pr

ap

at

Tarutung

Bengkalis

Malaysia

Batam

Singapore

Padang

h. T

a

nj

u

n

g

pi

n

a

n

g

Tanjungbalai

Pakanbaru

Ujungtanjung

1..6 D

umai Bukittinggi

Pariaman

Bangkinang

Tembilahan Rengat

Sawahlunto

Painan Muarabungo

Sungaipenuh Bangko

Jambi

Kualatungkal

Muarabulian

Bengkulu

Curup Argamakmur

Manna

Sarolangun

i. M

u

a

r

a

s

a

b

a

k

Muaratembeesi

Palembang

j. K

a

y

u

a

g

u

n

g

Sekayu

Muaraenim

Lahat

k. Ba

nd

arl

am

pu

ng

Kalianda Kotaagung

Metro

Kotabumi

Menggala

Liwa

Banda Aceh

Calang

Singkilbaru

Natal

Muko-muko

Krui

Pangkalpinang

Tanjungpandan

Bagansiapiapi

Tanjungkait

Tanjungkenam

Page 103: Studi backbone telekomunikasi 2006

97

114o

8o

6o

106o 108o

112o

8o

6o

115o

7o

Cilegon Serang

Rangkasbitung

Tangerang

Jakarta

PandeglangBekasi

Pelabuhanratu

Bogor

Cibinong

Tangerang

KarawangPurwakarta

Sukabumi

Cianjur

Bandung

Subang

Garut

Tasikmalaya

Majalengka

Cirebon

Indramayu

Ciamis

Tegal

Slawi

Cilacap

Majenang

PurwokertoProbolinggo

Kebumen

Pekalongan

Batang

Kendal

Semarang

UngaranTemanggung

MagelangPurworejo

Yogyakarta

Sleman

WonogiriSurakarta

SalatigaPurwodadi

Kudus

Demak

Jepara

PatiRembang

Blora

Cepu

Tuban

Bojonegoro

Surabaya

Bangkalan

Gresik

Mojokerto

Pasuruan

ProbolinggoBondowoso

BanyuwangiJember

Lumajang

Malang

Blitar

Jombang

Kediri

Trenggalek

Ponorogo

Madiun

Ngawi

Pacitan

Sragen

Kangean

Pamekasan

Sumenep

110o

Karimun Jawa

Jalur Jawa Gambar Rincian Jalur Jawa

Northern Coast Jawa

1. Jakarta (Cilincing) – Cirebon 303

2. Cirebon – Semarang 268

3. Semarang – Juana 206

4. Juana – Tuban 172

5. Tuban – Surabaya 148

6. Surabaya – Kamal 9

7. Kamal – Sampang 81

8. Sampang – Probolinggo 70

9. Probolinggo – Situbondo 127

10. Situbondo – Banyuwangi 115

10a. Situbondo – Gayam (Sapudi) 82

Southern Coast

11. Jakarta – Banten 170

12. Banten – Pelabuhan Ratu 385

13. Pelabuhan Ratu – Pamengpeuk 261

14. Pameungpeuk – Bantul 353

15. Bantul – Pacitan 173

16. Pacitan – Blitar 225

17. Blitar – Grajagan 292

18. Grajagan – Banyuwangi 184

Subtotal Northern Coast route 1 499 Subtotal Souther coast route 2043

Total Jawa – Ring 3542

Page 104: Studi backbone telekomunikasi 2006

98

Segmen distance km

1. Singkawang – Mempawah 203.5

2. Mempawah – Pontianak 216.5

3. Pontianak – Padangtikar 252.5

4. Padangtikar – Ketapang 384.5

5. Ketapang – Kendawangan 302.5

6. Kendawangan – Kualajelai 305.5

7. Kualajelai Pangkalanbun 397.5

8. Pangkalanbun – Pegatan 398.5

9. Pegatan – Pleihari 387

10. Pleihari – Pagatan 290

11. Pegatan – Kotabaru 318

12. Kotabaru – Balikpapan 365

13. Balikpapan – Bontang 317.5

14. Bontang – Sangata 95

15. Sangata – Tanjungkepala 242.5

16. Tanjungkepala – Lingkar 348.5

17. Lingkar – Nunukan 209

Total Kalimantan 5345.5

Jalur Kalimantan Gambar Rincian Jalur Kalimantan

Jalur Sulawesi

Tanjungred

eb

Samba

s

Pontianak

Ketapan

g

Pangkalanbu

n 4.3. S

a

m

p

i

t

Sinaban

g Sangga

u Sinta

ng

Putussib

au

1..7 P

alangka

raya

Kualakapu

as Banjarmas

in Banjarbaru

Kotabar

u

Martap

ura

Marabah

an Rant

au

Kandanga

n

Barab

ai

Amunt

ai

Tanjung

l. B

u

n

t

o

k

Muaratew

eh

Tanahgrog

ot

Balikpap

an

Samarind

a

Tenggaron

g

Bontan

g

Senga

ta

Tarak

an

Nunuk

an Malina

u

4.3. S

i

n

g

k

a

w

a

n

g

Mempawa

h

Kendawanga

n

Page 105: Studi backbone telekomunikasi 2006

99

Gambar Rincian Jalur Sulawesi

0o

4o

120o 124o

126o

4o

Toli-

toli

Goronta

lo

Limbo

to

Mana

do

Kotamobagu

Tondan

o

Bitung

Palu

Donggala

Poso

Luwuk

Banggai

Bungku

Koloneda

le

Mamuju

Majen

e

Palop

o

Malili Makale

Polewali Pinrang

Pare-pare

Enrekang

Sidenren

g Sengkang

Watampo

ne

Watansope

ng Barru

Pangkajen

e Ujungpanda

ng Sungguminahas

a Takalar

Jeneponto m. B

a

n

t

a

e

n

g

Bulukum

ba

Sinjai

Baubau

Raha

Kolak

a

Kendari

Sangihe - Talaud

Marisa

Buol Tahuna

Salakan

Benten

g

Maros

Masamba

Tahuna

4.3. B

e

o

Ondong

Route segments distance (km)

1. Majasar – pare-pare 233

2. Pare-pare – Majene 145

3. Majene – Mamuju 154

4. Mamuju – Palu 335

5. Palu – Toli-toli 368

6. Toli-toli – Imano 354

7. Imano – Manado 252

8. Manado – Kotabuna 297.5

9. Kotabuna – Gorontalo 269.5

10.Manado – Ondong 188

11. Ondong – Tahuna 126

12. Tahuna – Beo 129

Subtotal 2 851

Route segments distance (km)

13. Gorontalo – Luwuk 291

14. Luwuk – Bungku 243

15. Bungku – Kendari 259

16.Kendari – Raha 141

17. Raha – Bau-bau 87

18. Bau-bau – Kolaka 354

19. Kolaka – Malili 232

20. Malili – Palopo 125

21. Palopo – Watampone 218

22.Watampone – Balangnipa 230

23. Balangnipa – Makasar 283

24. Gorontalo – Poso 344

25. Poso – Palu 155

Subtotal 2 562

Sulawesi Ring Total 5813

Page 106: Studi backbone telekomunikasi 2006

100

Jalur Nusatenggara Gambar Rincian Jalur Nusatenggara

Jalur Maluku

Den

pasar

Gilimanuk

Singar

aja Karang

asem

Gia

nyar Matar

am En

de

Maumere

Ruteng

1

1

6o

11

8o

12

0o 122o

124o

11o

9o

Kupang

Ata

mbu

a Kefame

nanu

Wain

gapu Waikabubak

Tanjung

Bima

Sumbawab

esar

Larantuka

Kalabahi

Seb

a

Nusatenggara

Segments Distance (km)

1. Singaraja – Negara 144

2. Negara – Denpasar 158

3. Denpasar – Klungkung 37

4. Singaraja – Mataram 159

5. Mataram - Sumbawa 258

6. Sumbawa – Bima 244

7. Bima – Ruteng 259

8. Ruteng - Maumere 257

9. Maumere – Ende 81

10. Maumere – Larantuka 185

11. Larantuka – Kalabahi 225

12. Kalabahi – Atambua 137

13. Atambua – Kupang 264

14. Kupang – Seba 246

15. Seba – Waingapu 231

16. Denpasar – Malok 226

17. Malok – Waingapu 369

Total Nusatenggara 3480

Page 107: Studi backbone telekomunikasi 2006

101

Gambar Rincian Jalur Maluku

Jalur Papua

Soron

g

Fakfak

Kaimana

Manokwari

P.

Seram

132o 134o 126o

128o 130o

12

4o

2o

4o

126o 12

8o

2o

0o

Ambon

Masohi

Tual

Saumlaki

Namlea

Ternate

Soasiu

Tobelo

Sofifi Pataru

Sanana

Kawassi

Kilbo

n

Maluku

Segments distances (km)

1. Ternate – Tobelo 323

2. Tobelo – Pataru 291

3. Pataru – Sorong 338

4. Fakfak – Kilbon 236

5. Kilbon – Masohi 232

6. Masohi – Ambon 160

7. Ambon – Namlea 206

8.Namlea – Kawassi 200

9. Kawassi – Ternate 276

10. Kilbon Tual 340

11. Tual – Saumlaki 386

Total Maluku 2 988

Page 108: Studi backbone telekomunikasi 2006

102

Gambar Rincian Jalur Papua

Segments distance

(km)

1. Merauke – Saban 368

2. Saban – Koba 384

3. Koba – Agats 394

4. Agats – Timika 368

5. Timika – Modowi 362

6. Modowi – Kaimana 274

7. Kaimana – Fakfak 382

8. Fakfak – Teminabuan 274

9. Teminabuan – Sorong 364

10. Sorong – Manokwari 396

11. Manokwari- Biak 260

12. Biak – Serui 114

13. Serui Nabire 204

14. Biak – Sawal 220

15. Sawal – Sarmi 320

16. Sarmi – Jayapura 274 Total Papua 4 958

Page 109: Studi backbone telekomunikasi 2006

103

LAMPIRAN 4

BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN

TULANG-PUNGGUNG (BACKBONE)

TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

Page 110: Studi backbone telekomunikasi 2006

104

BUTIR-BUTIR KONSEP PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-

PUNGGUNG (BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

1. Menimbang dan Mengingat

Konsep ”Menimbang” dan ”Mengingat” dapat dibuat sebagai berikut:

Menimbang: a. bahwa pembangunan jaraingan tulang punggung

telekomunikasi mempunyai arti strategis di dalam

memperkokoh ketahanan nasional;

b. bahwa pelaksanaan pembangunan jaringan tulang

punggung telekomunikasi nasional tersebut perlu

diatur dengan Peraturan Menteri;

Mengingat: 1. Undang-undang No. 36 Th. 1999 tentang

Telekomunikasi (Lembaran Negara Th. 1999 No.

154, Tambahan Lembaran Negara No. 3881;

2. Peraturan Pemerintah No. 52 Th. 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran

Negara Th 2000 No. 107, Tambahan Lembaran

Negara No. 3980);

3. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Th.

2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan

Telekomunikasi;

4. Keputusan Menteri Perhubungan No. Km.21 Th.

2001 tentang Penyelenggaraan Jasa

Telekomunikasi;

5. Keputusan Menteri Perhubungan No. 34 Th. 2004

tentang Kewjiban Pelayanan Universal;

Page 111: Studi backbone telekomunikasi 2006

105

BUTIR-BUTIR POKOK REGULASI/MATERI MUATAN

Mengenai materi muatan yang akan diatur di dalam Peraturan Menteri, secara

singkat dapat dikatakan bahwa semua ketentuan mengenai penyelenggaraan

jaringan telekomunikasi yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangn

yang berlaku, berlaku juga bagi pembangunan jaringan tulang-punggung kecuali

bila ada hal-hal khusus yang memerlukan perubahan atau ketentuan tambahan.

Misalnya di dalam pembangunan jaringan tulang-punggung telekomunikasi

nasional dengan kabel serat optik yang melintasi kepulauan Indonesia, perlu

diatur lokasi titik pendaratan kabel laut di daerah pantai, yang kemudian

tersambung/terhubung ke pusat akses infokom.

Butir-butir pokok regulasi/materi muatan Permen tersebut secara rinci dapat

disebut sebagai berikut:

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

TENTANG PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG-PUNGGUNG

(BACKBONE) TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

2. Menimbang dan Mengingat

Konsep ”Menimbang” dan ”Mengingat” dapat dibuat sebagai berikut:

Menimbang: a. bahwa pembangunan jaraingan tulang punggung

telekomunikasi mempunyai arti strategis di dalam

memperkokoh ketahanan nasional;

b. bahwa pelaksanaan pembangunan jaringan tulang

punggung telekomunikasi nasional tersebut perlu diatur

dengan Peraturan menteri;

Mengingat : 1.Undang-undang No. 36 Th. 1999 tentang Telekomunikasi

(Lembaran Negara Th. 1999 No. 154, Tambahan Lembaran

Negara No. 3881;

2..Peraturan Pemerintah No. 52 Th. 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Th

2000 No. 107, Tambahan Lembaran Negara No. 3980)

Page 112: Studi backbone telekomunikasi 2006

106

3. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 20 Th. 2001

tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

4. Keputusan Menteri Perhubungan No. Km.21 Th. 2001

tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

5. Keputusan Menteri Perhubungan No. 34 Th. 2004 tentang

Kewjiban Pelayanan Universal;

3. Asas, Tujuan Telekomunikasi dan Hak Asasi

Asas: Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil

dan merata kepastian, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada

diri sendiri.

Tujuan: Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung

persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan

ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan

antarbangsa

Hak asasi: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam Penyelenggaraan

Telekomunikasi

Kewajiban penyelenggara jaringan menjamin terselenggaranya

telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakan.

Penyelenggaraan dilakukan secara profesional dan dapat

dipertanggungjawabkan. (kinerja operasi).

Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang

sama kepada pemakai jaringan dan jasa telekomunikasi.

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas

telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa

telekomunikasi yang baik.(kualitas layanan).

Page 113: Studi backbone telekomunikasi 2006

107

Kewajiban penyelenggara/operator menyampaikan segala data dan

informasi yang berkaitan dengan pembangunan jaringan

tulangpunggung telekomunikasi kepada Menteri, misalnya mengenai

kapasitas jaringan, jangkauannya, serta teknologi yang dipakai.

5. Penyelenggara Telekomunikasi dan Konsorsium

a. Penyelenggara Telekomunikasi

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau

penyelenggaraan jasa telekomuniaski dapat dilakukan oleh Badan

Hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Badan Usaha Swasta

Koperasi

b. Konsorsium

Pembangunan jaringan tulang punggung telekomunikasi nasional

dapat dilaksanakan melalui usaha bersama antara para

pengusaha/penyelenggara yang berhimpun di dalam satu Badan

Usaha.

6. Larangan Praktek Monopoli

Di dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi.

7. Kewenangan Menteri Kominfo di Bidang Telekomunikasi serta

Peranan Pemerintah Daerah

Kewenangan Menteri Kominfo

Meneteri mempunyai kewenangan pembinaan telekomunikasi yang

meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan

pengendalian.

Page 114: Studi backbone telekomunikasi 2006

108

Peranan Pemerintah Daerah

Di dalam pembangunan jaringan tulang punggung telekomunikasi

nasional, Pemerintah Daerah dapat mengusulkan segala hal yang

berkaitan dengan pembangunan tersebut.

Di dalam benturan kewenangan, berlaku hirarki peraturan

perundang-undangan yang menetapkan bahwa peraturan yang lebih

rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

8. Pembangunan Jaringan Melintasi Tanah/Bangunan Negara atau Milik

Perseorangan

Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau

pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara

telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara

dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.

Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi

tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan

pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan

telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.

9. Teknologi Jaringan Telekomunikasi

Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan

untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah negara Republik

Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis atau sesuai dengan

Rencana Dasar Teknis (FTP).

Persyaratan teknis tersebut dimaksudkan untuk:

menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi.

mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat

telekomunikasi.

melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan

akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi.

mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi

telekomunikasi nasional.

Page 115: Studi backbone telekomunikasi 2006

109

10. Interkoneksi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk

mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan

telekomunikasi lainnya.

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan

interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan

telekomunikasi lainnya.

11. Perizinan

Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin

dari Menteri. Untuk penyelenggaraan telekomunikasi diberikan izin melalui

tahapan izin prinsip dan izin penyelenggaraan.

12. Tarif

Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa

telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara berdasarkan formula yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

13. Kewajiban Pelayanan Universal

Ketentuan perundang-undangan menetapkan bahwa pelaksanaan

pembangunan dan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi di

wilayah pelayanan universal dibebankan kepada penyelenggara

jaringan tetap lokal.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa

telekomunikasi dikenakan kontribusi kewajiban pelayanan universal.

14. Pengamanan Sarana dan Prasarana Telekomunikasi

Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan

perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang

digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.

Setiap jaringan telekomunikasi, sarana dan prasarana

telekomunikasi harus dilengkapi dengan sarana pengamanan dan

perlindungan agar terhindar dari gangguan telekomunikasi.

Page 116: Studi backbone telekomunikasi 2006

110

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memasang

ranbu-rambu (tanda-tanda) keberadaan jaringan telekomunikasi.

15. Lokasi Titik Pendaratan Kabel Laut di Daerah Pantai

Lokasi titik pendaratan ditentukan berdasarkan pertimbangan:

Kondisi fisik geografis

Mudah dicapai

Keamanan kabel

Jarak antara titik pendaratan tidak melebihi 400 km.

Page 117: Studi backbone telekomunikasi 2006

111

LAMPIRAN 5

INVENTARISASI REGULASI TERKAIT

Page 118: Studi backbone telekomunikasi 2006

112

INVENTARISASI REGULASI TERKAIT

A. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG

TELEKOMUNIKASI

1) Umum

Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 merupakan pengganti Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, pembangunan dan

penyelenggaraan telekomunikasi di tanah air yang mana terbukti telah dapat

berperan sebagai salah satu sektor penting dan strategis dalam menunjang dan

mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,

mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,

memperkukuh persatuan dan kesatuan dalam kerangka wawasan nusantara,

serta memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar

bangsa.

Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi di

tingkat nasional maupun international yang berlangsung dengan sangat cepat

telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan

telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan

telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan

penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali

penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah

merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor

swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi

telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan

masyarakat.

2) Latar Belakang Perubahan

Perubahan Undang-Undang Telekomunikasi ini disebabkan oleh beberapa hal

Page 119: Studi backbone telekomunikasi 2006

113

diantaranya meliputi:

a) Pergeseran fungsi telekomunikasi yang semula utilitas menjadi komoditi

perdagangan seperti yang telah diatur dalam kesepakatan Word Trade

Organization (WTO). Pergeseran fungsi ini mengakibatkan perubahan dan

terjadinya transformasi struktur pasar telekomunikasi dari monopoli ke

persaingan. Hal ini sejalan dengan semangat Indonesia yang bertekad

untuk meninggalkan sistem monopoli dan beralih ke sistem persaingan

sebagaimana terlihat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Dengan

perubahan ini, maka terbuka bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan pertelekomunikasian di Indonesia.

b) Sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan global yang menitik beratkan

pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus

menyiapkan diri secara penuh untuk menyesuaikan industri

pertelekomunikasiannya. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka peran

pemerintah akan makin berkurang dan akan lebih mengarah sebagai

penentu kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang

telekomunikasi, sedangkan masyarakat akan memikul tanggung jawab

yang lebih besar dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

c) Perkembangan teknologi digital yang maju dengan sangat pesat

menciptakan jenis-jenis jasa yang membaurkan batas-batas jasa

telekomunikasi yang dikategorikan ke dalam jasa dasar dan non-dasar.

Penggunaan teknologi digital ini ternyata telah terbukti dapat meningkatkan

efisiensi, fleksibilitas dan efektivitas biaya dan menambah

keanekaragaman jasa baru yang menghasilkan konvergensi antara

telekomunikasi, komputer dan penyiaran berupa multimedia, termasuk

internet.

Secara substansial ada 3 (tiga) materi perubahan terhadap Undang-Undang

Nomor 3 tahun 1989 yaitu meliputi:

a) Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan atas jasa

telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan

menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa

telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Page 120: Studi backbone telekomunikasi 2006

114

b) Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya diselenggarakan oleh

Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat diselenggarakan pula

oleh Badan Hukum lain sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak

sehat, sehingga penyelenggaran telekomunikasi tidak lagi menganut

prinsip monopoli.

c) Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan atau

penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam

pelayanan di daerah yang belum berkembang atau belum terlayani

jaringan telekomunikasi yang merupakan penegasan dari Pemerintah

(Universal Service Obligation/USO).

3) Pengertian Umum

Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999, terdapat 17 (tujuh belas)

pengertian umum yang digunakan sebagai acuan dalam memaknai seluruh

ketentuan batang tubuh Undang-Undang Telekomunikasi. Pengertian umum

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau

penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,

tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio

atau sistem elektromagnetik lainnya;

b) Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan

dalam bertelekomunikasi;

c) Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang

memungkinkan bertelekomunikasi;

d) Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang

memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;

e) Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan

memancarkan gelombang radio;

f) Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi

dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

Page 121: Studi backbone telekomunikasi 2006

115

g) Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi

kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan

telekomunikasi ;

h) Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan

keamanan negara;

i) Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah

yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa

telekomunikasi berdasarkan kontrak;

j) Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang

menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi

yang tidak berdasarkan kontrak;

k) Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;

l) Penyelenggara telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan

pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya

telekomunikasi;

m) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan

dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan

terselenggaranya telekomunikasi;

n) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan

atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan

terselenggaranya telekomunikasi;

o) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan

telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;

p) Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari

penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;

q) Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas tanggungjawabnya di

bidang telekomunikasi.

Page 122: Studi backbone telekomunikasi 2006

116

4) Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi

Dalam penyelenggaraan telekomunikasi asas-asas pembangunan nasional yang

meliputi asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas

kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan,

kemitraan, dan etika menjadi asas yang harus diutamakan.

a. Asas manfaat berarti bahwa pembanguan telekomunikasi khususnya

penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil

guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana

penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana

perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih

meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.

b. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi

memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua

pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh

masyarakat secara adil dan merata.

c. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi

khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada

peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan

memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor,

penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna

telekomunikasi.

d. Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan

memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara

efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat

meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai

suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.

e. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan

telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis,

timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

f. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi

selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,

pembangunan, dan pengoperasiannya.

Page 123: Studi backbone telekomunikasi 2006

117

g. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi

senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran,

kesusilaan, dan keterbukaan.

5) Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi

Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan

kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara

adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,

serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Tujuan penyelenggaraan

telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi

telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi

dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomuniksai

memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang

transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha

kecil dan menengah.

6) Pembinaan dan Tanggung jawab Administrasi Telekomunikasi

Telekomunikasi dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh

Pemerintah. Hal ini mengingat telekomunikasi merupakan salah satu cabang

produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka

penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya

ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat.

Dengan demikian pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan

penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi :

penetapan kebijakan, antara lain, perumusan mengenai perencanaan

dasar strategis dan perencanaan dasar teknis telekomunikasi nasional.

pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan atau teknis

operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan dan

persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

pengendalian dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan terhadap

penyelenggaraan telekomunikasi.

Page 124: Studi backbone telekomunikasi 2006

118

pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan

telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan,

pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit

satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.

Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian

dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi

pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi

dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.

Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan

instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran

masyarakat.

Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi

Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi Internasional,

yang dimaksud dengan Administrasi Telekomunikasi adalah Negara yang diwakili

oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, Administrasi

Telekomunikasi melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi Telekomunikasi

Internasional dan peraturan yang menyertainya. Administrasi Telekomunikasi

Indonesia juga melaksanakan hak dan kewajiban peraturan internasional lainnya

seperti peraturan yang ditetapkan Intelsat (Internasional Telecommunication

Satellite Organization) dan Inmarsal (Internasional Maritime Satellite

Organization) serta perjanjian internasional di bidang telekomunikasi lainnya yang

diratifikasi Indonesia.

7) Penyelenggara Telekomunikasi

Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi

(a) penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

(b) penyelenggaraan jasa telekomunikasi; dan

(c) penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus antara lain untuk keperluan meteorologi

dan geofisika, televisi siaran, radio siaran, navigasi, penerbangan, pencarian dan

Page 125: Studi backbone telekomunikasi 2006

119

pertolongan kecelakaan, radio amatir, komunikasi radio antar penduduk dan

penyelenggaraan telekomunikasi khusus instansi pemerintah tertentu / swasta.

Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

melindungi kepentingan dan keamanan negara;

mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;

dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;

peran serta masyarakat

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa

telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud

tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

Badan Usaha Swasta; atau

Koperasi.

Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh:

Perseorangan;

Instansi pemerintah;

Badan Hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau

penyelenggara jasa telekomunikasi

Untuk mengatur lebih lanjut tentang ketentuan mengenai penyelenggaraan

telekomunikasi ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa

telekomunikasi. Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menyelenggarakan

jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi

milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jasa telekomunikasi

yang memerlukan jaringan telekomunikasi dapat menggunakan jaringan yang

dimilikinya dan atau menyewa dari penyelenggara jaringan telekomunikasi

lainnya. Jaringan telekomunikasi yang disewa pada dasarnya digunakan untuk

keperluan sendiri, namun apabila disewakan kembali kepada pihak lain, maka

yang menyewakan kembali tersebut harus memperoleh izin sebagai

penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Page 126: Studi backbone telekomunikasi 2006

120

Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat menyelenggarakan telekomunikasi

untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan negara, dan keperluan

penyiaran. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini terdiri dari

penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan;

(a) perseorangan;

(b) instansi pemerintah;

(c) dinas khusus; dan

(d) badan hukum.

Yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan

perseorangan adalah penyelenggaraan telekomunikasi guna memenuhi

kebutuhan perseorangan, misalnya radio amatir dan komunikasi radio antar

penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi

khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah penyelenggaraan

telekomunikasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas umum instansi

pemerintah misalnya, komunikasi departemen atau komunikasi pemerintah

daerah. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk dinas khusus adalah

penyelenggaraan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan dinas yang

bersangkutan antara lain, kegiatan navigasi, penerbangan, atau meteorologi.

Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus

untuk badan hukum adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan

Usaha Swasta, atau Koperasi, misalnya telekomunikasi perbankan,

telekomunikasi pertambangan, atau telekomunikasi perkeretaapian.

Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi selanjutnya

masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

8) Larangan Praktek Monopoli

Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di

antara penyelenggara telekomunikasi. Pengaturan yang demikian dimaksudkan

agar terjadi kompetisi yang sehat antar penyelenggara telekomunikasi dalam

melakukan kegiatannya. Larangan seperti ini dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 5

Page 127: Studi backbone telekomunikasi 2006

121

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat serta peraturan pelaksanaannya.

9) Perizinan

Penyelenggaraan telekomunikasi dapat diselenggarakan setelah mendapat izin

dari Menteri. Perizinan penyelenggaraan telekomunikasi ini dimaksudkan sebagai

upaya Pemerintah dalam rangka pembinaan untuk mendorong pertumbuhan

penyelenggaraan telekomunikasi yang sehat. Pemerintah berkewajiban untuk

mempublikasikan secara berkala atas daerah atau wilayah yang terbuka untuk

penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Di samping itu,

penyelenggaraan telekomunikasi wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam perizinan. Namun demikian, penyelenggaraan telekomunikasi guna

keperluan eksperimen diberi izin khusus untuk jangka waktu tertentu.

Proses perizinan diberikan dengan memperhatikan tata cara yang sederhana,

proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif, dan penyelesaian dalam

waktu yang singkat. Bagaimana tata cara dan proses selanjutnya mengenai

perizinan ini masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10) Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat

Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan

telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau

melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai

Pemerintah. Yang dimaksud dengan memanfaatkan atau melintasi tanah negara

dan atau bangunan yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah adalah kemudahan

yang diberikan kepada penyelenggara telekomunikasi.

Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan ini berlaku pula

terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.

Pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi

dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang

bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang

Page 128: Studi backbone telekomunikasi 2006

122

berlaku. Instansi pemerintah yang dimaksud adalah instansi yang secara

langsung menguasai, memiliki, dan atau menggunakan tanah dan atau bangunan.

Untuk memudahkan penyelenggaraan pembangunan telekomunikasi,

penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan

atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian,

atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara

para pihak. Yang dimaksud dengan perseorangan adalah orang seorang dan atau

badan hukum yang secara langsung menguasai, memiliki dan atau menggunakan

tanah dan atau bangunan yang dimanfaatkan atau dilintasi.

Namun demikian, dalam rangka memberi perlindungan hukum terhadap hak milik

perseorangan, maka pemanfaatannya harus mendapat persetujuan para pihak.

Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan

jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas kesalahan dan atau kelalaian

penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak

yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara

telekomunikasi. Ganti rugi yang dimaksud adalah penyelenggara telekomunikasi

diberikan kepada pengguna atau masyarakat luas yang dirugikan karena

kelalaian atau kesalahan penyelenggara telekomunikasi.

Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi, kecuali

penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut

bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya. Penyelesaian ganti rugi

dilaksanakan dengan cara melalui meditasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-

cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya bagi para pihak untuk mendapatkan

penyelesaian dengan cara cepat. Apabila penyelesaian ganti rugi melalui cara

tersebut di atas tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui pengadilan.

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi masih akan

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip

perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua

pengguna;

Page 129: Studi backbone telekomunikasi 2006

123

peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan

pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan

prasarana.

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci

pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.

Pencatatan pemakaian jasa telekomunikasi merupakan kewajiban penyelenggara

yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan berlaku hanya untuk

pelayanan jasa telepon Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan

Sambungan Langsung Internasional (SLI) sepanjang diminta oleh pengguna jasa

telekomunikasi. Perekaman pemakaian jasa telekomunikasi adalah rekaman

rincian data tagihan (billing), yang digunakan untuk membuktikan pemakaian jasa

telekomunikasi.

Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi,

penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya. Ketentuan mengenai

pencatatan atau perekaman pemakaian jasa telekomunikasi masih akan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Selain dari kewajiban sebagaimana diurai di atas, penyelenggara jaringan

telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan

telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi. Bila jaringan

telekomunikasi terhubung dengan beberapa jaringan lain yang menyelenggarakan

jasa yang sama, maka pengguna jaringan tersebut harus dijamin kebebasannya

untuk memiliki salah satu dari jaringan yang terhubung tadi melalui penomoran

yang ditentukan. Pada dasarnya pengguna berhak memiliki penyelenggara

jaringan dan atau jasa telekomunikasi untuk menyalurkan hubungan

telekomunikasinya. Dalam pelaksanaannya penyelenggara jaringan dan atau jasa

telekomunikasi dapat mengubah rute hubungan dari pengguna jaringan

penyelenggara lain tanpa sepengetahuan pengguna. Apabila terjadi, hal di atas

bertentangan dengan prinsip persaingan sehat yang dapat merugikan baik bagi

penyelenggara maupun bagi pengguna.

Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk

pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut;

• keamanan negara;

• keselamatan jiwa manusia dan harta benda;

Page 130: Studi backbone telekomunikasi 2006

124

• bencana alam;

• marabahaya; dan atau

• wabah penyakit.

Pengiriman informasi adalah tahap awal dari proses bertelekomunikasi, yang

dilanjutkan dengan kegiatan penyaluran sebagai proses antara dan diakhiri

dengan kegiatan penyampaian informasi untuk penerimaan pihak yang dituju.

Prioritas pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi yang akan

ditetapkan oleh pemerintah antara lain berita tentang musibah. Penyelenggara

telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan

telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan,

keamanan, atau ketertiban umum. Penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan

telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang

patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telekomunikasi

tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban

umum.

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau

memanipulasi :

akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau

akses ke jasa telekomunikasi; dan atau

akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

11) Kewajiban USO

Kewajiban pelayanan universal (universal servie obligation) merupakan kewajiban

penyediaan jaringan telekomunikasi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi

agar kebutuhan masyarakat terutama di daerah terpencil dan atau belum

berkembang untuk mendapatkan akses telepon dapat dipenuhi.

Dalam penetapan kewajiban pelayanan universal, pemerintah memperhatikan

prinsip ketersediaan pelayanan jasa telekomunikasi yang menjangkau daerah

berpenduduk dengan mutu yang baik dan tarif yang layak.

Kewajiban pelayanan universal terutama untuk wilayah yang secara geografis

terpencil dan yang secara ekonomi belum berkembang serta membutuhkan biaya

pembangunan tinggi termasuk di daerah perintisan, pedalaman, pinggiran,

Page 131: Studi backbone telekomunikasi 2006

125

terpencil dan atau daerah yang secara ekonomis kurang menguntungkan.

Kewajiban membangun fasilitas telekomunikasi untuk pelayanan universal

dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi tetap yang telah

mendapatkan izin dari pemerintah berupa jasa Sambungan Langsung Jarak Jauh

(SLJJ) dan atau jasa sambungan lokal.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya di luar ke dua jenis jasa di atas,

diwajibkan memberikan kontribusi.

Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam kewajiban pelayanan universal

adalah kontribusi biaya untuk pembangunan yang dibebankan melalui biaya

interkoneksi

12) Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan

interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Setiap

penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila

diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Pelaksanaan hak

dan kewajiban ini dilakukan berdasarkan prinsip :

pemanfaatan sumber daya secara efisien;

keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;

peningkatan mutu pelayanan; dan

persaingan sehat yang tidak saling merugikan.

Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban

masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Setiap

penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang

diambil dari prosentase pendapatan. Biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi

adalah kewajiban yang dikenakan kepada penyelenggara jaringan dan atau jasa

telekomunikasi sebagai kompensasi atas perizinan yang diperolehnya dalam

penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, yang besarnya

ditetapkan berdasarkan persentase dari pendapatan dan merupakan Pendapatan

Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Kas Negara.

Page 132: Studi backbone telekomunikasi 2006

126

Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi ini akan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

13) Tarif

Susunan tarif penyelenggaraan jaringan komunikasi dan atau tarif

penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Susunan tarif jaringan dan atau jasa telekomunikasi meliputi struktur dan jenis

tarif ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan struktur dan jenis tersebut,

penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dapat

menetapkan besaran tarif. Struktur tarif terdiri atas biaya pasang baru (aktivasi),

biaya berlangganan bulanan, biaya penggunaan, dan biaya jasa tambahan

(feature). Jenis tarif terdiri atas tarif pulsa lokal, tarif pulsa Sambungan Langsung

Jarak Jauh (SLJJ), tarif Sambungan Langsung Internasional (SLI) dan air time

untuk jasa sambungan telepon bergerak. Besaran tarif penyelenggaraan jaringan

komunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan

telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

Formula yang dirancang ini merupakan pola perhitungan untuk menetapkan

besaran tarif. Formula tarif terdiri atas formula tarif awal dan formula tarif

perubahan. Dalam menetapkan formula tarif awal, yang harus diperhatikan adalah

komponen biaya, sedangkan untuk menetapkan formula besaran tarif perubahan

diperhatikan juga antara lain faktor inflasi, kemampuan masyarakat, dan

kesinambungan pembangunan telekomunikasi.

14) Telekomunikasi Khusus

Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan

pertahanan keamanan negara, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara

telekomunikasi lainnya. Larangan bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus

untuk disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya

dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi ruang lingkup

penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang memang hanya untuk keperluan

sendiri. Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan penyiaran

Page 133: Studi backbone telekomunikasi 2006

127

dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya

sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.

Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka

penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dapat

menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi setelah

mendapat izin Menteri. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan

atau penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di

daerah, maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat

melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa

telekomunikasi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebutuhan

jasa telekomunikasi di suatu daerah yang karena keadaan tertentu belum dapat

dijangkau oleh jasa telekomunikasi. Oleh karena itu Undang-undang ini

memandang perlu untuk memberikan kemungkinan kepada penyelenggara

telekomunikasi khusus yang sebenarnya hanya bergerak untuk kepentingan

sendiri, dapat memberikan pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat

yang bertempat tinggal di daerah tersebut.

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang menyelenggarakan jaringan dan atau

jasa telekomunikasi dapat melanjutkan penyelenggaraan telekomunikasi dan atau

jasa telekomunikasi dengan pertimbangan investasi yang telah dilakukan dan

kesinambungan pelayanan kepada pengguna. Dalam hal ini penyelenggara

telekomunikasi khusus yang bersangkutan wajib memenuhi seluruh ketentuan

yang berlaku bagi penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.

Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan

pertahanan keamanan negara belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya,

penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau

memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh

penyelenggara telekomunikasi lainnya. Untuk keperluan pertahanan keamanan

negara, fasilitas telekomunikasi yang dimiliki oleh penyelenggara telekomunikasi

lainnya dapat dimanfaatkan. Penggunaan atau pemanfaatan jaringan

telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dilakukan sepanjang

jaringan telekomunikasi untuk keperluan pertahanan keamanan negara, yang

Page 134: Studi backbone telekomunikasi 2006

128

dalam hal ini oleh Tentara Nasional Indonesia, tidak dapat berfungsi atau tidak

tersedia.

Dalam hal negara dalam keadaan bahaya tertentu ketentuan ini tidak berlaku.

15) Perangkat Telekomunikasi, Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit

Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan

atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan

persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Persyaratan teknis alat/perangkat telekomunikasi

merupakan syarat yang diwajibkan terhadap alat/perangkat telekomunikasi agar

pada waktu dioperasikan tidak saling mengganggu alat/perangkat telekomunikasi

lain dan atau jaringan telekomunikasi atau alat/perangkat telekomunikasi.

Persyaratan teknis dimaksud lebih ditujukan terhadap fungsi alat/perangkat

telekomunikasi yang berupa parameter elektris/elektronis serta dengan

memperhatikan pula aspek di luar parameter elektris/elektronis sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dan aspek lainnya, misalnya lingkungan, keselamatan

dan kesehatan. Untuk menjamin pemenuhan persyaratan teknis alat/perangkat

telekomunikasi, setiap alat atau perangkat telekomunikasi dimaksud harus diuji

oleh balai uji yang diakui oleh pemerintah atau institusi yang berwenang.

Ketentuan persyaratan teknis memperhatikan standar teknis yang berlaku secara

internasional, mempertimbangkan kepentingan masyarakat, dan harus

berdasarkan pada teknologi yang terbuka. Ketentuan mengenai persyaratan

teknis perangkat telekomunikasi ini masih akan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin

Pemerintah. Pemberian izin penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit

didasarkan kepada ketersediaan spektrum frekuensi radio yang telah dialokasikan

untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi termasuk siaran sesuai

peruntukannya. Tabel alokasi frekuensi radio disebarluaskan dan dapat diketahui

oleh masyarakat secara transparan. Apabila ketersediaan spektrum frekuensi

radio dan orbit satelit tidak memenuhi permintaan atau kebutuhan

penyelenggaraan telekomunikasi, maka perolehan izinnya antara lain

dimungkinkan melalui mekanisme pelelangan.

Page 135: Studi backbone telekomunikasi 2006

129

Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan

peruntukannya dan tidak saling menggangu. Frekuensi radio adalah jumlah

getaran elektromagnetik untuk 1 (satu) periode, sedangkan spektrum frekuensi

radio adalah kumpulan frekuensi radio. Penggunaan frekuensi radio didasarkan

pada ruang, jumlah getaran, dan lebar pita, yang hanya dapat digunakan oleh 1

(satu) pihak. Penggunaan secara bersamaan pada ruang, jumlah getaran dan

lebar yang sama atau berhimpitan akan saling mengganggu. Frekuensi dalam

telekomunikasi digunakan untuk membawa atau menyalurkan informasi. Dengan

demikian agar informasi dapat dibawa atau disalurkan dengan baik tanpa

gangguan maka penggunaan frekuensinya harus diatur. Pengaturan frekuensi

antara lain mengenai pengalokasian pita frekuensi dan peruntukannya. Orbit

satelit adalah suatu lintasan di angkasa yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit.

Orbit satelit geostasioner, orbit satelit rendah dan orbit satelit menengah. Orbit

satelit geostasioner adalah suatu lintasan yang dilalui oleh suatu pusat masa

satelit yang disebabkan oleh gaya gravitasi bumi yang mempunyai kedudukan

tetap terhadap bumi. Orbit satelit geostasioner berada di atas khatulistiwa dengan

ketinggian 36.000 km. Orbit satelit rendah dan menengah adalah suatu lintasan

yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit yang kedudukannya tidak tetap

terhadap bumi. Ketinggian orbit satelit rendah sekitar 1.500 km dan orbit satelit

menengah sekitar 11.000 km.

Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum

frekuensi radio dan orbit satelit. Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio

dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diiatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan

frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita

frekuensi. Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio merupakan

kompensasi atas penggunaan frekuensi sesuai dengan izin yang diterima. Di

samping itu, biaya penggunaan frekuensi dimaksudkan juga sebagai sarana

pengawasan dan pengendalian agar frekuensi radio sebagai sumber daya alam

terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Besarnya biaya penggunaan

frekuensi ditentukan berdasarkan jenis dan lebar pita frekuensi. Jenis frekuensi

akan berpengaruh pada mutu penyelenggaraan, sedangkan lebar pita frekuensi

akan berpengaruh pada kapasitas/jumlah informasi yang dapat dibawa/dikirimkan.

Page 136: Studi backbone telekomunikasi 2006

130

Demikian halnya dengan pengguna orbit satelit juga wajib membayar biaya hak

penggunaan orbit satelit. Ketentuan mengenai biaya hak penggunaan frekuensi

dan orbit satelit masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan

ke wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan

Indonesia, tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis. Yang dimaksud dengan

wilayah perairan Indonesia adalah wilayah laut teritorial termasuk perairan dalam.

Dengan demikian, pengertian ini menjangkau konsepsi negara kepulauan

sebagaimana diakui dalam Konverensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Hukum Laut Internasional yang selanjutnya telah diratifikasi dengan Undang-

undang Nomor 17 Tahun 1985. Karena kapal berbendera asing tersebut telah

dilengkapi dengan perangkat telekomunikasi yang pemasangan dan

pengoperasiannya mengikuti ketentuan yang berlaku di negaranya, maka

ketentuan tentang persyaratan teknis yang ditetapkan menteri tidak dapat

diterapkan kepadanya. Penggunaan perangkat telekomunikasi tersebut di wilayah

perairan Indonesia tetap harus mengikuti ketentuan internasional yang berlaku,

yakni prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.

Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari

dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali :

untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta

benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan

keamanan lalu lintas pelayaran; atau

disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh

penyelenggara telekomunikasi; atau

merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan

telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.

Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio atau orbit satelit di wilayah

perairan Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk

mencegah dirugikannya penyelenggaraan telekomunikasi. Dinas bergerak

pelayaran (maritime mobile service) adalah telekomunikasi antara stasiun pantai

dan stasiun kapal, antar stasiun kapal, antar stasiun komunikasi pelengkap di

kapal, stasiun kendaraan penyelamat, atau stasiun rambu radio penunjuk posisi

Page 137: Studi backbone telekomunikasi 2006

131

darurat. Ketentuan ini hanya berlaku untuk kapal sipil dan tidak berlaku bagi kapal

milik Tentara Nasional Indonesia.

Ketentuan mengenai pengunaan spektrum frekuensi radio ini masih akan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan

ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis yang

sudah ditetapkan menurut undang-undang ini. Ketentuan teknis tentang

perangkat telekomunikasi yang ditetapkan Pemerintah tidak dapat diterapkan

kepada pesawat udara asing karena pesawat udara asing tersebut mengikuti

ketentuan yang berlaku di negaranya. Penggunaan perangkat telekomunikasi

tersebut tetap harus mengikuti ketentuan internasional yang berlaku, yakni prinsip

tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.

Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang

berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali :

untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta

benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan

keamanan lalu lintas penerbangan; atau

disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh

penyelenggara telekomunikasi; atau

merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan

telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.

Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio atau orbit satelit di wilayah

udara Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk

mencegah dirugikannya penyelenggaraan telekomunikasi. Dinas bergerak

penerbangan (aeronautical mobile service) adalah telekomunikasi antara stasiun

penerbangan dan stasiun pesawat udara, antar stasiun pesawat udara yang juga

dapat mencakup stasiun kendaraan penyelamat, dan stasiun rambu radio

penunjuk posisi darurat. Dinas tersebut beroperasi pada frekuensi yang

ditentukan untuk marabahaya dan keadaan darurat.

Ketentuan mengenai pengunaan spektrum frekuensi radio lebih lanjut masih akan

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 138: Studi backbone telekomunikasi 2006

132

Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan

spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan

dengan memperhatikan asas timbal balik. Asas timbal balik yang dimaksudkan

dalam pasal ini adalah asas dalam hubungan internasional untuk memberikan

perlakuan yang sama kepada perwakilan diplomatik asing di Indonesia

sebagaimana perlakuan yang diberikan kepada perwakilan Indonesia di negara

yang bersangkutan.

B. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG

PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 ditetapkan dalam rangka

pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi yang dapat

memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi

sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

ditegaskan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi meliputi penyelenggaraan

jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dan

penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Penyelenggaraan jaringan dan atau

jasa telekomunikasi dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara,

Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta dan Koperasi yang bentuk

usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

menyelenggarakan jaringan dan atau jasa telekomunikasi. Sedangkan

penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan,

instansi pemerintah dan badan hukum selain penyelenggara jaringan

telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa penyelenggara jaringan

telekomunikasi dalam menjalankan usahanya dituntut untuk membangun dan

atau menyediakan jaringan telekomunikasi yang sesuai dengan Rencana Dasar

Teknis. Rencana Dasar Teknis dimaksud ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat pula menyelenggarakan jasa

Page 139: Studi backbone telekomunikasi 2006

133

telekomunikasi dengan mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri.

Selanjutnya, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan

interkoneksi antar jaringan telekomunikasi. Pelaksanaan interkoneksi diberikan

atas dasar permintaan dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

Penyelenggaraan interkoneksi dikenakan biaya interkoneksi yang dibebankan

kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi asal, dan besaran biaya

interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati

bersama dan bersifat adil.

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi diwajibkan untuk pertama, menyediakan

fasilitas telekomunikasi yang menjamin adanya kualitas pelayanan jasa

telekomunikasi yang baik. Kedua, penyelenggara jasa telekomunikasi dituntut

untuk tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada pengguna

jasa telekomunikasi. Ketiga, penyelenggara jasa telekomunikasi diwajibkan untuk

melakukan pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi, serta wajib

menyimpan catatan/rekaman dimaksud sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)

bulan. Pengguna jasa telekomunikasi yang memerlukan catatan/rekaman

pemakaian jasa telekomunikasi dapat meminta catatan/rekaman dimaksud

dengan membayar biaya pencetakan atas catatan/rekaman tersebut.

Menteri menetapkan pelaksanaan kontribusi kewajiban pelayanan universal

(Universal Services Obligation) kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi

dan penyelenggara jasa telekomunikasi berupa penyediaan jaringan dan atau

jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi, atau

kontribusi lainnya.

Kewajiban pelayanan universal ini dimaksudkan sebagai kewajiban untuk

menyediakan jaringan dan layanan jasa telekomunikasi di daerah terpencil dan

atau belum berkembang terutama yang berpotensi besar dapat menunjang sektor

ekonomi dan memperlancar pertukaran informasi yang sangat diperlukan untuk

mendorong kegiatan pembangunan dan pemerintahan.

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus diselenggarakan untuk keperluan

sendiri, pertahanan keamanan negara dan penyiaran. Penyelenggaraan

telekomunikasi khusus diselenggarakan jika keperluannya tidak dapat dipenuhi

oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi; lokasi kegiatannya

Page 140: Studi backbone telekomunikasi 2006

134

belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;

serta kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Selanjutnya, penyelenggaraan telekomunikasi khusus dibatasi untuk tidak

melakukan penyelenggaraan telekomunikasi di luar peruntukannya,

disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya, dan memungut biaya dalam

bentuk apapun atas pengoperasiannya.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dikenakan

biaya penyelenggaraan telekomunikasi yang besarnya ditetapkan lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Perizinan penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu

izin prinsip dan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Perizinan tersebut

dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah dalam rangka pembinaan untuk

mendorong pertumbuhan penyelenggaraan telekomunikasi. Pemerintah

berkewajiban untuk mempublikasikan secara berkala atas wilayah yang terbuka

untuk penyelenggaraan telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi wajib

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.

Penyelenggara telekomunikasi diwajibkan untuk memberikan ganti rugi terhadap

kesalahan/kelalaian yang dilakukannya yang menimbulkan kerugian langsung

kepada pengguna jaringan dan atau jasa telekomunikasi.

Sebaliknya, penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat pula meminta ganti rugi

akibat pemindahan jaringan telekomunikasinya karena ada kegiatan atau

permintaan dari instansi/departemen/lembaga atau pihak lain.

Selanjutnya diatur mengenai peran serta masyarakat di bidang telekomunikasi.

Dalam rangka melibatkan peran aktif dari masyarakat dibentuk lembaga peran

serta masyarakat di bidang telekomunikasi. Masyarakat dapat membentuk

beberapa lembaga tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Lembaga dimaksud

merupakan mitra Pemerintah yang memiliki tugas untuk menyampaikan pemikiran

dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah

pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan,

pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi. Namun,

perlu ditegaskan bahwa pemikiran dan pandangan dari lembaga tersebut tidak

bersifat mengikat kepada Pemerintah.

Page 141: Studi backbone telekomunikasi 2006

135

C. KM 29 TAHUN 2004 PERUBAHAN ATAS KM PERHUBUNGAN NO 20

TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN

TELEKOMUNIKASI

Keputusan Menteri tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

menghendaki agar penyelenggaraan jaringan telekomunikasi diarahkan untuk

menunjang pembangunan dengan memberikan pelayanan yang sebesar-

besarnya bagi masyarakat di seluruh tanah air secara merata dan kepada setiap

pemakai jaringan diberikan perlakuan tanpa diskriminatif.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk

maksud tersebut dan mendapatkan izin yaitu:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

c. Badan Usaha Swasta; atau

d. Koperasi

Jaringan telekomunikasi yang dapat diselenggarakan terdiri dari:

1) Penyelenggaraan Jaringan Tetap meliputi:

a. Jaringan tetap lokal

b. Jaringan tetap sambungan jarak jauh

c. Jaringan tetap sambungan internasional

d. Jaringan tetap tertutup

2) dan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak meliputi:

a. Jaringan bergerak terestrial

b. Jaringan bergerak selular

c. Jaringan bergerak satelit

Keputusan Menteri Nomor 20 tahun 2001 mengatur kewajiban-kewajiban yang

harus dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi. Kewajiban tersebut

meliputi:

Page 142: Studi backbone telekomunikasi 2006

136

1) Membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi yang

memenuhi ketentuan teknis dalam rencana dasar teknis yang

ditetapkan oleh Menteri.

2) Menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan

jaringan telekomunikasi sesuai standard kualitas pelayanan;

3) Memberikan pelayanan tanpa diskriminatif kepada pemakai jaringan

telekomunikasi;

4) Membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan

telekomunikasi;

5) Mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi

yang dimilikinya

6) Menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang

diselenggarakannya

7) Memisahkan komponen-komponen pelayanannya (unbudling) dalam

rangka menyediakan pelayanan yang dibutuhkan oleh penyelenggara

telekomunikasi

8) Melaksanakan kewajiban pelayanan universal dalam bentuk

pembangunan jaringan, pembayaran komponen biaya interkoneksi atau

kontribusi lainnya

9) Membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan

penerimaan negara bukan pajak.

10) Menjamin tersedianya interkoneksi dan berhak mendapatkan

interkoneksi dari penyelenggara jaringan lainnya.

Dalam Keputusan Menteri ini diatur juga hal-hal yang menyangkut Tata cara

perizinan yang meliputi tata cara seleksi, evaluasi dan perizinan penyelenggaraan

jaringan telekomunikasi. Juga diatur tata cara pelaksanaan uji laik operasional

dan penentuan tarif.

Page 143: Studi backbone telekomunikasi 2006

137

D. PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM

PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

penyediaan Infrastruktur mempertimbangkan bahwa ketersediaan infrastruktur

yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak untuk

mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya

saing Indonesia dalam pergaulan global. Untuk itu dipandang perlu mengambil

langkah-langkah yang komprehensif untuk mempercepat pembangunan

infrastruktur guna menciptakan iklim investasi yang dapat mendorong

keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip

usaha secara sehat. Untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan

terkait, perlu pengaturan guna melindungi dan mengamankan kepentingan

konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara adil.

Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dengan Badan

Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:

mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan

Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;

meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui

persaingan sehat;

meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan

Infrastruktur;

mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan

membayar pengguna.

Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup :

infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau,

bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;

Page 144: Studi backbone telekomunikasi 2006

138

infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;

infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;

infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku,

jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;

infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan

pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi

pengangkut dan tempat pembuangan;

infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;

infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau

distribusi tenaga listrik; dan

infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan,

pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi.

Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dalam hal ini Menteri/

Kepala Lembaga / Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan

prinsip:

a. adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan

harus memperoleh perlakuan yang sama;

b. terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan

Usaha yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan;

c. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan

Penyediaan Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan,

tata cara evaluasi, dan penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi

seluruh Badan Usaha serta masyarakat umumnya;

d. bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan;

e. bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat

dipertanggungjawabkan;

f. saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan

yang seimbang sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan

masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat;

Page 145: Studi backbone telekomunikasi 2006

139

g. saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan

yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;

h. saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari

ke dua belah pihak.

Dalam mengidentifikasikan proyek-proyek penyediaan infrastruktur yang akan

dikerjasamakan dengan Badan Usaha, Pemerintah, Menteri/Kepala

Lembaga/Kepala Daerah harus mempertimbangkan paling kurang:

a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/

daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur;

b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;

c. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah;

d. analisa biaya dan manfaat sosial.

Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan :

a. pra studi kelayakan;

b. rencana bentuk kerjasama;

c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan

d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara

penilaian.

E. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan

rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh

kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan

bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan

Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi

lainnya.

Page 146: Studi backbone telekomunikasi 2006

140

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka

Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi

masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pembangunan

ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan

globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak

awal tahun 1990-an.

Peluang-peluang usaha yang tercipta selama 3 (tiga) dasawarsa yang lalu dalam

kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat

berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan

usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk

kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di

sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar

merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.

Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang

terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara

langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan.

Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat

monopolistik.

Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-

kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial.

Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak

didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang

mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu

bersaing.

Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk

mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha

dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim

persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi

pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek

Page 147: Studi backbone telekomunikasi 2006

141

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang

bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk

menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap

pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong

percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang

Dasar 1945.

Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat

berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas

Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh

pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan

usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif,

sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.

Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan

yang terdiri dari:

1. perjanjian yang dilarang;

2. kegiatan yang dilarang;

3. posisi dominan;

4. komisi Pengawas Persaingan Usaha;

5. penegakan hukum;

6. ketentuan lain-lain.

Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan

keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan

tujuan untuk: menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen;

menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha

Page 148: Studi backbone telekomunikasi 2006

142

yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi

setiap orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan

efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

F. RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KONTRIBUSI

PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI

Peraturan Pemerintah tentang Kontribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi

dirancang dengan pertimbangan bahwa :

Pasal 16 ayat 3 Undang­Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi telah mengamanatkan pengaturan lebih lanjut tentang

Kontribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi dengan Peraturan

Pemerintah;

ketentuan Kontribusi Pelayanan Universal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 26 sampai dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun

2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi perlu disempurnakan dan

diatur tersendiri agar dapat mengantisipasi percepatan pembangunan

fasilitas telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.

Kontribusi Pelayanan Universal telekomunikasi adalah kewajiban yang

dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau

penyelenggara jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah

atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh fasilitas jaringan dan atau

jasa telekomunikasi.

Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal adalah kontribusi yang merupakan

penerimaan negara bukan pajak yang harus dibayar oleh penyelenggara jaringan

dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi untuk penyediaan jaringan dan atau

jasa telekomunikasi.

Pelaksana penyediaan pelayanan universal telekomunikasi adalah penyelenggara

Page 149: Studi backbone telekomunikasi 2006

143

kontribusi pelayanan universal untuk penyediaan akses dan layanan

telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.

Penyediaan pelayanan universal telekomunikasi adalah penyediaan akses dan

layanan telekomunikasi di wilayah pelayanan universal.

Pelaksanaan kontribusi Pelayanan Universal Bidang Telekomunikasi adalah

tanggung jawab pemerintah yang dibebankan kepada penyelenggara

telekomunikasi melalui pendanaan kontribusi kewajiban pelayanan universal.

Maksud dari tanggung jawab pemerintah adalah mewujudkan pelayanan

telekomunikasi yang merata dan memenuhi kebutuhan masyarakat terutama di

daerah terpencil, perintisan dan atau daerah perbatasan melalui penyediaan

akses dan layanan universal telekomunikasi berdasarkan subsidi yang

dilaksanakan secara berkesinambungan serta berbasis pada pengembangan

wilayah dan masyarakat.

Pendanaan pelaksanaan penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berasal

dari sumber penerimaan yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku dan atau penerimaan negara bukan pajak yaitu

prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi sebagai

kewajiban dalam penyediaan pelayanan universal telekomunikasi dalam bentuk

penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau yang dibebankan

melalui biaya interkoneksi.

Bentuk pelaksanaan Penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berupa

proyek kerjasama antara Menteri dengan Badan Hukum dimana Menteri bertindak

selaku penanggung jawab proyek kerjasama. Proyek kerjasama penyediaan

pelayanan universal telekomunikasi dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan

pelayanan universal telekomunikasi melalui pengerahan dana swasta;

b. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui

persaingan sehat;

c. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan

Infrastruktur;

d. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

Page 150: Studi backbone telekomunikasi 2006

144

diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan

membayar pengguna.

Penyediaan infrastruktur telekomunikasi dalam penyediaan pelayanan universal

telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan pembiayaan subsidi, disediakan,

dimiliki, dioperasikan, dan dipelihara oleh Badan Hukum. Penyediaan pelayanan

universal telekomunikasi dilaksanakan secara berkesinambungan dengan

pertanggung jawaban jaminan penyediaan akses dan layanan oleh Badan Hukum

untuk jangka waktu melebihi tahun anggaran dan sekurang-kurangnya 5 (lima)

tahun dalam wilayah yang sama. Pada saat akhir periode Perjanjian Kerjasama

dievaluasi untuk diberikan peluang usaha sebagai Badan Hukum baru dalam

bidang telekomunikasi dengan menyelesaikan target penyediaan pelayanan

universal yang ditetapkan oleh Menteri.

Wilayah pelayanan universal telekomunikasi merupakan wilayah prioritas untuk

penyediaan pelayanan universal telekomunikasi berdasarkan Rencana

Penyediaan Pelayanan Universal Telekomunikasi yaitu daerah terpencil dan tidak

layak secara ekonomis.

Page 151: Studi backbone telekomunikasi 2006

145

DAFTAR PUSTAKA

1. Malaysia Supercorridor http://www.msc.com.my/msc/msc.asp

2. Fiber in Latin America

http://lw.pennnet.com/Articles/Article_Display.cfm?Article_ID=120220

3. China’s Optical-network Evolution

http://oemagazine.com/fromtheMagazine/may02/china.html

4. Lanka The best growth market in Asia

http://www.lankanewspapers.com/news/2006/5/7046.html

5. what is Balanced Score Card from Balance Score Card Institute

http://www.balancedscorecard.org/basics/bsc1.htmlalanced

6. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action (Hardcover)

by Robert S. Kaplan (Author), David P. Norton (Author) Sep 1996

7. Optical Fiber Handbook 2003 by CRC Press LLC

8. Internet usage in Asia http://www.internetworldstats.com/stats3.htm

9. Departemen Komunikasi dan Informatika Direktorat Jendral Pos dan

Telekomunikasi, Laporan Akhir Penyusunan Desain Makro Jaringan Serat Optik

Nasional Palapa O2 Ring, th 2005

10. Nationwide Digital Fiber-optic Telecommunication National Backbone in

Philipine http://www.fujitsu.com/ph/casestudies/ndtn.html

11. National Infrastructure, Planning, Telecommunication Regulatory Conditions,

Pricing, and Marketing. http://www.foundation-

partnership.org/pubs/bandwidth/index.php?chap=chap1&sub=c1b

12. Joint Venture to construct trans Ruasia Fiber – Optic

http://lw.pennnet.com/articles/article_display.cfm?Section=ARCHI&C=News&A

RTICLE_ID=35898&KEYWORDS=national%20backbone%20fiber%20optic&p=13