Studi Aplikasi Photometric Stereo untuk Rekonstruksi Tekstur Permukaan
-
Upload
finnasusanti -
Category
Documents
-
view
85 -
download
5
description
Transcript of Studi Aplikasi Photometric Stereo untuk Rekonstruksi Tekstur Permukaan
STUDI APLIKASI PHOTOMETRIC STEREO UNTUK
REKONSTRUKSI TEKSTUR PERMUKAAN
TUGAS AKHIR
Oleh :
Finna Susanti
13308030
PROGRAM STUDI TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
STUDI APLIKASI PHOTOMETRIC STEREO UNTUK
REKONSTRUKSI TEKSTUR PERMUKAAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tahap pendidikan strata-1 pada
Program Studi Teknik Fisika - Institut Teknologi Bandung
Oleh :
Finna Susanti
13308030
Pembimbing :
Dr. Suprijanto, S.T., M.T.
Dr. Ir. Endang Juliastuti, M.S.
PROGRAM STUDI TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir TF-4009
Program Studi Teknik Fisika - Institut Teknologi Bandung
Judul Penelitian Tugas Akhir
STUDI APLIKASI PHOTOMETRIC STEREO UNTUK
REKONSTRUKSI TEKSTUR PERMUKAAN
Nama Mahasiswa : Finna Susanti
NIM : 13308030
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 23 Februari 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Suprijanto, S.T., M.T. Dr. Ir. Endang
Juliastuti, M.S.
i
ABSTRAK
Permukaan benda menyimpan banyak informasi, salah satunya adalah tekstur. Tekstur merupakan perbedaan antara titik tertinggi dan terendah pada permukaan. Rekonstruksi terkstur permukaan telah banyak digunakan, baik dengan cara mengambil foto secara langsung, laser profilometry, dan photometric stereo. Penggunaan laser profilometry membutuhkan biaya yang cukup besar karena harga peralatannya mahal. Pada pengambilan foto secara langsung, profil kedalaman didapatkan dari refleksi intensitas yang sampai ke kamera. Pada photometric stereo profil kedalaman didapatkan dari gabungan permukaan normal k buah citra. Ide dari photometric stereo adalah merekam citra dari satu titik tertentu sementara orientasi dari sumber iluminasinya berbeda-beda. Photometric stereo hanya dapat merekonstruksi objek dengan permukaan lambert, yaitu permukaan yang dapat merefleksikan cahaya secara difus. Saat ini photometric stereo telah digunakan untuk merekonstruksi benda berukuran besar seperti wajah, sidik jari, dan bentuk topografi permukaan bumi. Pada penelitian ini, photometric stereo digunakaan untuk merekonstruksi objek berukuran kecil. Objek yang akan direkonstruksi berjumlah tujuh buah yang citranya diambil menggunakan mikroskop digital dengan empat orientasi sumber iluminasi bersudut 90° antar sumber. Dari keempat citra yang didapatkan akan dicari permukaan albedo dan normalnya. Permukaan normal ini akan digabungkan dan diolah kembali sehingga didapatkan profil kedalaman permukaan. Dari hasil yang didapatkan, photometric stereo dapat digunakan untuk merekonstruksi tekstur permukaan objek yang berukuran kecil. Photometric stereo memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekonstruksi dari satu citra saja. Kata kunci Rekonstruksi citra, profil kedalaman, photometric stereo, permukaan lambert, albedo, permukaan normal.
ii
ABSTRACT
An analysis for an object surface, one of them is texture, is often required for some needs, for example an analysis of wrinkle for skins, a quality of thin layers for materials and patterns of wood types. Texture is a difference between the highest and lowest points of a surface. A surface texture reconstruction has been conducted by directly taking photographs, profilometry laser, and photometric stereo. The use of profilometry laser requires a high cost due to its expensive tool. Another alternative is by directly taking images, in which the intensity profile is taken from the level of reflection intensity through a camera. To increase an accuracy from the direct method, photometric stereo will be applied to progress the intensity profile from a combination of –k image normal surface. The idea of photometric stereo is to record an image from one certain point while its orientation of the illumination sources may be different. Photometric stereo can only reconstruct an object with a lambert surface,that is a surface reflecting light diffusively. Recently photometric stereo has been applied to reconstruct bigger size things, such as faces, finger prints, and topography of the earth surface. In this final project, photometric stereo is applied to reconstruct a small size object. There are about seven objects whose images are taken by using a digital microscope with four orientations of illumination source with a 90° angle from inter sources. From the four images taken, we may find the surface of albedo and its normal surface. The normal surface will be combined and reprocessed so it may result the intensity profile. It is concluded from the result that photometric stereo may be applied to reconstruct a surface texture of small objects. Photometric stereo has a higher accuracy than a reconstruction of merely one image. Key Words Reconstruction of image, intensity profile, photometric stereo, lambert surface, albedo, normal surface.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan atas berkat dan penyertaannya
dalam pengerjaan dan penulisan laporan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berisi
tentang photometric stereo sebagai metode rekonstruksi citra. Saat ini
rekonstruksi citra telah dilakukan dengan mengambil satu citra secara langsung,
laser profilometry, dan photometric stereo.
Penggunaan laser profilometry memiliki beberapa kekurangan, antara lain
harganya yang mahal dan objek yang akan di-scan harus berada dalam keadaan
diam. Pada rekonstruksi dari satu citra saja, profil permukaan didapatkan dari
refleksi intensitas yang sampai ke kamera. Sedangkan dengan photometric stereo,
profil permukaan didapatkan dari gabungan permukaan normal k buah citra.
Photometric stereo merekam beberapa buah citra yang diambil dari satu titik
dengan orientasi sumber iluminasi yang berbeda. Citra-citra ini akan diolah untuk
mendapatkan albedo dan permukaan normalnya. Permukaan normal ini akan
kembali diolah untuk merekonstruksi profil permukaannya. Photometric stereo
hanya dapat digunakan untuk permukaan lambert (permukaan yang dapat
merefleksikan cahaya secara difus).
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Surijanto, S.T. M.T. dan Dr. Ir. Endang Juliastuti, M.S. sebagai dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan informasi, saran, dan komentar
dalam pengerjaan tugas akhir ini.
2. Keluarga penulis yang telah memberikan dukungan secara penuh, baik dalam
bentuk material, moral, dan doa.
3. Shani Hadiyanto Pribadi, Mas Darmo, Kak Widodo Dwi Putro, dan Kak Yuri
Pangestu untuk semua masukan, pertanyaan, bantuan, dan dukungan yang
diberikan selama ini.
iv
4. Teman-teman di Laboratorium Instrumentasi Medik dan teman-teman Teknik
Fisika angkatan 2008 atas persahabatan dan rasa kekeluargaannya selama
pembelajaran di ITB.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Dalam laporan tugas akhir ini masih terdapat banyak sekali kekurangan yang
masih perlu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Penulis menerima dengan
senang hati segala kritik dan saran yang akan membuat penulis menjadi lebih baik
di masa mendatang. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca sekalian. Terima kasih.
Bandung, Februari 2012
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR SIMBOL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Ruang Lingkup Studi 4
1.5. Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TEORI DASAR 6
2.1. Interaksi Cahaya dengan Permukaan 6
2.2. Photometric Stereo 11
2.3. Mikroskop Digital 14
BAB 3 PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PROTOTIPE 15
3.1. Spesifikasi Alat 15
3.2. Rancangan Sistem 17
3.3. Pengujian Prototipe 20
BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM 21
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 31
5.1. Kesimpulan 32
5.2. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN A SOURCE CODE MATLAB 36
vi
DAFTAR SIMBOL
k : jumlah sumber iluminasi
E : energi yang sampai ke permukaan benda
L : jumlah cahaya yang direfleksikan permukaan searah lensa
d : diameter lensa
f : jarak titik api lensa
β : sudut antara garis axis dari kamera dengan titik permukaan terjauh
n : permukaan normal
s : arah sumber cahaya
v : arah kamera
α : sudut fasa
θi : sudut polar
ɸi : sudut azimuth
θe : sudut polar dari emisi
ɸe : sudut azimuth dari emisi
Iθ : intensitas cahaya yang direfleksikan pada sudut θ
In : intensitas cahaya yang direfleksikan pada permukaan normal
ak : validasi bayangan
Ik : intensitas citra berbayangan dari sumber iluminasi k
Ith : nilai intensitasn dari threshold
a : jarak antara objek dengan proyeksi sumber iluminasi
t : tinggi sumber iluminasi
Ñ : matriks sumber iluminasi
n11 : vektor sumber iluminasi 1 terhadap sumbu x
n12 : vektor sumber iluminasi 2 terhadap sumbu y
n13 : vektor sumber iluminasi 3 terhadap sumbu z
Ĩ : vektor kolom untuk nilai intensitas pada posisi (x,y)
e : albedo
z : kedalaman permukaan
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1.1. Ilustrasi photometric stereo 2
Gambar 2.1. Perbedaan refleksi secara difus dan spekular 6
Gambar 2.2. Refleksi pada permukaan lambert 7
Gambar 2.3. Ilustrasi irradiance dan radiance 7
Gambar 2.4. Hubungan antara aksis optik kamera, permukaan, dan sudut β 8
Gambar 2.5. Definisi permukaan normal (n), arah sumber cahaya (s), arah
kamera (v), sudut phasa (α), sudut polar (θi) dan sudut
azimuth (ɸi), dan sudut polar (θe) dan sudut azimuth (ɸe) dari
emisi 9
Gambar 2.6. Lambert’s cosine law 10
Gambar 2.7. Tahapan pada metode photometric stereo 11
Gambar 2.8. Contoh objek yang akan disegmentasi dan mask-nya 12
Gambar 2.9. Ilustrasi untuk perhtungan matriks sumber iluminasi 12
Gambar 3.1. Mikroskop digital DinoLite tipe AD-413T Pro2 15
Gambar 3.2. Foto sumber iluminasi 16
Gambar 3.3. Skema rancangan sistem 17
Gambar 3.4. Foto prototipe 18
Gambar 3.5. Ilustrasi pengambilan data 18
Gambar 3.6. Diagram alir percobaan 19
Gambar 3.7. Foto objek yang akan direkonstruksi 20
viii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4.1. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 1 21
Tebel 4.2. Perbedaan ketinggian pada objek 1 22
Tabel 4.3. Kesalahan objek 1 dalam persentase 22
Tabel 4.4. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 2 23
Tabel 4.5. Perbandingan ketinggian dan kesalahan pada plastisin dalam
persentase 24
Tabel 4.6. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 3 25
Tabel 4.7. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 4 26
Tabel 4.8. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 5 27
Tabel 4.9. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 6 28
Tabel 4.10. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek
7 29
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permukaan sebuah benda menyimpan banyak informasi tentang benda tersebut,
salah satunya adalah tekstur. Tekstur permukaan adalah perbedaan antara titik
tertinggi dan terendah yang ada pada permukaan.
Saat ini, rekonstruksi tekstur permukaan sudah dilakukan dengan cara mengambil
citra secara langsung, laser profilometry, dan photometric stereo. Rekonstruksi
dengan menggunakan laser profilometry dinilai kurang efisien karena harganya
yang mahal dan mengharuskan objek yang di-scan untuk diam selama beberapa
saat.
Hal ini menyebabkan munculnya cara konvensional, yaitu dengan mengambil satu
buah citra dari objek. Cara konvensional menggunakan informasi dari refleksi
cahaya yang mengenai objek untuk melakukan rekonstruksi. Semakin besar
kedalaman yang dimiliki suatu permukaan, maka intensitas cahaya yang
direfleksikan ke kamera akan semakin sedikit. Cara ini memiliki kekurangan
karena profil kedalaman hanya berdasarkan atas satu buah permukaan normal
saja. Sedangkan pada photometric stereo, profil kedalaman didapatkan dari
gabungan permukaan normal k buah citra.
Kualitas citra tekstur dari sebuah benda merupakan kombinasi dari tekstur benda
itu sendiri serta kondisi pencahayaan pada saat perekaman. Bayangan yang
dihasilkan dari pencahayaan berperan sangat penting pada rekonstruksi dari citra
yang telah didapatkan. Dari ketinggian bayangan yang terbentuk dapat
diperkirakan ketinggian permukaan benda. Meskipun adanya bayangan ini sangat
penting, bayangan juga dapat menimbulkan masalah. Adanya bayangan
menyebabkan rekonstruksi tekstur permukaan tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan satu arah sumber cahaya saja [16].
Photometric stereo adalah suatu
yang dapat menggambarkan
menggabungkan beberapa citra suatu permukaan pada sudut pandang yang sama,
tetapi dengan orientasi sumber iluminasi yang berbeda
beberapa buah citra dengan bayangan yang berbeda). Ilustrasi
dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar
Pada saat ini, penelitian yang menggunakan
dilakukan pada berbagai macam
permukaan bumi, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, penelitian yang
banyak dilakukan saat ini me
menggunakan kamera sebagai alat untuk mengambil citra.
penggunakan photometric stereo
meningkatkan akurasi [5
Semakin banyak citra benda yang digun
semakin teliti hasil rekonstruksi yang didapatkan. Meskipun demikian, diperlukan
2
adalah suatu teknik rekonstruksi citra selain laser
yang dapat menggambarkan profil kedalaman permukaan benda dengan cara
menggabungkan beberapa citra suatu permukaan pada sudut pandang yang sama,
tetapi dengan orientasi sumber iluminasi yang berbeda-beda (sehingga diperoleh
beberapa buah citra dengan bayangan yang berbeda). Ilustrasi photometric stereo
ambar 1.1 [3][7][11][16][21][22].
Gambar 1.1. Ilustrasi photometric stereo
Pada saat ini, penelitian yang menggunakan photometric stereo
dilakukan pada berbagai macam permukaan, seperti sidik jari, wajah, mobil,
permukaan bumi, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, penelitian yang
banyak dilakukan saat ini menggunakan objek yang memiliki dimensi besar dan
menggunakan kamera sebagai alat untuk mengambil citra. Disebutkan juga bahwa
photometric stereo untuk merekonstruksi permukaa
meningkatkan akurasi [5][14].
Semakin banyak citra benda yang digunakan untuk merekonstruksi
semakin teliti hasil rekonstruksi yang didapatkan. Meskipun demikian, diperlukan
teknik rekonstruksi citra selain laser profilometry
kedalaman permukaan benda dengan cara
menggabungkan beberapa citra suatu permukaan pada sudut pandang yang sama,
(sehingga diperoleh
photometric stereo
photometric stereo telah banyak
sidik jari, wajah, mobil,
permukaan bumi, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, penelitian yang
objek yang memiliki dimensi besar dan
Disebutkan juga bahwa
untuk merekonstruksi permukaan dapat
untuk merekonstruksi, maka
semakin teliti hasil rekonstruksi yang didapatkan. Meskipun demikian, diperlukan
3
paling sedikit tiga buah sumber iluminasi yang berbeda untuk dapat menggunakan
photometric stereo tanpa adanya asumsi tambahan [5][7][21].
Untuk itu, maka pada tugas akhir ini akan digunakan photometric stereo untuk
merekonstruksi tekstur permukaan benda-benda yang memiliki ukuran kecil
dengan menggunakan empat sumber iluminasi yang berbeda.
1.2. Permasalahan
Proses rekonstruksi citra yang umum digunakan adalah dengan menggunakan satu
buah kamera dan satu sumber iluminasi saja. Penggunaan rekonstruksi citra yang
seperti ini memiliki berbagai kekurangan, terutama bila alur tekstur tidak tegak
lurus terhadap arah sumber iluminasi. Untuk memperoleh tekstur permukaan hasil
rekonstruksi citra yang lebih akurat, maka digunakan metode photometric stereo.
Dalam tugas akhir ini permasalahan dititikberatkan pada penggunaan metode
photometric stereo untuk merekonstruksi tekstur permukaan pada objek yang
berukuran kecil dan menampilkan hasil rekonstruksi citra tersebut secara stereo.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Studi penggunaan photometric stereo dengan sumber iluminasi yang
berbeda posisi dan orientasi satu sama lain untuk rekonstruksi tekstur
permukaan suatu benda.
2. Mengetahui perbedaan rekonstruksi permukaan benda menggunakan
photometric stereo dan secara konvensional.
3. Menampilkan hasil rekonstruksi tekstur permukaan untuk objek yang
berukuran kecil.
4. Mengetahui ketelitian dari sistem yang digunakan.
4
1.4. Ruang Lingkup Studi
• Perangkat yang digunakan adalah mikroskop digital DinoLite tipe AD-413T
Pro2 dengan perbesaran 25x,
• sumber iluminasi yang digunakan adalah cahaya dari lampu halogen
berwarna merah dengan iluminansi 411 Lux,
• program yang digunakan untuk mengambil citra adalah DinoCapture 2.0 dan
untuk mengolah citra adalah matlab versi R2009a,
• cahaya yang digunakan berada pada spektrum cahaya tampak,
• objek yang direkonstruksi merupakan objek yang memiliki permukaan
lambert,
• permukaan objek diasumsikan albedo,
• objek memiliki luas antara 0,8 cm2 sampai dengan 4,5239 cm2,
• rekonstruksi citra dilakukan dengan 4 buah citra,
• citra yang digunakan untuk rekonstruksi memiliki dimensi 320 x 256 piksel.
1.5. Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang berisi :
Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang topik Tugas Akhir,
permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup studi, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Teori Dasar, berisi pembahasan teori yang digunakan mengenai interaksi
cahaya dengan permukaan, permukaan lambert, bidirectional reflectance
distribution function, lambert’s cosine law, albedo, photometric stereo,
segmentasi objek terhadap latar belakang, matriks sumber iluminasi, permukaan
albedo dan permukaan normal, rekonstruksi tekstur permukaan objek, dan
mikrsokop digital.
Bab 3 Perancangan dan Pengujian Prototipe, berisi penjelasan mendetail
tetang spesifikasi alat, rancangan sistem yang digunakan untuk mengambil data,
objek yang akan direkonstruksi, serta prosedur pengujian sistem.
Bab 4 Hasil Pengujian dan Analisis Sistem, berisi data-data hasil eksperimen
serta analisis kinerja sistem.
5
Bab 5 Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan
Tugas Akhir dan saran untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB 2
TEORI DASAR
2.1. Interaksi Cahaya dengan Permukaan
Cahaya adalah bagian dari gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat oleh
mata manusia dan memiliki frekuensi antara 4,3 x 1014 Hz sampai 7,5 x 1014 Hz
serta panjang gelombang 380 nm sampai dengan 780 nm. Energi yang dimiliki
oleh kuanta cahaya (foton) berbanding lurus dengan frekuensinya [1][4][8].
Interaksi antara cahaya dengan permukaan suatu objek terdiri dari absorpsi,
refleksi, dan transmisi. Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan dalam
proses melihat adalah refleksi. Ketika foton mengenai permukaan suatu objek,
energi dari foton akan diabsorpsi oleh permukaan yang menyebabkan molekul
objek tereksitasi. Pada saat molekul-molekul ini kembali ke keadaan awalnya,
foton akan diemisikan ke segala arah dengan jumlah energi yang sama pada saat
diserap, sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi refleksi secara difus. Pada
refleksi spekular, foton tidak diabsorpsi tetapi hanya direfleksikan oleh
permukaan objek [8][9]. Perbedaan antara refleksi secara difus dan spekular dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
a. Refleksi spekuler b. Refleksi difus
Gambar 2.1. Perbedaan refleksi secara difus dan spekular
Penampilan dari suatu permukaan sangat dipengaruhi oleh orientasi objek,
refleksi, dan keadaan penerangan [5][20].
7
2.1.1. Permukaan Lambert
Pada permukaan lambert, permukaan benda akan terlihat sama terang dilihat dari
sudut mana pun. Hal ini dapat terjadi apabila memiliki Bidirectional Reflectance
Distribution Function (BRDF) yang konstan [1][3][20].
Permukaan lambert dapat dikatakan sebagai permukaan yang ideal untuk
membuat cahaya terpantul secara menyebar seperti pada Gambar 2.2. Dalam
keadaan sebenarnya, tidak pernah ada permukaan lambert [1].
Gambar 2.2. Refleksi pada permukaan lambert
2.1.1.1.Bidirectional Reflectance Distribution Function [6][20]
Energi cahaya per satuan waktu yang sampai ke permukaan disebut sebagai
irradiance dan memiliki satuan W m-2. Sedangkan jumlah cahaya yang
direfleksikan dari permukaan didefinisikan sebagai energi per unit area per sudut
disebut sebagai radiance dan memiliki satuan W m-2 sr-1. Ilustrasi dapat dlihat
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Ilustrasi irradiance dan radiance.
8
Normalisasi arah permukaan setiap unit perlu dilakukan karena mungkin ada
perbedaan jumlah energi yang dipancaran pada arah yang berbeda. Hubungan
antara jumlah cahaya yang diradiasikan dengan energi yang sampai pada
permukaan dapat dilihat pada Persamaan 2.1.
������ = ��� ���� �� ����� ����� (2.1)
E adalah energi yang sampai ke permukaan benda, L adalah jumlah cahaya yang
direfleksikan permukaan searah lensa, d adalah diameter lensa, f adalah jarak titik
api lensa, dan β adalah sudut antara garis axis dari kamera dengan titik permukaan
terjauh seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Hubungan antara axis optik kamera, permukaan, dan sudut β
Jumlah cahaya yang diradiasikan sangat bergantung kepada jumlah cahaya yang
jatuh ke permukaan dan letak pengamat. BRDF dapat didefinisikan dengan
Persamaan 2.2, sedangkan untuk keterangan tentang sudutnya dapat dilihat pada
Gambar 2.5.
� ��� , ∅�, �� , ∅� = �!"#$%&'(() �*#,∅# �+,--&%,)().,�*,,∅, = �!"#$%&'(() �*#,∅# !,--&%,)().,�*,,∅, �/0*,�1, (2.2)
9
Gambar 2.5. Definisi permukaan normal (n), arah sumber cahaya (s), arah
kamera (v), sudut phasa (α), sudut polar (θi) dan sudut azimuth (ɸi), dan sudut
polar (θe) dan sudut azimuth (ɸe) dari emisi.
Pada bidang lambert, integral dari intensitas cahaya yang dipancarkan permukaan
ke seluruh arah harus sama dengan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan
benda, sehingga diperoleh Persamaan 2.3.
2 2 ����, ∅� , �� , ∅� �345�6� ��� , ∅� cos �� sin �� cos �� < ��<∅� = � cos �� (2.3)
Setelah disederhanakan lebih lanjut, didapatkan Persamaan 2.4.
�=��>������, ∅�, �� , ∅� = ?� (2.4)
2.1.1.2.Lambert’s Cosine Law [6][8]
Hukum cosinus dari lambert menyatakan bahwa intensitas dari cahaya yang
direfleksikan memiliki hubungan cosinus dengan sudut polarnya, seperti pada
Persamaan 2.5 @* = @� cos �e (2.5)
dengan In adalah intensitas cahaya pada satu titik pada permukaan normal, Iθ
adalah intensitas cahaya yang direfleksikan pada sudut θe. Agar lebih jelas, dapat
dilihat ilustrasinya pada Gambar 2.6.
10
Gambar 2.6. Lambert’s cosine law
2.1.1.3. Albedo [14]
Albedo adalah perbandingan antara intensitas cahaya yang sampai ke suatu
permukaan dengan jumlah intensitas cahaya yang direfleksikan dari permukaan
tersebut ke segala arah. Nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 1. Bila albedo
bernilai 1, maka semua intensitas yang sampai akan direfleksikan kembali, atau
dengan kata lain tidak terjadi penyerapan.
2.2. Photometric Stereo
Photometric stereo adalah salah satu teknik rekonstruksi 3D yang berbasiskan
pada informasi bayangan. Rangkaian citra diambil dari satu titik yang sama tetapi
memiliki orientasi sumber iluminasi yang berbeda. Orientasi dari setiap piksel
dapat diperoleh dari perbedaan intensitas piksel yang didapatkan dari k buah citra
yang diambil, seperti pada Gambar 1.1. Bentuk perkiraan dari permukaan objek
dapat ditentukan dengan mengintegrasikan orientasi setiap piksel
[3][7][11][14][16][20][22].
Secara umum, tahapan yang dilakukan pada metode photometric stereo untuk
merekonstruksi tekstur permukaan objek dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Sedangkan untuk keterangan tahapan akan dijelaskan pada subab 2.2.1., 2.2.2.,
2.2.3., dan 2.2.4.
Gambar 2.7.
2.2.1. Segmentasi Objek terhadap Latar Belakang
Dengan adanya k buah
berbeda, maka setiap
pula. Nilai bayangan
sendiri. Validasi dari nilai bayangan dilakukan dengan
bayangan per piksel dengan
maka piksel tersebut tidak
Secara matematis, validasi
Ik merepresentasikan
iluminasi k = {1,2,3
sedangkan ak menentukan validasi bayangan [16].
11
Gambar 2.7. Tahapan pada metode photometric stereo
Segmentasi Objek terhadap Latar Belakang
buah citra yang didapatkan dari k buah sumber iluminasi yang
, maka setiap piksel akan memiliki k buah nilai bayangan yang berbeda
. Nilai bayangan ini akan merepresentasikan eksistensi dari bayangan itu
sendiri. Validasi dari nilai bayangan dilakukan dengan cara membandi
dengan threshold. Apabila nilainya lebih kecil dari
tidak akan diperhitungkan pada saat rekonstruksi
Secara matematis, validasi bayangan dapat ditulis seperti Persamaan 2.6.
merepresentasikan intensitas citra berbayangan yang diambil dari sumber
iluminasi k = {1,2,3,…,k}. I th merupakan nilai intensitas
menentukan validasi bayangan [16].
photometric stereo
dari k buah sumber iluminasi yang
buah nilai bayangan yang berbeda
akan merepresentasikan eksistensi dari bayangan itu
membandingkan nilai
. Apabila nilainya lebih kecil dari threshold,
akan diperhitungkan pada saat rekonstruksi [5][16].
Persamaan 2.6.
(2.6)
citra berbayangan yang diambil dari sumber
dari threshold,
Segmentasi bayangan juga dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan
menggunakan mask. Penggunaan
pada bagian yang diinginkan saja sehingga validasi bayangan untuk memisahkan
antara objek dan latar belakang tidak d
dilihat pada Gambar 2.8
2.2.2. Matrik Sumber Iluminasi [21]
Matriks sumber iluminasi didapatkan dengan mengukur jarak dari objek ke
sumber iluminasi, sudut antara sumbu
sumber iluminasi itu sendiri. Ilustrasinya dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
a. Objek yang akan disegmentasi
Gambar 2.8.
12
Segmentasi bayangan juga dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan
. Penggunaan mask dapat memfokuskan rekonstruksi hanya
pada bagian yang diinginkan saja sehingga validasi bayangan untuk memisahkan
antara objek dan latar belakang tidak diperlukan [17]. Contoh dari
Gambar 2.8.
2.2.2. Matrik Sumber Iluminasi [21]
Matriks sumber iluminasi didapatkan dengan mengukur jarak dari objek ke
sumber iluminasi, sudut antara sumbu-x dengan sumber iluminasi, juga tinggi
sumber iluminasi itu sendiri. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 2.9
Gambar 2.9. Ilustrasi untuk perhitungan matriks sumber iluminasi
Objek yang akan disegmentasi b. Mask yang digunakan
Gambar 2.8. Contoh objek yang akan disegmentasi dan mask
Segmentasi bayangan juga dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan
dapat memfokuskan rekonstruksi hanya
pada bagian yang diinginkan saja sehingga validasi bayangan untuk memisahkan
iperlukan [17]. Contoh dari mask dapat
Matriks sumber iluminasi didapatkan dengan mengukur jarak dari objek ke
x dengan sumber iluminasi, juga tinggi
Gambar 2.9.
perhitungan matriks sumber iluminasi
yang digunakan
mask-nya
13
Setelah nilai a, t, dan sudut terhadap sumbu x didapatkan, maka dapat dihitung
vektor dari sumber iluminasi tersebut. Unit vektor untuk setiap iluminasi dihitung
lalu dijadikan matriks, seperti pada Persamaan 2.7.
AB = CD?? D?� D?ED�? D�� D�EDE?D�?DE�D��
DEED�EF (2.7)
AB adalah matriks untuk sumber illuminasi, n1. merepresentasikan vektor sumber
iluminasi 1, n2. merepresentasikan vektor sumber iluminasi 2, n3.
merepresentasikan vektor sumber iluminasi 3, dan n4. merepresentasikan vektor
sumber iluminasi 4.
Apabila hanya terdapat satu buah sumber iluminasi, maka n11 akan didapatkan
dari a cos sudut dibagi |n|, n12 didapatkan dari a sin sudut dibagi |n|, sedangkan
n13 didapatkan dari t dibagi |n|.
2.2.3. Permukaan Albedo dan Permukaan Normal [17][21]
Jika diberikan 4 buah citra, maka @G merupakan @G = [I1*, I2*, I3*, I4*]’. Dimana @G merupakan transformasi dari matriks menjadi vektor kolom. Apabila @G adalah
vektor kolom untuk nilai intensitas yang ada pada posisi (x,y), DH adalah vektor
kolom untuk permukaan normal pada (x,y), dan e adalah albedo, maka akan
didapatkan Persamaan 2.8. @G = I A JDH (2.8)
Persamaan 2.8 dapat ditulis menjadi Persamaan 2.9.
I DH = A6?J @G (2.9)
Matriks sumber iluminasi dapat dicari inversnya apabila matriks tersebut bukanlah
matrisk singular. Hal ini hanya akan terjadi apabila komponen-komponen
penyusunnya tidak terletak pada sebuah permukaan yang sama. Nilai dari albedo
dan permukaan normal pada (x,y) dapat dilihat pada Persamaan 2.10 dan
Persamaan 2.11.
I = KA6?J @GK (2.10)
dan
DH = ?� A6?J @G (2.11)
14
2.2.4. Rekonstruksi Tekstur Permukaan Objek [12]
Pada metode photometric stereo, profil permukaan yang ingin diketahui adalah
z(x,y). Apabila permukaan normal yang didapatkan adalah nx, ny, dan nz pada
setiap piksel, kedalaman dari objek dapat diperoleh dengan meminimalisasi
Persamaan 2.12 menggunakan pendekatan pada Persamaan 2.13 dan
Persamaan 2.14.
Ψ�M = ∑ �DO PO�Q,R PQ + DQ��Q,R + �DO PO�Q,R PR + DR�� (2.12)
PO�Q,R PQ = M �T + 1, V − M � T, V (2.13)
PO�Q,R PR = M �T, V + 1 − M � T, V (2.14)
2.3. Mikroskop Digital
Mikroskop digital merupakan bagian dari optikal mikroskop yang menggunakan
optik dan charge-couple devide (CCD) kamera untuk menghasilkan citra digital
yang akan ditampilkan pada layar monitor. Mikroskop digital dilengkapi dengan
Analog to Digital (A/D) converter sehingga citra yang ditampilkan adalah citra
digital. Perbesaran pada mikroskop digital berkisar antara 10x – 400x [13][15].
15
BAB 3
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PROTOTIPE
3.1. Spesifikasi Alat
Pada penelitian tugas akhir ini, alat-alat yang digunakan dengan spesifikasinya
masing-masing akan dijelaskan di bawah ini.
3.1.1. Perangkat Keras
3.1.1.1. Mikroskop Digital
Mikroskop digital yang digunakan adalah mikroskop portable digital DinoLite
tipe AD-413T Pro2 seperti pada Gambar 3.1 dengan spesifikasi perbesaran 20x
sampai dengan 200x perbesaran digital, berdimensi panjang 9,3 cm dan diameter
3,2 cm.
Gambar 3.1. Mikroskop digital DinoLite tipe AD-413T Pro2
Mikroskop digital diperlukan untuk mengambil citra yang nantinya akan
digunakan untuk merekonstruksi tekstur permukaan.
16
3.1.1.2.Sumber Iluminasi
Sumber iluminasi untuk menggunakan sumber iluminasi mandiri yang terdiri dari
dua buah lampu halogen berwarna merah dengan sudut dan intensitas cahaya yang
dapat diatur, seperti Gambar 3.2. Sumber iluminasi yang digunakan pada
percobaan ini hanya satu saja dengan iluminansi 411 Lux dan memiliki ketinggian
10,1 cm.
3.1.2. Komputer dan Perangkat Lunak
Komputer digunakan untuk menampilkan citra digital yang ditangkap dari
mikroskop dan mengolah citra yang sudah didapatkan sehingga profil
permukaannya dapat direkonstruksi. Perangkat lunak yang digunakan pada tugas
akhir ini adalah DinoCapture 2.0 dan Matlab versi R2009a. DinoCapture
digunakan untuk pengambilan citra, sedangkan Matlab digunakan untuk
pemrosesan citra dari transformasi matriks menjadi vektor sampai dengan
rekonstruksi tekstur permukaan objek.
a. Keseluruhan sumber iluminasi b. Tombol untuk mengatur intensitas cahaya
Gambar 3.2. Foto sumber iluminasi
3.2. Rancangan Sistem
Citra digital yang didapatkan dari mikroskop digital memiliki ukuran 1280 x 1024
piksel. Sumber iluminasi dipasang dengan sudut kemiringan 48,30
permukaan objek pada jarak 9 cm dan ketinggian 10,1 cm dengan orientasi 45
135°, 225°, dan 315°
untuk mengambil citra dipasang
pada Gambar 3.3-a dan
Proses pengambilan data dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Medik, Labtek
VI lantai 3 dengan keadaan seperti biasa. Hal ini dilakukan karena dalam
pengambilan data tidak mungkin didapatkan kondisi yang ideal. Untuk
prototipenya dapat dilihat pada
pengambilan data dapat dilihat pada
a. Skema sistem
17
Rancangan Sistem
Citra digital yang didapatkan dari mikroskop digital memiliki ukuran 1280 x 1024
piksel. Sumber iluminasi dipasang dengan sudut kemiringan 48,30
permukaan objek pada jarak 9 cm dan ketinggian 10,1 cm dengan orientasi 45
° terhadap sumbu-x. Sedangkan mikroskop yang digunakan
untuk mengambil citra dipasang tegak lurus dari objek. Skemanya dapat dilihat
dan Gambar 3.3-b.
Proses pengambilan data dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Medik, Labtek
VI lantai 3 dengan keadaan seperti biasa. Hal ini dilakukan karena dalam
pengambilan data tidak mungkin didapatkan kondisi yang ideal. Untuk
prototipenya dapat dilihat pada Gambar 3.4. Sedangkan untuk ilustrasi
pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 3.5.
sistem tampak samping b. Skema sistem
Gambar 3.3. Skema rancangan sistem
Citra digital yang didapatkan dari mikroskop digital memiliki ukuran 1280 x 1024
piksel. Sumber iluminasi dipasang dengan sudut kemiringan 48,30° terhadap
permukaan objek pada jarak 9 cm dan ketinggian 10,1 cm dengan orientasi 45°,
x. Sedangkan mikroskop yang digunakan
tegak lurus dari objek. Skemanya dapat dilihat
Proses pengambilan data dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Medik, Labtek
VI lantai 3 dengan keadaan seperti biasa. Hal ini dilakukan karena dalam
pengambilan data tidak mungkin didapatkan kondisi yang ideal. Untuk
. Sedangkan untuk ilustrasi
sistem tampak atas
Setelah didapatkan 4 buah foto dengan sumber iluminasi yang berbeda, gambar
tersebut diubah ukurannya menjadi 320 x 256 piksel. Hal ini dilakukan agar
pemrosesan data tidak memakan waktu yang lama. Gambar diolah dengan matlab
untuk mendapatkan permukaan no
normalnya digunakan untuk memperoleh citra stereo dengan menggunakan
prinsip photometric stereo
18
Gambar 3.4. Foto prototipe
Setelah didapatkan 4 buah foto dengan sumber iluminasi yang berbeda, gambar
tersebut diubah ukurannya menjadi 320 x 256 piksel. Hal ini dilakukan agar
pemrosesan data tidak memakan waktu yang lama. Gambar diolah dengan matlab
untuk mendapatkan permukaan normal dan albedonya. Setelah itu data permukaan
normalnya digunakan untuk memperoleh citra stereo dengan menggunakan
photometric stereo. Diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.5. Ilustrasi pengambilan data
Setelah didapatkan 4 buah foto dengan sumber iluminasi yang berbeda, gambar
tersebut diubah ukurannya menjadi 320 x 256 piksel. Hal ini dilakukan agar
pemrosesan data tidak memakan waktu yang lama. Gambar diolah dengan matlab
rmal dan albedonya. Setelah itu data permukaan
normalnya digunakan untuk memperoleh citra stereo dengan menggunakan
ambar 3.6.
3.3. Pengujian Prototipe
Pengujian prototipe dilakukan dengan mencoba merekonstruksi delapan buah
permukaan objek yang berbeda. Foto objek yang akan direkonstruksi ditampilkan
pada Gambar 3.7.
19
Gambar 3.6. Diagram alir percobaan
Pengujian Prototipe
Pengujian prototipe dilakukan dengan mencoba merekonstruksi delapan buah
permukaan objek yang berbeda. Foto objek yang akan direkonstruksi ditampilkan
Pengujian prototipe dilakukan dengan mencoba merekonstruksi delapan buah
permukaan objek yang berbeda. Foto objek yang akan direkonstruksi ditampilkan
Gambar 3.7.
20
a. Tampak atas dari objek
b. Tampak samping dari objek
Gambar 3.7. Foto objek yang akan direkonstruksi
HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
4.1. Rekonstruksi Citra
Sistem rekonstruksi citra ini diuji dengan merekonstruksi dua buah objek. Pada
tabel-tabel berikut dapat dilihat citra dan hasil pengolahan citra dan perbandingan
hasil rekonstruksi menggunakan
kesalahan hasil rekonstruksi padda objek yang dapat diketahui kedalamannya.
Tabel 4.1. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya pada
x= 150
Profil
permukaan
pada x = 125
21
BAB 4
HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Rekonstruksi Citra yang Diketahui Kedalamannya
rekonstruksi citra ini diuji dengan merekonstruksi dua buah objek. Pada
tabel berikut dapat dilihat citra dan hasil pengolahan citra dan perbandingan
hasil rekonstruksi menggunakan photometric stereo dan secara konvensional serta
onstruksi padda objek yang dapat diketahui kedalamannya.
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Photometric stereo Satu citra
HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
rekonstruksi citra ini diuji dengan merekonstruksi dua buah objek. Pada
tabel berikut dapat dilihat citra dan hasil pengolahan citra dan perbandingan
dan secara konvensional serta
onstruksi padda objek yang dapat diketahui kedalamannya.
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 1
Satu citra
22
Untuk menghitung kesalahan, diambil data beberapa titik pada sumbu tertentu
yang kemudia dihitung perbedaan ketinggiannya. Referensi yang digunakan
adalah pada posisi (127,185), dengan perbedaan ketinggian 5,32. Untuk perbedaan
ketinggian dari permukaan dapat dilihat pada Tabel 4.2 sedangkan untuk
persentase kesalahan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2. Perbedaan ketinggian pada objek 1
Sumbu x Sumbu y
111 150 185 223 100 4,95 5,07 5,14 5,29 115 5,49 5,48 5,67 5,49 130 5,46 5,33 5,44 5,21 145 6,84 6,39 7,15 6,85
Tabel 4.3. Kesalahan objek 1 dalam persentase
Sumbu x Sumbu y
111 150 185 223 100 6,95 4,70 3,38 0,56 115 3,12 3,01 6,58 3,20 130 2,63 0,19 2,26 2,07 145 28,57 20,11 34,40 28,76
Pada percobaan ini, didapatkan kesimpulan bahwa kesalahan yang didapatkan
berkisar antara 0,19% sampai dengan 34,40%. Kesalahan terkecil terjadi di daerah
tengah benda, sedangkan kesalahan terbesar terjadi di bagian samping. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh dari titik tengah, kesalahan yang terjadi
semakin besar. Hal ini dapat diakibatkan oleh penempatan sumber cahaya yang
tidak tepat dan terhalangnya bagian samping oleh tekstur benda itu sendiri
sehingga timbul bayangan.
Tabel 4.4. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya pada
y = 150
Profil
permukaan
pada y = 150
23
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Photometric stereo Satu citra
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 2
Satu citra
24
Penghitungan kesalahan pada plastisin dilakukan dengan menambahkan satu buah
lubang pada bagian atas. Perbedaan ketinggian dari lubang yang dibuat memiliki
perbandingan 1:2. Perbandingan ketinggian dan kesalahan pada plastisin dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Perbandingan ketinggian dan kesalahan pada plastisin dalam persentase
Sumbu y
Sumbu x Perbandingan Kesalahan
135 181 165 5,3 1,75 3,03 51,43 170 5,41 2,4 2,25 12,71 175 4,41 2,56 1,72 13,87 180 2,06 2,24 0,92 54,02
Dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa kesalahan yang didapatkan berkisar antara
12,71% sampai dengan 54,02%. Kesalahan terkecil terjadi di daerah tengah
benda, sedangkan kesalahan terbesar terjadi di bagian samping. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin jauh dari titik tengah, kesalahan yang terjadi
semakin besar. Hal ini dapat diakibatkan oleh penempatan sumber cahaya yang
tidak tepat, penempatan kedua lubang yang tidak tepat pada satu sumbu, dan
terhalangnya bagian samping oleh tekstur benda itu sendiri sehingga timbul
bayangan.
4.2. Rekonstruksi Citra yang Tidak Diketahui Kedalamannya
Sistem rekonstruksi citra juga diuji dengan merekonstruksi lima buah objek
lainnya yang tidak dapat diketahui kedalamannya. Pada tabel-tabel berikut dapat
dilihat citra dan hasil pengolahan citra dan perbandingan hasil rekonstruksi
menggunakan photometric stereo dan secara konvensional. Pada objek yang tidak
diketahui kedalamannya, analisis hanya dilakukan dengan melihat hasil
rekonstruksi saja.
Tabel 4.6. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya
pada y = 150
Profil
permukaan
pada y= 150
25
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Photometric stereo Satu citra
rekonstruksi objek 3
Satu citra
Tabel 2.7. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya pada
y = 150
Profil
permukan
pada y =
150
26
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Photometric stereo Satu citra
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 4
Satu citra
Tabel 4.8. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Intensitas
cahaya pada
y = 150
Profil
permukaan
pada y = 150
27
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi
Photometric stereo Satu citra
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 5
Satu citra
Tabel 4.9. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 6
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya pada
x = 100
Profil
permukaan
pada x =
100
28
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 6
Photometric stereo Satu citra
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 6
Satu citra
Tabel 4.10. Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 7
Citra yang
didapatkan
Permukaan
normal
Permukaan
albedo
Hasil
rekonstruksi
Photometric stereo
Intensitas
cahaya
pada y =
150
Profil
permukaan
pada y =
150
29
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 7
Photometric stereo Satu citra
Citra, pengolahan citra, dan perbandingan hasil rekonstruksi objek 7
Satu citra
30
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.4, dan Tabel 4.6 sampai dengan
Tabel 4.10, photometric stereo dapat digunakan untuk merekonstruksi citra
berbagai macam benda yang berukuruan kecil. Dari hasil rekonstruksi ini dapat
digunakan untuk menentukan tekstur permukaan suatu objek dengan
membandingkan titik tertinggi dan terendah yang ada. Pada rekonstruksi dengan
photometric stereo, hasil yang ditampilkan merupakan profil pemukaan yang
didapatkan setelah menggabungkan permukaan normal. Sedangkan hasil
rekonstruksi dengan satu citra saja, hasil yang ditampilkan merupakan fungsi dari
refleksi intensitas cahaya yang sampai ke mikroskop. Semakin besar perbedaan
antara titik tertinggi dan terendahnya, semakin kasar objek tersebut.
Pada Tabel 4.1, Tabel 4.4, Tabel 4.6 sampai dengan Tabel 4.9 dapat dilihat
bahwa hasil rekonstruksi citra dengan menggunakan photometric stereo lebih
akurat dibandingkan dengan hasil rekonstruksi dari satu citra saja. Sedangkan
pada Tabel 4.10 hasil rekonstruksi dengan menggunakan satu citra lebih
mendekati objek aslinya. Hal ini terjadi karena pada objek kesepuluh terdapat
silau.
Silau mengindikasikan bahwa pemantulan cahaya oleh permukaan objek tidak
menyebar secara merata. Karena itu dapat disimpulkan bahwa permukaan objek
tersebut bukanlah permukaan lambert, sehingga perhitungan yang digunakan tidak
mencukupi untuk menganalisis objek tersebut. Hal ini terjadi karena pada
permukaan yang bukan lambert, ada piksel yang memiliki perbedaan intensitas
yang kontras dengan piksel di sebelahnya sehingga permukaan normal yang
didapatkan akan berbeda. Perbedaan permukaan normal ini akan menyebabkan
rekonstruksi citra tidak akurat. Silau dapat diatasi dengan menggunakan cahaya
yang terpolarisasi, sumber iluminasi yang tidak terpusat, atau dengan
menambahkan filter.
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.4, Tabel 4.6 sampai Tabel 4.10,
dapat diasumsikan bahwa pada tugas akhir ini, rekosntruksi citra yang memiliki
permukaan lambert akan lebih akurat dibandingkan dengan satu citra saja.
31
Sedangkan untuk objek dengan permukaan yang bukan lambert, rekonstruksi citra
dengan menggunakan satu citra saja lebih akurat.
32
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan perancangan sistem, pengolahan data, dan analisis yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Photometric stereo dapat diaplikasikan untuk melakukan rekonstruksi
tekstur permukaan suatu benda secara stereo.
2. Perbedaan rekonstruksi permukaan objek menggunakan photometric
stereo dan secara konvensional dapat diketahui. Pada percobaan tugas
akhir ini, rekonstruksi dengan menggunakan photometric stereo lebih
akurat bila digunakan untuk merekonstruksi permukaan objek yang
tergolong permukaan lambert. Sedangkan untuk objek dengan permukaan
yang bukan lambert, hasil rekonstruksi menggunakan satu citra saja lebih
akurat.
3. Hasil rekontruksi tekstur permukaan untuk objek yang berukuran kecil
dapat ditampilkan secara stereo.
4. Tingkat kesalahan dari sistem yang digunakan berkisar antara 0,19%
sampai dengan 54,02%. Hal ini terjadi karena penempatan sumber cahaya
yang tidak tepat, penempatan kedua lubang yang tidak tepat pada satu
sumbu, dan terhalangnya bagian samping oleh tekstur benda itu sendiri
sehingga timbul bayangan.
5.2. Saran
Ada beberapa saran yang ditujukan untuk peneltian selanjutnya serta perbaikan di
masa yang akan datang. Saran-saran tersebut adalah :
1. Untuk mendapatkan rekonstruksi citra yang lebih akurat, disarankan
menggunakan jumlah citra yang lebih banyak. Selain itu dapat pula
dilakukan rekonstruksi dengan ukuran piksel yang lebih besar sehingga
segmentasi citra menjadi lebih banyak dan lebih akurat.
2. Meningkatkan efiktifitas program pengolahan citra agar waktu yang
dibutuhkan tidak lama.
33
3. Dapat dibuat prototipe dengan sumber iluminasi yang sudah tersambung
langsung dengan mikroskop digital agar pengambilan data dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan akurat karena tidak perlu memindahkan sumber
iluminasi serta dapat memperkecil tingkat kesalahan karena perbedaan
jarak sumber iluminasi yang satu dengan yang lainnya.
4. Melakukan pengembangan pada program maupun prototipe agar dapat
digunakan untuk merekonstruksi citra dengan permukaan yang bukan
permukaan lambert.
34
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ashdown, Ian, Radiosity : A Programmer's Perspective, New York : John
Wiley & Sons, 1994.
[2] Basri Ronen and Jacobs David, "Lambertian Reflectances and Linear
Subspaces”, International Conf. of Computer Vision, vol 11, pp 383-390,
2001.
[3] Basri Ronen dan Jacobs David, ‘Photometric Stereo with General, Unknown
Lighting”, Proc of CVPR, pp 374-381, 2001.
[4] Beiser Arthur, Konsep Fisika Modern edisi 4, Jakarta : Erlangga, 1992,pp
43-59.
[5] Chandraker Manmohan, Agarwal Sameer, dan Kriegman David, ShadowCut
: Photometric Stereo with Shadows, in Proc of Computer Vision and Pattern
Recognition, 2007.
[6] Cohen, M.R. and Small III, L.J., Diffuse Reflectance Measurements of
Standard Diffusers, tech Note, Shippensburg University, Physics
Department, Shippensburg.
[7] Ding Yi et al., "A Computer Assisted Diagnosis System for Malignant
Melanoma Using 3D Skin Surface Texture Features and Artificial Neural
Network", Int. J. Modelling, Identification and Control, Vol. X, No.
Y,200X.
[8] F.X. Nugroho, "Dasar-dasar Pencahayaan", presentasi kuliah untuk mata
kuliah Fisika Bangunan, Program Studi Teknik Fisika, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, Indonesia, 2010.
[9] F.X. Nugroho, "Pengendalian Cahaya", presentasi kuliah untuk mata kuliah
Fisika Bangunan, Program Studi Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung,
Bandung, Indonesia, 2010.
[10] Hashimoto Yukie, Yanagihara Yoshio, dan Hama Hiromitsu, "Evaluating
Skin Condition Using Cosmetic by Image Processing of Cheek Replica",
Mem. Fac. Eng., Osaka City Univ., Vol. 43, pp.25-29, 2002.
35
[11] Hernandez Carlos, Vogiatzis George, dan Cipolla Roberto, Shadows in
Three-Source Photometric Stereo, in Proc. of European Conf. on Computer
Vision (ECCV), 2008.
[12] Hertzmann Aaron dan Seitz Steven M., "Example-Based Photometric Stereo
: Shape Reconstruction with General, Varying BRDFs", IEEE Transactions
on Patters Analysis and Machine Inteligence, vol. 27, no.8, Agustus 2005.
[13] “Mikroskop”, http://science.howstuffworks.com/dictionary/chemistry-terms/
microscope-info1.htm
[14] Narasimhan S., "Photometric Stereo", presentasi kuliah Computer Vision,
Department of Computer Science, University of North Carolina, 2006,
http://www.cs.unc.edu
[15] Putro, Widodo D., “Pengenbangan Prototipe Pencitraan Medik Toporafi
Permukaan Kulit secara Optik dengan Sumber Cahaya Terpolarisasi”, Tugas
Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia, 2010.
[16] Saito Hideo, Somiya Yukiko, dan Ozawa Shinji, "Shape Reconstruction of
Skin Surface from Shading Images Using Simulated Annealing",
Departement of Electrical Engineering, Universitas Keito, Jepang.
[17] Seitz Steve, "Project 3 : Photometric Stereo", presentasi kuliah Computer
Vision, Department of Computer Science, University of North Carolina,
2010, http://www.cs.unc.edu
[18] Tan Ping, Lin Stephen, dan Quan Long, "Subpixel Photometric Stereo"
IEEE Transactions on Patters Analysis and Machine Inteligence.
[19] Torreao Jose R.A., “3D Shape Estimation in Computer Vision”, Revista
Controle & Automacao, Vol 10 no.02, pp 118 – 123, Agustus 1999.
[20] Wohler Christian, 3D Computer Vision Efficient Methods and Applications,
Berlin : Springer-Verlag, 2009, pp 127-154.
[21] Woodham, R.J., "Photometric Method for Determining Surface Orientation
from Multiple Image", Optial Engineering vol 19, pp 139-144, 1980.
[22] Wu Jerry, Cambridge Institut for Medical Research, "Photometric Stereo",
2009.
36
LAMPIRAN A
SOURCE CODE MATLAB [17]
A.1. Perhitungan Permukaan Normal dan Albedo
load lighting_vect.txt
l_v = lighting_vect;
TotalImages = 4;
a=double(imread(‘garuda.mask.png'));
a=a(:,:,1);
[R, C] = find(a >= 250);
s=length(R);
albedo_map = zeros(s, 3);
normal_map=zeros(s,5,3);
A=zeros(TotalImages,3);
B=zeros(TotalImages,1);
w=zeros(256,1); %triangular weighing vector
w(1:128)=(0:127)';w(129:256)=(127:-1:0)';
for channel = 1:3
image=cell(TotalImages);
for i=1:TotalImages % Reading in Images
name=sprintf('garuda.%d.png',i);
a=double(imread(name));
a=a(:,:,channel);
image{i}=a;
end
w(1)=1;w(256)=1;
for index=1:s
ro=R(index);co=C(index);
for i=1:TotalImages
a=image{i};
37
B(i,:)=w(a(ro,co)+1)*a(ro,co);
A(i,:)=w(a(ro,co)+1).*(l_v(:,i)');
end
g=A\B;
if(norm(g) ~= 0)
albedo_map(index, channel) = norm(g);
g = g./albedo_map(index, channel);
end
normal_map(index,:,channel)=[ro co g'];
end
end
save normal_map.mat normal_map;
save albedo_map.mat albedo_map;
A.2. Menampilkan Permukaan Normal dan Albedo
load normal_map;
load albedo_map;
a = imread('garuda.mask.png');
op = zeros(size(a));
op1 = zeros(size(a,1), size(a,2));
max_albedo = max(albedo_map);
for channel = 1:3
for i = 1:size(normal_map, 1)
row = normal_map(i, 1, channel);
col = normal_map(i, 2, channel);
maxim = max(abs(normal_map(i, 3:5, channel)));
op(row, col, 1) = (normal_map(i, 3, channel) + 1) / 2;
op(row, col, 2) = (normal_map(i, 4, channel) + 1) / 2;
op(row, col, 3) = normal_map(i, 5, channel);
op1(row, col) = albedo_map(i, channel)/max_albedo(channel);
end
figure;
38
imshow(op);
figure;
imshow(op1);
%figure;
%quiver(normal_map(:, 1, channel), normal_map(:, 2, channel), normal_map(:,
3, channel), normal_map(:, 4, channel));
end
A.3. Perhitungan kedalaman
a = imread('garuda.mask.png');
siz = size(a);
load normal_map.mat;
ip_mat = normal_map(:,:,1);
new_index = randperm(size(ip_mat, 1));
ip_mat = ip_mat(new_index, :);
row_index = [];
col_index = [];
data = [];
v = [];
rowno = 1;
for i = 1:size(ip_mat, 1)
%search for right neighbour
%index = intersect(find(ip_mat(:, 2) == ip_mat(i, 2) + 1), find(ip_mat(:, 1) ==
ip_mat(i, 1)));
index = find((ip_mat(:, 2) == ip_mat(i, 2) + 1) & (ip_mat(:, 1) == ip_mat(i,
1)));
if(~isempty(index))
row_index = [row_index; rowno; rowno];
col_index = [col_index; i; index];
data = [data; -1*ip_mat(i, 5); ip_mat(i, 5)];
v = [v; -1*ip_mat(i, 3)];
rowno = rowno + 1;
39
end
%search for down neighbour
%index = intersect(find(ip_mat(:, 2) == ip_mat(i, 2)), find(ip_mat(:, 1) ==
ip_mat(i, 1) + 1));
index = find((ip_mat(:, 2) == ip_mat(i, 2)) & (ip_mat(:, 1) == ip_mat(i, 1) +
1));
if(~isempty(index))
row_index = [row_index; rowno; rowno];
col_index = [col_index; i; index];
data = [data; -1*ip_mat(i, 5); ip_mat(i, 5)];
v = [v; ip_mat(i, 4)];
rowno = rowno + 1;
end
end
M = sparse(row_index, col_index, data);
A = M'*M;
b = M'*v;
[z,flag] = pcg(A, b, [], 40); %preconditioned conjugate gradient method
model = [ip_mat(:,1:2) z];
[col_mat, row_mat] = meshgrid((1:siz(2))', (1:siz(1))');
final = sparse(model(:,1), model(:,2), model(:,3) + 40, siz(1), siz(2));
model_3D = full(final);
surfl(row_mat,col_mat,model_3D,'light');
shading interp
colormap(gray);
save model_3D.mat model_3D;
A.4. Menampilkan Hasil Rekonstruksi
load model_3D.mat
a = imread('garuda.mask.png');
40
siz = size(a);
[col_mat, row_mat] = meshgrid((1:siz(2))', (1:siz(1))');
%surfl(row_mat,col_mat,model_3D,'light');
surfl(flipud(model_3D));
shading interp;
colormap(copper);
A.5. Menampilkan Hasil Rekonstruksi Satu Citra, Intensitas Cahaya pada
y = 150, dan Profil Kedalaman Hasil Photometric Stereo pada y = 150
data_f=imread('garuda atas.png');
data_f1=rgb2gray(data_f);
data_f1=double(data_f1);
mesh(flipud(data_f1));
colormap(copper);
load model_3d;
figure;
plot(1:256,model_3D(:,150))
figure:
plot(1:256,data_f1(:,150),'r')