Struktur Makro, Mikro Dan Ultramikroskopik Kayu Jati ... · Kekerasan adalah salah satu sifat yang...
Transcript of Struktur Makro, Mikro Dan Ultramikroskopik Kayu Jati ... · Kekerasan adalah salah satu sifat yang...
35
METODOLOGI PENELITIAN
Kegiatan utama adalah penelitian struktur anatomi kayu JUN pada umur
tebang (umur 5 tahun) serta dibandingkan dengan struktur anatomi kayu jati
konvensional pada umur sama. Sedangkan kegiatan pendukung yang dilakukan
adalah penelitian sifat fisis dan mekanis (ASTM 2007 D 143-94, Reapproved
2007) yaitu penyusutan, rasio T/R, kadar air, kerapatan, berat jenis dan kekerasan;
sifat keawetan terhadap rayap tanah (Sumarni & Muslich 2008); penelitian
kandungan zat ekstraktif dalam alkohol benzena menggunakan metode TAPPI
T204, analisa komponen kimia menggunakan GCMS (Gas Chromatography and
Mass Spectrometer) (Lukmandaru 2009), analisis unsur menggunakan EDX
(Energy Dispersive X Ray); serta pembuatan dan pengujian terhadap produk venir
yaitu kadar air, kerapatan, kembang susut, tebal venir dan penyimpangannya,
tekstur, arah serat, serta corak (Kliwon & Iskandar 2008); dan furnitur (kekuatan
produk berdasarkan berat jenis, kesesuaian kerapatan dan kekerasan kayu untuk
dijadikan produk, serta stabilitas dimensi dan keawetan berdasarkan pengujian
pada sifat anatomi, sifat fisis dan keawetan yang telah dilakukan sebelumnya).
Metode kegiatan pendukung secara rinci disajikan pada Lampiran 1 sampai
Lampiran 4. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan
dan Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu Pusat Litbang Hasil Hutan,
Bogor, dari Bulan Desember 2009 hingga Maret 2010.
Pengambilan Sampel di Lapangan dan Pembuatan Contoh Uji
Pengambilan sampel penelitian kayu JUN dilakukan pada tanggal 11-15
September 2009 di lokasi persemaian PT. Setyamitra Bhaktipersada Desa
Srengseng, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal. Untuk jati konvensional
diambil dari Kampung Dukuh Satir, Kelurahan Kuta Mendala, Kecamatan
Tonjong, Kabupaten Brebes. Kondisi pertumbuhan pohon JUN maupun pohon jati
konvensional diupayakan sama, tidak sepenuhnya soliter namun ada pohon lain di
kanan kirinya. Karena JUN dimaksudkan untuk dipanen pada umur 5 tahun, maka
pohon umur 4 tahun dianggap sebagai ulangan pohon.
s
p
S
d
G
Kondi
sampel untu
pemotongan
SNI 01-5007
disajikan pad
Gambar 1. Kuk
a
c
si pohon ya
uk pembuatan
n sampel dil
7.17-2001: P
da Lampiran
Kondisi pohumur 4 tahukonvensiona
Jati ko
ang diambil
n contoh uji
lakukan pen
Pengukuran
n 5 dan Lam
hon sampel. un. c) Pohon al umur 4 tah
onvensional 5 t
JUN 5 th
disajikan p
i disajikan p
ngamatan pa
dan tabel isi
mpiran 6.
a) Pohon JUjati konven
hun.
b
d
th
h
pada Gamba
ada Gambar
ada seluruh
i kayu bunda
UN umur 5 nsional umur
Ja
ar 1. Pola pe
r 2. Sebelum
sortimen b
ar jati, diman
tahun. b) Pr 5 tahun. d)
ati konvensiona
JUN
36
emotongan
m dilakukan
berdasarkan
na hasilnya
Pohon JUN
Pohon jati
al 4 th
N 4 th
37
Keterangan: - Lempeng 1 (pangkal), 2 (tengah) dan 3 (ujung) setebal 5 cm untuk penelitian sifat fisis - Sortimen A-D masing-masing sepanjang 125 cm. Sortimen A untuk penelitian sifat
anatomi. Sortimen B untuk pembuatan venir kupas. Sortimen C untuk penelitian zat ekstraktif. Sortimen A dan D JUN umur 4 dan 5 tahun digabung lalu diambil secara acak untuk penelitian keawetan alami, kekerasan, serta pembuatan produk kusen dan furnitur.
Gambar 2. Pola pemotongan sampel untuk keseluruhan pengamatan
Pada Gambar 3 sampai Gambar 5 disajikan foto lempengan dan sortimen
kayu dalam kondisi basah. Karena tidak ada perlakuan peneresan dan pengeringan
kayu, selanjutnya seluruh sortimen dikeringudarakan selama tiga bulan dalam
ruangan dengan kelembapan udara rata-rata 77% dan suhu rata-rata 28 °C.
Gambar 3. Lempengan JUN dan jati konvensional umur 5 tahun untuk penelitian
sifat fisis kadar air, berat jenis dan kembang susut (skala: 10 cm)
A B C D 3 2 1
JUN 5 th
Jati konvensional 5 th
38
Gambar 4. Lempengan JUN dan jati konvensional umur 4 tahun untuk penelitian
sifat fisis kadar air, berat jenis dan kembang susut (skala: 10 cm)
Gambar 5. Sortimen bagian pangkal. (a) JUN umur 5 tahun; (b) jati konvensional
umur 5 tahun; (c) JUN umur 4 tahun; dan (d) jati konvensional umur 4 tahun (Skala penggaris 30 cm untuk panjang dan skala 10 cm untuk diameter).
a b c d
Jati konvensional 4 th
JUN 4 th
P
S
p
k
t
(
b
l
p
s
p
G
s
w
m
i
Penelitian S
Struktur MaStruktu
permukaann
kilap, kesan
tumbuh, teb
(discoloured
bentuknya t
luasan perm
plastik trans
setelah diku
pengukuran
Gambar 6. Mkdlu
Peneta
sudah meng
warna kayu
menggunaka
identifikasi j
Struktur An
akroskopik ur makro
nya. Ciri um
n raba, kek
bal kulit, be
d wood/kay
idak beratur
mukaan kayu
sparan lalu
urangi luasa
luasan pewa
Metode pengkayu JUN umdengan batasuasan pewar
apan warna
gandung kay
u dinyatakan
an kayu gub
jenis kayu (
Em
natomi Kayu
diamati p
mum yang dia
erasan dan
entuk dan u
yu teras se
ran, maka p
u dilakukan
diukur lua
an bagian e
arnaan yang
ghitungan luamur 5 tahun. s yang kuranrnaan.
kayu umum
yu teras, na
n sebagai w
bal kurang kh
(Pandit & K
mpulur
u
ada contoh
amati adalah
bau (Mand
ukuran emp
ekunder) y
persentase te
dengan mem
asannya men
empulur. Pa
terjadi pada
as pewarnaaTanda pana
ng jelas, daer
mnya dilakuk
amun jika k
arna kayu g
has sehingga
Kurniawan 20
Pewarnaa
h kayu ya
h warna, cor
dang & Pan
pulur, serta
ang terjadi
erjadinya pew
mpolakan be
nggunakan k
ada Gamba
a potongan m
an pada penaah menunjukrah ini diperh
kan terhadap
kayu teras b
gubal meski
a kurang ber
008). Warna
an
ang telah
rak, tekstur,
ndit 2002),
persentase
i. Karena
warnaan dib
entuk pewar
kertas milim
ar 6 ditunju
melintang kay
ampang melikkan bagian phitungkan ju
p kayu teras
belum terben
ipun penent
rnilai diagno
a kayu ditent
39
dihaluskan
arah serat,
lebar riap
pewarnaan
pewarnaan
bandingkan
rnaan pada
meter blok
ukkan cara
yu.
ntang pewarnaan
uga sebagai
s jika kayu
ntuk maka
tuan warna
ostik untuk
tukan pada
40
kayu yang sudah kering udara, dan penetapannya berdasar warna yang nampak
paling dominan kemudian diikuti warna yang kurang dominan.
Keberadaan corak diamati pada permukaan melintang dan permukaan
tangensial. Penyebab corak pada kayu telah disebutkan pada bab sebelumnya, jika
ditemui ciri-ciri tersebut maka corak yang dimiliki akan dijabarkan secara
deskriptif.
Tekstur kayu dinyatakan sebagai representasi dari ukuran sel-sel
penyusunnya. Selain itu tekstur juga dinilai dari tingkat kerataannya. Tekstur
dikatakan tidak rata jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat lain
pada permukaan yang sama, dimana hal ini disebabkan oleh pembuluh yang
bergerombol atau berganda radial lebih dari empat (Mandang & Pandit 2002),
atau adanya kayu awal dan kayu akhir.
Arah serat ditentukan berdasarkan arah seluruh sel-sel aksial pada suatu
lapisan kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap arah sel-sel aksial dari
lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu yang bersangkutan.
Arah serat pada potongan kayu ditetapkan berdasarkan arah sel-sel pembuluh
yang nampak seperti goresan-goresan. Kayu disebut berserat lurus jika pembuluh
dan sel-sel aksial lainnya membentang searah sumbu batang. Kayu dikatakan
berserat melintang jika arah bentangan pembuluh membentuk sudut terhadap
sumbu batang pohon (Mandang & Pandit 2002).
Kilap kayu adalah salah satu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya (Pandit & Kurniawan 2008). Suatu kayu dikatakan
mengkilap jika permukaannya bersifat memantulkan cahaya. Kilap kayu tidak ada
hubungannya dengan tekstur. Kayu yang mempunyai tekstur halus belum tentu
mengkilap (Mandang & Pandit 2002)
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh dengan meraba-raba atau
menggosok-gosokkan jari ke permukaan kayu tersebut. Kesan raba dapat
ditentukan berdasarkan tekstur, kadar air dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu.
Untuk keperluan identifikasi, kesan raba ditentukan berdasarkan keadaan kering
udara. Kesan raba dapat licin dan dingin jika kayu mempunyai tekstur halus,
mengandung lilin serta berat jenis tinggi. Kesan raba menjadi lebih kasar dan
41
lebih panas jika kondisi kayu sebaliknya. Kesan licin dapat bertambah jika kayu
mengandung minyak (Pandit & Kurniawan 2008; Mandang & Pandit 2002).
Bau juga dapat membantu dalam identifikasi walaupun sifatnya hanya
sekunder. Pada umumnya bau ditentukan pada waktu kayu masih segar. Pada
beberapa kondisi bau pada kayu sukar untuk diterangkan, hanya beberapa di
antaranya yang mudah dikenal. Bau kayu yang disebabkan karena aktifitas
serangan jamur tidak dinyatakan sebagai bau dari kayu. Kayu jati termasuk kayu
yang mempunyai bau seperti bahan penyamak (Pandit & Kurniawan 2008;
Mandang & Pandit 2002).
Kekerasan adalah salah satu sifat yang berguna dalam identifikasi kayu.
Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat
keras. Penetapannya dengan cara menyayat contoh kayu pada arah tegak lurus
serat, makin keras makin sukar disayat, dan bekas sayatannya pun mengkilap.
Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal relatif dinding serat, makin tebal
dinding serat, makin keras kayu tersebut. Kekerasan kayu dapat pula bertambah
oleh kandungan mineral, terutama silika (Mandang & Pandit 2002).
Struktur Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik dilakukan melalui pembuatan sayatan mikrotom
dan maserasi. Pembuatan sayatan mikrotom berdasarkan metode Sass (1961) yang
dimodifikasi menggunakan perekat entellan pada proses mounting. Contoh uji
untuk sayatan mikrotom dibuat secara kontinyu dari empulur ke arah kulit, sedang
contoh uji untuk proses maserasi diambil dari lingkar tumbuh pertama hingga ke
arah kulit. Struktur mikro diamati pada preparat lintang, radial dan tangensial
yang dibuat menggunakan mikrotom setebal 15-25 µ. Dehidrasi dilakukan
menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%, 96% dan alkohol absolut. Pembeningan
dilakukan dengan merendamnya beberapa saat dalam karboxylol dan toluena, lalu
direkat dengan entelan di atas gelas obyek. Ciri anatomi kayu yang diamati dan
dicantumkan meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh Komite Internasional
Association of Wood Anatomist (Wheeler et al. 1989) yang meliputi 163 ciri yaitu
pada struktur lingkar tumbuh, pembuluh, trakeida dan serat, parenkim aksial, jari-
jari, susunan bertingkat, elemen sekretori dan varian kambial, serta inklusi
42
mineral. Pengukuran diameter pori dilakukan juga untuk mendukung pengamatan
tekstur kayu secara makro.
Preparat maserasi dibuat guna pengamatan dimensi dan kualitas serat.
Proses maserasi menggunakan metode yang biasa digunakan oleh FPL (Forest
Product Laboratory, USDA, dalam Tesoro 1989). Serpihan-serpihan contoh kayu
sebesar batang korek api dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan
hidogren peroksida dengan asam asetat glasial 1 : 1, kemudian dipanaskan dalam
penangas. Untuk preparat sayatan dan maserasi, ciri kuantitatif diamati 10-25 kali
per contoh tergantung pada ragam ciri yang diamati : 1) diameter pembuluh, n =
25; 2) frekuensi pembuluh per mm2, n = 10; 3) frekuensi jari-jari, n = 10; 4) tinggi
jari-jari, n = 25; 5) panjang serat n = 45; 6) diameter serat dan tebal dinding,
masing-masing n = 15.
Panjang serabut yang diperoleh dari pengukuran maserasi berguna untuk
menentukan batas kayu juvenil. Penentuan kayu juvenil dilakukan berdasarkan
Darwis et al. 2005. Secara struktural kayu juvenil dicirikan oleh adanya
penambahan panjang serat secara progresif. Atas dasar itu, identifikasi kayu
juvenil dilakukan dengan mengukur pertambahan panjang serat dari empulur
hingga riap tumbuh terluar, jika pertambahan panjang serat masih berlangsung
hingga riap tumbuh yang dekat kambium, berarti kayu masih mengandung
proporsi kayu juvenil.
Struktur Ultramikroskopik kayu a. Sudut mikrofibril, derajat kristalinitas dan dimensi kristalin kayu
- Penyiapan sampel
Sampel untuk pengamatan struktur ultramikroskopik kayu diambil dari
lempengan setebal 5 cm dari sortimen A (bagian pangkal). Untuk pengukuran
struktur ultramikroskopik kayu yaitu sudut mikrofibril (MFA) dilakukan
menggunakan dua metode yaitu pengukuran menggunakan Difraksi Sinar X
(XRD) dan menggunakan mikroskop cahaya. Derajat kristalinitas dan dimensi
kristalin selulosa diukur menggunakan metode XRD.
Pembuatan sampel dilakukan dari empulur ke arah kulit sesuai jumlah
riap tumbuh dari masing-masing batang. Ukuran sampel dengan panjang 12
mm, lebar 15 mm dan tebal 0,5-1 mm diambil pada bidang tangensial, dimana
-
dari setia
akhir seh
keterbata
ini dipas
berdasark
tangensia
- Pengukur
Pro
dilakukan
pada din
dibuat. P
tangensia
Gambar 7
Kon
40 kV da
mm sudu
poros pem
scanning
pengukur
ap riap tumb
hingga diper
san yang ad
stikan tidak
kan Stuart
al memiliki h
ran menggun
ofil difraksi B
n pada arah
nding bagian
Pada Gambar
al.
7. Pola penempanah men
ndisi penguk
an arus 30 m
ut 0°, lebar c
mandu Beta
90°/menit.
ran derajat k
buh sampel
roleh dua sa
da, sampel b
k akan me
& Evans (
hasil yang re
nakan X-ray
Bragg diuku
tangensial d
n tangensial
r 7 diilustra
(
mbakan sinanunjukkan a
kuran sebaga
mA. Auto sl
celah penerim
a (Theta/2 T
. Pada Gam
kristalinitas d
dibedakan u
ampel untuk
bidang radia
empengaruh
(1994), baik
elatif sama.
y Difraksi
ur dari poton
dimana bata
l dari poton
asikan pola p
(Serimaa et al
ar X ke arah rah penemba
ai berikut: ta
lit tidak dig
ma 0,3 mm.
Theta) dan w
mbar 8 dit
dan sudut mi
untuk bagian
k setiap riap
al tidak dilak
hi data yan
k sampel b
ngan arah ta
ang Sinar X
ngan-potonga
penembakan
l. 2009)
bidang tangakan sinar X
arget Cu (λ=
gunakan, leb
Proses scan
wilayah scan
tunjukkan p
ikrofibril.
n kayu awal
pertumbuha
kukan. Nam
ng dihasilk
bidang radia
angensial. Pe
diarahkan t
an sampel y
n sinar X pa
gensial kayu.X.
= 1,54060 Å)
ar celah pen
nning kontin
n 0 - 360°.
proses scan
43
l dan kayu
an. Karena
mun kondisi
an karena
al maupun
enembakan
tegak lurus
yang telah
ada bidang
. Tanda
), tegangan
nyebaran 1
nyu dengan
Kecepatan
ning pada
Gambar 8
Kur
seperti G
Gambar 9
Unt
(1976) d
diperoleh
X terhada
ditemuka
Me
serta tida
8. Posisi sam(kiri: refletransmisi,
rva yang di
ambar 8 ber
9. Kurva has secara nor
tuk penghit
alam Stuart
h dari pewarn
ap Pinus rad
an bahwa MF
etode Cave
ak tergantun
mpel pada preksi, untuk p, untuk peng
iperoleh pad
ikut:
(Ssil pengukurrmal.
tungan sudu
t and Evans
naan mengg
diata, lalu m
FA berhubun
MFA =
tersebut me
ng pada int
roses scanninpengukuran dgukuran MFA
da penguku
Stuart & Evanan sudut mik
ut mikrofibr
s (1994). M
gunakan iodi
membanding
ngan dengan
0,6 T (Meto
endasarkan
tensitas pun
P
ng menggunderajat kristaA).
uran sudut m
ns 1994) krofibril saat
ril digunaka
Meylan memb
ine dengan d
gkan juga de
n parameter T
ode Cave)
pada bentu
ncak. Sudut
Posisi sampe
nakan Difrakalinitas; kana
mikrofibril d
t data terdist
an persamaa
bandingkan
data hasil dif
engan Teori
T sesuai pers
uk distribusi
‘T’ dihitun
el
44
ksi Sinar X an:
diharapkan
tribusi
an Meylan
data yang
fraksi sinar
Cave, dan
samaan:
i intensitas
ng sebagai
45
setengah pemisahan siku titik perpotongan sumbu intensitas nol dengan garis
singgung pada titik perubahan yaitu pada kemiringan terluar kurva intensitas
pada busur difraksi (Stuart & Evans 1994). Nilai MFA yang dihasilkan cukup
konsisten pada berbagai kondisi serat (bahkan hingga serat yang bentuknya
nyaris buat serta pengukuran MFA pada bagian ujung atau tengah serat).
Parameter T diestimasi secara manual dengan menggambar garis singgung di
titik perubahan pada sisi busur difraksi 002 (untuk meningkatkan ketelitian
pada penelitian ini digunakan software corel draw). Sehingga agar hasilnya
konsisten, pada pemrosesan data tidak dilakukan penghalusan kurva
(smoothing auto) dan puncak kurva ditentukan secara otomatis. Pemotongan
kurva untuk menentukan awal sumbu absis (derajat sudut Bheta) dan ordinat
(intensitas) berdasarkan kondisi kurva yang secara otomatis terbentuk sesuai
kondisi kayu yang diuji. Kurva yang ditampakkan adalah satu kurva yang
memiliki puncak dengan intensitas tertinggi, sehingga penentuan nilai T murni
tergantung pada kondisi dalam kayu itu sendiri.
Jika kurva yang diperoleh tidak seperti Gambar 8 akibat variasi lokal
dalam kayu modifikasi Metode Cave akan dilakukan. Pada Gambar 9 disajikan
gambaran hasil penyesuaian kurva dari pengukuran T busur 002 pada kasus
umum, yaitu sampel yang memiliki sudut mikrofibril yang besar. Namun
diusahakan untuk tidak dilakukan penghalusan (smoothing) pada kurva yang
dihasilkan, apapun kondisinya.
(Stuart & Evans 1994)
Gambar 10. Pengukuran T untuk kasus umum penyesuaian kurva
.
P
Der
refleksi. D
daerah kr
seperti ya
Derajat k.
Sel
dimensi k
arah tran
kristalin-d
11.
Gambar 1
Per
Persamaan S
Daerah amo
rajat kristali
Derajat krist
ristalin dan d
ang ditunjuk
kristalinitas (
anjutnya, b
kristalin (dim
sversal/meli
d. Untuk leb
11. Struktur
rsamaan yan
Scherrer (An
orp Daerah
initas dipero
talinitas mer
daerah amor
kkan pada pe
ba
X) = bagian
berdasarkan
mensi pada a
intang-La) s
bih jelasnya
(
mikrofibril s
ng digunaka
ndersson 200
kristalin
oleh melalui
rupakan prop
rf pada selulo
ersamaan ber
agian kristal
n kristal + ba
data dari
arah longitud
erta jarak an
, dimensi ya
(Serimaa et al
selulosa dan
an untuk m
06):
penembaka
porsi daerah
osa dinding
rikut:
l
agian amorf
XRD, dil
dinal/panjang
ntar fibril el
ang diukur d
l. 2009)
n dimensi kri
mengukur dim
an sinar X p
h kristalin de
sel kayu (G
x 100%
lakukan pen
g-Lc dan dim
lementer pa
disajikan pad
istalin selulo
mensi krista
46
pada posisi
engan total
Gambar 11),
%
nghitungan
mensi pada
da struktur
da Gambar
osa kayu
alin adalah
47
Sedangkan jarak antar fibril elementer rantai selulosa d (pada arah
transversal/melintang) dihitung menggunakan rumus:
2 sin
Keterangan: λ = 0,15406 nm (panjang gelombang radiasi sinar Cu). ∆ 2 = Setengah FWHM (Full Width at Half Maximum) dalam radian. K = Faktor bentuk, untuk menentukan dimensi wilayah kristalin selulosa
(refleksi 200) nilainya 0,9 sedangkan untuk menentukan panjang daerah kristalin (refleksi 004) nilainya 1 karena kristalin selulosa bentuknya pararel satu sama lain.
θ' = Sudut difraksi 2θ/2 (dalam radian).
- Pengukuran sudut mikrofibril menggunakan mikroskop cahaya
Pengukuran MFA menggunakan mikroskop cahaya dilakukan
berdasarkan Krisdianto (2008). Serat-serat yang telah terurai dari proses
maserasi diamati dengan perbesaran 500x. Sudut mikrofibril diukur
berdasarkan arah kemiringan mulut noktah sel serat terhadap sumbu
panjangnya dengan menggunakan program pengukuran yang telah tersedia
pada Mikroskop Axio Imager (Zeiss). Pada setiap riap tumbuh dibedakan atas
kayu awal dan kayu akhir, dan untuk setiap sampel dilakukan ulangan
pengukuran sebanyak 10 kali. Cara mengukur besarnya sudut mikrofibril
disajikan pada Gambar 12.
b
m
k
y
d
k
a
t
s
A
Gambar 12
b. Pengama
(SEM)
SEM
menyesuaika
kayu JUN m
yang diperlu
Untuk
dengan pola
kristalinitas
aksial, radia
tidak ada pe
secara deskr
Analyzer), se
2. Cara pengberdasark(a) Sumbunoktah; (c
tan ultrastru
merk ZEIS
an akan digu
maupun kayu
ukan.
k pengamatan
a pemotonga
kayu, namu
al dan tange
ersiapan sam
riptif. Denga
elanjutnya d
gukuran sudkan orientasiu panjang sec) Besarnya
uktur kayu m
SS tipe EV
unakan untu
u jati konve
n mengguna
an yang sam
un dibuat un
nsial. Karen
mpel sebelum
an menggun
diamati kand
dut mikrofibri noktah (Perel serat; (b) Ssudut mikro
menggunaka
VO 50 de
uk melihat b
ensional seca
akan SEM di
ma dengan sa
ntuk seluruh
na alat ini ti
mnya. Seluru
nakan fasilita
dungan unsur
ab
ril pada satu rbesaran 500Sumbu perpaofibril.
an Scanning
ngan kondi
agian-bagian
ara lebih det
igunakan uk
ampel untuk
h bidang pen
idak memerl
uh ciri yang
as EDX (Ene
r mineral yan
c
noktah
individu sel0x). Keteranganjangan mu
g Electron M
isi pengam
n elemen pe
tail dengan
kuran sampel
pengukuran
ngamatan ya
lukan pelap
ditemui akan
ergy Disper
ng terdapat p
48
l serat gan: ulut
Microscope
matan yang
enyusun sel
perbesaran
l penelitian
n MFA dan
aitu bidang
isan, maka
n disajikan
rsive X Ray
pada kayu.
49
Hasil pengamatan struktur anatomi baik secara makro menggunakan lup dan
mata telanjang, secara mikro menggunakan mikroskop cahaya dan secara
ultramikroskopik menggunakan SEM dan XRD secara detail dibandingkan antara
kayu JUN dengan kayu jati konvensional pada umur yang sama. Perbedaan
struktur anatomi kayu akibat pertumbuhannya dipercepat disajikan secara rinci.
Analisis Data
Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif
dianalisis secara statistik. Selanjutnya semua data dikompilasi sehingga sifat dasar
kayu diperoleh, dan kemudian dilakukan kajian kesesuaian untuk penggunaan
sebagai bahan baku venir dan furnitur.
Data kuantitatif meliputi sifat anatomi (struktur makroskopik: lebar riap
tumbuh, tebal kulit, luasan empulur; struktur mikroskopik: panjang serat, diameter
serat, diameter lumen sel serat, dan tebal dinding sel serat, panjang dan diameter
sel pembuluh, ukuran mulut ceruk antar pembuluh, serta tinggi, lebar dan
frekuensi sel jari-jari; struktur ultramikroskopik: MFA dan dimensi kristalin), sifat
fisis mekanis, kadar zat ekstraktif serta keawetan, diuji menggunakan statistik t-
student dan diolah dengan bantuan software Excel. Hipotesis yang dibuat adalah:
H0 : µ 1 = µ 2
H1 : µ 1 > µ 2 atau µ 1 < µ 2 dan H1 : µ 1 ≠ µ 2 (untuk tebal venir)
Keterangan :
1X = rata-rata pengamatan sifat kayu Jati Unggul Nusantara
2X = rata-rata pengamatan sifat kayu jati konvensional
Sebelumnya dilakukan uji F pada data untuk mengetahui keragaman kedua
sampel.
Berdasarkan kajian pustaka, hipotesis yang dapat dibuat terhadap struktur
makroskopik, mikroskopik, dan ultramikroskopik kayu jati Unggul Nusantara
dibandingkan kayu jati konvensional pada umur yang sama baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, serta kemungkinan penggunaannya sebagai bahan baku venir
dan furnitur pada umur panen yaitu 5 tahun adalah:
50
a. Struktur makroskopik kayu: proporsi teras kayu JUN akan lebih rendah; warna
kayu teras kurang lebih sama, riap tumbuh lebih lebar; kulit lebih tebal; luasan
empulur lebih besar; dan teksturnya lebih kasar.
b. Perbedaan pada struktur mikroskopik kayu: semakin cepat pertumbuhan
pohon pada periode awal, volume kayu muda semakin besar dimana proporsi
kayu muda JUN lebih besar. Kayu JUN memiliki sel-sel yang lebih pendek
dan diameter lebih lebar, serta dinding sel lebih tipis. Jumlah sel arah radial
lebih banyak dibandingkan kayu jati konvensional.
c. Perbedaan pada struktur ultramikroskopik: sudut mikrofibril akan lebih besar;
dimensi kristal lebih besar; dan derajat kristalinitas akan menurun.
d. Sifat venir: kayu JUN akan lebih lunak sehingga lebih mudah dikupas, namun
akan ada penurunan mutu seperti permukaannya kasar, kembang susut besar,
dan corak kurang menarik.
e. Kemungkinan penggunaan sebagai furnitur: dari segi kekerasan kayu,
penggunaan sebagai furnitur lebih disukai karena kayu menjadi lebih lunak
dan lebih ringan, sehingga lebih mudah dikerjakan. Namun dari segi corak,
kualitasnya sebagai produk mewah akan turun, terutama untuk furnitur yang
menghendaki segi keindahan kayu.
Sedangkan hipotesa untuk beberapa sifat dasar sebagai parameter
pendukung kesesuaian penggunaan kayu untuk venir dan furnitur adalah:
a. Sifat fisik yaitu kerapatan, kadar air, kekerasan, dan kembang susut: kerapatan
dan kekerasan kayu JUN lebih rendah; kadar air dan kembang susut lebih
besar.
b. Komponen kimia kayu terutama zat ekstraktif dalam etanol benzena: kadar
ekstraktif kayu JUN kurang lebih sama dibandingkan kayu jati konvensional
pada umur yang sama karena masih sama-sama muda.
c. Ketahanan kayu terhadap serangan mikroorganisme terutama rayap tanah dan
rayap kayu kering: keawetan kayu JUN relatif sama dengan kayu jati
konvensional karena umurnya relatif masih sama-sama muda.